Anda di halaman 1dari 56

WAQFAH RAMADHANIYYAH

JANGAN MEMUTUS BACAAN ORANG YANG SEDANG TILAWAH AL QUR'AN*

Dalam kitab _At Tibyan fii Aadaab Hamalatil Qur'an_ , *Imam An Nawawi* menyebutkan:
Imam ‫اﻻولى ترك السﻼم على القارئ ﻻشتغاله بالتﻼوة‬
ٔ : ‫ فقد قال ا ٕﻻمام ٔابو الحسن الواحدي‬،‫را جالسا فم ّر عليه غيره‬
ٔ ‫و لو كان يق‬..
oleh dikatakan telah lewat, lain orang ada kemudian duduk dg Qur'an) (Al membaca seseorang ada Jika Al
membaca sedang (yg Qari' kepada salam (mengucapkan) tidak utama "Lebih : Wahidi Al Hasan Al Abu
bertilawah." kesibukannya karena Qur'an)
(_At Tibyan fii Aadaab Hamalatil Qur'an_ hlm. 97)
Jika mengucapkan salam kepada orang yg sedang membaca Al Qur'an saja tidak diajurkan krn dapat memutus
kesibukannya bertilawah, apalagi mengajak ngobrol dan hal2 lain yg lebih menyibukkan.

Keutamaan Sedekah di Bulan Ramadhan..


Rasulullah saw. Bersabda;

‫أفضل الصدقة صدقة في رمضان‬


"Sebaik-baik sedekah yaitu sedekah di bulan Ramadhan (HR. Al Baihaqi)

Rasulullah saw. juga memberikan teladan langsung dalam memperbanyak sedekah di bulan Ramadhan,
‫ وكان جبريل‬،‫ حين يلقاه جبريل‬،‫ وأجود ما يكون في رمضان‬،‫ »كان النبي صلى ﷲ عليه وسلم أجود الناس‬:‫فعن ابن عباس رضي ﷲ عنهما قال‬
». ‫ فيدارسه رمضان من ليلة كل في يلقاه السﻼم عليه‬،‫" المرسلة الريح من بالخير أجود وسلم عليه ﷲ صلى ﷲ فلرسول القرآن‬Dan Dari
Ibnu 'Abbâs ra. Beliau berkata: "Rasulullah saw. adalah orang yang paling pemurah (dermawan), dan di bulan
Ramadhan beliau lebih pemurah lagi, ketika Malaikat Jibril as. menemui beliau setiap malam di bulan
Ramadhan untuk bertadarus Al Qur'an. Dan sungguh Rasulullah saw. lebih pemurah dalam kebaikan daripada
angin yang berhembus."" (HR. Muslim)

*ADA 3 JENIS NGANTUK KETIKA MEMBACA AL QUR'AN:*


1. Ketika membaca Al Qur'an terasa ngantuk, dipakai membaca yg lain tetap ngantuk, dialihkan kepada
aktifitas apa pun yg lain tetap ngantuk juga. Maka ini adalah ngantuk karena memang kurang tidur. Ngantuk
kondisi ini solusinya adalah tidur dulu secukupnya.
2. Ketika membaca Al Qur'an terasa ngantuk, untuk membaca apa saja yg lain juga ngantuk. Tapi kalau
dialihkan kepada aktifitas yg lain selain aktifitas membaca, tidak terasa ngantuk. Ngantuk jenis ini biasanya
masalahnya di kesehatan matanya. Solusinya adalah mengobati matanya.
3. Ketika membaca Al Qur'an mengantuk. Tapi ketika membaca yg lain (baca FB, WA, novel, komik, berita,
dll) termasuk aktifitas2 yg lain, tidak ngantuk. Pokoknya ngantuknya pas baca Al Qur'an saja. Ngantuk jenis ini
yg bermasalah atau sakit biasanya adalah hatinya. Solusinya adalah bersihkan hati, kuatkan iman, perbaiki
pemahaman, dan berbanyak istighfar.
"]«* Sufyan bin 'Uyainah meriwayatkan bahwa Utsman Bin Affan ra. berkata :
‫ رواه أحمد‬. ‫ط ه رت قلُوُبُكم ما ْ َ ر ِّب ُكم‬ ‫"لَو‬
َ ُ
‫شِبعتُ م ن ﻼ‬
‫ِم‬
‫م ك‬
"Seandainya hati kalian bersih niscaya kalian tidak pernah (merasa) cukup dari (membaca) firman Rabb kalian"
(HR. Ahmad) "]«*

JANGAN MEMUTUS BACAAN ORANG YANG SEDANG TILAWAH AL QUR'AN*


Dalam kitab _At Tibyan fii Aadaab Hamalatil Qur'an_ , *Imam An Nawawi* menyebutkan:
‫را كان و لو‬
ٔ ‫ عليه ّر فم جالسا يق‬،‫ الواحدي الحسن ٔابو ٕﻻمام ا قال فقد غيره‬: ‫اﻻولى‬
ٔ ‫بالتﻼوة ﻻشتغاله القارئ على السﻼم ترك‬.. Jika
ada seseorang membaca (Al Qur'an) dg duduk kemudian ada orang lain lewat, telah dikatakan oleh Imam Abu
Al Hasan Al Wahidi : "Lebih utama tidak (mengucapkan) salam kepada Qari' (yg sedang membaca Al Qur'an)
karena kesibukannya bertilawah." (_At Tibyan fii Aadaab Hamalatil Qur'an_ hlm. 97)

Jika mengucapkan salam kepada orang yg sedang membaca Al Qur'an saja tidak diajurkan krn dapat memutus
kesibukannya bertilawah, apalagi mengajak ngobrol dan hal2 lain yg lebih menyibukkan.

PADA SIAPA HASAD ITU BANYAK TERJADI DAN APA SEBABNYA?

Dalam kitab Mukhtashar Minhajil Qashidin yg ditulis oleh Imam Ibnu Qudamah disebutkan bahwa hasad itu
kebanyakan terjadi pada orang-orang yang semisal (sebidang), sesama teman, saudara, dll. Sebab hasad muncul
karena adanya keinginan2 mencapai suatu sasaran yg berpotensi terjadi perdesakan/pertentangan di dalamnya.
Misalnya: seorang 'alim hasad dg 'alim, 'abid dengan 'abid, pedagang dengan pedagang, tukang sepatu dengan
tukang sepatu.
(Contoh lain termasuk ustadz dengan ustadz, guru dengan guru, cleaning service dengan cleaning service,
aktifis dengan aktifis, sopir dengan sopir, ojeg dengan ojeg, dll).

Kemudian Ibnu Qudamah mengatakan:


"Dan sumber dari semua itu adalah cinta dunia, karena dunia adalah sempit bagi orang-orang yang berdesakan.
Adapun akhirat, maka tidak ada kesempitan di dalamnya. Sehingga orang yang menginginkan Ma'rifatullah,
Malaikat2-Nya, Nabi2-Nya, kekuasaan bumi dan langit-Nya, maka ia tidak akan hasad kepada orang lain yang
juga memiliki ma'rifat tsb. Karena ma'rifah tidak sempit bagi orang2 yang mengetahuinya. Bahkan satu
pengetahuan bisa diketahui jutaan 'alim. Dan orang lain pun bergembira dg ma'rifatnya.
Maka dari itu tidak ada hasad di antara ulama' Ad Diin. Karena maksud mereka adalah Ma'rifatullah swt., dan
itu adalah lautan yg luas yang tidak ada kesempitan. Tujuan mereka adalah kedudukan di sisi Allah, dan tidak
ada kesempitan pada apa yang di sisi Allah. Karena kenikmatan yang paling mulia di sisi Allah adalah
kelezatan perjumpaan dengan-Nya, dan tidak ada di dalamnya saling menghalangi dan perdesakan, tidak ada
kesempitan di antara orang2 yang melihat (Allah), bahkan kebahagiannya semakin bertambah karena
banyaknya (yg melihat Allah).
Kecuali jika tujuan ulama' dengan ilmunya adalah harta dan kedudukan, maka akan terjadi saling hasad."
Ibnu Qudamah juga mengibaratkan tidak ada manusia saling hasad untuk melihat keindahan langit, karena
langit sangat luas yang mencukupi untuk semua panglihatan.
(Mukhtashar Minhajil Qashidin 175 - 176)

KISAH 3 DOA MUSTAJAB YG HABIS HANYA UNTUK URUSAN WANITA.


Dalam tafsir Ibnu Katsir, ketika menjelaskan firman Allah QS. Al A'raf: 175, salah satunya disebutkan riwayat
Ibnu 'Abbas ra. yg menyebutkan ada seorang laki2 dari Bani Israil yg dianugerahi 3 jatah doa yg mustajab. Ia
juga memiliki istri dan anak-anak.
Istrinya berkata: "jadikan satu jatah doa mustajab tsb untuk saya".
Ia bertanya (kpd Istrinya): "lalu apa yg kamu inginkan?"
Istrinya menjawab: "Doakan kpd Allah agar menjadikan aku wanita yg paling cantik di kalangan Bani Israil".
Maka ia pun berdoa kepada Allah, sehingga Allah menjadikannya wanita paling cantik di Bani Israil.
Ketika istrinya tsb merasa tidak ada di Bani Israil wanita secantik dia, ia malah membenci suaminya sendiri dan
menginginkan yg lain.
Maka suaminya berdoa kepada Allah agar istrinya dijadikan seekor anjing. Maka jadilah ia seekor anjing.
Sehingga telah habis 2 jatah doa mustajabnya.
Lalu datanglah anak-anaknya meminta agar mengembalikan Ibunya yg telah menjadi seekor anjing kepada
kondisi semula.
Maka ia pun berdoa kepada Allah agar mengembalikan istrinya pada kondisi semula, sehingga istrinya pun
kembali pada kondisinya yg semula.
Dan habislah 3 jatah doa
mustajabnya...◆-":-:◆" Sumber: Tafsir
Ibnu Katsir Jilid 2 halaman 274.

KEISTIMEWAAN PENGHAFAL AL QUR’AN ADALAH BERLAMA-LAMA DENGAN AL QUR’AN


Salah satu hikmah keutamaan penghafal Al Qur'an adalah karena kedekatannya dengan Al Qur'an.
Kemuliaannya karena tingginya itensitas interaksinya dengan Al Qur'an. Keistimewaannya karena hati dan
pikirannya yang selalu terpaut dg Al Qur'an, serta lisannya yang senantiasa basah dengan bacaan Al Qur'an.
Dalam Hadits Rasulullah saw disebutkan bahwa penghafal Al Qur'an layak di-iri karena aktifitasnya membaca
Al Qur'an siang dan malam.
Hikmah dijadikannya hafalan Al Qur'an mudah lepas jika tidak dijaga adalah agar hati, pikiran, dan lisan
senantiasa terpaut & disibukkan dengan Al Qur'an.
Maka amat sangat aneh kalau ada seseorang ingin menghafal Al Qur'an tapi malas mengulang2 bacaan. Sama
anehnya juga dengan yg sudah hafal tapi malas memuraja'ah hafalannya.

Sering kita mendengar ada yang mengatakan :"menghafalnya sih cepet, tapi menjaganya itu lho yg susah."
Atau mengatakan setelah dapat tips praktis menghafal :"bagus sih tipsnya, tapi ujung2nya sih ya harus diulang2
juga.." atau mengatakan "tapi kalau nggak diulang2 susah juga ya.." atau "tapi kalau g dimuraja'ah ternyata
tetap hilang juga ya.." dan ucapan2 lain yg sejenis.
Apakah ia berharap hafal tanpa proses mengulang2 bacaan, atau berharap hafalan terjaga tanpa capek2
murajaah?!!
Jika demikian, maka kemuliaan seperti apa yang dicarinya dengan ingin menjadi penghafal Al Qur'an?!!.
Sedangkan kemuliaan penghafal Al Qur'an karena kedekatan dan interaksinya yg tinggi dengan Al Qur'an!.
Patutlah kita senantiasa bertanya pada diri ; "Apa yang kita cari???

*ISTIGHFAR*
Istighfar merupakan bentuk ekspresi bahwa seseorang:
1. Merasa punya dosa
2. Merasa takut/ khawatir/ galau / risau jika dosa2 tsb ditampakkan di hari kiamat dalam catatan amalnya.
Melazimkan istighfar adalah bentuk ungkapan bahwa setiap waktu tidak ada kerisauan terbesar dalam hidupnya
melainkan kerisauan akan dosa2nya dan nasibnya di hari kiamat.
Malazimkan istighfar tidak sekedar ucapan di bibir, sedangkan di benaknya merasa diri tidak punya dosa atau
salah dan yg selalu bergemuruh di hatinya setiap waktu adalah ambisi2 duniawi, harta, pangkat, pamor, &
jabatan.

Melazimkan istighfar adalah kerisauan membayangkan di saat sekecil apa pun kesalahan ditampakkan di
akhirat, maka saat itu tidak ada yg lebih berharga dan lebih diharapkan daripada catatan istighfar dan ampunan
Allah SWT.
‫ص ِح ْ ك ِث َ م َن س ِت ْغفَا ِر‬ ‫بأ س‬ َ‫م ْن أ‬
‫ ْر ْليُ ها ا ْ ِﻻ‬، ‫ْيفَتُ ُه‬ ُ‫ْن ت ﱠره‬ ‫َح‬
‫ْي‬

“Barangsiapa yang ingin bahagia dengan catatan amalnya (pada hari kiamat), hendaklah ia banyak beristighfar
.” [Hadits Shahih Riwayat Ath Thabrany]
‫ك ِثي ًرا‬
‫ص ِحيف س ِت‬ َ‫وجد‬ ‫طو َبى َ م‬
‫ِت ِه ا ْغفَا ًرا‬ ‫ِف ي‬ ‫ْن‬
‫ل‬

“Sangat beruntunglah orang yang menemukan bahwa pada catatan amalnya terdapat banyak istighfar.” [Hadits
Shahih Riwayat Ibnu Majah]

GALAU
Kita dapati banyak di dalam Al Qur'an maupun As Sunnah rukun iman yg paling banyak disebut selain
keimanan kepada Allah juga keimanan kepada hari akhir/ hari pembalasan. Sering kali perintah ibadah atau
larangan mengerjakan sesuatu diiringi ungkapan "barang siapa yg beriman kepada Allah dan hari akhir...." Atau
"...bagi yg beriman kepada Allah dan hari akhir..." atau "...adalah yg beriman kepada Allah dan hari akhir .."
Boleh jadi salah satu hikmahnya adalah,
Karena umumnya yg mendorong seseorang untuk semangat beribadah dan beramal sholeh adalah kegalauannya
terhadap nasibnya di hari akhir.
Sebaliknya yg menjadikan seseorang malas beribadah adalah krn dia tdk galau/ tdk risau/ tdk pusing dg
nasibnya di hari akhir.
Seseorang yg dg mudah mengabaikan ibadah kepada Allah krn urusan dunianya, adalah bukti kongkrit bahwa
dia lebih galau terhadap dunianya daripada galau terhadap akhiratnya.
Bahkan dalam beramal ibadah pun sering kali tanpa disadari masih didasari kegalauan dunianya. Sehingga dia
akan lebih bersemangat beribadah yg berimplikasi pada dunianya daripada yg berimplikasi pada akhiratnya.
Misalnya ibadah dg tawaran kompensasi pahala yg besar/berlipat ganda, ampunan dari dosa, surga tertinggi,
selamat dari adzab neraka, syafaat di hari kiamat, dll, tdk semenarik atau sesemangat ketika tawarannya lancar
rizki, lancar urusan, kelapangan harta, dsb.
Misalnya, kalau ada dalil (sekali lagi "kalau ada") :"barangsiapa sholat berjamaah lima waktu atau barangsiapa
membaca Al Quran setiap hari, maka Allah akan anugrahkan kepadanya harta yg melimpah minimal 1 milyar
tiap bulan..."
Bgmn kira2?
Apakah tawaran pahala yg berlipat2, diangkat derajatnya serta ampunan dosa setiap langkahnya, syafaat di hari
kiamat kurang menarik?
Mari berintrospeksi, sebenarnya apa yg menjadi kegalauan terbesar kita?

