Anda di halaman 1dari 51

142

BAB IV

PENYELIDIKAN TANAH

4.1. PENDAHULUAN

Penyelidikan tanah secara garis besarnya dapat dibagi atas 2 bagian, yakni :

(1) Penyelidikan Tanah di Lapangan

(2) Penyelidikan Tanah di Laboratorium

Penyelidikan tanah dibutuhkan untuk data perancangan fondasi bangunan-


bangunan, seperti : bangunan gedung, dinding penahan tanah, bendungan, jalan,
dermaga, dll. Bergantung pada maksud dan tujuannya, penyelidikan dapat dilakukan
dengan cara-cara : menggali lubang uji ( test pit ), pengeboran, dan uji secara
langsung di lapangan ( in-situ test ). Dari data yang diperoleh sifat-sifat teknis tanah
dipelajari, kemudian digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menganalisis
kapasitas dukung dan penurunan pondasi.

Tuntutan ketelitian penyelidikan tanah tergantung dari besarnya beban bangunan,


tingkat keamanan yang diinginkan, kondisi lapisan tanah, dan biaya yang tersedia
untuk penyelidikan. Oleh karena itu, untuk bangunan-bangunan sederhana atau
ringan, kadang-kadang tidak dibutuhkan penyelidikan tanah, karena kondisi tanahnya
dapat diketahui berdasarkan pengalaman setempat.

Tujuan penyelidikan tanah antara lain untuk :

1. menentukan kapasitas dukung tanah menurut tipe fondasi yang dipilih

2. menentukan tipe dan kedalaman fondasi

3. untuk mengetahui posisi muka air tanah

4. untuk mengetahui besarnya penurunan

5. menentukan besarnya tekanan tanah terhadap dinding penahan tanah atau


pangkal jembatan ( abutment )

6. menyelidiki keamanan suatu struktur bila penyelidikan dilakukan pada bangunan


yang telah ada sebelumnya.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


143

7. pada proyek jalan raya dan irigasi, penyelidikan tanah berguna untuk
menentukan letak-letak saluran, gorong-gorong, penentuan lokasi dan macam
bahan timbunan.

4.2. CARA PENYELIDIKAN

Informasi kondisi tanah dasar fondasi, dapat diperoleh dengan cara menggali
lubang secara langsung di permukaan tanah yang disebut lubang uji (test-pit),
maupun dengan cara pengeboran tanah. Penyelidikan mendetail dengan pengeboran
tanah yang diikuti dengan pengujian-pengujian di laboraturium dan atau di lapangan,
selalu dilakukan untuk penyelidikan tanah pada proyek-proyek besar seperti : gedung
bertingkat tinggi, jembatan, bendungan, bangunan industri, dll.

Penyelidikan tanah terdiri dari 3 tahap yaitu : pengeboran atau penggalian lubang uji,
pengambilan contoh tanah (sampling) dan pengujian contoh tanah. Pengujian contoh
tanah dapat dilakukan di laboraturium atau di lapangan.

Bergantung pada tingkat ketelitian yang dikehendaki, pengambilan contoh tanah


dilakukan pada setiap jarak kedalaman 0,75-2 meter dengan cara menekan tabung
contoh tanah (sampler) secara hati-hati (terutama untuk contoh tak terganggu) yang
dipasang pada ujung bawah batang bor. Pada waktu pengeboran dilakukan, contoh
tanah dapat diperiksa di dalam pipa bor yang ditarik keluar. Jika pada tahap ini ditemui
perubaan jenis tanah, kedalaman perubahan jenis tanah dan kedalamannya dicatat,
dan kemudian, contoh tanah tambahan diambil. Pada lapisan-lapisan yang dianggap
penting untuk dikatahui karakteristik tanahnya, kadang-kadang pengambilan contoh
kontinu (continous sampling) diperlukan. Bila pengeboran dilakukan pada lapisan
batuan, contoh inti batu (rock core) diambil dengan alat bor putar (rotary drill).

Kedalaman muka air tanah harus diperiksa dengan teliti. Kesalahan data muka air
tanah dapat mempersulit pelaksanaan pembangunan fondasi dan dapat
mengakibatkan kesalahan analisis stabilitasnya.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


144

4.3. PELAKSANAAN PENYELIDIKAN

Data hasil penyelidikan tanah dapat memberikan gambaran tentang kondisi-


kondisi lapisan pada sifat-sifat fisik tanah dalam arah vertical. Berdasarkan data ini,
perancang dituntut untuk menggambar profil lapisan tanah dengan cara interpolasi
data dari tiap-tiap lapisan yang mengandung material-material yang secara
pendekatan mempunyai sifat-sifat yang sama.

Terdapat beberapa cara penyelidikan yang berguna untuk mengetahui kondisi lapisan
tanah dan sifat-sifat teknisnya.

1. Lubang-uji (test pit)

Cara ini berguna untuk mengetahui kondisi lapisan tanah dengan teliti. Lagi pula,
bila perlu dapat mengambil contoh tanah tak terganggu (undisturbed sample) pada
lapisan-lapisan yang dikehendaki.

Gambar 4.1. Pemeriksaan tanah dengan cara tabung uji

2. Bor tangan (hand auger)

Cara ini termasuk yang paling sederhana dalam pembuatan lubang dalam tanah
dengan menggunakan alat bor. Alat bor seperti pada gambar 4.2. hanya dapat
digunakan bila tanah mempunyai kohesi yang cukup, sehingga lubang bor dapat tetap
stabil di sepanjang lubangnya. Alat ini tidak dapat digunakan pada pasir yang
terendam air. Penetrasi mata bor terbatas pada kekuatan tangan yang memutarnya,
oleh karena itu tanah harus tidak mengandung batu atau lapisan tanah keras lainnya.
Bor tangan dapat menembus sampai 10m, tapi umumnya kedalaman bor maksimum

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


145

6 sampai 8 meter. Alat ini sering digunakan dalam penyelidikan tanah untuk proyek-
proyek jalan raya , kereta api, dan lapangan terbang, dimana kedalaman lubang yang
dibutuhkan pada jalan raya hanya berkisar pada kedalaman 4m. untuk pembuatan
lubang yang lebih dalam pada tanah kohesif, bor ulir dapat digunakan ( GAMBAR
4.2.b).

Gambar 4.2. Alat Bor Tangan

3. Bor cuci (wash boring)

Pada cara ini, pengeboran tanah dilakukan dengan cara penyemprotan air
sambil memutar-mutar pipa selubung (casing) untuk memudahkan penetrasi ujung
mata bor gambar 4.2. Tanah yang diambil merupakan contoh terganggu (disturbed)
yang terangkut keluar bersama aliran air. Tanah yang keluar dari lubang bor
diidentifikasi secara kasar. Pengambilan contoh tanah dilakukan secara kering dengan
cara mengganti ujung mata bor dengan tabung contoh. Cara ini tidak mengganggu
tanah di bawah mata bor. Oleh karena itu contoh tanah yang diambil memungkinkan
dalam kondisi tak terganggu (undisterbed sample). Metode bor cuci tidak dapat
digunakan jika tanah mengandung batu-batu besar.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


146

Gambar 4.3. Penyelidikan dengan cara bor cuci

Penyelidikan dengan pencucian (wash Probing)

Wash probing digunakan untuk mengetahui kedalaman pertemuan antara tanah


lunak dan tanah keras atau padat. Caranya, air yang bertekanan tinggi disemprotkan
melalui pipa-pipa yang digerakan keatas dan kebawah pada lubang yang dilindung
pipa gambar 4.3. Cara ini dilakukan untuk penyelidikan tanah di pelabuhan dan
penentuan lapisan tanah dibawah lapisan sungai, yang dimaksudkan untuk
menentukan kedalaman pasir atau lanau yang terletak di atas lapisan keras atau batu.
Hal tersebut terutama digunakan dalam pekerjaan pemancangan dan pengerukan.

4. Bor putar (rotary drill)

Penyelidikan tanah dengan menggunakan bor putar atau bor mesin gambar 4.4.
dapat dilakukan pada semua jenis tanah. Alat bor putar yang digerakan dengan mesin
dapat menembus lapisan tanah keras atau batu sampai kedalaman lebih dari 40m.
alat ini dapat digunakan pada lapisan tanah keras, batu, tanah lempung dan bahkan
tanah pasir.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


147

Gambar 4.4. Penyelidikan Bor Rotary dengan cara pencucian tanah

Pengeboran inti dilakukan jika pengeboran menembus lapisan batu. Dan bila pada
penyelidikan diinginkan untuk memperoleh contoh inti kontinu (continous core
sample). Putaran batang bor menekan ujung mata bor. Tabung inti luar berputar
bersama-sama batang bor dan menekan ke lapisan keras atau batu di bawahnya
mata bor dipasang pada ujung alat bornya. Putaran mata bor membentuk gerusan
yang berbentuk cincin. Contoh inti batu masuk kebagian mata bor dan sekaligus
masuk ke dalam tabung inti dalam, yang dibuat tidak ikut berputar. Selama
pengeboran, air disirkulasikan lewat batang bor yang berlubang. Contoh bentuk mata
bor dari type double-tube core barrel, ditunjukan dalam. Gambar 4.5

Pengeboran dapat dilakukan dengan tanpa mengunakan pipa selubung (casing). Jika
lubang cenderung akan longsor, dilakukan pengeboran dengan memasukan kedalam
lubang bor suatu cairan kental dari bahan lempung vulkanik tiksotropik dan air. Cairan
ini berfungsi menahan sisi lubang bor dan menutup pori-pori tanah yang lolos air
sekeliling lubang bor.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


148

Gambar 4.5. (a) Skema alat bor putar (b) Double-tube core barret

4.4. ALAT – ALAT PANGAMBILAN CONTOH TANAH

Macam-macam contoh tanah yang harus diperoleh dari pengeboran bergantung pada
maksud penyelidikannya. Untuk indentifikasi serta penentuan sifat-sifat teknis tanah,
dibutuhkan contoh tanah yang mewakili. Dari sini, kemudian ditentukan nilai-nilai kuat
geser, batas-batas Atterberg, berat volume, kandungan karbonat, dan kandungan
material organiknya.

Contoh tanah diambil dari pengeboran dengan cara memasang tabung contoh
(sampler) pada ujung pipa bor di kedalaman yang berbeda-beda. Pada contoh tanah
yang tidak rusak susunan tanahnya atau sedikit sekali derajat ketergantungannya,
maka contoh tersebut disebut contoh tak terganggu (undisturbed sample).
Karakteristik tegangan-tegangan tanah harus diambil dari contoh tanah tak
terganggu.

Dalam praktek, sangat sulit diperoleh contoh yang benar-benar tak terganggu,
walaupun penanganan contohnya sudah sangat hati-hati. Gangguan contoh ini sering

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


149

mempengaruhi hasil-hasil pengujian laboraturium. Penyebab gangguan contoh tanah


yang diambil dengan cara pengeboran, antara lain:

1. perubahan kondisi tegangan dari tempat asal.

