Anda di halaman 1dari 47

ISSN: 2089-3949

ISSN : 2089-3949
VOL 2

JURNAL PENELITIAN DOSEN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DARWAN ALI

1. Kuat Lentur Balok Komposit Baja-Beton Pasca


Bakar ( Lilis Indriani, ST, MT)

2. Pengaruh Penambahan Serbuk Ban Bekas


TAHUN Terhadap Kinerja Campuran Aspal Panas Jenis Hot
2012 Rolled Sheet (HRS)
(Bagus Subaganata, ST, MT)

3. Studi Erosi Dan Upaya Konservasi Lahan


Sub Daerah Aliran Sungai Barito
Di Kabupaten Barito Selatan ( M. Nur Kamali, ST ;
FX. John David, ST)

FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


UNIVERSITAS DARWAN ALI
VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012
DEWAN REDAKSI
JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DARWAN ALI

1.KETUA : DONNY DJ LEIHITU, ST,MT


2.SEKRETARIS : LILIS INDRIANI, ST, MT
3.ANGGOTA : 1.BAGUS SUBAGANATA, ST, MT
2.SITI NURRAJ’AH WATI, ST
3.BUDI TJAHJONO, SSi, ST
4.MUHAMMAD NUR KAMALI, ST
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah rahmat dan karunia –

Nya sehingga Jurnal dengan judul “Jurnal Penelitian Dosen Fakultas Teknik

Universitas Darwan Ali Volume 2”. dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak

membantu dalam pembuatan Jurnal ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari, meskipun dalam penyusunan Jurnal ini sudah berusaha

semakimal mungkin tetapi tetap tidak luput dari kekurangan, kelemahan dan bahkan

kekeliruan. Oleh karenanya segala kritik dan saran yang bersifat membangun bagi

kesempurnaannya sangat diharapkan dan akan diterima dengan tangan terbuka.

Akhir kata, semoga Jurnal ini bermanfaat bagi kita semua.

Kuala Pembuang, Mei 2012

DEWAN REDAKSI
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

DEWAN REDAKSI ii
DAFTAR ISI iii

1. Kuat Lentur Balok Komposit Baja-Beton Pasca Bakar


(Lilis Indriani, ST, MT)............................................................................... 1

2. Pengaruh Penambahan Serbuk Ban Bekas Terhadap Kinerja


Campuran Aspal Panas Jenis Hot Rolled Sheet (HRS)
(Bagus Subaganata, ST, MT)....................................................................... 7

3. Studi Erosi dan Upaya Konservasi Lahan Sub


Daerah Aliran Sungai Barito di Kabupaten Barito Selatan
(M.Nur Kamali, ST, MT, FX.John David, ST) ............................................ 35
KUAT LENTUR BALOK KOMPOSIT BAJA-BETON
PASCA BAKAR
Lilis Indriani, ST, MT ,Ahmad Tohir, ST
E-mail: indrianililis@yahoo.com

Abstrak
Bangunan sipil terutama bangunan gedung dan jembatan yang mengalami kebakaran akhir – akhir ini
menjadi suatu permasalahan yang harus diselesaikan. Dan untuk menyelesaikan permasalahan ini, salah
satunya adalah dengan mengestiminasi kekuatan sisa yang ada akibat kebakaran tersebut.
Penelitian kuat lentur balok komposit baja-beton pasca bakar tidak lain bertujuan untuk mengetahui
kekuatan sisa yang dimaksud meliputidegredasi kuat lentur dan perilaku balok komposit baja-beton
setelah mengalami kebakaran. Nilai kekakuan (P/Δ), factor kekaukan (EI) dan kapasitas lentur (Mn)
balok komposit baja- beton yang diperoleh dari grafik hubungan beban –lendutan dan grafik momen
kelengkungan dapat memberikan gambaran yang jelas untuk tujuan itu.
Dengan memperhatikan grafik hubungan beban-lendungan dan momen-kelengkungan menunjukkan
bahwa balok komposit baja-beton (concrete-encased beam) yang dibakar pada suhu konstan selama 3
jam akan terjadi penurunan nilai kekakuan pada suhu 200C sebesar 20% dan terus meningkat dengan
bertambahnya temperature. Faktor kekakuan (EI) turun lebih dari 50% pada suhu 200C sampai 400C,
sedangkan kuat lentur(Mn) mengalami penurunan sebesar 13,33% pada suhu 300 C dan 16,67% pada
suhu 400C, akan tetapi pada suhu 200C kuat lentur maksimum masih dapat dipertahankan (kuat lentur
maksimal masih 100%).
Dengan demikian dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa balok komposit baja-beton (concrete-encased
beam) pasca bakar akan mengalami degradrasi kuat lentur seiring dengan kenaikan suhu dan lama
pembakaran. Selain itu dengan bertambahnya temperature, faktor daktilitas balok komposit menjadi turun
terutama daktilitas kelengkungan menunjukkan penurunan yang sangat tajam. Namun demikian pada
kondisi tertentu, balok seperti ini masih memiliki kekuatan dan kekakuan yang memadai sehingga masih
layak untuk difungsikan kembali asalkan deformasi pada beton tidak menunjukkan penurunan yang besar
dan masih dapat diperbaiki.

Keyword: balok komposit, temperature, faktor daktilitas

I. PENDAHULUAN
Dewasa ini, baja komposit lebih sering 1.1 PERUMUSAN MASALAH
digunakan untuk struktur gedung berlantai Balok komposit baja-beton merupakan
banyak dan sebagian untuk struktur jembatan. salah satu elemen struktur yang tersusun
Bangunan gedung dan jembatan tersebut tidak dari berbagai macam material seperti baja,
terlepas dari permasalahan – permasalahan pasir, kerikil, semen dan air. Masing –
karena faktor alam maupun kesalahan dari masing material ini apabila terkena panas
manusia (human error) seperti timbulnya yang tinggi akan bereaksi sesuai dengan
kebakaran. Struktur dengan baja komposit kemampuan menahan panas yang
yang mengalami kebakaran akan mengakibatkan perubahan masing – masing
mengakibatkan kerusakan pada struktur dari zat penyusun materail tersebul dan pada
tingkat yang paling rendah hingga tingkat akhirnya akan mempengaruhi kekuatan
yang (collape). Hal ini dikarenakan elemen struktur secara keseluruhan.
temperature yang tinggi dapat mempengaruhi Elemen struktur komposit baja-beton yang
sifat dan perilaku dari elemen balok atau terkena suhu tinggi akan mengalami
kolom yang pada akhirnya dapat penurunan mutu bahan terutama kekuatan
mempengaruhi perilaku struktur secara desak beton yang sangat berpengaruh pada
keseluruhan. kekuatan lentur balok. Hal ini terjadi
karena kekuatan lentur balok komposit
sangat tergantung dari seberapa besar kuat
desak beton yang terjadi pada tepi atas

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 1
balok selain pengaruh lekatan yang terjadi sampai dengan 540C, modulus elastisitas,
antara baja dan beton. kekuatan leleh, dan kekuatan tarik baja
mengalami laju penurunan maksimum
(Salmon-Johnson, 1992). Selain itu, daya tahan
1.2 TUJUAN PENELITIAN baja terhadap api dari tulangan yang telindung
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: diperlemah oleh konduktifitasnya yang tinggi
a. Mengetahui kuat lentur balok komposit terhadap panas dan kenyataannya bahwa
baja-beton pasca bakar dan kekuatan tulangan akan berkurang banyak
membandingkan dengan kuat lentur pada temperatur tinggi (Wilter, 1987 via
balok komposit baja-beton yang tidak Ibadilhaq dan Jauhari, 1998). Disisi lai,
tebakar. menurut Neville (1987) via Qolyubi dan
b. Mengetahui hubungan momen- Rahmani (1998), beton menunjukkan kenaikan
kelengkungan dan beban-lendutan pada kuat desak pada temperatur 200C - 300C,
balok komposit baja-beton pasca bakar. tetapi diatas 400C kuat desak hanya mencapai
90% dari kuat desak normal dan maksimum
1.3 BATASAN MASALAH 40% pada suhu 700C. Oleh Mindess hal
Pada penelitian ini dilakukan pembatasan tersebut dibuktikan bahwa kuat desak beton
yaitu: dapat dipertahankan sampai dengan 300C,
a. Penelitian yang dilakukan merupakan uji lebih dari itu kuat desak beton akan menurun.
kuat lentur struktur balok baja komposit Qolyubi dan Rahmani (1998), juga
diselimuti beton. mengatakan penelitian yang dilakukan oleh
b. Balok baja tanpa tulangan sengkang. Carlos Castile dan A.J. durrani (1990),
c. Penutup beton minimal menyimpulkan bahwa pemanasan pada
temperatur 100C sampai 400C akan
menyebabkan kuat tekan beton berkurang 15%
2. TINJAUAN PUSTAKA
sampai 20%. Pemanasan antara suhu 400C
2.1 Pengertian Balok Komposit
sampai 600C akan menyebabkan kekuatan
Gere & Timoshenko (1984), menyatakan
beton naik sekitar 8% sampai 13%. Pemanasan
bahwa batang struktural yang didesain untuk
menahan gaya – gaya yang bekerja dalam arah diatas 600C menyebabkan kekuatan beton
transversal terhadap sumbunya disebut balok akan turun kembali sekitar 30%.
(beam)
Menurut Salmon & Johnson (1991), aksi 2.3 Pengaruh Lekatan Pada Balok Komposit
struktur komposit pada balok baja yang dicor Perubahan temperatur pada balok komposit
secara monolit dalam bentuk memilik interaksi dapat menyebabkan sifat lekatan antara baja
yang baikantara balok baja dan beton, selain dan beton menjadi berkurang. Perbedaan
itu lekatan ini tergantung pada interaksi antara angka muai yang tidak terlalu besar antara bja
baja dan beton. dan beton pada suhu kamar akan sangat
Dengan demikian yang dimaksud balok berpengaruh bila suhu terus dinaikkan sampai
komposit (composite beam) adalah batang kedua bahan mengalami degradasi yang
struktural yang mendukung gaya – gaya arah maksimum. Sebab pada suhu yang relatif
trasversal terhadap sumbunya dimana tinggi, baja akan mengalami pemuaian yang
kekuatannya tergantung pada interaksi lebih besar dibandingkan yang terjadi pada
mekanis diantara dua atau lebih bahan yang beton. Angka muai yang besar akibat kenaikan
berbeda. suhuini menyebabkan baja dan beton akan
mengalami slip relatif seiring dengan
2.2 Perilaku Baja Dan Beton Pada Temperatur pertambahan beban yang pada akhirnya
Tinggi mempengaruhi kekuatan balok komposit.
Sifat – sifat baja dan beton dipengaruhi oleh Selain pengaruh suhu, lakatan yang terjadi
suhu. Pada suhu yang sama dengan yang pada baja dan beton juga dipengaruhi oleh
dijumpai pada kebakararan., kekuatan dan adhesi bahan dan luas bidang lekatan.
modulus elastisitas berkurang (Mark fintel, Supaya sebuah gelagar dan slab beton dapat
menjadi satu kesatuan, kedua material harus
1987). Pada temperatur tinggi sekitar 430C
disambung sedemikian rupa sehingga geseran

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 2
longitudinal (membujur) bisa disalurkan Akibat dari naiknya temperatur pada balok
diantara keduanya. Apabila gelagar baja komposit mengakibatkan kekuatan dan
dibungkus sepenuhnya dengan beton kekakuan balok komposit pasca bakar dalam
(concrete-encased beam), maka tidak perlu menerima beban menjadi berkurang. Ini dapat
dipakai alat penyambung mekanis, karena terjadi karena kekuatan balok komposit sangat
geseran membujur bisa disalurkan sepenuhnya tergantung pada kekuatan beton yang
oleh ikatan antara baja dan beton dan jika menerima tekan atau bergantung pada niali fc’
gelagar baja tidak dibungkus sepenuhnya yang dipengaruhi oleh perubahan temperatur.
dengan beton maka perlu dipakai penghubung Dari hubungan persamaan kekauan balok
geser (shear connector) dapat diketahui bahwa semakin besar lendutan
yang terjadi maka nilai kekakuan balok
2.4 Grafik Hubungan Beban – Lendutan Balok menjadi berkurang dengan demikian kekuatan
Komposit balok dalam menerima beban juga semakin
Hubungan beban – lendutan balok komposit kecil.
berdasarkan penelitian Brian Uy & Mark
Andrew Bradford (1995), ditunjukkan pada
3. METODE PENELITIAN
Gambar 2.1 .
Penelitian kuat lentur balok komposit baja-
beton pasca bakar menggunakan benda uji
berupa delapan buah balok komposit dengan
variasi suhu 200ºC, 300ºC, 400ºC dan tanpa
pembakaran sebagai pembanding.
3.1 Bahan – Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan secara umum
adalah:
a. Pasir
Digunakan pasir dengan berat jenis 2,74
Kg/cm³ dengan Modulus Halus Butir
(MHB) sebesar 2,64.
b. Semen
Gambar 2.1 Hubungan Beban (P) dan
Digunakan semen Portland Tipe I Merk
Lendutan () Balok Komposit
Gresik dengan berat jenis 3,15 Kg/cm³.
c. Air
Berdasarkan landasan teori yang ada maka
Air diambil dari Laboratorium Beton.
dapat dibuat suatu hipotesa grafik hubungan
beban lendutan seperti pada Gambar 2.2 d. Agregat
Digunakan Agregat batu belah dengan
berat jenis 2,63 Kg/cm³
e. Baja Profil
Digunakan profil INP 10, dengan ukuran
h = 100 mm, bf = 55 mm, tw = 4 mm, tf
= 5 mm, dengan mutu baja A36.
3.2 Benda Uji
Digunakan balok skala penuh dengan ukuran
(14x18x200) cm, dibuat sebanyak delapan
buah dengan perlakuan sebagai berikut:
Gambar 2.2 Hubungan Beban (P) dan a. Dua buah dibakar selama 3 jam pada
Lendutan () Balok Komposit temperature 400ºC
Pasca Bakar

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 3
b. Dua buah dibakar selama 3 jam pada Tabel 4.1 Pengamatan Visual
temperature 300ºC
c. Dua buah dibakar selama 3 jam pada
temperature 200ºC
d. Dua buah tanpa melalui proses
pembakaran (sebagai pembanding)

3.3 Peralatan Penelitian


Untuk kelancaran penelitian diperlukan
beberapa peralatan penelitian yang digunakan
sebagai sarana untuk mencapai maksud dan
tujuan penelitian.
Adapun alat – alat yang digunakan adalah:
a. Hidraulic Jack
b. Dukungan roll dan sendi 4.2 Hasil Uji Kuat Lentur Balok Komposit
c. Mesin uji kuat desak Baja-Beton (Hubungan Beban dengan
d. Mesin uji kuat tarik Lendutan)
e. Timbangan Dari data – data yang dihasilkan dari
f. Penggetar pengujian balok komposit, dibuat grafik
g. Ayakan hubungan beban dan lendutan dengan variasi
h. Mesin Pengaduk Beton suhu seperti yang ditunjukkan pada Gambar
i. Loading Frame 4.1.
j. Dial Gauge
k. Mistar dan Kaliper
l. Cetok dan talam baja
m. Tungku Pemanas
n. Thermokopel
o. Kerucut Abrams
p. Cetakan benda uji

3.4 Tahap Pelaksanaan Penelitian


Tahapan dalam pelaksanaan ini adalah:
a. Persiapan
b. Pembuatan benda uji
c. Tahap perawatan Gambar 4.1 Hubungan Beban Lendutan
d. Persiapan peralatan Balok Komposit
e. Pembakaran model balok
f. Pengujian kuat desak beton
g. Pengujian kuat tarik baja profil
h. Pengujian model balok Dengan grafik beban (P) dan lendutan ()
maka dapat diperoelh nilai kekuatan dan
4. HASIL DAN PEMBAHASAN kekakuan balok normal dan balok komposit
4.1 Hasil Pembakaran Balok Komposit pasca bakar. Selain itu, untuk mendapatkan
Pembakaran balok uji dilakukan dengan gambaran yang lebih jelas mengenai
variasi suhu 200ºC, 300ºC dan 400ºC dibakar penurunan atau peningkatan kekuatan pada
selama 3 jam, terdapat juga balok uji tanpa kondisi plastis terhadap kondisi elastis
bakar (suhu ruang) sebagai pembanding. maupun keliatan (ductility) balok komposit
Kemudian dilakuakn pengamatan visual dibuat grafik hubungan beban-lendutan non-
untuk mengetahui perubahan fisik benda uji, dimensional seperti yang ditunjukkan pada
yaitu ditandai dengan adanya perubahan Gambar 4.2
warna dan retak –retak yang terjadi pada
benda uji, haasilnya disajikan dalam table 4.1