)٠٢ ‫م ن كان يريد حرث اﻵخرة نزد له في حرثه ومن كان يريد حرث الدنيا نؤته منها وما له في اﻵخرة من نصيب ) الشورى‬: ‫قال ﷲ تعالى‬

"Barang siapa menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barang
siapa menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian darinya ( keuntungan dunia), tetapi
dia tdk akan mendapat bagian di akhirat" (QS. Asy Syuro: 20)
( ‫رواه ابن ماجة والحاك‬, ‫هم المعاد – كفاه ﷲ سائر همومه )حديث حسن‬- ‫من جعل الهموم هما‬: ‫قال رسول ﷲ صلى ﷲ عليه وسلم‬
‫واحدا‬

"Barang siapa yg menjadikan kegalauan-kegalauan satu kegalauan - yaitu kegalauan akhirat - maka Allah akan
mengatasi seluruh kegalauan-kegalauannya" (HR. Ibn Majah dan Al Hakim)

CARA BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA YANG SUDAH MENINGGAL DUNIA.
‫عن مالك بن ربيعه الساعدىقال بينما انا جالس عند رسول ﷲ اذ جاءه رجل من اﻻنصار فقال يارسول ﷲ هل بقى من بر ابوى شىء بعد موتهما‬
‫ابرهما به قال نعم خصال اربع الصﻼة عليهما واﻻستغفار لهما وانفاذ عهدهما واكرام صديقهما وصلة الرحم التى ﻻرحم لك اﻻ من قبلهما فهو‬
( ‫موتهما بعد برهما من عليك بقى الذى )ٔاحمد و ماجه وابن داود ابو اخرجه‬
Dari Malik bin Rabi'ah As Sa'idi berkata : ketika saya duduk bersama Rasulullah saw. tiba-tiba datang kepada
beliau seorang laki-laki dari Anshor, lalu berkata : "Ya Rasulullah, apakah masih ada atasku bakti kepada kedua
orang tua setelah wafat keduanya, yg dengannya aku berbakti kepada keduanya?" Rasullah saw. Bersabda :"Iya.
Ada 4 hal :
- Mendoakan dan memohonkan ampun untuk keduanya,
- menunaikan janji keduanya,
- memuliakan teman2 keduanya,
- dan menyambung silaturrahim yang engkau tidak memiliki hubungan dengan orang tsb kecuali melalui
keduanya.
Itulah yang tersisa atasmu bakti kepada keduanya setelah keduanya wafat.
(HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Dalam hadits lain disebutkan bahwa bakti kepada orang tua yang sudah meninggal juga bisa dengan bersedekah
atas nama orang tua yang sudah meninggal dunia
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma :
‫ْ نـفَعُ َها‬ ،‫ت‬ ‫ رس ْو َل اللﱣـ ِه ! ِإ‬: ‫غـائِـ ْ ن ـقَا َل‬
َ ‫غا ْ ن‬ ‫ي تُ ـ‬ َ ‫تأ‬ ‫ ُت ـ‬- ‫ساعَد ِة‬ ‫ أَ َخا‬- ‫ْ ب َن ُعـَبـاَدَة‬ ‫َأ ﱠن‬
‫ِإ ْن‬ ‫ ه‬،‫ِئب َها‬ َ
‫وأ نَ ا‬ ‫ُوفّـِ َي‬ ‫ـا‬ ،‫ب َها‬ ‫ﱡمـُه و‬ ‫ُوفِّـي‬ ‫َبـ نِ ـي‬ ‫عـد‬
َ
‫ﱠن أُ ّمـ‬
‫ع ْل‬ ‫ع‬ ُ
‫وه‬ ‫س‬
‫ـ‬
.‫ص علَـ ْيـ َها‬ ‫ ي ِ ك أ حا ط ا ْلـ ِم ْخـ‬: ‫ا َل‬ ‫ َنـ‬: ‫َتصﱠد ْق ت شـي ْ ن ـا َل‬
‫َدَقـة‬ ‫َراف‬ ‫َفـإِّنـ أ هـُد ﱠن ِئـ‬ ، ‫َع ْ م‬ ‫ِبـ ء َها؟‬
‫ش‬ ‫ع‬
Bahwasanya Sa’ad bin ‘Ubadah –saudara Bani Sa’idah– ditinggal mati oleh ibunya, sedangkan ia tidak berada
bersamanya, maka ia bertanya, “Wahai Rasûlullâh! Sesungguhnya ibuku meninggal dunia, dan aku sedang tidak
bersamanya. Apakah bermanfaat baginya apabila aku menyedekahkan sesuatu atas namanya?” Beliau menjawab,
“Ya.” Dia berkata, “Sesungguhnya aku menjadikan engkau saksi bahwa kebun(ku) yang berbuah itu menjadi
sedekah atas nama ibuku.”[HR. Al Bukhari]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam :
‫ َف َه ْل يُـ‬،‫ﱠن أَ ِبـي مات وَت ـ ً ولَـ ْم يُـ ص‬
.‫ع ْنـهُ أ ص ع ا َل ـ َع ْم‬
:
‫َكـ ّفـِ ُر‬‫ْن أَتـ ﱠدق ْنـُه؟‬
‫ْو‬ ،‫َرك ﻻ‬
‫ما‬
“Sesungguhnya ayahku meninggal dunia dan meninggalkan harta, tetapi ia tidak berwasiat. Apakah (Allâh)
akan menghapuskan (kesalahan)nya karena sedekahku atas namanya?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
men-jawab, “Ya.”[HR. Muslim]

‫وقفة قرآنية‬
HAKIKAT WAKTU DI DUNIA

ْ
A llah swt. be rfir
‫ر‬ ِ ƅ ۡ َ
ٓ َ ْ ُd َ َ
man : ‫و‬
‫\ء‬ãِ Tِ ç ‫ا‬źçzZ ‫ ٱ‬Ǫì zẽ ۚűŹŶɀç ‫\ ن‬šļş ‫\ر‬Źȍ‫ ٱ‬Ŵe Ĺc\x ‫إِ ا‬źĿĸTç űh ű( œǬs ‫م‬źş
ِ
Ŵçȑ źè ‫ن‬įZ ْ
َ

̮ ŴçzļŹe ‫ا‬źsǽ \e aِ‫ٱ‬


‫و‬
"Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa) seakan-akan tidak pernah
berdiam (di dunia) kecuali sesaat saja pada siang hari, (pada waktu) mereka saling berkenalan. Sungguh rugi
orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk." [Surat Yunus
45]

Ayat di atas menggambarkan bagaimana perasaan manusia saat Allah mengumpulkan mereka semua di hari
kiamat. Saat itu semua merasakan seolah tidak tinggal di dunia melainkan hanya sesaat saja di waktu siang hanya
sekedar berkenalan.

Ayat-ayat yang lain yang semakna dengan ayat di atas sangat banyak Allah swt. sebutkan di dalam Al Qur'an,
yang menegaskan kepastian fenomena tersebut di hari kiamat.
Bahkan hakikat fenomena tersebut pun sudah bisa kita rasakan saat ini. Saat kita menengok ke masa lalu kita,
kita semua pasti merasakan seolah waktu berjalan sangat cepat. Meski waktu sudah berlalu begitu lama, ketika
kita menengok ke belakang, semua terasa baru saja berlalu. Meski sudah berlalu berahun-tahun yang lalu, namun
terasa seolah baru kemarin.

Ramadhan tahun yang lalu seolah baru saja kita lalui, namun tiba-tiba kita sudah dihadapkan pada Ramadhan
berikutnya. Bahkan Ramadhan bertahun-tahun yang lalu pun seolah juga baru saja kita lewati.

Saat kita bertemu dengan teman-teman kita di masa kecil atau teman-teman saat sekolah, - baik melalui
silaturrahim personal, reuni, group watsapp, facebook, dan sebagainya - seolah masa itu baru saja berlalu,
berbagai kenangan saat itu masih sangat melekat di dalam benak, dan berbagai peristiwa masih tergambar jelas
dalam pikiran. Namun tiba-tiba boleh jadi saat ini kita sudah memiliki anak-anak, bahkan cucu-cucu yang seusia
kita dahulu.

Seperti itulah hakikat waktu dalam kehidupan dunia. Waktu hidup di dunia sangatlah singkat. Apalagi jika
dibandingkan dengan kehidupan di akhirat kelak. Di mana Allah swt. menyatakan dalam firman-Nya:

‫◌ ِّ م ﱠما َت ُعﱡدو َن‬


‫كأَ ۡل سن‬ ‫ َو ِإ ً عن ر‬...
‫ف ة‬ ‫ﱠن ما د ِّبك‬
‫ۡو‬

"... Dan sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu."[Surat Al-
Hajj 47]

Jika satu hari di sisi Allah sama dengan seribu tahun dalam hitungan manusia, maka usia 60 - 80-an tahun di
dunia hanya sebanding dengan satu setengah sampai dua jam saja di sisi Allah swt. Sehingga sangat wajar dan
masuk akal jika perasaan manusia saat dikumpulkan di akhirat kelak seolah tidak tinggal di dunia melainkan
hanya sesaat saja untuk berkenalan.

Apalagi membayangkan waktu di akhirat yang unlimited atau tidak ada batas akhirnya. Sedangkan waktu di dunia
tidaklah bersifat unlimited. Jatah waktu hidup di dunia ada batas waktu yang telah ditetapkan. Bahkan keberadaan
dunia pun juga ada batas waktunya.

Patutlah kita selalu merenung, akankah waktu di dunia yang sangat singkat dan sangat terbatas tersebut berlalu
begitu saja?!..
Akankah berlalunya waktu hanya berdampak tambah usia dan tambah tua saja bagi kita?!.
Apa yang sudah kita lakukan & persiapkan untuk bekal menghadapi waktu yang tak memiliki batas akhir di
akhirat kelak?!..

Meskipun waktu di dunia sangat singkat dan sangat terbatas, namun pada hakikatnya waktu yang Allah berikan
tersebut sangat cukup bagi kita untuk menjalankan tanggung jawab kita beribadah kepada Allah swt. , dan cukup
bagi kita untuk mengambil pelajaran dari setiap petunjuk dan peringatan Allah swt.

Perasaan tidak cukup boleh jadi hanyalah karena kita tidak pandai memanfaatkan waktu yang Allah berikan
kepada kita dengan baik, atau mungkin karena kita salah fokus dalam menjalani kehidupan di dunia ini.

Rasulullah saw. pun telah memberikan warning kepada kita sejak lama dalam Sabdanya:
،‫ ال ّصحُة‬:‫ْ ع َمتَ ا ِن مغبو ٌن فيهما كثي ٌر م َن الﱠنا ِس‬
‫والَف َراغ‬

"Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia menyia-nyiakannya, (yaitu) (nikmat) sehat dan kesempatan" (HR.
Al Bukhâri).
.‫وأص ِل ْح نَ ا آ ِخ َرَت نَ ا اﱠل ِتي ِإَل ْي َها م َعا ُدَنا‬
َ .‫ َوأَ ص ِل ْح لََنا ُد ْن َيا نَ ا ا ﱠل ِتي ي َها م َعاش نَ ا‬. ‫اللﱠ ُه ﱠم أَ ص ِل ْح َل نَ ا دي َن نَ ا اﱠل ِذي َو عص َمةُ َأ ْم ِر نَ ا‬
‫وا ْج َع ِل ا ْلح َياَة ز َيا َدًة َل نَ ا ي ك ِّل‬
. ‫ وا ْج َع ِل ا ْل َم ْوت راحةً لََنا م ْن ك ِّل ش ٍّ ر‬.‫خ ْي ٍر‬

" _Ya Allah, perbaikilah agama kami yang merupakan penjaga urusan kami. Perbaikilah dunia kami sebagai
tempat penghidupan kami, perbaikilah akhirat kami yang ke sanalah tempat kembali kami, jadikanlah dunia
sebagai tempat menambah segala kebaikan bagi kami, dan jadikan kematian sebagai pemutus segala keburukan
bagi kami_"
‫آمين يا رب العالمين‬

‫وقفة قرآنية‬
ORANG BERTAKWA ADALAH YANG MAU MEMPERBAIKI DIRI

‫ۡ عل‬ ‫ما َف‬ َ‫ فَٱ ۡسَت ۡغ َف َ ۡ غ ِف ُر ب ﱠﻻ ولَ ۡم ﱡرو ۟ا عل‬Æَ‫) َوٱلﱠ ِذي َن ذَا َ عل ِ شًة أ ظَل ُم ۤو س ُه ۡم ذَ َك ُرو ۟ا ٱ ﱠ‬
‫و‬
(‫ُمو َن‬ ۟‫َعلُو ا‬
‫ۡم‬ ‫ي ص ٰى‬ Æُ ‫ٱ ﱠ‬ ‫ٱلﱡذُنو‬ ‫ُرو ۟ا ِلذُ ُنو ِب ِه ۡم م‬ ‫۟ا َأنف‬ ‫و ۟ا ح ۡو‬
‫ن‬ ‫ٰـ‬
‫و‬

"dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzhalimi diri sendiri, (segera)
mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-
dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui."

[Surat Âli 'Imrân: 135]

Ayat di atas merupakan salah satu karakter orang-orang muttaqin yang Allah janjikan surga baginya.

Ayat di atas sangat jelas menunjukkan bahwa kriteria muttaqin bukanlah mereka yang tidak pernah berbuat
salah. Akan tetapi mereka yang apabila berbuat salah, mereka segera memperbaiki diri dan memohon ampun
kepada Allah swt. Karena Allah Maha Pengampun dan Penyayang kepada siapa pun yang mau memperbaiki
diri dan mau memohon ampun kepada-Nya:

‫ج َه‬
‫◌ُث ﱠم م ۢن َب ۡع ِد و ص ح ۤو ۟ا ر ۢ ۡ ع َغفُور ◌ُث ﱠم ر ك ِلل ع ِملُو َ ء‬ ‫) ﱠ ر ِح ي ٌ م‬
(‫ٰـلَة‬ ‫ِإ ﱠن ب ِذي َن‬ ‫ﱠن ﱠبك ن ِد‬ ‫َذ ٰ ِلك أَ ل‬
‫۟ ا ٱل ِب‬ ‫َتاُبو ۟ا‬
‫س ۤو‬ ‫ا‬‫ه‬ َ
‫م‬

"Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya,
kemudian mereka bertobat setelah itu dan memperbaiki (dirinya), sungguh, Tuhanmu setelah itu benar-benar
Maha Pengampun, Maha Penyayang."
[Surat An-Nahl 119]

Tidak ada seorang pun yang tidak pernah berbuat salah.


Kita semua pasti merasakan betapa banyak sikap atau perbuatan yang kita anggap benar di masa lalu, namun
pada hari ini kita justru mentertawakannya atau menyesalinya dan menyalahkannya.

Sehingga sangat mungkin suatu ucapan/ pendapat/ berbuatan yg kita anggap benar saat ini, di masa mendatang
kita juga akan mentertawakan atau bahkan menyalahkannya.

Bukanlah suatu aib jika kita merevisi atau mengoreksi sikap atau pendapat kita di masa lalu untuk melakukan
yg lebih baik. Yang merupakan suatu aib justru ketika kita bertahan di atas kesalahan atau tidak mau
memperbaiki diri dengan alasan konsistensi atau alasan "Karakter saya dari dulu ya begini ini.."

Bertahan di atas kesalahan dan sikap tidak mau berubah atau tidak mau memperbaiki diri tidak tepat jika
disebut konsistensi. Namun lebih tepat atau pas jika disebut "jumud", "ndableg", "ngeyelan", atau putus asa.

Merasa tidak punya salah, atau merasa tidak mungkin berbuat salah adalah jelas merupakan perbuatan yang
salah.

Demikian juga merasa tidak ada yang harus diperbaiki, adalah jelas merupakan sikap yang harus diperbaiki.

Yang terpenting bagi kita adalah senantiasa berusaha melakukan yg terbaik yang bisa kita lakukan, dengan
tetap selalu merasa bahwa tidak ada satu pun di antara kita yang sempurna, dan tidak ada satu pun yang tidak
mungkin berbuat salah (baik yang disengaja atau tidak, dan disadari atau tidak), serta harus dibarengi upaya
terus menerus belajar dan memperbaiki diri serta senantiasa terbuka untuk menerima nasehat.

#TerusIntrospeksiDiri
#TerusMemperbaikiDiri
‫وقفة قرآنية‬

ALASAN IKUT-IKUTAN TIDAK MENYELAMATKAN DARI NERAKA

Muraja'ah Al Qur'an kali ini pikiran tertuju pada Firman Allah swt. :

‫كي‬ ۡ ۟ َ ۡ
‫ﱠ‬
‫ َوقَا َل ٱل ِذي َن ۡ و ل ﱠر ◌فََنتَ َب ُ ه تَ َب ﱠر م كذَ ِري ِه‬. ‫و َرأ ُو ا ٱ لعَذَاب ط َع ۡت ِب ِه ب‬ ‫ذ َت َب ﱠرَأ ٱ ﱠل ِذي َن م َن ٱلﱠ ِذي َن‬
‫ُم‬ ‫ﱠرأ ۡم ُءو ۟ا ك َما ن ٰ ِل‬ ‫ٱﱠتَبُعو ۟ا أَ ﱠن نَ ا ة‬ ‫ُم ٱ ۡﻷَ ۡس َبا‬ ‫وَتق‬ ‫ٱﱠتَبُعو ۟ا‬ ‫ٱتﱡِبُعو ۟ا‬
‫ك‬
‫ۗا‬ ‫م‬
‫ۡن‬
‫خ ٰـ ِر م َن ٱلﱠنا ِر‬ ‫عَل ۡي ِه ۡۖ م و‬ ‫ َأ ۡع َم ٰـ َل ُه ۡم‬Æ ُ ‫ٱ ﱠ‬
‫ِج ي َن‬ ‫َما م‬ ‫حس َر ٰت‬

"Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti berlepas tangan dari orang-orang yang mengikuti, dan mereka melihat
azab, dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus.
Dan orang-orang yang mengikuti berkata, “Sekiranya kami mendapat kesempatan (kembali ke dunia), tentu
kami akan berlepas tangan dari mereka, sebagaimana mereka berlepas tangan dari kami.” Demikianlah Allah
memperlihatkan kepada mereka amal per-buatan mereka yang menjadi penyesalan mereka. Dan mereka tidak
akan keluar dari api neraka."