2. perubahan kadar air tanah dan angka pori.

3. gangguan susunan butir tanah.

4. perubahan kandungan bahan kimia.

Hvorslev (1984) menyarankan dalam pengambilan contoh tanah, yang terbaik adalah
dengan cara menekan tabung dengan tidak memukulnya ke dalam tanah. Selain itu,
dimensi tabung contoh harus sedemikian hingga rasio area (Ca) direduksi sampai
seminim-mungkin.

Gambar 4.6. Ukuran tabung contoh

Untuk memperkecil gesekan antara tanah dengan dinding bagian dalam tabung,
supaya derajat gangguan contohnya kecil, ujung tabung agak dibengkokkan kedalam
atau dilengkapi dengan alat pemotong yang diameter dalamnya lebih kecil dari dimeter
dalam tabung contoh (Gambar 4.6a). Namun, hal ini juga menyebabkan akibat
sampingan yang berupa pengembangan contoh setelah berada di dalam tabung.

Untuk klasifikasi dan untuk mempelajari karakteristik kepadatan tanah, contoh


targanggu (disturbed sample) dapat digunakan. Prinsip persyaratan contoh terganggu
adalah bahwa contoh tersebut harus mewakili kondisi lapisan tanahnya. Hasil
penyelidikan dengan bor tangan mewakili kondisi tanah dalam kondisi terganggu.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


150

Berbagai macam tabung pengambilan contoh tanah telah dipakai hingga saat ini,
beberapa contohnya antara lain :

A.Tabung Contoh Tekanan Terbuka (Open Drive Sample)

Tabung contoh tekan terbuka terdiri dari tabung tabung baja yang dilengkapi dengan
alat pemotong pada ujungnya. Batang bor dihubungkan dengan ujung atas tabung
contoh (gambar 4.7). Diameter dalam tabung berkisar antara 100 sampai 450 mm.
Pada saat pengambilan contoh tanah, tabung contoh ditekan secara dinamis atau
statis oleh alat penekan.

Gambar 4.7. Tabung contoh tekan terbuka

Tabung contoh tipe ini cocok untuk tanah berlempung. Jika digunakan pada tanah
granuler (berbutir lepas), penahan inti (core catcher) yang berfungsi menahan contoh
tanah agar tertahan dalam tabung harus digunakan.

Akibat pengaruh pekerjaan pengeboran, tanah dasar lubang bor yang berupa
lempung atau lanau sensitive, akan terganggu sampai pada kedalaman tertentu. Oleh
karena itu, bila tabung tekan terbuka kedalaman ditekan, bagian atas dari tabung
tersebut akan terisi oleh tanah yang telah rusak susunannya. Selain itu, pada waktu
tabung diputar untuk memotong tanah di dalam lubang bor, putaran akan merusakkan
susunan tanahnya pada bagian bawah contoh. Untuk menanggulangi kerusakan ini,
lebih baik jika digunakan tabung contoh berpiston.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


151

B.Tabung Contoh Berpiston

Tabung contoh berdinding tipis yang cocok digunakan untuk tanah kohesif ini,
diperkenalkan oleh Hvorslev (1949). Diameter dalam tabung bervariasi dari 50-100
mm, dan panjangnya bervariasi dari 450-750. tabung yang pendek dipakai untuk
yang berdiameter kecil. Terdapat 2 tipe tabung contoh untuk tabung berdinding tipis,
yaitu tabung berpiston mengapung dan tabung berpiston tetap. Tabung contoh
berpiston cocok digunakan untuk tanah-tanah yang sensitive terhadap gangguan,
seperti lempung lunak dan lempung plastis. Kecuali itu dapat pula digunakan dalam
pengambilan contoh tanah pada lubang uji dan pengambilan contoh tanah pada
lubang bor yang dangkal.

Gambar 4.8. (a) Tabung contoh tanah berpiston mengapung

(b) Tabung contoh berpiston tertutup

( a ) tabung contoh berpiston mengapung (floating piston)

Alat ini terdiri dari tabung baja tipis yang kadang-kadang dilengkapi dengan alat
pemotong pada ujungnya (gambar 4.8.a). Tabung contoh dilengkapi dengan piston
yang tergantung oleh sebuah kabel. Pada waktu tabung dimasukan kedalam lubang
bor hingga menyentuh dasar lubang, posisi piston mula-mula terletak pada ujung
bawah tabung, agar tanah tidak masuk kedalamnya. Setelah tabung dan piston
menyentuh tanah dasar, tabung contoh ditekan kebawah sedang piston tetap

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


152

ditempatnya. Untuk pengambilan contoh, tabung harus sedikit diputar (atau alat
pemotong tambahan harus dipasang pada ujungnya). Gesekan antara contoh tanah
dan dinding tabung membuat contoh tanah tetap tinggal dalam tabungnya. Pada saat
tabung contoh ditarik keluar dan dilepas dari tangkai bor, kedua ujung tabung contoh
tanah yang telah berisi tanah tidak terganggu ditutup dengan lilin, dan dibawa ke
laboraturium.

( b. ) tabung contoh berpiston tetap (fixed piston)

Pada tabung contoh berpiston tetap (gambar 4.8.b) piston dapat diletakan pada
posisinya oleh sebuah batang baja yang memanjang sampai permukaan tanah.
Pengambilan contoh tanah dipilih pada kedalaman tertentu, dimana diperkirakan
tanahnya tidak terganggu oleh operasi pengeboran. Saat pengambilan contoh tanah,
piston ditahan pada posisinya dan tabung ditekan ke bawah. Dengan cara ini, jika
tanah lunak, tabung dapat ditekan ke bawah sampai kedalaman yang diinginkan
dengan tanpa memperdalam pengeboran.

( c ) tabung contoh belah (split barrel sample)

Tabung contoh terdiri dari tabung yang dapat dibelah menjadi dua bagian satu sama
lain pada waktu mengeluarkan contoh tanah (gambar 4.9). Secara keseluruhan,
bagian-bagian tabung contoh tanah dari bawah ke atas terdiri dari : bagian pemotong
pada ujung bawah tabung yang dapat dibelah, tabung penghubung dan bagian
kepala tabung. Untuk menahan contoh tanah tetap di tempatnya, pada bagian atas
alat pemotong diberi katup penutup. Salah satu dari jenis tabung contoh ini,
digunakan untuk pengujian penetrasi standart (SPT).

Gambar 4.9. Tabung Contoh Belah

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


153

4.5. PENANGANAN CONTOH TANAH

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam penanganan contoh tanah adalah bahwa
setelah tabung contoh tanah diambil dari lubang bor, ujung-ujungnya harus
dibersihkan dan ditutup lilin. Maksudnya adalah agar contoh tanah tidak berubah
kadar airnya, dan juga untuk menahan gangguan contoh tanah yang mungkin timbul
dalam perjalanan ke laboraturium. Selain itu pada tabung contoh tanah bor, dan
kedalaman contoh. Ujung atas dan bawah tabung contoh harus ditandai dengan
benar, sehingga pada pengujian di laboraturium akan diketahui ke arah mana contoh
tanah akan dikeluarkan dari dalam tabung contoh. Contoh tanah lempung sensitive
harus dijaga dengan baik pada waktu diangkut ke laboraturium, terutama jangan
sampai terjadi getaran yang besar yang dapat merusak contoh tanah.

4.6. LAPORAN HASIL PENGEBORAN

Laporan hasil pengeboran tanah harus dibuat jelas dan tepat, pengawas
lapangan yang menangani pekerjaan harus selalu mencatat hal-hal kecil yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, seperti : pergantian alat dan tipenya,
kedalaman pada waktu penggantian alat, metode penahanan lubang bor agar stabil
atau penahan tebing lubang uji.

Sesudah contoh tanah diuji di laboratorium, ditentukan klasifikasinya. Catatan


lapangan bersama dengan hasil pengujian laboratorium tersebut dirangkum
sedemikian sehingga batas-batas antara material yang berbeda diplot pada elevasi
yang benar, menurut skala yang ditentukan.

Semua hasil-hasil pengeboran dicatat dalam laporan hasil pengeboran (atau disebut
boring log), yang berisi antara lain:

1. Kedalaman lapisan tanah.

2. Elevasi permukaan titik bor, lapisan tanah dan muka air tanah.

3. Simbol jenis tanah secara grafis.

4. Deskripsi tanah.

5. Posisi dan kedalaman pengambilan contoh. Disebutkan kondisi contoh


terganggu atau tak terganggu.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


154

6. Nama proyek, lokasi, tanggal, dan nama penanggung jawab pekerjaan


pengeboran.

Dalam penggambaran profil lapisan tanah, lapisan tanah disajikan dalam bentuk
simbol-simbol yang digambar secara vertical. Gambar 4.10 menyajikan contoh
simbol-simbol tersebut. Kebanyakan tanah terdiri dari beberapa campuran dari jenis
tanah-tanah tertentu, seperti lempung berlapis, lanau berlapis, lanau berpasir, kerikil
berlanau, dan sebagainya. Dalam kondisi ini, simbol-simbol dapat dikombinasikan,
dengan kandungan tanah yang dominan digambar lebih banyak atau lebih tebal.

Gambar 4.10. Contoh penggambaran simbol-simbol jenis tanah

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


155

4.7. PENYELIDIKAN TANAH DI LAPANGAN

Jenis-jenis tanah tertentu sangat mudah sekali terganggu oleh pengaruh


pengambilan contoh didalam tanah. Untuk menanggulanginya sering dilakukan
beberapa pengujian-pengujian tersebut antara lain :

o Uji penetrasi standart atau uji SPT (standart penetration test)

o Uji penetrasi kerucut statis (static-cone penetration test)`

o Uji beban plat (plate load test)

o Uji geser kipas atau geser baling-baling (vane shear test)

Pengujian di lapangan sangat berguna untuk mengetahui karakter tanah dalam


mendukung beban fondasi dengan tidak dipengaruhi oleh kerusakan contoh tanah
akibat operasi pengeboran dan penanganan contoh. Khususnya berguna untuk
menyelidiki tanah lempung sensitive, lanau dan tanah pasir tidak padat.

Perlu diperhatikan bahwa hasil-hasil uji geser kipas dan uji penetrasi, hanya
memberikan informasi kuat geser (kekuatan) tanah saja, oleh karena itu pengujian-
pungujian tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai pengganti pengeboran,
namun hanya sebagai pelengkap data hasil penyelidikan. Suatu yang tidak dapat
diidentifikasikan oleh pengujian tersebut adalah mengenai jenis tanah yang
ditembusnya secara pasti, atau perbedaan jenis tanahnya. Sebagai contoh, pengujian
tidak dapat memberikan informasi mengenai tanah yang diuji apakah tanah organic
atau lempung lunak, atau tanah berupa pasir tak padat atau lempung kaku, karena
yang diketahui hanya tahanan penetrasi atau kuat gesernya saja. Demikian pula,
hasil-hasil pengujian tidak dapat memberikan informasi mengenai kondisi air tanah.
Untuk itu, kekurangan-kekurangan data dapat dilengkapi dengan mengadakan
pengeboran tanah.

a. Uji Penetrasi Standar (SPT)

Uji penetrasi standar dilakukan karena sulitnya memperoleh contoh tanah tak
terganggu pada tanah granuler. Pada pengujian ini, sifat-sifat tanah ditentukan dari
pengukuran kerapatan relative secara langsung di lapangan. Pengujian untuk
mengetahui nilai kerapaatan relative yang sering digunakan adalah Uji Penetrasi
Standar atau disebut Uji SPT (Standar Penetration Test).

