Anda di halaman 1dari 40

PENGARUH VARIASI BAHAN PANEL DINDING TERHADAP

KEKAKUAN AKIBAT BEBAN SIKLIK (QUASI-STATIS) PADA


PORTAL BAJA CANAI DINGIN 2D

PROPOSAL SKRIPSI
TEKNIK SIPIL

Ditujukan untuk memenuhi persyaratan


memperoleh gelar Sarjana Teknik

Dengan hormat, mohon untuk ditindaklanjuti


sebagai Majelis Penguji.
Ketua Majelis Penguji
Bu Devi N.

Penguji / Pembimbing 1
Pak Ananda

ADITYA BAGUS NURREZA


Penguji / Pembimbing 2
Bu Eva A. NIM. 175060101111030

KKJF-Struktur, 15 Januari 2021


Pak Wisnumurti

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2021
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Baja canai dingin (cold formed stell) atau dalam istilah pasarnya disebut baja ringan
adalah profil baja yang ketebalannya relatif tipis jika dibandingkan dengan rasio lebarnya,
sehingga dalam proses pembuatan dan pembentukannya profil baja canai dingin dilakukan
dalam suhu kamar atau dapat disebut sebagai proses dingin (cold forming process). Dalam
era industri modern 4.0 ini, masyarakat Indonesia mulai banyak memanfaatkan baja canai
dingin sebagai struktur rangka atap, kuda-kuda maupun sebagai penggantung plafon.
Kadangkala baja canai dingin juga dimanfaatkan sebagai bahan untuk struktur semi
permanen seperti pembuatan rumah evakuasi korban bencana alam maupun pembuatan
tempat relokasi sementara masyarakat yang daerahnya tergusur oleh adanya pembangunan
karena dinilai baja canai dingin mudah didapatkan, praktis serta mudah dan cepat dalam hal
konstruksi maupun saat pembongkarannya setelah selesai digunakan.
Namun, penggunaan baja canai dingin di Indonesia dihadapkan pada sebuah masalah
yakni Indonesia yang terletak diantara pertemuan tiga lempeng tektonik dunia yakni Eurasia,
Pasifik dan Indo–Australia yang menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara yang
rawan terjadi gempa tektonik. Oleh karena itu dalam setiap desain bangunan di Indonesia
tentunya perlu memikirkan desain bangunan dan pemilihan jenis bahan yang digunakan agar
tahan terhadap gempa bumi dalam skala tertentu.
Namun permasalahan yang timbul saat ini baja canai dingin belum memiliki parameter
perilaku ketahanan terhadap gempa bumi, sehingga diperlukan pengujian beban siklik
terhadap baja canai dingin untuk mengetahui kekuatannya terhadap gempa bumi. Selain itu
pengujian ini juga dilakukan untuk mengetahui efek dari pemilihan jenis panel dinding
terhadap kekakuan dari portal, karena setiap jenis bahan panel dinding tentunya memiliki
perbedaan spesifikasi yang berdampak terhadap kekuatan dan beban maksimum yang
mampu diterima oleh bahan tersebut. Dari masalah-masalah yang timbul tersebut akhirnya
penulis membuat pengujian laboratorium permodelan portal dua dimensi sederhana dengan
bahan baja canai dingin dengan variasi jenis panel dinding yang digunakan dan mengambil
judul penelitian “Pengaruh Variasi Jenis Bahan Panel Dinding Terhadap Kekakuan Akibat
Beban Siklik (Quasi-Statis) Pada Portal Baja Canai Dingin 2D”.
2

1.2. Identifikasi Masalah


Penggunaan baja canai dingin sebagai struktur bangunan di Indonesia tentunya akan
sering dihadapkan dengan beban siklik dari gempa bumi. Hal itu tentu riskan jika parameter
perilaku lateral siklik dari baja canai dingin belum diketahui karena bisa saja terjadi
kegagalan struktur baja canai dingin saat terjadi gempa bumi. Oleh karena itu perlu
dilakukan pengujian baja canai dingin terhadap beban siklik di laboratorium dengan
membuat permodelan portal dua dimensi sekaligus untuk menguji dan membandingkan hasil
dari variasi jenis panel dinding terhadap kekakuan dari baja canai dingin akibat beban siklik.

1.3. Rumusan Masalah


Permasalahan yang akan diteliti adalah:
1. Bagaimana pengaruh variasi jenis material panel dinding terhadap kekakuan portal
akibat beban quasi statis pada portal baja canai dingin?
2. Bagaimana pengaruh jenis material panel dinding terhadap kapasitas beban
maksimum akibat beban quasi statis pada portal canai dingin?
3. Bagaimana pola kegagalan struktur yang terjadi akibat beban quasi statis pada
portal canai dingin?

1.4. Batasan Masalah


Batasan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Model benda uji berupa portal dua dimensi dua lantai dengan tinggi total 106 cm
dan lebar total 58 cm. Balok terletak pada ketinggian 50 cm dan 100 cm.
2. Material yang digunakan adalah baja canai dingin hollow square dengan profil
balok 20.40.0,3 dan kolom 40.40.0,3.
3. Material panel dinding yang digunakan adalah multiplek dengan ketebalan 4 mm
dan fiber cement board dengan ketebalan 4 mm.
4. Portal yang ditinjau adalah portal dengan panel dinding penuh (tanpa bukaan) dan
dipasang pada satu sisi portal saja.
5. Alat sambung yang digunakan adalah baut untuk sambungan balok dan kolom dan
sekrup untuk sambungan panel dinding dan kolom.
6. Pelat sambung yang digunakan berbentuk siku dengan lebar 20 mm dan panjang 80
mm.
7. Jarak alat sambung yang digunakan 20 mm terhadap kolom dan 10 mm terhadap
balok.
3

8. Alas benda uji yang digunakan adalah multiplek dengan ketebalan 30 mm dengan
asumsi jepit sempurna.
9. Pembebanan pada penelitian ini menggunakan beban quasi statis.
10. Pada pengujian ini parameter yang diamati adalah kekakuan benda uji akibat variasi
jenis panel dinding.
11. Penelitian ini tidak memperhitungkan perubahan secara vertikal.

1.5. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh variasi jenis material panel dinding terhadap kekakuan
portal akibat beban quasi statis pada portal baja canai dingin.
2. Untuk mengetahui pengaruh jenis material panel dinding terhadap kapasitas beban
maksimum akibat beban quasi statis pada portal canai dingin.
3. Untuk mengetahui pola kegagalan struktur yang terjadi akibat beban quasi statis
pada portal canai dingin.

1.6. Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan adalah:
1. Bagi peneliti: mengetahui perilaku benda uji akibat beban quasi statis.
2. Bagi pembaca: dapat menjadi pertimbangan dalam mendesain struktur bangunan
tahan gempa dengan material baja canai dingin.
3. Bagi akademisi: dapat menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut dengan
permasalahan serupa.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Portal
Struktur portal adalah struktur yang terbuat dari elemen yang linear seperti balok dan
kolom yang dihubungkan satu sama lain pada ujungnya sehingga tidak memungkinkan
terjadinya rotasi pada ujung yang saling terhubung (Schodek, 1998). Portal adalah struktur
yang tetap stabil bila diberi beban lateral seperti gempa bumi maupun beban gravitasi karena
ujung pada balok dapat menahan kolom dari rotasi karena sambungannya bersifat kaku. Dan
kolom pada portal berfungsi untuk menahan putaran pada ujung balok sehingga dapat
mengurangi defleksi pada bentang balok.
Struktur portal biasanya digunakan dalam sebuah permodelan konstruksi bangunan
gedung. Dalam permodelannya struktur portal dibagi menjadi dua jenis yakni portal terbuka
dan portal tertutup.