[Surat Al-Baqarah 166 - 167]

Ayat di atas menerangkan tentang penyesalan orang-orang yang tersesat atau berbuat dosa ketika di dunia
karena alasan diajak orang lain atau alasan ikut-ikutan. Mereka menyalahkan orang-orang yang mengajak
mereka kepada kesesatan atau perbuatan dosa. Meskipun hal tersebut tidak menjadikan mereka selamat dari
adzab neraka.

Di dalam Al Qur'an, ayat-ayat yang semakna dengan ayat di atas cukup banyak. Ayat-ayat yang
menggambarkan salah satu fenomena di dalam neraka, di mana sesama penghuni neraka akan menyalahkan
satu sama lain. Sebagaimana secara umum Allah swt. sebutkan dalam Firman-Nya. :

‫ُ ص ُم أَ ۡه‬
‫ِل ٱلﱠنا ِر‬ ‫ك ◌َت‬ ‫ﱠن ٰ ِل‬
‫لَحﻖ َخا‬
"Sungguh, yang demikian benar-benar terjadi, (yaitu) pertengkaran di antara penghuni neraka."
(QS. Shâd: 64)
Dan secara rinci Allah swt. sebutkan dalam berbagai ayat dalam surat-surat Al Qur'an yang lain.

Fenomena di atas menunjukkan bahwa ketika seseorang berbuat dosa karena alasan ikut-ikutan atau diajak
orang lain, maka hal tersebut tidaklah menyelamatkannya dari adzab Allah swt. Meskipun nanti di neraka ia
bisa menyalahkan siapa pun, ia tetap bertanggung jawab atas perbuatan dosanya tersebut.

Sehingga jelaslah kesalahan orang yang menggampangkan perbuatan dosa karena alasan "cuma diajak" atau
"cuma ikut-ikutan" dengan mengatakan : "Ah nggak masalah, nanti dosanya ditanggung oleh yang
mengajak/menyuruh"..?!!

Memang jelas, bahwa orang yang mengajak orang lain kepada kesesatan atau perbuatan dosa akan
mendapatkan dosa dan adzab yang berlipat-lipat. Namun hal ini tidak menjadikan orang yang mengikutinya
terbebas dari dosa dan adzab.

Sebab, ketika seseorang diajak oleh orang lain untuk berbuat dosa, pilihan apakah ia mengikuti ajakan tersebut
atau tidak adalah mutlak pilihan atau kehendak dia sendiri. Sehingga ia tetap bertanggung jawab atas pilihannya
tersebut.
Demikian pula
Seseorang tetap bertanggung jawab penuh atas sikap dan ucapannya yang salah karena didasarkan atas berita
atau informasi yang salah yang ia terima tanpa mau mengklarifikasi dan mengecek kebenarannya.
Apalagi kesempatan dan peluang mengklarifikasi sangat mudah dan sangat terbuka, serta tidak ada halangan
baginya untuk melakukanya. Akan tetapi ia memilih untuk tidak melakukan hal itu.

Ia lebih memilih langsung merespon dengan ucapan dan sikap atas informasi yang belum ia cek kebenarannya.
Maka tidak ada udzur baginya karena alasan salah informasi.

Contoh yang lain Allah sebutkan dalam Firman-Nya:

‫َ ﻼ َتلُو ُمو‬
ۡ
‫نِ ی‬ ‫ط ٰـ ٍن ِإ ﱠ ۤﻻ أَ ن ٱ ۡسَت َج ل‬ ّ ‫علَ ۡي‬ ‫( َوقَا َل ٱل ۡ ط ٰـ ُن ضی ٱ ۡﻷ ﱠن ٱ ُ ك ۡم ۡ عدَ ح َ عدت َأ ۡخَل ۡفت َ كا َن‬
‫ۡبتُ ۡم ۖی‬ ُ ُ
‫َد َع ۡوت ك ۡم‬ ‫ل‬ ‫م‬ ‫ُك م‬ ۗ‫ُك ۡۖم م ِلی‬ ‫ وعدَ ٱ ۡل ِﻖ و ُك ۡم‬Æَ ‫ۡم ُ ر‬ ‫ي َل ﱠما ق‬
ࣱ ‫ن‬ ‫ا‬ ‫و‬
‫و‬ ‫و‬
‫ش‬
‫س‬
َ
)◌‫ب أ ِليم‬ ‫ع‬ ُ ‫من ﱠن ٱل ظ ٰـ ِل‬ ‫ت ِب َم ۤا أَ ۡش‬ ‫ِ ّن كَف‬ ‫ِ خ و َم ۤا أَ نتُ م ِ ر‬ ‫ولُو ُم ۤو ۟ا أَ نف ُ م ۤا أََن ۠ا‬
‫َذا‬ ‫ِم ي ه‬ ‫ۡ ب ُل‬ ‫َر ۡكُت ُمو ِن‬ ‫ی ۡر‬ ‫ُم ِ خ‬ ‫ُك ۡم‬ ‫ُم‬ ‫ك‬
‫َن ۡم‬ ‫ی‬ ‫ص‬ ‫ص‬ ‫ۖم‬
‫ِر‬ ‫س‬

"Dan setan berkata ketika perkara (hisab) telah diselesaikan, “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu
janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Tidak ada kekuasaan
bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu
janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku tidak dapat menolongmu, dan kamu pun
tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan
Allah) sejak dahulu.” Sungguh, orang yang zhalim akan mendapat siksaan yang pedih."
[Surat Ibrahim 22]

Ayat di atas menunjukkan bahwa seseorang yang berbuat dosa karena alasan digoda oleh setan juga tidak bisa
lepas dari adzab Allah swt.

Memang, aktifitas setan adalah terus-menerus berusaha menggilincirkan manusia dari jalan yang benar dan
mengajak kepada kesesatan.

Namun ketika seseorang digoda oleh setan untuk berbuat dosa, pilihan apakah ia mengikuti godaan tersebut
atau tidak adalah mutlak pilihan atau kehendak dia sendiri. Sehingga ia tetap bertanggung jawab atas pilihannya
tersebut.

Dan satu contoh fenomena lagi Allah swt. sebutkan dalam Firman-Nya:

)‫سو َ ۠ﻻ‬
‫ب وجو ُه ۡم ی ُ قو ُلو َن ٰـل ط ۡعَنا ٱ ط ۡع نَ ا‬ ‫َ ي ۡو َم تَُق‬
‫ و أ ٱ ل ﱠ ر‬Æَ ‫ۡيَت َن ۤا أ‬ ‫ٱلﱠنا ِر‬ ( ‫ﱠل‬
)‫ط ۡعَنا و ُك َب َر ۤا َء نَ ا س ِبي َ ۠ﻼ‬ ‫ﱠبَن ۤا ﱠن ۤا‬ ‫( َوَقالُو ۟ا‬
‫َأ ض ﱡلوَنا ٱل‬ ‫سادَتَنا‬ ‫َأ‬ ‫ر‬

"Pada hari (ketika) wajah mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata, “Wahai, kiranya dahulu
kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.
Dan mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati para pemimpin dan para pembesar
kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).

[Surat Al-Ahzab 66 - 67]

Ayat di atas menunjukkan bahwa seseorang yang berbuat dosa karena alasan mengikuti pemimpin yang salah
juga tidak bisa lepas dari adzab Allah swt.
Memang, pemimpin yang mengajak kepada kesesatan atau perbuatan dosa akan mendapatkan dosa yang sangat
besar dan berlipat-lipat.

Namun ketika seseorang disuruh oleh pimpinannya untuk berbuat dosa, atau ia mengikuti pemimpin yang salah
, pilihan apakah ia mengikutinya atau tidak adalah mutlak pilihan atau kehendak dia sendiri. Sehingga ia juga
tetap bertanggung jawab atas pilihannya tersebut.

Di sini lah pentingnya kita mendasari setiap amal, Ibadah, dan setiap perbuatan dengan ilmu serta pemahaman
yang kuat & benar, dan dengan pikiran yang cerdas. Agar kita tidak mudah tergelincir karena alasan ikut-
ikutan, digoda setan, atau mengikuti pemimpin yang salah. Karena semua alasan tersebut tidak dapat
menyelamatkan kita dari ancaman adzab nerakanya Allah swt.

#TerusBelajar
#TerusMengaji
#TerusBerpikirCerdas

‫وقفة قرآنية‬
JANGAN MERASA AMAN DARI TERGELINCIR

Muraja'ah Al Qur'an kali ini pikiran tertuju pada Firman Allah swt. :

)‫س ـ ن ٱ ۡكف كَف ر قَا ّنی ب ر ◌ ك ِإ ِنّ ف ٱ رب ٱ ۡل َع ٰـَل ِمي َن‬ ۡ ‫( َك َمثَ ۡ ط ۡ ذ َقا ل‬
ِ َ ِ َ ِ ٰ
Æ َ ‫ۤیء ِّ من ۤی أَ َخا ﱠ‬ ‫َل‬ َ
‫ۡر َف ل ﱠما‬ ‫َل ِﻺن‬ ‫ِ ل ٱل ي ٰ ـ‬
‫ِن‬
‫ش‬

"(Bujukan orang-orang munafik itu) seperti (bujukan) setan ketika ia berkata kepada manusia, “Kafirlah
kamu!” Kemudian ketika manusia itu menjadi kafir ia berkata, “Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu,
karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam.”

[Surat Al-Hasyr: 16]

Terkait ayat di atas, Dalam Tafsir Ath Thabariy, Ibnu Jarir meriwayatkan atsar dari Ali Bin Abi Thalib ra.
Beliau berkata:

:‫ قال‬،‫ فجاءوا بها‬،‫ عليكم بهذا القس فيداويها‬:‫ فقال ﻹخوتها‬،‫ ولها إخوة‬،‫ فعمد إلى امرأة فأجنها‬،‫ وأن الشيطان أراده فأعياه‬،‫إن راه ًبا تعﱠبد ستين سنة‬
‫ إن‬،‫ أنا صاحبك‬:‫ فقال الشيطان لراهب‬،‫ فجاء إخوتها‬،‫ فعمد إليها فقتلها‬،‫ فأتاها فحملت‬،‫ وكانت عنده؛ فبينما هو يوما عندها إذا أعجبته‬،‫فداواها‬
‫ رب‬ဃ َ ‫ ﴿إِ نّ ِي َأ َخاف‬،‫ إني بريء منك‬:‫ فسجد له؛ فلما سجد له قال‬،‫ اسجد لي سجدة‬،‫ أنا صنعت بك هذا فأطعني أنجك مما صنعت بك‬،‫أع يتني‬
‫ ﴿ َك َمَث ِل الش ْيطا ِن ْذ ا َل ِلﻺ ْنسا ِن ا ْكُف ْر َف َل ﱠما كَف َر ا َل ِّني ِري ٌء م ْنك ِإ ِّني َأ‬:‫ا ْلعَا َل ِمي َن﴾ فذلك قوله‬
﴾‫ رب ا ْل َعالَ ِمي َن‬ဃَ ‫َخاف‬

"Ada seorang Rahib yang telah beribadah selama enam puluh tahun. Setan pun ingin menggelincirkannya.
Sehingga datanglah setan tersebut kepada seorang wanita, dan menjadikannya gila. Wanita tersebut memiliki
empat saudara laki-laki.
Setan mengatakan kepada saudara-saudaranya tersebut: "Bawalah ia ke rahib itu untuk diobati"

Mereka pun membawanya ke rahib. Maka sang rahib pun mengobatinya. Dan wanita tersebut tetap tinggal di
tempat rahib. Hingga suatu hari saat rahib sedang bersama sang wanita, sang rahib merasa tertarik kepadanya,
lalu menzinainya hingga hamil. Kemudian rahib tersebut membunuhnya.

Dan datanglah saudara-saudara wanita tersebut kepada rahib (untuk membunuhnya). Maka setan datang dan
mengatakan kepada rahib : "Aku temanmu, jika engkau ingin lepas dariku ,akulah yang membuat engkau
seperti ini, maka taatilah aku niscaya aku selamatkan engkau dari apa yang aku perbuat kepadamu. Sujud lah
kepadaku sekali sujud".

Maka rahib pun bersujud kepadanya. Dan ketika ia bersujud, setan berkata : " sesungguhnya aku berlepas diri
darimu". Itu lah makna Firman-Nya:

"‫رب ٱ ۡل َع ٰـَل ِمي َن‬


‫س ٰـ ِن ٱ ۡكف كَف ا ِ ّنی َب ِر ◌ ك ِإ ِنّ ف ٱ‬ ۡ ‫ك َمَث ِل ۡ ط ۡ ذ َقا ل‬
Æ َ ‫ۤیء ِّ من ۤی أَ َخا ﱠ‬ ‫ۡر َف َل ﱠما َر َل‬ ‫َل ِﻺن‬ ‫ٱل ي ٰ ـ‬
‫ِن‬
‫ش‬
Riwayat di atas memberikan pelajaran kepada kita bahwa tidak ada satu pun manusia yang aman dari tergelincir
ke dalam perbuatan dosa. Seorang yang merasa aman dari tergelincir ke dalam perbuatan dosa, justru sangat
rawan untuk tergelincir ke dalamnya. Meskipun ia seorang ahli ibadah atau ahli ilmu.

Bahkan Rasulullah saw. pun Allah ingatkan agar takut dari azab Allah jika perbuatan dosa:
ࣲ )‫عظيم‬
◌ ۡ ‫(قُ ۡل ِ ّن ۤی ف ۡن ص ر ع‬
‫و‬ ‫ع ۡيت ِّبی ذَا‬ ‫أَ َخا‬
‫ٍم‬
‫ب‬

" Katakanlah, “Sesungguhnya aku takut akan azab pada hari yang besar jika aku durhaka kepada Tuhanku.”
[Surat Az-Zumar 13]

Imam Ibnu Qudâmah, dalam kitabnya Mukhtashar Minhâjul Qâshidîn, menyebutkan bahwa salah satu bentuk
ghurur-nya (tertipunya) orang-orang yang berilmu adalah:
"Mereka tahu tentang akhlak-akhlak yang buruk itu adalah tercela. Hanya saja mereka - karena ujubnya pada
diri sendiri - mengira bahwa diri mereka terbebas darinya, dan mereka terlalu tinggi (derajatnya) di sisi Allah
untuk diuji dengan (akhlak-akhlak buruk) tersebut. Karena yang diuji dengan hal itu adalah orang-orang
awwam saja, bukan orang-orang yang mencapai tingkat keilmuan seperti mereka." (Mukhtashar Minhâjul
Qâshidîn, 229)

Karena merasa aman itu lah, sang rahib berani menantang resiko bahaya dengan tinggal berduaan dengan sang
wanita dalam satu rumah, meskipun dengan alasan pengobatan.

Banyak juga kasus serupa yang terjadi saat ini karena alasan konsultasi (termasuk konsultasi agama), alasan
curhat, alasan urusan dakwah, urusan pekerjaan, atau alasan tidak ada perasaan apa-apa, sudah seperti saudara
sendiri, sudah seperti anak sendiri, dan lain sebagainya, sehingga banyak yang tegelencir karenanya.

Namun, mengapa sang rahib yang telah beribadah selama 60 tahun di akhir hayat justru mati dalam kondisi
kemaksiyatan & kekafiran?.

Boleh jadi, sekian lama ia beribadah, ada penyakit hati yang tersembunyi yang tidak diketahui. Mungkin ada
salah orientasi, mungkin ada perasaan ujub dengan ibadahnya, atau mungkin ingin dikenal sebagai ahli ibadah,
sehingga semua orang menghormati dan memuliakannya. Hingga di akhir hayatnya Allah tampakkan
keburukannya. Na'udzubillah.

#AwasGhurur
#Tetap Waspada bagaimana pun kondisi kita

‫وقفة قرآنية‬
KEMUDAHAN BELAJAR AL QUR’AN

Muraja'ah Al Qur'an kali ini pikiran tertuju pada Firman Allah swt. :

)‫ِ كر‬ ‫س ۡرَنا ٱ ۡلُق ۡر َءا َن ِلل ِّذ ۡك‬ ‫( َو ََلق ۡد‬
‫◌ مدﱠ‬ࣲ ‫ِر َف َه ۡل من‬

"Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil
pelajaran?"

[Surat Al-Qamar: 17, 22, 32, & 40]

Ayat di atas merupakan jaminan dari Allah atas kemudahan mempelajari Al Qur'an. Ayat di atas diulang
sebanyak empat kali dengan redaksi yang sama persis di surat yang sama yang memberikan penegasan dan
penekanan jaminan kemudahan tersebut.