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


156

Uji SPT dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Sewaktu melakukan pengeboran inti, jika kedalaman pengeboran telah mencapai


lapisan tanah yang akan diuji, mata bor dilepas dan diganti dengan alat yang disebut
tabung belah standar (Standar Split barrel sampler) (Gambar 2.11a). Setelah tabung
ini dipasang, bersama-sama dengan pipa bor, alat diturunkan sampai ujungnya
menumpu lapisan tanah dasar, dan kemudian dipukul dari atas. Pukulan diberikan
oleh alat pemukul yang beratnya 63,5 kg (140 pon), yang ditarik naik turun denagn
tinggi jatuh 76,2 cm (30”) (Gambar 2.11c).

Nilai SPT diperoleh dengan cara sebagai berikut:

Tahapan pertama, tabung belah standar dipukul sedalam 15 cm (6”). Kemudian


dilanjutkan pemukulan tahap kedua sedalam 30,48 (12”). Jumlah pukulan tahap kedua
ini, yaitu jumlah pukulan yang dibutuhkan untuk penetrasi tabung belah standar
sedalam 30,48 cm, didefinisikan sebagai nilai-N. Pengujian yang lebih baik dilakukan
dengan menghitung pukulan pada tiap-tiap penembusan sedalam 7,62 cm (3 inci) atau
setiap 15 cm (6 inci). Dengan cara ini, kedalaman sembarang jenis tanah di dasar
lubang bor dapat ditaksir, dan elevasi dimana gangguan terjadi dalam usaha
menembus lapisan yang keras seperti batu, dapat dicatat.

Pada kasus-kasus umum, uji SPT dilakukan setiap penetrasi bor 1,5 – 2 m atau paling
sedikit pada tiap-tiap pergantian jenis lapisan tanah disepanjang kedalaman lubang
bornya. Untuk fondasi dangkal interval pengujian dapat lebih rapat lagi.

Untuk tanah berbatu, palmer dan stuart (1957) memodifikasi tabung belah standar
yang terbuka menjadi tertutup dan meruncing 30º pada ujungnya (Gambar 4.11.b).
pengamatan telah menunjukan bahwa pada umumnya nilai N yang diperoleh oleh
kedua tipe alat ini mendekati sama, untuk jenis tanah dan kerapatan relative tanah
yang sama.

Pada perancangan fondasi, nilai N dapat dipakai sebagai indikasi kemungkinan model
keruntuhan fondasi yang akan terjadi (Terzaghi dan Peck, 1948). Kondisi keruntuhan
geser local (Local shear failure) dapat dianggap terjadi, bila N < 5, dan keruntuhan
geser umum (general shear failure) terjadi pada nilai N >30. Untuk nilai N antara 5 dan
30, interpolasi linier dari koefisien kapasitas dukung tanah Nc, Nq dan N dapat
dilakukan. Bila nilai-nilai kerapatan relative (Dr) diketahui, nilai N dapat didekati dengan
persamaan (Meyerhoff, 1957).

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


157

N = 1,7 Dr² (14,2po´ + 10)

Dengan:

Dr = Kerapatan relative

po ’ = tekanan vertical akibat beban tanah efektif pada kedalaman tanah


yang ditinjau, atau tekanan overburden efektif.

Gambar 4.11. Tabung belah standar dan uji SPT


(a) Tabung silinder
(b) Tabung SPT untuk tanah berbatu
(c) Uji SPT secara manual

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


158

Hubungan nilai N dengan kerapatan relative (Dr) yang diusulkan oleh Terzaghi dan
Peck (1948), untuk tanah pasir, disajikan dalam Tabel 4.1

Nilai N Kerapatan relative (Dr)

<4 Sangat Tidak Padat (very soft)


4 – 10 Tidak Padat (soft)
10 – 30 Kepadatan Sedang (medium stiff)
30 – 50 Padat (stiff)
> 50 Sangat Padat (very stiff)

Untuk tanah lempung jenuh, Terzaghi dan Peck (1948) memberikan hubungan N
secara kasar dengan kuat tekan-bebas, seperti yang diperlihatkan dalam Tabel 4.2.
kuat tekan-bebas (qu) diperoleh dari uji tekan-bebas, Cu = 0,5qu. Akan tetapi
penggunaan hubungan nilai N dan kuat geser tanah lempung jenuh pada Tabel 4.2
tersebut tidak direkomendasikan. Peck, dkk. (1953) menyatakan bahwa nilai N hasil uji
SPT untuk tanah lempung hanyalah sebagai pendekatan kasar, sedang pada tanah
pasir, nilai N hasil uji SPT dapat di percaya. Untuk menentukan kuat geser tanah
lempung jenuh, lebih baik jika nilainya di peroleh dari uji geser kipas (vane shear test)
di lapangan atau dari pengujian Direct Shear terhadap contoh tanah tak terganggu di
laboraturium.

Untuk menentukan kapasitas dukung izin dari hasil uji SPT, diperlukan estimasi kasar
nilai lebar fondasi (B) dari fondasi terbesar pada bangunan. Untuk fondasi dangkal, uji
SPT dilakukan pada interval 2,5 ft (76 cm) dibawah dasar fondasi, dimulai dari
kedalaman dasar fondasi (Df) sampai kedalaman Df + B (Terzaghi dan Peck, 1948).
Nilai N rata-rata sepanjang kedalaman ini akan berfungsi sebagai gambaran kasar dari
kerpatan relative pasir ang berada di bawah dasar fondasi, yang masih mempengaruhi
besar penurunan. Jika uji SPT dilakukan pada beberapa lubang pada lokasi yang
berlainan, nilai N rata-rata terkecil digunakan dalam mamperkirakan nilai kapasitas
dukung tanahnya (Terzaghi dan Peck, 1948).

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


159

Table 4.2 Hubungan nilai N, konsistensi dan kuat tekan bebas (qu) untuk tanah lempung
jenuh (Terzaghi dan Peck, 1948)

Kuat tekan bebas


Nilai N Konsistensi (qu)

(KN/m²)

<2 Sangat lunak < 25

2-4 Lunak 25 – 50

4-8 Sedang 50 – 100

8 - 15 Kaku 100 – 200

15 - 30 Sangat Kaku 200 – 400

> 15 Keras > 400

b. Uji Penetrasi Kerucut Statis

Uji penetrasi kerucut statis atau uji sondir banyak digunakan diindonesia, di samping
uji SPT. Pengujian ini sangat berguna untuk memperoleh nilai variasi kepadatan
tanah pasir yang tidak padat. Pada tanah pasir yang padat dan tanah – tanah
berkerikil dan berbatu, penggunaan alat sondir menjadi tidak efektif, karena
mengalami kesulitan dalam menembus tanah. Nilai –nilai tahanan kerucut statis atau
tahanan konus (q˛) yang diperoleh dari pengujian, dapat dikorelasikan secara
langsung dengan kapasitas dukung tanah dan penurunan pada fondasi – fondasi
dangkal dan fondasi tiang.

Ujung alat ini terdiri dari kerusut baja yang mempunyai sudut kemiringan 60°dan
berdiameter 35,7 mm atau mempunyai luas tampang 1000 mm²bentukstematis dan
cara kerja alat ini dapat dilihat pada Gambar 2.12 a. Salah atu macam alat sondir
dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mengukur tahanan ujung dan tahanan gesek
dari selimut silinder mata sondirnya.

Cara pengguanaan alat ini, adalah dengan menekan pipa penekanan dan mata sondir
secara terpisah, melalui alata penekanan mekanis atau dengan tangan yang
memberikan gerakan kebawah. Kecepatan penekanan kira – kira 10 mm/detik.
Pembacaan tahanan kerucut statis atau tahan konus dilakukan dengan melihat arloji

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


160

pengukur. Nilai q˛ adalah besarnya tahanan kerucut dibagi dengan luas


penampangnya. Pembacaan arloji pengukur, dilakukan pada tiap – tiap penetrasi
sedalam 20 cm. Tahanan ujung serta tahanan gesek selimut alat sondir dicatat. Dari
sini diperoleh grafik tahanan kerucut statis atau tahanan konus yang menyajikan nialai
ke duanya ( Gambar 4.12 b).

Gambar 4.12. Uji kerucut Statis (Sondir)


(a) Skema alat kerucut statis
(b) Contoh hasil uji kerucut statis

Karena uji kerucut statis ( sondir) tidak mengeluarkan tanah saat pengujian
berlangsung, maka jenis tanah tidak diketahui dengan pasti. Robertson dan
Campanella (1983) mengusulkan hubungtan tanah konus (q˛) dengan rasio gesekan
Rf, untuk mengklasifikasikan tanah secara pendekatan, seperti yang ditunjukan dalam
Gambar 2.12 b dan 2. 13. pada Gambar tersebut Rf adalah rasio gesekan ( Fricition
ratio ) yang merupakan perbandingan antara gesekan selimut local, fs ( gaya gesek
yang bekerja pada selimut konus dibagi dengan luas selimutnya atau disebut gesek
satuan ) dengan tahanan konus q˛ atau rasio gesekan dinyatakan oleh persamaan:

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


161

Rf = fs/q˛ x100%

Gambar 4.13. Klasifikasi tanah didasarkan pada hasil kerucut statis


(sondir) – (Roberton dan Campanella, 1983)

c. Uji Beban Pelat

Uji beban pelat (plate load test ) sangat cocok untuk penyediaan tanah timbunan atau
tanah yang mengandung banyak kerikil atau batuan, dimana uji-uji lapangan yang
sulit dilaksanakan.

Pelat beban berupa pelat besi berbentuk lingkaran atau bujursangkar dengan
diameter yang bervariasi dari 30 cm atau lebih besa lagi. Dimensi pelat tergantung
dar ketelitian hasil pengujian yang dikehendaki. Pada prinsipnya, bila ukuran pelat
menedekati atau sama dengan lebar pondasi sebenarnya, maka semakin teliti hasil
yang diperoleh. Pelat diletakan pada dasar pondasi rencana dengna lebar lubang
paling sedikit 4 kali lebar pelat yang digunakan ( Gambar 4.14). Pengamatan besar
beban dan penurunan terjadi dilakukan sampai tanah mengalami keruntuhan atau
pengujian dihentikan bila tekanannya mencapai kira- kira 2 kali kapasitas dukungan
pondasi yang dirancang. Penambahan beban yang diterapkan, kira kira 0,1 kali nilai
estimasi kapasitas dukungan tanah.

