Anda di halaman 1dari 48

PENGARUH VARIASI BUKAAN PANEL DINDING

MULTIPLEK (SHEATHED WALL) TERHADAP ENERGI


DISIPASI AKIBAT BEBAN SIKLIK PADA PORTAL
BAJA CANAI DINGIN 2D

PROPOSAL SKRIPSI
TEKNIK SIPIL

Ditujukan untuk memenuhi persyaratan


Memperoleh gelar Sarjana Teknik

Dengan hormat, mohon untuk ditindaklanjuti


sebagai Majelis Penguji
Ketua Majelis Penguji
Pak Ming N.

MUHAMMAD RAFLY SETIAIMANI


Penguji / Pembimbing 1
Pak Ananda I. NIM. 175060101111020

Penguji / Pembimbing 2
Bu Devi N. UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
KKJF-Struktur, 15 Januari 2021
Pak Wisnumurti 2020
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara yang letaknya berada di antara tiga lempeng
bumi yaitu Eurasia, Indoaustralia, dan Pasifik. Dimana lempeng tersebut tidak jarang
terjadi gempa bumi. Adapun gempa bumi tektonik maupun vulkanik. Besar kecilnya
gempa bumi tergantung pada besarnya tekanan yang terjadi karena pergeseran kerak bumi.
Hal ini dapat mempengaruhi pembangunan infrastruktur di Indonesia. Sehingga penting
untuk merencanakan bangunan yang tahan terhadap beban gempa agar terhindar dari
kerugian seperti kerusakan tempat tinggal serta bangunan-bangunan lainnya.

Untuk mendesain bangunan yang tahan terhadap beban gempa, sudah banyak
berbagai bahan material diteliti dan dipakai untuk bahan konstruksi. Salah satunya ialah
baja canai dingin. Baja canai dingin merupakan suatu komponen struktur yang terbuat dari
lembaran-lembaran baja yang diproses dengan bentuk-bentuk profil tertentu menggunakan
proses stamping, rolling, dan shaping. Material baja cold formed merupakan komponen
yang tipis, ringan dan mudah dalam pengerjaan bila dibandingkan dengan material baja
hot rolled (Mutawalli, 2007).. Untuk saat ini material baja canai dingin biasa digunakan
untuk rangka atap, rangka plafond, dan rangka bangunan salah satunya kini mulai
diterapkan pada portal sederhana.

Portal adalah suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian struktur yang saling
berhubungan yang berfungsi menahan beban sebagai suatu kesatuan lengkap yang berdiri
sendiri dengan atau tanpa dibantu oleh diafragma-diafragma horizontal atau sistem-sistem
lantai. Ada 2 macam portal, yaitu portal terbuka dan tertutup. Pada portal terbuka, seluruh
momen dan gaya yang bekerja langsung ditahan oleh pondasi, sloof hanya menahan
dinding saja. Sedangkan, pada portal tertutup gaya dan momen yang bekerja ditahan
terlebih dahulu oleh sloof/beam kemudian diratakan ke sebagian pondasi.
Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisa kegagalan pada struktur portal canai
dingin dengan panel dinding akibat beban gempa dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Dengan perencanaan pemberian beban siklik antara struktur portal
2

dengan jenis material panel dinding yang berbeda, dapat diketahui energi disipasi akibat
pemberian beban siklik pada struktur portal tersebut. Diharapkan dari penelitian ini dapat
mengetahui desain yang lebih kuat dan aman. Sehingga tugas akhir ini penulis beri judul
“Pengaruh Variasi Bukaan Panel Dinding (Sheated Wall) Berbahan Multiplek
Terhadap Energi Disipasi Akibat Beban Siklik Pada Portal Baja Canai Dingin 2D”

1.2. Identifikasi Masalah

Struktur portal dapat mengalami kegagalan dikarenakan beberapa sebab, faktor yang
paling umum adalah dari sisi desain struktur dan beban yang diterima. Menurut Diptes Das
dan CVR Murty (2004), kekakuan portal terbuka tidak cukup besar untuk menahan beban
horizontal akibat gempa. Penambahan panel dinding meningkatkan kekakuan struktur dan
memberi pengaruh besar terhadap keruntuhan gedung sehingga perilakunya berbeda dari
portal terbuka. Konfigurasi panel dinding sebagai elemen tambahan pada struktur portal
dapat divariasikan berdasarkan jenis materialnya, sehingga perlu diteliti pengaruh jenis
panel dinding terhadap energi disipasi akibat pembebanan siklik.

1.3. Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada penelitian ini:
1. Bagaimana pengaruh variasi jenis material panel dinding berbahan multiplek terhadap
energi disipasi akibat beban siklik pada portal baja canai dingin?
2. Bagaimana pola kegagalan struktur yang menerima beban siklik pada portal baja canai
dingin?
3. Bagaimana pengaruh jenis material panel dinding terhadap kapasitas beban maksimum
akibat beban quasi statis pada portal canai dingin?
3

1.4 Batasan Masalah


Batasan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Model benda uji berupa portal dua dimensi dua lantai dengan tinggi total 106 cm dan
lebar total 58 cm. Ketinggian balok pada ketinggian 50 cm dan 100 cm.
2. Material yang digunakan baja canai dingin dengan profil balok hollow square 20.40.0,3
dan kolom hollow 40.40.0,3.
3. Material panel dinding yang digunakan adalah multiplek dengan ketebalan 4 mm dan
multiplek dengan ketebalan 4 mm.
4. Portal yang ditinjau adalah portal dengan panel dinding penuh (tanpa bukaan) dan
dipasang pada satu sisi portal saja
5. Alat sambung yang digunakan adalah baut untuk sambungan balok dan kolom dan
sekrup untuk sambungan panel dinding dan kolom.
6. Pelat sambung yang digunakan berbentuk siku dengan lebar 20 mm dan panjang 80
mm.
7. Jarak alat sambung yang digunakan 20 mm terhadap kolom dan 10 mm terhadap balok.
8. Alas benda uji yang digunakan adalah multiplek dengan ketebalan 30 mm dengan
asumsi jepit sempurna.
9. Pembebanan pada penelitian ini menggunakan beban quasi statis.
10. Pada pengujian ini parameter yang diamati adalah kekakuan benda uji akibat variasi
jenis panel dinding.

1.5. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh variasi jenis panel dinding terhadap energi disipasi
akibat beban siklik pada portal baja canai dingin.
2. Untuk mengetahui pola kegagalan struktur yang menerima beban siklik pada
portal baja canai dingin.
4

3. Untuk mengetahui pengaruh jenis material panel dinding terhadap kapasitas


beban maksimum akibat beban quasi statis pada portal canai dingin.