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 4
kuat lentur dan nilai kekakuan dari balok
komposit yang mengalami kebakaran.
Kekuatan balok komposit baja-beton pasca
bakar dengan variasi suhu dan pembakaran
selama 3 jam dapat dijabarkan sebagai
berikut:
a. Pada suhu 200ºC yang dijaga konstan
selama 3 jam mengalami penurunan kuat
luluh sebesar 10% dan penurunan nilai
kekakuan sebesar 20,08%. Akan tetapi
pada kondisi plastis (ultimate) masih
memiliki kekuatan 100%
b. Pada suhu 300ºC yang dijaga konstan
Gambar 4.2 Hubungan Beban Lendutan
selama 3 jam mengalami penurunan kuat
Non Demensional Balok
luluh sebesar 20% dan penurunan nilai
Komposit
kekakuan sebesar 30,77%.
c. Pada suhu mencapai 400ºC kemudian
Dari hasil pengamatan grafik hubungan beban dibiarkan menurun selama 3 jam
dan lendutan pada Gambar 4.1 dapat sehingga mencapai suhu 125ºC
disimpulkan dalam Tabel 4.2. mengalami penurunan kekuatan sebesar
20% dan penurunan nilai kekakuan
Tabel 4.2 Analisa data hubungan beton sebesar 23,94%.
dengan lendutan Kejadian ini menunjukkan bahwa balok
komposit baja-beton (concrete-encased
beam) pasca bakar akan mengalami degradasi
kekuatan dan kekakuan yang terus meningkat
dengan bertambahnya temperature akibat
kebakaran. Selain itu, balok seperti ini akan
menunjukkan nilai kekakuan yang
relatifnlebih besar pada suhu 400ºC yang
bekerja dalam tempo relative singkat
4.3 Kuat Lentur Sisa Ditinjau dari Hubungan
dibandingkan pada suhu 300ºC tetapi bekerja
Beban dan Lendutan
dalam tempo yang cukup lama (3 jam)
Hubungan beban (P) dan lendutan () yang
diperoleh dari penelitian merupakan nilai
5. PENUTUP
kekakuan dari balaok komposit. Nilai
5.1 Kesimpulan
kekakuan ini didapat dari perbandingan P dan
Balok komposit baja-beton (concrete-encased
 (P/). Besarnya nilai kekakuan yang beam) yang mengalami kebakaran pada suhu
berbeda-beda yang menunjukkan bahwa 200ºC sampai dengan 400ºC selama tiga jam
balok komposit yang mengalami kebakaran dari penelitian ini mempunyai prilaku sebagai
secara umum memiliki perilaku yang berikut:
berbeda-beda pula.
Untuk memperoleh kuat lentur sisa yang
1. Balok komposit baja-beton akan
diakibatkan oleh kebakaran dengan beberapa mengalami retak yang disebabkan oleh
variasi suhu, maka sebagai nilai banding temperature. Retak rambut mulai terjadi
digunakan balok komposit yang tidak dibakar pada suhu 200ºC kemudian terus
dan diuji pada temperature ruang dianggap meningkat menjadi retak struktur dengan
mempunyai nilai kekuatan lentur dan arah cenderung vertical terhadap sumbu
kekakuan 100%. Sedangkan balok yang balok akibat berat sendiri pada suhu
mengalami kebakaran akan diketahui nilai 300ºC dan 400ºC.
kuat lentur dan kekakuannya dalam prosen 2. Degradasi kekuatan balok komposit baja-
(%). Dari hasil perhitungan tersebut dapat beton dipengaruhi oleh temperature dan
diperoleh angka kenaikan atau penurunan lama pembakaran. Semakin tinggi
temperature, kuat lentur dan kekakuan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 5
balok dalam menerima beban juga mengetahuidistribusi tegangan dan regangan
semakin kecil. yang terjadi.
3. Kuat lentur balok komposit baja-beton 4. Pada saat pengujian perlu diperhatikan
(Concrete-encased) pasca bakar masih ketelitian dan kecermatan pengamatan dalam
dapat dipertahankan ssmpai suhu 200ºC membaca dial pembebanan dan munculnya
selama 3 jam kemudian akan terus retak sehingga didapat data yang valid.
menurun sesuai dengan kenaikan 5. Disarankan untuk penelitian selanjutnya
temperature dan lama pembakaran. untuk balok komposit baja-beton (concrete-
4. Lama pembakaran sangat mempengaruhi encased beam) agar menggunakan tulangan
nilai kekakuan balok komposit baja- sengkang minimal sehingga dapat mencegah
beton, seperti yang ditunjukkan balok terjadinya spalling pada beton lebih awal.
komposit yang dibakar pada suhu 400ºC 6. Perlu diteliti lebih lanjut perilaku balok
menunjukkan kekakuan yang lebih besar komposit baja-beton pasca bakar terutama
dibandingkan dengan balok komposit kuat geser dan kemampuannya menahan
yang dibakar pada suhu 300ºC, hal ini punter (torsi).
disebabkan pada saat mencapai suhu
400ºC lama pembakaran hanya DAFTAR PUSTAKA
dipertahankan kurang lebih selama 15
menit sedangkan balok yang dibakar Amat Qolyubi, (1998), Pengaruh Variasi Suhu
pada suhu 300ºC dipertahankan selama 3 Pembakaran dan Perlakuan Beton Pasca
jam. Bakar Terhadap Penurunan Kuat Desak
5. Balok komposit baja-beton (concrete- Beton, FTSP-UII, Yogyakarta.
encased beam) pasca bakar yang tidak
dikekang (unconfind) akan mengalami Anas Ibadilhaq, (1998), Pengaruh Pembakaran
penurunan factor kekakuan rata – rata Terhadap Kuat Lentur Balok Beton
lebih dari 50%. Bertulang dengan Variasi Tebal Selimut
6. Dengan bertambahnya temperature, Beton, FTSP-UII, Yogyakarta.
balok komposit baja-beton akan
mengalami penurunan faktor daktilitas Bryan Uy, Mark Andrew Bradford (1995),
yang menyebabkan kemampuan balok Ductility of Profiled Composite Beam,
dalam menerima beban juga semakin Journal of Structural Engineering.
kecil.
Charles G. Salmon, John E. Johnson (1991),
5.2 Saran Struktur Baja Desain dan Perilaku, Gramedia
Untuk memperoleh gambaran yang lebih luas Pustaka Utama, Jakarta.
tentang kuat lentur balok komposit baja
diselimuti beton pasca bakar, dikemukakan E.P.Popov, (1984), Mekanika Teknik, Erlangga,
saran ebagai berikut: Jakarta
1. Pada waktu pembuatan sampel atau
pengecoran perlu diperhatikan nilai slump F. Chen, T.Atsuta, (1976), Theory of Beam-
dan perbandingan jumlah material yang telah Columns, McGraw-Hill, Inc.
ditentukan serta pengawasan yang ketat pada
waktu pengecoran sehingga diperoleh kuat Gere, Timoshenko, (1987), Mekanika Bahan,
tekan beton yang diharapkan. Erlangga, Jakarta.
2. Pada saat pembakaran, balok diberi beban
sehingga mendekati keadaan struktur yang Istimawan Dipohusodo, (1994), Struktur Beton
sebenarnya. Bertulang, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
3. Pada penelitian ini hanya menggunakan data
lendutan balok, sehingga belum dapat Kardiyono Tjokro Dimulyo, (1995), Teknologi
diketahui diagram regangan dan tegangan Beton, FTSP-UGM, Yogyakarta
yang terjadi pada balok pasca bakar.
Disarankan pada penelitian yang akan dating,
Mark Fintel, (1987), Buku Pegangan Tentang
dipasang strain gauge pada balok untuk
Teknik Beton, Pradnya Paramita

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 6
JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 7
PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN BEKAS TERHADAP
KINERJA CAMPURAN ASPAL PANAS JENIS HOT ROLLED SHEET (HRS)

Bagus Subaganata, S.T., M.T.


(Staf Pengajar Universitas Darwan Ali)

Fakultas Teknik
Program Studi Teknik Sipil
Yayasan Wijaya Kusuma
Universitas Darwan Ali (UNDA) - Kuala Pembuang (Kab. Seruyan). E-mail: Muatthor@yahoo.com

Abstrak

Jalan sebagai bagian dari prasarana perhubungan darat mempunyai kedudukan dan peranan yang
sangat penting terhadap pembangunan dan pengembangan wilayah. Salah satu cara pengembangan
jalan adalah dengan meningkatkan kualitas dari kondisi fisik jalan yang mendukung lancarnya
pergerakan transportasi. Kondisi fisik jalan dapat ditingkatkan dengan merencanakan kualitas jalan
yang diinginkan sedemikian rupa sehingga tahan terhadap kerusakan-kerusakan yang timbul di
permukaan jalan akibat hantaman, gesekan beban roda kendaraan yang lewat di atasnya dan cuaca.
Upaya untuk mencapai kriteria tersebut dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kinerja
campuran aspal tersebut, misalnya dengan zat tambah (additive). Bahan tambah (additive) yang sering
digunakan seperti aboccel, roadcel, cellulose fibres, tafpack-super merupakan bahan tambah yang
harganya masih relatif mahal sehingga secara keseluruhan kurang ekonomis, untuk itu perlu dicari suatu
material yang sedapat mungkin bisa merupakan produk lokal dan ekonomis.

Penelitian ini mencoba bahan tambah lokal yaitu ban bekas yang diparut atau disebut serbuk ban
bekas. Karena ban bekas merupakan bahan buangan padat yang tentunya akan menimbulkan masalah
bagi lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Bila material ini dapat digunakan sebagai bahan
tambah pada campuran aspal panas jenis Hot Rolled Sheet (HRS) maka banyak masalah yang sekaligus
dapat terpecahkan.

Hasil Penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa dengan kadar aspal optimal (6,5%) pada
campuran HRS berdasarkan pemeriksaan Marshall. Serbuk Ban Bekas dengan nilai 3,5% dapat
menghasilkan stabilitas 1576.722 Kg, flow 4.067 mm, rongga udara 3.056 %, rongga terisi aspal
80.746% dan hasil bagi Marshall 3.801 KN/mm. Dengan hasil tersebut disarankan menggunakan ban
bekas dengan prosentase yang tepat, dengan harapan mampu memberikan Stabilitas yang Tinggi.

Kata Kunci : Kadar Aspal Optimum, Serbuk Ban Bekas berbeda Proporsinya

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 7
PENDAHULUAN 1.2 Rumusan Masalah

1.1 Latar Belakang Berdasarkan latar belakang di atas


maka dapat disusun rumusan masalah
Jalan sebagai bagian dari prasarana
sebagai berikut:
perhubungan darat mempunyai kedudukan
dan peranan yang sangat penting terhadap 1. Apakah ban bekas memenuhi
pembangunan dan pengembangan wilayah. persyaratan sebagai bahan tambah
Salah satu cara pengembangan jalan adalah (additive) pada campuran aspal panas
dengan meningkatkan kualitas dari kondisi jenis Hot Rolled Sheet (HRS) ?
fisik jalan yang mendukung lancarnya 2. Bagaimana pengaruh penambahan ban
pergerakan transportasi. Kondisi fisik jalan bekas sebagai bahan tambah (additive)
dapat ditingkatkan dengan merencanakan terhadap test Marshall pada campuran
kualitas jalan yang diinginkan sedemikian aspal panas jenis Hot Rolled Sheet
rupa sehingga tahan terhadap kerusakan- (HRS) ?
kerusakan yang timbul di permukaan jalan
akibat hantaman, gesekan beban roda 1.3 Batasan Masalah
kendaraan yang lewat di atasnya dan cuaca.
Upaya untuk mencapai kriteria Adapun batasan masalah dalam
tersebut dapat dilakukan dengan cara penelitian ini adalah:
meningkatkan kinerja campuran aspal
tersebut, misalnya dengan zat tambah 1. Penelitian dibatasi pada aspal campuran
(additive). Bahan tambah (additive) yang panas jenis Hot Rolled Sheet (HRS)
sering digunakan seperti aboccel, roadcel, atau setara dengan Lapis tipis aspal
cellulose fibres, tafpack-super merupakan beton (Lataston).
2. Hanya menitikberatkan pada penelitian
bahan tambah yang harganya masih relatif
mahal sehingga secara keseluruhan kurang laboratorium.
ekonomis, untuk itu perlu dicari suatu 3. Aspal yang digunakan adalah aspal
material yang sedapat mungkin bisa keras penetrasi 80/100.
merupakan produk lokal dan ekonomis. 4. Agregat kasar, agregat halus dan bahan
pengisi (filler) berasal dari Kecamatan
Penelitian ini mencoba bahan tambah Bukit Batu, Tangkiling.
lokal yaitu ban bekas yang diparut atau 5. Pemeriksaan sifat-sifat fisik agregat
disebut serbuk ban bekas. Karena ban bekas berdasarkan metode dan standar dari
merupakan bahan buangan padat yang Bina Marga, ASTM (American Society
tentunya akan menimbulkan masalah bagi for Testing and Material) dan
lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. AASHTO (American Association of
Bila material ini dapat digunakan sebagai States Highway and Transport Official
bahan tambah pada campuran aspal panas ).
jenis Hot Rolled Sheet (HRS) maka banyak 6. Pemeriksaan sifat kimia tidak ditinjau.
masalah yang sekaligus dapat terpecahkan. 7. Ban yang digunakan adalah ban bekas
mobil, yang diperoleh dari bengkel-
Dari hasil penelitian ini diharapkan bengkel kendaraan bermotor di sekitar
diperoleh alternatif bahan tambah kota Palangkaraya.
(additive) yang murah serta mudah didapat 8. Ban bekas diparut lolos saringan #16.
dibanding dengan bahan tambah (additive) 9. Perancangan campuran menggunakan
yang sering digunakan, sehingga dapat metode Asphalt Institute.
membantu memecahkan masalah-masalah
yang terjadi pada perkerasan jalan. 1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah :

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 8
1. Dapat memberikan masukan pada tergantung dari kekuatan atau stabilitas
instansi terkait dan para peneliti bahan mortarnya.
tambah (additive) aspal bagi
Jenis lapis permukaan ini umumnya
perkembangan perkerasan lentur jalan
dilaksanakan pada jalan yang telah beraspal
raya.
dengan ketentuan sebagai berikut :
2. Memperkenalkan ban bekas dalam
bidang rekayasa bahan konstruksi a. Jalan stabil dan rata/dibuat rata.
sebagai alternatif bahan tambah b. Jalan yang mulai retak-retak atau
(additive) pada campuran aspal. mengalami degradasi permukaan.
Lapisan ini berhubungan langsung
dengan roda kendaraan sehingga harus
1.5 Tujuan Penelitian
memenuhi kriteria sebagai berikut :
Tujuan yang hendak dicapai pada a. Mempunyai koefisien gesek yang
penelitian ini adalah : cukup untuk menghasilkan tahanan
terhadap roda kendaraan jika terjadi
1. Untuk mengetahui apakah ban bekas
pengereman maupun saat terjadi slip di
memenuhi persyaratan sebagai bahan
tikungan.
tambah (additive) pada campuran aspal
b. Memiliki kerataan permukaan yang
panas jenis Hot Rolled Sheet (HRS).
baik.
2. Untuk mengetahui pengaruh
c. Memiliki kekedapan dan kepadatan
penambahan ban bekas sebagai bahan
yang tinggi untuk melindungi lapisan di
tambah (additive) terhadap test
bawahnya.
Marshall pada campuran aspal panas
d. Mempunyai stabilitas material yang
jenis Hot Rolled Sheet (HRS).
tinggi agar permukaan tidak berubah
bentuk.
LANDASAN TEORI e. Mempunyai daya tahan yang tinggi
terhadap keausan.
2.1 Hot Rolled Sheet (HRS)
2.1.1 Pengertian Hot Rolled Sheet (HRS) Fungsi Hot Rolled Sheet (HRS)
Hot Rolled Sheet (HRS) atau Lapis sebagai lapis penutup adalah mencegah
tipis aspal beton (Lataston) merupakan lapis masuknya air permukaan dalam konstruksi
perkerasan sehingga dapat mempertahankan
penutup yang terdiri dari campuran antara
agregat bergradasi timpang atau senjang, konstruksi sampai tingkat tertentu ( Bina
filler dan aspal keras dengan Marga, 1996).
perbandingan tertentu, yang dicampur Sesuai fungsinya Hot Rolled Sheet
dan dipadatkan dalam keadaan panas (HRS) mempunyai macam campuran yaitu :
dengan tebal 2,5 cm sampai 3 cm ( Bina
a. Hot Rolled Sheet (HRS) sebagai lapis
Marga, 1996).
pondasi, dikenal dengan nama HRS-
Jenis lapis permukaan ini bersifat non Base (Hot Rolled Sheet-Base).
struktural dan digunakan pada jalan yang b. Hot Rolled Sheet (HRS) sebagai lapis
memikul lalu-lintas ringan sampai sedang. aus, dikenal dengan nama HRS-WC
Walaupun bersifat non struktural, lapis (Hot Rolled Sheet-Wearing Coarse).
permukaan ini dapat menambah daya tahan
perkerasan terhadap penurunan mutu, Hot Rolled Sheet (HRS) sebagai lapis
sehingga secara keseluruhan menambah pondasi mengandung lebih banyak agregat
masa pelayanan dari konstruksi perkerasan. kasar, dimana prosedur yang diberikan
Campuran Hot Rolled Sheet (HRS) dalam spesifikasi ini harus benar-benar
merupakan turunan dari Hot Rolled Asphalt diikuti dengan memperhatikan dua faktor
penting yaitu :
(HRA). Secara umum kedua lapisan ini
mempunyai sifat dan karakteristik yang a. Diperolehnya gradasi yang benar-benar
sama dimana nilai stabilitasnya sangat senjang.