Makna kemudahan mempelajari Al Qur'an yang dimaksud di dalam ayat di atas, sebagaimana disebutkan dalam
At Tafsîr Al Muyassar, adalah:
‫س ﱠه ْلنا فل ظ القرآن لتﻼوة والحفظ‪ ،‬ومعانيه لفهم والتدبر‪.... ،‬‬ ‫ول ق د‬
"Dan Sungguh telah Kami mudahkan lafadz Al Qur'an untuk tilawah dan hafalan, dan (Kami mudahkan)
makna-maknanya untuk pemahaman dan tadabbur....."

Ibnu Katsir juga menerangkan:

‫أي سهلنا لفظه ويسرنا معناه لمن أراده ليتذكر الناس‬

"Yaitu Kami mudahkan lafadhnya dan kami mudahkan maknanya bagi yang mau agar menusia mengambil
pelajaran.."

Keterangan di atas menunjukkan bahwa kemudahan mempelajari Al Qur'an meliputi berbagai bentuk interaksi
dengan Al Qur'an.
Allah mudahkan lafadhnya, sehingga membacanya dengan baik dan benar mudah, dan menghafalnya juga
mudah.

Dan faktanya, bacaan Al Qur'an memang "kompatibel" untuk semua lisan manusia di mana pun dan dari bangsa
serta suku mana pun. Semuanya bisa membaca Al Qur'an dengan baik dan benar sebagaimana Al Qur'an
diturunkan.

Hal ini sebagaimana makna yang diungkapkan oleh Imam As Sudiy yang dikutip oleh Ibnu Katsir dalam
tafsirnya:

‫يسرنا تﻼوته على اﻷلسن‬

"Kami mudahkan tilawahnya untuk lisan-lisan.."

Demikian juga dengan menghafalnya. Fakta juga membuktikan, tak terhitung jumlah kaum muslimin sejak
masa Rasulullah saw. hingga kini, dari berbagai kalangan manusia di seluruh penjuru bumi, dengan berbagai
tingkat usia dan latar belakang yang hafal Al Qur'an.

Allah juga memudahkan makna Al Qur'an, sehingga untuk memahami dan mentadabburinya juga mudah,
demikian juga dengan mengamalkannya.

Fenomena saat ini, dengan munculnya banyak sekali metode, tips, kiat, kitab, termasuk aplikasi smatphone
yang terkait membaca, menghafal, memahami Al Qur'an juga semakin menguatkan bukti kemudahan
mempelajari Al Qur'an tersebut.

Namun, untuk mendapatkan kemudahan yang Allah janjikan dalam ayat di atas, ada SATU SYARAT yang
harus dipenuhi. Sekali lagi : HANYA SATU SYARAT SAJA !!

Satu syarat itu adalah:


‫فَ َه ۡل من م ﱠد‬
‫ِك ر‬

"maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?"

Ya, syaratnya adalah: APAKAH MAU BELAJAR?

Mari kita cermati lagi ayat di atas. Allah hanya mensyaratkan belajar saja.

Tidak ada syarat-syarat yang lain, misalnya:


- Batas usia maksimal
- latar belakang suku atau bangsa
- latar belakang pendidikan formal
- profesi atau pekerjaan
- jumlah kekayaan
- IQ
- penampilan
- dan syarat-syarat yang lainnya...

Ketika belajar Al Qur'an seolah terasa berat atau sulit, barangkali karena kita sendiri menambahkan syarat-
syarat yang lain yang tidak disyaratkan oleh Allah swt.

Jika demikian, sesungguhnya kita sendiri lah yang membuatnya menjadi ribet dan susah.

Atau tak jarang, ketika kita mendapatkan motivasi, tips, dan kiat mempelajari Al Qur'an,
Atau mendapatkan kisah inspiratif tentang belajar Al Qur'an atau tentang Ahlul Qur'an, kita hanya berdecak
kagum dan mengatakan : "Subhanallah, Kapan ya saya bisa.. ?!"

Dan tanpa kita sadari, ucapan tersebut sudah kita ucapkan berulang-ulang sekian tahun lamanya. Seolah kita
telah berbuat sesuatu, padahal sebenarnya kita belum berbuat apa-apa.

Seandainya waktu yang sekian tahun tersebut kita manfaatkan untuk mempelajari Al Qur'an, niscaya kita akan
merasakan langsung kemudahannya, dan akan banyak faedah yang telah kita dapatkan.

Maka ketika kualitas interkasi kita dengan Al Qur'an (dalam segala bentuknya) sekian lamanya tidak ada
peningkatan atau berbaikan, maka pertanyaannya juga hanya satu : "Apakah selama ini kita telah sungguh-
sungguh Belajar?

Sehingga, jika kita mendapatkan motivasi, tips, dan kiat mempelajari Al Qur'an,
Atau mendapatkan kisah inspiratif tentang belajar Al Qur'an, pertanyaannya yang bukanlah :

"Kapan ya saya bisa?"

Tapi pertanyaan yang tepat adalah:

"Kapan Ya Saya Mau Belajar..?"

‫ح َم ال ﱠرا‬ ،‫صُت َك‬ ‫ْ م أَ و‬ ‫وَأ ْو وذُ ِّ ر َيا م ْن أَ ْه ِل ا ْلقُ ْرآ‬ ‫اللﱠ ُه ﱠم ا ْجع وَأ ْز َوا‬
.‫ِح ِم ْي َن‬ ‫َيا َأ ْر‬ ‫ْهلُك َخآ‬ ‫ِن ال ﱠ ِذ ي َن‬ ‫ِت نَ ا‬ ‫َﻻَدَنا‬ ‫َج نَ ا‬ ‫ْل نَ ا‬

" _Ya Allah, jadikanlah kami, pasangan-pasangan kami, anak-anak kami, dan keturunan-keturunan kami,
sebagai Ahlul Qur’an yang mana mereka adalah keluarga-Mu dan orang-orang khusus-Mu, Wahai Yang Maha
Penyayang._ "

Aamiin

‫وقفة قرآنية‬
MENGAPA SELALU ADA PENGHALANG DAN MERASA BERAT SAAT AKAN BERIBADAH?

Muraja'ah Al Qur'an kali ini serasa dapat warning keras dari Firman Allah swt. :

◌ . ‫ۡ ض ۡ ٰ ـن ُ ه و ِ رين‬
َ ࣰ ‫عن ذ ۡك ِر ٱل ﱠر ح‬ ‫و َمن ۡ ع‬
‫لَ ۥُه‬ ‫ۥُه ي ◌ا‬ ‫َم ٰـ ِن ُن َقي‬ ‫ش‬
‫ط‬
‫ش‬

. ‫م ۡهتَدُو َن‬
‫و ِإﱠن ُه ۡم ص ﱡدو ع س ۡ سُبو َن َأن‬
‫ُهم‬ ‫ي َن ُه ۡم ِن ٱل ِبي ح‬
‫ِل و‬
‫َي‬

"Dan barangsiapa berpaling dari pengajaran Allah Yang Maha Pengasih (Al-Qur'an), Kami biarkan setan
(menyesatkannya) dan menjadi teman karibnya.

Dan sungguh, mereka (setan-setan itu) benar-benar menghalang-halangi mereka dari jalan yang benar, sedang
mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk."

[Surat Az-Zukhruf 36 - 37]


Dalam Kitab At Tafsîr Al Muyassar disebutkan makna secara global dari ayat tersebut adalah:

‫ نجعل له شيطا ًنا في الدنيا يغويه؛ جزاء له على إعراضه عن ذكر‬،‫ ولم يهتد بهدايته‬،‫ فلم َي َخف عقابه‬،‫ وهو القرآن‬،‫ومن ْع ِرض عن ذكر الرحمن‬
.‫ ويبعثه على الحرام‬،‫ فهو له مﻼزم ومصاحب يمنعه الحﻼل‬،‫ﷲ‬
،‫ ويك ِّ رهون لهم اﻹيمان باͿ والعمل بطاعته‬،‫ فيز ّيِنون لهم الضﻼلة‬،‫وإن الشياطين ليصدون عن سبيل الحﻖ هؤﻻء الذين يعرضون عن ذكر ﷲ‬
.‫ويظن هؤﻻء المعرضون بتحسين الشياطين لهم ما هم عليه من الضﻼل أنهم على الحﻖ والهدى‬

"Barangsiapa yang berpaling dari peringatan Ar Rahmân, yaitu Al Qur'an, sehingga ia tidak takut adzabnya,
dan tidak mengikuti petunjuknya, maka Kami jadikan baginya setan di dunia yang menggelincirkannya, sebagai
balasan baginya atas sikap berpalingnya dari peringatan Allah. Dan setan tersebut akan selalu menyertainya dan
menemaninya, yang menghalanginya dari yang halal, dan mendorongnya kepada yang haram.
Dan setan-setan selalu mengalang-halangi orang-orang yang berpaling dari peringatan Allah tersebut dari jalan
yang benar, setan-setan menjadikan kesesatan menjadi indah dalam pandangan mereka, menjadikan mereka
membenci keimanan kepada Allah dan (membenci) Amal untuk mentaati-Nya. Dan karena setan-setan
menjadikan indah kesesatan mereka, orang-orang yang berpaling tersebut merasa bahwa mereka berada di atas
kebenaran dan petunjuk."

Dari keterangan di atas, ada kekhawatiran, ketika hendak berbuat dosa terasa selalu ada kemudahan dan terasa
menyenangkan, sedangkan berbuat baik, beribadah, beramal shalih serasa berat dan ada saja halangannya.
Patut kita mewaspadai dan mencurigai diri, apakah ada setan yang sedang menguasai dan menyertai? Apakah
sudah terlalu banyak peringantan Allah yang kita abaikan, sehingga ada setan yang selalu menyertai?

Jika setiap kali hendak berbuat baik, beribadah, atau beramal shalih: ketika mau shalat berjamaah, mau
tilawah/belajar Al Qur'an, mau infaq, mau zakat, mau menghadiri majlis taklim, mau silaturrahim, dan berbagai
ibadah & amal shalih lainnya..., selalu ada saja halangannya, ada saja kendalanya, dan ada saja godaannya,
jangan terburu-buru "ge-er" dan merasa tenang-tenang saja seraya berkata :"Sebenarnya saya ingin sekali
mengerjakannya, tapi setiap kali saya mau mengerjakan ada saja urusannya dan kendalanya. Kadang ada
masalah kerjaan, ada kebutuhan mendadak, ada tamu, anak sakit, mobil mogok, kepala pusing, perut mules,
badan lemes, tiba-tiba terasa ngantuk, dan pokoknya ada saja dan ganti-ganti masalahnya..." ?!?!?

Lebih-lebih, ketika ada berbagai halangan dan kendala tersebut, justru kita merasa senang karena mendapat
justifikasi untuk tidak melaksanakan, dan merasa seolah sebagai petunjuk bahwa apa yang kita lakukan selama
ini sudah benar..!?!! (Tengok kembali kalimat terakhir ayat 37 di atas....)

Mungkin kita juga bisa mengatakan: "kan banyak juga halangan yang bersifat syar'i...!?"

Memang, ada kalanya kendala-kendala tersebut di luar prediksi kita. Namun, yang perlu kita introspeksi adalah:
Kenapa halangan, kendala, dan godaan itu selalu ada?!. Dan kenapa datangnya selalu di saat kita hendak
melaksanakan suatu ibadah atau amal shalih?! Kenapa datangnya tidak pas di waktu senggang atau bahkan di
saat hendak berbuat maksiat?!

Kiranya penting juga kita perhatikan firman Allah swt. :

‫ َأن َي ۡه ِديَ ُۥه َي ۡش َر ۡح ص ۡد َر ُۥه ِل‬Æُ‫(َف َمن ُي ِر ِد ٱ ﱠ‬


......‫ۡ ِﻺ ۡسلَ ٰـ ِۖم‬

"Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk
(menerima) Islam...."
[Surat Al-An'am 125]

Ibnu Katsir menerangkan makna:

..‫ۡ ش َر ۡح ص ۡد َر ُۥه ِل ۡ ِﻺ ۡس َل ٰـم‬

‫أي يسره له وينشطه ويسهله لذلك فهذه عﻼمات على الخير‬


"Yaitu (Allah) mudahkan baginya, menjadikannya semangat, dan meringankannya untuk (melaksanakan)nya.
Dan ini lah tanda-tanda kebaikan".

Kadang kala kendala itu selalu ada jika sejak awal memang tidak benar-benar ada i'tikad kuat untuk
melaksanakannya. Atau (sebagaimana ayat 36 Surat Az Zukhruf di atas) karena sudah terlalu banyak peringatan
Allah yang diabaikan. - Na'udzubillah -

Sebaliknya, jika benar-benar ada i'tikad yang kuat, dan sungguh-sungguh ingin melaksakannya, maka Allah
akan menjadikan mudah, ringan, dan semangat untuk melaksanakannya.

‫ع َباد‬ ‫ْ ك و حس‬ ،‫اللﱠ ُه ﱠم أ ع ع ْ ك‬


‫ِتك‬ ‫ِن‬ ،‫ِرك‬ ‫ﱠنا َلى ك و‬
‫وﻗفة ﻗرآنية‬ ‫ش‬ ‫ِر‬
PENTINGNYA AMPUNAN ALLAH ‫ذ‬

Muraja'ah Al Qur'an kali ini ada kerisauan mimikirkan Firman Allah swt. :
َ ‫ب‬
‫وأقَا‬
۟‫ُمو ا‬ ‫كا َن َذا قُ ۡر َب ٰۤى ۗ◌ ِإنﱠ َما تُ ن ِذ ش ﱠب ٱ ۡل‬ ◌ ‫ۡح م ش‬ ‫( َو َﻻ َت ِز ُر وا ِز َرة ◌ ِو ۡز َر وِإن َت ۡد ُع م ۡثقلٌَة ۡ م‬
‫ُر ٱلﱠ ِذي َن ۡخ ۡو ُهم َغ ۡي‬ ‫َم ۡل ۡنه ۡی َول ۡو‬
َ ‫ء‬ ‫لَ ٰى ِل َها‬ ‫أُ ۡخ َر ٰۚى‬
‫َن ر‬ ‫ﻻ ي‬ ‫ح‬
)‫و إلَى ٱ ﱠ صي ُر‬
ِ ۚ ‫ٱلصَل ٰو ۚة و َمن َت َز ﱠك ٰى ِإﱠن َما َيت‬
ۡ
‫ ٱ ل َم‬Æ ‫َز ﱠك ٰى ِلَن ۡف ِۦه‬
‫س‬

"Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang dibebani berat dosanya
memanggil (orang lain) untuk memikul bebannya itu tidak akan dipikulkan sedikit pun, meskipun (yang
dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat engkau beri peringatan hanya orang-orang yang
takut kepada (azab) Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nya dan mereka yang melaksanakan shalat.
Dan barangsiapa menyucikan dirinya, sesungguhnya dia menyucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan
kepada Allah-lah tempat kembali."

[Surat Fathir 18]

Ayat di atas menggambarkan salah satu kondisi di hari kiamat kelak. Setiap orang memikul dosa masing-
masing. Saat dosa-dosa ditampakkan dalam catatan amal di hari kiamat, setiap orang berharap jika ada yang
mau memikulkan dosa-dosanya.
Rasulullah saw. pun menangis ketika suatu hari membayangkan kondisi tersebut, seraya bersabda:

.....‫إن ذلك ليوم عظيم يوم يحتاج الناس إلى من يتحمل عنهم من أوزارهم‬....

"Sesungguhnya (hari kiamat) itu adalah hari yang agung, hari di mana setiap manusia berharap ada orang yang
mau memikulkan dosa-dosa mereka..." (HR. Abu Ya'la, dari potongan hadits yang panjang)

Namun,
Realita saat itu, tidak ada satu pun yang mau memikulkan dosa orang lain, meskipun itu adalah kerabatnya
sendiri. Karena setiap orang ingin menyelamatkan diri masing-masing.

Terkait ayat di atas, Ibnu Katsir menyebutkan bahwa seorang yang berdosa akan merayu kepada semua orang
terdekatnya untuk memikulkan dosa-dosanya. Ia meminta tetangganya, anaknya, dan pasangannya, seraya
mengingatkan kedekatan dan kebaikannya kepada mereka saat di dunia. Meskipun demikian, tidak satu pun
yang mau memikulkan dosanya. Karena masing-masing memiliki ketakutan yang sama atas dosa-dosa mereka.
Masing-masing memiliki keinginan yang sama jika ada yang mau memikulkan dosa-dosanya. Dan masing-
masing ingin selamat dari azab Allah yang disebabkan karena dosa-dosa mereka sendiri.

Dalam kondisi seperti itu, satu-satunya harapan adalah ampunan Allah swt.
Alangkah bahagia dan beruntungnya, ketika ditampakkan dosa-dosa dalam catatan amal telah tertutup dengan
ampunan Allah swt.
Membayangkan kondisi tersebut, maka kompensasi ampunan yang Allah tawarkan dalam berbagai bentuk
ibadah akan menjadi tawaran yang paling menarik yang cukup mendorong dan memotivasi kita untuk berusaha
secara maksimal meraih peluang tersebut.

Contohnya adalah bulan Ramadhan yang banyak menawarkan kompensasi ampunan. Puasanya, Tarawihnya,
Menghidupkan 10 malam terakhirnya, semuanya mimiliki kompensasi:

‫غ ِف َر ما َتقَد ذَ ْن ِب‬
‫َم ِه م‬ ‫لَ ه‬
"...diampuni dosanya yang telah lalu" ‫ْن‬

Demikian pula dengan ibadah-ibadah yang lain yang memiliki tawaran kompensasi ampunan Allah swt.

Tawaran kompensasi ampunan akan menjadi sangat menarik dan cukup menjadikan kita bersemangat dalam
beramal jika:
1. Merasa punya dosa
2. Merasa takut/ khawatir/ galau / risau jika dosa2 tsb ditampakkan di hari kiamat dalam catatan amal kita.

Kompensasi ampunan tidak akan menarik jika di dalam benak merasa diri tidak punya dosa atau salah. Tidak
akan menarik jika yang dirisaukan dan yang selalu bergemuruh di hati setiap waktu hanyalah ambisi-ambisi
duniawi, harta, pangkat, pamor, jabatan, dan sebagainya.

Tapi jika kita selalu risau dan membayangkan di saat sekecil apa pun kesalahan yang telah kita perbuat di dunia
akan ditampakkan di akhirat, dan tidak ada satu pun yang mau memikulkan dosa-dosa kita, maka di saat itu
tidak ada yg lebih berharga dan lebih diharapkan daripada catatan istighfar dan ampunan Allah SWT.

*Astagfirullâhal 'Adhîm... min jamî'idz dzunûbi wal ma'âshî, wa lâ haula wa lâ quwwata illâ billâhil 'Aliyyil
'Adhîm

‫وقفة قرآنية‬
JANGAN MENUNDA IBADAH KERENA URUSAN DUNIA

Muraja'ah Al Qur'an kali ini pikiran tertuju pada Firman Allah swt. :
‫خافُو َن َي ۡوم‬
)‫ب في ِه ٱ وٱ َۡﻷ ص ٰـ ُر‬ ‫َب ۡي عن ذ ۡك ِر و ِإ َقا صلَ و ِإيَت ۤا ِء ٱل ﱠز‬ ‫ٰـ‬ ‫◌ ﱠﻻ ت ُ ۡ ل‬ ‫( ِر جا‬

‫ۡلقلُو ۡب ب‬ ‫◌ا َت َت َقل‬ ‫َك ٰو ِة َي‬ ‫ ِم ٱل ٰو‬Æ ِ ‫ٱ ﱠ‬ ◌ ‫ٌع‬ ‫َرة‬ ‫ِهي ِه ۡم‬ ‫ل‬
‫ِة‬ ‫َو َﻻ‬ ‫ج‬

"orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan shalat,
dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat),"

[Surat An-Nur 37]

Ayat di atas secara umum menerangkan karakter orang-orang yang memakmurkan Masjid dan meninggikan
nama Allah.

Ibnu Katsir menerangkan karakter mereka yang disebut dalam ayat tersebut adalah;

‫ﻻ تشغلهم الدنيا وزخرفها وزينتها ومﻼذ بيعها وربحها عن ذكر ربهم الذي هو خالقهم ورازقهم والذين يعلمون أن الذي عنده هو خير لهم وأنفع مما‬
‫بأيديهم ﻷن ما عندهم ينفذ وما عند ﷲ باق‬

" Mereka tidak dilalaikan oleh kemewahan dan keindahan dunia serta kesenangan perniagaan dan
keuntungannya, dari mengingat Rabb mereka yang Menciptakan mereka dan Memberi rizki kepada mereka.
Mereka adalah orang-orang yang memahami bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih bermanfaat
daripada apa yang berada di tangan mereka, karena apa yang ada di sisi mereka akan lenyap, dan apa yang ada
di sisi Allah akan kekal."
Ibnu Katsir juga menerangkan:

‫يقدمون طاعته ومراده ومحبته على مرادهم ومحبته‬

"Mereka mengedepankan ketaatan kepada Allah, keinginan, dan kecintaan-Nya, daripada keinginan dan
kesenangan mereka sendiri."

Contoh kongkrit dari karakter mereka, sebagaimana dikatakan oleh Ibn 'Abbas ra.:

.‫ فإذا سمعوا النداء بالصﻼة ألقوا ما في أيديهم وقاموا إلى المسجد فصلوا‬،‫ يشترون ويبتعو ن‬،‫كانوا رجاﻻ بي تغون من فضل ﷲ‬

"Mereka adalah orang-orang yang mencari karunia Allah, mereka melakukan jual beli, dan ketika mendengar
adzan untuk shalat, mereka langsung melemparkan apa saja yang ada di tangan mereka, lalu bangkit menuju
masjid dan melaksanakan shalat." (Dikutip dari Tafsir Asy Sayukâniy, 2/268)

Mereka itu lah orang-orang yang dibanggakan dan dicintai oleh Allah swt. Allah menyanjung mereka dalam
kitab-Nya. Di mana tidak ada yang mendorong dan memotivasi mereka berbuat demikian melainkan karena
kegelisahan dan ketakutan mereka akan hari perjumpaan dengan Allah swt di akhirat kelak untuk
mempertanggung jawabkan segala apa yang telah mereka lakukan di dunia.

Namun...
Sering kali seseorang menunda bahkan melalaikan ibadahnya karena alasan ingin menyelesaikan urusan
dunianya terlebih dahulu.

Padahal setelah satu urusan dunia selesai akan selalu ada dan masih banyak urusan dunia yang lain.

Atau seorang mengabaikan kewajiban menunaikan zakat atau infaq di jalan Allah karena alasan masih punya
keinginan duniawi ini dan itu.

Yakinlah, bahwa urusan dan keinginan duniawi akan selalu ada selama kita masih tinggal di dunia. Urusan dan
keinginan duniawi hanya akan habis jika kita sudah tidak tinggal di dunia.

Maka, jangan tunda apalagi mengabaikan ibadah karena urusan dunia.

Seorang yang dengan mudah mengabaikan urusan ibadahnya karena urusan duniawinya, merupakan bukti
kongkrit bahwa ia lebih galau, risau, khawatir, dan takut pada urusan dunianya daripada urusan akhiratnya.

Janganlah kita merasa menjadi orang yang paling sibuk sedunia. Karena semua orang punya urusan dan
kesibukan dunia selama ia tinggal di dunia.

Dan jangan merasa yang memiliki waktu paling sedikit atau yang paling tidak punya waktu. Krn kita semua
memiliki waktu yang sama. 1 hari 24 Jam, 1 Jam 60 menit, dan 1 menit 60 detik.

Jangan bangga kalau waktu kita habis hanya untuk urusan dunia. Orang yang waktunya habis hanya untuk
urusan dunia hanyalah menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang tidak efektif dan efisien dalam mengatur
urusan dan waktunya.

Pekerja yg efektif adalah yg mampu menyelesaikan pekerjaannya dg baik tanpa mengabaikan sama sekali
tanggung jawab ibadahnya.

Ketika kita selalu memprioritaskan kewajiban ibadah kepada Allah dalam aktifitas kita, - Insya Allah - Akan
memberkahi waktu kita, harta kita, tenaga kita, pikiran kita dan seluruh sisi kehidupan kita.

#TerusBerbenah
‫وقفة قرآنية‬
MENANGIS SAAT MEMBACA AL QUR’AN

Muraja'ah Al Qur'an kali ini pikiran tertuju pada Firman Allah swt. :

‫عَل ۡي‬ َُۡ َ ۡ ‫ذُ ِّر ﱠي ۡ ب َر و ِإ ۡس َر ِ م‬ ‫ِم ح‬ َ ‫ك ٱلﱠ ِذي َن أَ ۡن عَل ۡي ّ م َن ٱل ﱠن ِبِّي ࣰۧـ َن‬ ‫۟ ولَ ٰۤـ‬
‫هدَ وٱ ۤجت َب ت تل ٰى ِه ۡم‬ ‫م َع‬
‫ذَا‬ ◌ۚ ‫ۡيَنا ۡي َن ا‬ ‫ِة ◌ َو ِهي َم ۤ◌ ِءي َل ﱠم ۡن‬ ‫ُنوح‬ ‫ﱠم ۡن َم ۡلَنا‬ ‫من ُذ ِّ ر ﱠي ِة م‬ ‫ ِه م‬Æ ُ ‫َ ع َ م ٱ ﱠ‬ ‫ى‬൜
َ‫ءاد‬ ࣰ
‫و‬ ‫ِمن‬ ‫و‬ ‫(أ‬
)۩ ‫س وُب ی◌ا‬ ‫ت ٱ ل ﱠ ر ۡ ح َم ٰ ـ‬ ‫ءا َي‬
‫ِن خ ﱡرو ۟ا ﱠجد◌ا ِك‬ ‫ٰـ‬

"Mereka itulah orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu dari (golongan) para nabi dari keturunan Adam,
dan dari orang yang Kami bawa (dalam kapal) bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil (Yakub) dan
dari orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha
Pengasih kepada mereka, maka mereka tunduk sujud dan menangis."

[Surat Maryam 58]

Ayat di atas merupakan salah satu penjelasan dari Firman Allah di Surat Al Fatihah:

‫ط ٱ ﱠل ِذي َن أ عَل ۡي ِه ۡم‬ ‫ص َر‬


‫ۡنَع ۡمت‬

"(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya;"


yang mana setiap waktu kita selalu memohon kepada Allah swt. untuk diberikan petunjuk kepada jalan mereka.

Mereka yang Allah beri nikmat adalah para Nabi dan Rasul, serta orang-orang yang sholeh yang mengikuti
mereka.
Dan jalan yang lurus adalah jalan Para Nabi, Rasul, dan orang-orang sholeh.

Mengikuti jalan mereka adalah mengikuti ajaran mereka dan meneladani karakter mereka.

Dalam ayat di atas disebutkan bahwa salah satu karakter mereka adalah :


‫س وُب ا◌ ی‬ ‫ﱡرو‬ ‫َ ت ٱل ﱠ ر‬ ‫ِ إذَا ُت ۡت ِ ه‬
‫ﱠجد ِك‬ ‫۟ا‬ ‫ي ۡ ح َم ٰ ـ ِ ن‬ ‫ۡم‬ ‫َل ٰى‬
ࣰ ‫خ‬ ‫ٰـ‬ ‫ع َل‬
‫◌ا‬ ‫ءا‬ ‫ۡي‬

"...Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pengasih kepada mereka, maka mereka tunduk sujud dan
menangis."

Mereka adalah orang-orang yang menangis ketika dibacakan ayat-ayat Allah. Mereka menangis karena
merenungkan makna-maknanya. Menangis karena rasa takutnya kepada Allah swt. Menangis karena besarnya
rasa harap mereka akan rahmat dan ampunan-Nya. Menangis karena khawatir tidak sempurna menunaikan
perintah-Nya. Menangis karena khawatir tergelincir pada larangan-Nya. Dan mereka menangis karena takut
jika mereka termasuk yang mendapatkan ancaman Allah dalam ayat-ayatnya.

Sedangkan mereka adalah orang-orang yang paling taat dalam menjalankan setiap perintah Allah swt., dan
paling waspada dari melanggar larangan-larangannya.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, ketika Umar bin Al Khatthab membaca ayat ini lalu bersujud, setelah itu
beliau berkata:

‫هذا السجود فأين البكى ؟؟‬

"Ini sujudnya. Tapi MANA NANGISNYA..???"


Umar bin Al Khattab adalah salah seorang Shahabat yang sering menangis ketika membaca Al Qur'an hingga
air matanya mengalir membasahi bahu Beliau. Namun Beliau tetap khawatir jika tidak termasuk yang memiliki
karakter orang yang menangis ketika dibacakan ayat-ayat Al Qur'an, Beliau tetap menanyakan pada dirinya:
"MANA NANGISNYA..??"

Menangis ketika membaca atau dibacakan ayat-ayat Al Qur'an merupakan salah satu adab yang dicontohkan
dan dianjurkan oleh Rasulullah saw.

Imam An Nawawi dalam kitabnya At Tibyân fî Âdâb Hamalatil Qur'ân (hlm. 69), menyebutkan:

،‫ والوعيد الشديد‬،‫ البكاء مستحب مع القراءة وعندها وطريقه في تحصيله أن يحضر قلبه الحزن بأن يتأمل ما فيه من التهديد‬: ‫قال اﻹمام أبو حامد الغزالي‬
‫ فليبك على فقد ذلك؛ فإنه من أعظم‬- ‫ فإن لم يحضره حزن وبكاء كما يحضر الخواص‬،‫ ثم يتأمل تقصيره في ذلك‬،‫والمواثيﻖ والعهود‬
. ‫المصائب‬

Imam Abu Hamid Al Ghazali berkata: “Menangis disunnahkan ketika membaca Al Qur’an. Dan cara agar dapat
menangis adalah menghadirkan kesedihan di dalam hatinya dengan merenungkan (makna-makna yang
terkandung) di dalamnya, berupa peringatan dan ancaman keras, serta janji-janji dan peraturan-peraturan.
Kemudian merenungkan kekurangan (pelanggarannya) terhadapnya.
Jika rasa sedih dan tangisan tidak kunjung hadir, sebagaimana hadir pada orang-orang terpilih, maka hendaklah
dia menangis atas ketiadaan (sedih dan tangisan) tersebut. Kerena sesungguhnya hal itu termasuk musibah yang
besar."

Perkataan Imam Al Ghazali di atas memberikan tips kepada kita langkah-langkah agar dapat menangis ketika
membaca Al Qur'an.

Agar dapat menangis ketika membaca Al Qur'an hendaknya menghadirkan rasa sedih ketika membacanya.

Rasa sedih akan hadir ketika kita berusaha memahami makna ayat-ayat yang kita baca.

Memahami makna harus diiringi dengan renungan dan penghayatan terhadapnya.

Merenungkan ancaman-ancaman dan peringatan-Nya, merenungkan janji-janji dan aturan-aturan-Nya.


Kemudian merenungkan kekurangan, kelemahan, kealpaan, dan pelanggaran kita terhadap itu semua.

Ketika membaca ayat-ayat yang berisi ancaman, peringatan, karakter yang buruk, dan yang sejenisnya, kita
mengintrospeksi diri sendiri, jangan-jangan kita lah yang masuk dalam ancaman tersebut, jangan-jangan kita
termasuk yang terjerumus ke dalamnya...

Dan jika membaca ayat-ayat yang berisi janji-janji Allah swt. , aturan-aturan-Nya, atau karakter-karakter yang
baik, kita mengecek diri sendiri, apakah diri kita layak dan pantas untuk mendapatkan janji-janji Allah tersebut,
apakah kita telah mematuhi dan melaksanakan aturan-aturan-Nya., apakah kita telah memiliki karakter yang
baik tersebut...

Namun, rasa sedih dan menangis akan sulit hadir, manakala ketika kita melewati ayat-ayat tentang ancaman,
peringatan, atau karakter buruk, yang kita bayangkan selalu orang lain, dan dengan sangat "Pe-De" kita merasa:
"itu pasti bukan saya, orang seperti saya nggak mungkin seperti itu...!.

Tapi ketika melewati ayat-ayat tentang janji-janji Allah, aturan-aturannya, atau karakter-karakter yang baik,
dengan "ge-er" kita merasa: "itu pasti saya, sepertinya saya memang sangat pantas mendapatkan itu, itu semua
persis seperti yang sudah saya lakukan.."

Imam Al Ghazali juga mengingatkan, jika rasa sedih dan menangis tak bisa hadir saat kita membaca Al Qur'an,
maka hendaklah kita menangis karena ketidakhadiran rasa sedih dan menangis tersebut. Karena hal tersebut
adalah musibah yang besar. Musibah karena interaksi kita yang buruk dengan Al Qur'an, dan musibah karena
kita masih jauh dari karakter "orang-orang yang Allah beri nikmat kepadanya".
Na'udzubillah min dzalik

‫وقفة قرآنية‬
JAUHI BERBUATAN DZALIM

Muraja'ah Al Qur'an kali ini tak henti memikirkan Firman Allah swt. :

)‫ص ُرو َن‬


ُ‫ت‬ ‫ م ْن َأ ْو ِل‬ဃِ ‫َل ُك م ْن‬ ‫ظَل ُموا س ُك ُم‬ ‫( َو َﻻ َت ْر َكُنوا ِإلَى ال‬
‫ْن‬ ‫َيا َء ُث ﱠم‬ ‫ْم و ُدو ِن‬ ‫فََت َم الﱠنا ُر‬ ‫ِذ ي َن‬
‫ﻻ‬ ‫َما‬

"Dan janganlah kamu cenderung kepada orang yang zhalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka,
sedangkan kamu tidak mempunyai seorang penolong pun selain Allah, sehingga kamu tidak akan diberi
pertolongan."
(QS. Hud 113)

Di dalam kitab Tafsir Al Karîm Ar Rahmân Fî Tafsîri Kalâm Al Mannân atau biasa disebut Tafsir As Sa'diy
disebutkan makna secara umum dari ayat di atas, yaitu:

{ْ ‫ أو رضيتم ما هم عليه من الظلم } فَت َمسُك ُم الﱠنا ُر‬،‫ ووافقتموهم على ظلمهم‬،‫ إذا ملتم إليهم‬،‫ظَل ُموا ْ{ فإنكم‬
‫ ﻻ تميلوا } ِإلَى اﱠل ِذي‬:‫{ َو َﻻ َت ْر َكنُوا ْ{ أي‬
‫َن‬
‫ﻻ‬: ‫ } ُث ﱠم ﻻ ُت نْ ص ُرو َن ْ{ أي‬.‫ من ثواب ﷲ‬،‫ وﻻ يحصلون لكم شيئا‬،‫ م ْن َأ ْو ِليَا َء ْ{ يمنعونكم من عذاب ﷲ‬ဃِ ‫إن فعلتم ذلك { و َما ُك ْم م ْن ُدو ِن‬
‫ي دف ع‬
،‫ الميل واﻻنضمام إليه بظلمه وموافقته على ذلك‬،‫ والمراد بالركون‬،‫ التحذير من الركون إلى كل ظالم‬:‫ في هذه اﻵية‬،‫عنكم العذاب إذا مسكم‬
.‫ فكيف حال الظلمة بأنفسهم؟!! نسأل ﷲ العافية من الظلم‬،‫ وإذا كان هذا الوعيد في الركون إلى الظلمة‬.‫والرضا بما هو عليه من الظلم‬

{ ْ ‫} َو َﻻ َت ْر َكُنوا‬
"Yaitu: janganlah kalian cenderung,

{ ْ ‫} ِإ َلى الﱠ ِذي َن ظلَ ُموا‬


(Kepada orang2 yang zhalim) Karena jika kalian cenderung kepada mereka, dan kalian sepakat dengan
kezhaliman mereka, atau kalian ridla atas prilaku zhalim mereka,

{ ْ ‫}فََت َمس ُك ُم الﱠنا ُر‬


(kalian disentuh api neraka) Jika kalian melakukan hal itu,

{ ْ ‫ م ْن أَ ْو ِل َيا َء‬ဃِ ‫} َو َما ُك ْم م ْن ُدو ِن‬


(Kamu tdk mempunyai seorang penolong pun selain Allah) yang menghalangi kalian dari azab Allah, dan tidak
ada yg bisa memberikan kepada kalian sedikit pun dari pahala Allah,

{ ْ ‫}ُث ﱠم ﻻ ُت ْنص ُرو َن‬


(sehingga kamu tidak diberi pertolongan),yaitu yang menolak azab dari kalian jika (azab) menyentuh kalian.

Dalam ayat ini : Peringatan dari cenderung kepada setiap orang yang zhalim.
Makna dari "cenderung" adalah condong kepadanya dan mendukungnya dg kezhalimannya, sepakat dengan
kezhalimannya , dan kalian ridla atas prilaku zhalimnya.

Jika ini adalah ancaman bagi yang cenderung kepada (yg melakukan) kezhaliman, lalu bagaimana dengan
kondisi (azab) yang melakukan kezhaliman itu sendiri.

Kita mohon kepada Allah semoga diselamatkan dari kezhaliman." (Tafsir As Sa'diy, 391).

Kezhaliman ( ْ‫ ) ال لم‬secara bahasa memiliki arti:


‫ظ‬
‫وضع الشيء في غير محله‬
"Meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya"
Dan secara Syar'i bermakna:
‫مجاوزة الحد وعدم إصال الغير إلى حقه‬
"Sikap melampaui batas dan tidak memberikan kepada orang lain haknya" (dikutip dari Kitab Nuzhatu Al
Muttaqîn Syarh Riyâdlush Shâlihîn..., 1/186).
Kezhaliman merupakan salah satu bentuk perbuatan dosa besar. Di mana salah satu indikator suatu perbuatan
dosa dikategorikan dosa besar adalah apabila perbuatan dosa tersebut diancam dengan ancaman azab yang
keras secara tegas melalui teks Al Qur'an atau Al Hadits (Fathul Bârî: 12/163).

Prilaku zhalim bisa menjangkiti siapa pun dan kepada siapa pun. Pelakunya bisa secara pribadi hingga kolektif,
institusi, sampai negara. Korbannya bisa mulai dari diri sendiri sampai makhluk satu bumi.

Manusia yang berbuat zhalim kepada binatang pun juga ada balasan azabnya. Sebagaimana disebutkan dalam
sabda Rasulullah saw. :

‫خشا ِش اﻷ‬ ْ ‫هي َت َر َك ْت‬ ْ َ ‫ت ِفي َها الﱠنا ه ط َع‬


،‫ إذْ هي َ سْت َها‬،‫قت َها‬ َ‫ َفد‬،‫سجَنْته حت م ت‬ ‫ت ا ْم ﱠ ر‬ ّ‫ع ِذ‬
‫ْ رض‬ ‫َها َتأ ُكل ن‬ ‫وس ب‬ ‫َم ت‬ ‫ ﻻ ي أ‬،‫َر‬ ‫َخل‬ ‫ا ى ات‬ ‫َرأَ ٌة في ٍة‬ ‫َب‬
‫وﻻ‬
‫َها‬ ‫ه‬
‫م‬ ‫ح‬

" Ada seorang wanita yang diazab karena seekor kucing yang ia kurung hingga mati, maka ia pun masuk neraka
karena itu. Ia tidak memberinya makan dan minum ketika mengurungnya. Dan ia juga tidak melepaskannya
hingga (kucing) tersebut dapat mencari makan sendiri di bumi." (HR. Al Bukhari & Muslim)

Masing-masing memiliki konsekwensi di hari kiamat sesuai kadar kezhalimannya. Semakin banyak korban
yang terzhalimi, semakin besar kerugian/kerusakan yang ditimbulkan, maka semakin besar azab yang siap
menantinya di hari kiamat.

Berdasarkan QS. Hud 113 di atas, jangankan pelaku kezhalimannya, siapa pun yang cenderung, sepakat,
mendukung, atau ridha atas kezhaliman atau pelaku kezhaliman, maka diancam dengan azab neraka dan tidak
ada yang dapat menolongnya.

Tidak heran ketika Rasullah saw. bersabda:

‫اﱠت ُقوا ال َ إ ﱠن َ ظلُ ت ْو َم ال ِق َيا َمة‬


‫ال م َما‬ ‫م؛‬
‫ظ‬ ‫ظ‬
‫ْل‬
‫ْل‬

"Takutlah kalian dari berbuat zhalim, karena kezhaliman (menyebabkan) kegelapan yang berlipat-lipat pada
hari kiamat..." (HR. Muslim)

Jangankan manusia, binatang pun jika melakukan kezhaliman kepada binatang yang lain juga akan dihisab di
hari kiamat. Sebagaimana Sabda Rasulullah saw.:

‫لَتُ َؤﱡد ﱠن حق ق ِإلَى أ ْه و َم ال ِق َيا حت َقاَد لل شا ِة ْ ح م شا ِة الَق ْرَنا ِء‬


‫ال ل ا َن ال‬ ‫ ى‬، ‫َم ِ ة‬ ‫ِل َها‬ ‫ال و‬
‫ِء‬
‫ج‬

" Sungguh kalian akan dituntut untuk menunaikan hak-hak kepada yang berhak di hari kiamat. Hingga binatang
yang tidak bertanduk ditunaikan haknya dari binatang yang bertanduk" ( HR. Muslim).

Setiap binatang yang melakukan kezhaliman akan dikumpulkan di mahsyar dan dituntut di hari kiamat atas
kezhalimannya, agar keadilan tetap tegak. Namun balasan atas kezhaliman yang dilakukan oleh binatang hanya
selesai di mahsyar saja. Lalu semuanya menjadi tanah. Di saat itu lah orang-orang kafir berkata:
‫ٰ ـَل ۡيَت ِنی كنت ُت َر ٰ ۢ َبا‬

"Alangkah baiknya seandainya dahulu aku jadi tanah.”


[Surat An-Naba' 40]
Namun bagi manusia yang berbuat zhalim dan yang mendukung atau ridha dengan kezhaliman ada azab neraka
yang menanti di hadapannya. Dosa berbuat zhalim tidak bisa terhapus dengan hanya memohon ampun kepada
Allah swt. saja. Akan tetapi harus diselesaikan dengan semua pihak yang telah dizhaliminya. Jika tidak, maka
tetap akan dituntut dan harus diselesaikan di akhirat kelak.

Na'udzubillahi min dzalik...

Kita berlindung kepada Allah dari segala bentuk berbuatan zhalim serta mendukung atau ridha dengan
kezhaliman, sekecil apa pun dan kepada siapa pun

‫وﻗفة ﻗرآنية‬
JANGAN UJUB DENGAN USAHA KITA

Muraja'ah Al Qur'an kali ini tiba-tiba hati ini tersentak dengan Firman Allah swt. :

◌ )‫ع ح ِكيم‬ ‫ج ِميع‬
‫ف ۡي َن‬ ‫ت َب ۡي َن ولَ ٰـ ِك ﱠن‬ ‫ࣰ م ۤا‬ ‫ما ِفی ٱ ۡﻷ‬ ‫( َوأَ ل ف ۡي َن قلُو ِب ِه ۡۚم َل‬
‫ِزي‬ ‫ُه ۡۚم ِإﱠن ۥه‬ ‫ أَل‬Æَ‫ٱ ﱠ‬ ‫ق ل ُ و ِ ب ِه ۡ م‬ ‫◌ا أَلﱠ ۡف‬ ‫ۡ رض‬ ‫ۡو أَ نَف ۡقت‬
‫ٌز‬

"dan Dia (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang yang beriman). Walaupun kamu menginfakkan
semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah
telah mempersatukan hati mereka. Sungguh, Dia Mahaperkasa, Mahabijaksana."

[Surat Al-Anfal 63]

Ayat di atas secara khusus _khithab_-nya ditujukan kepada Rasulullah saw. Allah swt. mengingatkan kepada
Rasulullah saw. bahwa Allah lah yang berkuasa menundukkan hati manusia, Allah lah yang berkuasa
menyatukan hati kaum muslimin. Meskipun seandainya Rasulullah menginfakkan semua kekayaan yang ada di
bumi, niscaya tidak akan dapat menyatukannya jika Allah tidak menghendaki.

Masya Allah.....!!

Tanpa harus berpikir, kita semua tahu bagaimana perjuangan Rasulullah saw. dalam menegakkan agama Allah.

Tak perlu kita bertanya soal keikhlasan Rasulullah saw. Jaminan Allah swt. atas keikhlasan para Nabi dan
Rasul sangat banyak disebutkan di dalam Al Qur'an. Apalagi atas Nabi Muhammad saw. yang tidak sedikit
sanjungan Allah swt. atas beliau di dalam Al Qur'an.

Terkait bagaimana perjuangan Rasulullah saw., beliau lah yang paling hebat perjuangannya dalam menegakkan
Agama Allah sepanjang sejarah.

Akhlak Rasulullah saw. yang agung adalah modal besar yang menjadikan siapa pun akan terpukau dan terpikat
kepadanya.

Berbagai cara, upaya, strategi pun sudah begitu luar biasa beliau lakukan.

Dan jangan tanya tentang pengorbanan dan cobaan yang dialami oleh Rasulullah saw. Sudah menjadi
sunnatullah, di antara seluruh cobaan yang dialami oleh kaum muslimin, Rasul lah yang paling berat cobaan
dan pengorbanannya.

NAMUN......
Setelah itu semua...
Ketika banyak orang kafir yang masuk Islam, ketika banyak shahabat yang luar biasa militan yang menjadi
pendukung perjuangan Rasulullah saw., ketika suku Aus dan Khazraz - yang sebelumnya terus berseteru -
bersatu dalam keimanan dan menjadi kaum Anshar, ketika Perang Badar meraih kemenangan dengan gemilang
..
Allah swt. tetap katakan kepada Rasul-Nya:

‫ج ِميع‬
‫ۡي َن‬ ‫ت َب ۡي َن وَل ٰـ ِك ﱠن ٱ‬ ‫ࣰ م ۤا‬ ‫ما ِفی ٱ ۡﻷ‬ ‫ۡ و أَ نف‬ ‫ف ۡ ي َن‬ ‫و أَ ل‬
‫ُهم‬ ‫ َأل‬Æ َ ‫ﱠ‬ ‫ق ل ُ و ِ ب ِه ۡ م‬ ‫◌ا َأﱠل ۡف‬ ‫ۡ رض‬ ‫ۡقت‬ ‫قلُو ِب ِه ۡۚم‬
‫ف‬

Allah tetap tegaskan bahwa Allah lah yang menundukkah hati mereka semua.., Allah lah yang berkuasa
menyatukan hati-hati mereka..., Tidak ada kuasa pada manusia meski telah mengerahkan segenap daya upaya
jika Allah tidak menghendakinya...

Lalu siapa kah kita....?

Dengan upaya yang tidak seberapa, dengan niat yang tidak ada jaminan ketulusan dan keikhlasannya, dengan
amal yang belum tentu diterima,

Lalu kita menyombongkan diri dengan banyaknya penggemar kita,

Kita ge-er dengan banyaknya follower kita..

Kita ujub dengan banyaknya pendukung kita....

Kemudian dengan bangga kita katakan: "ini semua kerena ketulusan dan kehebatan kita. . .????!!

Allah lah Yang Maha Membolak-balikkan hati. Tidak ada satu pun hati manusia melainkan berada dalam
kekuasaan Allah swt.

Urusan hati tidak bisa ditundukkan sekali pun dengan infaq sepenuh bumi, atau dengan rayuan tingkat tinggi,
atau bahkan dengan ancaman dan menakut-nakuti..,

Allah Maha Kuasa untuk menjadikan orang-orang yang hari ini fanatik kepada kita, esok hari menjadi pembeci
kita.

Atau sebaliknya, Allah swt. berkuasa menjadikan pembenci hari ini, esok hari menjadi pemuja-muji.

Yang demikian itu, agar kita tidak jumawa dengan banyaknya jumlah kita, & tidak berputus asa jika sebaliknya
..

Tidak berkecil hati dengan banyaknya pembela angkara murka..


Dan tidak lengah karena sedikitnya jumlah mereka..

#SelaluMawasDiri

‫وقفة قرآنية‬
PERINTAH MENYIMAK BACAAN AL QUR’AN DENGAN KHUSYU’ DAN TADABBUR

Muraja'ah Al Qur'an kali ini pikiran tertuju pada Firman Allah swt. :

)‫ه ٰۤـ َ ش ِهيد ◌ا‬ ‫◌ َو ك عَل‬ ‫ش‬ ‫(َف َك ف ج ۡئ نَ ا ك ِّل‬
‫ٰى ُؤ َ ۤﻻ‬ ‫ِج ۡئَنا‬ ‫ِهيد‬ ‫من أُ ﱠم‬ ‫ۡي ذَا‬
‫ِء‬ ‫ِة‬
"Dan bagaimanakah (keadaan orang kafir nanti), jika Kami mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari setiap
umat dan Kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka."
[Surat An-Nisa' 41]
Ayat di atas berkaitan dengan kondisi di hari kiamat kelak, di mana setiap Rasul akan didatangkan untuk
menjadi saksi atas umatnya masing-masing. Demikian pula Nabi Muhammad saw. juga didatangkan untuk
menjadi saksi atas umat beliau. Dan ini merupakan tanggung jawab yang sangat berat bagi para Rasul. Di dunia
Para Rasul bertanggung jawab untuk menyampaikan wahyu dari Allah swt. kepada ummatnya, dan di akhirat
mereka bertanggung jawab sebagai saksi di hadapan Allah swt. atas ummatnya.

Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dan Muslim:

!‫ك أُ ْن ِز َل؟‬ ،‫ ا رسو َل ﷲ‬:‫ فقلت‬،((‫ا ْق َر ْأ ي القُ ْرآ َن‬: ((‫ي صلى ﷲ عليه وسلم‬
،‫عَل ْيك‬ ‫ قَ ا َل ِلي الﱠنب‬:‫عن ابن مسعو ٍد رضي ﷲ عنه قال‬
:‫ا َل‬ ‫وعلَ ْي‬ ‫َأ ْق َرأ‬ ‫عل‬
َ ُ ‫ك‬
‫ؤﻻ‬ ‫و‬ ‫ش‬ ْ ْ َ
‫ف ذا ج ئَنا م ن ك‬ :‫ة‬ ‫ي‬‫اﻵ‬ ‫ه‬ ‫ذ‬
ِ ِ ‫ه‬ ‫ى‬ َ‫جئْت ِإل‬ ،‫سو َرَة ال ِّنسا ِء‬ ‫))إ ِّني أُ ِحب أ ْن أس َمعَُه م ْن غ ْي ِري(( ق‬
‫علَى ِء ه‬ ْ ‫ي‬ ‫ه‬
‫ِّل أ ﱠم ٍة ِ ِجئ نَ ا‬ ُ ‫ي‬ْ ‫ك‬ َ َ ‫ف‬} ‫ى‬ ‫حﱠت‬ ‫َرأْت علَ ْي ِه‬
‫ٍد‬
. ‫ علَ ْي ِه‬.‫ع ْي نَ اُه َتذْ ِر َفا ِن‬ ،‫ ))حسُبك اﻵ َن ))فَا ْلَتفَت ِإَل ْي ِه‬:‫{ ا َل‬.‫ش ِهي ًدا‬
‫متفﻖ‬ ‫إَذا‬

Dari Ibnu Mas'ud ra., Beliau berkata: "Rasulullah saw. berkata kepadaku: "Bacakan Al Qur'an kepadaku!"
Aku pun bertanya: "Ya Rasulallah, apakah aku membacakan Al Qur'an kepadamu sedangkan kepadamu Al
Qur'an diturunkan?"
Rasulullah saw. menjawab: "Aku ingin mendengarkannya dari orang lain"
Aku pun membacakan kepada Beliau surat An Nisa', hingga aku sampai pada ayat ini (An Nisa': 41):


‫ج ۡئَنا ك ِّل أ ش ◌ َو ِج ۡئ علَ ه ٰۤـ ش ِهيد ◌ا‬ ‫َ ك ۡي ف‬
‫نَ ا ِبك ٰى ُؤ َ ۤﻻ‬ ‫من ﱠم ۭ ِة ِب ِهي‬ َ‫ذا‬
‫ِء‬ ‫د‬

Rasulullah saw. berkata: "Sekarang sudah cukup bagimu (membacanya)"


Aku pun menengok kepada Beliau, dan ternyata kedua mata beliau sudah bercucuran air mata." (Muttafaqun
'Alaih).

Riwayat hadits di atas menggambarkan bahwa Rasulullah saw. merasakan betapa beratnya tanggung jawab
menjadi saksi atas ummatnya di hari kiamat tersebut, sehingga beliau meminta kepada Ibnu Mas'ud untuk
berhenti membacanya karena beratnya membayangkannya hingga beliau tak kuasa menahan cucuran air
matanya.

Namun hadits di atas juga memberikan kita beberapa pelajaran yang lain, antara lain:

Rasulullah saw. memberikan teladan kepada kita, meskipun Al Qur'an diturunkan kepada beliau, baliau tidak
segan untuk mendengarkannya dari orang lain, bahkan dari murid beliau sendiri.

Rasullah saw. senang mendengarkan/meminta diperdengarkan bacaan Al Qur'an dari para shahabat yang
memiliki bacaan Al Qur'an yang bagus. Sebagaimana banyak riwayat hadits yang lain terkait hal ini. Bahkan
tidak jarang Rasulullah saw. menyimaknya secara diam-diam, dan berbangga atas bagusnya bacaan Al Qur'an
shahabat yang disimaknya.

Rasulullah saw. juga mengajarkan kita bagaimana adab saat sedang menyimak bacaan Al Qur'an. Beliau
menyimak dengan sangat khusyu' dan penuh penghayatan, bahkan hingga beliau menangis dan bercucuran air
mata.

Menyimak bacaan Al Qur'an bukan sekedar diam seolah mendengarkan, tetapi pikiran melayang entah kemana.

Saat diperdengarkan Al Qur'an bukanlah seolah kesempatan untuk berbisik-bisik atau mengobrol dengan yang
lain. Bukan pula seolah kesempatan untuk membuka medsos masing-masing, sebagaimana banyak terjadi saat
ini.
Seolah-olah pembacaan Ayat-ayat Al Qur'an di dalam sebuah acara atau agenda hanyalah sebuah formalitas
atau sekedar pantas-pantasan saja. Sehingga tak perlu serius-serius amat memperhatikannya. Bisa disambi
kasak-kusuk sana sini. Bisa disambi ngobrol, bisik-bisik, bahkan sedikit haha hihi. Atau bisa disambi membuka
beraneka ragam notifikasi.
Lalu tiba-tiba setelah selesai pembacaan ayat-ayat Al Qur'an dikatakan: "Mudah-mudahan kita mendapatkan
keberkahan dari bacaan Al Qur'an tadi...???????!!!!"

Na'udzubillahi min dzalik

‫وقفة قرآنية‬
JANGAN GE-ER DENGAN AMAL

Muraja'ah Al Qur'an kali ini ada rasa gelisah ketika membaca firman Allah swt. :

)‫س ِمي ُع ٱ ۡل َع ِلي ُم‬


‫ت و ِإ ۡس ر ﱠبنَا َتَق ﱠب مﱠن ۤا ك ت‬ ‫( و إ ۡذ َي ۡ ب َر ٰ ِه ۧـ ع م َن‬
ِ َ
‫ۡل ۖ◌ ِإن أَن ٱل‬ ‫َم ٰـ ِعيل‬ ‫ُم ٱ ۡل َق َوا د ٱ ۡل َب ۡي‬ ‫ۡرَف ُع‬

"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail, (seraya berdoa), “Ya Tuhan
kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui."
[Surat Al-Baqarah 127]

Ayat di atas berkaitan dengan perintah Allah swt. kepada Nabi Ibrahim as. untuk membangun Ka'bah yang
menjadi tempat ibadah paling utama bagi kaum muslimin seluruh dunia, & menjadi tempat yang paling mulia
di muka bumi.

Untuk membangun tempat yang paling mulia tersebut, Allah swt. juga secara khusus mengamanahkan kepada
hamba-Nya yang paling mulia dan paling spesial, Nabi Ibrahim as.

Nabi Ibrahim a.s dengan dibantu oleh putra Beliau Nabi Ismail as. pun melaksanakan tugas yang sangat spesial
& sangat mulia tersebut dengan sangat sungguh-sungguh dan dengan sangat sempurna. Meskipun demikian,
setelah meninggikan pondasi Ka'bah beliau masih khawatir jika amalnya tersebut tidak diterima, sehingga
beliau berdoa dengan penuh harap:

◌ۖ ‫ر ﱠب نَ ا تَ َق ﱠب ۡل منﱠ ۤا‬
“Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami..."

Disebutkan dalam tafsir Ibn Katsir, seorang ulama dari generasi Tabi'ut Tabi'in (wafat th. 153 H) yang bernama
Wuhaib bin Al Ward setelah membaca ayat ini beliau menangis seraya berkata:

...‫يا خليل الرحمن ترفع قوائم بيت الرحمن وأنت مشفﻖ أﻻ يتقبل منك‬

"Wahai Kekasih Ar Rahman (Nabi Ibrahim as.), Engkau meninggikan pondasi rumah Ar Rahman, tapi engkau
khawatir tidak diterima...!"

Cerita yang senada juga terjadi pada seorang Ulama kontemporer :

"Ketika beliau - rahimahullah - hendak menafsirkan:

◌ۖ ‫مﱠن ۤا‬
‫ت و ِإ ۡس ر ﱠب نَ ا تَ ق‬ ‫و ِإ ۡذ َي ۡرفَ ُع ِإ ۡب َر ٰ ع م َن‬
‫ﱠ ب ۡل‬ ‫َم ٰـ ِعيل‬ ‫ِ ه ۧ ـ م ٱ ۡ ل َق و ا د ٱ ۡ ل َ ب ۡ ي‬
َ ُ
Beliau menangis lebih dari lima menit, dan berkata tidak lebih dari : " Perintah yang khusus, kepada hamba
yang khusus, dengan amal yang khusus, di tempat yang khusus.......meskipun demikian beliau (Nabi Ibrahim
as.) memohon kepada Allah agar diterima."
Kemudian meledak lah tangis beliau.....

Semoga Allah merahmati beliau dan para ulama' yg mendalam ilmunya yg hidup bersama Al Qur'an."
(Terjemah Tulisan dalam Gambar Terlampir).

Seorang Rasul yang sangat mulia, dengan predikat Bapak Para Nabi, yang mendapat gelar Khalilullah (Kekasih
Allah), seorang yang namanya banyak disanjung oleh Allah swt. di dalam Al Qur'an, yang selalu sungguh-
sungguh dan sempurna dalam melaksanakan setiap perintah Allah swt., pendapat perintah spesial yang sangat
mulia, namun tetap saja ada kekhawatiran jika amalnya tidak diterima....

Pantas jika para ulama yang sangat mendalam ilmunya dan pemahamannya terhadap Al Qur'an menangis ketika
membaca ayat ini...

Lalau bagaimana kah dengan kita..?

yang bukan siapa-siapa, yang tidak ada jaminan kemuliaan di sisi Allah, yang tidak ma'shum dari salah dan
dosa, dan yang sangat sedikit sekali ilmu dan amalnya..

lalu kita bisa mengklaim bahwa amal kita yang paling istimewa.., amal kita yang paling diterima.., bahkan
kemudian kita bisa mengklaim yang paling baik, paling benar, paling mulia, paling sholeh, paling berjasa
paling berjuang, paling berdakwah, paling ahli Surga, dan paling-paling yang lain...??????!!!

Na'udzubillah.....

Kewajiban kita hanyalah terus berusaha beribadah dan beramal shalih sebaik mungkin, seikhlas mungkin, dan
semaksimal mungkin, dengan penuh harap kepada Allah agar amal kita diterima dan dengan keyakinan bahwa
Allah tidak akan menyia-nyiakan amal hamba-Nya.

Namun kita juga harus tetap waspada dan khawatir jika amal kita tidak diterima. Agar kita tidak ujub dengan
amal kita, agar kita terus-menerus berusaha memperbaiki diri, agar kita tidak pernah merasa cukup dalam
beramal, agar kita terus belajar, agar kita tidak alergi dengan nasehat dan peringatan, dan agar kita lebih
waspada dari tergelincirnya hati setelah mendapatkan petunjuk..

RABBANAA TAQABBAL MINNAA

‫وقفة قرآنية‬
YANG DISESALKAN MANUSIA SAAT SAKARATUL MAUT

Muraja'ah Al Qur'an kali ini pikiran tertuju pada Firman Allah swt. :

)‫ص ٰـ ِل ِحي َن‬ ‫وأ ّ م‬ ‫◌قَ ◌ف صد‬ ِ‫ر ِب ۡو َ ۤﻻ أَ ﱠخ ۡرتَ ن‬ ‫تف‬ ‫َن ٰـ ّ ۡ ب ِ ی أَ َحَد ُك‬ ‫( َوأَن ِفقُو ۟ا من‬
‫َ ت‬
‫ُكن َن ٱل‬ ‫ِريب أ ق‬ ‫ۤی ِإ َل ٰۤى أَ َجل‬ ‫َيقُو َل‬ ‫ُم ٱ ۡل َم ۡو‬ ‫ُكم ر م ِل أن‬ ‫ما‬
‫َز ۡق ن‬
‫ۡأ‬

"Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah
seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda
(kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang shalih.”

[Surat Al-Munafiqun 10]

Terkait ayat di atas, Ibn Katsir menjelaskan:

‫فكل مفرط يندم عند اﻻحتضار ويسأل طول المدة ولو شيئا يسيرا ليستعتب ويستدرك ما فاته وهيهات كان ما كان وأتى ما هو آت وكل بحسب‬
‫تفريطه‬
"Setiap orang mengabaikan/melalaikan (Ibadah/amal shalih) akan menyesal di saat sakaratul mautnya, dan
meminta perpanjangan waktu (hidup di dunia) walaupun barang sejenak, agar ia bisa memperbaiki dan
mengejakan apa yang telah ia lalaikan - Dan itu tidak mungkin - telah berlalu (dunia) yang telah berlalu, dan
telah datang (kematian/ alam kubur) yang telah datang. Dan masing-masing (akan menyesal) sesuai dengan apa
yang ia abaikan/lalaikan."

Firman Allah swt. dan penjelasan Ibn Katsir di atas mengisyaratkan kepada kita bahwa tidak ada nikmat yang
paling berharga dalam kehidupan dunia - setelah nikmat iman - daripada amal shalih.

Sebab tidak ada satu pun yang diharapkan oleh seseorang di saat sakaratul mautnya kecuali ingin diberikan
kesempatan kembali untuk mengerjakan ibadah/ amal shalih yang telah ia tinggalkan, ia sepelekan, ia abaikan,
atau ia lalaikan.

Masing-masing akan menyesal sesuai dengan apa yang telah ia lalaikan/abaikan.

Orang yang mengabaikan shalat akan meminta penangguhan kematiannya untuk memperbaiki shalatnya.

Orang yang mengabaikan puasa, berharap bisa memperbaiki puasanya.

Orang yang mengabaikan akhlaqul karimah, berharap dapat memperbaiki akhlaqnya terlebih dahulu..

Orang yang mengabaikan kejujuran, suka berbuat curang, atau suka menyebarkan kebohongan dan fitnah, saat
sakaratul mautnya ia berharap dapat menjelaskan terlebih dahulu kebohongan/fitnah/kecurangan yang ia
perbuat, ia ingin minta maaf kepada semua pihak yang dirugikan, dan ia ingin menjadi orang yang jujur.

Orang yang mengabaikan birrul walidain, ia ingin menjadi anak yang berbakti kepada orang tuanya terlebih
dahulu.

Sebagaimana penyesalan seseorang di saat sakaratul mautnya yang ingin bersedekah terlebih dahulu
(sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas). Hal ini karena ibadah/ amal shalih yang ia abaikan adalah
Perintah Allah untuk berinfaq di jalan-Nya.

Prinsipnya, tidaklah satu pun kewajiban ibadah /amal shalih (apa pun bentuknya) yang diabaikan oleh
seseorang, atau larangan yang dilanggar, melainkan hanya akan menjadi sumber penyesalannya di saat
sakaratul mautnya.

Namun penyesalan tinggallah penyesalan, harapan tinggallah harapan yang tak mungkin dapat terpenuhi.

Dalam kondisi sakaratul maut tersebut, seseorang tidak berharap untuk menuntaskan dulu urusan dunianya
yang belum tuntas.

Ia tidak berharap untuk mengejar obsesi duniawinya yang belum tercapai.

Ia tidak berharap dapat merasakan kesenangan duniawi yang belum sempat ia rasakan.

Apalagi sekedar untuk membalas dendamnya kepada seseorang yang belum sempat ia balas, atau sekedar ingin
mencaci maki seseorang untuk memuaskan rasa sakit hatinya.

Mari kita gunakan akal sehat kita yang menjadi salah satu nikmat yang sangat besar dari Allah kepada manusia.
Akankah kita mengabaikan, menyepelekan, melalaikan, urusan ibadah / amal shalih yang hanya akan menjadi
menyesalan di saat sakaratul maut...?!

Akankan kita mati-matian mengejar, bahkan waktu habis hanya hanya untuk sesuatu yang bersifat duniawi
yang jika tidak tercapai tidak akan berdampak apa-apa di saat sakaratul maut? Bahkan boleh jadi justru
menyesal karena telah menghabiskan waktu untuknya dan mengabaikan ibadahnya?
Na'udzubillahi min dzalik

‫وقفة قرآنية‬
KERASNYA HATI

Muraja'ah Al Qur'an kali ini saya sedikit merenung pada Firman Allah swt.:

‫ و َما نَ َز َل م َن ٱ ۡلح ِﻖ و َﻻ َي ُكو ُنو ۟ا كٱلﱠ ِذي َن ُأوتُو ۟ا ٱ ۡل ِكَت ٰـب من َق ۡب ُل َفطا‬Æِ‫(َألَ ۡم َي ۡأ ِن ِل ﱠل ِذي َن ءا َمُن ۤو ۟ا َأن َت ۡخش َع ق ُلوُب ُه ۡم ِل ِذ ۡك ِر ٱ ﱠ‬
◌ ‫َل عَل ۡي ِه ُم ٱ ۡﻷَ َمُد َقست ُق ُلوُب ُه ۖۡم و َك ِثير‬
)‫ۡ ن ٰ ـسقُو َن‬
‫ُه ۡم ّم‬
"Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan
mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-
orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati
mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik."
[Surat Al-Hadid 16]

Terkait ayat di atas, di awal bahasan, Ibn Katsir menjelaskan makna secara umum dari ayat tersebut dengan
ungkapan:

‫يقول تعالى أما آن لمؤمنين أن تخشع قلوبهم لذكر ﷲ أي تلين عند الذكر والموعظة وسماع القرآن فتفهمه وتنقاد له وتسمع له وتطيعه‬

"Allah swt. Berfirman: tidakkah sudah tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk khusyu' hati mereka
dalam berdzikir (mengingat) Allah, yaitu menjadi lunak ketika berdzikir, (mendapat) nasehat, dan mendengar
Al Qur'an, hingga memahaminya, memperhatikannya, mendengarkannya, dan mentaatinya".

Sangat penting pula kita cermati perkataan Ibnu Mas'ud ra. terkait ayat ini sebagaimana disebutkan dalam
Tafsir Ibn Katsir:

‫ألم يأن‬. ... ‫ما كان بين إسﻼمنا وبين أن عاتبنا ﷲ بهذه اﻵية "ألم يأن لذين آمنوا أن تخشع قلوبهم لذكر ﷲ" اﻵية إﻻ أربع سنين‬

ini ayat dengan kami kepada Allah teguran dengan kami keislaman antara jarak "Tidaklah " ‫لذين آمنوا‬
dst., " kecuali hanya empat tahun. "

Dalam ayat tsb. Allah juga memberikan warning agar tidak menyerupai salah satu karakter Ahlul Kitab, yaitu
ketika berjalannya waktu, bahkan dalam waktu yang lama, tidak menjadikannya lebih baik, tapi justru menjadi
keras hatinya.

Mencermati perkataan Ibnu Mas'ud dan peringatan Allah agar tidak menyerupai sifat Ahlul Kitab, maka empat
tahun merupakan waktu yang lama bagi kita untuk belajar dari nasihat dan peringatan.

Empat tahun adalah waktu yang lama untuk menjadi semakin baik ibadah dan amal-amalnya.

Empat tahun adalah waktu yang lama untuk lebih khusyu' dalam dzikir kepada Allah, Shalat, dan tilawah Al
Qur'an.

Jika seorang Shahabat yang baru masuk Islam empat tahun sudah mendapat teguran semacam ini, bagaimana
dengan diri kita...?!

Astaghfirullah, sudah berapa lama kita mendapatkan berbagai pelajaran, nasehat, peringatan, dan berbagai
pelajaran. Tapi sudah seberapa besar hal itu semua berpengaruh pada perbaikan diri kita...?!.. Apakah ada
penyakit Qaswatul Qalb (kerasnya hati) dalam diri kita..?!

Syaikh Dr. Salman Audah dalam salah satu muhadlarahnya beberapa tahun yang lalu pernah menyampaikan,
setidaknya ada 5 indikator kerasnya hati:
1. Tidak adanya efek/pengaruh dengan adanya berbagai kejadian/fenomena, dan tidak mengambil pelajaran
darinya..

2. Tidak adanya kekhusyu'an dalam berdzikir kepada Allah dan tilawatul Qur'an..

3. Mudahnya menyelewengkan/memlintir dalil dari yang semestinya, dan mengikuti yang masih samar-samar..

4. Mudahnya melupakan ilmu/nasehat...

5. Meremehkan perbuatan dosa...

Semoga kita semua dijauhkan oleh Allah swt. dari penyakit Qaswatul Qalb ( kerasnya hati) . ..

Aamiin...
‫وقفة قرآنية‬
YANG DICATAT DALAM CATATAN AMAL

Muraja'ah Al Qur'an pagi ini saya terhenti pada Firman Allah swt. :

ࣲ )‫◌ ﱡم ِبين‬

‫ش ۡی ص ۡي َن ٰـُه ِف‬ ‫ﱠد ُمو و َءاَث ٰـ و‬ ‫و َن‬ ‫( ِإﱠنا ۡ ح ی ٱ ۡل َم‬
‫ۤی ِإ َمام‬ ‫ٍء أَ ۡح‬ ‫۟ا ما َرُه ۡۚم ُك‬ ‫ۡكُت ب‬ ‫ُن نُ ۡح ۡوَت ٰى‬
‫ﱠل‬

"Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kamilah yang mencatat apa yang telah
mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab
yang jelas (Lauh Mahfuzh)."

[Surat Ya-Siin 12]

Terkait lafadh
‫و َن ۡكتُ ب ما قَدﱠ ُمو ۟ا و َءاثَ ٰـ َر ۡۚم‬
dalam ayat di atas, Ibn Katsir dalam Tafsirnya menyebutkan:

‫وفي قوله تعالى "وآثارهم" قوﻻن "أحدهما" نكتب أعمالهم التي باشروها بأنفسهم وآثارهم التي آثروها من بعدهم فنجزيهم على ذلك أيضا إن خيرا‬
‫فخير وإن شرا فشر‬

"Dan dalam Firman Allah swt." ۡۚ‫ " م َر ٰـ َءاَث و‬terdapat dua pendapat:
Yang pertama: (maknanya) Kami catat amal-amal mereka yang mereka lakukan secara langsung sendiri dan
bekas-bekas mereka yang membekas/ditimbulkan setelah mereka , sehingga Kami berikan balasan atas itu juga.
Jika baik maka (balasannya) baik, jika buruk maka (balasannya) juga buruk"

Setelah menyebutkan dalil-dalilnya, kemudian Ibn Katsir menyebutkan:

‫والقول الثاني" أن المراد بذلك آثار خطاهم إلى الطاعة أو المعصية‬

"Dan pendapat yang kedua: Sesungguhnya maksud dari ( lafadh ۚۡ ‫م ُه َر‬


) tersebut adalah bekas langkah-
‫ ٰـ َءاَث و‬langkah mereka menuju ketaatan atau kemaksiyatan."

Setelah Ibn Katsir menyebutkan dalil2 dari pendapat kedua ini, di akhir bahasan beliau menyebutkan:

....‫وهذا القول ﻻ تنافي بينه وبين اﻷول‬

" Dan pendapat ini tidak bertentangan dengan dengan pendapat yang pertama.."

Dari keterangan Ibn Katsir di atas, dapat diambil pelajaran bahwa dalam beramal (kebaikan maupun
keburukan) ada tiga hal yang akan dicatat:

1. Amal yang dilakukan secara langsung.


2. Langkah-langkah atau segala proses menuju amal tersebut.
3. Bekas atau dampak yang ditimbulkan setelah amal tersebut dilakukan.

Maka sangat penting bagi kita untuk selalu memperhatikan amal yang baik, proses menuju kebaikan, dan
dampak yang baik dari kebaikan tsb.

Dan selalu waspada dari amal yang buruk, proses menuju keburukan, dan dampak yang buruk dari keburukan
tsb
‫وقفة قرآنية‬
SALAH SATU KARAKTER MUNAFIQ: MEMILIH ATURAN SESUAI SELERA

Muraja'ah Al Qur'an pagi ini saya berhenti lama dan merenung pada Firman Allah:

)‫ضو َن‬ ۟
ِ ‫( َوِإ َذا ُدع ۤو ا ِإلَى ٱ َ سو ِلۦِه ِل َي ۡح ُك َم ۡيَن ُه ِ ّم ۡن‬
‫ۡم ِإَذا َف ِريﻖ ُهم ◌ ر‬ ‫ ر‬Æِ ‫ﱠ‬
‫م‬
‫ۡع‬ ‫و‬
)‫( و إن ُ كن لﱠ ُه ُم ٱ ۡ أُت ۤو ۟ا ۡ ع ِني َن‬
ِ َ
‫ۡلحﻖ إلَ ۡي ه ذ‬
ِ ِ

‫م‬

"Dan apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya, agar (Rasul) memutuskan perkara di antara mereka,
tiba-tiba sebagian dari mereka menolak (untuk datang).
Tetapi, jika kebenaran di pihak mereka, mereka datang kepadanya (Rasul) dengan patuh."

[Surat An-Nur 48 - 49]

Dua ayat di atas berkaitan dengan orang2 munafiq yang memiliki karakter enggan untuk mentaati Allah dan
Rasul-Nya kecuali jika menguntungkan mereka. Jika dirasa akan menguntungkan mereka, maka mereka akan
datang dengan patuh dan segera.

Tiba2 ada kekhawatiran pada diri, jika kita memiliki karakter yang serupa atau yang sedikit/banyak mirip
dengan karakter tersebut.

Ketika kita patuh dg ajaran agama jika dirasa menguntungkan kepentingan kita . Jika tidak, maka kita malas
untuk mematuhinya.

Ketika ada pendapat ulama atau ustadz yang sesuai selera, maka kita blow up habis2an pendapat tsb. Bahkan
tanpa mau tahu dasar atau dalil dari pendapat tsb, sambil bicara dg sangat lantang: "ini lho, ulama atau ustadz
ini saja berpendapat seperti saya!" Tapi jika tidak sesuai, maka pendapat tsb dianggap tidak ada, tidak perlu
dipandang/dipertimbangkan sama sekali, atau dicari sedapat mungkin kelemahan pendapat tsb.

Ketika ada berita yang menguntungkannya, maka langsung diyakini, langsung diposting/dishare, tanpa harus
mengecek secara teliti terlebih dahulu. Tapi jika tidak menguntungkannya, maka ia akan bilang: "jangan mudah
percaya/menyebarkan berita yang belum jelas, kita wajib tabayun(klarifikasi) dulu, itu pasti berita hoax, dsb"

Sama juga ketika ada berita yang buruk/merugikan orang/pihak yang ia benci, maka langsung diyakini,
langsung diposting/dishare, tanpa harus mengecek secara teliti terlebih dahulu. Tapi jika berita baik atau
menguntungkan orang atau pihak yg ia benci, maka ia akan bilang: "jangan mudah percaya/menyebarkan berita
yang belum jelas, kita wajib tabayun(klarifikasi) dulu, itu pasti berita hoax, dsb"

Jika ada dalil (ayat atau hadits) tentang orang/karakter yg baik, maka ia akan merasa bahwa dalil tersebut sangat
cocok dg dirinya, atau merasa bahwa dalil tsb "Gue Banget". Tapi jika ada dalil tentang orang/karakter yang
buruk, maka ia akan berpandangan bahwa dalil itu pasti buat orang lain, bukan buat dirinya.

Jika ada kabaikan/kesenangan yg ia dapatkan, ia akan merasa ge-er bahwa itu adalah pertolongan Allah karena
sebab keshalehannya. Jika tidak menyenangkan, ia juga tetap ge-er dan merasa bahwa ini semata adalah ujian
dari Allah bagi orang2 yang sholeh seperti dirinya.
Tanpa mau introspeksi dan mengambil pelajaran atau nasehat.

Demikian juga jika ada kabaikan/kesenangan yg dapatkan oleh orang/pihak yg ia benci, ia akan menganggap
bahwa itu pasti adalah istidraj, sambil berkata : "barangkali Allah sengaja membiarkannya sekarang untuk
menghukumnya nanti di belakang". Tapi jika ada sesuatu yang tidak baik/ menyenangkan menimpa
orang/pihak yg ia benci, maka ia langsung mengatakan bahwa itu pasti adalah hukuman dari Allah atas
keburukan/dosa2 mereka.
Ada kekhawatiran jika dalam diri ini ada "Prinsip Sakkarepku Dewe" ini.

Na'udzubillahi min Dzalik...


#Berlaku adil-lah sejak dalam hati dan pikiran

Qiyamullail Bagi Penghafal Al Qur'an


Ibn Jarir meriwayatkan dari dari Abi Raja' Muhammad, beliau berkata:
‫قلت لحسن يا أبا سعيد ما قت ول فى رجل قد استظهر القرآن كله عن ظهر قلبه وﻻ يقوم به إنما يصلي المكتوبة؟ قال تي وسد القرآن لعن ﷲ ذاك قال ﷲ تعالى لعبد الصالح‬
‫"وإنه لذو علم لما علمناه" "وعلمتم ما لم تعل موا أنتم وﻻ آباؤكم" قلت يا أبا سعيد قال ﷲ تعالى "فاقرءوا ما تيسر من‬
"‫آيات خمس ولو نعم قال" القرآن‬
"Aku bertanya kepada Al Hasan (Al Hasan Al Bashri): "Wahai Abu Sa'id apa pendapatmu tentang orang yang
telah hafal Al Qur'an seluruhnya di dadanya dan dia tidak melaksanakan shalat (malam) dengannya, tapi dia
hanya melaksanakan shalat wajib saja?" Beliau Menjawab: "dia menjadikan Al Qur'an sebagai bantal, Allah
melaknat hal itu, Allah berfirman: "..Sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena kami telah
mengajarkan kepadanya.." (QS. Yusuf : 68), "..Padahal telah diajarkan kepadamu apa yg tidak diketahui, baik
olehmu atau oleh nenek moyangmu.."(QS. Al An'am: 91). Aku berkata:"Wahai Abu Sa'id, Allah juga berfirman
:".. karena itu bacalah apa yg mudah (bagimu) dari Al Qur'an.."(QS. Al Muzzammil: 20). Beliau menjawab:
"Ya, meskipun lima ayat". "
Ibnu Katsir mengatakan:
‫وهذا ظاهر من مذهب الحسن البصري أنه كان يرى حقا واجبا على حملة القرآن أن يقوموا ولو بشيء منه في ا ليل‬
Qur'an Al penghafal bagi wajib berpandangan beliau bahwasannya Bashri Al Hasan Al madzhab dari jelas "Ini
malam." waktu di Qur'an) (Al darinya sebagian dengan meskipun shalat) (melaksanakan bangun untuk
(Lihat Tafsir Ibnu Katsir (QS. Al Muzzammil:20), 4/449).
Pandangan di atas juga sebagaimana yg sering dinasehatkan oleh masyayikh kami. Sebagian secara tegas
mengatakan bahwa Shalat malam hukumnya wajib bagi penghafal Al Qur'an. Sebagian yang lain tidak secara
tegas mengatakan demikian, namun minimal mereka memandang sebagai sebuah aib atau suatu yg tidak pantas
jika seorang penghafal Al Qur'an tidak melaksanakan shalat malam meskipun sekedar dua rakaat yg ringan.
Wallahu a'lam.

Tips agar tidak berat tilawah Al Qur'an pasca Ramadlan.


Setelah target khatam Al Qur'an di bulan ramadlan terpenuhi, seringkali setelah Ramadlan justru berat sekali
untuk memulai tilawah kembali.
Bener sih khatam sekian kali di bulan Ramadlan, tapi setelah itu off tilawah sekian pekan. Jadinya ya impas
saja atau malah tekor.
Hal ini biasanya disebabkan krn kondisi dalam posisi khatam, lalu ada perasaan ingin istirahat sejenak. Namun
setelah itu mau memulai kembali terasa berat, nunggu mod, dan g jadi2. Sehingga yg terjadi bukan istirahat
sejenak, tapi malah cuti lama.
Maka dari itu, untuk meminimalisir rasa berat memulai kembali, usahakan saat akhir Ramadlan kondisinya
tidak dalam posisi khatam (di akhir juz 30). Tapi setelah khatam langsung lanjutkan tilawah dari awal beberapa
juz. Sehingga setelah Ramadlan tinggal melanjutkan saja, yg secara psikologis akan terasa lebih ringan daripada
memulai kembali dari awal.
Aktifitas semacam ini dalam ilmu Al Qur'an disebut "Al Haal Al Murtahal" , yaitu kondisi ketika selesai
khatam tilawah Al Qur'an, langsung memulai kembali tilawah dari awal (lihat: Imam An Nawawi dalam At
Tibyan Fii Adab Hamalatil Qur'an : 129) . Sehingga kondisinya tidak pernah dalam posisi akhir juz 30, tapi
selalu dalam posisi di tengah2 "perjalanan".
Semoga bermanfaat.
Taqabbalallahu minna wa minkum.

Biarlah Ramadhan Sebulan Saja


Tak lama lagi Ramadhan akan segera pergi..
Biarlah ia pergi..
Biarlah ia sebulan saja di setiap tahunnya..
Tak perlu lah bergaya berharap Ramadhan setahun lamanya..
Cukuplah kita jadikan semangat ibadah, ketaatan, dan kesholehan kita sepanjang tahun seperti saat Ramadhan
tiba..
Cukuplah kita jadikan semangat shalat berjamaah kita, interaksi dengan Al Qur'an kita, zakat, infaq, dan
sedekah kita, serta semangat thalabul ilmi kita seperti saat Ramadhan ada..
Biarlah Ramadhan sebulan saja..
Agar terbedakan antara yang sholeh beneran dan sholeh musiman..
Apa yang kita harapkan dari Ramadhan setahun lamanya?
Karena suasananya?
Jika semangat ibadah, ketaatan, dan kesholehan kita masih tergantung suasana, sepertinya Ramadhan yang satu
bulan itu pun tak berdampak apa-apa pada diri kita..
Karena pahalanya?
11 bulan di luar Ramadhan masih sangat banyak peluang amal dan pahalanya..
Bahkan boleh jadi lebih besar pahalanya..
dikarenakan lebih berat tantangan dan godaannya serta tidak banyak yang melakukannya..
Dan biarlah pahalanya juga tetap jadi Rahasia Allah semata..
Agar kita terus menerus berusaha mengejarnya..
Agar kita tidak pernah merasa cukup apalagi ujub dengan amal kita..
Demikian juga dengan Lailatul Qodar yang sangat istimewa,
Biarlah waktunya tetap menjadi rahasia selamanya..
Biarlah semua tanda-tandanya tetap bersifat menduga-duga , demikian juga dengan siapa-siapa yang
mendapatkannya...
Agar kita tetap melakukan ibadah sepanjang masa..
Sampai maut menjemput kita..
Sampai kita benar-benar mendapatkan balasannya di surga..
‫ر حﱠت ٰى ك ٱ ۡل َي‬ ‫) َوٱ ۡعُب ۡد‬
(‫قِ ي ُن‬
‫ﱠبك َي ۡأ ِت َي‬
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai yakin (ajal) datang kepadamu."
[Surat Al-Hijr 99]
Maka....
Biarkanlah Ramadhan meninggalkan kita dan cukuplah sebulan saja...
#MalamTerakhirRamadhan

Anda mungkin juga menyukai