Anda di halaman 1dari 3

REVITALISASI TPA PIYUNGAN DENGAN METODE EKSTRAKSI UNTUK

MENDUKUNG KEINDAHAN KOTA JOGJA


ISTIQOMAH
SMA NEGERI 1 NGEMPLAK

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan merupakan tempat pembuangan akhir yang
berada di Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. TPA ini beroperasi sejak tahun 1995 dengan
luas awal 10 hektar, yang kemudian pada tahun 2017 diperluas menjadi 12,5 hektar dikarenakan
terjadi over capacity. Hal ini karena terjadi peningkatan jumlah sampah seiring dengan
meningkatnya angka kelahiran. TPA Piyungan menerima sampah dari tiga daerah yaitu, Kota
Jogja, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul. TPA ini dibagi menjadi 3 zona berdasarkan
tingkat pembusukan limbah, yaitu: zona 1, zona 2, dan zona 3. Zona 1 merupakan zona yang
pertama kali menjadi lokasi pembuangan sejak tahun 1995. Hal ini menyebabkan limbah sudah
terurai sehingga tidak menimbulkan bau yang menyengat. Zona 1 berada pada titik kontur
terendah lokasi pembuangan. Zona 2 merupakan zona yang mulai digunakan sebagai tempat
pembuangan setelah zona 1 penuh (over capacity). Masih terjadi proses pembusukan di zona ini
sehingga, menimbulkan bau yang menyengat. Zona 2 berada di titik tengah antara zona 1 dan
zona 3. Terakhir yaitu zona 3 yang merupakan zona paling aktif sebagai lokasi pembuangan,
tingkat pembusukan di zona ini belum matang sehingga menimbulkan bau yang sangat
menyengat.

Pada tahun 2023, tepatnya pada tanggal 20 juli 2023 Pemda DIY membuat keputusan
menutup TPA Piyungan selama 45 hari. Kebijakan ini terpaksa diambil karena TPA Piyungan
sudah benar-benar kelebihan muatan. Pemda DIY sebenarnya sempat mencatatkan penurunan
volume sampah akan tetapi jumlahnya tidak signifikan dibandingkan peningkatan di tahun-tahun
berikutnya. Dampak dari penutupan TPA Piyungan ini langsung dirasakan di berbagai daerah
baik di kota maupun di desa. Salah satunya yang mulai dirasakan adalah penurunan kualitas udara
di Jogja. Hal ini disebabkan karena banyaknya warga yang membakar sampah guna mengurangi
penumpukan sampah. CO-Founder dan Cheif Growth Officer Nafas Indonesia Piotr Jakubowski
mengatakan, tingkat PM2.5 di Jogja pasca penutupan TPA Piyungan. PM2.5 merupakan partikel
udara yang berukuran sangat kecil. Didalamnya terkandung material yang bisa menyebabkan
gangguan saluran pernafasan akut (ISPA), kanker paru-paru kronis hingga kematian dini.
Dampak lainnya adalah, terjadinya penumpukan sampah dimana-mana. Terutama di sepanjang
jalan, rumah-rumah warga, dan tempat pariwisata. Penumpukan sampah ini menyebabkan
terjadinya banyak masalah seperti, bau sampah yang mengganggu masyarakat, gangguan
estetika, kemacetan lalu lintas, dan dampak sosial. Dampak sosial ini adalah seperti banyaknya
terjadi keributan antar masyarakat karena sampah yang berserakan dimana-mana.

Padahal Jogja adalah daerah yang terkenal dengan banyak hal-hal yang istimewa. Mulai
dari pusat pendidikan, taman budaya, pariwisata, dan banyak hal lainnya. Berbagai masalah yang
menimpa Jogja secara tidak langsung tentulah sangat mempengaruhi kota Jogja sendiri. Berbagai
aktivitas menjadi terganggu yang mengakibatkan terciptanya ketidaknyamanan masyarakat.
Keriangan dan kebahagiaan dari masyarakat ataupun turis menjadi berkurang akibat dari berbagai
masalah yang terjadi. Kota Jogja tidak akan bisa menjadi tempat yang nyaman jika terdapat
banyak sampah disekelilingnya. Selain itu, perilaku masyarakat juga sangat menentukan
kenyamanan kota, jika masyarakat bertindak negatif seperti, membuang sampah sembarangan,
membakar sampah di lahan terbuka, dan ribut antara tetangga. maka akan menghambat

perkembangan di kota Jogja sendiri. Pada akhirnya kota Jogja yang indah penuh kesetetikannya
menjadi tidak terlihat karena masalah sampah yang ada di jogja.

Sebenarnya, salah satu hal yang menyebabkan TPA Piyungan ditutup adalah karena
ketidakseimbangan antara jumlah sampah yang masuk dengan sampah yang diolah. Hal ini
menyebabkan terjadinya penumpukan sampah terus meningkat. Selama ini cara yang digunakan
untuk mengolah sampah adalah metode dumping dan sanitary landfill. Metode dumping adalah
metode yang paling sederhana yaitu, sampah dibuang di TPA begitu saja tanpa perlakuana lebih
lanjut, sedangkan metode landfill adalah dengan cara sampah diratakan dan dipadatkan dengan
alat berat dan dilapisi dengan tanah kedua. Kedua metode tersebut kurang ramah lingkungan
karena berpotensi terjadi pencemaran pada air tanah dan juga pencemaran udara. Menurut
Purwanta (2009) jika air tanah tercemar, maka tanah akan ikut tercemar dan kandungan-
kandungan pada tanah dapat berkurang, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya masalah-
masalah baru.

Oleh karena itu dibutuhkannya cara baru yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Terdapat dua jenis pengolahan yang bisa digunakan, yaitu pengolahan limbah organik dan
pengolahan limbah anorganik. Pengolahan limbah organik adalah, pengolahan dengan metode
ekstraksi yang kemudian didapatkan dua hasil ekstraksi yaitu, hasil cair dan hasil padat. Hasil
cair dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pupuk cair, bahan disinfektan, bahan dasar
pembuatan sabun, dan lainnya. Sedangkan, untuk hasil padat dapat dimanfaatkan sebagai bahan
isian (filler) atau media tanam, dan masih banyak manfaat lainnya. Untuk pengolahan limbah
anorganik (khususnya plastik) adalah dengan menggunakan metode insenerator atau pelarutan
dalam cairan khusus. Insenerator adalah suatu proses pembakaran dengan suhu yang sangat tinggi
dan dilakukan dalam sebuah wadah tertutup. Sebenarnya, penggunaan insenerator ini sudah
digunakan oleh sebagian besar pabrik-pabrik pembuatan wadah plastik seperti baskom hitam,
ember hitam, dan lainnya. Selain menggunakan insenerator dapat juga menggunakan metode
pengolahan dengan drum yang diberi cairan khusus. Hasil dari pengolahan ini adalah berupa resin
(bahan perekat).

Dari produk-produk yang dihasilkan melalui dua metode pengolahan tersebut, dapat
dikembangkan menjadi produk-produk yang lain. Misalnya, resin dan bahan isian dapat
dicampurkan, yang kemudian dari pencampuran itu didapatkan barang-barang seperti, batako
ringan MDF (Medium Denisity Fiber), miniatur-miniatur mainan, dan lain-lain. Lalu dari batako
ringan dan lembaran MDF dapat diarahkan sebagai pembangunan infrastruktur taman. Selain itu,
dapat juga digunakan sebagai untuk mabel, pembangunan rumah, dan lain-lain. Jika
menggunakan metode pengolahan diatas, untuk kedepannya diperkirakan penggunaan lahan
untuk menampung sampah hanyalah sekitar 6 hektar.

Pengolahan TPA Piyungan dibagi menjadi 3 jangka waktu yang terdiri dari, jangka waktu
pendek, jangka waktu menengah, dan jangka waktu panjang. Jangka waktu pendek diarahkan
kepada pengolahan sampah di TPA menggunakan metode pengolahan organik dan anorganik.
Jangka waktu menegah diarahkan kepada para perangkat desa yang meliputi kecamatan,
kelurahan, kepala desa, dan segenap lembaga untuk mengedukasi masyarakat tentang kesadaran
akan tentang masalah sampah. Dan yang terakhir adalah jangka waktu panjang, diarahkan untuk
pembangunan taman hijau setelah masalah sampah di TPA teratasi.

Dengan penggunaan metode pengolahan diatas, pengolahan sampah dapat dilakukan


dengan maksimal dan juga mendatangkan keuntungan-keuntungan baru. Sehingga selain
mengatasi permasalahan sampah, dapat juga menambahkan lapangan pekerjaan yang
menjanjikan. Pada akhirnya kota Jogja dapat menjadi bersih, sehingga kenyamanan akan
didapatkan kembali. Lingkungan yang bersih akan mendatangkan suasana yang aman, nyaman,
dan tentram. Lalu akan terciptanya suasana yang riang dan gembira. Selain itu tata ruang akan
berjalan dengan baik dengan tidak terdapatnya sampah yang berserakan.

Anda mungkin juga menyukai