1.6. Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan adalah:
1. Bagi peneliti: mengetahui perilaku benda uji akibat beban siklik.
2. Bagi pembaca: dapat menjadi pertimbangan dalam mendesain struktur dengan
material baja canai dingin.
3. Bagi akademisi: dapat menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut dengan
permasalahan serupa.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Portal
Struktur portal adalah struktur yang terbuat dari elemen yang linear seperti balok dan
kolom yang dihubungkan satu sama lain pada ujungnya sehingga tidak memungkinkan
terjadinya rotasi pada ujung yang saling terhubung (Schodek, 1998). Portal adalah struktur
yang tetap stabil bila diberi beban lateral seperti gempa bumi maupun beban gravitasi karena
ujung pada balok dapat menahan kolom dari rotasi karena sambungannya bersifat kaku. Dan
kolom pada portal berfungsi untuk menahan putaran pada ujung balok sehingga dapat
mengurangi defleksi pada bentang balok.
Ada dua jenis struktur portal jenis yakni portal terbuka dan portal tertutup.
2.1.1. Portal Terbuka
Portal terbuka adalah portal yang kekuatan dan kekakuannya dalam menahan beban
lateral dan kestabilan bergantung pada kekuatan elemen-elemennya sendiri (Carvalho,
2012). Struktur dari portal terbuka terdiri dari balok dan kolom yang saling terhubung satu
sama lain dengan sambungan penahan momen.
Kelebihan-kelebihan yang dimiliki struktur portal terbuka diantaranya adalah
kemudahan dalam pelaksanaan pekerjaan finishing dan arsitektural dikarenakan memiliki
bukaan penuh pada portalnya. Disamping itu, struktur portal terbuka juga cenderung
mempunyai disipasi energi yang baik.

Gambar 2.1 Portal Terbuka


6

2.1.2. Portal Tertutup


Struktur portal tertutup adalah struktur portal yang seluruh momen dan gaya yang
terjadi pada struktur akan ditahan lebih dahulu oleh balok sloof yang kemudian akan
diteruskan ke elemen-elemen struktur lainnya dan sisa momen dan gaya yang terjadi akan
diteruskan ke pondasi. Balok sloof pada struktur portal tertutup memiliki fungsi untuk
mengikat antar kolom untuk mencegah terjadinya penurunan yang berbeda (differential
settlement).

Gambar 2.2 Portal Tertutup

2.2. Material Baja Canai Dingin


2.2.1. Gambaran Umum
Profil struktur baja canai dingin atau cold formed steel (CFS) merupakan komponen
struktural dari lembaran baja yang dibentuk model tertentu dengan proses press braking atau
roll forming. Suhu yang tinggi tidak diperlukan dalam proses pembentukan (tidak seperti
baja hot-rolled), oleh sebab itu baja ringan ini juga disebut cold-formed. Pada umumnya baja
cold-formed merupakan komponen yang tipis, ringan, mudah dalam pengerjaan
dibandingkan dengan baja hot-rolled (Mutawalli, 2007).

2.2.2. Tegangan Leleh, Kuat Tarik, dan Kurva Tegangan Regangan


Baja canai dingin adalah baja dengan kandungan karbon rendah yaitu zincallume
(G550) yang terdiri atas 1,7% Carbon (C), 1,65% Mangan (Mn), 0,6% Silikon (Si), dan
0,6% Copper (Cu). Baja G550 memiliki karakteristik tegangan dan kuat tarik minimum 550
MPa, modulus geser sebesar 80.000 MPa dan modulus elastisitas 200.000 MPa.
7

Kekuatan suatu baja canai dingin tergantung pada titik lelehnya. Tegangan leleh (yield
stress) sendiri adalah titik batas dimana baja masih mengalami pertambahan deformasi
namun tidak diikuti kenaikan beban yang ditahan. Dalam kurva tegangan-regangan baja
batas tersebut disebut sebagai titik leleh. Menurut Yu (2000) tegangan leleh baja ringan
berkisar antara 165 Mpa hingga 552 Mpa (1687-5624 kg/cm2).
Baja yang diproduksi dengan hot rolled akan menghasilkan kurva tegangan-regangan
yang tajam sedangkan baja yang diproduksi dengan menggunakan cold formed
menghasilkan kurva yang lebih stabil dibandingkan dengan hot rolled.

(a)

(b)
Gambar 2.4 Kurva tegangan regangan baja ringan (a) Tegangan leleh tajam; (b) Tegangan
leleh stabil
Sumber: Yu, Wei-Wen dan La Boube Roger A. (2010)
8

2.2.3. Profil Baja Canai Dingin


Wiguna (2015) menjelaskan bahwa profil baja ringan dibagi menjadi dua tipe yakni:
1. Profil struktural tunggal
Profil struktural tunggal adalah profil yang berdiri sendiri dan tidak dapat
disambungkan satu sama lain. Contoh profil struktural tunggal adalah profil kanal
(C-section), profil sigma (sigma section), profil Z (Z – section), profil siku (angle
section), profil I (I – section), profil T (T – section), dan profil bulat (tubular section).
2. Profil dek dan panel
Profil dek dan panel adalah profil yang dapat disambungkan satu sama lain
untuk membentuk suatu panel yang lebar dan saling terkunci dengan rapat satu sama
lain. Profil dek dan panel ini kedalaman panel berkisar 38,1–191 mm dan ketebalan
bahan berkisar antara 0,457–1,91 mm. Umumnya profil dek dan panel digunakan
sebagai atap dan panel pelapis dinding.

(a) (b)
Gambar 2.5 Jenis profil baja canai dingin (a) Bentuk profil struktural tunggal (b) Bentuk
profil dek dan panel
Sumber: (Yu, 2000)

2.2.4. Kelebihan dan Kekurangan Baja Canai Dingin


Seperti halnya sebuah material, dibalik kelebihan yang ditawarkan tentunya baja
canai dingin juga memiliki beberapa kekurangan . Kelebihan dari baja canai dingin yakni:
1. Baja canai dingin ringan dan tipis, secara langsung akan mengurangi berat sendiri
struktur sehingga beban yang diterima struktur selanjutnya akan berkurang.
2. Karena mudah dibentuk dan juga ringan baja canai dingin sangat cepat untuk
proses pemasanganya.
9

3. Baja canai dingin bersifat anti api atau tidak membuat api membesar jika ada api.
Karena pada baja canai dingin tersebut terdapat suatu sistem proteksi seperti fire
resistance.
4. Baja canai dingin tidak memiliki nilai muai susut seperti yang dimiliki material
kayu.
5. Baja canai dingin memiliki daya tahan terhadap serangga sehingga waktu
penggunaan lebih lama. Selain itu biaya pemeliharaannya juga kecil sehingga baja
canai dingin lebih efisien dan ekonomis.

Sedangkan untuk kelemahan baja canai dingin, yaitu:


1. Baja canai dingin umumnya digunakan pada suatu sistem struktur rangka dimana
memerlukan perhitungan yang matang dan ketelitian yang serius, jika terjadi
kesalahan akan berakibat fatal. Perhitungan yang perlu dilakukan secara matang
adalah kapasitas penampang dan kelangsingan profil.
2. Baja canai dingin yang tersedia di pasaran memiliki profil yang terbatas sehingga
pemilihan profil harus tepat.
3. Baja canai dingin termasuk material baru, sehingga diperlukan tenaga ahli khusus
untuk merakitnya.

2.3. Panel Dinding pada Konstruksi Baja Ringan


Panel diinding merupakan bagian dari bangunan yang memiliki fungsi sebagai
pemikul beban sekaligus pembatas yang dipasang secara vertikal dan memanjang
(Julistiono, 2003). Dalam perencanaannya panel dinding umumnya dianggap sebagai bagian
non-struktural, namun pada praktiknya di lapangan panel dinding turut berperan membantu
portal saat menerima beban vertikal maupun horizontal akibat gempa yang besar.
(Dewobroto, 2005).