Bentuk dan ukuran pelat pengujian bervariasi tergantung dari tujuan pengujian.
Kapasitas dukungan ultimit yan gdiperoleh dapat digunakan langsung, jika ukuran
pelat beban sama dengan ukuran pondasi yang akan digunakan. Untuk itu, kapasitas
ujung izin dihitung dengan cara membagi kapasitas dukung ultimit dengan factor
aman. Jika penurunan merupakan kriteria yang dijadikan pedoman dalam penentuan

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


162

kapasitas dukung , kapasitas beban yang menyebabkan terlampauinya persyaratan


penurunan yang perlu diperhatikan.

Gambar 4.14. Uji beban pelat

d. Uji kipas di Lapangan

Beberapa macam alat telah digunakan untuk mengukur tahanan geser tanah kohesif.
Salah satunya adalah, alat uji geser kipas atau geser baling baling (vane shear test).
Salah satu macam alatnya terdiri dari kipas baja seinggi 10 cm dan diameter 5 cm
yang berpotongan saling tegak lurus (Gambar 4.15a). dalam praktek, terdapat
beberapa ukuran kipas yang bisa digunakan.

Pada saat melakukan pengujian, alat ini di pasang pada ujung bor, kipas berserta
tangkainya ditekan ke dalam tanah, kemudian diputar dengan kecepatan 6o sampai
12o per menit. Besarnya torsi (tengah puntiran) yang dibutuh kan untuk memutar
kipas diukur karena tanah tergeser menurut bentuk silinder vertical yang terjadi di
pinggir baling-baling, tahanan geser tanah dapat dihitung, jika dimesi baling-baling
dan gaya puntiran diketahui.untuk kipas berbentuk segi empat, kuat geser tanah
lempung jenuh, dihitung dengan persamaan:1

Pengukuran dilakukan sepanjang kedalaman tanah yang diselidiki, pada jarak interval
kira-kira 30 cm. Apabila pengukuran dilakukan dengan pembuatan lubang dari alat
bor, kipas ditancapkan paling sedikit berjarak 3 kali diameter lubang bor diukur dari
dasar lubangnya. Hal ini dimaksudkan untuk menyelidiki tanah yang benar-benar tak

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


163

terganggu oleh operasi pengeboran. Kuat geser tanah yang telah berubah susunan
tanahnya (remoulded) dapat pula dilakukan dengan pengukuran torsi minimum yang
dibutuhkan untuk memutar baling-baling secara cepat dan kontinu.

Gambar 4.15. Uji geser kipas


(a) Alat uji
(b) Zona distorsi

Studi yang mendetail telah membuktikan bahwa kuat geser tanah lempung yang
diperoleh dari uji geser kipas di lapangan terlalu besar (Aman,dkk., 1975). Hal ini
disebabkan oleh zona geser yang terjadi saat tanah geser, lebih besar dari bidang
runtuh tanahnya (Gambar 4.15b). perluasan bidang runtuh, tergantung dari macam
dan kohesi tanah. Bjerrum (1972), mengusulkan koreksi kuat geser dari kuat geser
yang diperoleh dari uji geser kipas di lapangan, sebagai berikut :

Su (nyata) = α Su (lapangan) (2.7)

Yang mana :

Su = cu = kohesi tak terdrainasi (kohesi undrained).

Su (nyata) = Kuat geser tak terdrainasi yang digunakan dalam perancangan.

Su (lapangan) = kuat geser tak terdrainasi yang diperoleh dari uji geser kipas
di lapangan.

α = factor kohesi yang ditunjukkan pada Gambar 4.16.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


164

Gambar 4.16. Koreksi kuat geser tak berdrainase dari uji geser kipas
Di lapangan (Bjerrum, 1972)

4.8. DENAH PENENTUAN TITIK-TITIK PENYELIDIKAN

Lokasi titik-titik penyelidikan tanah harus diusahakan sedekat mungkin dengan letak
fondasi. Hal ini penting, terutama bila bentuk lapisan tanah pendukung fondasi tidak
beraturan. Bila denah struktur belum tersedia pada waktu di lakukan penyelidikan
tanah, maka denah bor umumnya disusun dalam bentuk segiempat (lihat Gambar
4.17).

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


165

Gambar 4.17. Denah titik-titik penyelidikan

Untuk area yang luas, diperlukan jarak lubang bor yang agak lebar dan diselingi
dengan beberapa uji lapangan tambahan, seperti : uji kerucut stastis (sondir) atau
pemeriksaan dengan cara lubang uji (test-pit). Letak titik-titik penyelidikan tambahan
tersebut, dipilih pada jarak yang dekat, yaitu di antara lubang-lubang bor.

Jumlah lubang bor yang diperlukan sangat bergantung pada kekomplekan kondisi
pada lapisan tanah dan biaya yang tersedia. Yang jelas, semakin banyak lubang bor,
semakin teliti informasi yang diperoleh dari kondisi tanahnya. Bila biaya penyelidikan
terbatas, diperlukan pertimbangan matang guna memutuskan jumlah lubang bor yang
mewakili kondisi tanah.

Pada bangunan yang bebannya tidak begitu besar, paling tidak harus ada 2 atau
sebaliknya 3 lubang bor, sehingga bentuk kemiringan lapisan tanah dapat diketahui.
Jika jumlah lubang terlalu sedikit, estimasi bentuk kemiringan lapisan tanah dapat
meleset dari sebenarnya, disamping kurangnya informasi yang diperoleh dari kondisi
tanah.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


166

Untuk fondasi bangunan tingkat tinggi dan bangunan industri, paling sedikit diperlukan
satu lubang bor pada tiap-tiap sudut bangunannyayang diselingi dengan uji penetrasi
kerucut statis. Untuk tiap-tiap sudut bangunan-bangunan tersebut, sebaiknya jarak
titik bor tidak melebihi 15 m (Terzaghi dan Peck, 1948).

Untuk jembatan dan bendungan, 2 set pengeboran perlu dikerjakan. Pengeboran


pertama terletakpada sumbu-sumbuny, untuk mengetahui apakah pada lokasi
tersebut tanahnya mampu mendukung beban. Pengeboran kedua dilakukan pada
lokasi tepat dibawah pangkal jembatan atau pilarnya. Pada bendungan, set kedua
dilakukan pada lokasi bangunan pelengkap, seperti lokasi bendungan elak. Terzaghi
dan Peck (1948),menyarankan jarak titik borminimum 30 m dan maksimum 60 m
untuk proyek yang sangat luas dan besar. Untuk proyek jalan raya, pengeboran
dilakukan pada jarak interval kira-kira 30 msepanjang jalannya. Kedalaman lubang
bor disarankan 2-4 m di bawah tanah asli, bila dasr perkerasan tanah asli, dan 1-4 m
dibawah perkerasan jalan, bila perkerasannya diletakkan dengan menggali tanah asli.

4.9. KEDALAMAN LUBANG BOR

Kedalaman pada lubang bor bergantung pada kedalaman tanah yang masih
dipengaruhi oleh penyebaran tekanan fondasi bangunan. Tekanan vertikal pada
kedalaman 1,5 kali lebar fondasi (B) adalah masih kira-kira 0,2 kali besarnya tekanan
pada dasar fondasi. Oleh karena itu, kedalaman lubang bor minimal kira-kira 1,5 kali
lebar fondasinya atau 1,5B, dengan B adalah lebar fondasi.

Untuk fondasi telapak (spread footing) atau fondasi memanjang (continuous footing)
kedalaman lubang bor agak dangkal (Gambar 4.18a). namun untuk fondasi rakit (raft
atau mat foundation) kedalaman lubang bor akan lebih dalam (Gambar 4.18c).

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


167

Gambar 4.18. Kedalaman lubang bor


(a) Pondasi memanjang dan pondasi telapak
(b) Pondasi telapak yang letaknya berdekatan
(c) Pondasi rakit dan pondasi ting

Pada fondasi telapak yang jaraknya terlalu dekat, penyebaran beban ke tanah di
bawahnya saling tumpang indih, maka kedalaman lubang bor akan sama halnya
dengan kedalaman fondasi rakit, yaitu1,5B (Gambar 4.18b) untuk fondasi tiang,
kedalaman lubang bor harus lebih dalam dari bawah dasar tiangnya. Dengan
pertimbangan bahwa lapisan tanah di bawah tiang masih mendukung beban yang
ditranfer lewat tiang, umumnya, untuk fondasi tiang yang terletak pada tanah homogen,
prilakunya akan sama seperti rakit yang dasar fondasinya dihitung dari kedalaman 2/3
panjang tiang (Gambar 4.18c). Untuk itu, kedalaman lubang bor untuk fondasi tiang
adalah 2/3D + 1,5B, dengan D adalah panjang tiang dan B adalah lebar area kelompok
tiang.

Dalam hal fondasi akan di letakkan pada lapisan batu, harus yakin benar apakah
ketebalan lapisan batu tersebut mampu mendukung penyebaran bebannya. Untuk itu,
apabila lapisan batu terletak dipermukaan, ketebalan lapisan dapat diketahui dengan
cara membuat lubang uji secara langsung.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


168

4.10. PENGUJIAN LABORATORIUM

Tanah merupakan suatu bagian yang sangat menentukan dalam perencanaan suatu
konstruksi, karena menentukan kestabilan konstruksi tersebut. Kekuatan tanah tersebut
tidak sama untuk tempat-tempat yang berbeda, sehingga hal ini mengharuskan para
perencana untuk memperhatikan kondisi tanah sebagai suatu elemen kestabilan konstruksi
yang sangat menentukan keadaan konstruksi pada masa penggunaannya.

Untuk menentukan kondisi tanah yang akan digunakan sebagai tempat dibangunnya
suatu konstruksi, tidak cukup dilakukan perhitungan tanpa suatu pemeriksaan yang
mendalam atau spesifik. Terutama untuk mengetahui parameter-parameter dari sifat fisis
dan mekanis dari tanah tersebut. Jadi diperlukan pengujian atau percobaan yang dilakukan
secara ilmiah yakni melalui pengujian laboratorium.

Kekuatan suatu tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sangat komplek dari
parameter-parameter yang didapatkan dari suatu pemeriksaan yang mendalam.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat tanah tersebut, yang meliputi sifat
fisis dan mekanis tanah.

Pemeriksaan identifikasi terhadap tanah tersebut, antara lain yaitu :

1. Pengukuran sifat fisis tanah meliputi :

a) Berat Jenis Tanah (Specific Grafity)

b) Batas Cair ( Liquid Limit ).

c) Batas Plastis ( Plastic Limit ).

d) Batas Kerut / Batas Susut ( Shrinkage Limit ).

e) Pembagian Butir (Grain Size Analisys). Dan lain-lain.