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 9
b. Dicapainya ketentuan rongga udara 2.1.2 Karakteristik Hot Rolled Sheet
pada kondisi kepadatan mutlak. (HRS)
Hot Rolled Sheet (HRS) mempunyai
Karakteristik aspal campuran panas
sifat-sifat sebagai berikut :
jenis Hot Rolled Sheet (HRS) dapat
a. Kedap air. diperiksa dengan menggunakan alat
b. Kekenyalan yang tinggi. Marshall atau menurut AASHTO T245-74
c. Awet. dan ASTM D 1559-62 T. Pemeriksaan ini
d. Dianggap tidak mempunyai nilai dilakukan untuk menentukan ketahanan
struktural. Sifat campuran beton terhadap kelelehan plastis dari campuran
aspal jenis AC, HRS, dan SS aspal dan agregat.
sesuai spesifikasi
Karakteristik yang harus dimiliki oleh
Depkimpraswil, 2002 dapat dilihat pada
campuran aspal beton campuran panas
Tabel 2.1 berikut ini.
adalah :
Tabel 2.1 Sifat Campuran Beton Aspal Sesuai
Spesifikasi Depkimpraswil 2002 a. Stabilitas
Stabilitas lapisan perkerasan jalan
Syarat
adalah kemampuan lapisan perkerasan
Jenis Satuan Pen 60 Pen 80 menerima beban lalulintas tanpa terjadi
Pemeriksaa
Mi Mak Mi Mak perubahan bentuk tetap seperti
n
n s n s gelombang, alur ataupun bleeding.
Penetrasi 250 0,1 mm 60 79 80 99 b. Durabilitas (keawetan/daya tahan)
C, 5 detik Durabilitas diperlukan pada lapisan
Titk lembek 0
C 48 58 46 54 permukaan sehingga lapisan permukaan
Titik nyala 0
C 200 - 225 -
mampu menahan keausan akibat
pengaruh cuaca, air dan perubahan suhu
Kehilangan % berat - 0,4 - 0,6 ataupun keausan akibat gesekan
berat
kendaraan.
1630 C, 5
jam c. Fleksibilitas (kelenturan)
Fleksibilitas pada lapisan perkerasan
Kelarutan % berat 99 - 99 -
adalah kemampuan lapisan untuk dapat
dalam CCL4
mengikuti deformasi yang terjadi akibat
Daktilitas Cm 100 - 100 - beban lalu lintas berulang tanpa
250 C,
timbulnya retak dan perubahan volume.
5 cm/menit
d. Tahanan geser (skid resistence)
Penetrasi % 75 - 75 - Tahanan geser adalah kekesatan yang
setelah terhada diberikan oleh perkerasan sehingga
kehilangan p asli
berat
kendaraan tidak mengalami slip baik
diwaktu hujan atau basah maupun
Penetrasi % 55 - 55 - diwaktu kering. Kekesatan gesek
aspal hasil terhada
ekstraksi p asli
dinyatakan dengan koefisien gesek
benda uji antar permukaan jalan dan ban
kendaraan.
Daktilitas Cm 40 - 40 -
aspal hasil e. Ketahanan kelelehan (Fatique
ekstraksi resistence)
benda uji
Ketahanan kelelehan adalah ketahanan
Berat jenis - 1 - 1 - dari lapis perkerasan dalam menerima
250 C beban berulang tanpa terjadinya
Sumber : Sukirman (2003) kelelehan yang berupa alur (rutting)
dan retak.
f. Kedap air (Impermeabilitas)

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 10
Lapisan permukaan dibuat kedap air, diusahakan berbentuk kubus, permukaan
agar air tidak meresap ke dalam partikel yang kasar dan gradasi sesuai yang
struktur perkerasan, sehingga dapat diinginkan.
merusak lapisan yang berada di
Daya dukung, keawetan dan mutu
bawahnya.
perkerasan jalan tergantung dari sifat
g. Kemudahan pelaksanaan (workability) agregat, karena itu agregat harus
Kemudahan pelaksanaan adalah mempunyai kestabilan kimiawi dan dalam
mudahnya suatu campuran untuk hal tertentu harus tahan aus dan tahan
dihampar dan dipadatkan sehingga terhadap perubahan cuaca, keras dan
diperoleh hasil yang memenuhi standar gradasi yang baik.
yang ditetapkan.
Secara umum terdapat perbedaan
mendasar dari sifat campuran agregat
bergradasi baik dan buruk seperti pada
2.2 Bahan Penyusun Campuran Hot
Tabel 2.2 berikut.
Rolled Sheet (HRS)

Bahan yang digunakan untuk Hot Tabel 2.2 Sifat Agregat Campuran
Rolled Sheet (HRS) terdiri dari agregat,
filler dan aspal panas (Bina Marga, 1996). Sifat Gradasi baik Gradasi buruk
Kekuatan campuran Hot Rolled Sheet
(HRS) berasal dari kekuatan mortarnya, Stabilitas Buruk Baik
mortar terbentuk dari campuran agregat
Permeabilitas Baik Buruk
halus, bahan pengisi dan aspal. Untuk
mendapatkan kualitas campuran sesuai
Tingkat kepadatan Buruk Baik
dengan yang diharapkan maka bahan-bahan
tersebut harus diuji dan memenuhi Rongga pori besar sedikit
spesifikasi yang ditetapkan.
Sumber : Sukirman (2003)
2.2.1 Agregat
Agregat/batuan didefinisikan secara Sifat dan kualitas agregat menentukan
umum sebagai formasi kulit bumi yang kemampuannya dalam memikul beban lalu
keras dan penyal (solid). ASTM (1974) lintas. Agregat dengan kualitas dan sifat
mendefinisikan batuan sebagai suatu bahan yang baik dibutuhkan untuk lapisan
yang terdiri dari material padat berupa masa permukaan yang langsung memikul beban
berukuran besar ataupun berupa fragmen- lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan
fragmen (Sukirman,1992). di bawahnya. Agregat yang digunakan
Dilihat dari jenisnya, agregat untuk dalam pekerjaan, proporsinya dibuat sesuai
konstruksi jalan dapat dibedakan atas : dengan rumus campuran kerja yang akan
memiliki kekuatan sisa tidak kurang dari
a. agregat asli (natural) meliputi: pasir, 75% bila diuji untuk hilangnya kohesi
kerikil, batu pecah/belah. akibat pengaruh air (DPU,1997).
b. agregat pabrik (manufactured) meliputi:
letusan gunung berapi dan berbagai Sifat agregat yang menentukan
produk dari tanah lempung atau batu kualitas sebagai bahan konstruksi
sabak . perkerasan jalan dapat dikelompokkan
Di Indonesia pada umumnya agregat menjadi :
yang digunakan dalam lapisan perkerasan, a. Kekuatan dan keawetan lapisan
khususnya campuran aspal panas jenis Hot permukaan, dipengaruhi oleh :
Rolled Sheet (HRS) adalah agregat yang
mengalami proses pengolahan (pemecahan 1). Gradasi
dan penyaringan). Tujuan dari proses ini 2). Ukuran maksimum
adalah untuk memperoleh bentuk bersudut 3). Kadar lempung
4). Kekerasan dan ketahanan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 11
5). Bentuk butir dari campuran agregat halus, bahan
6). Tekstur permukaan pengisih dan bitumen. Fungsi agregat
b. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik, kasar pada aspal panas jenis Hot Rolled
dipengarui oleh : Sheet (HRS) adalah memberikan
1). Porositas kepadatan untuk campuran. Bentuk serta
2). Kemungkinan basah permukaan agregat kasar yang
3). Jenis agregat diinginkan adalah kubus dan tidak bulat
c. Kemudahan dalam pelaksanaan dan agar dapat memberikan kepadatan yang
menghasilkan lapisan yang aman dan maksimum. Agregat yang digunakan
nyaman, dipengaruhi oleh : harus berupa batu pecah (hasil mesin
1). Tahanan geser pemecah/Stone crusher). Agregat yang
2).Campuran yang memberikan dipergunakan dalam penelitian ini adalah
kemudahan dalam pelaksanaan batu pecah yang berasal dari daerah
Agregat/batuan merupakan kom- Bukit Batu Tangkiling, Palangkaraya.
ponen utama dari lapisan perkerasan jalan Persyaratan agregat kasar menurut
yang mengandung 90-95% agregat Standar Nasional Indonesia (SNI) dapat
berdasarkan persentase berat atau 75-85% dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini.
agregat berdasarkan persentase volume. Tabel 2.4 Persyaratan Agregat Kasar Menuru SNI
Dengan demikian daya dukung keawetan
Sifat Agregat Model Persyaratan
dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga Pengajuan
dari sifat agregat dan hasil campuran
Keausan SNI T247 – < 40%
agregat dengan material lain (Sukirman, 90F
1992).
Kelekatan SNI M28– 90F > 95%
Spesifikasi kualitas agregat dapat dilihat terhadap aspal

pada Tabel 2.3 berikut ini. Index BS 812 < 25%


kepipihan
Tabel 2.3 Spesifikasi Kualitas Agregat untuk HRS
Bidang pecah BS 812 Minimum I
No Macam Pengujian Spesifikasi
Penyerapan SNI 1968 – 90F < 3%
1. Berat jenis agregat Min 2,2 gr/cm3 terhadap air
Penyerapan air Mak 3,0% Berat jenis SNI 1968 – 90F Semu > 2,2
2. Keausan Mak 40% gr/cm3
3. Keawetan
a.Kehilangan berat Mak 20% Gumpalan AASHTO T- > 0,25%
4. dengan sodium lempung 112
sulfat
b.Kehilangan berat Mak 20% Bagian lunak AASHTO T- -
dengan percobaan 112
magnesium sulfat
5. Agregat BS 812 -
Kadar lempung Mak 50%
crushing value
Sumber: AASHTO (1982). Soundness AASHT T-104 < 12%
Gradasi SNI 1968 – 90F Tidak
Berdasarkan besar partikel, agregat dapat
dibedakan atas 3 jenis ukuran yaitu : Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1989)

a. Agregat Kasar b. Agregat Halus

Agregat kasar yaitu agregat dengan Agregat halus yaitu agregat dengan
ukuran terkecil yang tertahan saringan #8 ukuran terkecil tertahan saringan # 200
(2,36 mm). Agregat kasar harus terdiri (0,075 mm), lolos saringan #8 (2,36
dari material bersih, keras, awet yang mm). Agregat halus yang dipakai pada
bebas dari kotoran atau bahan yang tidak campuran aspal panas jenis Hot Rolled
dikehendaki. Pada campuran Hot Rolled Sheet (HRS) mempunyai peran yang
Sheet (HRS) persentase agregat kasar cukup penting, karena stabilitas yang
adalah kecil, sehingga agregat kasar dihasilkan oleh campuran diharapkan
mengambang (floating) di dalam adukan saling mengunci (interlocking) antar
butir agar dapat meningkatkan stabilitas

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 12
campuran. Untuk agregat yang Filler berfungsi mengisi pori atau celah
ukurannya cenderung kecil akan untuk mengeraskan selaput aspal yang
mempunyai permukaan yang lebih luas menyelimuti partikel-partikel agregat,
sehingga memerlukan lebih banyak aspal sehingga diperoleh campuran yang
untuk menyelimuti, keadaan ini dapat stabil. Bahan tersebut harus bersih dari
menambah keawetan campuran. bahan yang tidak dikehendaki. Filler
Agregat halus juga dapat berfungsi untuk harus kering dan bebas dari gumpalan –
mengisi ruang antar butir agregat kasar. gumpalan. Pada prakteknya fungsi filler
Bahan ini terdiri dari butir-butir pecah adalah untuk meningkatkan viskositas
atau pasir alam ataupun kombinasi dari dari aspal dan mengurangi kepekaan
keduanya. Kekasaran butir sangat terhadap temperatur.
mempengaruhi stabilitas campuran,
2.2.2 Aspal
dengan permukaan kasar akan
memberikan stabilitas yang lebih tinggi. Aspal adalah material utama pada
Agregat halus yang dipergunakan dalam konstruksi lapis tipis perkerasan lentur jalan
penelitian ini adalah abu batu yang raya yang berfungsi sebagai campuran
berasal dari daerah Bukit Batu bahan pengikat agregat, karena mempunyai
Tangkiling, Palangkaraya. Persyaratan daya lekat yang kuat, mempunyai sifat
agregat halus menurut Standar Nasional adhesif, kadar air dan mudah dikerjakan
Indonesia (SNI) dapat dilihat pada Tabel (Hendarsin,2000). Sifat adhesif yaitu
2.5 berikut. kemampuan aspal untuk mengikat agregat
Tabel 2.5 Persyaratan Agregat Halus Menurut SNI
sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara
agregat dan aspal.
Sifat Agregat Metode Persyaratan
pengujian Komposisi aspal terdiri dari
Nilai sand SNI T176 > 40% aspaltenes dan maltenes. Aspaltenes
equivalent merupakan material berwarna hitam atau
Kelekatan SNI M28 > 95% coklat tua yang tidak larut dalam heptane.
terhadap aspal Maltenes larut dalam heptana merupakan
Index kepipihan BS 812 < 25%
cairan kental yang terdiri dari resins dan
oils.
Penyerapan SNI 1968 –90 < 3%
terhadap air F Kadar aspal yang dibutuhkan campuran Hot
Berat jenis SNI 1968 –90F Semu > 2,2 Rolled Sheed (HRS) relatif lebih besar
3
gr/cm dibanding dengan campuran lainnya, hal ini
Gumpalan AASHTO T-112 > 0,25% terjadi karena aspal yang dipakai untuk
lempung menyelimuti bidang agregat halus dan filler
Batas Atterberg SNI 1968 –90F Non plastis
yang luas dan permukaannya lebih besar.
Aspal yang digunakan pada konstruksi
Soundness AASHTO T-104 < 12%
perkerasan jalan berfungsi sebagai :
Gradasi SNI 1968 –90F Tidak
a. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1989) kuat antara aspal dan agraget ataupun
antara aspal itu sendiri.
c. Bahan pengisi (filler) b. Bahan pengisi, mengisi rongga antara
Bahan pengisi (filler) yaitu butiran butir-butir agregat dan pori-pori yang
sangat halus, minimum 85% lolos ada dari agregat itu sendiri.
saringan #200 (0,075mm) bersifat non Aspal yang digunakan untuk material
plastis yang diperlukan untuk jalan terdiri dari beberapa jenis, yaitu :
mendapatkan suatu gradasi rapat. Filler
dapat berupa abu batu, kapur, semen a. Aspal alam
portland, abu terbang, abu tanur semen Aspal alam di Indonesia ditemukan di
atau bahan mineral non plastis lainnya. pulau Buton, Sulawesi Tenggara dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 13
dikenal dengan sebutan Aspal Buton Blown adalah proses tambahan,
(Asbuton). dimana residu dari penyulingan
vakum dicampur dengan udara pada
Dilihat dari segi fisiknya, maka aspal
suhu 400 C.
alam dapat ditemukan dalam bentuk :
2) Aspal Cair
1) Padat atau batuan yang disebut
Aspal cair adalah campuran antara
sebagai batu aspal, dijumpai di pulau
aspal semen dengan bahan pencair
Buton.
dari hasil penyulingan minyak bumi.
2) Plastis, ditemukan di Trinidad.
Jenis aspal cair tergantung dari jenis
3) Cair, ditemukan di Bermuda dan
pengencer yang digunakan untuk
dikenal sebagai Bermuda Lake
mencampur aspal keras tersebut.
Asphalt.
Aspal cair dapat digunakan seperti
Aspal alam sudah banyak digunakan
halnya aspal padat.
untuk pelapisan konstruksi perkerasan
seperti Lasbutag (Lapis aspal beton Berdasarkan jenis pengencer yang
agregat) dan Latasbum (lapis aspal digunakan untuk mencampur, aspal
beton murni). cair dapat dibedakan atas :
b. Aspal buatan a) Rapid Curing (RC)
Aspal buatan adalah bitumen yang Aspal cair cepat mengeras, yang
merupakan jenis aspal hasil penyulingan merupakan jenis aspal yang akan
minyak bumi yang mempunyai kadar dengan cepat menguap yang
parafin yang rendah. dilarutkan dan dicampur dengan
kerosin (bensin).
Aspal buatan terdiri dari berbagai bentuk
yaitu : b) Medium Curing (MC)
1) Aspal Padat Merupakan aspal yang akan
Merupakan hasil penyulingan mengendap dalam waktu sedang
minyak bumi yang kemudian dan jenis aspal keras yang
disuling sekali lagi pada suhu yang dicampur dengan minyak disel.
sama tetapi dengan tekanan rendah
c) Slow Curing (SC)
sehingga dihasilkan bitumen yang
disebut Strightrun bitumen. Aspal Merupakan aspal yang akan
padat dapat digunakan untuk hampir dengan lambat mengendap dan
seluruh pekerjaan pelaksanaan lapis jenis aspal keras yang dicampur
perkerasan aspal, mulai dari dengan residu dari pengilangan
pelapisan permukaan sampai dengan pertama.
pekerjaan konstruksi perkerasan Aspal cair digunakan untuk
jalan yang bermutu tinggi seperti mempermudah pelaksanaan
Lapis aspal beton (Laston). pekerjaan dan mempersingkat waktu
Jenis aspal padat dapat dibedakan pelaksanaan karena dengan
atas : kecairannya, aspal akan lebih mudah
mengalir diantara batuan yang
a) Straight Run (Bitumen hasil
menyelimuti untuk menghasilkan
langsung)
ikatan antara batu dan aspal.
Jenis ini dibuat dari minyak bumi
3) Aspal Emulsi
yang banyak mengandung aspal dan
Aspal emulsi merupakan aspal cair
sedikit parafin.
yang lebih cair dari aspal cair.
b) Blown Bitumen (Bitumen hasil Umumnya mempunyai sifat dapat
pencampuran udara) menembus pori-pori halus dalam
batuan yang tidak bisa dilalui oleh
aspal cair biasa. Aspal emulsi dapat