2.3.1. Material Panel dinding

Penelitian ini menggunakan panel dinding multiplek karena sering digunakan


sebagai material panel dinding pada struktur partisi bangunan. Multiplek merupakan
lembaran kayu olahan tipis yang dipres kemudian dilem menjadi satu. Papan kayu
olahan tersebut biasa disebut dengan plywood. Di pasaran, ukuran standart yang sering
digunakan adalah 120x240 cm dengan ketebalan antara 3-18 mm.
10

Tabel 2.1
Sifat Material Kayu dan Kayu Komposit

Sumber: Mechanical Properties of Wood-Based Composite Materials


Penggunaan mutiplek sebagai panel dinding pada struktur partisi memiliki
beberapa kelebihan antara lain sebagai berikut.
1. Mudah dipasang dimana saja karena teksturnya yang fleksibel dan ringan.
2. Kokoh sehingga dapat digunakan sebagai komponen pembangun rumah atau
material dasar pembuatan furnitur indoor.
3. Dibuat dengan metode ukuran yang sangat tepat dan seragam sehingga memiliki
permukaan yang halus dibandingkan dengan jenis kayu yang lain.
4. Tersedia dalam berbagai macam ketebalan dan ukuran sehingga memudahkan kita
untuk mengaplikasikannya di rumah.
5. Dapat tahan di bawah cuaca dan suhu ekstrem di Indonesia apabila dipasang dan
dirawat dengan benar.
11

2.3.2 Bukaan pada Panel Dinding


Pada beberapa struktur partisi bangunan, struktur portal tidak hanya diisi oleh panel
dinding penuh, tetapi juga dinding dengan bukaan (lubang) yang difungsikan untuk
jendela, pintu, ventilasi udara, dan lain-lain. Menurut Choi H. (2005), pengaruh dinding
dengan bukaan diabaikan dalam perhitungan dengan asumsi bahwa dinding tersebut
tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap struktur rangka yang
mengekangnya. Namun sejumlah peneliti (Goutam M. and Sudhir K.J., 2008, Surendran
S. and Kaushik H.B., 2012) menyatakan bahwa pemasangan dinding dengan bukaan
memberikan pengaruh terhadap kekuatan struktur rangka namun besarnya bergantung
pada rasio luas bukaan terhadap luas dinding itu sendiri.
Menurut Maidawati (2017), suatu struktur portal dengan dinding baik yang
penuh maupun terdapat bukaan akan berkontribusi untuk menunda terjadinya
keruntuhan pada struktur portal itu sendiri. Penggunaan dinding penuh pada suatu
struktur portal dapat meningkatkan kekuatan lateral struktur lebih dari dua kali lipat.
Pada penelitiannya, Maidawati menyimpulkan bahwa semakin luas bukaan pada
dinding maka semakin kecil dinding tersebut berkontribusi terhadap kekuatan lateral
struktur.
Adanya bukaan pada dinding bisa mengakibatkan kolom pada struktur portal
mengalami short column effect. Selama terjadinya gempa bumi, kolom yang memiliki
ketinggian lebih pendek akibat adanya pengekangan akan mengalami kerusakan yang
lebih besar daripada kolom yang lebih panjang dengan pemberian beban yang sama.
Hal tersebut disebabkan karena kolom yang lebih pendek memiliki kekakuan yang
lebih besar dibandingkan kolom yang lebih panjang padahal menerima perpindahan
yang sama. Oleh karena itu, kolom pendek tersebut harus dirancang lebih kuat untuk
menahan beban yang lebih besar.

Gambar 2.7 Perbandingan Kolom panjang dan Kolom pendek pada penerimaan
beban gempa
Sumber: C.V.R. Murty (20
12

2.3.3. Perilaku Portal dengan Panel Dinding


Suatu kinerja struktur dapat dilihat dari kemampuannya menerima gaya gempa
yang kuat. Struktur yang memiliki kinerja yang baik akan mampu bertahan dari gempa
meskipun telah mencapai batas keruntuhan. Beban yang diterima struktur tersebut
diharapkan bisa menyebar ke seluruh elemen-elemen strukturnya sehingga tidak terfokus
ke beberapa elemen struktur saja.

Pada saat struktur portal dengan panel dinding menerima pembebanan yang relatif
kecil, panel dinding tersebut berperan terhadap kekakuan dan kekuatan struktur secara
penuh. Pada saat pembebanan tersebut, panel dinding belum mengalami kegagalan yang
dapat menurunkan kekakuan strukturnya meskipun portalnya sendiri berpeluang besar
mengalami kerusakan. Hal ini disebabkan karena pembebanan yang diberikan belum
melampaui kekuatan panel dinding tersebut. Namun apabila struktur tersebut diberi
pembebanan yang lebih besar, deformasi yang terjadi akan mengakibatkan kekuatan panel
dinding terlampaui sehingga terjadi kerusakan pada dinding. Kerusakan tersebut dapat
menurunkan kekakuan struktur secara signifikan, sehingga gaya gempa yang sebelumnya
diterima langsung oleh struktur portal dan panel dindingnya secara bersamaan akan
berubah diterima sepenuhnya oleh portal saja. Hal tersebut akan menyebabkan kegagalan
terjadi pasa struktur portal. (Tjahjanto & Imran, 2009)
13

2.1.1. Pola Retak dan Keruntuhan Portal dengan Panel Dinding


Pola keruntuhan yang terjadi pada panel dinding dapat menentukan kekuatan
lateralnya. Pola keruntuhan yang dapat terjadi adalah timbulnya retak pada panel
dinding akibat pembebanan lateral maksimum pada salah satu arah dan dua arah,
kemudian beban lateral terus ditingkatkan secara bertahap diiringi dengan
pertambahan lendutan yang menyebabkan retakan pada panel dinding semakin
terbuka dan test uji bisa diakhiri.
Menurut Paulay dan Priestley (1992), pola keruntuhan portal dengan dinding
terbagi menjadi lima kategori, yaitu sebagai berikut.
a. Corner crushing (CC), pola keruntuhan dimulai dari daerah pojok portal. Pola
keruntuhan ini biasanya terjadi pada dinding yang dikelilingi struktur portal balok
kolom yang kuat namun memiliki hubungan balok kolom lemah.
b. Sliding shear (SH), ditandai dengan terjadinya kegagalan geser horizontal pada
sambungan dinding. Keruntuhan seperti ini terjadi akibat lemahnya kekuatan
dinding sedangkan struktur portal sangat kuat.
c. Diagonal compression (DC), keruntuhan ditandai dengan adanya kerusakan area
pada daerah tengah dinding. Hal ini disebabkan karena terjadinya tekuk luar
bidang (out of plane) yang dipicu oleh besarnya kelangsingan dinding.
d. Diagonal cracking (DCR), terjadi keruntuhan yang ditandai dengan terbentuknya
retak pada arah diagonal struktur, dimana kondisi ini merupakan kondisi paling
kritis akan tetapi kemungkinan terjadinya kecil.
14

e. Frame failure (FF), terjadi keruntuhan ditandai dengan terbentuknya sendi plastis
pada sambungan balok-kolom. Hal ini dikarenakan dinding memiliki kekuatan
besar namun struktur portal memiliki kekuatan kecil dengan hubungan balok-
kolom yang lemah.

(a) Pola CC (b) Pola SS (c) Pola DC

(d) Pola DCR (e) Pola FF


Gambar 2.8 Pola Keruntuhan Portal dengan
Dinding Sumber : Paulay dan Priestley (1992)

2.4. Pembebanan Siklik


Beban siklik adalah pembebanan lateral yang dilakukan secara berulang pada suatu
struktur sehingga seringkali menyebabkan kegagalan fatigue. Menurut George A dan
Ramiz Gilada (2015), kegagalan fatigue adalah kegagalan elemen struktur akibat beban
siklik walaupun beban yang diberikan masih jauh dibawah beban yang akan
mengakibatkan material tersebut leleh.
Beban siklik muncul akibat adanya pengembangan dari kondisi lingkungan seperti
gelombang badai dan gempa bumi (El-Reedy,2015). Sehingga pengujian beban siklik
digunakan untuk mengetahui respon suatu struktur terhadap beban lateral berulang
utamanya adalah beban gempa. Pengujian beban siklik memiliki dua metode, yaitu
load/force control dan displacement control.
Pada metode load/force control, pengujian dilakukan untuk mendapatkan nilai
perpindahan yang dihasilkan dari control beban yang diberikan. Pada metode ini struktur
dianalisis dalam keadaan elastis sampai kegagalan ultimate. Sedangkan metode
displacement control adalah pengujian yang dilakukan untuk mendapatkan nilai beban
yang dihasillkan dari kontrol perpindahan yang diberikan. Kedua metode pengujian ini
dilakukan untuk menghasilkan kurva hysteresis yang kemudian akan menghasilkan
parameter-parameter kekuatan struktur terhadap beban gempa.
15

Gambar 2.7 Kurva Histerisis


Sumber: Watanabe (2004)

Kurva histeresis adalah representasi respon dari struktur atau elemen struktur akibat
beban siklik. Kurva histeresis terdiri dari dua bagian yaitu reloading curve dan unloading
curve. Kurva histerisis mempunyai titik-titik puncak dan setiap titik puncak dari kurva
histerisis dapat dihubungkan satu sama lain untuk menghasilkan garis lengkung kurva yang
disebut envelope curve yang merupakan titik akhir reloading curve dan titik awal menuju
unloading curve. Ada beberapa parameter yang bisa didapat dengan menganalisis kurva
histeresis salah satunya yakni parameter kekakuan.
Suatu struktur yang diberi beban siklik lama-lama akan mengalami degradasi.
Degradasi yang terjadi pada struktur dibagi menjadi tiga jenis yakni degradasi kekakuan
(stiffness degradation), degradasi kekuatan (strength degradation) dan efek pinching.

Gambar 2.8 Degradasi Kekakuan Kurva Histeresis


Sumber : FEMA P440A, 2009
16

Degradasi kekakuan terjadi akibat retak atau hilangnya ikatan antar elemen yang
menyebabkan momen inersia efektif menjadi berkurang dengan ditandai turunnya nilai
kekakuan. Pada gambar 2.8 dapat dilihat bahwa pada model pertama loading dan unloading
bersifat sama dan kekakuan akan menurun dengan bertambahnya perpindahan. Pada model
kedua, loading berkurang sebagai fungsi perpindahan tetapi saat unloading tetap dijaga
seperti kekakuan awal. Pada model ketiga, loading dan unloading mengalami penurunan
sesuai fungsi perpindahan tetapi penurunan keduanya tidak sama.

Gambar 2.9 Degradasi Kekuatan Kurva Histeresis


Sumber : FEMA P440A, 2009

Degradasi kekuatan adalah degradasi yang ditandai dengan adanya penurunan gaya
atau beban (P) pada siklus berikutnya, sehingga puncak dari siklus juga mengalami
penurunan. Penurunan kekuatan yang terjadi dapat dilihat pada gambar 2.9

Gambar 2.10 Efek Pinching Kurva Histeresis


Sumber: FEMA P440A, 2009
17

Sedangkan efek pinching adalah penurunan kekakuan yang besar pada struktur
yang terjadi saat pembebanan ulang setelah terjadi unloading. Pada baja efek pinching
terjadi pada celah antar pelat dan sambungan yang membuka dan menutup ketika
diberi beban siklik.

2.5. Perpindahan
Apabila suatu struktur diberikan pembebanan lateral secara terus menerus maka
struktur akan mengalami perpindahan searah beban sebagai respon pembebanan. Apabila
suatu struktur diberi pembebanan dan tidak dapat kembali ke posisi semula setelah beban
dilepas, maka struktur mengalami perpindahan plastis dan mengisyaratkan struktur tidak
mampu lagi menahan beban yang lebih besar. Perpindahan akibat beban lateral dibagi
menjadi tiga jenis yaitu perpindahan lentur, perpindahan penetrasi leleh, dan perpindahan
geser.

2.5.1. Perpindahan Lentur (∆ft)


Perpindahan lentur adalah perpindahan yang ditandai dengan munculnya lengkungan
pada sebuah struktur yang ditinjau. Perpindahan lentur digolongkan menjadi dua jenis yakni
perpindahan elastis dan perpindahan plastis. Perpindahan elastis adalah perpindahan akibat
beban lateral pada struktur yang dapat kembali ke titik semula setelah pelepasan beban.
Sedangkan perpindahan plastis adalah perpindahan akibat beban lateral pada struktur yang
dapat kembali ke titik semula setelah pelepasan beban akibat struktur sudah melewati titik
lelehnya. Akibat perpindahan plastis, maka akan muncul sendi plastis pada daerah hubungan
balok dan kolom.

Gambar 2.11 Perpindahan Lentur


Sumber: (Wibowo, 2012)
18

Nilai perpindahan lentur dihasilkan dari idealisasi distribusi kelengkungan pada


daerah elastis dan plastis.
∆𝑓𝑡 = ∆𝑓𝑒 + ∆𝑓𝑝 ................................................................................................ (2-1)
Keterangan:
∆𝑓𝑡 = Perpindahan lentur
∆𝑓𝑒 = Perpindahan lentur elastis
∆𝑓𝑝 = Perpindahan lentur plastis

2.5.2. Perpindahan Penetrasi Leleh (∆y)


Perpindahan penetrasi leleh (yield penetration displacement) adalah perpindahan
yang muncul akibat adanya rotasi di ujung komponen struktur yang bersifat kaku.
Perpindahan ini berawal dari adanya celah terbuka di pertemuan komponen struktur dan
melebar seiring penambahan beban lateral. Menurut Park (1988) lendutan pada titik leleh
dapat diambil 75% dari beban ultimate.

Gambar 2.12 Mekanisme Yield Displacement


Sumber: (Wibowo, 2012)
2.5.3. Perpindahan Geser
Perpindahan geser merupakan perpindahan translasi pada arah tegak lurus sumbu
batang akibat gaya geser yang bekerja dalam elemen struktur akibat pembebanan lateral.
Dalam menentukan perpindahan geser, terdapat empat metode yang bisa digunakan yaitu
ACI 318-2002, FEMA 2733, Priestley (1994), dan Sezen & Moehle (2004). Empat metode
ini digunakan sebagai perbandingan untuk menentukan nilai perpindahan geser yang terjadi
19

Gambar 2.13 Perpindahan Geser


Sumber: (Wibowo, 2012)

2.6. Beban Lateral


Beban lateral adalah beban horizontal yang bekerja pada struktur. Pada penelitian ini,
beban lateral diberikan pada kolom dan balok dengan pada dua arah yakni kiri dan kanan
portal yang bergantian dalam tiga belas siklus. Hasil dari perpindahan yang disebabkan oleh
beban lateral kemudian digambarkan dengan kurva hysteresis dan maksimum pada struktur
diambil dari titik tertinggi pada kurva histeresis. Contoh beban lateral adalah gempa bumi.

2.7. Energi Disipasi


Energi Disipasi atau Energi Histerisis adalah energi yang diserap oleh struktur melalui
mekanisme kerusakan berupa keretakan struktur atau kelelehan tulangan/profil. Sedangkan
energi total yang diberikan kepada sebuah struktur akibat sesuatu pembebanan adalah energi
input. Semakin besar disipasi energi yang dialami oleh sebuah struktur, maka struktur
mengalami kerusakan yang lebih parah juga.

Energi terdisipasi oleh peredaman dalam satu siklus getaran harmonis adalah

Untuk mendapatkan interpretasi grafis dari energi disipasi, kita harus terlebih dahulu
menurunkan persamaan yang berkaitan dengan gaya redaman fD terhadap perpindahan u:
20

Persamaan ini bisa ditulis ulang menjadi

(2.6.1)

Yang merupakan persamaan elips ditunjukkan oleh Gambar 2.14. Perhatikan


bahwa kurva fD-u bukanlah fungsi yang bernilai tunggal tapi sebuah lingkaran yang
diketahui sebagai hysterisis loop atau lingkaran histerisis. Area yang tertutup oleh elips
dirumuskan π(uo)(cωuo) = πcωuo2, yang sama dengan Persamaan (2.6.1). Jadi, luas area
yang berada di dalam lingkaran histerisis merupakan energi disipasi.

Gambar 2.14 Hysterisis Loop

Sumber: Chopra (1981)

Gambar 2.15 Definisi Energi Input dan Disipasi


Energi Sumber: Wijaya (2009)

Menurut Wijaya energi total yang diberikan kepada struktur pada suatu
pembebanan disebut energi input. Sebagian energi input yang diberikan pada struktur
21

diserap (didisipasi) oleh struktur melalui mekanisme kerusakan berupa keretakan


struktur dan kelelehan tulangan. Dapat disimpulkan bahwa pada kurva histerisis, energi
input adalah luas daerah dengan batas atas kurva tertutup dan batas bawah garis x (garis
simpangan/drift), sedangkan energi disipasi adalah luas daerah kurva tertutup seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.15.

2.8. Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu berperan menjadi referensi dan pertimbangan tambahan dalam
penyusunan penelitian ini. Penelitian-penelitian yang telah dipublikasikan juga
dimanfaatkan sebagai gambaran serta memberikan pemahaman kepada penulis agar
penelitian ini menghasilkan pembahasan dan kesimpulan yang maksimal. Dengan harapan
akhir menjadikan penelitian ini berbobot dan memiliki kualitas sehingga pantas untuk
dijadikan bahan referensi penelitian selanjutnya.

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu


No. Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Chi-Ling Pan, Monotonic Shear Tests of Spesimen dengan dua sisi panel
Ming-Yang Cold-formed Steel Wall dinding memiliki energi absorpsi
Shan (2010) Frames with Sheathing lebih besar daripada spesimen
dengan satu sisi panel dinding.
Spesimen dengan panel dinding
kalsium silikat memiliki energi
absorpsi paling besar, panel
oriented-strand board terbesar
kedua, dan panel gipsum dengan
energi absorpsi terkecil.
Rasio daktilitas spesimen dengan
satu sisi panel dinding lebih besar
daripada spesimen dengan dua sisi
panel dinding.
2. Jourdan Tri Pengaruh Variasi Bentuk Portal baja canai dingin dengan
Sulistomo Pelat Sambung Terhadap pelat sambung siku menerima
(2020) Energi Disipasi Akibat energi input lebih besar daripada
22

Beban Siklik (Quasi-Statis) portal dengan pelat sambung


Pada Portal Baja Canai segitiga. Namun portal dengan pelat
Dingin 2D sambung siku mendisipasi energi
lebih sedikit daripada portal dengan
pelat sambung segitiga.
3. Ramadhan Energi absorpsi benda uji dengan
Pengaruh Variasi Jenis
Budhi W. panel dinding fiber cement board
Material Panel Dinding
(2020) lebih besar daripada benda uji
(Sheathed Wall) Terhadap
dengan panel dinding multipleks.
Energi Absorpsi Dan
Sedangkan nilai daktilitas benda uji
Daktilitas Akibat Beban
dengan panel dinding multipleks
Monotonik Pada Portal Baja
lebih besar daripada benda uji
Canai Dingin 2D
dengan panel dinding fiber cement
board
4. Shella Kartika Perbandingan energi disipasi
Pengaruh Variasi Jenis Alat
Timur (2020) kumulatif pada setiap siklus
Sambung Terhadap Energi
menunjukkan bahwa setiap portal
Disipasi Akibat Beban
dengan sambungan mur baut
Siklik (Quasi-Statis) Pada
memiliki energi disipasi lebih besar
Portal Canai 2D”.
dari portal dengan sambungan
sekrup
23

- HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN -


24

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental yang dilakukan di Laboratorium
Struktur dan Bahan Konstruksi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Malang dimulai pada tanggal 21 Desember 2020 hingga selesai.

3.2. Bahan Penelitian


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
3.2.1. Canai Dingin
Pada penelitian ini menggunakan baja canai dingin dengan profil hollow square untuk kolom
berdimensi 40.40.0,3 mm dan untuk balok dimensi 20.40.0,3 mm.

Gambar 3.1 Profil baja canai dingin


25

3.2.2. Baut dan Mur


Pada penelitian ini baut yang digunakan adalah baut jenis UNS 4.6 dengan diameter kepala
baut 8 mm dengan panjang dari kepala hingga ujung baut ± 50mm. Baut dan mur tersebut
digunakan untuk sambungan pada balok dan kolom.

Gambar 3.2 Baut

3.2.3. Sekrup
Pada penelitian ini menggunakan sekrup jenis SS dengan diameter kepala sekrup 8 mm
dengan panjang dari kepala hingga kaki sekrup ± 20 mm.

Gambar 3.3 Sekrup

3.2.4. Multiplek
Pada penelitian ini multipleks digunakan untuk dua bagian yakni untuk bagian panel
dinding dengan menggunakan multipleks dengan tebal 4 mm, sedangkan untuk pondasi atau alas
portal menggunakan gabungan dua buah multipleks berukuran 15 mm yang ditempel dengan lem
sehingga menghasilkan tebal pondasi 30 mm. Multipleks yang digunakan harus memiliki
permukaan yang rata baik di sisi depan maupun belakang
26

(a) (b)
Gambar 3.4 Multiplek (a) Pada panel dinding (b) Pada pondasi

3.2.5. Lem
Pada penelitian ini menggunakan lem kayu merk Rajawali yang digunakan sebagai perekat
untuk menggabungkan dua buah multipleks tebal 15 mm sehingga menjadi multipleks tebal 30 mm
yang digunakan sebagai pondasi atau alas dari portal.

Gambar 3.5 Lem kayu rajawali

3.3. Alat Penelitian


Penelitian ini menggunakan beberapa peralatan yang digunakan mulai dari proses persiapan
material hingga proses pengujian benda uji. Peralatan yang digunakan telah tersedia di
Laboratorium Struktur dan Bahan Konstruksi Jurusan Teknik Sipil, Laboratorium Mekanika Tanah
dan Geologi serta Inventaris Departemen Amera Himpunan Mahasiswa Sipil Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya, Malang.
27

3.3.1. Bor
Bor digunakan untuk memasang sekrup dan baut pada profil baja canai dingin untuk
menggabungkan profil balok kolom serta pondasi yang telah disusun. Untuk pemilihan mata bor
yang digunakan disesuaikan dengan diameter dari kepala baut atau sekrup yang dipakai

Gambar 3.6 Bor

3.3.2. Cetakan
Cetakan dibuat di satu lembar multipleks yang digunakan untuk mempermudah
penyusunan balok kolom canai dingin dan juga digunakan agar penempatan balok kolom presisi
sesuai ukuran dan bentuk yang diinginkan.

Gambar 3.7 Mal cetakan


3.3.3. Gerinda
Gerinda digunakan untuk mempermudah pemotongan canai dingin sesuai ukuran yang
diinginkan serta digunakan juga untuk memotong panel dinding yang terbuat dari multipleks dan
28

fiber cement board. Pemilihan mata gerinda yang digunakan dapat disesuaikan dengan bahan yang
akan dipotong.

Gambar 3.8 Gerinda

3.3.4. Gunting Canai Dingin


Gunting canai dingin digunakan untuk membuat potongan-potongan kecil seperti potongan
pelat sambung dan potongan kaki portal.

Gambar 3.9 Gunting canai

3.3.5. LVDT (Linear Variable Differential Transformer)


LVDT digunakan mengetahui besarnya perpindahan pada benda uji saat pengujian. Alat
LVDT ini dipasang pada sisi ujung atas portal di sisi kiri dan kanan sejajar dengan as kolom teratas
untuk mengetahui perpindahan arah horizontal . Hasil LVDT dapat ditinjau dari monitor digital
agar lebih mudah saat melakukan pembacaan

Gambar 3.10 LVDT


29

3.3.6. Hydraulic Jack


Hydraulic jack digunakan untuk memberi beban lateral pada portal melalui load cell. Pada
penelitian ini beban lateral diberikan dalam dua arah sehingga menimbulkan beban quasi statis.

Gambar 3.11 Hydraulic jack

3.3.7. Load Cell


Load cell pada penelitian ini digunakan untuk membaca besarnya beban yang diberikan
oleh hydraulic jack ke portal. Dalam penelitian ini digunakan load cell dengan kapasitas beban 60
kilogram

Gambar 3.12 Load cell


30

3.3.8. Loading Frame


Loading Frame terbuat dari baja berguna sebagai tempat uji untuk meletakkan benda uji.
Loading Frame diatur sedemikian rupa agar bisa menyesuaikan benda uji.

Gambar 3.13 Loading frame

3.3.9. Railing
Railing pada penelitian ini digunakan agar saat diberi pembebanan portal tidak mengalami
puntir serta tidak keluar dari sumbu pembebanannya. Railing diperlukan karena jika portal keluar
dari sumbu pembebanannya maka pembacaan perpindahan pada LVDT menjadi tidak valid. Dalam
penelitian ini railing dibuat dari profil baja siku dan dipasang searah horizontal pada bagian depan
dan belakang benda uji yang dikaitkan pada loading frame. Pada bagian depan benda uji yang
berdinding, railing diberi tambahan roda atau bearing agar gesekan antara railing dan dinding tidak
mempengaruhi pembacaan beban pada load cell.

Gambar 3.14 Railing pada benda uji


31

3.3.10. Sabuk

Sabuk berfungsi untuk menjaga benda uji tetap pada sumbunya, sehingga terjadinya puntir
dapat dicegah pada saat akan melakukan pembebanan siklik. Sabuk dipasang di atas benda uji
setinggi 100 mm dan terdapat sambungan yang digunakan untuk menyambung sabuk dengan 2
load cell.

Gambar 3.15 Sabuk

3.3.11. Alat Bantu Lainnya


Beberapa alat bantu yang digunakan yakni palu, kawat bendrat, kabel ties, meteran,
waterpass, tang, pensil, gunting, klem dan sabuk portal.

(a) (b) (c)


32

(d) (e) (f)


Gambar 3.16 Alat bantu (a) Gergaji (b) Kabel ties (c) Meteran (d) Sabuk portal (e) Klem (f) Tang
33

3.4. Tahap Penelitian

Gambar 3.17 Flow chart penelitian

3.5. Rancangan Penelitian

Benda uji yang akan digunakan pada penelitian ini adalah portal canai dingin 2 (dua) dimensi
yang memiliki lebar 58 cm dan tinggi 106 cm. Dalam penelitian ini digunakan 4 (empat) jenis
portal. Masing – masing portal memiliki variasi bukaan panel dinding multiplek sebesar 0%,
25%, 50% dan 100%. Letak perbedaan dari keempat portal tersebut adalah bukaan panel
34

dindingnya saja. Sedangkan untuk dimensi profil, material penyusunan dan konfigurasi
sambungan pada keempat portal tetap sama.

Gambar 3.18 Benda uji portal canai dingin


Sumber: Irfanto, 2020.

Pada penelitian ini benda uji portal memiliki total jumlah sebanyak 12 dengan pembebanan
dilakukan secara siklik yaitu beban lateral diberikan secara bergantian dengan dua arah yang
berlawanan. Portal yang akan diuji diberikan kode dengan ketentuan sebagai berikut.
S – T - ##
Keterangan :
M : Menunjukkan pembebanan yang digunakan, yaitu siklik.
T : Menunjukkan material panel dinding, yaitu multiplek.
## : Menunjukkan prosentase bukaan pada panel dinding.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka kode yang akan digunakan pada penelitian adalah
sebagai berikut.
1. Portal S – 100 dengan bukaan sebesar 100% pada panel dinding multiplek dengan
pembebanan siklik.
35

2. Portal S – T – 25 dengan bukaan sebesar 25% pada panel dinding multiplek dengan
pembebanan siklik.
3. Portal S – T – 50 dengan bukaan sebesar 50% pada panel dinding multiplek dengan
pembebanan siklik.
4. Portal S – T – 0 dengan bukaan sebesar 0% pada panel dinding multiplek dengan
pembebanan siklik.

Gambar 3.19 Benda Uji Portal dengan Bukaan 100%

Sumber: Irfanto, 2020.


36

(a) (b)

Gambar 3.20 Benda Uji Portal dengan Bukaan 25% (a) Tampak Depan (b) Tampak Belakang

Sumber: Irfanto, 2020.

(a) (b)

Gambar 3.21 Benda Uji Portal dengan Bukaan 50% (a) Tampak Depan (b) Tampak Belakang

Sumber: Irfanto, 2020.


37

(a) (b)

Gambar 3.22 Benda Uji Portal dengan Bukaan 0% (a) Tampak Depan (b) Tampak Belakang

Sumber: Irfanto, 2020.

Benda uji tersebut selanjutnya dilakukan pengujian menggunakan load cell dengan
pembebanan siklik pada dua sisi (kiri dan kanan) portal searah dengan posisi balok atas portal.

(a) (b)
Gambar 3.23 Detail Sambungan (a) Sambungan balok-kolom (b) Sambungan kolom-pondasi

Sumber: Irfanto, 2020.


38

Gambar 3.24 Detail Pemasangan Sekrup pada Panel dinding

Sumber: Irfanto, 2020.

3.6. Variabel Penelitian


Variabel yang akan diukur pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Variabel bebas (Independent variable), yakni variabel yang dapat ditentukan sendiri
oleh peneliti dan dapat diubah sesuai dengan kebutuhan penelitian. Variabel bebas yang
digunakan adalah bukaan panel dinding multiplek sebesar 0%, 25%, 50% dan 100%.
2. Variabel terikat, yaitu variabel yang dipengaruhi oleh perilaku variabel bebas. Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah energi disipasi.

3.7. Prosedur Penelitian


3.7.1. Pembuatan Material Benda Uji
Pada penelitian ini benda uji yang digunakan terbuat dari potongan material canai dingin
yang dirakit menjadi portal dua dimensi yang kemudian dipasang panel dinding pada salah satu
sisinya. Langkah-langkah pembuatan benda uji adalah sebagai berikut.
1. Balok dan kolom
Canai dingin yang telah disiapkan diukur sepanjang 50 cm untuk balok dan 114 cm
untuk kolom lalu dipotong sesuai kebutuhan dengan ketelitian (±) 1 mm, masing-masing
sebanyak 30 buah.
39

2. Pelat sambung pada sambungan balok-kolom


Canai dingin dengan profil 40x40 mm dipotong selebar 2 cm kemudian 2 rusuknya
dipotong secara diagonal sehingga menghasilkan pelat sambung berbentuk siku
berukuran 80x20 mm. Pelat sambung tersebut dibuat sebanyak 120 buah. Detail pelat
sambung dapat dilihat pada Gambar 3.23.
3. Pelat sambung untuk sambungan kolom-pelat lantai
Canai dingin yang sudah dipotong untuk kolom kemudian digunting keempat
rusuknya sedalam 8 cm menggunakan gunting canai. Kemudian keempat sisi profil
dibentuk sudut 90 derajat dengan cara ditekuk.
4. Panel dinding
Multipleks dipotong menggunakan gerinda dengan 4 macam ukuran yaitu sebagai
berikut.
a. Multipleks pada portal M-T-25 berukuran berukuran 58x37,5 cm untuk dinding
bagian atas dan bawah.
b. Multipleks pada portal M-T-50 berukuran 58x25 cm untuk dinding bagian atas
dan bawah.
c. Multipleks pada portal M-T-0 berukuran 58x50 cm untuk dinding bagian atas
dan bawah.
5. Pelat lantai
Multipleks setebal 15 mm dipotong menjadi pelat persegi panjang dengan ukuran
15x120 cm menggunakan gergaji. Kedua pelat tersebut kemudian direkatkan
menggunakan lem kayu sehingga menjadi sebuah pelat dengan ketebalan 30 mm.
Pelat dengan ketebalan 30 mm tersebut kemudian dipaku di keempat sudutnya agar
lebih kuat.

3.7.2. Perakitan Benda Uji


Setelah material benda uji selesai dibuat, selanjutnya adalah tahap perakitan material-
material benda uji tersebut. Langkah-langkah perakitan benda uji yakni :
1. Meletakkan potongan balok dan kolom yang telah dibuat kedalam cetakan portal sehingga
terbentuk portal dua dimensi.
2. Kemudian pelat sambung balok-kolom diletakkan pada tiap titik sambungan kemudian
memasang sekrup menggunakan bor dengan detail pemasangan seperti pada Gambar 3.24.
3. Portal kemudian diangkat dari cetakan portal untuk dipasang panel dinding dengan
sambungan sekrup pada titik sambungan seperti pada Gambar 3.24. Sekrup dipasang
40

sebanyak 6 buah pada tiap sisi kanan dan kiri dinding dengan jarak antar sekrup 20 cm dan
jarak sekrup dari tepi dinding sebesar 1,8 cm.
4. Portal kemudian dibuat berdiri dan dipasang pada pelat pondasi dari multipleks kemudian
dipasang sekrup pada ke empat sisi pelat sambungan antara kolom-pelat pondasi pada titik
yang telah ditentukan seperti pada Gambar 3.23.
5. Cek kembali kekuatan sambungan pada balok-kolom dan kolom-pelat pondasi sebelum
dilakukan pengujian pada portal.

3.7.3. Pengujian Siklik


Pengujian benda uji pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
displacement control mengikuti standar yang ditetapkan dalam FEMA461. Metode
ini dilakukan dengan mengontrol perpindahan untuk mengetahui besar beban.
Pengujian ini menggunakan drift ratio (DR) yang didapatkan dari perbandingan
simpangan ultimate benda uji yang diberi pembebanan monotonik dengan tinggi
efektif portal yang menerima beban. Berikut data simpangan ultimate akibat
pembebanan monotonik pada benda uji yang didapatkan dari penelitian sebelumnya

Sehingga pengujian pada penelitian ini menggunakan drift ratio terbesar yaitu
13% dan dilakukan sebanyak 13 siklus, dimulai dari 1% sampai dengan 13%,
dengan interval 1%, kemudian beban dicatat setiap perubahan simpangan sejauh 2
mm.
41

Grafik Hubungan Drift Rasio dan Siklus Pembebanan


16
14
12
10
8
6
Drift Rasio (%)
4
2
0
-2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
-4
-6
-8
-10
-12
-14
-16
Siklus Pembebanan

Langkah-langkah pengujian antara lain:


1. Portal yang sudah dirakit, diletakkan pada frame pengujian, dan pastikan
perletakannya sentris dengan pemberian beban quasi-statisnya.
2. Pasang klem pada multiplek agar portal kaku pada bagian alasnya.
3. Pasang load cell pada hydraulic jack, dan pastikan beban yang diberikan
sentris terhadap portal.
4. Pasang dua LVDT sesuai dengan arah pemberian beban, dan pastikan
LVDT memiliki ketinggian yang sama dengan pemberian beban. Beban
diberikan pada ketinggian 100 cm dari alas portal.
5. Pastikan LVDT dan load cell terhubung dengan indikatornya.
6. Jalankan pengujian beban quasi-statis hingga drift ratio yang telah
ditentukan. Drift ratio yang digunakan pada pengujian ini yaitu dari 1%
sampai dengan 13%, dengan interval 1%.
42

7. Catat perpindahan dan beban yang terjadi, baik saat loading dan unloading.
Beban dicatat setiap simpangan 2 mm. Langkah ini dilakukan ntuk
mendapatkan kurva histerisis.

Gambar 3.22 Set Up Pengujian Siklik

3.8. Metode Analisis


3.8.1. Analisis Eksperimental
Analisis ekseperimental ini dilakukan dengan pengujian di Laboratorium Struktur
dan Bahan Konstruksi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang
menggunakan 12 benda uji portal dengan variasi bukaan panel dinding multiplek sebesar
0%, 25%, 50%, dan 100% yang kemudian diberi pembebanan siklik.

3.8.1.1. Metode Pengumpulan Data


Dari pengujian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa data yang diperlukan.
Dari pembebanan pada benda uji portal dapat diambil data berupa perpindahan (∆) dan data
beban lateral maksimum yang terbaca di load cell kemudian dinotasikan sebagai beban (P).
Beberapa data yang telah didapat tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan masing-
masing variasi benda uji. Pengamatan nilai dari beban dan perubahan panjang yang terjadi pada
portal dilakukan dengan cara mencatat beban dan perpindahan tiap simpangan 2 mm kemudian
43

melakukan crosscheck data dengan memutar ulang video saat pengujian berlangsung. Data-
data yang didapat ini nantinya akan menghasilkan sebuah kurva histerisis

Tabel 3.2 Form Pengumpulan Data Pembacaan Beban dan LVDT per Drift Ratio
Pembacaan Beban Pembacaan LVDT Beban Simpangan
No
kg mm kg mm

3.8.1.2. Metode Pengolahan Data

Dalam penelitian ini akan dianalisis disipasi energinya serta menguji mutu material
baja canai dingin dari penelitian terdahulu. Dari data yang telah dikumpulkan, dapat
dibuat kurva histerisisnya yang kemudian akan menghasilkan disipasi energi. Karena
disipasi energi adalah luas kurva yang tertutup, untuk mendapatkan luas tersebut maka
luas area atas dikurangi dengan luas area bawah. Sedangkan untuk uji mutu material
baja canai dingin hanya memerlukan data gaya tarik maksimum serta tebal dan lebar
dari sampel uji tarik.

Tabel 3.3 Form Pengolahan Data Disipasi Energi Benda Uji per Drift Ratio
Luas Area
Beban Simpangan Interval
No Bawah Atas
Kg mm mm kg.cm kg.cm
∑= Total
Energi disipasi =

Sumber: Data pengujian


44

3.9. Hipotesis Penelitian


Benda uji dengan prosentase bukaan panel dinding yang lebih besar akan memiliki
energi disipasi yang lebih kecil dibandingkan dengan prosentase bukaan panel dinding
yang lebih kecil.
45

DAFTAR PUSTAKA

American iron and steel institute, North American standard for cold-formed steel framing
lateral design, 2007 Ed., AISI S213-07; 2007.

Carvalho, G., Rita, B., Carlos, B. (2012). Nonlinear Static and Dynamic Analyses of
Reinforced Concrete Buildings-Comparison of Different Modelling Approaches.
Portugal.

Choi, H., Yoshiaki, Nakano., and Sanada, Y., (2005), Seismic Performance and Crack Pattern
of Concrete Block Infilled Frames. Bulletin of ERS, No. 38. City: California

Dewobroto, W. (2005). Analisa Inelastis Portal-Dinding Pengisi dengan “Equivalent


Diagonal Strut”. Bandung: Jurnal Teknik Sipil ITB.

Diptesh Das, C.V.R Murty, (2000). Bricknmasonry infills in seismic design of RC frame
buildings, Civil Engineering IIT Kanpur, India, Part 2.

European convention for construction steelwork, recommended testing procedure for assessing
the behaviour of structural steel elements under cyclic loads; 1985.

FEMA 461. 2007. Interim Interim Testing Protocols for Determining the Seismic Performance
Characteristic of Structural and Nonstructural Components. Redwood

FEMA P440A. 2009. Effects of Strength and Stiffness Degradation on Seismic Response.
Gere & Timoshenko. 1996. Mekanika Bahan. Jakarta: Erlangga.

Goutam, Mondal., and Sudhir, K., Jain, M., (2008), Lateral Stiffness of Masonry Infilled
Reinforced Concrete (RC) Frames with Central Opening, Earthquake Spectrum
Earthquake Engineering Research Institute (EERI), Vol. 24, No. 3, 701 –723. DOI:
10.1193/1.2942.376.

Kawai Y, Kanno R, Hanya K. Cyclic shear resistance of light-gauge steel framed walls.
ASCE Structures Congress, Poland, USA 1997:433–7

Kubon, K. D., Sukrawa, M., & Putra, D. (2014). Analisa Perilaku dan Kinerja Struktur Rangka
Dinding Pengisi dengan Variasi Penempatan Dinding pada Lantai Dasar. Jurnal
Ilmiah Teknik Sipil. 18(1): 66-76.
46

Mutawalli M. (2007). Stabilitas Sambungan Struktur Baja Ringan SMART FRAME Type-T
Terhadap Beban Siklik Pada Rumah Sederhana Tahan Gempa, Tesis Program Pasca
Sarjana. UGM Yogyakarta.

Pan, C. L., & Shan, M. Y. (2011). Monotonic shear tests of cold-formed steel wall frames with
sheathing. Thin-Walled Structures, 49(2), 363-370.

Park, R., & Paulay, T. (1975). Reinforced concrete structures. John Wiley & Sons.

Paulay, T. and M.J.N., Priestley. (1992), Seismic Design of Reinforced Concrete and Masonry
Building, J.Wiley and Sons, NY, 744 pp. Redwood City: California.

Schodek, D. L. (1999). Struktur. Jakarta: Erlangga.

Sudika, I. G. M. (2017). Analisis Perilaku Struktur Portal dengan Dinding Pengisi Penuh dan
Sebagian terhadap Beban Lateral. Bali: Jurusan Teknik Sipil Universitas Ngurah Rai.

Sulistomo, Jourdan Tri. (2020). Pengaruh Variasi Bentuk Pelat Sambung Terhadap Energi
Disipasi Akibat Beban Siklik (Quasi-Statis) Pada Portal Baja Canai Dingin 2D.
Malang; Jurusan Teknik Sipil Universitas Brawijaya.

Timur, Shella Kartika. (2020). Pengaruh Variasi Jenis Material Pada Panel Dinding (Sheated
Wall) Terhadap Energi Absorpsi dan Daktilitas Akibat Beban Monotonik Pada Canai
2D. Malang; Jurusan Teknik Sipil Universitas Brawijaya.

Tjahjanto, H. H., & Imran, I. (2009). Kajian Performance Struktur Portal Beton Bertulang
dengan Dinding Pengisi. Seminar dan Pameran HAKI. HAKI.

Watanabe, K., Niwa, J., Yokota, H., & Iwanami, M. (2004). Stress-Strain Relationship for the
Localized Compressive Failure Zone of Concrete under Cyclinic Loading. Japan.

Wibowo, A. (2012). Seismic Performance of Insitu and Precast Soft Storey Buildings.

Wicaksono, Ramadhan Budi. (2020). Pengaruh Variasi Jenis Alat Sambung Terhadap Energi
Disipasi Akibat Beban Siklik (Quasi-Statis) Pada Canai 2D. Malang; Jurusan Teknik
Sipil Universitas Brawijaya.
47

Wiguna, A., & Walujodjati, E. (2015). Analisis Kekuatan Baja Canai Dingin (Cold Formed
Steel) sebagai Alternatif untuk Elemen Struktur Balok Rumah Sederhana yang
Merespon Gempa. Jurnal Kalibrasi. 13(1): 1-20.

Yu, W. W. (2000). Cold Formed Stell Design. John Wiley and Sons.

Anda mungkin juga menyukai