2. Pengukuran sifat mekanis tanah meliputi :

a) Pengukuran Prisma Bebas (Unconfined Compression Strength).

b) Percobaan Geser Langsung (Direct Shear Test).

c) Percobaan Konsolidasi (Consolidation Test).

d) Percobaan Triaksial (Triaxial Test).

e) Percobaan CBR Laboratorium (Laboratory CBR Test). Dan lain-lain.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


169

Dengan melakukan pemeriksaan terhadap sifat fisis dam sifat mekanis tanah
diharapkan tujuan dari Praktikum Mekanika Tanah II dapat tercapai. Semua pemeriksaan
terhadap sifat fisis dan sifat mekanis tanah akan dijelaskan pada bab berikutnya dengan
jelas dengan dilengkapi data hasil pengolahan masing-masing pemeriksaan terhadap sifat
fisis dan mekanis tanah..

Untuk mengetahui sifat-sifat tertentu yang dikandung oleh tanah maka diperlukan
pemeriksaan terhadap tanah tersebut. Dalam hal ini perlu diketahui beberapa hal yang
berhubungan dengan pengambilan sampel tanah yang diteliti.

4.10.1. Keadaan Alam Lokasi Asal Tanah

Sampel tanah yang dipergunakan dalam praktikum Mekanika Tanah ini berasal dari
kampong blang yang terletak di Blang Bintang, Aceh Besar.

Keadaan permukaan tanah dilokasi pengambilan sampel tanah tersebut cenderung


rata/datar dan mudah tergenang air hujan serta permukaan tanah ditumbuhi
rerumputan.Lapisan permukaan tanah sampel berwarna cokelat . Tanah tersebut
merupakan tanah asli/lepas bukan tanah timbunan.

4.10.2. Cara Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan sampel tanah untuk praktikum dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu
pengambilan sampel tanah terganggu (Disturbed Sample) dan pengambilan sampel tanah
tidak terganggu (Undisturbed Sample).

a. Contoh Tanah Terganggu (Disturbed Sample).

Pengambilan sampel tanah terganggu terlebih dahulu dilakukan pembersihan


terhadap permukaan tanah yang akan digali dengan kedalaman kira-kira 10 - 30 cm. Hal ini
bertujuan untuk menghindari lapisan tanah humus dan akar rerumputan yang tidak
diinginkan pada tanah tersebut. Sampel yang diambil kira-kira 5 kg. Tanah dibersihkan dari
sampah-sampah dan kotoran lainnya. Tanah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
kantong plastik untuk mengurangi penguapan air dan diikat rapi.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


170

b. Contoh Tanah Tidak Terganggu (Undisturbed Sample).

Pengambilan contoh tanah tidak terganggu dilakukan dengan menggunakan tube


yaitu tabung khusus dari besi yang kedua ujungnya terbuka, dengan diameter 7,3 cm
(diameter 7,07 cm; diameter luar 7,53 cm), dan panjang tabung 44,5 cm. Sebelum
pengambilan terlebih dahulu tube diolesi paselin pada bagian dalamnya. Pada saat
pengambilan, permukaan tanah digali sedalam 10 cm kemudian tube diletakkan tegak lurus
pada permukaan tanah, lalu papan kayu diletakkan di atas tube setelah itu dipukul
menggunakan palu atau kayu sampai permukaan tube bagian atas dan tanah di dalam tube
sejajar dengan permukaan tanah.

Selanjutnya untuk mengeluarkan tube dilakukan penggalian di sekitar tube dengan


menggunakan linggis. Tube beserta sampel diangkat dan dimasukkan ke dalam plastik.
Apabila tanah terlalu keras, maka perlu dilakukan perendaman di dalam air.

4.10.3. Cara Pengangkutan Contoh Tanah

Sampel tanah yang diambil dari lokasi pengambilan baik undisturbed sample dan
disturbed sample dimasukkan kedalam plastik kemudian dibawa ke Laboratorium Mekanika
Tanah untuk mendapatkan kadar air pada sample tanah tersebut.

Tanah yang terganggu dibawa ke laboratorium dengan menggunakan kendaraan


umum dan tidak diusahakan upaya khusus untuk melindungi struktur aslinya sehingga tanah
bebas terjadi tekanan dan pemadatan.

Untuk tanah yang tidak terganggu dibawa ke laboratorium bersama tabung baja,
artinya tanah masih berada dalam tabung baja atau tube. Tanah ini dibawa dengan
kendaraan umum, tabung yang berisi tanah dibawa dalam keadaan menggantung sehingga
tidak mempengaruhi tabung yang berisi tanah dari goncangan dan tekanan yang dapat
merubah stuktur asli tanah tersebut.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


171

4.10.4. Pengujian di Laboratorium

Pekerjaan laboratorium meliputi pengumpulan dan perhitungan data dilakukan dari


kerja praktikum berupa pemeriksaan dan percobaan yang dikerjakan di laboraorium,
sedangkan perhitungan data dapat dilakukan di laboratorium dan diluar dengan formulir
kerja yang sama.

A. Pengukuran Kerapatan Massa (Specific Grafity)

Pengukuran kerapatan massa (specific grafity) bertujuan untuk mengetahui kerapatan


massa butir tanah atau untuk menentukan berat jenis dari suatu sampel tanah.

Sebelum pengukuran berat jenis tanah dilakukan sebagai langkah awal adalah
mengovenkan tanah 100 gram selama lebih kurang 24 jam pada suhu 150 0 Celcius. Tanah
yang telah kering diambil 3 bagian sampel tanah berat masing-masing lebih kurang 25 gram
dengan menggunakan alat bantu labu ukur sebanyak 3 buah yang berukuran 100 cc,
kemudian labu ukur ditimbang bersama tanah didalamnya, sebelumnya labu ukur telah
ditimbang beratnya dalam keadaan kosong. Setelah labu ukur bersama tanah ditimbang
kemudian dimasukkan air suling kedalam labu tersebut sebanyak 2/3 bagian atau sampai
tanah dalam labu ukur terendam dan kemudian dimasukkan air suling kedalam sangkup
vakum selama lebih kurang 7 menit, pada tekanan minimum uap air pada temperatur kerja,
sehingga udara yang ada pada pori tanah dan air habis keluar. Selanjutnya labu ukur
dikeluarkan dari sangkup vakum dan kemudian ditambah air sampai batas yang bergaris,
kemudian temperatur air dalam tabung diukur dengan menggunakan thermometer dan
setelah itu labu ukur yang telah diisi air tadi ditimbamg. Selanjutnya dilakukan percobaan
kalibrasi dengan memasukkan air kedalam labu ukur yang masih kosong dan kemudian
ditimbang beratnya dan diukur suhunya. Dari hasil perhitungan data pada percobaan ini nilai
kerapatan massa yang diperoleh adalah 2,524 gram/cm³. Untuk lebih jelasnya hasil dari
pengukuran kerapatan massa ini dapat dilihat pada formulir nomor 101/01/02 yang terlampir.

B. Pengukuran Batas Cair dan Plastis.

Pengukuran batas cair bertujuan untuk menentukan kadar air pada suatu keadaan
tanah yang cendrung menunjukkan sifat seperti benda alir. Batas tersebut ditentukan

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


172

menurut cara yang dikemukakan oleh Angka Atterberg yang berguna untuk menentukan
kepekaan tanah terhadap air.

Pengukuran batas plastis bertujuan untuk mengetahui kadar air batas terhadap suatu
tanah sehingga memperlihatkan sifat plastis. Batas tersebut ditentukan menurut cara yang
dikemukakan oleh Angka Atterberg yang merupakan pasangan angka dengan batas cair.

C. Pengukuran Batas Cair (Liquid Limit)

Pengukuran batas cair (liquid limit) bertujuan untuk menentukan kadar air pada satu
keadaan tanah yang cenderung menunjukkan sifat seperti benda alir. Sampel yang telah
diambil dari lokasi contoh tanah dikeringkan diudara. Setelah itu dimasukkan kedalam oven
kemudian ditumbuk dalam lumpang dengan menggunakan alu karet yang bertujuan untuk
memisahkan butiran tanah satu sama lainnya dan kemudian diayak dengan saringan no.40
sebanyak 200 gram, lalu sebagian dari tanah itu ditumpahkan ke atas plat kaca. Kemudian
diberikan air sedikit demi sedikit dan diaduk dengan spatula hingga campuran menjadi
adonan yang lembut. Setelah itu ketinggian mangkuk Casagrande diatur setinggi 1 cm dari
landasan. Kemudian tanah yang telah diaduk dimasukkan kedalam mangkuk Casagrande,
permukaannya diratakan dan dibuat dengan grooving tool. Pemberian air diatur sedemikian
rupa sehingga tercapai 3x diatas 25 pukulan dan 3x dibawah 25 pukulan, misalnya 8, 16,
23, 28, 35, 40 (angka-angka ini sekedar contoh). Pada masing-masing pukulan, lalu tanah
harus merata pada ½ inchi atau 13 mm. Dalam pekerjaan ini digunakan 6 buah bejana
timbang yang telah diisikan adonan tanah yang diambil tadi bagian tengah mangkuk
Casagrande kira-kira sebesar ibu jari. Setelah ditimbang dimasukkan kedalam oven pada
suhu 1050 Celcius selama lebih kurang 24 jam, Lalu setelah 24 jam dikeluarkan dari oven
terlebih dahulu didinginkan selanjutnya ditimbang kembali.

Dari percobaan yang dilakukan diperoleh data berat sampel basah total adalah 35,89
gram. Kadar air rata-rata dari sampel sebesar 56,72 %. Hasil perhitungan dari percobaan
ini digambarkan dalam grafik hubungan antar kadar air dan jumlah pukulan. Dari grafik
hubungan antara kadar air dan jumlah pukulan diperoleh perpotongan garis adalah x = log
25 dengan garis yang mendekati keenam buah titik. Dengan menggunakan regresi linear
diperoleh angka Liquid Limit (LL) sebesar 55,40 %. Hasil pengukuran dan perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada formulir nomor 100/02/01 yang terlampir

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


173

D. Pengukuran Batas Plastis (Plastic Limit)

Pengukuran batas plastis (plastis limit) bertujuan untuk menentukan kadar air batas
terhadap suatu keadaan tanah yang memperlihatkan sifat plastis. Sampel yang
dipergunakan dalam percobaan batas plastis dipersiapkan bersama-sama dengan
percobaan batas cair. Tanah yang telah diayak dengan saringan no. 40 sekitar 100 gram
ditumbuk pada plat kaca dan diberi sedikit air kemudian diaduk sehingga menjadi adonan
yang kalis dan dapat diulenin. Lalu diambil sebesar ibu jari sehingga membentuk batang
meman jang yang meretak pada saat berdiameter 3 mm, pada keadaan tersebut tanah telah
mencapai batas plastis.

Pada pengukuran batas plastis ini digunakan 3 buah bejana timbangan. Masing-
masing bejana dimasukkan tanah yang sudah retak tadi, kemudian ditimbang dan
dimasukkan kedalam oven pada suhu 1050 Celcius selama lebih kurang 24 jam kemudian
ditimbang lagi.

Berdasarkan perhitungan data dari pengukuran yang diperoleh data berat sampel
basah adalah 13,62 gram dan kadar air rata-rata adalah 25,00 %. Sedangkan angka Plastic
Limit (PL) sebesar 25,58 %. Dari selisih harga batas cair dengan batas plastis diperoleh
harga indeks (PI) sebesar 29,78 %. Hasil pengukuran dan perhitungan selengkapnya dapat
dilihat pada formulir nomor 100/01/02 yang terlampir.

E. Pengukuran Batas Kerut (Shrinkage Limit)

Pengukuran batas kerut bertujuan untuk menentukan kadar air batas yang ada pada
batas tersebut volume tanah tidak mengecil lagi bila air pori berkurang terus. Batas tersebut
ditentukan menurut cara yang dikemukakan oleh A. Atterberg.

Pengukuran ini dilakukan pada sampel yang telah kering oven selam ± 24 jam pada
suhu 1050 C, kemudian ditumbuk dan disaring melalui saringan # No. 40. Sampel yang
digunakan kira-kira 100 gram, ditumbuk di atas pelat kaca dan dicampur dengan air keran
sampai kira-kira adonan tanah lebih basah dari batas cair.

Adukan tanah selanjutnya dimasukkan ke dalam 3 (tiga) buah ring cetak dan pelat
kaca alas yang terlebih dahulu diolesi vaselin. Pengisian adonan ke dalam ring diusahakan
sampai tidak terdapat lagi rongga-rongga udara. Setelah padat, bagian atas subsampel

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


174

diratakan dan ditimbang dalam keadaan basah. Biarkan ketiga subsampel selama ± 24 jam
di udara terbuka agar tanah terlepas dari ring cetak. Kemudian subsampel dikeringkan di
dalam oven pada suhu 1050 C selama ± 1 hari. Subsampel ditimbang kembali untuk
mendapatkan berat keringnya.

Volume tanah kering diukur dengan air raksa, dengan cara mengisi air raksa ke
dalam bejana pelimpahan hingga penuh, kemudian tekan sedikit demi sedikit Prong Plate
ke atas permukaan air raksa sehingga permukaan air raksa tepat merata di permukaan
bejana pelimpahan. Selanjutnya, masukkan subsampel ke dalam tabung yang berisi air
raksa dan ditekan sedemikian rupa dengan menggunakan Prong Plate sehingga tidak
terdapat lagi gelembung udara. Air raksa yang tumpah kemudian ditimbang untuk
memperoleh volume tanah kering.

Hasil pengukuran dapat dilihat pada formulir nomor 100/02/02 terlampir, dengan nilai
batas kerut (SL) sebesar 22,040 .

F. Pengukuran Pembagian Butir (Grain Size Analysis)

Praktikum pengukuran pembagian butir bertujuan untuk menentukan perbandingan


berat kelompok butir yang sama ukurannya. Penetapan ukuran butir didasarkan pada
anggapan bahwa butir-butir tersebut bulat seperti bola sehingga ukuran butir tertulis sebagai
diameternya. Pengukuran pembagian butir ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
analisis saringan basah (Hydrometer) dan analisis saringan kering.

G. Analisa Saringan Basah (Analysis Hydrometer)

Pada pengukuran analisa saringan basah ini merupakan lanjutan dari pengukuran
analisa saringan kering, sampel yang digunakan adalah tanah yang telah kering di oven dan
telah dihaluskan dengan menggunakan alu karet sehingga dapat melewati saringan no. 10.

Sampel yang lewat no. 10 tersebut direndam dalam larutan NaPO3 (100 cc)
sebanyak kira-kira 60 gram dalam gelas ukur selama 24 jam. Selanjutnya rendaman sampel
tanah tersebut diaduk dengan menggunakan mixer selam 15 menit. Kemudian sampel tanah
yang telah diaduk dimasukkan kedalam gelas ukur 1000 cc dan ditambahkan air sampai
batas 1000 cc, pengukuran dilakukan setelah air dan tanah telah tercampur rata.
Pelaksanaan pada langkah awal dimulai pada menit : ¼, ½, ¾, 1, 2, 3, 4, 8, 16, 30, 45, 60,

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


175

120, 240, 480, 960, dan terakhir pada menit 1440. Pada menit-menit tersebut dilakukan
pembacaan dengan menggunakan Hidrometer dan Termometer. Hasil selengkapnya dapat
dilihat berturut-turut pada formulir no. 105/ 03/ 02 dan 105/ 04/ 02.

H. Analisa Saringan Kering (Dry Sieve Analysis).

Pengukuran pembagian butir yang menggunakan analisa saringan kering diawali


dengan mengovenkan sampel tanah selama 24 jam. Tanah yang telah kering dioven
tersebut kemudian direndam sebanyak 60 gram dalam air selama 24 jam. Setelah direndam
tanah tersebut dicuci dengan menggunakan saringan no. 200, agar semua butiran yang
berukuran kecil atau lewat saringan no. 200 dapat dipisahkan dengan kata lain butiran tanah
yang tidak lewat saringan no. 200. Pencucian ini dilakukan sampai air yang digunakan
kelihatan jernih. Kemudian tanah yang tidak lewat saringan diovenkan kembali selama 24
jam. Setelah pengovenan, butiran-butiran tanah dipisahkan dengan menggunakan saringan
yang berukuran berturut-turut yaitu no. #4, no. #10, no. #20, no. #40, no. #60, no. #80, no.
#100, no. #140, no. #200, yang bertujuan untuk mengetahui berat masing-masing butiran.

Dari hasil penyaringan diketahui bahwa butiran tanah terbesar yaitu yang tertinggal
diatas saringan no. #10 yang berdiameter 2,00 mm karena tidak diperoleh sampel tanah
yang tertinggal pada saringan #10 maka hasilnya 0 (nol), dan sedangkan sampel tanah yang
tetinggal diatas saringan no.#200 seberat 0,60 gram atau 1,00 % yang berdiameter 0.105
mm, sisanya adalah butiran tanah yang lewat saringan yang berdiameter lebih kecil dari
0,074 mm yaitu seberat 54,54 gram atau 90,90 % dari sampel tanah. Data selengkapnya
mengenai analisa saringan kering dapat dilihat pada formulir no. 105/06/02 dan untuk lebih
jelasnya tentang diameter tanah dilampirkan dalam formulir no. 105/07/02, yang merupakan
bentuk grafik gabungan antara analisa saringan kering dan analisa saringan basah.

I. Percobaan Tekan Silinder Bebas (Unconfined Compression Strength)

Percobaan tekan silinder bebas bertujuan untuk menentukan kuat elemen tanah
yang berbentuk silinder dalam melawan suatu tekanan atau menahan beban tekanan
menurut arah sumbu memanjang. Sampel yang digunakan pada percobaan merupakan
sampel tanah yang tidak terganggu yang digunakan untuk menghitung sifat mekanis tanah.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


176

Sampel ini diambil dengan menggunakan tube sepanjang lebih kurang 30 cm dan
berdiameter 8,25 cm.

Selanjutnya sampel dikeluarkan dengan menggunakan extruder, kemudian tanah di


dongkrak dari arah dasar secara perlahan-lahan sehingga tidak terjadi pemadatan tanah.
Setelah sampel tanah tersebut dikeluarkan dari dalam tube, selanjutnya sampel tersebut
dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian pertama lebih kurang sepanjang 15 cm digunakan
untuk percobaan prisma bebas dan selebihnya digunakan untuk pecobaan kuat geser
langsung.

Dengan menggunakan Trimmer dan wire saw, sampel dibentuk sehingga


berdiameter 5,59 cm, tinggi 11,20 cm, luas penampang 24,53 cm² dan volume 274,73 cm³.

Percobaan selanjutnya adalah dengan melakukan percobaan dengan alat


Compression Machine model U-560 Soil Test Inc 2205 LEEST, Evansto ILL USA bernomor
8681. Pengukuran pembebanan dilakukan dengan melakukan proving ring dengan
konstanta 0,04082 N/mm, dialnya berskala 0,001 cm/in. Untuk pemadatan diukur dengan
dial berskala 0,001 cm/in, dan hasil perhitungan diperoleh kecepatan pemadatan rata-rata
46 berskala/menit. Berdasarkan harga ini dapat diketahui harga kecepatan pemadatan
untuk selang waktu 15 menit. Pembacaan dihentikan apabila angka dial proving ring tetap
sama atau menurun. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada formulir no. 106/01/02 dan
106/02/02.

J. Percobaan Geser Langsung (Direct Shear)

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan harga sudut geser (Φ) dan harga kohesi
(c) dari suatu elemen tanah. Persiapan bahan dan cara pengambilan sampel tanah untuk
percobaan Direct Shear sama dengan yang dilakukan pada percobaan Unconfined test yaitu
sampel tanah tidak terganggu.

Dalam percobaan Direct Shear digunakan Cutting Ring dan plat kaca. Untuk Cutting
Ring dilakukan pengukuran tinggi, diameter dan ditimbang beratnya bersama dengan plat
kaca. Sampel tanah dipotong dengan menggunakan Wire Saw lebih tebal dari Cutting Ring,
selanjutnya sampel tanah dimasukkan kedalam Cutting Ring yang dialasi kaca, lalu sampel
tanah dipotong dan disesuaikan dengan Cutting Ring serta ditimbang beratnya.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


177

Selanjutnya sampel tanah dimasukkan kedalam mesin Direct Shear merk ELE, lalu
semua sekrup penyatel dan pengukur diatur serta diberi pembebanan 0,509 kg, 1,536 kg
dan yang terakhir adalah 3,590 kg untuk masing-masing test. Sedangkan tegangan normal
pada alat (σn) masing-masing sebesar 0,301 kg/cm², 0,625 kg/cm², dan 1,28 kg/cm². Mesin
dijalankan bersamaan dengan stopwatch dan dilakukan pembacaan terhadap dial gerakan
vertikal, horizontal dan beban geser. Saat dial beban geser tidak bertambah lagi (tetap) atau
menurun, maka mesin dihentikan dan benda uji dikeluarkan untuk diambil dan dibelah
menjadi dua bagian, kemudian ditempatkan kedalam dua container serta ditimbang
beratnya. Selanjutnya sampel tanah dimasukkan kedalam oven selama 24 jam dengan suhu
1050 Celcius dan setelah dikeluarkan dari oven lalu ditimbang berat keringnya.

Pengukuran dilakukan dengan tiga sampel pada pembebanan yang berbeda-beda.


Hasil perhitungan dan pengukuran terdapat pada formulir 111/01/02 sampai dengan
111/05/02.

K. Percobaan Konsolidasi

Tujuan percobaan konsolidasi adalah untuk menentukan hubungan perubahan


volume tanah, beban static yang bekerja padanya dan waktu yang diperlukan untuk
perubahan itu.