2.1.1. Portal Terbuka


Portal terbuka adalah portal yang kekuatan dan kekakuannya dalam menahan beban
lateral dan kestabilan bergantung pada kekuatan elemen-elemennya sendiri (Carvalho,
2012). Struktur dari portal terbuka terdiri dari balok dan kolom yang saling terhubung satu
sama lain dengan sambungan penahan momen. Seluruh gaya dan momen yang timbul pada
portal akan ditahan seluruhnya oleh pondasi.

Gambar 2.1 Portal terbuka


5

Sedangkan panel dinding dalam sebuah portal terbuka dianggap sebagai komponen
non-struktural yang digunakan sebagai partisi atau penutup bagian luar portal. Namun
walaupun dianggap sebagai komponen non-struktural, dengan adanya panel dinding
tentunya akan memberikan pengaruh terhadap kekakuan dan kekuatan terhadap portal yang
lebih baik sehingga perilakunya akan berbeda dengan portal tanpa panel dinding (Diptes Das
dan CVR Murty, 2004). Sedangkan menurut Schodek (1999) kekakuan pada titik hubung
berkontribusi untuk memberikan kestabilan terhadap gaya lateral yang bekerja pada struktur,
sehingga panel dinding dapat memberikan kekakuan yang lebih terhadap balok dan kolom.

2.1.2. Portal Tertutup


Struktur portal tertutup adalah struktur portal yang seluruh momen dan gaya yang
terjadi pada struktur akan ditahan lebih dahulu oleh balok sloof yang kemudian akan
diteruskan ke elemen-elemen struktur lainnya dan sisa momen dan gaya yang terjadi akan
diteruskan ke pondasi. Balok sloof pada struktur portal tertutup memiliki fungsi untuk
mengikat antar kolom untuk mencegah terjadinya penurunan yang berbeda (differential
settlement).

Gambar 2.2 Portal tertutup

2.2. Material Baja Canai Dingin


2.2.1. Gambaran Umum
Baja canai dingin atau dalam bahasa inggris disebut cold-formed steel, adalah baja
karbon tipis dengan ketebalan tidak lebih dari 25 mm yang dibentuk melalui proses cold
roll-forming atau pembentukan dalam suhu ruangan untuk mendapatkan bentuk yang
6

diinginkan. Menurut Mutawalli (2007) proses pembuatan baja canai dingin yang melewati
proses penekanan dan penggabungan baja lembaran menyebabkan baja canai dingin
memiliki dimensi ketebalan profil yang tipis dan ringan sehingga memudahkan dalam
pengerjaannya.

2.2.2. Tegangan Leleh, Kuat Tarik, dan Kurva Tegangan Regangan


Baja canai dingin adalah baja dengan kandungan karbon rendah yaitu zincallume
(G550) yang terdiri atas 1,7% Carbon (C), 1,65% Mangan (Mn), 0,6% Silikon (Si), dan
0,6% Copper (Cu). Baja G550 memiliki karakteristik tegangan dan kuat tarik minimum 550
MPa, modulus geser sebesar 80.000 MPa dan modulus elastisitas 200.000 MPa.
Kekuatan suatu baja canai dingin tergantung pada titik lelehnya. Tegangan leleh (yield
stress) sendiri adalah titik batas dimana baja masih mengalami pertambahan deformasi
namun tidak diikuti kenaikan beban yang ditahan. Dalam kurva tegangan-regangan baja
batas tersebut disebut sebagai titik leleh. Menurut Yu (2000) tegangan leleh baja ringan
berkisar antara 165 Mpa hingga 552 Mpa (1687-5624 kg/cm2).
Baja yang diproduksi menggunakan metode hot rolling seringkali menghasilkan kurva
tegangan-regangan yang tajam, sehingga jenis baja hot rolled tegangan lelehnya ditentukan
oleh tingkat dimana kurva tegangan–regangan pada posisi horizontal. Hal ini berbeda
dengan yang terjadi pada baja yang diproduksi dengan metode cold formed, karena
menghasilkan kurva tegangan-regangan yang lebih stabil dibandingkan dengan baja yang
diproduksi secara hot rolled.

(a) (b)
Gambar 2.4 Kurva tegangan regangan baja ringan (a) Tegangan leleh tajam; (b) Tegangan
leleh stabil
Sumber: Yu, Wei-Wen dan La Boube Roger A (2010)
7

2.2.3. Profil Baja Canai Dingin


Wiguna (2015) menjelaskan bahwa profil baja ringan dibagi menjadi dua tipe yakni:
1. Profil struktural tunggal
Profil struktural tunggal adalah profil yang berdiri sendiri dan tidak dapat
disambungkan satu sama lain. Contoh profil struktural tunggal adalah profil kanal
(C-section), profil sigma (sigma section), profil Z (Z – section), profil siku (angle
section), profil I (I – section), profil T (T – section), dan profil bulat (tubular section).
2. Profil dek dan panel
Profil dek dan panel adalah profil yang dapat disambungkan satu sama lain
untuk membentuk suatu panel yang lebar dan saling terkunci dengan rapat satu sama
lain. Profil dek dan panel ini Kedalaman panel berkisar 38,1–191 mm dan ketebalan
bahan berkisar antara 0,457–1,91 mm. Umumnya profil dek dan panel digunakan
sebagai atap dan panel pelapis dinding.

(a) (b)
Gambar 2.5 Jenis profil baja canai dingin (a) Bentuk profil struktural tunggal (b) Bentuk
profil dek dan panel
Sumber: Yu (2000)

2.2.4. Kelebihan dan Kekurangan Baja Canai Dingin


Seperti halnya sebuah material, dibalik kelebihan yang ditawarkan tentunya baja
canai dingin juga memiliki beberapa kekurangan . Kelebihan dari baja canai dingin yakni:
1. Baja canai dingin memiliki dimensi yang tipis dan bobot yang ringan sehingga
memudahkan dan mempercepat saat proses pemasangannya.
2. Baja canai dingin cenderung tahan lama karena tidak dimakan rayap maupun
mengalami kebusukan seperti halnya kayu.
3. Lebih mudah dalam mobilisasi karena bobotnya yang cenderung ringan dan
dimensinya yang tipis.
8

4. Biaya pemeliharaan lebih murah dan ekonomis dikarenakan baja canai dingin tidak
terlalu memerlukan perawatan seperti halnya kayu.
5. Tidak dapat terbakar sehingga saat terjadi kebakaran tidak menyebabkan api
merambat semakin besar.
6. Tidak mempunyai faktor muai dan susut yang harus dipertimbangkan seperti halnya
kayu.
7. Canai dingin dapat didaur ulang kembali jika tidak digunakan karena sifatnya yang
awet dan tahan lama.

Sedangkan kekurangan dari baja canai dingin yakni:


1. Perlu perhitungan yang tepat dan teliti untuk suatu struktur rangka karena kesalahan
perhitungan bisa menyebabkan akibat fatal seperti roboh atau patah.
2. Memerlukan tenaga ahli untuk merancang dan menghitung kekuatan dari baja canai
dingin.
3. Ketersediaan berbagai penampang baja canai dingin belum merata di beberapa
daerah dikarenakan baja canai dingin adalah material yang masih tergolong baru.
4. Jika digunakan sebagai rangka atap, baja canai dingin terkesan lebih berisik
dibandingkan dengan kayu.