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 14
digunakan pada hampir semua dihamparkan dalam beberapa
kegunaan dari aspal padat, bahkan menit.
lebih luas dapat digunakan dimana
c) Slow Setting (SS)
tidak dapat digunakan aspal padat.
Jenis ini digunakan untuk
Aspal emulsi dapat digolongkan
pencampuran dengan stabilitas
menjadi 3 kategori, yaitu :
maksimum, dengan agregat
a) Aspal emulsi amoniak bergradasi padat dan
Aspal emulsi yang diberikan mengandung kadar agregat halus
muatan listrik negatif dan yang tinggi. Jenis SS
umumnya dapat digunakan mempunyai waktu pelaksanaan
untuk melapisi batuan yang yang panjang untuk memastikan
basah dan netral dengan baik. pencampuran agregat padat
Aspal emulsi amoniak terdiri dengan baik.
dari : MC (labil), MS (agak
c. Ter
stabil), MC (stabil).
Ter adalah istilah umum untuk cairan
b) Aspal emulsi kationik
yang diperoleh dari mineral organis
Aspal emulsi yang bermuatan
seperti kayu dan batu bara melalui proses
listrik positif sehingga baik untuk
pemijaran atau destilasi pada suhu tinggi
digunakan melapisi batuan netral
tanpa zat asam. Untuk kontruksi jalan
dan alam seperti batuan adesit dan
digunakan hanya ter yang berasal dari
basal. Aspal emulsi kationik terdiri
batu bara,karena ter kayu sangat sedikit
dari : MCK (bekerja cepat), MSK
jumlahnya. Ter mempunyai bau khusus
(bekerja kurang cepat), dan MLK
karena adanya gugusan –OH seperti
(bekerja lama).
plenol dan cresol
c) Aspal emulsi non ionik
2.3 Spesfikasi Campuran Hot Rolled
Aspal emulsi yang tidak
Sheet (HRS)
bermuatan listrik, karena tidak
mengalami proses ionisasi. Agregat yang digunakan untuk Hot
Rolled Sheet (HRS) sedapat mungkin
Berdasarkankecepatan pengerasan
memenuhi beberapa hal sebagai berikut :
nya aspal emulsi dapat dibedakan :
1. Agregat yang digunakan dalam
a) Rapid setting (RS)
pekerjaan HRS sesuai dengan proporsi
Aspal emulsi tingkatan RS, campuran kerja (Job Mix Formula) yang
direncanakan untuk bereaksi telah direncanakan.
secara cepat dengan agregat
2. Gabungan agregat yang digunakan
dan berubahnya emulsi ke aspal.
dalam pekerjaan harus memenuhi
Biasanya digunakan untuk
kebutuhan gradasi yang disyaratkan.
penyemprotan seperti lapis
agregat, lapis pasir dan pelapisan 3. Umumnya digunakan bahan pengisi atau
permukaan serta macadam. filler ke dalam campuran.
b) Medium Setting (MS) Spesifikasi gradasi agregat yang
digunakan dalam campuran Hot Rolled
Jenis ini direncanakan untuk
Sheet (HRS) dapat dilihat pada Tabel 2.6
pencampuran dengan agregat
berikut.
kasar, karena jenis ini tidak akan
memecah jika berhubungan
dengan agregat sehingga
campuran yang menggunakan
jenis aspal ini akan tetap dapat

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 15
Tabel 2.6 Spesifikasi Gradasi HRS agregat yang tersedia serta bahan pengisi
Ukuran Saringan Persen Lolos (%) untuk menghasilkan fraksi rancangan
1” (25,00 mm) 100 yang diperlukan, maka gradasi masing-
masing agregat yang tersedia harus
¾” (19,10 mm) 97-100
ditetapkan.
½” (12,50 mm) 78-100
Fraksi rancangan harus berada dalam
3/8” (9,500 mm) 60-87 batas-batas komposisi umum pada Tabel
2.7 berikut ini.
# 4” (4,750 mm) 55-80
Tabel 2.7 Fraksi Rancangan Campuran HRS
# 8” (2,369 mm) 52-78 Komposisi Persen Pada
# 30” (0,600 mm) 25-60 Campuran Berat Total
Campur
# 100” (0,150 mm) 8-30
Fraksi agregat kasar
# 200” (0,075 mm) 5-10
(> saringan # 8)
Sumber: Spesifikasi Bina Marga (1989)
Fraksi agregat halus
20-40
Untuk lapisan Hot Rolled Sheet (HRS), (# 8 s/d # 200)
semakin halus gradasi (mendekati batas 47-67
Fraksi bahan
Atas), maka rongga dalam mineral agregat
akan makin besar. pengisi (< Saringan 5-9
# 200)
Ada beberapa hal yang harus 0-1,7
diperhatikan dalam campuran Hot Rolled Absorbsi bitumen
> 6,8
Sheet (HRS) meliputi :
Kadar bitumen
> 7,3
1. Komposisi umum campuran efektif
Campuran aspal pada dasarnya terdiri Kadar bitumen
dari agregat kasar, agregat halus dan
aktual
aspal. Dalam beberapa keadaan,
tambahan dan bahan pengisi diperlukan Sumber: Direktorat Jenderal Bina
untuk menjamin sifat campuran aspal Marga,CQCMU (1988)
yang disyaratkan, tetapi penggunaan 4. Formula campuran kerja (Job mix
filler dibatasi seminimal mungkin. formula)
2. Kadar campuran aspal a. Jumlah total dan kandungan aspal
Kadar campuran aspal harus ditetapkan efektif yang dinyatakan sebagai
sehingga kadar aspal efektif harus tidak persentase berat dari campur total
kurang dari minimum yang disyaratkan. yang ditetapkan pada saat campuran
Nilai kadar aspal yang ditetapkan dikirim ke tempat hamparan harus
berdasarkan atas data uji sesuai dengan dalam keadaan rentang komposisi
persyaratan yang ada. umum dan batas-batas temperatur.
3. Proporsi komponen agregat b. Campuran kerja harus ditetapkan dan
kualitas selanjutnya harus dikontrol
Kemampuan agregat untuk campuran dari segi fraksi rancangan untuk
harus ditetapkan dengan fraksi berbagai agregat.
rancangan (design fraction). Fraksi
rancangan tersebut umumnya tidak sama 5. Penentuan formula campuran kerja dan
dengan proporsi takaran yang diperlukan toleransi Seluruh campuran kerja yang
dari agregat kasar, pasir dan bahan disediakan harus memenuhi formula
pengisi. Dalam menentukan campuran kerja yang ditetapkan dalam
pencampuran yang benar dari beberapa batas rintangan toleransi yang
disyaratkan :
JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 16
a. Toleransi komposisi campuran menghasilkan campuran yang
Gabungan agregat yang lolos homogen.
saringan # 8 (2,36 mm) ± 5% berat 3.2 Serbuk Ban Bekas
keseluruhan. Gabungan agregat yang
lolos saringan # 200 (0,075 mm) ± Serbuk ban bekas merupakan bahan
1,5 % berat campuran keseluruhan. yang diperoleh dari ban yang tidak
b. Toleransi temperatur digunakan lagi, diparut lolos saringan # 16.
Ban bekas merupakan bahan padat dengan
Material yang meninggalkan tempat
pencampuran ± 10º C, material yang kekenyalan dan bersifat lentur. Susunan
diterima ditempat penghamparan ± dari serbuk ban bekas terdiri dari bahan non
10º C. organik yang mempunyai sifat sebagian
besar bahannya tidak mudah membusuk hal
6. Sifat campuran yang diperlukan
ini disebabkan karena memiliki rantai kimia
Pengujian dengan menggunakan alat yang panjang dan kompleks. Serbuk ban
Marshall campuran Hot Rolled Sheet
bekas dapat mencari bila dipanaskan pada
(HRS) harus memenuhi persyaratan yang
ditentukan dalam Tabel 2.8 berikut ini. suhu tertentu dan mempunyai nilai rekat
pada keadaan tersebut. Unsur kimia
Tabel 2.8 Persyaratan Sifat Campuran
dominan yang terdapat pada serbuk ban
No Sifat Campuran Batas-batas Sifat bekas adalah Sulfur (S) sebesar 0,455%;
Silika (SiO2) sebesar 0,422 %; Karbon (C)
1. Rongga udara 4-6%
sebesar 94,83 % dengan berat jenis 0,94695
2. Hasil bagi Marshall 1-4 KN/mm (Kusumawati, 2001).

3. Stabilitas Marshall 450-850 kg 3.3 Hasil Penelitian Sejenis

4. Rongga terisi aspal 75-85% Penelitian mengenai bahan tambah


(additive) dalam bidang rekayasa bahan
5. Kelelehan (flow) 2,0-4,5 mm
konstruksi sudah banyak dilakukan.
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1989)
Menurut Oemar (1996), meneliti
tentang penggunaan aspal karet untuk
TINJAUAN PUSTAKA
perkerasan jalan, dalam penelitian tersebut
diperoleh hasil dengan penambahan aspal
3.1 Bahan Tambah (additive)
karet sebesar 1000 gram campuran sudah
memenuhi syarat untuk lapisan perkerasan
Bahan tambah (additive) adalah jalan dengan stabilitas sebesar 1089.441 kg
bahan penambah di dalam campuran pada kadar aspal optimum 5 %.
aspal yang berfungsi untuk Menurut Saleh (1996), meneliti
meningkatkan konstruksi perkerasan tentang penambahan semen pozzolan
jalan dan juga untuk meningkatkan terhadap karakteristik kekuatan campuran
aspal, dalam penelitian tersebut diperoleh
stabilitas sehingga jalan semakin kuat.
hasil dengan penambahan semen pozzolan
Penggunaan bahan tambah (additive) sebesar : 0 %, 1 %, 2 % ,3 %, 4 % semua
juga dapat meningkatkan daya adhesi tingkatan kadar aspal sebesar : 4,0 %; 4,5
atau mengurangi pengelupasan %; 5,0 %; 5,5 %; 6,0 % masih dalam batas
(DPU,2001). Persentase bahan tambah izin, stabilitas tertinggi sebesar 700,78 kg
(additive) yang diperlukan dicampur pada kadar aspal optimum sebesar 4,75 %.
ke dalam bahan aspal sampai merata Menurut Isya M. dkk (2000),
dengan waktu yang sedemikian hingga meneliti tentang karakteristik kekuatan
campuran aspal beton dengan bahan tambah
JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 17
Urea Formaldehyde, dalam penelitian 2) Ban bekas diparut dengan
tersebut diperoleh hasil dengan menggunakan pemarut kelapa
penambahan Urea Formaldehyde dapat sampai lapisan yang
meningkatkan berat jenis aspal, kekerasan memungkinkan untuk diparut
aspal dan mengurangi kepekaan aspal sehingga diperoleh serbuk ban
terhadap temperatur, meningkatkan bekas dalam bentuk butiran-butiran.
kestabilan dan kekuatan campuran aspal 3) Serbuk ban bekas disaring, lolos
beton, tahan terhadap perubahan cuaca dan saringan # 16
pembebanan lalu lintas, dengan stabilitas b. Alat terdiri dari : saringan, penguji
tertinggi sebesar : 1806,90 kg abrasi (keausan), penguji berat
penambahan Urea Formaldehyde 3,0 % jenis, pengering agregat, pengukur
pada kadar aspal optimum 5,98 %. suhu, pencampur, pemisah agregat
dan penguji sampel serta alat untuk
Menurut Yuanda. dkk (2002),
memarut ban bekas (digunakan
meneliti tentang pengaruh penambahan
pemarut kelapa karena belum
solibit terhadap kinerja Hotmix, dalam
adanya alat khusus)
penelitian tersebut diperoleh stabilitas
2. Pemeriksaan sifat-sifat fisik agregat
tertinggi sebesar 1427 Kg dengan
meliputi pengujian berat jenis dan
penambahan solibit 7,5 % pada kadar aspal
penyerapan, gradasi, keausan dan kadar
optimum 7,0 %.
lempung .
METODE PENELITIAN 3. Penentuan proporsi terhadap total
agregat dengan menggunakan metode
4.1 Umum
diagonal meliputi proporsi batu pecah,
Metode penelitian yang digunakan abu batu, pasir dan serbuk ban bekas.
adalah metode uji laboratorium dan untuk 4. Penentuan proporsi terhadap total
ban bekas menggunakan data sekunder. campuran dan variasi kadar aspal.
Untuk memenuhi tujuan penelitian tersebut, 5. Variasi penambahan serbuk ban bekas
terdapat dua aktivitas pokok kegiatan sebesar : 3,5 % ; 4,0 %.
laboratorium, yaitu pengujian campuran 6. Penyiapan benda uji meliputi
lapis tipis aspal beton dengan menggunakan pemanasan , pencampuran , pemadatan
ban bekas sebagai bahan tambah dan mengikuti prosedur Bina Marga
pengujian campuran lapis tipis aspal beton (3 benda uji untuk setiap variasi kadar
tanpa menggunakan ban bekas . Campuran aspal).
lapis tipis aspal beton yang diberi bahan 7. Pemeriksaan benda uji dengan test
tambah tersebut dibandingkan kinerjanya Marshall.
dengan campuran lapis tipis aspal beton 8. Analisis data hasil test Marshall.
tanpa bahan tambah. 9. Menarik kesimpulan.
Tahapan penelitian secara garis besar
dimulai dari persiapan sampai dengan
4.2 Tahapan Penelitian diperoleh kesimpulan dapat dilihat pada
Penelitian ini terdiri dari tahapan- Gambar 4.1 Bagan Alir Penelitian berikut
tahapan sebagai berikut : ini.
1. Persiapan bahan dan alat.
a. Bahan terdiri dari : batu pecah, abu
batu, pasir, aspal penetrasi 80/100
dan serbuk ban bekas.
Metode pembuatan serbuk ban bekas
dilakukan sebagai berikut :
1) Ban bekas dibersihkan agar bebas
dari kotoran atau bahan yang tidak
dikehendaki.