Persiapan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sampel tanah tidak
terganggu. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan menggunakan tube. Selanjutnya
sampel tanah kemudian dikeluarkan dari tube dengan menggunakan Extruder, lalu tanah
tersebut diambil sebagian dan dimasukkan kedalam Cutting Ring dan diratakan dengan
Wire Saw. Sampel tanah beserta Cutting Ring digeser-geserkan diatas plat kaca.

Cutting Ring beserta sampel tanah dan plat kaca ditimbang beratnya. Sebelumnya
diukur diameter, tinggi Cutting Ring dan ditimbang berat kosong Cutting Ring dengan plat
kaca. Untuk mengukur kadar air sampel tanah yang belum mengalami tekanan maka diambil
sisa tanah tadi dan diukur berat basahnya, lalu kemudian dimasukkan kedalam oven selama
24 jam dengan suhu 105 derajat celcius dan ditimbang berat keringnya.

Selanjutnya disiapkan stopwatch dan formulir yang telah diisi dengan waktu
pembacaan dial. Benda uji dimasukkan kedalam sel konsolidasi dan diberi pembebanan
dengan berat 0,519 kg, 0,318 kg, 0,636 kg, 1,272 kg, 2,544 kg dan 5,088 kg. Sedangkan

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


178

jangka waktu pembacaan dial (dalam menit ) yaitu pada menit-menit : 0,25; 1 ; 1,25 ; 4 ;
6,25 ; 9 ; 12,25 ; 16 ; 25 ; 36 ; 49 ; 64 ; 81 ; 100 ; 121 ; 144 ; 169 ; 196 dan 225 menit.

Pembacaan dial dihentikan pada saat tidak terjadi lagi kenaikan atau tiga kali
pembacaan bernilai sama (tetap). Sesudah selesai pengujian, benda uji yang mengalami
pembebanan terlebih dahulu digambar untuk mengetahui berapa sudut keretakannya, lalu
setelah itu ditimbang berat basahnya. Setelah itu kemudian dimasukkan kedalam oven
dengan suhu 1050 Celcius dan ditimbang berat keringnya.

L. Percobaan Triaxial

Uji triaksial adalah pengujian dari benda uji berbentuk silinder yang dibungkus karet
kedap air diberi tekanan ke semua arah dan kemudian diberi tekanan aksial sampai terjadi
keruntuhan.

Rangkaian peralatan uji geser triaksial untuk melaksanakan uji geser tanpa
konsolidasi dan tanpa drainase terdiri atas beberapa kelompok peralatan. Kelompok
peralatan tersebut meliputi peralatan pembeban aksial, peralatan ukur, peralatan pengontrol
tekanan, sel triaksial dan perlengkapannya, serta peralatan lain.

Prosedur pengujian

a) Periksa semua slang dan pipa yang menghubungkan bejana utama yang berisi air,
pemberi tekanan sel, alat ukur tekanan dan ke atas triaksial terisi dengan air yang bebas
udara.

b) Periksa dan siapkan sistem pemberi tekanan sel.

c) Periksa karet-karet pembungkus terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran.

d) Letakkan contoh uji pada alas tempat kedudukan contoh uji di dalam sel triaksial.

e) Ambil karet pembungkus dan masukan ke dalam tabung pengembang serta ikatkan
kedua ujungnya pada tabung pengembang sehingga saat tabung dihisap, karet
pembungkus melekat pada dinding dalam tabung.

f) Dalam keadaan demikian, masukkan tabung pengembang tersebut ke dalam benda uji
dengan hati-hati; masukkan penutup atas ke dalam karet, sehingga penutup duduk di
atas contoh uji; lepaskan hisapan pada tabung pengembang.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


179

g) Lepaskan bagian atas karet dari tabung pengembang dan keluarkan tabung pengembang
dari benda uji.

h) Ikat bagian-bagian alas tempat kedudukan contoh dan karet serta bagian atas plat
penutup dan karet dengan menggunakan karet pengikat berbentuk huruf 0; oleskan tipis-
tipis dengan grease bagian vertikal dari alas dan tutup benda uji untuk memudahkan
masuknya karet pembungkus.

i) Letakkan sumbu piston dari sel triaksial tepat di tengah-tengah penutup atas contoh uji
pada tempat kedudukan yang telah disediakan; tekanan yang terjadi pada permukaan
benda uji akibat berat piston tidak boleh melebihi 0,5 % dari perkiraan kuat tekan
maksimum benda uji; kencangkan mur atau baut pengikat, sehingga sel triaksial terikat
kuat dan rapat pada bagian bawah.

j) Letakkan sel triaksial pada tempat yang telah disediakan pada mesin kompresi; naikkan
sel triaksial dengan memutar mesin dengan tangan sampai ujung atas piston duduk tepat
pada tempat kedudukannya pada cincin pengukur beban (proving ring) dengan hati-hati.

k) Isi sel triaksial dengan cairan dari bejana utama, pada saat sel hampir terisi penuh,
miringkan posisi sel berlawanan arah dengan posisi lubang pengeluar udara (I) yang
terdapat pada bagian tepi alas sel, setelah udara keluar seluruhnya, tutup lubang udara
tersebut secepatnya.

l) Beri tekanan semua arah dalam sel (σ3) pada tekanan yang diinginkan dengan membuka
kran E dan J, tunggu selama 10 menit untuk memberikan penyesuaian benda uji pada
tekanan sel yang diberikan.

Apabila alat pengukur beban berada di luar sel triaksial, tekanan sel akan menimbulkan
reaksi pada alat ukur beban, pada kondisi ini lakukan pengujian dimana piston masih
sedikit berada di atas penutup benda uji hal sebagai berikut.

1) Ukur gesekan dan gaya ke atas piston yang akan dikoreksikan pada beban aksial
nanti.

2) Atur alat pengukur beban sedemikian rupa sehingga dapat mengkompensasikan


gesekan gaya ke atas piston.

3) Untuk alat pengukur beban yang berada di dalam sel, tidak usah dilakukan koreksi.

m) Atur posisi arloji pengukur cincin pembeban dan deformasi aksial serta catat pembacaan
awal.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


180

n) Pilih pengatur kecepatan mesin kompresi sesuai dengan kecepatan deformasi yang
dikehendaki.

o) Berikan pembebanan aksial pada kecepatan deformasi mendekati 1% per menit untuk
tanah plastis dan 0,3% per menit untuk tanah yang mudah remuk (brittle) dimana
tegangan deviator mencapai regangan antara 3% s.d. 6% pada waktu 15 menit s.d. 20
menit, teruskan pembebanan sampai mencapai regangan 15 % atau pada 5 % regangan
setelah tegangan deviator maksimum tercapai.

p) Catat pembacaan arloji cincin pembeban dan deformasi aksial pada regangan 0,1%;
0,3%; 0,4% dan 0,5 %, kemudian penambahan pada setiap 0,5% sampai pada regangan
3% dan diteruskan pada setiap penambahan 1%; untuk memperoleh grafik hubungan
tegangan deviator - regangan yang baik, interval pembacaan yang lebih kerap dapat
dilakukan.

q) Setelah pengujian selesai, ambil contoh uji, sket pola kelongsoran yang terjadi dan
tentukan kadar air.

M. Percobaan CBR Laboratorium

Pengujian Laboratory CBR dimaksudkan untuk menentukan nilai CBR (California


Bearing Ratio) tanah dan campuran tanah agregat yang dipadatkan di laboratorium pada
kadar air tertentu.

CBR (California Bearing Ratio) laboratorium ialah ; perbandingan antara beban


penetrasi suatu bahan tanah terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan
penetrasi yang sama.

Nilai CBR Laboratorium biasanya digunakan untuk perencanaan pembangunan jalan


baru dan lapangan terbang.

Untuk menentukan nilai CBR laboratorium harus disesuaikan dengan peralatan dan
data hasil pengujian kepadatan, yaitu Pengujian Pemadatan ringan untuk tanah kurang
padat, dan pengujian pemadatan berat untuk tanah padat.

Peralatan yang digunakan atara lain :

1) Mesin Penetrasi ( Loading Machine ) dilengkapi alat pengukur beban

2) Cetakan logam berbentuk silinder

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


181

3) Piringan pemisah dari logam (space disc).

4) Alat penumbuk sesuai pengujian pemadatan ringan untuk tanah ( SNI 03-1742-1989)
dan pengujian pemadatan berat untuk tanah (SNI 03-1743-1989)

5) Alat pengukur pengembangan (swell)

6) Keping beban dengan berat 2,27 kg (5 lb);

7) Torak penetrasi dari logam 49,5 mm

8) Dua buah arloji pengukur penetrasi

9) Talam alat perata dan tempat untuk rendam

10) Alat timbang sesuai pengujian pemadatan ringan untuk tanah (SNI 03-1742-1989)
dan pengujian pemadatan berat untuk tanah (SNI 03-1743-1989).

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


182

Berikut ini disajikan rangkuman dan illustrasi beberapa jenis pengujian laboratorium
terhadap sampel tanah.

Analisis Saringan merupakan analis untuk


menentukan pembagian butiran (gradasi)
agregat halus dan agregat kasar dengan
menggunakan saringan

Pemeriksaan Kadar Air Tanah merupakan


percobaan untuk menetukan kadar air tanah.
Kadar air tanah merupkan perbandingan
antara berat air yang terkandung dalam tanah
dengan berat tanah tersebut dinyatakan
dalam persen.

Berat Volume Tanah merupakan percobaan


untuk mengetahui berat volume dalam
keadaan kering udara dan berat volume
dalam keadaan kering oven dari suatu
sampel.

dinyatakan dalam persen.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


183

Pemeriksaan berat jenis tanah


merupakan pemeriksaan untuk
menentukan berat jenis tanah
yang mempunyai butiran lolos
saringan no 4.

Pemeriksaan Batas Cair (Liquid limit test)


merupakan pemeriksaan untuk menetukan
kadar air suatu tanah pada keadaan batas
cair.

Pemeriksaan Batas Plastis (Plastis


limit test) merupakan pemeriksaan
untuk menetukan kadar air suatu
tanah pada keadaan batas plastis.

Pemeriksaan Batas Susut


(Shrinkage limit test) merupakan
pemeriksaan untuk menetukan
kadar air suatu tanah pada
keadaan batas susut.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


184

Permeabilitas merupakan praktikum untuk


menentukan besarnya koefisien
permeabilitas (k) dari suatu contoh tanah
berbutir halus seperti pasir halus, lanau,
dan lempung.

Direct Shear Test merupakan


praktikum untuk menetukan
kohesi dan sudut geser tanah.

Pengujian Konsolidasi adalah untuk


menentukan hubungan perubahan
volume tanah, beban static yang bekerja
padanya dan waktu yang diperlukan
untuk perubahan itu.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


185

Uji Triaksial adalah pengujian dari


benda uji berbentuk silinder yang
dibungkus karet kedap air diberi
tekanan ke semua arah dan
kemudian diberi tekanan aksial
sampai terjadi keruntuhan.