2.3. Panel Dinding pada Konstruksi Baja Ringan


Panel diinding merupakan bagian dari bangunan yang memiliki fungsi sebagai
pemikul beban sekaligus pembatas yang dipasang secara vertikal dan memanjang
(Julistiono, 2003). Dalam perencanaannya panel dinding umumnya dianggap sebagai bagian
non-struktural, namun pada praktiknya di lapangan panel dinding turut berperan membantu
portal saat menerima beban vertikal maupun horizontal akibat gempa yang besar.
(Dewobroto, 2005).

2.3.1. Material Panel dinding


Panel dinding yang digunakan dalam penelitian ini adalah panel dinding berbahan
multiplek dan fiber cement board karena kedua jenis bahan ini paling umum digunakan
sebagai bahan partisi dinding atau sekat antar ruang. Kedua jenis bahan ini sering dipilih
menjadi bahan partisi dinding karena sifatnya yang praktis, ringan dan mudah dalam proses
konstruksinya.
9

2.3.1.1. Multiplek
Multiplek (plywood) adalah kombinasi lembaran serat dan kulit kayu yang dibentuk
melalui proses perekatan kemudian dilakukan pemampatan (press) dalam tekanan tinggi.
Bagian luar multiplek memiliki sifat yang lebih kuat dibandingkan bagian tengah
dikarenakan bagian luar multiplek digunakan untuk mereduksi tekanan tekuk dan muai
serta lebih mudah dibentuk saat pemasangannya. Dimensi multiplek yang umum dijual di
pasaran berdimensi 120 x 240 cm dengan ketebalan bervariasi 3 hingga 24 mm. Beberapa
karakteristik dari multiplek (plywood) dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

Tabel 2.1 Spesifikasi Kayu Komposit

Sumber: Mechanical Properties of Wood, Panel and Structural Timber Products

Beberapa kelebihan multiplek sebagai bahan panel dinding partisi adalah sebagai
berikut.
1. Lebih mudah dalam pemasangan karena ringan dan fleksibel
2. Memiliki sifat kokoh sehingga mampu digunakan sebagai komponen material dasar
pembuatan furniture indoor.
3. Memiliki permukaan yang rata,halus dan tidak bergelombang
4. Tersedia dalam ketebalan dan ukuran yang bermacam-macam sehingga
mempermudah pemilihan dan pengaplikasian di lapangan

2.3.1.2. Fiber Cement Board


Fiber cement board adalah suatu papan yang dibuat dari semen, pasir, zat aditif dan
serat selulosa kemudian dicampur dengan air. Selain digunakan sebagai dinding partisi,
fiber cement board umumnya digunakan sebagai bahan penutup dari plafon. Beberapa
dimensi fiber cement board yang umum dijual di pasaran yakni berukuran 120 x 240 cm
10

dan 60 x 120 cm dengan ketebalan 4 mm. Beberapa karakteristik dari fiber cement board
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.2 Spesifikasi Fiber Cement Board

Sumber: European Standard EN 12467 (2012)

Beberapa kelebihan fiber cement board sebagai bahan panel dinding partisi adalah
sebagai berikut.
1. Tahan terhadap air dan api sehingga awet dalam pemakaiannya.
2. Harga yang murah dan proses pemasangan yang relatif mudah dan cepat.
3. Mudah diperbaiki jika terjadi kerusakan.
4. Tidak mengandung bahan asbes yang tidak baik untuk kesehatan manusia

2.3.2. Perilaku Portal dengan Panel dinding


Performa suatu struktur dapat dinilai salah satunya ketika menerima gaya gempa
yang kuat. Performa suatu struktur dianggap baik apabila mampu bertahan dari gaya
gempa walaupun struktur tersebut sudah mencapai titik keruntuhannya. Beban gempa
yang muncul pada suatu struktur diharapkan mampu disalurkan ke seluruh elemen-
elemen struktur sehingga dapat ditahan secara kesatuan struktur.
Pada sistem struktur portal dengan pengisi panel dinding, panel dinding diharapkan
ikut menambah kekakuan dan kekuatan struktur secara penuh apabila struktur tersebut
menerima pembebanan yang relatif kecil. Dalam pembebanan yang relatif kecil, panel
dinding belum mengalami kegagalan yang dapat menurunkan kekakuan strukturnya
meskipun portal berpeluang mengalami kegagalan struktur karena pembebanan yang
diterima panel dinding belum melampaui kekuatannya.
Sedangkan jika struktur diberi pembebanan yang cukup besar dan melampaui batas
kekakuan dan kekuatan panel dinding maka panel dinding dapat mengalami kegagalan
11

yang berakibat menurunnya kekakuan dan kekuatan struktur, karena yang awal mulanya
gaya lateral atau gaya gempa ditahan oleh struktur portal dan panel dinding secara
bersama-sama menjadi ditahan oleh struktur portal saja (Tjahjanto & Imran, 2009).

2.3.3. Pola Retak dan Keruntuhan Portal dengan Panel dinding


Kekuatan lateral dari panel dinding dapat dilihat dari pola keruntuhan yang terjadi
selama pembebanan. Keruntuhan tersebut yaitu munculnya kerusakan baik retakan,
patahan maupun jenis kerusakan lainnya akibat pemberian beban lateral. Apabila
pembebanan sudah mencapai titik maksimum kekuatan struktur, maka kerusakan pada
portal dan panel dinding akan semakin jelas terlihat diiringi pertambahan simpangan
portal.
Menurut Paulay dan Priestley (1992) pola keruntuhan portal dengan panel dinding
terbagi menjadi lima jenis keruntuhan yakni:
a. Corner crushing (CC), yaitu kerusakan awal berasal dari daerah pojok portal, akibat
hubungan portal dan panel dinding masih cukup kuat namun hubungan balok dan
kolom yang sudah melemah.
b. Sliding shear (SH), yaitu terjadi pergeseran arah horizontal pada sambungan antar
dinding yang muncul akibat kekuatan panel dinding yang lemah namun struktur
portal masih kuat
c. Diagonal compression (DC), yaitu keruntuhan yang terjadi akibat tengah panel
dinding yang mengalami kerusakan yang disebabkan oleh tekuk luar bidang (out
of plane) akibat panel dinding yang terlalu langsing.
d. Diagonal cracking (DCR), yaitu keruntuhan berupa retak yang timbul pada area
diagonal portal akibat kekuatan struktur portal relatif lemah dibandingkan kekuatan
panel dindingnya.
e. Frame failure (FF), yaitu keruntuhan yang fokus pada kerusakan struktur portal.
Keruntuhan ini ditandai dengan munculnya sendi plastis pada sambungan balok
kolom akibat melemahnya kekuatan balok-kolom.
12

Gambar 2.6 Pola keruntuhan portal dengan panel dinding


Sumber : Paulay dan Priestley (1992)

2.4. Pembebanan Siklik


Beban siklik adalah pembebanan lateral yang dilakukan secara berulang pada suatu
struktur sehingga seringkali menyebabkan kegagalan fatigue. Menurut George A dan
Ramiz Gilada (2015), kegagalan fatigue adalah kegagalan elemen struktur akibat beban
siklik walaupun beban yang diberikan masih jauh dibawah beban yang akan
mengakibatkan material tersebut leleh.
Beban siklik muncul akibat adanya pengembangan dari kondisi lingkungan seperti
gelombang badai dan gempa bumi (El-Reedy,2015). Sehingga pengujian beban siklik
digunakan untuk mengetahui respon suatu struktur terhadap beban lateral berulang
utamanya adalah beban gempa. Pengujian beban siklik memiliki dua metode, yaitu
load/force control dan displacement control.
Pada metode load/force control, pengujian dilakukan untuk mendapatkan nilai
perpindahan yang dihasilkan dari control beban yang diberikan. Pada metode ini struktur
dianalisis dalam keadaan elastis sampai kegagalan ultimate. Sedangkan metode
13

displacement control adalah pengujian yang dilakukan untuk mendapatkan nilai beban
yang dihasillkan dari kontrol perpindahan yang diberikan. Kedua metode pengujian ini
dilakukan untuk menghasilkan kurva hysteresis yang kemudian akan menghasilkan
parameter-parameter kekuatan struktur terhadap beban gempa.