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 18
Mulai

Pengumpulan/Persiapan
Bahan dan Alat

Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan


Berat Jenis dan Gradasi Keausan Kadar Lumpur
Penyerapan

Spesifikasi Tidak
Standar

Ya

Mix Design

Pembuatan Benda Uji


 Tanpa Ban Bekas
 Dengan Ban Bekas

Uji Marshall

Analisis Data

Kesimpulan

Selesai

Gambar 4.1 Bagan Alir Penelitian

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 19
4.3 Standar Pengujian dan Spesifikasi 4.4 Pemeriksaan Sifat-sifat Fisik
Bahan Agregat

Sebelum bahan digunakan untuk Pemeriksaan sifat-sifat fisik agregat


campuran perkerasan Hot Rolled Sheet harus dilakukan suatu perencanaan
(HRS), terlebih dahulu dilakukan pengujian campuran yang akan dipergunakan pada
bahan untuk mengetahui apakah bahan lapis perkerasan. Agregat dapat
memenuhi persyaratan dan layak digunakan dipergunakan untuk bahan perkerasan jika
atau tidak. setelah melalui pemeriksaan dan
memenuhi persyaratan spesifikasi yang
Adapun standar yang digunakan
telah ditetapkan.
dalam penelitian ini antara lain :
1. PB-0201-76, AASHTO T-27-74, ASTM Pemeriksaan tersebut dilakukan
C-136-64 : Standar pemeriksaan gradasi. untuk memperoleh data yang nantinya akan
2. ASSHTO T-176-73 (1982) : digunakan dalam perancangan campuran.
Standar pemeriksaan kandungan debu Adapun data yang diperlukan dalam
dan lempung pada tanah dan agregat perencanaan campuran meliputi : gradasi,
halus/Sand Equivalent Test. berat jenis, penyerapan, keausan, dan kadar
lempung yang terkandung dalam agregat.
3. PB-0202-76, AASHTO T-85-81 :
Standar untuk menentukan penyerapan Data kadar lempung yang diperoleh
dan berat jenis agregat. dari pemeriksaan ini tidak berkaitan
langsung dengan data perencanaan. Kadar
4. PB-0206-76, AASHTO T-96-77 (1982) : lempung perlu diketahui, agar apakah
Standar pemeriksaan keausan agregat agregat tersebut mengandung kadar
kasar lempung dalam batas yang diijinkan atau
5. AASHTO T-245-74, ASTM D-1559-62 T : sesuai persyaratan untuk dipakai sebagai
Pengujian pencampuran aspal metode agregat pada aspal campuran panas jenis
Marshall. Hot Rolled Sheet (HRS).
Pengujian terhadap agregat sesuai 4.4.1 Pemeriksaan Gradasi
dengan ASTM dan spesifikasi bahan,
standar pengujian terhadap agregat sebagai Pemeriksaan gradasi agregat kasar
berikut : dan agregat halus diperoleh dengan
menggunakan analisis saringan.
1. Pengujian agregat halus Pelaksanaan analisis saringan dilakukan
a. Pemeriksaan kadar lumpur agregat berdasarkan pada PB-02001-76, AASHTO
halus. T-27-74, ASTM C-136-64. Pengambilan
b. Pemeriksaan penyerapan. sampel di lapangan dilakukan dengan cara
c. Pemeriksaan berat jenis agregat halus acak, atau diambil pada 1/3 ketinggian
d. Pemeriksaan gradasi agregat halus timbunan jika agregat tersebut telah berada
2. Pemeriksaan agregat kasar di penimbunan material. Sampel yang telah
a. Pengujian keausan agregat kasar diambil dari sumbernya, sebelum dilakukan
b. Pemeriksaan berat jenis dan analisis saringan dengan menggunakan alat
penyerapan agregat kasar pemisah (sample splitter), diambil separuh.
c. Pemeriksaan gradasi agregat kasar
3. Pemeriksaan serbuk ban bekas Peralatan yang digunakan adalah :
Pemeriksaan sifat fisik ban bekas hanya timbangan, satu set saringan (sesuai
penentuan gradasi, sedang untuk berat spesifikasi), oven, sampel splitter, mesin
jenis dan komposisi serbuk ban bekas pengguncang saringan (sieve shaker), kuas,
diperoleh dari penelitian yang pernah sikat kuningan, sendok dan alat-alat
dilakukan oleh Aine Kusumawati dan lainnya. Analisis saringan untuk
Bambang Ismanto Siswosoebrotho menentukan gradasi agregat dapat
(2001). dilakukan dengan cara basah dan cara

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 20
kering. Pada penelitian ini digunakan a. Pemeriksaan Berat Jenis dan
dengan cara basah. Penyerapan Agregat Halus
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk
Adapun prosedur pengujian adalah menentukan berat jenis bulk, berat jenis
sebagai berikut : kering permukaan jenuh atau Saturated
a. Sampel dikeringkan dalam oven dengan Surface Dry (SSD), berat jenis semu
suhu 110oC sampai berat tetap. (apparent) dan penyerapan dari
b. Sampel ditimbang sesuai kebutuhan (1 agregat halus. Sampel yang digunakan
kg untuk agregat halus dan 1 kg untuk dalam pemeriksaan ini adalah material
agregat kasar). yang lolos saringan # 4 (4,76 mm)
c. Sampel dicuci sampai bersih, kemudian sampel kering oven dengan suhu
air dibuang secara hati-hati di atas 110o C.
saringan #200, agregat yang tertahan
Adapun pengertian dari berat jenis dan
pada saringan dikembalikan pada
penyerapan yang dimaksud adalah
wadah pencucian.
sebagai berikut :
d. Sampel dikeringkan sampai berat tetap
dengan suhu 110oC, kemudian 1) Berat jenis kering oven (bulk
didinginkan. specific gravity) adalah
e. Sampel disaring lewat satu set susunan perbandingan antara berat agregat
saringan (sesuai spesifikasi yang kering dan berat air suling yang
dipakai dalam penelitian). Saringan isinya sama dengan isi agregat
dengan nomor paling besar ditempatkan dalam keadaan jenuh pada suhu
paling atas. Saringan di guncang- tertentu.
guncang dengan tangan atau dengan 2) Berat kering permukaan jenuh
menggunakan mesin pengguncang (saturated surface dry) adalah
selama 15 menit. perbandingan antara agregat kering
f. Sampel yang telah disaring dan permukaan jenuh dan berat air
diguncang selama 15 menit, kemudian suling yang isinya sama dengan isi
didiamkan selama 5 menit. agregat dalam keadaan jenuh pada
g. Sampel yang tertahan pada setiap suhu tertentu.
nomor saringan masing-masing 3) Berat jenis semu (apparent specific
ditimbang, untuk selanjutnya dilakukan gravity) adalah perbandingan antara
perhitungan. berat agregat kering dengan berat
Dari hasil penelitian saringan ini air suling yang isinya sama dengan
dapat diperoleh data gradasi agregat yang isi agregat dalam keadaan kering
akan dipakai dalam perencanaan campuran. pada suhu tertentu.
4) Penyerapan adalah persentase berat
4.4.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan
air yang dapat diserap oleh pori
Penyerapan Agregat
terhadap berat agregat kering.
Berat jenis agregat adalah Peralatan dan bahan yang digunakan dalam
perbandingan antara berat volume agregat percobaan ini terdiri dari timbangan dengan
dan berat air. Besarnya berat jenis agregat kapasitas 2 kg dengan ketelitian 0,1 gr,
penting dalam perencanaan campuran piknometer kapasitas 500 ml, kerucut,
agregat dengan aspal karena umumnya penumbuk, talam-talam, saringan # 4 (4,76
direncanakan perbandingan berat dan juga mm), termometer, aquades, oven, bak
untuk menentukan banyaknya pori. Agregat perendam dan sampel agregat halus.
dengan berat jenis yang kecil mempunyai
Prosedur Pelaksanaan :
volume yang besar sehingga dengan berat
yang sama membutuhkan aspal yang lebih 1) Timbang sampel sebanyak 1 kg kering
banyak. Disamping itu agregat dengan oven
kadar pori besar membutuhkan jenis aspal 2) Rendam benda uji dalam air selama 24
yang banyak. jam

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 21
3) Buang air rendaman dan tebarkan di Penyerapan agregat =
atas talam
4) Keringkan dengan cara membalik- 500  Bk
x100% ...................... (4.4)
balikkan sampel Bk
5) Periksa sampel pada keadaan kering
permukaan dengan mengisikan ke b. Pemeriksaan Berat Jenis dan
dalam kerucut terpancung dalam tiga Penyerapan Agregat Kasar
lapis dan dipadatkan sebanyak 25 Pemeriksaan ini dilakukan dengan
tumbukan (9, 8, 8). maksud untuk menentukan berat jenis
6) Keadaan kering permukaan jenuh bulk berat jenis kering permukaan
tercapai apabila kerucut diangkat, jenuh, berat jenis semu (apparent) dan
sampel mengalami keruntuhan akan penyerapan dari agregat kasar. Adapun
tetapi masih terbentuk . pengertian dari berat jenis dan
7) Timbang 500 gram kemudian sampel penyerapan agregat kasar adalah sama
dimasukkan ke dalam piknometer dengan pemeriksaan yang dilakukan
8) Isi piknometer dengan air suling pada agregat halus. Perbedaan yang
sampai sampel terendam seluruhnya terdapat pada pemeriksaan kedua jenis
9) Letakkan piknometer di atas pelat agregat ini yaitu terletak pada cara
pemanas (hot plate) kemudian pelaksanaan, peralatan dan rumus yang
didihkan selama 10 menit untuk dipergunakan. Peralatan dan bahan
mengeluarkan udara yang tersekap di yang dipakai pada pemeriksaan agregat
dalam sampel. kasar adalah sebagai berikut :
10) Dinginkan piknometer yang berisi timbangan dengan kapasitas 25 kg
sampel dan rendam dalam air dengan dengan ketelitian 0,5 gr, oven, bak
suhu 25oC sampai suhu di dalam perendam, sampel splitter, saringan #4
piknometer menunjukkan 25oC. (4,76 mm), sampel dari batu pecah
11) Tambahkan air suling sampai tanda seberat 5 kg.
batas kalibrasi dan keringkan bagian
Sampel yang dipergunakan dalam
luar kemudian ditimbang (Bt).
percobaan ini adalah material yang
12) Keluarkan sampel dan keringkan
lolos saringan 1” dan tertahan saringan
dalam oven selama 24 jam kemudian
#4 (4,76 mm).
ditimbang (Bk).
13) Timbang piknometer berisi air sampai Cara pelaksanaan percobaan dilakukan
batas kalibrasi (B). dengan tahap sebagai berikut :
Perhitungan berat jenis dan penyerapan
dapat dilakukan dengan menggunakan 1) Timbang sampel kering oven seberat 5
rumus sebagai berikut : kg
2) Cuci sampel sampai bersih dengan
Bj. Kering oven = tidak ada yang terbuang
3) Masukkan dalam oven dengan suhu
Bk 110oC selama 24 jam
.............................. (4.1)
B  500  Bt 4) Keluarkan sampel dan dinginkan
kemudian timbang (Bk)
Bj. Kering permukaan (SSD) = 5) Rendam sampel dalam air selama 24
jam
500 6) Keluarkan sampel dari dalam air,
............................... (4.2)
B  500  Bt kemudian kering anginkan sampai
sampel kering permukaan jenuh
Bj. Semu (apparent) = 7) Timbang sampel kering permukaan
jenuh (Bj)
Bk 8) Timbang sampel dalam air (Ba)
................................. (4.3)
B  Bk  Bt

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 22
Perhitungan berat jenis di atas dapat adalah < 40%, sedangkan untuk nilai > 40%
dilakukan dengan menggunakan rumus dapat digunakan untuk lapis base.
sebagai berikut :
Dalam penelitian ini jenis gradasi
Bj. Kering oven = yang digunakan adalah jenis B dimana
banyaknya sampel terdiri dari 2500 gram
Bk yang lolos saringan dengan ukuran ¾”
.................................. (4.5)
Bj  Ba tertahan saringan ½” dan 2500 gram
agregat yang lolos saringan ½” tertahan
Bj. Kering permukaan (SSD) = saringan 3/8”. Jumlah bola baja yang
digunakan adalah 11 buah.
Bj
.................................... (4.6) Adapun prosedur-prosedur pelak-
Bj  Ba
sanaan pengujian adalah sebagai berikut :
Bj. Semua (apparent) = a. Timbang sampel secukupnya kemudian
cuci sampai bersih.
Bk
....................................... (4.7) b. Masukkan dalam oven dengan suhu
Bk  Ba 110o C selama 24 jam.
c. Timbang sampel sesuai
Penyerapan agregat = gradasi/spesifikasi yang digunakan.
d. Masukkan sampel ke dalam mesin Los
Bj  Bk Angeles.
x100% ........................... (4.8)
Bk e. Masukkan bola baja sesuai permintaan
spesifikasi.
4.4.3 Pemeriksaan Keausan Agregat f. Putar mesin Los Angeles dengan
Kasar jumlah putaran 500 kali.
g. Keluarkan sampel dari dalam molen,
Penentuan ketahanan agregat
kemudian saring dengan ayakan # 12.
terhadap degradasi diperiksa dengan
h. Material yang lolos dibuang, sedangkan
percobaan abrasi Los Angeles (Abration
yang tertahan langsung dicuci sampai
Los Angeles Test), berdasarkan PB-0206-76
bersih kemudian keringkan dalam oven
AASHTO T96-77 (1982). Ketahanan
dengan suhu 110oC selama 24 jam.
keausan agregat kasar dilakukan dengan
i. Keluarkan sampel dari oven, dinginkan
mesin Los Angeles. Agregat kasar yang
kemudian timbang.
telah dipisahkan sesuai dengan gradasi dan
Dari hasil percobaan ini, keausan agregat
berat yang telah ditetapkan, dimasukkan
kasar ditentukan dengan rumus :
bersama bola-bola baja ke dalam mesin Los
Angeles, lalu diputar dengan kecepatan ab
30/33 rpm sebanyak 500 putaran. Nilai Keausan = x100% .......... (4.9)
akhir dinyatakan dalam persen yang a
merupakan hasil perbandingan antara berat Keterangan :
benda uji mula-mula dikurangi berat benda
a = berat total sampel semula
uji tertahan saringan # 12. Nilai tinggi
menunjukkan banyak benda uji yang hancur b = berat sampel dikurangi
akibat putaran alat yang mengakibatkan material yang lolos saringan
tumbukan dan gesekan antar partikel dan No. 12
bola-bola baja. Nilai abrasi > 40%
menunjukkan agregat tidak mempunyai
kekerasan cukup untuk digunakan sebagai
bahan/material lapis perkerasan. Nilai
abrasi yang disyaratkan oleh Bina Marga
dan AASHTO untuk lapis permukaan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 23
4.4.4 Kadar Lempung (Sand Equivalent pembacaan pasir dikurangi dengan
Test) tinggi tangkai penunjuk (pada
umumnya 10 skala).
Lempung mempengaruhi kualitas Perhitungan untuk nilai Sand
campuran aspal karena lempung Equivalent dapat dilakukan dengan rumus
membungkus partikel-partikel sehingga sebagai berikut :
ikatan antar agregat dan aspal berkurang.
Adanya lempung mengakibatkan luas Skala pasir
permukaan yang harus diselimuti aspal Nilai SE = x 100 %
bertambah, dan dengan kadar aspal yang Skala lumpur
sama akan menghasilkan tebal lapisan aspal .................................................................
yang lebih tipis, sehingga akan (4.10)
mengakibatkan terjadinya pengelupasan
(striping). Tipisnya penyelimutan aspal Nilai Sand Equivalent dari partikel agregat
mengakibatkan lapisan lebih mudah yang dapat dipergunakan untuk bahan
teroksidasi sehingga lapisan cepat rapuh. konstruksi perkerasan jalan adalah lebih
Lempung cenderung menyerap air yang besar dari 50%.
berakibat hancurnya lapisan perkerasan. 4.5 Perencanaan Campuran (Mix
Pemeriksaan yang umum dilakukan Design)
untuk menentukan kadar lempung yang
dikandung oleh agregat halus adalah Sand Perencanaan campuran perlu
Equivalent Test. Pemeriksaan ini dilakukan dilakukan sebelum dilakukan pembuatan
untuk partikel agregat yang lolos saringan # benda uji. Pada penelitian ini metode
4 sesuai prosedur AASHTO T176-73 perencanaan campuran yang dipergunakan
(1982), dengan menggunakan tabung dari adalah metode Asphalt Institute.
kaca. Perencanaan campuran dengan metode ini
Adapun prosedur pelaksanaan bertitik tolak pada stabilitas yang
pengujian adalah sebagai berikut : dihasilkan. Oleh karena itu yang menjadi
dasar dari perencanaan ini adalah gradasi
a. Ambil sampel sebanyak 85 ml agregat campuran. Kadar aspal optimum
kemudian keringkan di dalam oven ditentukan dengan melakukan pemeriksaan
dengan suhu 110o C dan dinginkan pada Marshall dari beberapa contoh dengan
suhu ruangan. membuat variasi kadar aspal sedangkan
b. Isi gelas ukur dengan larutan kerja gradasi tetap.
sampai skala 5.
c. Masukkan sampel secara perlahan- Perencanan campuran agregat dapat
lahan ke dalam tabung kaca, ketuk dilakukan dengan menggunakan cara grafik
untuk beberapa saat kemudian diamkan ataupun analitis.
selama 10 menit.
d. Tutup tabung kaca dengan penutup Rumus dasar pencampuran adalah :
karet atau kayu gabus kemudian
dimiringkan sampai arah hampir P = Aa + Bb + Cc + Dd .................... (4.11)
mendatar dan kocok sebanyak 90 Keterangan :
gerakan selama 30 detik sejauh 200 mm
pada arah mendatar. P = Persen material lolos
e. Tambahkan larutan kerja pada tabung saringan X dari kombinasi
kaca sampai pada skala 15, kemudian agregat A, B, C, D
diamkan selama 20 menit.
f. Baca skala pembacaan lumpur. A,B,C,D = Persen material lolos
g. Masukkan beban perlahan-lahan saringan X untuk agregat A,
sampai pada permukaan pasir, baca B, C, D
skala pembacaan pasir yang
ditunjukkan oleh keping skala

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 24
a,b,c,d = Proporsi agregat A, B, C, D Tujuan dari mendesain campuran
dalam campuran 1 lapis aspal beton adalah untuk menentukan
suatu adonan yang ekonomis.
dimana : a + b + c + d = 1
4.5.3 Persyaratan Rencana Campuran
3.5.1 Metode Perencanan Campuran
Sebelum mempersiapkan bahan
Sebagaimana telah dijelaskan di atas percobaan, terlebih dahulu harus ditetapkan
bahwa metode perencanaan campuran yang beberapa hal sebagai berikut :
digunakan dalam penelitian ini adalah
metode Asphalt Institute. Namun dalam a. Material yang akan digunakan harus
metode ini ada beberapa cara perhitungan sudah memenuhi spesifikasi campuran
yang digunakan dalam menentukan b. Kombinasi campuran agregat harus
komposisi campuran. memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
Pada proses ini yang paling utama
Ada dua cara perhitungan yang adalah merencanakan komposisi
umum digunakan dalam menentukan campuran batuannya sebagaimana telah
komposisi campuran ini, yaitu : dijelaskan di atas, dalam hal ini
dipergunakan metode diagonal.
a. Cara Diagonal yaitu berupa perhitungan
secara grafis dengan bantuan garis 4.5.4 Peralatan untuk Perencanaan
diagonal untuk menentukan komposisi Campuran
campuran. Jenis-jenis peralatan yang digunakan
b. Cara Trial and Error yaitu perhitungan dalam melaksanakan percobaan adalah
secara analitis dengan cara sebagai berikut :
memperkirakan komposisi campuran
yang selanjutnya dihitung kombinasi a. Tiga buah cetakan benda uji (mold)
gradasi dari agregat campuran. Apabila dengan diameter 10 cm (4”) dan tinggi
kombinasi gradasi masuk pada 7,5 cm (3”) lengkap dengan leher
spesifikasi yang telah ditentukan maka sambung dan pelat alas.
komposisi yang dicoba dapat digunakan b. Alat pengeluar benda uji dari dalam
untuk komposisi campuran yang akan cetakan (mold) berupa ejector.
diteliti. Cara ini biasanya digunakan c. Penumbuk yang mempunyai
bagi peneliti/orang yang telah permukaan tumbuk rata berbentuk
berpengalaman dalam hal perencanan silinder, dengan berat 4,536 kg (10
campuran, karena harus memperkirakan pound) dan tinggi jatuh bebas 45,7 cm
nilai awal yang akan dicoba, agar (18”).
proses perhitungan tidak terlalu banyak d. Landasan pemadat terdiri dari balok
dan memakan waktu yang lebih lama. kayu (jati atau yang sejenis) berukuran
Pada penelitian ini perhitungan 20 x 20 x 45 cm (8” x 8” x 18”) yang
komposisi campuran adalah menggunakan dilapisi dengan pelat baja berukuran 30
cara diagonal. Perhitungan ini dilakukan x 30 x 2,5 cm yang dijangkarkan pada
berdasarkan data analisa saringan masing- lantai beton dengan 4 bagian siku.
masing agregat sehingga didapat komposisi e. Termometer dari logam berkapasitas
gradasi gabungan agregat apakah masuk ke 250o C.
dalam spesifikasi gradasi yang ditentukan. f. Oven yang dilengkapi dengan pengatur
suhu untuk memanasi sampai 200oC.
4.5.2 Tujuan Perencanaan Campuran g. Perlengkapan lain :
1) Panci untuk memanaskan agregat,
Perencanaan mix design aspal dan campuran
dimaksudkan untuk mengetahui komposisi 2) Timbangan dengan kapasitas 2 kg
dan besarnya persentase agregat yang dengan ketelitian 0,1 gram dan
dibutuhkan dalam merencanakan aspal timbangan dengan kapasitas 5 kg
beton. dengan ketelitian 1 gram

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 25
3) Kompor c. Aspal dicairkan pada suhu 130 –
4) Sarung asbes dan karet 150o C.
5) Sendok pengaduk dan lain-lain d. Kemudian aspal cair dituangkan secara
hati-hati sesuai dengan berat yang telah
4.5.5 Urutan Perencanaan Campuran
ditetapkan ke dalam panci pencampur.
Urutan perencanaan campuran pada e. Diaduk dengan cepat pada suhu 145oC
penelitian ini adalah sebagai berikut : (± 10oC) sampai terlihat seluruh
permukaan agregat tertutup aspal
a. Menghitung komposisi campuran semua.
dengan cara diagonal. f. Campuran dipindahkan ke dalam
b. Dari hasil perhitungan komposisi cetakan benda uji (mold) yang di
campuran, selanjutnya dilakukan dasarnya telah diletakkan kertas saring.
variasi serbuk ban bekas dengan Waktu akan dipadatkan suhu campuran
membuat variasi yaitu : 3,5% dan 4,0% adalah 135oC (± 10oC), kemudian
dari total agregat. dilakukan penumbukan sebanyak 75
c. Dari kelima variasi serbuk ban bekas kali bagian atas dan 75 kali bagian
tersebut selanjutnya dilakukan variasi bawah.
kadar aspal yaitu : 8,0% dan 8,5% dari g. Benda uji yang telah cukup dingin
berat total agregat. dikeluarkan dari mold dengan ejector
d. Membuat benda uji (briket) untuk dan diberi identitas.
masing-masing komposisi campuran (3 h. Letakkan benda di atas permukaan
briket untuk tiap komposisi campuran). yang rata dan biarkan selama 24 jam
e. Pemeriksaan benda uji, meliputi : pada suhu ruang.
keadaan campuran, berat isi campuran, i. Kemudian dilakukan pengujian test
besarnya rongga dalam campuran Marshall.
(voids in mixture, VIM), besarnya
rongga terisi aspal (voids filled bitumen, 4.5.7 Pelaksanaan Pengujian
VFB), stabilitas (stability), kelelahan
(flow). Setelah benda uji disiapkan
f. Menentukan kadar aspal optimum dari pengujian Marshall dapat dilakukan
perencanaan campuran. sebagai berikut:

a. Ukur tinggi benda uji dengan ketelitian


4.5.6 Pembuatan Benda Uji
0,1 mm.
Pembuatan benda uji dalam b. Timbang berat benda uji.
penelitian ini mengikuti prosedur yang ada c. Direndam dalam air selama 16 – 24 jam
dalam Manual Pemeriksaan Bahan Jalan agar benda uji jenuh air, keluarkan
PC-0201-76. dalam bak perendam dan timbang
dalam air guna mendapatkan volume
Sedangkan prosedur pembuatan benda uji.
benda uji adalah sebagai berikut : d. Benda uji di lap dengan kain bersih
untuk mengeringkan permukaan
a. Masing-masing agregat ditimbang ditimbang dalam kondisi kering
sesuai dengan besarnya persentase permukaan jenuh (SSD).
perbandingan komposisi. Berat agregat e. Benda uji direndam dalam bak
dalam keadaan normal untuk perendam (water batch), pada suhu
menghasilkan benda uji dengan tinggi ± 60oC selama 30-40 menit.
6,25 cm adalah ± 1200 gram. f. Kepala penekan alat Marshall
b. Agregat dipanaskan dalam panci dibersihkan permukaannya diberi oli
pemanas di atas nyala api kompor untuk memudahkan melepaskan benda
sampai mencapai suhu antara 160 – uji.
180oC. g. Benda uji dikeluarkan dari water batch
segera diletakkan pada segmen bawah

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 26
kepala penekan, segmen atas batang G = Berat dalam keadaan jenuh
penekan diletakkan ke dalam batang (gram )
penuntun kemudian kepala penekan H = Isi benda uji (cm3 )
diletakkan di atas mesin penguji.
h. Arloji kelelahan dipasang pada salah 2. Berat isi pada benda uji
satu batang penuntun. Berat isi benda uji (density ) dapat
i. Kepala penuntun bersama benda uji ditentukan dengan rumus :
dinaikkan hingga menyentuh alas
cincin penguji, kemudian diatur E
J= ...................................... (4.13)
kedudukan jarum arloji tekan pada H
angka nol.
j. Pembebanan tetap dilaksanakan hingga Keterangan :
mencapai maksimum pada saat arloji
penekan berhenti dan mulai kembali J = Berat isi padat (density )
berputar menurun. Pada saat arloji benda uji (gram/cm3 )
berhenti dan berputar balik pembacaan E = Berat kering benda uji (gram)
kelelehan (flow) dan stabilitas. Setelah H = Isi benda uji (cm3)
pembacaan, segmen atas diangkut dan Berat isi benda uji ini sangat penting,
benda uji dikeluarkan dari kepala karena makin tinggi berat isi suatu
penekan. Benda uji berikutnya siap campuran, biasanya makin tinggi nilai
dilakukan uji Marshall. Yang perlu stabilitasnya. Dengan kata lain
diperhatikan adalah selama pengujian stabilitas merupakan fungsi dari berat
suhu bak perendam tetap konstan, agar isi. Berat isi juga menunjukkan bahwa
hasil yang diperoleh akurat. campuran padat, sehingga mudah air
4.6 Tata Cara Analisis dan Perhitungan dapat merembes. Untuk konstruksi
Hasil Uji perkerasan, berat isi yang tinggi tidak
bisa dijadikan satu-satunya kriteria
Data yang diperoleh dari test kualitas, akan tetapi faktor dan unsur-
Marshall sebagai berikut : unsur lain juga harus diperhitungkan.
1. Berat jenis maksimum 3. Berat jenis maksimum benda uji (D)
2. Berat kering benda uji (gram) Berat jenis benda uji maksimum
3. Berat kering permukaan jenuh/SSD (teoritis) dapat dihitung dengan rumus :
(gram) 100
4. Berat dalam air (gram) D = ............... (4.14)
5. Volume benda uji (cm3)/tebal benda uji 100  A A

(mm) C T
6. Pembacaan arloji stabilitas (kg)
7. Pembacaan arloji kelelehan/flow (mm) Keterangan :
Pada metode Marshall setiap
benda uji yang telah dipadatkan akan A = Kadar aspal (%)
melalui perhitungan, analisis dan pengujian C = Berat jenis efektif total `agregat
sebagai berikut : (gr/cm3 )
D = Berat jenis maksimum
1. Isi benda uji (H) campuran agregat (gr/cm3)
T = Berat jenis aspal (gr/cm3)
Isi benda uji dapat ditentukan dengan
rumus : 4. Rongga udara dalam campuran (K)
Rongga udara dalam campuran adalah
H = G - F................................. (4.12 )
perbandingan volume persen rongga
Keterangan : F = Berat benda uji dalam terhadap volume total campuran padat,
air (gram ) yang dinyatakan dalam persen (%),
dapat dihitung dengan rumus :

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 27
100x (D  J ) uji yang terjadi akibat suatu beban,
K = ................... (4.15) sampai batas keruntuhan, dinyatakan
D dalam suatu panjang. Pengujian
Keterangan : kelelehan dilakukan bersamaan dengan
pengujian stabilitas. Nilai kelelehan
D = Berat jenis maksimum merupakan indeks batas plastisitas atau
campuran agregat (gr/cm3) perlawanan aspal beton terhadap
J = Berat isi padat (density) benda distorsi akibat beban lalu-lintas. Nilai
uji (gr/cm3) kelelehan meningkat apabila kadar
K = Persen rongga udara dalam aspalnya meningkat. Pada campuran
campuran yang mengandung banyak bahan
Kadar rongga udara dalam campuran pengisi (filler) nilai kelelehannya akan
bagi Bina Marga merupakan kriteria meningkat dengan cepat sejalan dengan
pokok yang harus dipenuhi oleh peningkatan kadar aspal. Nilai
campuran aspal panas, termasuk HRS kelelehan adalah penentu paling praktis
(Lataston). Bina Marga menetapkan untuk mengendalikan kadar aspal suatu
kriteria rongga udara dalam campuran campuran selama produksi. Nilai
HRS untuk lapis permukaan adalah 4 – kelelehan diperoleh dari pembacaan
6%. arloji flow (N) yang menyatakan
deformasi benda uji dalam satuan 0,01
5. Stabilitas (M) mm.
Stabilitas adalah kemampuan benda
dari benda uji dalam menahan beban 7. Quotient Marshall (P)
sampai terjadi kelelehan plastis, Nilai Quotient Marshall merupakan
dinyatakan dalam suatu beban. indikasi kekuatan campuran jika
Pengukuran stabilitas dilakukan dengan dipakai sebagai lapis perkerasan.
memberikan beban secara diametric di
sekitar sirkum ferensia dari benda uji Nilai Quotient Marshall diperoleh dengan
melalui dua segmen sirkular. Dengan persamaan sebagai berikut :
prinsip ini seluruh masa benda uji M
dibebani gaya geser (during stress). P = ......................... (4.17)
102 x N
Pengujian dilakukan pada suhu
60oC.Nilai stabilitas menunjukkan Keterangan :
kekuatan struktural campuran aspal
panas. Nilai ini terutama dipengaruhi P = Nilai Quotient Marshall
oleh kadar aspal di dalam campuran. (kg/mm)
Rumus stabilitas adalah sebagai berikut : M = Nilai stabilitas (kg)
M = L x m x n ......................... (4.16) N = Nilai kelelahan (mm)
Keterangan : 8. Penyerapan agregat terhadap aspal (R)
Penyerapan agregat terhadap aspal
M = Nilai stabilitas terkoreksi
perlu diketahui, hal ini untuk
(kg)
menentukan besarnya kadar aspal
L = Nilai pembacaan arloji efektif yang sebenarnya terjadi pada
stabilitas suatu campuran. Karena aspal efektif
yang dipakai pada perancangan
m = Nilai kalibrasi alat
campuran sifatnya teoritis artinya
n = Nilai koreksi terhadap tebal berlaku bagi semua agregat. Kadar
benda uji aspal efektif pada campuran adalah
6. Kelelehan plastis (flow) total kadar aspal campuran dikurangi
Kelelehan (flow) adalah besarnya aspal yang disemprot pada agregat. Di
perubahan bentuk plastis suatu benda Indonesia nilai absorbsi bitumen dari
agregat gabungan dalam campuran

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 28
aspal umumnya adalah 1,2% dari berat Q = Luas permukaan agregat
total campuran. Oleh karena itu, nilai (m²/kg)
kadar aspal campuran yang ditentukan
R = Penyerapan aspal oleh
akan setara dengan total kadar bitumen
agregat (%)
untuk aspal beton sebesar 7,5%.
Besarnya penyerapan aspal oleh agregat
dapat dihitung dengan persamaan ANALISIS DAN PEMBAHASAN
sebagai berikut :
5.1 Hasil Pengujian Laboratorium
T(100  A ) 100xT
R=A+  …. (4.18) Pengujian sifat-sifat campuran aspal
B D panas pada penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Jalan Raya Fakultas
Keterangan :
Teknik Universitas Palangkaraya.
R = Penyerapan aspal oleh Penelitian yang dilakukan meliputi
agregat (%) pengujian terhadap sifat-sifat fisik agregat
dan pengujian terhadap sifat campuran
A = Kadar aspal campuran (%) aspal dan agregat dengan alat Marshall.
B = Berat jenis total agregat
gabungan (gr/cm3 ) 5.1.1 Pengujian Sifat – sifat Fisik
Agregat
T = Berat jenis aspal (gr/cm3)
Pengujian sifat-sifat fisik campuran
9. Tebal Film (S) terdiri dari pengujian berat jenis dan
Tebal penyelimutan aspal terhadap penyerapan agregat, pengujian gradasi
agregat (tebal film) sangat bergantung agregat, Pengujian kadar lempung dan
pada jumlah aspal yang digunakan dan pengujian abrasi agregat.
luas permukaan yang harus diselimuti
aspal. Bagi agregat dengan jumlah filler Pemeriksaan gradasi untuk batu pecah,
atau agregat dengan butiran kecil abu batu, pasir dan serbuk ban bekas dapat
banyak akan menghasilkan luas dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini.
permukaan yang besar, sehingga Tabel 5.1 Hasil Pemeriksaan Gradasi (Analisa Saringan)
membutuhkan lebih banyak aspal yang
Ukuran Saringan Pe rsen Lolos
digunakan. Ketebalan film sangat
mempengaruhi keawetan dari Serbuk
Ban
Batu pecah
perkerasan jalan. Campuran aspal yang Inch mm Abu Batu Pasir
Bekas

menggunakan metode Bina Marga


#1” 25,000 100,00 100,00 100 100,00
memiliki kadar aspal yang lebih besar
#¾” 19,100 94,22 100,00 100 100,00
dibandingkan dengan metode
#½” 12,700 35,15 100,00 100 100,00
tradisional. Tebal film yang disyaratkan # 3/8 ” 9,520 6,12 100,00 100 100,00
oleh Bina Marga adalah harus > 8 No. 4 4,760 0,79 93,27 100 100,00
mikron meter. Tebal film dapat dihitung
No. 8 2,380 0,72 78,88 99,74 100,00
dengan menggunakan rumus sebagai No. 16 1,180 - - - 100,00
berikut : No. 30 0,500 0,60 37,65 82,80 85,45

1000x (A  R ) No. 100 0,150 0,46 15,68 13,29 10,75

S= ............... (4.20) No. 200 0,075 0,40 10,86 4,72 2,95


QxTx (100  A) Pan 0,000 0,00 0,00 0,00 0,00

Keterangan : Sumber : Hasil Pemeriksaan Laboratorium (2004)

S = Tebal film (m) Pemeriksaan sifat fisik agregat yang lain


yaitu pemeriksaan berat jenis, penyerapan,
A = Kadar aspal total abrasi, sand equivalent disajikan dalam
campuran (%) Tabel 5.2 berikut ini.

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 29
Tabel 5.2 Hasil Pemeriksaan Sifat- sifat Agregat
batas bawah batu pecah = garis batas
Jenis Pe meriksaan
Batu
Pe cah
Abu Batu Pasir
Serbuk
Ban Spesifikasi atas abu batu, lalu tarik garis vertikal
Bekas
masing-masing hingga sama-sama
BeratJenis (gr/cm3) 2,5789 2,3917 2,5860 0,9470 Min 2,2 menyentuh garis diagonal, kemudian
Berat Jenis SSD (gr/cm )
3
2,5953 2,4472 2,6100 - -
baca skala dari atas. Skala baca tersebut
3
sama dengan skala baca proporsi batu
Berat Jenis Semu (gr/cm ) 2,6217 2,5324 2,6498 - -
pecah dengan satuan persen.
Penyerapan (%) 0,7888 2,3196 0,9288 - Max 3,0
f. Tentukan proporsi abu batu dengan
Keausan (%) 25,1600 - - - Max 40 melihat plotting untuk batu pecah, abu
batu dan pasir, kemudian tentukan garis
Sand Equivalent (%) - - 82,5526 - Min 50

Sumber : Hasil Pemeriksaan Laboratorium batas bawah batu pecah + garis batas
(2004) bawah abu batu = garis batas atas pasir,
Dari hasil pengujian yang telah lalu tarik garis vertikal masing-masing
dilakukan, secara umum agregat yang hingga sama-sama menyentuh garis
digunakan memenuhi persyaratan untuk diagonal. Kemudian baca skala dari
bahan penyusun campuran aspal panas jenis atas selanjutnya dikurangi hasil skala
Hot Rolled Sheet (HRS). baca proporsi batu pecah = skala
proporsi abu batu dengan satuan persen.
5.2.1 Perencanaan Campuran g. Tentukan proporsi pasir dengan cara
100 - skala baca proporsi batu pecah –
Penentuan proporsi tiap-tiap hasil skala baca abu batu, dengan
agregat (batu pecah, abu batu, dan pasir ) satuan persen.
terhadap total agregat dilakukan h. Dari hasil langkah-langkah di atas
dengan menggunakan metode diagonal diperoleh proporsi terhadap total
berdasarkan data analisis saringan masing- agregat yang terdiri dari : % batu
masing agregat. pecah, % abu batu, % pasir.
Prosedur penentuan proporsi Hasil perhitungan penggabungan
terhadap total agregat adalah sebagai agregat dengan menggunakan metode
berikut : diagonal dapat dilihat pada Gambar 5.1
a. Buatlah empat persegi panjang berikut ini.
berukuran 10 x 20 cm atau ukuran lain
dengan perbandingan 1: 2. Berdasarkan hasil perhitungan
b. Sumbu datar digunakan untuk penggabungan agregat yang dilakukan
menunjukkan ukuran saringan, sumbu dengan metode diagonal, selanjutnya
tegak digunakan untuk menunjukkan dilakukan variasi kadar serbuk ban bekas.
persen lolos saringan. Variasi kadar serbuk ban bekas yang dibuat
c. Plotkan hasil analisa saringan rata-rata adalah 2 variasi. Dari perhitungan
batu pecah, abu batu dan pasir. kombinasi yang telah dilakukan, diperoleh
d. Tarik garis diagonal. proporsi campuran yang memenuhi
e. Tentukan proporsi batu pecah, dengan persyaratan gradasi gabungan untuk
melihat plotting untuk batu pecah dan campuran Hot Rolled Sheet (HRS) adalah
abu batu, kemudian tentukan garis seperti pada Tabel 5.3 berikut ini.

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 30
Tabel 5.3 Proporsi Agregat dan Serbuk Ban Bekas dalam Campuran Pasir 37 % = 37 % x 1200
Jenis Bahan Variasi I Variasi II = 444,00 gr

Batu Pecah (CA) 30,00 30,00 Berat Total Agregat = 1200,00 gr


Abu Batu (FA) 33,00 33,00
Serbuk Ban Bekas 4,0 % = 4,0 % x 1200
Pasir (FA) 37,00 37,00 = 48,00 gr
Serbuk Ban Bekas 3,50 4,00
Aspal 7,0 % = (7,0 / (100 +7,0)) x 1248
= 81,64 gr
Campuran aspal panas direncanakan
Berat Total Campuran = 1329,64 gr
berdasarkan proporsi total agregat dengan
penggunaan aspal yang bervariasi. Variasi 5.2 Hasil Pengujian Marshall
aspal yang digunakan dalam penelitian ini 5.2.1 Pengujian Marshall
adalah 8,0 % dan 8,5 %. Persentase kadar Setelah perhitungan komposisi
aspal tersebut adalah terhadap berat total campuran (mix design) selesai maka
agregat yang digunakan yaitu 1200 gram. selanjutnya adalah pembuatan briket atau
benda uji. Dalam penelitian ini untuk setiap
Berdasarkan proporsi yang telah
variasi dibuat masing-masing 3 benda uji.
ditetapkan, selanjutnya dilakukan
Pembuatan benda uji mengikuti prosedur
perhitungan berat material dan aspal untuk
pada Manual Pemeriksaan Badan Jalan
pembuatan benda uji.
PC-0201-76. Jumlah tumbukan yang
Perhitungan berat material dan aspal digunakan adalah 2 x 75 kali tumbukan
dalam campuran berdasarkan proporsi yang dengan asumsi jalan yang digunakan untuk
telah ditetapkan adalah sebagai berikut : lalu lintas sedang, beban berat( jalan luar
Contoh perhitungan untuk variasi : kota ).

a. Variasi I Kadar aspal 6,5 % Benda uji yang telah dipadatkan,


Batu pecah 33 % = 33 % x 1200 didiamkan pada suhu kamar selama 24
= 396,00 gr jam, kemudian ditimbang dalam suhu ruang
dan beratnya ditetapkan. Selanjutnya benda
Abu batu 30 % = 30 % x 1200
uji tersebut direndam dalam air selama 24
= 360,00 gr
jam, kemudian ditimbang dalam air dan
Pasir 37 % = 37 % x 1200 beratnya ditetapkan. Setelah benda uji
= 444,00 gr diangkat dan dikeringkan sampai mencapai
kering permukaan jenuh (SSD) lalu
Berat Total Agregat = 1200,00 gr ditimbang dan ditetapkan beratnya.
Serbuk Ban Bekas 3,5 % = 3,5 % x 1200 Sebelum pengujian dengan alat
= 42,00 gr Marshall dilakukan, benda uji direndam
terlebih dahulu dalam bak berisi air panas
Aspal 6,5 % = (6,5 / (100 + 6,5)) x 1242
(water bath) dengan temperatur 600 C
= 75,80 gr
selama 30 – 40 menit.
Berat Total Campuran = 1317,80 gr Hasil pengujian Marshall untuk
b. Variasi II Kadar aspal 7,0 %
setiap variasi serbuk ban bekas, dari variasi
Batu pecah 33 % = 33 % x 1200 I (serbuk ban bekas 3,5 %) sampai variasi II
= 396,00 gr (serbuk ban bekas 4,0 %)dapat dilihat pada
Tabel 5.4
Abu batu 30 % = 30 % x 1200
= 360,00 gr

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 31
Tabel 5.4 Hasil Pengujian Marshall Variasi

Kadar Prameter Marshall


Aspal
Berat isi Stabilitas Flow Hasil Bagi Marshal Rongga dalam Rongga terisi
(%) Keterangan
gr/cm3 (kg) (mm) (KN/mm) Campuran (%) Aspal (%)
6,5 2,221 1576,722 4,067 3,801 3,056 80,746 Memenuhi

7,0 2,212 1490,813 4,267 3,426 2,813 82,367 Memenuhi

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 32
Kesimpulan Daftar Pustaka

AASHTO. 1982, Standar Spesification


Dari hasil penelitian dan analisa yang telah For Transportasi Material and
diuraikan pada bab sebelumnya, Method For Sampling and
penggunaan serbuk ban bekas sebagai Testing, Part I, “Specification”,
bahan tambah (additive) pada campuran 13 th Edition.
aspal panas jenis Hot Rolled Sheed (HRS),
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : Desriantomy. 2000. Penuntun Praktikum
Bahan Perkerasan Jalan,
1. Prosentase serbuk ban bekas dalam Fakultas Teknik Universitas,
komposisi campuran HRS dan Kadar Palangkaraya.
Aspal Optimum yang tepat, maka
secara umum mampu memberikan Direktorat Jendral Bina Marga. (1996).
stabilitas yang tinggi
Pengujian Bahan Jalan dan
2. Penggunaan serbuk ban bekas sebagai
bahan tambah (additive) pada Jembatan, Departemen
campuran aspal panas jenis Hot Rolled Pekerjaan Umum, Jakarta.
Sheet (HRS) memberikan nilai
stabilitas sebagai berikut : Direktorat Jendral Bina Marga. (1996),
a. Variasi I (serbuk ban Bekas 8,0 %) Pengujian Tanah dan Bahan
nilai stabilitas tertinggi 1576,722 Batuan, Departemen Pekerjaan
Kg Umum, Jakarta.
b. Variasi II (serbuk ban bekas 8,5 %)
nilai stabilitas tertinggi 1490,813 Direktorat Jendral Bina Marga. (1998),
Kg Central Quality Control &
Monitoring Unit, Manual
Supervisi Lapangan Untuk
Pengendalian Mutu pada
Kontrak Pemeliharaan dan
Peningkatan Jalan, Jakarta.

Deman, A. dan Apu. (2000), Penggunaan


Abu Terbang sebagi Filler pada
Campuran Aspal Panas Jenis
HRS, Tugas Akhir, Program
Studi Teknik Sipil Universitas
Palangkaraya, Palangkaraya.

Departemen Pekerjaan Umum. (1989),


Metode Pengujian Agregat,
Yayasan Penerbit Pekerjaan
Umum

Sukirman, S. (1992), Perkerasan Lentur


Jalan Raya, Penerbit Nova
Bandung.

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 33
Widjaja, A. (1999), Karakteristik Beton
Normal dan Beton dengan Abu
Sekam Padi Pasca Bakar
(Pendinginan dengan Air dan
Udara Bebas). Program Pasca
Sarjana Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 34
STUDI EROSI DAN UPAYA KONSERVASI LAHAN
SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO
DI KABUPATEN BARITO SELATAN
M. Nurkamali, ST; Fx. John David, ST
E-mail: muhammad_nurkamali@yahoo.com

Abstrak
Kompleksnya permasalahan dan kritisnya kondisi DAS Barito dapat dilihat dari aspek kuantitas dan
kualitas airnya. Pada musim hujan debit sungai Barito sangat besar dan sangat berbeda jauh dibandingkan
pada saat musim kemarau. Atau dengan kata lain perbedaan debit sungai Barito antara musim hujan dan
musim kemarau sangat besar. Secara visual tingkat kekeruhan sungai Barito sangat tinggi. Salah satu
faktor yang mempengaruhi kekeruhan air sungai adalah erosi lahan pada Daerah Aliran Sungai (DAS)
tersebut. Studi ini bertujuan untuk mengetahui besarnya erosi lahan rata – rata per hektar per tahun, untuk
menentukan tingkat bahaya erosi lahan dan untuk mengetahui upaya konservasi yang digunakan pada
masing – masing kecamatan. Lokasi studi pada penilitian ini adalah lahan yang berada di Kecamatan
Dusun Hilir, Karau Kuala dan Dusun Selatan. Ketiga kecamatan tersebut secara administratif merupakan
wilayah Kabupaten Barito Selatan Jika ditinjau dari DASnya Kecamatan Dusun Hilir terdiri dari Sub
DAS Mengkatip, Sub DAS Purun, Sub DAS Sakan Raya dan Sub DAS Ahas,Sub DAS Napu, Sub DAS
Rantau Upak, Sub DAS Puning, Sub DAS Batampang dan Sub DAS Karanen. Kecamatan Karau Kuala
terdiri dari Sub DAS Telang, Sub DAS Karau. Kecamatan Dusun Selatan terdiri dari Sub DAS Mulia, Sub
DAS Madara, Sub DAS Papuang, Sub DAS Perigi.Metode yang digunakan untuk menganalisa besarnya
erosi lahan adalah MUSLE. Adapun variabel pada metode ini adalah limpasan permukaan (Rw), indeks
erodibilitas (K), kemiringan lereng (LS), pengelolaan tanaman ( C ) dan upaya konservasi (P). Data
sekunder yang diperlukan pada studi ini adalah data curah hujan, data tanah, data iklim dan data topografi.
Berdasarkan hasil analisa diperoleh kesimpulan besarnya erosi lahan di Wilayah Kecamatan Karau Kuala
57,0294 ton / ha / tahun, Kecamatan Dusun Selatan 45,35203 ton / ha / tahun dan Kecamatan Dusun Hilir
21,6514 ton / ha / tahun. Tingkat bahaya erosi lahan yang ada di Wilayah Kecamatan Dusun Hilir adalah :
55,55 % sangat ringan dan 44,45 % ringan . Kecamatan Karau Kuala adalah : 63,64 % ringan; 18,18 %
sedang dan 18,18 % berat. Kecamatan Dusun Selatan adalah 42,30 % sangat ringan; 19,23 % ringan;
26,93 % sedang dan 11,54 % berat. Sehingga upaya konservasi untuk Kecamatan Karau Kuala,
Kecamatan Dusun Hilir dan Kecamatan Dusun Selatan adalah dengan upaya vegetatif untuk kondisi TBE
sangat ringan, ringan dan sedang sedangkan untuk kondisi TBE berat upaya konservasinya adalah
kombinasi antara vegetatif dan mekanis.

Kata Kunci: Tingkat Bahaya Erosi, Upaya Konservasi Lahan

1. PENDAHULUAN
pengelolaan DAS Barito masalahnya
1.1 Latar Belakang adalah erosi dan sedimentasi.
Kompleksnya permasalahan dan Perkembangan erosi dan sedimentasi
kritisnya kondisi Sungai Barito dapat adalah akibat perkembangan penduduk
dilihat dari aspek kuantitas dan kualitas dan perubahan fungsi lahan. Penggunaan
air. Secara kuantitas debit air sangat lahan yang melampaui batas kemampuan
besar, sedangkan pada musim kemarau akan memungkinkan bertambahnya
debit air sangat sedikit sehingga sangat erosi. Pemahaman proses erosi dan
sulit untuk dilayari, sedangkan pada sedimentasi akan membantu dalam usaha
musim hujan permukaan air sungai tinggi perbaikan DAS.
mengakibatkan kota-kota dan desa-desa
1.2 Lokasi Penelitian
di sepanjang alur Sungai Barito terkena
Lokasi studi pada penilitian ini adalah
banjir.
lahan yang berada di Kecamatan Dusun
Secara kualitas kondisi air sangat buruk,
Hilir, Karau Kuala dan Dusun Selatan.
hal ini berarti pada daerah pengaliran
Ketiga kecamatan tersebut secara
Sungai Barito telah terjadi erosi yang
administratif merupakan wilayah
cukup signifikan. Sehingga dalam
Kabupaten Barito Selatan. Jika ditinjau

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2, EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 35
dari DASnya Kecamatan Dusun Hilir Rw = limpasan permukaan (Mj. Cm.
terdiri dari Sub DAS Mengkatip, Sub 1 1
ha . Jam .Tahun )
1
DAS Purun, Sub DAS Sakan Raya, Sub Vo = volume aliran (m³)
DAS Ahas, Sub DAS Napu, Sub DAS Qp = debit aliran puncak (m3/detik)
Rantau Upak, Sub DAS Puning, Sub
DAS Batampang dan Sub DAS Karanen. Untuk memperoleh nilai Rw (Andawayanti,
Kecamatan Karau Kuala terdiri dari Sub 1988 : 47) diperlukan langkah-langkah sebagai
DAS Telang dan Sub DAS Karau. berikut :
Kecamatan Dusun Selatan terdiri dari 1. Dihitung Tc (Waktu Konsentrasi Limpasan
Sub DAS Mulia, Sub DAS Madara, Sub Maksimum), dengan menggunakan
DAS Papuang dan Sub DAS Perigi. persamaan Bransby dan Williams.
0,2 0,1
1.3 Rumusan Masalah Tc = 0,222  L  S  As
1. Berapakah besarnya erosi lahan rata – Dimana :
rata per hektar per tahun yang terjadi Tc = waktu konsentrasi limpasan
pada masing – masing Kecamatan ? maksimum (jam)
2. Bagaimanakah tingkat bahaya erosi lahan L = panjang sungai (m)
pada masing – masing Kecamatan? S = kemiringan sungai
3. Upaya konservasi yang bagaimana yang As = luas daerah pengaliran (km2)
harus digunakan untuk mengendalikan
bahaya erosi lahan yang terjadi pada 2. Mencari Nilai Rerata Total Curah Hujan
masing – masing Kecamatan? Maksimum Bulanan (mm).
3. Menghitung Intensitas Curah Hujan (I)
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian dengan menggunakan persamaan :
1. Untuk mengetahui besarnya erosi lahan CH Maks
rata – rata per hektar per tahun yang I =
terjadi pada masing – masing Kecamatan. Tc
2. Untuk menentukan tingkat bahaya erosi Dimana :
lahan pada masing – masing Kecamatan. I = intensitas hujan (mm/jam)
3. Untuk mengetahui upaya konservasi yang CHMaks = curah hujan harian maksimum
bagaimana yang harus digunakan untuk (mm/jam)
mengendalikan bahaya erosi lahan yang Tc = waktu konsentrasi limpasan
terjadi pada masing – masing Kecamatan. maksimum (jam)

2. TINJAUAN PUSTAKA 4. Menghitung Debit Aliran Puncak dengan


2.1 Pendugaan Laju Erosi Dengan Metode menggunakan persamaan :
Mulse Qp = 0,278  C  I  As
Pada kebanyakan daerah aliran yang cukup
Dimana :
luas, selama erosi juga terjadi pengendapan
Qp = debit aliran puncak (m3/detik)
dalam proses pengangkutan. Hasil endapan
C = koefisien pengaliran
dipengaruhi oleh limpasan permukaan. Oleh
I = intensitas hujan (mm/jam)
karena itu Williams (1975) mengadakan As = luas daerah pengaliran (km2)
modifikasi PUKT untuk menduga hasil
endapan dari setiap kejadian limpasan
permukaan, mengganti indeks erosivitas (R) Et
5. Menentukan Nilai MS, BD,RD dan
dengan indeks erosivitas limpasan permukaan E0
(RW). Persamaan menurut Williams (1975)
6. Menentukan Nilai Rc, dengan menggunakan
sebagai berikut :
persamaan :
0, 5
Rw = 9,05  (V0  Q p )0, 56 (2.7)  Et 
Rc = 1000 x MS x BD x RD x  
Dimana :
 E0 
Dimana :

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2, EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 36
Rc = Kapasitas penyimpangan 2.3 Upaya Konservasi
lengas tanah Erosi terjadi karena adanya penghancuran
MS = Kandungan lengas tanah pada massa tanah oleh pukulan air hujan dan
kapasitas lapang limpasan permukaan. Pukulan air hujan dan
BD = Berat jenis volume lapisan limpasan permukaan tersebut membawa
tanah atas energi yang dapat menghancurkan agregat
RD = Kedalaman perakaran efektif tanah. Dengan demikian upaya konservasi
harus dilakukan dengan :
Untuk tanaman keras = 0,10
1. Mengurangi besar energi puncak (air hujan
Untuk padi – padian dan rumput = 0,05
atau limpasan permukaan).
Et/Eo = Perbandingan antara evaporasi 2. Meningkatkan ketahanan agregat tanah.
aktual (Et) dan evaporasi potensial (Eo)
3. Memperbaiki pelindung tanah .
7. Mencari Nilai Rerata Jumlah Hari Hujan Untuk mengurangi besar energi perusak dapat
(Rn) dan Rerata Total Curah Hujan Bulanan dilakukan dengan :
(R)
1. Menutup atau melindungi massa tanah dari
8. Mencari Nilai R0 dengan persamaan :
pukulan langsung air hujan atau kikisan
R limpasan permukaan .
R0 =
Rn 2. Meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah.
Dimana :
Ro = jumlah hujan perhari 3. Meningkatkan kekerasan dalam permukaan
R = rerata total curah hujan tanah, untuk mengurangi kecepatan dan
bulanan (mm) volume air hujan serta limpasan permukaan
Rn = rerata jumlah hari hujan (hari) sehingga tidak lagi mampu mengikis tanah.
9. Menghitung V0 dengan persamaan :
 R c  3. METODE PENELITIAN
 R 0 
V0 = R  exp  3.1 Tahapan Studi (2.13)
Dimana : Secara umum penelitian dilakukan dalam 3
(tiga) tahap, yaitu : pengumpulan data,
Rc = erositas rencana analisis data dan perumusan upaya konservasi
R = jumlah hujan tahunan (mm) (lihat gambar 3.1). Jenis data yang
Ro = jumlah hujan perhari (mm/hari) dikumpulkan sebagai bahan analisis adalah
Vo = volume aliran (m3) data sekunder. Data sekunder berupa hasil
studi terdahulu yang terdiri dari peta dan data
2.2 Tingkat Bahaya Erosi curah hujan.
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) diperoleh dengan 3.2 Teknik Pengumpulan Data
cara membandingkan tingkat erosi pada suatu Data untuk penelitian ini diperoleh dari
unit lahan dengan kedalaman efektif. Kantor Dinas Pekerjaan Umum, Sub Dinas
Klasifikasi tingkat bahaya erosi dapat dilihat Pengairan Provinsi Kalimantan Tengah yang
pada Tabel 2.1 berikut : mewakili sungai Barito, disamping itu untuk
Tabel 2.1 perlengkapan studi juga disertai data kondisi
geografi, topografi, klimatologi, tata guna
Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi lahan dan data kependudukan yang diambil
dari Kantor Biro Pusat Statistik Kota
Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah
serta beberapa instansi terkait yang
mendukung penelitian ini.

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2, EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 37
3.3 Teknik Analisa Data = 0,022 . 203,75 . 0,060
0 , 2
.
Perhitungan Laju Erosi (A) dengan 0 ,1
menggunakan Metode MUSLE. 63
= 5,19943 jam
Perhitungan nilai limpasan permukaan (Rw) 2. Rerata Total Curah Hujan Maksimum
1). Menghitung Waktu Konsentrasi Bulanan
Limpasan Maksimum (Nilai Tc) Rerata total curah hujan maksimum bulanan
2). Mencari Nilai Rerata Total Curah Hujan pada bulan Januari 75,45 mm.
Maksimum Bulanan (mm).
3). Menghitung Intensitas Curah Hujan (I) 3. Menghitung Intensitas Curah Hujan
4). Menghitung Debit Aliran Puncak I = CH maks / Tc
5). Menentukan Nilai MS, BD, RD dan = 75,45 / 5,19943
= 14,5112 mm / jam
Et
.
E0 4. Menghitung Debit Aliran Puncak
6). Menentukan Nilai Rc Koefisien pengaliran (C) pada DAS Barito
7). Mencari Nilai Rerata Jumlah Hari Sehingga :
Hujan (Rn) dan Rerata Total Curah Qp = 0,278 . C . I . A s
Hujan Bulanan (R). = 0,278 . 0,30 . 14,5112 . 63
8). Mencari Nilai R0 3
= 76,2447 m / detik
9). Menghitung V0
5. Menentukan Nilail MS, BD, RD dan Et/Eo
10). Menghitung Nilai Rw
Nilai koefisien MS, BD, RD dan Et/Eo
11). Menentukan Nilai (K) diperoleh berdasarkan jenis tanah, kedalaman
perakaran, berat jenis volume lapisan tanah
12). Menghitung Faktor Panjang dan
dan perbandingan antara evaporasi aktual dan
Kemiringan Lereng (LS)
evaporasi potensial.
13). Menghitung Faktor Panjang dan Sehingga :
Kemiringan Lereng (LS) MS = 0,321
BD = 1,234
14). Menentukan Nilai ( C ) dan (P)
RD = 0,100
15). Menghitung banyaknya tanah yang Et/Eo = 0,929
tererosi per satuan waktu (A) dengan
6. Menentukan Nilai Rc
Rc = 1000 . MS . BD . RD .
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 0,5
4.1 Perhitungan Limpasan Permukaan (RW) (Et/Eo)
Sebagai contoh diambil data curah hujan = 1000 . 0,321 . 1,234 . 0,100 .
0,5
Stasiun Buntok pada bulan Januari di Desa (0,929)
Salat Baru Kecamatan Karau Kuala. Adapun = 38,1793
langkah perhitungan limpasan permukaan 7. Rerata Jumlah Hari Hujan (Rn) dan Rerata
(Rw) adalah sebagai berikut: Total Curah Hujan Bulanan (R)
1. Perhitungan Nilai Tc (Waktu Konsentrasi Rerata jumlah hari hujan (Rn) pada bulan
Limpasan Maksimum) Januari 10,5 hari dan rerata total curah hujan
Menghitung Nilai Tc dengan persamaan bulanan (R) bulan Januari 365,24 mm. Nilai
Bransby dan Williams. Dari hasil (Rn) dan (R).
pengumpulan data sekunder diperoleh : R
Panjang Sungai Terpanjang (L) R0 = =203,75 Km
Luas Daerah Pengaliran (As) = 63 Km²R(Lam.
n 66 )
Kemiringan Rata – rata Daerah Pengaliran 365,24
Sungai (S) = 0,060 Ro =
Sehingga : 10,5
0 , 2 0 ,1 Ro = 34,785
Tc = 0,022 . L . S . As

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2, EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 38
9. Menghitung Nilai Vo 4.4 Perhitungan Nilai (C) dan (P)
Vo = R . exp. ( -Rc / Ro) Besarnya Nilai (C) dan Nilai (P) ditentukan
= 365,24 . exp. (-38,1793 / berdasarkan keanekaragaman bentuk tataguna
34,7847 ) lahan di lapangan. Contoh perhitungan dalam
= 121,8713 m
3 menetukan Nilai (C) dan (P) adalah sebagai
10. Menghitung Rw berikut :
0 , 56
Rw = 9,05 . ( Vo . Qp) No. Unit lahan = 01
0 , 56
= 9,05 . ( 121,8713 . 76,2447) Desa = Salat Baru
1
= 1509,36 Mj . mm. ha . Kecamatan = Karau Kuala
1 1
jam .tahun
1
Jenis Tanaman = Kebun
= 150,936 Mj . cm. ha . Campuran
1 1
jam .tahun Nilai (C) = 0,341
4.2 Perhitungan Indeks Erodibilitas (K) Jenis Konservasi Tanah = Perkebunan
Nilai erodibilitas tanah menggambarkan Kerapatan
kepekaan jenis tanah terhadap erosi. Nilai (K) Sedang
dalam studi ini menggunakan pendekatan Nilai (P) = 0,500
beberapa hasil Sreening Study Brantas
Watershed dan beberapa hasil penelitian
Pusat Penelitian Tanah (PPT) Bogor dan 4.5 Perhitungan Laju Erosi Menggunakan
PSLH Unibraw serta grafik nomogram. Metode Mulse
Contoh perhitungan untuk mendapatkan Untuk menghitung besarnya laju erosi
indeks erodibilitas adalah sebagai berikut : menggunakan persamaan 2.4 maka besarnya
No. Unit Lahan = 01 erosi yang terjadi pada Desa Salat Baru :
Desa = Salat A = Rw x K x LS x C x P
Baru A = 1537,630 x 0,230 x 0,967 x
Kecamatan = Karau 0,341 x 0,500
Kuala A = 58,3083 Ton / Ha / thn.
Jenis Tanah = Alluvial
Kandungan Organik = 1,710 % 4.6 Perhitungan Tingkat Bahaya Erosi dan
Kandungan Pasir Halus + Debu = 41,9 % Penentuan Upaya Konservasi
Kandungan Pasir Kasar = 10 % Perhitungan Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Kelas Struktur = 3 diperoleh dengan cara membandingkan
Kelas Permeabilitas = 4 tingkat erosi pada suatu unit lahan dengan
Nilai (K) = 0,230 kedalaman efektif (Solum).

4.3 Perhitungan Panjang dan Kemiringan 5. PENUTUP


Lereng (LS) 5.1 Kesimpulan
Panjang kemiringan lereng ditentukan dari Berdasarkan hasil perhitungan dan
hasil pengukuran pada peta lokasi penelitian. pembahasan maka dapat disimpulkan:
Contoh perhitungan dalam menentukan Nilai 1. Besarnya erosi lahan rata – rata di
(LS) adalah sebagai berikut : Wilayah Kecamatan Karau Kuala
57,0294ton / ha / tahun, Kecamatan
No. unit Lahan = 01 Dusun Selatan 45,35203 ton / ha / tahun
Desa = Salat baru dan Kecamatan Dusun Hilir 21,6514 ton
Kecamatan = Karau Kuala / ha / tahun.
Panjang lereng = 625 m 2. Tingkat bahaya erosi lahan yang ada di
Kemiringan lereng = 2% Wilayah Kecamatan Dusun Hilir adalah
Nilai (LS) = 0,967 : 44,45 % sangat ringan dan 55,55 %
ringan . Kecamatan Karau Kuala adalah :

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2, EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 39
63,64 % ringan; 18,18 % sedang dan Pasca Sarjana Universitas Brawijaya PPSUB –
18,18 % berat. Kecamatan Dusun Selatan PPSUP, Palangka Raya.
adalah 42,30 % sangat ringan; 19,23 %
ringan; 26,93 % sedang dan 11,54 % Kartasapoetra, (1985), Teknologi Konservasi
berat. Tanah dan Air, Penerbit Bina Aksara, Jakarta.
3. Upaya konservasi yang dapat dilakukan
pada Kecamatan Dusun Hilir, adalah Kodoatie, Robert J., dkk (2001), Pengelolaan
dengan upaya konservasi vegetatif Sumber Daya Air dalam Otonomi Daerah,
sedangkan Kecamatan Karau Kuala dan Penerbit Andi Yogyakarta, Yogyakarta.
Kecamatan Dusun Selatan adalah dengan
upaya konservasi kombinasi vegetatif Rismunandar, (1993), Tanah dan Seluk
dan mekanis. Beluknya Bagi Pertanian, Penerbit Sinar Baru
Algensindo, Bandung.
5.2 Saran
Dalam pelaksanan upaya konservasi pada Sarwono Hardjowigeno, (1993), Klasifikasi
Kecamatan Karau Kuala, Kecamatan Dusun Tanah dan Pedogenesis, Penerbit Akademika
Hilir dan Kecamatan Dusun Selatan Pressindo, Jakarta
sebaiknya dilakukan secara bersamaan antara
upaya konservasi vegetatif dan mekanis. Suripin, (2001), Pelestarian Sumber Daya Tanah
dan Air, Penerbit Andi Yogyakarta,
DAFTAR PUSTAKA Yogyakarta.

Helmuth Tanggara, (2005), Tesis Studi Erosi dan Wani Hadi Utomo, (1994), Erosi dan Konservasi
Konservasi DAS Katingan Hulu, Program Tanah, Penerbit IKIP Malang, Malang.

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2, EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 40

Anda mungkin juga menyukai