Laboratory CBR dimaksudkan


untuk menentukan nilai CBR
(California Bearing Ratio) tanah dan
campuran tanah agregat yang
dipadatkan di laboratorium pada
kadar air tertentu.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


186

Berikut ini disajikan beberapa jenis alat uji laboratorium untuk pengujian parameter
tanah.

Liquid Limit Device Shringkage Limit Device Specific Gravity Device

Sieve Analysis Hydrometer Analysis Moisture Content

Vacum Stand Sample Extruder Compaction Device

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


187

Laboratory CBR Device Field CBR Device Unconfined Compression

Consolidation Device Direct Shear Device Triaxial Device

4.11. INFORMASI YANG DIBUTUHKAN UNTUK PENYELIDIKAN TANAH

Bila Penyelidikan tanah dilakukan secara detail, maka perancang harus berusaha
memperolah data, sebagai berikut :

(1) Kondisi topografi lokasi pekerjaan. Data ini diperlukan untuk perancangan fondasi
dan penentuan cara pelaksanaan di lapangan terutama pada proyek-proyek
bangunan air dan jalan.

(2) Lokasi-lokasi bangunan yang terpendam di dalam tanah, seperti kabel telepon, pipa-
pipa atau gorong-gorong untuk air kotor dan air bersih, dan lain-lainnya.

(3) Pengalaman setempat sehubungan dengan kerusakan-kerusakan bangunan yang


sering terjadi di sekitar lokasi pekerjaan.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


188

(4) Kondisi tanah secara global, muka air tanah dan kedalaman batuan. Keterangan ini
sering dapat diperoleh dari penduduk setempat.

(5) Keadaan iklim, elevasi muka air banjir, erosi tanah, dan besarnya gempa yang sering
terjadi.

(6) Tersedianya material alam dan kualitasnya,yang berguna untuk bahan pembentuk
bangunan seperti campuran beton.

(7) Data geologi yang disertai keterangan tentang proses pembentukan lapisan tanah
dan batuan di lokasi pekerjaan, serta kemungkinan terjadinya penurunan tanah
maupun bangunan akibat penurunan muka air tanah.

(8) Hasil-hasil penyelidikan laboratorium pada contoh-contoh tanah dan batuan, yang
dibutuhkan untuk perancangan fondasi atau penanganan problem-problem
pelaksanaannya.

(9) Foto kondisi lapangan dan bangunan-bangunan di dekatnya.

Di bawah ini diberikan data tambahan yang diperlukan untuk perancangan fondasi
bangunan-bangunan tertentu.

(a) Fondasi Bangunan Gedung

(1) Ukuran dan tinggi bangunan serta kedalaman ruang bawah tanah (basement), bila
ada.

(2) Susunan dan jarak antar kolom serta besar beban.

(3) Tipe rangka bangunan dan bentangnya, serta kemungkinan adanya tempat-tempat
tertentu yang mendukung beban khusus, seperti fondasi mesin.

(4) Tipe tembok luar dan kaca pintu jendela yang sensitive terhadap penurunan
bangunan.

(b) Fondasi Jembatan

(1) Tipe dan bentang jembatan.

(2) Besarnya beban pada pangkal jembatan dan pilar.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


189

Perlu diperatikan bahwa pemeriksaan langsung di lapangan dengan berjalan kaki sangat
penting pada penyelidikan tanah. Pertimbangan-pertimbangan dalam perancangan
fondasi sering dihasilkan dari pekerjaan tersebut. Hal ini untuk mengetahui masalah-
masalah penting yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan dan pelaksanaan.
Selain itu, juga untuk mengetahui bentuk dan kondisi permukaan tanahnya.

4.12. LAPORAN PENYELIDIKAN TANAH UNTUK PERANCANGAN PONDASI

Laporan penyelidikan tanah untuk perancangan fondasi dibuat untuk


mempertimbangkan seluruh data bor, lubang uji, observasi lapangan, uji-uji lapangan
dan laboratorium. Selanjutnya, laporan penyelidikan tanah secara lengkap harus berisi:

(1) Pendahuluan.

(2) Deskripsi Lokasi Proyek.

(3) Kondisi Geologi Lokasi Proyek.

(4) Deskripsi Lapisan Tanah yang diperoleh dari hasil pengeboran.

(5) Hasil pengujian Laboratorium.

(6) Pembahasan.

(7) Kesimpulan.

Berikut ini penjelasan mengenai isi dari bab-bab tersebut :

Pendahuluan. Pendahuluan berisi tentang maksud dan tujuan diadakannya


penyelidikan tanah, waktu penyelidikan, dan untuk siapa penyelidikan tersebut
dilakukan. Harus dijelaskan maksud penyelidikan yang dilakukan: hanya untuk
memperoleh data yang terbatas, yang akan digunakan dalam penyelidikan yang sifatnya
taksiran, atau untuk penyelidikan lengkap dengan pengeboran, pengujian laboratorium,
dan analisis hasil, yang dilaksanakan untuk pertimbangan perancangan fondasi, cara
pelaksanaan, serta untuk menghitung kapasitas hitung dukung tanah izin.

Deskripsi Lokasi Proyek. Pada bagian ini harus dijelaskan: letak proyek, kondisi
permukaan tanah, adanya pohon-pohon, bangunan lama, kubangan, tempat

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


190

pembuangan sampah, sungai, jalan, saluran atau gorong-gorong air, dan lain-lainnya.
Selian itu, dijelaskan pula mengenai kemungkinan adanya banjir, erosi permukaan,
gempa bumi, stabilitas tebing, serta retakan-retakan akibat penurunan yang seringkali
terjadi pada bangunan di sekitar lokasi tersebut.

Kondisi Geologi Lokasi Proyek. Keterangan kondisi geologi di lokasi pekerjaan


diberikan berdasarkan hasil data pengeboran. Data hasil pengeboran sebaiknya
dibandingkan dengan data yang telah ada sebelumnya, untuk pertimbangan ketelitian
hasil pengujian. Dari data geologi yang diperoleh, perhatian diberikan jika terdapat
patahan, sumber air, rongga-rongga bawah tanah, lapisan lunak, dan lain-lain yang
nantinya akan sangat mempengaruhi basarnya kapasitas dukung fondasi.

Deskripsi Lapisan Tanah yang diperoleh dari hasil Pengeboran. Pada bab ini,
deskripsi kondisi lapisan tanah dibuat dari hasil data pengeboran. Disini harus dijelaskan
mengenai gambaran jenis dan bentuk lapisan tanah, elevasi perubahan lapisan serta
elevasi muka air tanah. Penggambaran bentuk lapisan akan berguna sebagai
pertimbangan teknis dalam perancangan. Gambar 2.19 memberikan contoh cara
penggambaran gabungan beberapa data bor.

Gambar 4.19. Gambar gabungan profil tanah dari beberapa lubang bor

Hasil Uji Laboratorium. Bab ini berisi penjelasan mengenai macam-macam pengujian
laboratorium yang dilakukan. Prosedur pengujian dijelaskan hanya bila dilakukan
pengujian yang tidak standar, khususnya untuk alat penyelidikan. Perhatian diberikan

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


191

bila terdapat hasil pengujian yang tidak seperti biasanya atau ada hal-hal khusus lainnya.
Untuk penjelasan secara detail, hasil pengujian sebaiknya dibuat dalam bentuk tabel-
tabel dan grafik-grafik. Hal ini dilakukan pada hasl-hasil uji triaksial, tekan-bebas, geser-
langsung, analisis butiran, dan uji konsolidasi.

Pembahasan. Bab ini merupakan inti pokok dari isi laporan. Penyajian harus diusahakan
untuk membahas masalahnya secara jelas dan singkat. Pembahasan dilakukan pada
kondisi bangunan rencana dan beban-beban rencana yang nantinya akan
dipertimbangkan terhadap kondisi tanah fondasi dan jenis fondasi yang cocok untuk
mendukung bangunan. Bagian selanjutnya adalah pembahasan pada bangunan
pelengkap, seperti ruang generator listrik, ruang mesin-mesin yang berat, ruang
pemanas, dan lain-lain, yang akan membutuhkan fondasi yang khusus.

Bila dipakai fondasi memanjang atau fondasi telapak, harus ditetapkan beberapa
kedalaman fondasi, dimensi, kapasitas dukung izin dan penurunan yang diharapkan
akan terjadi pada tekanan tanah yang diizinkan tersebut. Dijelaskan pula, kemungkinan
keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh bila elevasi dasar fondasi lebih dalam,
untuk memperoleh kapasitas dukung tanah yang lebih besar atau dapat memperkecil
penurunan tanpa mengabaikan segi ekonomis.

Jika dipakai fondasi tiang, dijelaskan mengenai lapisan tanah pendukung tempat tiang
harus dipancang, kedalaman penetrasi ke lapisan pendukung, beban maksimum yang
diizinkan per tiang atau kelompok tiang, serta penurunan yang diharapkan akan terjadi
pada tiang tunggal atau kelompok tiangnya.

Masalah-masalah harus dipelajari dengan tanpa prasangka, sebagai contoh hasil


pengujian yang hasilnya terlalu rendah harus tidak diabaikan hanya karena tidak cocok
dengan kapasitas dukung yang diperkirakan sebelumnya. Selanjutnya, sebab-sebab
kenapa kapasitas dukung sangat rendah harus dipelajari. Jika hal itu akibat kerusakan
contoh, atau jika nilai yang terlalu rendah hanya sedikit saja sehingga tidak berpengaruh
besar pada hasil keseluruhannya, hasil tersebut dapat diabaikan. Jika hasil pengeboran
lokasi tertetu menunjukkan perbedaan dengan hasil-hasil lain di sekitarnya, sehingga
susunan fondasi menjadi tidak teratur, maka mengenai hal ini harus diabaikan. Bila

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng


192

terdapat keraguan mengenai hasil pengeboran, pengeboran ulang harus diadakan,


sehingga diperoleh hasil yang memuaskan.

Rekomendasi untuk perancangan fondasi harus didasarkan pada hal-hal yang


hubungannya dengan hasil penyelidikan yang diperoleh, yaitu didasarkan pada hasil
pengeboran dan pengujian, dan tidak boleh didasarkan pada dugaan.

Kesimpulan. Jika laporan penyelidikan yang disajikan terlalu panjang, maka sebaiknya
diringkas dalam bentuk item-item, dan di dalam bab kesimpulan. Hal ini berguna untuk
membantu perancang yang terlalu sibuk yang tidak mempunyai cukup waktu untuk
membaca seluruh pembahasan. Atau dengan cara lain, laporan penyelidikan dimulai
dengan ringkasan prosedur penyelidikan dan garis besar kesimpulan.

Mekanika Tanah II Darwis Panguriseng

Anda mungkin juga menyukai