Gambar 2.7 Kurva histerisis


Sumber: Watanabe (2004)

Kurva histeresis adalah representasi respon dari struktur atau elemen struktur akibat
beban siklik. Kurva histeresis terdiri dari dua bagian yaitu reloading curve dan unloading
curve. Kurva histerisis mempunyai titik-titik puncak dan setiap titik puncak dari kurva
histerisis dapat dihubungkan satu sama lain untuk menghasilkan garis lengkung kurva yang
disebut envelope curve yang merupakan titik akhir reloading curve dan titik awal menuju
unloading curve. Ada beberapa parameter yang bisa didapat dengan menganalisis kurva
histeresis salah satunya yakni parameter kekakuan.
Suatu struktur yang diberi beban siklik lama-lama akan mengalami degradasi.
Degradasi yang terjadi pada struktur dibagi menjadi tiga jenis yakni degradasi kekakuan
(stiffness degradation), degradasi kekuatan (strength degradation) dan efek pinching.

Gambar 2.8 Degradasi kekakuan kurva histeresis


Sumber : FEMA P440A (2009)
14

Degradasi kekakuan terjadi akibat retak atau hilangnya ikatan antar elemen yang
menyebabkan momen inersia efektif menjadi berkurang dengan ditandai turunnya nilai
kekakuan. Pada gambar 2.8 dapat dilihat bahwa pada model pertama loading dan unloading
bersifat sama dan kekakuan akan menurun dengan bertambahnya perpindahan. Pada model
kedua, loading berkurang sebagai fungsi perpindahan tetapi saat unloading tetap dijaga
seperti kekakuan awal. Pada model ketiga, loading dan unloading mengalami penurunan
sesuai fungsi perpindahan tetapi penurunan keduanya tidak sama.

Gambar 2.9 Degradasi kekuatan kurva histeresis


Sumber : FEMA P440A (2009)

Degradasi kekuatan adalah degradasi yang ditandai dengan adanya penurunan gaya
atau beban (P) pada siklus berikutnya, sehingga puncak dari siklus juga mengalami
penurunan. Penurunan kekuatan yang terjadi dapat dilihat pada gambar 2.9

Gambar 2.10 Efek pinching kurva histeresis


Sumber: FEMA P440A (2009)

Sedangkan efek pinching adalah penurunan kekakuan yang besar pada struktur
yang terjadi saat pembebanan ulang setelah terjadi unloading. Pada baja efek pinching
terjadi pada celah antar pelat dan sambungan yang membuka dan menutup ketika
diberi beban siklik.
15

2.5. Perpindahan
Apabila suatu struktur diberikan pembebanan lateral secara terus menerus maka
struktur akan mengalami perpindahan searah beban sebagai respon pembebanan. Apabila
suatu struktur diberi pembebanan dan tidak dapat kembali ke posisi semula setelah beban
dilepas, maka struktur mengalami perpindahan plastis dan mengisyaratkan struktur tidak
mampu lagi menahan beban yang lebih besar. Perpindahan akibat beban lateral dibagi
menjadi tiga jenis yaitu perpindahan lentur, perpindahan penetrasi leleh, dan perpindahan
geser.

2.5.1. Perpindahan Lentur (∆ft)


Perpindahan lentur adalah perpindahan yang ditandai dengan munculnya lengkungan
pada sebuah struktur yang ditinjau. Perpindahan lentur digolongkan menjadi dua jenis yakni
perpindahan elastis dan perpindahan plastis. Perpindahan elastis adalah perpindahan akibat
beban lateral pada struktur yang dapat kembali ke titik semula setelah pelepasan beban.
Sedangkan perpindahan plastis adalah perpindahan akibat beban lateral pada struktur yang
dapat kembali ke titik semula setelah pelepasan beban akibat struktur sudah melewati titik
lelehnya. Akibat perpindahan plastis, maka akan muncul sendi plastis pada daerah hubungan
balok dan kolom.

Gambar 2.11 Perpindahan lentur


Sumber: Wibowo (2012)

Nilai perpindahan lentur dihasilkan dari idealisasi distribusi kelengkungan pada


daerah elastis dan plastis.
∆𝑓𝑡 = ∆𝑓𝑒 + ∆𝑓𝑝 .................................................................................................................. (2-1)
Keterangan:
∆𝑓𝑡 = Perpindahan lentur
∆𝑓𝑒 = Perpindahan lentur elastis
∆𝑓𝑝 = Perpindahan lentur plastis
16

2.5.2. Perpindahan Penetrasi Leleh (∆y)


Perpindahan penetrasi leleh (yield penetration displacement) adalah perpindahan
yang muncul akibat adanya rotasi di ujung komponen struktur yang bersifat kaku.
Perpindahan ini berawal dari adanya celah terbuka di pertemuan komponen struktur dan
melebar seiring penambahan beban lateral. Menurut Park (1988) lendutan pada titik leleh
dapat diambil 75% dari beban ultimate.

Gambar 2.12 Mekanisme yield displacement


Sumber: Wibowo (2012)

2.5.3. Perpindahan Geser


Perpindahan geser merupakan perpindahan translasi pada arah tegak lurus sumbu
batang akibat gaya geser yang bekerja dalam elemen struktur akibat pembebanan lateral.
Dalam menentukan perpindahan geser, terdapat empat metode yang bisa digunakan yaitu
ACI 318-2002, FEMA 2733, Priestley (1994), dan Sezen & Moehle (2004). Empat metode
ini digunakan sebagai perbandingan untuk menentukan nilai perpindahan geser yang terjadi

Gambar 2.13 Perpindahan geser


Sumber: Wibowo (2012)
17

2.6. Beban Lateral


Beban lateral adalah beban horizontal yang bekerja pada struktur. Pada penelitian ini,
beban lateral diberikan pada kolom dan balok dengan pada dua arah yakni kiri dan kanan
portal yang bergantian dalam tiga belas siklus. Hasil dari perpindahan yang disebabkan oleh
beban lateral kemudian digambarkan dengan kurva histeresis dan maksimum pada struktur
diambil dari titik tertinggi pada kurva histeresis. Contoh beban lateral adalah gempa bumi.

2.7. Kekakuan
Kekakuan adalah besarnya gaya yang dapat mengakibatkan suatu struktur mengalami
deformasi. Sedangkan menurut Simajuntak (2017) kekakuan juga dapat didefinisikan
sebagai gaya yang diperlukan untuk menghasilkan suatu lendutan Secara ilmiah kekakuan
didefinisikan sebagai rasio antara beban dengan perpendekan.
Menurut Gere dan Timoshenko (1996) kekakuan mengarah pada kemampuan suatu
struktur dalam menahan perubahan bentuk. Namun, kekakuan perlu dibatasi agar tidak
terjadi deformasi berlebihan seperti defleksi bear yang terjadi pada sebuah balok karena hal
itu bisa mempengaruhi kinerja balok itu sendiri. Nilai kekakuan dapat diperoleh dua metode
yakni metode secant stiffness dan metode tangent stiffness.
a. Metode Secant Stiffness
Metode secant stifness merupakan suatu metode pendekatan kekakuan yang
menggambarkan kekakuan suatu struktur saat mengalami kelelehan. Nilai kekakuan
metode secant stiffness didapat dari nilai kemiringan garis linear yang bermula pada titik
asal (0,0) ke titik saat kondisi struktur mengalami leleh, yaitu menggunakan pendekatan
beban sebesar 75% dari beban maksimum struktur.
b. Metode Tangent Stiffnesss
Metode tangent stiffness merupakan suatu metode pendekatan kekakuan yang
menggambarkan kekakuan suatu struktur saat struktur belum mengalami kerusakan atau
belum mencapai titik lelehnya. Nilai kekakuan metode tangent stiffness didapatkan dari
nilai kemiringan garis linear yang bermula pada titik asal (0,0) dan menyinggung
lengkungan pertama kurva tegangan-regangan.

Menurut Silalahi (2017), nilai kekakuan yang didapatkan dari metode tangent stiffness
akan lebih besar dibandingkan metode secant stiffness. Tetapi metode secant stiffness
memiliki ketepatan nilai yang lebih baik dibandingkan metode tangent stiffness karena posisi
18

metode secant stiffness yang berada di antara kondisi leleh dan kondisi maksimum.
Sedangkan, metode tangent stiffness hanya menggambarkan pada saat kondisi leleh.

Gambar 2.14 (a) Metode tangent, (b) Metode secant


Sumber: Silalahi (2017)

Kekakuan suatu material juga dapat dilihat dari nilai modulus elastisitasnya, material
yang memiliki nilai modulus elastisitas tinggi akan mengalami deformasi yang lebih kecil
daripada material yang memiliki modulus elastitas yang rendah. Menurut Gere dan
Timoshenko (1996) modulus elastisitas adalah kemiringan pada kurva tegangan – regangan
di dalam daerah elastis linier dimana suatu bahan berperilaku elastis. Rumus yang digunakan
untuk perhitungan tegangan regangan yaitu :

Rumus Tegangan :

𝜎 = .............................................................................................................................. (2-2)

𝜎 = Tegangan
P = Beban
A = Luas penampang

Rumus Regangan :

𝜀 = ............................................................................................................................... (2-3)

𝜀 = Regangan
𝛿 = Perpendekan kolom
L = Panjang efektif
19

Hubungan tegangan dan regangan berdasarkan hukum Hooke.


𝜎 =E × 𝜀 .......................................................................................................................... (2-4)
𝜎 = Tegangan
E = Modulus elastisitas
𝜀 = Regangan

Sehingga,

𝜎 = 𝐸 × ....................................................................................................................... (2-5)

= 𝐸 × ........................................................................................................................ (2-6)

= 𝐸 × ........................................................................................................................ (2-7)

merupakan parameter kekakuan aksial, sehingga

𝑘 = 𝐸 × ....................................................................................................................... (2-8)

k = Kekakuan aksial
E = Modulus elastisitas
A = Luas Penampang
L = Panjang efektif

2.8. Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu penulis gunakan sebagai bahan referensi dan pertimbangan
dalam melakukan penelitian ini. Penelitian-penelitian yang telah dipublikasikan juga penulis
manfaatkan sebagai acuan awal untuk memberikan gambaran dan pemahaman agar
penelitian ini menghasilkan pembahasan dan kesimpulan yang maksimal, sehingga dapat
menjadikan penelitian ini berkualitas sehingga pantas untuk dijadikan bahan referensi
penelitian selanjutnya.
20

Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu


No. Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. I Gusti Made Analisis Perilaku Struktur Dinding pengisi memberikan peran
Sudika Portal Dengan Dinding dalam memperngaruhi respon dan
Pengisi Terhadap Beban perilaku portal. Dinding pengisi
Lateral Dengan menambah kekakuan portal serta
Menggunakan Elemen Shell meningkatkan kemampuan portal
dalam memikul beban pada saat
portal menahan beban lateral.

2. David A, Cyclic Axial Response and Besarnya degradasi kekuatan dan


Padilla -Llano, Energy Dissipation of Cold- penjepitan dari respon deformasi
Cristopher D. Formed Steel Framing berbeda mengikuti spesimen.
Moen, members. Degradasi kekakuan akibat tekanan
Matthew R. berbeda dan dapat mempengaruhi
Eatherton. efek pinching pada kurva histeresis.
(2014)
3. Kusuma Putri Pengaruh variasi jenis alat Alat sambung mur baut memberikan
Wahyu Abadi sambung terhadap beban kapasitas beban lateral maksimum
(2020) lateral maksimum dan dan kekakuan yang lebih besar pada
kekakuan akibat beban siklik portal baja canai dingin 2D
(quasi-statis) pada portal dibandingkan alat sambung sekrup.
baja canai dingin 2D

4. Hilmi Abdillah Pengaruh variasi jenis Pada pengujian portal canai dingin
(2020) material pada panel dinding dengan beban monotonic, panel
portal terhadap kekakuan dinding berbahan fiber cement
struktur akibat pembebanan board memiliki kekakuan yang
monotonik pada canai 2 lebih tinggi dibandingkan panel
(dua) dimensi dinding berbahan multiplek
sehingga jenis bahan panel dinding
juga berpengaruh pada kekakuan
sebuah portal.
21

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental yang dilakukan di
Laboratorium Struktur dan Bahan Konstruksi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya Malang dimulai pada tanggal 21 Desember 2020 hingga tanggal 06
Januari 2021

3.2. Bahan Penelitian


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

3.2.1. Canai Dingin


Pada penelitian ini menggunakan baja canai dingin dengan profil hollow square
berdimensi 40.40.0,3 mm untuk kolom dan dimensi 20.40.0,3 mm untuk balok.

Gambar 3.1 Profil baja canai dingin

3.2.2. Baut dan Mur


Pada penelitian ini baut yang digunakan adalah baut jenis UNS 4.6 dengan diameter
kepala baut 8 mm dengan panjang dari kepala hingga ujung baut ± 50mm. Baut dan mur
digunakan untuk sambungan pada balok dan kolom.

Gambar 3.2 Baut


22

3.2.3. Sekrup
Pada enelitian ini menggunakan sekrup jenis SS dengan diameter kepala sekrup 8 mm
dengan panjang dari kepala hingga kaki sekrup ± 20 mm. Sekrup ini digunakan untuk
menyambungkan lapisan dinding dengan portal baja canai dingin serta untuk
menyambungkan antara kaki portal dengan alas pondasi yang terbuat dari multipleks.

Gambar 3.3 Sekrup

3.2.4. Multiplek
Pada penelitian ini multipleks digunakan untuk dua bagian yakni untuk bagian panel
dinding dengan menggunakan multipleks dengan tebal 4 mm, sedangkan untuk pondasi atau
alas portal menggunakan gabungan dua buah multipleks berukuran 15 mm yang ditempel
dengan lem sehingga menghasilkan tebal pondasi 30 mm. Multipleks yang digunakan harus
memiliki permukaan yang baik yakni sisi depan maupun belakang rata serta tidak ada yang
bergelombang.

(a) (b)

Gambar 3.4 Multiplek (a) Pada panel dinding, (b) Pada pondasi
23

3.2.5. Fiber Cement Board


Pada penelitian eksperimental ini, Fiber Cement Board digunakan sebagai bahan
panel dinding dengan ketebalan yang digunakan yakni 4 mm.

Gambar 3.5 Fiber cement board

3.2.6. Lem
Pada penelitian ini menggunakan lem kayu merk Rajawali yang digunakan sebagai
perekat untuk menggabungkan dua buah multipleks tebal 15 mm sehingga menjadi
multipleks tebal 30 mm yang digunakan sebagai pondasi atau alas dari portal.

Gambar 3.6 Lem kayu

3.3. Alat Penelitian


Penelitian ini menggunakan beberapa peralatan yang digunakan mulai dari proses
persiapan material hingga proses pengujian benda uji. Peralatan yang digunakan telah
tersedia di Laboratorium Struktur dan Bahan Konstruksi Jurusan Teknik Sipil, Laboratorium
Mekanika Tanah dan Geologi serta Inventaris Departemen Amera Himpunan Mahasiswa
Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Malang.
24

3.3.1. Bor
Bor digunakan untuk memasang sekrup dan baut pada profil baja canai dingin untuk
menggabungkan profil balok kolom serta pondasi yang telah disusun. Untuk pemilihan mata
bor yang digunakan disesuaikan dengan diameter dari kepala baut atau sekrup yang dipakai.

Gambar 3.7 Bor

3.3.2. Cetakan
Cetakan dibuat di satu lembar multipleks yang digunakan untuk mempermudah
penyusunan balok kolom canai dingin dan juga digunakan agar penempatan balok kolom
presisi sesuai ukuran dan bentuk yang diinginkan.

Gambar 3.8 Cetakan

3.3.3. Gerinda
Gerinda digunakan untuk mempermudah pemotongan canai dingin sesuai ukuran
yang diinginkan serta digunakan juga untuk memotong panel dinding yang terbuat dari
multipleks dan fiber cement board. Pemilihan mata gerinda yang digunakan dapat
disesuaikan dengan bahan yang akan dipotong.
25

Gambar 3.9 Gerinda

3.3.4. Gunting Canai Dingin


Gunting canai dingin digunakan untuk membuat potongan-potongan kecil seperti
potongan pelat sambung dan potongan kaki portal.

Gambar 3.10 Gunting canai dingin

3.3.5. LVDT (Linear Variable Differential Transformer)


LVDT digunakan mengetahui besarnya perpindahan pada benda uji saat pengujian.
LVDT ini dipasang pada sisi ujung atas portal di sisi kiri dan kanan sejajar dengan as kolom
teratas untuk mengetahui perpindahan arah horizontal. Tampilan LVDT menggunakan
monitor digital sehingga dapat mempermudah dan meningkatkan ketelitian saat melakukan
pembacaan.

(a) (b)
Gambar 3.11 (a) LVDT, (b) Monitor pembacaan digital LVDT
26

3.3.6. Hydraulic Jack


Hydraulic jack digunakan untuk memberi beban lateral pada portal melalui load cell.
Pada penelitian ini beban lateral diberikan dalam dua arah sehingga menimbulkan beban
quasi statis. Pada penelitian ini digunakan hydraulic jack dengan panjang silinder 30 cm.

Gambar 3.12 Hydraulic jack

3.3.7. Load Cell


Load cell pada penelitian ini digunakan untuk menyalurkan dan membaca beban
yang diberikan oleh hydraulic jack ke portal. Beban dari hydraulic jack ke load cell akan
dibaca oleh monitor sesuai perpindahan yang terjadi. Dalam penelitian ini digunakan load
cell dengan kapasitas beban 50 kilogram sebanyak dua buah.

Gambar 3.13 Load cell

3.3.8. Loading Frame


Loading frame digunakan untuk menempatkan benda uji yang akan dibebani quasi
statis. Loading frame juga digunakan untuk menempatkan hydraulic jack dan LVDT sesuai
penempatan yang telah ditentukan.
27

Gambar 3.14 Loading frame

3.3.9. Railing
Railing pada penelitian ini digunakan agar saat diberi pembebanan portal tidak
mengalami puntir serta tidak keluar dari sumbu pembebanannya. Railing diperlukan karena
jika portal keluar dari sumbu pembebanannya maka pembacaan perpindahan pada LVDT
menjadi tidak valid. Dalam penelitian ini railing dibuat dari profil baja siku dan dipasang
searah horizontal pada bagian depan dan belakang benda uji yang dikaitkan pada loading
frame. Pada bagian depan benda uji yang berdinding, railing diberi tambahan roda atau
bearing agar gesekan antara railing dan panel dinding tidak mempengaruhi pembacaan
beban pada load cell.

Gambar 3.14 Railing

3.3.10. Alat Bantu Lainnya


Beberapa alat bantu yang digunakan yakni palu, kawat bendrat, kabel ties, meteran,
waterpass, tang, pensil, gunting, klem dan sabuk portal.
28

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)


Gambar 3.15 Alat bantu (a) Gergaji, (b) Kabel ties, (c) Meteran, (d) Sabuk portal, (e) Klem,
(f) Tang

3.4. Tahap Penelitian

Gambar 3.17 Flow chart penelitian


29

3.5. Rancangan Penelitian


Pada penelitian ini, benda uji yang digunakan merupakan portal canai dingin dua
dimensi dengan profil hollow square berdimensi 40.40.0,3 mm untuk kolom dan dimensi
20.40.0,3 mm untuk balok dan dibuat dua tingkat. Dalam pembuatan satu buah portal kolom
yang digunakan memiliki panjang 106 cm sebanyak dua buah, balok dengan panjang 50 cm
sebanyak dua buah serta dua buah multipleks dengan dimensi 120x15x1,5 cm yang
digunakan sebagai pondasi atau tumpuan.
Penelitian ini menggunakan dua jenis portal dengan variasi jenis material pada panel
dinding yaitu menggunakan multipleks tebal 4 mm dan fiber cement board dengan tebal 4
mm. Dari kedua jenis portal tersebut, letak perbedaannya hanya pada jenis material panel
dindingnya saja. Sedangkan untuk dimensi profil, konfigurasi sambungan, jenis pondasi dan
material penyusun selain panel dinding pada kedua portal tersebut dibuat sama persis atau
identic.

Gambar 3.18 Benda uji portal canai dingin 2D


Sumber : Wicaksono (2020)

Pada penelitian ini jumlah benda uji portal sebanyak enam buah dengan pembagian
benda uji yang digunakan yakni tiga benda uji portal dengan dinding mutliplek penuh dan
tiga benda uji portal dengan dinding fiber cement board penuh. Portal yang akan diuji
diberikan kode sesuai dengan ketentuan sebagai berikut.
30

1. Portal S-F-0 untuk portal dengan pembebanan siklik dan panel dinding penuh
menggunakan bahan fiber cement board
2. Portal S-T-0 untuk portal dengan pembenanan siklik dan panel dinding penuh
menggunakan bahan multipleks.

(a) (b)
Gambar 3.19 Benda uji portal dengan panel dinding multipleks (a) Tampak depan (b)
Tampak belakang
Sumber : Wicaksono (2020)

(a) (b)

Gambar 3.20 Benda uji portal dengan panel dinding fiber cement board (a) Tampak depan
(b) Tampak belakang
Sumber : Wicaksono (2020)
31

(a) (b)

Gambar 3.21 Detail sambungan (a) Sambungan balok-kolom (b) Sambungan kolom-
pondasi
Sumber : Wicaksono (2020)

Gambar 3.22 Detail pemasangan sekrup pada panel dinding


Sumber : Wicaksono (2020)

Benda uji portal tersebut selanjutnya diuji menggunakan hydraulic jack dan load cell
dengan pembebanan quasi statis pada as dari balok teratas pada portal hingga portal atau
dinding mengalami kerusakan
32

3.6. Variabel Penelitian


Variabel yang akan diukur pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Variabel bebas (Independent variable), yakni variabel yang dapat ditentukan sendiri
oleh peneliti dan dapat diubah sesuai dengan kebutuhan penelitian. Pada penelitian
ini, variabel bebas yang digunakan adalah jenis material panel dinding yaitu
multiplek dan fiber cement board.
2. Variabel terikat, yaitu variabel yang dipengaruhi oleh perilaku variabel bebas.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kekakuan dari portal canai dingin 2D
yang diuji.

3.7. Prosedur Penelitian


3.7.1. Pembuatan Material Benda Uji
Pada penelitian ini benda uji yang digunakan terbuat dari potongan material canai
dingin yang dirakit menjadi portal dua dimensi yang kemudian dipasang panel dinding pada
salah satu sisinya. Langkah-langkah pembuatan benda uji adalah sebagai berikut.
1. Balok
Canai dingin profil hollow square 20.40.0,3 mm diukur sepanjang 50 cm kemudian
dipotong menggunakan gerinda dengan ketelitian pemotongan (±) 1 mm. Untuk balok
dipotong sebanyak 12 buah dengan ukuran seluruhnya sama.
2. Kolom
Canai dingin profil hollow square 40.40.0,3 mm diukur sepanjang 114 cm kemudian
dipotong menggunakan gerinda dengan ketelitian pemotongan (±) 1 mm. Untuk kolom
dipotong sebanyak 12 buah dengan ukuran seluruhnya sama.
3. Pelat sambung pada sambungan balok-kolom
Canai dingin profil hollow square 40.40.0,3 mm dipotong selebar 20 mm kemudian
dua rusuknya dipotong secara diagonal sehingga menghasilkan pelat sambung berbentuk
siku berukuran 80x20 mm. Pelat sambung tersebut dibuat sebanyak 48 buah. Detail pelat
sambung dapat dilihat pada Gambar 3.21.
4. Pelat sambung untuk sambungan kolom-pondasi
Canai dingin profil hollow square 40.40.0,3 mm yang sudah dipotong untuk kolom
kemudian digunting keempat rusuknya pada salah satu sisi sepanjang 8 cm menggunakan
gunting canai dingin. Kemudian keempat sisi profil ditekuk untuk menghasilkan sudut
siku-siku
33

5. Panel dinding
Multiplek dan fiber cement board dipotong menggunakan gerinda dengan dua
macam ukuran yaitu sebesar 57x50 cm untuk dinding bagian bawah dan ukuran 57x52
cm untuk dinding bagian atas dengan ketelitian pemotongan (±) 1 mm. Untuk masing
masing ukuran dan bahan dibuat potongan sebanyak tiga buah.
6. Pondasi
Untuk bahan pondasi menggunakan multipleks setebal 15 mm yang dipotong
menjadi bentuk persegi panjang dengan ukuran 15x120 cm menggunakan gerinda
sebanyak 12 buah potongan. Kemudian tiap dua buah potongan pelat digabungkan
menggunakan lem kayu rajawali sehingga menjadi sebuah pelat dengan ketebalan 30
mm yang akan digunakan sebagai pondasi portal.
7. Cetakan Portal
Cetakan portal dibuat pada sebuah multipleks ukuran 130x70 cm dan diberi cetakan
sesuai dengan ukuran dari penyusunan portal yang diinginkan

3.7.2. Perakitan Benda Uji


Setelah material benda uji selesai dibuat, selanjutnya adalah tahap perakitan material-
material benda uji tersebut. Langkah-langkah perakitan benda uji sebagai berikut.
1. Meletakkan potongan balok dan kolom yang telah dibuat kedalam cetakan portal
sehingga terbentuk portal dua dimensi.
2. Kemudian pelat sambung balok-kolom diletakkan pada tiap titik sambungan kemudian
memasang sekrup menggunakan bor dengan detail pemasangan seperti pada Gambar
3.19.
3. Portal kemudian diangkat dari cetakan portal untuk dipasang panel dinding dengan
sambungan sekrup pada titik sambungan seperti pada Gambar 3.20. Sekrup dipasang
sebanyak 6 buah pada tiap sisi kanan dan kiri dinding dengan jarak antar sekrup 20 cm
dan jarak as sekrup dari tepi dinding sebesar 2 cm.
4. Portal kemudian dibuat berdiri dan dipasang pada pelat pondasi dari multipleks
kemudian dipasang sekrup pada ke empat sisi pelat sambungan antara kolom-pelat
pondasi pada titik yang telah ditentukan seperti pada Gambar 3.19.
5. Cek kembali kekuatan sambungan pada balok-kolom dan kolom-pelat pondasi sebelum
dilakukan pengujian pada portal
34

3.7.3. Pengujian Quasi Statis


Pengujian benda uji pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
displacement control mengikuti standar yang ditetapkan dalam FEMA461. Metode ini
dilakukan dengan mengontrol perpindahan untuk mengetahui besar beban. Pengujian ini
menggunakan drift ratio (DR) yang didapatkan dari perbandingan simpangan ultimate
benda uji yang diberi pembebanan monotonik dengan tinggi efektif portal yang
menerima beban. Berikut data simpangan ultimate akibat pembebanan monotonik pada
benda uji yang didapatkan dari penelitian sebelumnya.

Tabel 3.1 Data Simpangan Ultimate Akibat Pembebanan Monotonik pada Panel Dinding
Multipleks

Pmaks ∆ pada saat Pmaks Drift Rasio


Benda Uji
kg mm %
A 58 46,96 4,7
M-T-0
B 53 61,02 6,1
A 41 102,79 10,3
M-T-25
B 34,5 102,23 10,2
A 33 130,42 13,0
M-T-50
B 28 94,66 9,5
A 18,41 248,88 24,9
M-T-100
B 18,8 259,51 26,0

Tabel 3.2 Data Simpangan Ultimate Akibat Pembebanan Monotonik pada Panel Dinding
Fiber Cement Board

Pmaks ∆ pada saat Pmaks Drift Rasio


Benda Uji
kg mm %
A 82,5 57,75 5,8
M-F-0
B 78,5 65,89 6,6
A 46 47,45 4,7
M-F-25
B 43,5 46,95 4,7
A 36 67,1 6,7
M-F-50
B 36 58,12 5,8
A 18,41 248,88 24,9
M-F-100
B 18,8 259,51 26,0

Dari data diatas didapatkan drift ratio terbesar dari portal yang yang berpanel dinding
yakni 13%, sehingga untuk pengujian dengan beban quasi statis ini akan digunakan drift
ratio sebesar 13% yang dimulai dari drift ratio 1% sampai dengan 13% dengan interval 1%,
kemudian beban dicatat setiap perubahan simpangan sejauh 5 mm.
35

Gambar 3.23 Hubungan drift ratio dan siklus pembebanan

Langkah-langkah dalam pengujian portal secara quasi statis yakni :


1. Portal yang sudah dirakit, diletakkan pada loading frame dan pastikan perletakannya
sentris dengan pemberian beban quasi-statisnya.
2. Pasang klem pada keempat sisi multipleks pondasi agar portal kaku pada bagian
pondasinya.
3. Pasang load cell pada hydraulic jack, dan pastikan beban yang diberikan sentris
terhadap portal.
4. Pasang dua buah LVDT sesuai dengan arah pemberian beban, dan pastikan LVDT
memiliki ketinggian yang sama dengan pemberian beban. Beban diberikan pada
ketinggian 100 cm dari alas portal.
5. Pastikan LVDT dan load cell terhubung dengan monitor indikatornya.
6. Jalankan pengujian beban quasi-statis hingga drift ratio yang telah ditentukan.
7. Drift ratio yang digunakan pada pengujian ini yaitu dari 1% sampai dengan 13%,
dengan interval setiap 1%.
8. Catat perpindahan dan beban yang muncul di layar monitor LVDT dan load cell, baik
saat loading dan unloading. Beban dicatat setiap simpangan 5 mm. Langkah ini
dilakukan untuk mendapatkan kurva histerisis.
36

