Anda di halaman 1dari 49

 

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
 

  Perencanaan adalah pemilihan dan menghubungkan fakta-fakta, membuat


serta  menggunakan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan masa datang dengan
menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan tertentu yang diyakini
 
diperlukan untuk mencapai suatu hasil tertentu. (Terry 1975)
 
Struktur adalah bangun (teoritis) yang terdiri atas unsur-unsur yang
berhubungan
  satu sama lain dalam satu kesatuan. Struktur ada struktur atas,
struktur
  bawah. Struktur mempunyai sifat: Totalitas, Transformatif, Otoregul
(Benny H. Hoed, 2002)
 
Perencanaan struktur dapat didefinisikan sebagai suatu perpaduan ilmu
pengetahuan dan seni yang mengkombinasikan perasaan intuitif seorang perencana
berpengalaman mengenai perilaku struktur dengan didasari pengetahuan yang
mendalam mengenai prinsip-prinsip statika, dinamika, mekanika bahan dan analisis
struktur, untuk menghasilkan suatu struktur yang aman dan ekonomis sehingga dapat
berfungsi seperti yang diharapkan. (Salmon. Johnson, 1996)
Baja adalah logam paduan dengan besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai
unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0.2% hingga
2.1% berat sesuai grade-nya. Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur pengeras
dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi kristal (crystal lattice) atom besi.
Unsur paduan lain yang biasa ditambahkan selain karbon adalah mangan
(manganese), krom (chromium), vanadium, dan tungsten. Dengan memvariasikan
kandungan karbon dan unsur paduan lainnya, berbagai jenis kualitas baja bisa
didapatkan. Penambahan kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan kekerasan
(hardness) dan kekuatan tariknya (tensile strength), namun di sisi lain membuatnya
menjadi getas (brittle) serta menurunkan keuletannya (ductility)
(Agung, 2012).

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2.1. Kelebihan Baja sebagai Material Struktur


 
Bangunan baik berupa jembatan, gedung, pemancar, papan iklan dan lainnya
 
merupakan material struktur yang baik. Kelebihan dari baja terlihat dari kekuatan,
  relatif ringan, kemudahan pemasangan, dan sifat baja lainnya. Kelebihan baja
antara
  lain:
1. Kekuatan Tinggi
 
Kekuatan yang tinggi dari baja per satuan berat mempunyai konsekuensi
 
bahwa beban mati akan kecil. