Anda di halaman 1dari 2

Guru yang Menginspirasi

Dr. Ali Mahmudi

“Sungguh, Konstantinopel akan ditaklukkan oleh kalian. Sebaik-baik pemimpin


adalah pemimpinnya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan yang
menaklukkannya”. Demikian sabda Rasululloh SAW sebagaimana diriwayatkan
Imam Ahmad. Sabda Rasululloh ini merupakan kabar gembira dan menjadi mimpi
besar kaum muslimin di saat peradaban Islam baru mulai bangkit di tengah
kemegahan kekuasaan Persia dan Romawi. Kabar ini sangat memotivasi,
menggugah, menggerakkan, atau menginspirasi kaum muslimin, terutama para
pemimpin Islam yang berusaha agar merekalah yang dimaksud oleh sabda
Rasululloh tersebut. Sampai akhirnya Alloh SWT mewujudkan mimpi tersebut
melalui pemimpinan perkasa, Muhammad Al-Fatih. Pada saat lain, sebagaimana
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, ketika perang Uhud sedang berkecamuk,
seorang pemuda bertanya kepada Rasululloh SAW, “Bagaimana menurut Engkau
(wahai Nabi) jika saya mengatakan, di manakah saya?” Jawab Nabi, “Di surga.”.
Maka pemuda itupun melemparkan kurma yang ada di tangannya, kemudian
bertempur hingga menemui sahid.

Kisah di atas menunjukkan bagaimana Rasululloh SAW sebagai sebagai


pemimpin, sekaligus sebagai pendidik, mampu memotivasi, menggerakkan, atau
menginspirasi para sahabat, murid-murid beliau, untuk melakukan tindakan demi
mencapai suatu tujuan mulia. Menginspirasi adalah kemampuan utama yang perlu
dimiliki oleh para pendidik. Menurut William Arthur, guru biasa mengatakan,
guru baik menjelaskan, guru superior mendemonstrasikan, dan guru luar biasa
menginspirasi. Pepatah lain mengungkapkan bahwa guru yang mengajar tanpa
berusaha menginspirasi anak ibarat memukuli besi dalam keadaan dingin.

Guru inspiratif tidak hanya berusaha agar anak menguasai sebanyak mungkin
materi pelajaran, melainkan berusaha dengan ketulusan hati untuk memberikan
teladan dan menggerakkan atau menginspirasi anak. Guru yang inspiratif mampu
menggerakkan hati dan potensi anak untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat.
Sementara anak yang terinspirasi akan sanggup melakukan sesuatu dengan rela
dan menjadikan sesuatu keinginan terwujud. Inspirasi juga mampu membuat anak
percaya diri dan memiliki harapan yang tinggi untuk menyelesaikan masalah atau
tugas dengan baik. Guru yang inspiratif mengingini anak didiknya “berjalan” atau
bahkan “berlari” jauh di depan langkahnya.

Bagaimana menciptakan pembelajaran yang inspiratif? Pertama, tentu saja, guru


harus menjadikan dirinya inspiratif dan mampu menginspirasi dirinya sendiri.
Dorongan atau inspirasi yang hendak ditularkan kepada anak tentu perlu terlebih
dilakukan sendiri. Dalam hal ini, sosok guru memang sangat penting. Karl
Menninger mengungkapkan bahwa sosok guru adalah lebih penting daripada apa
yang diajarkan. Lihatlah bagaimana komentar salah satu anak terhadap guru yang
inspiratif, “saya memiliki guru yang menjadikan saya mencintai pelajaran ini. Ia
tidak pernah mengabaikan pertanyaan saya dan sabar mengulangi penjelasan. Ia
memberikan perhatian kepada setiap anak dan berpikir mengenai kegiatan atau
proyek bersama-sama”.

Guru dapat pula menginspirasi anak dengan berbagai cara. Misalnya, ketika
mengawali atau di sela-sela kegiatan pembelajaran, guru dapat mengenalkan atau
menceritakan kisah kepahlawanan atau kisah hidup para ilmuwan. Guru perlu
mengenalkan proses kreatif yang dilakukan para ilmuwan tersebut dalam
menemukan berbagai ilmu. Hal demikian akan menginspirasi anak untuk
melakukan proses kreatif serupa. Berikutnya adalah melaksanakan pembelajaran
yang bermakna. Pembelajaran akan bermakna apabila anak tidak hanya dapat
menjawab pertanyaan “apa” dan “bagaimana”, melainkan juga mampu menjawab
berbagai pertanyaan “mengapa” terkait materi pembelajaran. Anak perlu
mengetahui dengan jelas tujuan kegiatan yang dilakukan. Apabila anak tidak
memahami, mereka akan kehilangan minat. Pelajaran sejarah mungkin akan
menjadi masalah apabila anak tidak memahami perlunya mengetahui kejadiana
masa lampau. Hal ini akan terjadi apabila hal itu tidak dikaitkan relevansinya
dengan masa depan. Namun demikian, topik apapun akan menjadi tidak relevan
apabila memang tidak dijelaskan relevansinya.

Guru tidak hanya bisa menginspirasi anak melalui ucapan, melainkan juga
tindakan. Misalnya, guru dapat menginspirasi anak untuk memiliki budaya
membaca apabila guru juga melakukan tindakan yang sama. Penelitian
menunjukkan bahwa anak, bahkan sejak hari pertama ia lahir, memiliki
kemampuan untuk meniru tindakan. Mari kita ingat kembali pada peristiwa
perjanjian Hudaibiyah, bagaimana para sahabat bersegera mencukur rambut ketika
melihat Rasululloh untuk melakukan hal sama. Sementara sebelumnya, mereka
masih enggan ketika Rasululloh memintanya secara lisan.

Pembelajaran yang menginspirasi perlu secara konsisten dilakukan. Guru perlu


menciptakan berbagai cara kreatif untuk menginspirasi anak. Anak yang
terinspirasi akan membagun budaya belajarnya sendiri. Budaya belajar inilah yang
menjadi salah satu kesuksesan anak, bahkan ketika mereka dewasa, kelak.

Anda mungkin juga menyukai