Gambar 3.24 Set up benda uji pengujian quasi-statis

3.8. Metode Analisis Eksperimental


Analisis ekseperimental ini dilakukan dengan pengujian di Laboratorium Struktur
dan Bahan Konstruksi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang
menggunakan enam buah benda uji portal dengan pembagian tiga buah benda uji berdinding
mutlipleks dan tiga buah benda uji berdinding fiber cement board . Variasi jenis material
panel dinding ini kemudian diberi pembebanan secara quasi-statis

3.8.1. Metode Pengumpulan Data


Dari pengujian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa data yang diperlukan.
Dari pembebanan pada benda uji portal dapat diambil data berupa perpindahan (∆) dan data
beban lateral maksimum yang terbaca di load cell kemudian dinotasikan sebagai beban (P).
Beberapa data yang telah didapat tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan masing-
masing variasi benda uji. Pengamatan nilai dari beban dan perubahan panjang yang terjadi
pada portal dilakukan dengan cara mencatat beban dan perpindahan tiap simpangan 5 mm
kemudian melakukan crosscheck data dengan memutar ulang video saat pengujian
berlangsung. Data-data yang didapat ini nantinya akan menghasilkan sebuah kurva histerisis.
37

Tabel 3.2 Form Pengumpulan Data Pembacaan Beban Quasi Statis dan LVDT
Pembacaan Beban Pembacaan LVDT Beban Simpangan
No
kg mm kg mm

3.8.2. Metode Pengolahan Data


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi jenis panel dinding
terhadap kekakuan struktur akibat beban quasi-statis pada portal baja canai dingin.
Parameter kekakuan merupakan rasio antara beban dengan perpendekan kolom.

Tabel 3.3 Form Pengolahan Data Kekakuan Secant


Jenis Material Beban ∆secant stiffness
Secant Stiffness
Dinding kg mm

Tabel 3.4 Form Pengolahan Data Kekakuan Tangent


Jenis Material Beban ∆tangent stiffness Tangent
Dinding kg mm Stiffness

3.9. Hipotesis Penelitian


Benda uji dengan bahan panel dinding fiber cement board memiliki kekakuan yang
lebih besar daripada benda uji dengan panel dinding multiplek.
38

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Kusuma Putri Wahyu. (2020). Pengaruh Variasi Jenis Alat Sambung Terhadap
Beban Lateral Maksimum dan Kekakuan Akibat Beban Siklik (Quasi-Statis) Pada
Portal Baja Canai Dingin 2D. Malang; Jurusan Teknik Sipil Universitas Brawijaya.
Abdillah, Hilmi. (2020). Pengaruh Variasi Jenis Material Pada Panel Dinding Portal
Terhadap Kekakuan Struktur Akibat Pembebanan Monotonik Pada Canai 2 (Dua)
Dimensi. Malang; Jurusan Teknik Sipil Universitas Brawijaya.
American iron and steel institute, North American standard for cold-formed steel framing—
lateral design, 2007 Ed., AISI S213-07; 2007.
Carvalho, G., Rita, B., Carlos, B. (2012). Nonlinear Static and Dynamic Analyses of
Reinforced Concrete Buildings-Comparison of Different Modelling Approaches.
Portugal.
Choi, H., Yoshiaki, Nakano., and Sanada, Y., (2005), Seismic Performance and Crack
Pattern of Concrete Block Infilled Frames. Bulletin of ERS, No. 38.
Dewobroto, W. (2005). Analisa Inelastis Portal-Dinding Pengisi dengan “Equivalent
Diagonal Strut”. Bandung: Jurnal Teknik Sipil ITB.
Diptesh Das, C.V.R Murty, (2000). Bricknmasonry infills in seismic design of RC frame
buildings, Civil Engineering IIT Kanpur, India, Part 2.
European convention for construction steelwork, recommended testing procedure for
assessing the behaviour of structural steel elements under cyclic loads; 1985.
FEMA 461. 2007. Interim Interim Testing Protocols for Determining the Seismic
Performance Characteristic of Structural and Nonstructural Components. Redwood
City: California
FEMA P440A. 2009. Effects of Strength and Stiffness Degradation on Seismic Response.
Redwood City: California.
Gere & Timoshenko. 1996. Mekanika Bahan. Jakarta: Erlangga.
Goutam, Mondal., and Sudhir, K., Jain, M., (2008), Lateral Stiffness of Masonry Infilled
Reinforced Concrete (RC) Frames with Central Opening, Earthquake Spectr
Earthquake Engineering Research Institute (EERI)a, Vol. 24, No. 3, 701 –723. DOI:
10.1193/1.2942.376.
Kawai Y, Kanno R, Hanya K. Cyclic shear resistance of light-gauge steel framed walls.
ASCE Structures Congress, Poland, USA 1997:433–7.
39

Kubon, K. D., Sukrawa, M., & Putra, D. (2014). Analisa Perilaku dan Kinerja Struktur
Rangka Dinding Pengisi dengan Variasi Penempatan Dinding pada Lantai Dasar.
Jurnal Ilmiah Teknik Sipil. 18(1): 66-76.
Mutawalli M. (2007). Stabilitas Sambungan Struktur Baja Ringan SMART FRAME Type-T
Terhadap Beban Siklik Pada Rumah Sederhana Tahan Gempa, Tesis Program
Pasca Sarjana. UGM Yogyakarta.
Pan, C. L., & Shan, M. Y. (2011). Monotonic shear tests of cold-formed steel wall frames
with sheathing. Thin-Walled Structures, 49(2), 363-370.
Park, R., & Paulay, T. (1975). Reinforced concrete structures. John Wiley & Sons.
Paulay, T. and M.J.N., Priestley. (1992), Seismic Design of Reinforced Concrete and
Masonry Building, J.Wiley and Sons, NY, 744 pp.
Schodek, D. L. (1999). Struktur. Jakarta: Erlangga.
Simanjuntak, J. B., Wibowo, A., & Wijaya, M. N. (2017). Pengaruh Variasi Jarak
Tulangan Vertikal terhadap Daktilitas dan Kekakuan Dinding Geser dengan
Pembebanan Siklik (Quasi-Statis). Malang: Jurusan Teknik Sipil Universitas
Brawijaya.
Sudika, I. G. M. (2017). Analisis Perilaku Struktur Portal dengan Dinding Pengisi Penuh
dan Sebagian terhadap Beban Lateral. Bali: Jurusan Teknik Sipil Universitas
Ngurah Rai.
Tjahjanto, H. H., & Imran, I. (2009). Kajian Performance Struktur Portal Beton Bertulang
dengan Dinding Pengisi. Seminar dan Pameran HAKI. HAKI.
Watanabe, K., Niwa, J., Yokota, H., & Iwanami, M. (2004). Stress-Strain Relationship for
the Localized Compressive Failure Zone of Concrete under Cyclinic Loading.
Japan.
Wibowo, A. (2012). Seismic Performance of Insitu and Precast Soft Storey Buildings.
Wiguna, A., & Walujodjati, E. (2015). Analisis Kekuatan Baja Canai Dingin (Cold Formed
Steel) sebagai Alternatif untuk Elemen Struktur Balok Rumah Sederhana yang
Merespon Gempa. Jurnal Kalibrasi. 13(1): 1-20.
Yu, W. W. (2000). Cold Formed Stell Design. John Wiley and Sons.

Anda mungkin juga menyukai