Anda di halaman 1dari 71

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara fisiologis, tubuh wanita hamil akan melakukan adaptasi, antara lain
dengan perubahan anatomi, fisiologi serta biokimiawi sebagai adaptasi tubuh
terhadap kehamilannya. Hampir semua sistem organ termasuk gastrointestinal
mengalami perubahan fisiologi selama kehamilan. Keluhan gastrointestinal
selama kehamilan antara lain muntah, hiperemesis gravidarum, penyakit refluks
gastroesofageal, dan konstipasi. Mual terjadi pada hampir 50%-90% kehamilan
dan muntah sekitar 25%-55% kehamilan. Meski begitu keduanya bersifat self-
limiting. Sebagian besar perubahan yang terjadi selama kehamilan ini akan
kembali normal setelah selesainya masa persalinan dan laktasi.1
Dikatakan hiperemesis gravidarum apabila keluhan mual dan muntah yang
dialami sampai mengganggu aktivitas sehari-hari atau menimbulkan komplikasi.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan
penurunan berat badan lebih dari 3 kg atau 5% berat badan.2 Etiologi dan
patogenesis hiperemesis gravidarum berkaitan erat dengan etiologi dan
patogenesis mual dan muntah pada kehamilan. Penyebab pasti mual dan muntah
yang dirasakan ibu hamil belum diketahui, tetapi terdapat beberapa teori yang
mengajukan keterlibatan faktor-faktor biologis, sosial dan psikologis. Faktor
biologis yang paling berperan adalah perubahan kadar hormon selama
kehamilan. Menurut teori terbaru, peningkatan kadar human chorionic
gonadotropin (hCG) akan menginduksi ovarium untuk memproduksi estrogen,
yang dapat merangsang mual dan muntah. Perempuan dengan kehamilan ganda
atau mola hidatidosa yang diketahui memiliki kadar hCG lebih tinggi daripada
perempuan hamil lain mengalami keluhan mual dan muntah yang lebih berat.

Selain itu, hCG memiliki struktur yang mirip dengan hormon TSH (thyroid
1
stimulating hormone) sehingga dapat berikiatan dengan reseptor TSH di kelenjar
tiroid dan merangsang produksi kelenjar tiroid meski bersifat stimulator tiroid
yang lemah. Diduga terjadinya hiperemesis berkaitan langsung dengan kelenjar
tiroid yang hiperaktif. Progesteron juga diduga menyebabkan mual dan muntah
dengan cara menghambat motilitas lambung dan irama kontraksi otot-otot polos
lambung.1,2

2
Mual dan muntah pada kehamilan biasanya dimulai pada kehamilan minggu ke-9
sampai ke-10, memberat pada minggu ke-11 sampai ke-13 dan berakhir pada
minggu ke-12 sampai ke-14. Hanya pada 1-10% kehamilan gejala berlanjut
melewati minggu ke-20 sampai ke-22. Pada 0,3-2% kehamilan terjadi
hiperemesis gravidarum yang menyebabkan ibu harus ditatalaksana dengan
rawat inap.2
Hiperemesis gravidarum jarang menyebabkan kematian, tetapi angka

kejadiannya masih cukup tinggi.


Hampir 25% pasien hiperemesis gravidarum
dirawat inap lebih dari sekali. Terkadang, kondisi hiperemesis yang terjadi terus-
menerus dan sulit sembuh membuat pasien depresi. Pada kasus-kasus ekstrim,
ibu hamil bahkan dapat merasa ingin melakukan terminasi kehamilan.2

1.2 Tujuan Penilitian

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui mengenai

hiperemesis gravidarum dari segi definisi, etiologi, faktor resiko, klasifikasi,

diagnosis, penatalaksana, komplikasi dan prognosis.

1.3 Manfaat Penilitian

Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk menambah ilmu pengetahuan

dalam bidang obsetri dan ginekologi khusunya dalam kasus hiperemesis

gravidarum.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini adalah dengan studi kepustakaan yang

merujuk pada berbagai literatur.

3
4
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hiperemesis gravidarum adalah suatu penyakit dimana wanita


hamil memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum hingga berat
badannya sangat turun, turgor kulit berkurang, diuresis berkurang dan
timbul asetonuria. Sedangkan dari literatur lain menyebutkan bahwa
hiperemesis gravidarum adalah muntah yang cukup parah sehingga
menyebabkan kehilangan berat badan, dehidrasi, asidosis dari kelaparan,
alkalosis dari kehilangan asam hidroklorid saat muntah dan hipokalemia
terjadi pada awal kehamilan sampai umur kehamilan 20 minggu.

Emesis gravidarum Hiperemesis gravidarum


Kondisi mual muntah yang berat pada
Mual dan muntah yang dikeluhkan
kehamilan , memuntahkan apa yang
tidak terlalu sering , (muntah pada pagi
dimakan dan minum dengan frekuensi
hari)
lebih banyak
Tidak mengganggu aktivitas sehari-hari mengganggu aktivitas sehari-hari
Mual dan muntah menimbulkan
Tidak menimbulkan komplikasi
komplikasi (ketonuria, dehidrasi,
patologis
hipokalemia, penurunan berat badan.
Tabel 2.1 Definisi-definisi mual dan muntah dalam kehamilan

5
2.2 Etiologi
Muntah merupakan suatu mekanisme dari saluran cerna bagian atas
mengeluarkan isinya bila terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang
berlebihan pada usus. Muntah termasuk reflex integrative yang kompleks
yang terdiri dari 3 komponen utama yakni detektor muntah, mekanisme
integrative dan efektor yang bersifat somatik, dimana rangsangannya
dihantarkan melalui saraf vagus dan aferen simpatis menuju pusat muntah.
Selain itu pusat muntah juga menerima rangsangan dari pusat muntah lain
yang lebih tinggi pada serebral dari chemoreseptor trigger zone (CTZ)
pada area postrema dan dari apparatus vestibular via serebelum. Kalau
sinyal tersebut berasal dari perifer maka sinyal tersebut tidak akan melalui
trigger zone tetapi akan mencapai pusat muntah melalui nucleus traktus
solitaries. Pusat muntah ini berdekatan dengan pusat pernapasan dan pusat
vasomotor. Rangsang aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf
kranial V, VII, X, XII ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal
ke diapragma, otot iga dan otot abdomen.4
Apabila rangsangan dirasakan sudah mencukupi maka akan
mengakibatkan pernafasan menjadi lebih dalam, terangkatnya tulang hioid
dan laring untuk mendorong sifngter krikoesofagus terbuka, tertutupnya
glotis dan akhirnya terangkatnya palatum mole untuk menutup nares
anterior. Akhirnya timbul kontraksi kuat dari otot abdomen yang
mengakibatkan timbulnya tekanan intragastrik yang tinggi. Dengan
tekanan intragastrik yang meninggi dilanjutkan dengan relaksasi dari
sfingter esofagus, sehingga memungkinkan terjadinya pengeluaran isi
lambung.4
Sampai saat ini patogenesis hiperemesis gravidarum masih
kontroversial. Dengan adanya muntah yang terus menerus mengakibatkan
berkurangnya cadangan energi. Tubuh mulai beradaptasi dengan

6
mengambil jalur lain untuk memperoleh energi yakni melalui jalur
glukoneogenesis dengan mengoksidasi asam lemak. Oksidasi lemak ini
memiliki kerugian yakni meningkatkan kadar keton dalam urin akibat hasil
dari oksidasi tidak sempurna dari asam lemak yakni tertimbunnya asam
aseton asetik, asam hidroksi butirik dan aseton.4
Selain kehilangan cadangan energi, muntah yang berkepanjangan
dapat menyebabkan kehilangan cairan yang cukup tinggi sehingga
menyebabkan timbulnya

7
dehidrasi, sehingga cairan plasma dan ekstravaskuler akan berkurang.
Natrium dan khlorida darah turun, demikian juga dengan khlorida urine.
Dampak lainnya yakni dapat mengakibatkan hemokonsentrasi sehingga
aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan zat makanan dan
oksigen ke jaringan berkurang dan tertimbunya zat metabolik dan toksik.
Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi
lewat ginjal, meningkatkan frekuensi muntah yang lebih banyak, merusak
hati, sehigga memperberat keadaan penderita. 5
Apabila intensitas muntahnya sangat berat dapat terjadi robekan
pada selaput lendir esofagus dan lambung, sehingga kadang kala dapat
muncul gejala seperti muntah darah. Gejala ini dikenal dengan nama
Mallory-Weiss Syndrome. Pada umumnya robekan ini ringan dan
perdarahan dapat berhenti sendiri.4
Hiperemesis gravidarum diyakini terjadi akibat adanya interaksi
antara faktor endokrin, imunologi gastrointestinal, enzim metabolik,
defisiensi nutrisi, anatomi dan psikologi. 5
a. Endokrin
1. Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
Sampai saat ini HCG dikatakan sebagai penyebab utama dari
hiperemesis gravidarum karena dikaitkan adanya peningkatan
signifikan dari HCG pada ibu dengan hiperemesi gravidarun. HCG
disekresi oleh sinsitiotropoblast. HCG terdiri dari alfa hCG dan
beta hCG. Alfa hCG memiliki susunan asam amino
92 subunit alfa tidak spesifik yang dimiliki juga oleh hormon tropik
lain seperti TSH, LH dan FSH.5
Penelitian lainnya mengatakan peningkatan HCG bukan merupakan
satu – satunya penyebab melainkan ada isoform spesifik dari HCG
yang juga mengakibatkan Hiperemesis gravidarum (HG). Ini

8
ditandai dengan adanya HCG yang lebih asam (pH <4). Kebanyakan
bentuk isoform ini merupakan akibat dari kelainan genetik ataupun
hasil adaptasi terhadap lingkungan.5

9
2. Progesteron
Aktivitas hormonal pada saat corpus luteum merupakan paling
tinggi pada trimester pertama ketika HG sering terjadi. Penelitian
menunjukkan pada pasien dengan HG memiliki kadar progesteron
yang lebih rendah. 5
3. Estrogen
Estrogen memiliki beberapa mekanisme yang dapat mengakibatkan
timbulnya HG. Kadar estrogen yang tinggi dapat mengakibatkan
penurunan waktu transit dari usus dan pengosongan lambung yang
dapat mengakibatkan meningkatnya akumulasi cairan akibat
peningkatan hormone steroid. Perubahan pH pada GIT dapat
meningkatkan risiko infeksi Helicobacter Pylori sehingga dapat
mengakibatkan munculnya gejala GIT. 5
4. Thyroid Hormones
Kelenjar tiroid secara fisiologis akan meningkatkan sekresinya pada
saat kehamilan mengakibatkan peningkatan sementara tiroksin
dalam darah yang dikenal dengan nama Gestational Transient
Thyrotoxicosis (GTT). Bersamaan dengan HCG, tiroid memiliki
peranan penting dalam timbulnya HG. Mekanisme masih belum
jelas, namun kemungkinan karena memiliki struktur yang mirip
dengan HCG.5
5. Leptin
Leptin merupakan hormone yang memliki peranan dalam mengatur
berat badan dan memiliki struktur yang hampir sama dengan sitokin.
Hubungan antara HG dan leptin didapatkan berdasarkan fakta
bahwa leptin sering ditemukan pada jaringan adipose dan fungsi
utamanya adalah mengurangi rasa lapar dan meningkatkan
konsumsi energi dengan cara berinteraksi dengan kortisol, tiroid dan

10
insulin. Kadar leptin sering ditemukan pada ibu hamil salah satunya
dengan HG namun mekanismenya masih belum jelas.5
6. Adrenal Cortex
Suatu studi penelitian menyebutkan bahwa terdapat penurunan
gejala pada ibu dengan HG ketika menggunakan terapi
kortikosteroid. Kemungkinan

11
rendahnya kadar kortisol berhubungan dengan timbulnya HG,
namun mekanisme masih belum jelas.5
7. Growth hormone dan prolactin
Penurunan human Growth Hormone (hGH) dan peningkatan
prolaktin ditemukan pada pasien dengan HG. Kemungkinan ini
diakibatkan karena kadar hGH dan prolaktin kemungkinan
mempengaruhi produksi dari hormon plasenta dan endometrial pada
ibu hamil. 5
8. Placental serum markers
Schwangerschafts protein 1 (SP1) merupakan suatu protein spesifik
dari plasenta yang beredar dalam sirkulasi maternal pada minggu
awal kehamilan.
Protein ini diperkirakan berhubungan dengan adanya muntah pada
kehamilan.5
b. Imunologi
Pada ibu hamil terjadi perubahan sistem humoral maupun mediated,
kemungkinan untuk melindungi janin dari sistem imun ibu. HG
dikatakan timbul akibat dari overaktivasi dari sistem imun yang
berhubungan dengan sintesis hormon kehamilan.5
c. Gastro Intestinal
1. Infeksi Helicobacter Pylori
Peningkatan insiden H.pylori pada pasien HG merupakan salah satu
etiologi yang cukup jelas. Secara signifikan ditemukan H.pylori
pada bagian antrum dan corpus dari lambung pasien dengan HG.
Jumlah bakteri H.pylori juga kemungkinan berhubungan dengan
derajat keparahan dari HG.5
Infeksi H.pylori pada ibu hamil kemungkinan disebabkan karena
adanya perubahan keasaman lambung yang berhubungan denga

12
perubahan sistem imun pada ibu hamil. Perubahan sistem imun baik
secara humoral maupun selular meningkatkan risiko ibu terinfeksi
H.pylori.5
2. Motilitas lambung dan usus
Selama hamil sex steroid dapat mengakibatkan aktivitas abnormal
dari lambung dan usus halus mengakibatkan lambatnya waktu
transit dan menghambat waktu pengosongan lambung yang dapat
mengakibatkan mual.

13
Namun ternyata dalam penelitian hal tersebut tidak berpengaruh
dalam patogenesis HG.
3. Tekanan spingter bawah esophagus
Kebanyakan wanita memiliki gejala gastrointestinal reflux selama
hamil. Gejala ini kemungkinan muncul akibat penurunan tekanan
dari spingter bawah esophagus, yang diakibatkan karena
meningkatnya estrogen dan progesteron. 5
4. Sekresi cairan di GIT
HG kemungkinan muncul akibat distensi dari GIT bagian atas
karena peningkatan sekresi dan akumulasi cairan dalam lumen
lambung. Peningkatan sekresi cairan merupakan hal yang fisiologis
pada ibu hamil, karena berhubungan dengan sekresi cairan amnion.5
d. Enzim Metabolik
1. Liver enzim
Kelainan fungsi hati ditemukan pada pasien HG dengan peningkatan
kadar SGOT maupun SGPT. Kelainan ini kemungkinan ditemukan
pada pasien HG tipe late onset, lebih parah sampai ketonuria dan
hipertiroidism, namun mekanisme secara detail belum jelas.
Diperkirakan kelainan fungsi hati kemungkinan disebabkan karena
efek kombinasi dari hipovolemia, malnutrisi, dan timbulnya asam
laktat pada HG.5
2. Amilase
Adanya peningkatan serum amylase ditemukan pada pasien dengan
HG. Namun peningkatan serum amylase tidak diakibatkan karena
peningkatan enzim amylase dari pancreas, menunjukkan kalau
peningkatan tersebut bukan diakibatkan gangguan dari pankreas
melainkan sekresi yang berlebihan dari kelenjar ludah.5
e. Defisiensi nutrisi

14
1. Defisiensi vitamin
Terdapat penurunan jumlah vitamin B1 pada pasien dengan HG,
namun hubungan secara biokimia belum dapat dijelaskan secara
detail. Selain itu juga

15
terdapat defisiensi vitamin lain yakni thiamin dan K yang juga
diperkirakan berhubungan dengan peningkatan insiden HG.5
2. Defisiensi Unsur Mikro
Ada beberapa unsur mikro yang berkaitan dengan pathogenesis HG
yakni zinc dan besi. Plasma zinc ditemukan meningkat sedangkan
besi menurun pada pasien dengan Hg. Zinc merupakan bahan yang
penting dalam katalisis enzim yang berhubungan dengan
metabolism, sedangkan kadar besi yang rendah kemungkunan
mengganggu fungsi biokimia, metabolic dan endokrin dari beberapa
organ.5
f. Anatomi
Ibu hamil berisiko mengalami HG karena adanya beberapa variasi
anatomi, kemungkinan penyebabnya adalah perbedaan sistem vena pada
ovarium kanan dan kiri menyebabkan tingginya kadar sex steroid pada
vena porta. 5
g. Psikologi
Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini,
rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap
kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu,
dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan
muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi
hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup. 5
Suatu studi penelitian berupaya membandingkan gejala psikologis pada
wanita hamil dengan dan tanpa HG selama kehamilan. Subjek dengan
gejala HG jauh lebih tinggi gejala psikologisnya dibandingkan dengan
kecemasan dari para wanita hamil yang tidak menderita HG. Gejala
tersebut antara lain; gejala depresi, histeria, psychasthenia, skizofrenia,
somatisasi dan perilaku obsesif kompulsif. Penyebab gejala-gejala

16
psikologis tersebut karena trauma dan stress. Dapat disimpulkan bahwa
HG tidak berhubungan dengan gangguan psikologis dan sulit untuk
membuktikan bahwa HG adalah murni psikologis karena banyak wanita
mulai muntah sebelum mereka mengetahui bahwa mereka hamil. 5

17
Bagan 1. Interaksi antara faktor – faktor pencetus HG.

2.3 Faktor Risiko


Beberapa faktor risiko penyakit hiperemesis gravdarum antara lain
adalah usia ibu, usia gestasi, jumlah gravida, tingkat sosial ekonomi,
kehamilan ganda, kehamilan mola, kondisi psikologis ibu dan adanya
infeksi H.pilory. Usia ibu merupakan faktor risiko dari hiperemesis
gravidarum yang berhubungan dengan kondisi psikologis ibu hamil.
Literatur menyebutkan bahwa ibu dengan usia kurang dari 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun lebih sering mengalami hiperemesis gravidarum. Usia
gestasi atau usia kehamilan juga merupakan faktor risiko hiperemesis
gravidarum, hal tersebut berhubungan dengan kadar hormon korionik
gonadotropin, estrogen dan progesteron di dalam darah ibu. Kadar hormon
korionik gonadotropin merupakan salah satu etiologi yang dapat
menyebabkan hiperemesis gravidarum. Kadar hormon gonadotropin dalam

18
darah mencapai puncaknya pada trimester pertama, tepatnya sekitar
minggu ke 14-16. Oleh karena itu, mual dan muntah lebih sering terjadi
pada trimester pertama. Peningkatan kadar hCG mengakibatkan perubahan
atau gangguan

19
(dismotilitas) sistem pencernaan serta gangguan sistem imun humoral
yang diduga sebagai pencetus infeksi H.pilory selama kehamilan.
Faktor risiko lain adalah jumlah gravida. Hal tersebut berhubungan
dengan kondisi psikologis ibu hamil dimana ibu hamil yang baru pertama
kali hamil akan mengalami stress yang lebih besar dari ibu yang sudah
pernah melahirkan dan dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum, ibu
primigravida juga belum mampu beradaptasi terhadap perubahan korionik
gonadotropin, hal tersebut menyebabkan ibu yang baru pertama kali hamil
lebih sering mengalami hiperemesis gravidarum. Pekerjaan juga
merupakan faktor risiko penyakit hiperemesis gravidarum. Pekerjaan
berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang juga mempengaruhi pola
makan, aktifitas dan stres pada ibu hamil.

2.4 Klasifikasi berdasarkan gejala klinis


Batasan jelas antara mual yang masih dianggap fisiologis dalam
kehamilan dengan hiperemesis gravidarum tidak ada, tetapi bila keadaan
umum penderita terpengaruh, sebaiknya dianggap sebagai hiperemesis
gravidarum. Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala
dapat dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu1,4:
1. Tingkat I.
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita,
penderita merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun
dan merasa nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 kali per
menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit menurun, lidah
mengering dan mata cekung.1,4
2. Tingkat II.
Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun,
lidah mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-

20
kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat badan turun dan mata
menjadi cekung, tensi turun, hemokonsentrasi, oligouria dan konstipasi.
Aseton dapat tercium dalam bau pernapasan, karena mempunyai aroma
yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.1,4

21
Tabel 1. Gejala Hiperemesis Gravidarum
Parameter Tingkat I Tingkat II Tingkat III
Kondisi umum Lemah Lebih lemah dan Lebih buruk
apatis
Kesadaran Compos mentis Apatis Somnolen-koma
Nyeri epigastrium + ++ ++
Muntah >> >>> Berhenti
Tekanan darah Menurun Menurun Menurun
Nadi Sampai 100x/mnt 100-140x/mnt meningkat
Turgor kulit Menurun Menurun Menurun
Mata Cekung Cekung, + ikterus Cekung, + ikterus
BAK Normal Oligouria Oligouria-anuria
Keton urin + > +2

3. Tingkat III.
Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun dari
somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi
menurun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal
sebagai Encephalopathy Wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia,
dan perubahan mental. Keadaan ini terjadi akibat defisiensi zat
makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus
menunjukan adanya gangguan hati.1,4

2.5 Diagnosis
Diagnosis Hiperemesis Gravidarum biasanya tidak sukar. Harus
ditentukan adanya kehamilan muda dan muntah yang terus menerus,
sehingga mempengaruhi keadaan umum. Hiperemesis Gravidarum yang
terus menerus dapat menyebabkan kekurangan makanan yang dapat

22
mempengaruhi perkembangan janin, sehingga pengobatan perlu segera
diberikan. Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.5,6

23
a. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan
muntah. Mual dan muntah terjadi terus menerus, dirangsang oleh jenis
makanan tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Selain
itu dari anamnesis juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal
yang berhubungan dengan terjadinya hiperemesis gravidarum seperti
stres, lingkungan sosial pasien, asupan nutrisi dan riwayat penyakit
sebelumnya (hipertiroid, gastritis, penyakit hati, diabetes mellitus, dan
tumor serebri).
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda
vital, tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga
dilakukan pemeriksaan tiroid dan abdominal untuk menyingkirkan
diagnosis banding.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah darah lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, USG
(pemeriksaan penunjang dasar), analisis gas darah, tes fungsi hati dan
ginjal.2 Pada keadaan tertentu, jika pasien dicurigai menderita
hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter
TSH dan T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid 50-
60% terjadi penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi
gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibodi Helicobacter
pylori. Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda
dehidrasi dan pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan
blood urea nitrogen, kreatinin dan hematokrit. Pemeriksaan USG
penting dilakukan untuk mendeteksi adanya kehamilan ganda ataupun

24
mola hidatidosa.

25
FISIOLOGI HAMIL MUDA

Faktor Hiperemesis Gravidarum:


- Defisiensi nutrisi
- Endokrin
- GIT
- Enzim metabolik
- psikologi

Emesis gravidarum: - Mual muntah


- mual muntah tanpa menggangggu aktivitas
gangguan aktivitas sehari- sehari-hari
hari - Hiperemesis dengan berbagai
- ANC rutin tingkatannya.
- pendekatan psikologis
- pengobatan
Diet dan vitamin
Hiperemesis gravidarum:
- rehidrasi dan diet
- perbaiki keseimbangan
elektrolit
- pemberian terapi farmakologi
- perbaiki metabolisme

Pengobatan gagal: Terminasi


kehamilan dengan indikasi:
- Gangguan fungsi organ

26
2.6 Diagnosis Banding
Diagnosis hiperemesis gravidarum merupakan diagnosis
pereksklusionam, sehingga perlu menyingkirkan semua diagnosis banding
yang mungkin terlebih dahulu. Penyakit-penyakit yang sering menyertai
wanita hamil dan mempunyai gejala muntah-muntah yang hebat harus
dipikirkan, antara lain:

a. Appendiksitis akut.
Pada pasien hamil dengan appendiksitis akut keluhan nyeri tekan
pada perut sangat menonjol sedangkan pada pasien hamil yang
tanpa appendiksitis akut keluhan tersebut sedikit bahkan tidak ada.
Tanda-tanda defance musculare, dan rebound tenderness juga bisa
dijadikan petunjuk untuk membedakan wanita hamil dengan
appendiksitis akut dan tanpa appendiksitis akut.3,7,8

b. Ketoasidosis diabetes.
Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamil
mempunyai riwayat diabetes atau diketahui pertama kali saat hamil
apalagi disertai dengan penurunan kesadaran dan pernafasan
Kussmaul. Perlu dilakukan pemeriksaan keton urine untuk
mendapatkan badan keton pada urine, pemeriksaan gula darah, dan
pemeriksaan gas darah. 3,7,8
c. Gastritis dan ulkus peptikum.
Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien
mempunyai riwayat makan yang tidak teratur, dan sering
menggunakan obat- obat analgetik non steroid (NSAID). Keluhan
nyeri epigastrium tidak terlalu dapat membedakan dengan wanita
hamil yang tanpa gastritis/ulkus peptikum karena hampir semua
pasien dengan hiperemesis gravidarum mempunyai keluhan nyeri

27
epigastrium yang hebat. Pemeriksaan endoskopi perlu dihindari
karena berisiko dapat menyebabkan persalinan preterm. Pasien
dengan gastroenteritis selain menunjukkan gejala muntah-muntah,
juga biasanya diikuti dengan diare. Pasien hiperemesis gravidarum
yang murni karena hormon jarang disertai diare. 3,7,8

28
d. Hepatitis.
Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat
biasanya sudah menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai
peningkatan SGOT dan SGPT yang nyata. Kadang-kadang sulit
membedakan pasien hiperemesis gravidarum tingkat III (tanda-
tanda kegagalan hati) yang sebelumnya tidak menderita hepatitis
dengan wanita hamil yang sebelumnya memang sudah menderita
hepatitis. Anamnesa yang cermat dapat membantu menegakkan
diagnosis. 3,7,8

e. Tumor serebri.
Pasien dengan tumor serebri biasanya selain gejala mual-
muntah yang hebat juga disertai keluhan lain seperti sakit kepala
berat yang terjadi hampir setiap hari, gangguan keseimbangan, dan
bisa pula disertai hemiplegi. Pemeriksaan CT scan kepala pada
wanita hamil sebaiknya dihindari karena berbahaya bagi janin.

2.7 Tatalaksana hiperemesis


gravidarum

Terapi obat-obatan
Tatalaksana keluhan hiperemesis gravidarum yang berat dianjurkan
untuk dirawat di rumah sakit, hal utama yang harus diperhatikan adalah
tatalaksana dehidrasi untuk meningkatkan volume intravaskuler,
memperbaiki gangguan elektrolit dan mencegah terjadinya kompensasi
vasokonstriksi sehingga mengganggu perfusi pada organ dan uterus.
Berikut langkah-langkah tatalaksana hiperemesis gravidarum :
 Stop makanan peroral selama 24-48 jam
 Infus glukosa 10% atau 5% : RL = 2:1 dengan tetesan 40 tetes per menit
29
 Obat
o Vitamin B1, B2 dan B6 masing-masing 50-100 mg/hari/infus
o Vitamin B12 200 ug/hari/infus, vitamin C 200 mg/hari/infus
o Fenobarbital 30 mg I.M 2-3 kali perhari atau klorpromazin
25-50mg/ hari
o Antiemetik : prometazin 2-3 kali perhari peroral atau pro-
kloperazin 3 kali 3mg perhari peroral atau mediamer B6 3
kali perhari peroral
o Antasida : asidrin 3x1 tablet perhari peroral atau milanta
3x1 tablet perhari peroral
 Pemberian infus asam amino untuk mencegah terjadi katabolisme
yang menghasilkan benda keton yang dapat memperburuk keadaan
pasien
 Diet sebaiknya meminta advis ahli gizi
 Rehidrasi dan suplemen vitamin, pilihan cairan adalah normal salin
(NaCl 0,9%), cairan dekstrose tidak boleh diberikan karena tidak
mengandung sodium yang cukup untuk mengoreksi hiponatremia,
urin output juga harus dimonitor dan perlu dilakukan pemeriksaan
dipstik untuk mengetahui terjadinya ketonuria Antiemesis, tidak
dijumpai adanya teratogenitas dengan

30
menggunakan dopamin antagonis (metoklopramid, domperidon),
fenotiazin (klorpromazin, proklorperazin), antikolonergik
(disiklomin) atau antihistamin H1-reseptor antagonis (prometazin,
siklizin). Namun bila masih tetap tidak memberikan respon maka
dapat digunakan kombinasi kortikosteroid dengan reseptor
antagonis 5-Hidrokstiptamin (5-HT3) (ondansentron, sisaprid).

27
2.8 Pencegahan
Prinsip pencegahan adalah mengobati emesis agar tidak terjadi
hiperemesis, pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum dapat dilakukan
dengan beberapa cara, antara lain :
a. Menjelaskan pada pasien bahwa mual dan muntah adalah gejala yang
normal terjadi pada kehamilan muda, dan akan menghilang pada usia
kehamilan 4 bulan.
b. Anjurkan untuk makan dalam jumlah yang sedikit tetapi dengan
frekuensi yang lebih sering
c. Pada saat bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi
dianjurkan untuk makan roti, biskuit dengan teh hangat
d. Hindari makan yang berminyak dan berbau lemak, dan makanan atau
minuman sebaiknya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin.

e. Makan makanan yang mengandung gula sangat dianjurkan untuk


menghindari kekurangan karbohidrat
f. Defekasi yang teratur.

2.9 Penggunaan dan efek samping obat hiperemesis gravidarum

Vitamin B6 (Pyridoxin )
Pyridoxin merupakan koenzym untuk metabolisme asam amino.
Pyridoxin banyak terdapat pada gandum, daging dan sayuran hijau, namun
vitamin ini dapat rusak oleh sinar. Kebutuhan vitamin ini pada keadaan
normal tidak diketahui dengan pasti namun ada yang menyatakan berkisar
antara 1 sampai 2 mg per hari. Vitamin B6 mempunyai peranan penting
dalam metabolisme tryptophan menjadi niacin dan metabolisme beberapa
asam lemak essensial lainnya. Pada wanita hamil ditemukan ekskresi asam
xanthurenic dalam jumlah banyak setelah pemberian trypthopan dan
kelainan ini dikoreksi dengan pemberian pyridoxin. Defisiensi vitamin B6
selain dapat menyebabkan gangguan epitelisasi juga dapat mengganggu
persyarafan seperti lemas, nyeri pada ekstremitas, salit kepala, depresi dan
nausea. Pemberian vitamin B6 pada wanita hamil dengan nausea dan
vomitus adalah 10 – 25 mg tiap kali pemberian sebanyak 3 kali sehari.
Banyak wanita yang memilih vitamin B6 sebagai terapi alternatif
yang natural untuk mengobati nausea dan vomitus pada kehamilan. Bahkan
wanita yang mengkonsumsi multivitamin yang mengandung vitamin B6
pada 6 minggu pertama kehamilannya, lebih sedikit yang mengalami
nausea dan vomitus pada kehamilan secara bermakna.

Dopamin Antagonis
Phenothiazines
Resiko pemberian Phenothiazines pada perkembangan fetus
tampaknya kecil. Phenothiazines pada trisemester pertama tidak
memberikan bukti statistik yang bermakna yang menyatakan adanya
peningkatan terjadinya birth defect, namun terdapat peningkatan angka
kejadian defek pada jantung.
Promethazine
Promethazine adalah obat yang sering digunakan untuk mengobati
hyperemesis. Promethazine tidak berhubungan dengan peningkatan risiko
anomaly kongenital tetapi penggunaan promethazine saat melahirkan dapat
menimbulkan gangguan pernafasan (RDS) pada bayi dan mengganggu
agregasi trombosit dari ibu dan bayi, oleh sebab itu disarankan agar
promethazine tidak digunakan pada wanita yang akan melahirkan dalam
waktu dekat.

Metoclopramide
Metoclopramide adalah obat golongan dopamine reseptor – bloker
yang telah lama dipergunakan untuk mengobati refluks gastroesofageal,
kemoterapi yang menginduksi nausea dan nausea yang berkaitan dengan
paska seksio. Obat ini juga telah dipakai sebagai terapi hiperemesis pada
wanita hamil dan tidak ada data mengenai efek teratogenik pada bayi.
Antihistamin
Antihistamin yang dipakai pada nausea dan vomitus pada
kehamilan antara lain doxylamine, diphenhydramine, dimenhydrinate,
cyclizine, buclizine. Antihistamin tidak terbukti meningkatkan insiden
malformasi kongenital. Meclizine adalah antihistamin piperazine yang
digunakan untuk mengobati vertigo dan motion sickness.

Antagonis HT 3
Ondansetron adalah antagonis selektif serotonin receptor yang
biasa digunakan sebagai antiemesis pada kasus paska operasi, kemoterapi
kanker dan radiasi. Obat ini merupakan anti emetik yang poten dan terbaru.
Belum ada penelitian besar dari penggunaan obat ini pada wanita hamil
dan baru sebatas percobaan pada binatang. Dari beberapa laporan tidak
didapatkan efek yang buruk pada kehamilan walalupun terdapat pemakai
dalam jumlah besar yang berulang pada trimester pertama.

2.10 Diet Hiperemesis Gravidarum


Diet pada hiperemesis gravidarum bertujuan untuk mengganti
persediaan glikogen tubuh dan mengontrol asidosis secara berangsur
memberikan makanan berenergi dan zat gizi yang cukup. Diet hiperemesis
gravidarum memiliki beberapa syarat, diantaranya adalah:
a. Karbohidrat tinggi
b. Lemak rendah
c. Protein sedang
d. Makanan diberikan dalam bentuk kering; pemberian cairan
disesuaikan dengan keadaan pasien, yaitu 7-10 gelas per hari
e. Makanan mudah cerna, tidak merangsang saluran pencernaan,
dan diberikan sering dalam porsi kecil
f. Bila makan pagi dan siang sulit diterima, pemberian
dioptimalkan pada makan malam dan selingan malam.
g. Makanan secara berangsur ditingkatkan dalam porsi dan nilai
gizi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan gizi pasien
Ada 3 macam diet pada hiperemesis gravidarum, yaitu :
a) Diet Hiperemesis I
Diet hiperemesis I diberikan kepada pasien dengan hiperemesis
gravidarum berat. Makanan hanya terdiri dari roti kering, singkong
bakar atau rebus, ubi bakar atau rebus, dan buah-buahan. Cairan
tidak diberikan bersama makanan

tetapi 1-2 jam sesudahnya. Karena pada diet ini zat gizi yang
terkandung di dalamnya kurang, maka tidak diberikan dalam waktu
lama.
b) Diet Hiperemesis II
Diet ini diberikan bila rasa mual dan muntah sudah berkurang. Diet
diberikan secara berangsur dan dimulai dengan memberikan bahan
makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan
bersamaan dengan makanan. Pemilihan bahan makanan yang tepat
pada tahap ini dapat memenuhi kebutuhan gizi kecuali kebutuhan
energi.
c) Diet Hiperemesis III
Diet hiperemesis III diberikan kepada pasien hiperemesis gravidarum
ringan. Diet diberikan sesuai kesanggupan pasien, dan minuman boleh
diberikan bersama makanan. Makanan pada diet ini mencukupi
kebutuhan energi dan semua zat gizi.

2.11 Komplikasi
Diawali dengan mual munta berlebihan sehingga dapat menimbulkan
dehidrasi, tekanan darah turun dan diuresis menurun. Hal ini menimbulkan
perfusi ke jaringan menurun. Oleh karena itu, terjadi perubahan
metabolisme ke arah anaerob yang menghasilkan benda keton dan asam
laktat. Muntah yang berlebihan menimbulkan perubahan elektrolit
sehingga pH darah menjadi tinggi.
Dampak dari semua masalah tersebut menimbulkan gangguan fungsi
organ, organ yang terganggu antara lain :
a. Hepar
Gangguan perfusi O2 pada hepar menyebabkan gangguan fungsi
sel hepar, peningkatan kadar transaminase dan infiltrasi lemak pada
hati (fatty acid oxidative). Perlemakan pada hati ini dapat
menyebabkan kematian dengan angka kematian maternal dan janin
masing-masing 75% dan 85%. Dengan gambaran histopatologi berupa
infiltrasi lemak intraseluler (mikrovesikel) yang distribusinya
sentrilobuler, kecuali hepatosit di daerah periportal yang biasanya
masih tampak normal, juga tidak didapatkan adanya tanda-tanda
nekrosis maupun reaksi inflamasi yang luas.
Gejala klinis yang timbul dapat berupa malaise, anoreksi, nausea,
vomitus, nyeri epigastrik, ikterus, hematemesis dan perdarahan
lainnya, ensefalopati hepatik dan gagal ginjal. Penyakit ini sering
disertai dengan pankreatitis akut dan kadang-kadang disertai juga
dengan toksemia dan koagulasi intra vaskuler (DIC). Biasanya terjadi
partus prematur dan bayinya lahir mati, kematian ibu biasanya terjadi
pada hari ke tiga sampai empat minggu sejak onset, karena
hipoglikemi, ensefalopati, perdarahan, infeksi dan gagal ginjal.11,12
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kenaikan kadar
bilirubin serum (biasanya di bawah 10 mg%), SGOT (biasanya kurang
dan 500 IU), fosfatase alkali, asam urat, amonia dan ureum.
Sedangkan kadar gula darah, albumin, kolesterol dan protrombin akan
menurun. Pada pemeriksaan darah tepi akan didapatkan leukositosis
dan trombositopenia.13,14
b. Ginjal
Komplikasi pada ginjal berupa penurunan diuresis akibat dehidrasi,
sehingga metabolisme seperti asam laktat dan benda keton tertimbun
serta terjadi degenerasi lemak pada tubula kontorti. Gambaran
histopatologi pada ginjal berupa penyempitan tubulus proksimal,
nekrosis sel epitel tubulus proksimal, dan adanya hialin cast di tubulus
distal. Tampak juga degenerasi tubulus proksimal yang mengandung
debris, tetapi membrana basalis utuh.
Gejala klinis berupa oliguria yang dilanjutkan diuresis. Adanya
kerusakan tubulus menyebabkan retensi cairan, sehingga terjadi
uremia, hiperkalemia, edem, ketidakseimbangan elektrolit, asidosis,
peningkatan blood urea nitrogen (BUN) sekitar 25-30mg/dl per-hari,
dan kreatinin kira-kira 2,5mg/dl per-hari. Setelah penyembuhan, epitel
tubulus diganti dengan sel yang belum memiliki kemampuan selektif,
sehingga urin mudah lewat tanpa absorpsi yang mengakibatkan
dehidrasi dan hilangnya elektrolit tertentu.
c. Sistem saraf pusat
Komplikasi pada sistem saraf pusat adalah Ensephalopati Wernicke.
Gejala yang timbul dikenal sebagai trias klasik yaitu paralisis otot-otot
ekstrinsik bola mata (oftalmoplegia), gerakan yang tidak teratur
(ataksia), dan bingung. Komplikasi terjadi sebesar 48% pada
hyperemesis gravidarum.
Tiamin diserap di duodenum dan akan disimpan di dalam tubuh
sekitar 18 hari. Tiamin dikonversi ke dalam bentuk aktif yaitu tiamin
pirofosfat di saraf dan sel glia. Tiamin pirofosfat berfungsi sebagai
kofaktor beberapa jenis enzim, seperti tranketolase, piruvat
dehidrogenase, dan alfa ketoglutarat, yang berfungsi dalam
metabolisme karbohidrat. Fungsi utama enzim ini di dalam otak adalah
dalam metabolisme lemak dan karbohidrat, produksi asam amino, dan
produksi neurotransmitter devirat glukosa. Penurunan fungsi enzim ini
menyebabkan kerusakan dalam metabolisme glukosa di otak yang
mengakibatkan gangguan metabolisme energi sel.
Bila dalam 2-3 minggu asupan tiamin kurang maka otak merupakan
tempat yang akan menunjukan kerusakan sel paling tinggi.
Konsekuensi nya adalah hilangnya gradien osmotik sel yang melintasi
membran. Perubahan biokimia yang paling awal adalah penurunan α-
ketoglutarat dehidrogenase di astrocytes. Astrocytes laktat meningkat
dan terjadi edema, peningkatan konsentrasi glutamat ekstraselular,
peningkatan nitrat oksida, fragmentasi DNA di neuron, produksi adikal
bebas dan peningkatan sitokinin, dan kerusakan pembuluh otak.

d. Komplikasi lain
Ruptur esofagus, robekan Mallory-Weiss pada esofagus,
pneumotoraks dan neuropati perifer. Pada janin dapat ditemukan
kematian janin, pertumbuhan janin terhambat, preterm, berat badan
lahir rendah, kelainan kongenital.2,4

3.10 Prognosis
Gardsby melaporkan semua wanita dengan mual dan muntah pada
kehamilan merasakan awal terjadinya sebelum usia kehamilan 9 minggu.
Jumlah tersebut menurun 30% pada kehamilan 16 minggu. Sepuluh persen
mengalami mual muntah
setelah 16 minggu dan hanya 1% tetap mengalami mual muntah setelah
usia kehamilan 20 minggu.3
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum
sangat memuaskan. Sebagian besar penyakit ini dapat membaik dengan
sendirinya pada usia kehamilan 20-22 minggu. Namun demikian pada
tingkatan yang berat penyakit ini dapat membahayakan nyawa ibu dan
janin.
Kriteria keberhasilan pengobatan dapat ditentukan sebagai berikut:
1. Rehidrasi berhasil dan turgor kulit kembali normal
2. Diuresis bertambah
3. Kesadaran komposmentis
4. Hasil pemeriksaan laboratorium (ketonuria negatif).
Bila keadaan memburuk dilakukan pemeriksaan medik dan psikiatrik,
manifetsasi komplikasi organis adalah delirium, kebutuhan , takikardi ,
ikterus ,anuria dan perdarahan dalam keadaan demikian perlu
dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Dipertimbangkan
dilakukannya terminasi kehamilan apabila:
1. Gangguan kejiwaan
a. Delirium
b. Apatis ,somnolen sampai koma
c. Terjadi gangguan jiwa ensepalopati wernicke
2. Gangguan penglihatan
a. Perdarahan retina
b. Kemunduran penglihatan
3. Gangguan faal
a. Hati dalam bentuk ikterus
b. Ginjal dalam bentuk anuria
c. Tekanan darah menurun
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama pasien : Ny. IS Umur
: 27 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Alamat : Penerokan

No RM : 150076

Status Menikah : Menikah

Tanggal masuk RS : 01-07-2019

Tanggal Keluar RS : 04-07-2019

II. ANAMNESIS
Seorang pasien wanita umur 27 tahun datang ke IGD RSUD HAMBA tanggal
01 juli 2019 pukul 14. 40 WIB.

a. Keluhan Utama:
Mual muntah sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan mual muntah sejak 1 minggu SMRS.
Mual dan muntah terutama dirasakan saat makan dan minum ± >7 x /
hari isi air dan makanan dengan volume ± 1/2-3/4 gelas, biasanya
timbul tiba-tiba saat bangun pagi, berkurang ketika istirahat. Pada
muntahan tidak terdapat darah. Demam (-), nyeri perut di ari-ari
menjalar kepinggang belakang sejak ± 2 minggu SMRS. Selain itu
pasien juga mengeluh terasa lemah anggota badan bagian bawah
hingga tak mampu digerakkan dan melakukan aktivitas sehari-hari,
merasa haus dan bibir terasa kering. Nafsu makan dirasakan menurun
karena pasien takut muntah. BAB hitam kehijauan sejak ± 1 minggu
SMRS dan BAK dirasakan semakin menurun disertai BAK berwarna
teh pekat sejak ± 1 minggu SMRS. Pasien buang air kecil 3x dalam
sehari dengan volume + 200 cc. mata tampak berwarna kuning
dirasakan pasien sejak ± 1 minggu.
Pasien mengaku hamil 5 bulan. HPHT 28/02/ 2018 TP: 07/11/2019
dengan UK 20-21 minggu, Pasien pernah kontrol hamil hanya 2x pada
kehamilan 12-13 minggu dan 15-16 minggu di bidan desa. USG (-).
Pasien menyadari dirinya hamil ketika melakukan test pack.
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat dirawat dipuskesmas Penerokan sebanyak 4x dengan mual
muntah :
a. Rawat I : seminggu sebelum bulan puasa
b. Rawat II : 4 hari setelah pulang rawat pertama
c. Rawat III : 1 minggu setelah pulang rawat ke-2
d. Rawat IV : 2 minggu setelah pulang rawat ke-3
- Riwayat menderita hepatitis sewaktu kecil umur ± 6 tahun, dan minum
obat (+)
- Riwayat muntah darah ± 10cc bercampur liur saat dirawat yang ke-3 di
puskesmas penerokan.
- Riwayat Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-), Penyakit
Jantung (-), paru, hati dan ginjal serta riwayat alergi disangkal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-), Penyakit Jantung
(-), penyakit menular dan kejiwaan dalam keluarga disangkal.
e. Riwayat Ante Natal Care:
Pasien pernah kontrol hamil hanya 2x pada kehamilan 12-13 minggu dan
15-16 minggu di bidan desa. USG (-).
f. Riwayat Minum Obat:
- Riwayat minum obat hepatitis umur ± 6 tahun
- Riwayat minum obat mual muntah selama kehamilan ini. Obat 3
macam didapatkan dari puskesmas penerokan namun pasien lupa nama
obat tersebut.
g. Riwayat Haid:
Menarke usia 12 tahun, siklus teratur 30 hari, selama 5-6 hari,
banyaknya 2-3 kali ganti pembalut/hari dan tidak ada nyeri haid.
h. Riwayat Perkawinan:
1 kali menikah tahun 2015
i. RiwayatKehamilan/ Persalinan/Abortus:
Hamil (G) 2/Persalinan (P) 1/Keguguran (A) 0/Hidup (H) 1
I: Laki-laki, tahun 2015, 3000 gr, normal dengan bidan desa, cukup bulan,
anak hidup sehat.
II: Hamil ini
j. Riwayat KB :
Pasien kb suntik tiap 3 bulan dengan bidan.
k. Riwayat Sosial Ekonomi
Suami bekerja sebagai swasta, ibu sebagai ibu rumah tangga, hasil
kerja suami cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Riwayat
minum alkohol (-), riwayat merokok (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang
b. Kesadaran
Apatis
c. Tanda Tanda Vital
Tekanan Darah :
90/60 mmHg Frek.
Nadi :
120 x / menit
Frek. Nafas : 24 x / menit
Suhu : 37c Afebris
TB : 150cm
BB sekarang : 40 kg
BB sebelum hamil : 48 kg
IMT : 17,7 kg/m2 (underweight)
d. Status Generalis
 Kepala
Mata: konjungtiva anemis +/+, sklera ikterus +/+, mata cekung +/+
nistagmus -/-, diplopia -/-
 Leher
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah
bening
 Thoraks
Paru:

Inspeksi : normochest

Palpasi : fremitus kanan = fremitus kiri

Perkusi : sonor (+/+)

Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-,


wheezing -/-

Jantung :

Inspeksi : ictus kordis tidak terlihat


Palpasi : ictus kordis teraba di RIC V 1
jari medial linea midclaviularis sinistra

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : bunyi jantung S1 dan S2


normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : Status Obstetrikus
 Genitalia : Status Obstetrikus
 Ekstremitas : edema pada kedua tungkai -/-, CRT ± >5 detik, akral
hangat
e. Status Obstretikus
 Muka : Kloasma gravidarum (-)
 Mammae :
Inspeksi : mammae sinistra dan dextra simetris, Hiperpigmentasi areola
mammae (+/+)
Palpasi : teraba tegang, nyeri (-), tidak teraba massa
 Abdomen
Inspeksi : tampak membesar sesuai usia kehamilan, striae
gravidarum(-), scar (-)
Palpasi :

L1 : TFU teraba setinggi pusat, bagian teratas teraba massa besar,


lunak dan bulat

L2 : tahanan terbesar teraba disebelah kanan, bagian-bagian kecil


janin teraba disebelah kiri.

L3 : bagian terbawah teraba massa keras, bulat.

L4 : belum dilakukan,

Auskultasi DJJ =140x/menit


 Genitalia
eksterna:
Inspeksi/palpasi : V/U
tenang
 Genitalia interna
:
Inspekulo : tidak dilakukan
VT : tidak dilakukan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil laboratorium (01/07/2019)
Hemoglobin :
9,4 gr/dl
Hematokrit : 26,5 %
Leukosit : 7,19 3/ul
Trombosit : 230 3/ul
CT/BT : 4/1
Golongan darah :A
GDS : 95 mg/dl

V. DIAGNOSIS KERJA
G2P1A0H1,gravid 20-21 minggu dengan Hiperemesis Gravidarum grade II

RENCANA
 Hemodinamik ibu dan janin stabil:
o Observasi KU, TTV, mual dan muntah
 Perbaikan umum
o IVFD RL+Neurobion
 Atasi emesis
o Ondancentron 4mg 2x1 amp
o Ranitidine 50mg 2x1 amp

o
Sar
an - Elektrolit
- Faal hepar (SGOT/SGPT)
- Tubex
Hasil USG (21/04/2015)

o
Kesan : janin ada, pulsasi (+), ~ 7-8 minggu

Follow Up
Tanggal 22/04/2015 jam 06.30 (Camar 3)
S= mual (+) muntah sudah berkurang hanya keluar air, nyeri pada
ulu hati (+), nafsu makan masih turun, BAK sedikit, pusing (+),
demam (-)
O=
Keadaan umum:
sedang
Kesadaran:
composmentis
TD : 110/70 mmHg N : 96x/i S : 36,4 P
: 21x/i St. Generalis:
Mata : KA (-/-) SI (-/-)
Paru dan jantung : dalam batas normal
Abdomen : I : datar, A: BU(+) normal, Pa : supel, neyri tekan
epigastrium (+), Pe : timpani
St. Obstetri:TFU tidak teraba, NT
(-), NL(-) I= V/U tenang
Io&VT tidak dilakukan
21/04/2015
DPL : 16,12/48,21/13360/412800
Keton : positif (+)
Tes kehamilan : positif (+)
Hasil USG : janin ada, pulsasi (+), ~ 7-8
minggu A=G2P1A0H1,gravid 7-8 minggu dengan HEG tingkat
II dalam perbaikan P= Hemodinamik ibu stabil:
 Obs KU, TTV,
mual, muntah
Manajemen
konservatif:
 Ranitidine 3x1 amp
 Metoclopramid 3x1 amp
 Ondansentro
n 3x1 amp
Nafsu makan :
 Curcuma 2x1 tab
Tanggal 23/04/2015 jam 06.30 (Camar 3)
S= mual (+) muntah (-), nyeri pada ulu hati (+), BAK lancar dan banyak,
pusing (-
), demam (-)
O=
Keadaan
umum: baik
Kesadaran:
composmentis
TD : 120/80 mmHg N : 88x/i S :
36,7 P : 20x/i St. Generalis:
Mata : KA (-/-) SI (-/-)
Paru dan jantung : dalam batas normal
Abdomen : I : datar, A: BU(+) normal, Pa : supel, neyri
tekan epigastrium (+), Pe : timpani
St. Obstetri:TFU tidak teraba,
NT (-), NL(-) I= V/U tenang
Io&VT tidak dilakukan
21/04/2015:
DPL: 16,12/48,21/13360/412800
Keton : positif (+)
Tes kehamilan : positif (+)
Hasil USG : janin ada, pulsasi (+), ~ 7-
8 minggu A=G2P1A0H1,gravid 7-8 minggu + HEG
tingkat II dengan perbaikan P=
Manajemen konservatif:
 Ondansentron 3x1 tab
 Asam folat 2x1 tab
 Vit B complex 2x1 tab
Pasien boleh pulang rawat jalan dengan edukasi sebelumnya.
BAB

IV

PEMB

AHAS

AN

4.1 Diagnosis
Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan hiperemesis gravidarum
karena dari anamnesis ditemukan adanya gejala mual dan muntah yang
berat, dimana keluhan tersebut sampai mengganggu aktivitas sehari-hari
dan pekerjaanya. Muntah tersebut juga menimbulkan komplikasi dehidrasi
karena kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena
muntah sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Pada
pemeriksaan fisik penderita, hal ini ditandai dengan ditemukan mata
cekung, adanya peningkatan frekuensi denyut nadi, lidah terasa kering,
BAK yang sedikit- sedikit dengan frekuensi yang menurun dan turgor yang
menurun pada penderita.
Tanda kehamilan yang didapat pada anamnesis penderita ini adalah
adanya riwayat telat haid sejak tanggal 01 Maret 2015, pasien sudah
melakukan tes kehamilan dengan hasil yang positif. Hiperemesis
gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak
habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak
sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam
hidroksi butirik dan aseton dalam darah yang pada pemeriksaan urin
ditemukan adanya keton positif (+).
Pasien didiagnosis hiperemesis gravidarum tingkat II, karena
penderita tampak lemah, turgor menurun, lidah kering, mata cekung, tensi
turun dan oliguria. Pada pemeriksaan urin didapatkan keton positif. Pada
penderita ini dapat dimasukkan ke dalam tingkat dehidrasi sedang, karena
dalam pemeriksaan didapatkan keluhan haus, pada pemeriksaan fisik
didapatkan frekuensi nadi cepat (104x/menit), pernafasan agak cepat (24
x/menit), mata cekung, turgor kulit agak berkurang dan BAK sedikit.
Salah satu penyebab mual muntah berlebihan adalah gemeli dan
mola hidantidosa, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan USG. Hasil USG
menunjukkan janin tunggal hidup dengan usia kehamila 7-8 minggu.
Pemeriksaan penunjang lain
yang disarankan dalam kasus ini adalah pemeriksaan elektrolit, faal hepar
dan faal ginjal, TSH, T3, dan T4 untuk melihat faktor etiologi, faktor
resiko dan faktor pemberat pada pasien.

4.2 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum grade II dibedakan
menjadi rehidrasi dan koreksi elektrolit, terapi nutrisi, terapi dengan obat-
obatan, dan psikoterapi. Terapi cairan dilakukan untuk mengatasi dehidrasi
dengan pemberian cairan rehidrasi, yaitu rehidrasi inisial dan rehidrasi
rumatan.
Pada pasien ini ditemukan tanda-tanda dehidrasi tetapi hanya
diberikan cairan rumatan sebanyak 1,5 liter dalam 22 jam hari pertama
tanpa diberikan cairan rehidrasi inisial. Seharusnya defisit cairan ini
dikoreksi dalam 2 jam pertama dengan cairan isotonik, misalnya ringer
laktat, ringer asetat atau normal salin. Bila memakai normal salin harus
berhati-hati agar jangan sampai diberikan dalam jumlah yang banyak
karena dapat menyebabkan delusional acidosis atau hyperchloremic
acidosis. Bila diperlukan dapat ditambahkan ion kalium.
Resusitasi dikatakan adekuat bila terdapat parameter seperti
tekanan darah arteri rata-rata 70-80 mmHg, denyut jantung kurang dari
100x per menit, ekstremitas hangat dengan pengisian kapiler baik, susunan
saraf pusat baik, produksi urine baik 0.5-1 ml/kg BB/jam dan asidosis tidak
berlanjut.2
Daldiyono score digunakan untuk menentukan jumlah cairan yang
diberikan, didapatkan score 5 yaitu: muntah (1), Turgor Kulit menurun (1),
mata cowong (2), dan tekanan darah diastolik 60 mmHg (1).Berat badan
pasien adalah 50 kg. Lalu dengan menggunakan rumus maka :
Cairan pemeliharaan yang digunakan adalah Ringer laktat: Dekstrosa
5% = 2
:1. Digunakannya cairan ini adalah selain untuk memenuhi kebutuhan
cairan pasien juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalori pasien.
Digunakan dektrosa, karena pada pasien hiperemesis gravidarum terjadi
oksidasi lemak yang tidak sempurna yang ditandai dengan ditemukannya
benda keton di dalam urin. Selain itu cairan ini bersifat isotonic
hiperosmotik membantu transport cairan intravaskuler menuju intraseluler
sehingga dapat memperbaiki kondisi dehidrasi pasien.

Untuk mengatasi emesis, pada pasien ini diberikan metoklopramid


3x10 mg dan ranitidine 3x50 mg perhari. Menurut algoritma
penatalaksanaan mual dan muntah pada kehamilan, pada pasien mual
muntah dengan dehidrasi, setelah dilakukan rehidrasi, pilihan obat yang
digunakan adalah metoclopramid atau antihistamin H1 tetapi pada pasien
ini diberi metoclopramid dan antihistamin H2.

Pada hari kedua pasien dirawat, pasien diberikan metoclopramid


3x10 mg, ondansentron 3x4 mg dan ranitidine 3x50 mg perhari. Hal ini
tidak sesuai dengan algoritma penatalaksanaan mual dan muntah pada
kehamilan karena seharusnya metoclopramid dan ondansentron tidak
diberikan secara bersamaan. Ondansentron diberikan pada pasien jika
keluhan mual muntah tidak teratasi dengan pemberian metoclopramid atau
antihistamin H1, tetapi cara pemberiannya tidak diberikan secara bersama-
sama. Pada hari ketiga pasien dirawat, anti emetik yang diberikan adalah
ondansentron, hal ini sudah sesuai dengan algoritma penatalaksanaan mual
muntah pada kehamilan.

Pada pasien ini juga diberikan Neurobion (mengandung vitamin B1,


B6, B12). Suplementasi multivitamin secara bermakna mengurangi dan
mencegah insiden hiperemesis gravidarum. Vitamin B1, B6, dan B12,
yang merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme lipid,
karbohidrat dan asam amino. Selain itu pasien juga diberikan asam folat
yang merupakan elemen penting dalam permbentukan dan perkembangan
janin.
Terapi Psikologis dilakukan dengan meyakinkan pasien bahwa
penyakitnya dapat disembuhkan, menghilangkan rasa takut karena
kehamilan, istirahat sementara
dari aktivitas hariannya, serta membantu pasien untuk mengatasi masalah
dan konflik yang mungkin sedang dihadapi oleh pasien. Pada pasien ini
dilakukan monitoring keluhan, tanda vital, berat badan, produksi urine dan
keton urin. Keluhan penderita perlu diperhatikan untuk mencari apakah
masih terdapat keluhan mual maupun muntah pada penderita.
Tanda vital penderita dilihat apakah terjadi penurunan tekanan darah,
peningkatan denyut nadi atau peningkatan suhu tubuh yang merupakan
tanda-tanda dehidrasi. Berat badan penderita perlu ditimbang tiap hari
untuk melihat apakah ada penurunan berat badan karena keluhan yang
dialami oleh penderita. Produksi urine juga dapat digunakan untuk melihat
apakah masih terjadi dehidrasi pada penderita ini.

4.3 Evaluasi Keberhasilan Terapi


Tujuan terapi emesis atau hiperemesis gravidarum adalah untuk
mencegah komplikasi seperti ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan
penurunan berat badan lebih dari 3 kg atau 5% berat badan.1 Jika sudah
terjadi komplikasi, perlu dilakukan tata laksana terhadap komplikasi
tersebut, dimana komplikasi melibatkan organ lain seperti hati dan ginjal.
Penilaian keberhasilan terapi dilakukan secara klinis dan laboratoris.
Secara klinis, keberhasilan terapi dapat dinilai dari penurunan frekuensi
mual dan muntah, frekuensi dan intensitas mual, serta perbaikan tanda-
tanda vital dan dehidrasi serta tidak adanya tanda-tanda komplikasi organ
lain. Parameter laboratorium yang perlu dinilai adalah perbaikan
keseimbangan asam-basa, pemeriksaan faal hati, faal ginjal dan elektrolit.
Pasien dipulangkan setelah 3 hari dirawat dan dianjurkan untuk
rawat jalan. Indikasi pasien pulang pada kasus ini adalah keadaan umum
baik, kesadaran komposmentis, dengan tanda vital dalam batas normal,
tidak ada tanda dehidrasi dan keluhan muntah sudah tidak ada, namun pada
kasus ini dianjurkan untuk pemeriksaan ketonuria ulang sebelum pasien
dipulangkan.
B
A
B

P
E
N
U
T
U
P

Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang


mengganggu aktivitas sehari-hari sebelum usia kehamilan 20 minggu dan
menyebabkan penurunan berat badan, dehidrasi, asidosis, alkalosis dan
hipokalemi. Hiperemesis gravidarum disebabkan interaksi faktor
endokrin, imunologi, gastrointestinal, enzim metabolik, defisiensi nutrisi,
anatomi dan psikologi.
Diagnosis dan penatalaksanaan mual dan muntah dalam
kehamilan yang tepat dapat mencegah komplikasi hiperemesis
gravidarum yang membahayakan ibu dan janin. Tatalaksana
komprehensif dimulai pencegahan, modifikasi diet dan menjaga asupan
cairan. Terapi hiperemesis gravidarum yang utama adalah pemberian
cairan dan perbaikan elektrolit. Terapi farmakologi dapat diberikan jika
dibutuhkan.
Hiperemesis gravidarum sebagian besar dapat membaik dengan
sendirinya pada usia kehamilan 20-22 minggu. Namun, pada tingkat yang
berat penyakit ni dapat membahayakan nyawa ibu dan janin.
Diharapkan agar setiap ibu hamil memeriksakan kehamilannya
secara teratur untuk mendeteksi adanya kelainan yang bisa terjadi pada
masa kehamilan. Mengkonsumsi makanan yang tinggi zat gizi dan
menjaga personal higiene agar tidak terjadi infeksi selama kehamilan
hingga persalinan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar, Rustam, 2001, Sinopsis Obsetri, Jilid I, Jakarta; EGC.
2. Hartanto H. Penyakit Saluran Cerna. Dalam: Cunningham FG.
Obstetric Williams. Edisi ke-21. Jakarta: EGC. 2005. hal 1424-
1425.
3. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Hiperemesis Gravidarum.
Dalam: Ilmu Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; Jakarta;2002; hal. 275-280.
4. Ogunyemi DA, 2012. Hyperemesis Gravidarum. Emedicine.
Available from: http://www.emedicine.com (Accesed : 24 Oktober
2012).
5. Verberg MFG, Gillott DJ dan Grudzinskas JG. 2005. Hyperemesis
Gravidarum, a literature review. Human Reproduction Update.vol
11. No.5. pp. 527-539.
6. Goldberg D, Szilagyi A, Graves L: Hyperemesis gravidarum and
Helicobacter pylori infection: a systematic review. Obstet Gynecol
2007, 110:695-703.
7. Sheehan P. Hyperemesis gravidarum assessment and management.
Aust Fam Physician 2007,36:698-701.
8. Chaterine M, Graham RH and Robson SC. Caring for women with
nausea and vomiting in pregnancy : new approaches. British
Journal of Midwifery, May 2008, Vol 16, No. 5.
9. Asih, Kampono dan Prihartono. Hubungan pajanan infeksi
Helicobacter pylori dengan kejadian hiperemesis gravidarum.
Majlah Obstetri Ginekologi Indonesia. Vol 33, no 3 Juli 2009.
10. Einarson A, Maltepe C, Bukovic R, Koren G. Treatment of nausea
and vomiting in pregnancy: an updated algorithm. Can Fam
Physician 2007, 53 (12):2109-2111.
11. Sherlock S. Diseases of the liver and biliary system. 6th ed. Oxford:
Blackwell Scientific Publications, 1981; 400–5.
12. Dotivas SG, Meeks GR, Phillips O, Momson JC, Walker LA. Liver
disease in pregnancy. Obstetrical and Gynecological Survey 1983;
38: 831–6.
28
29
30
31

Anda mungkin juga menyukai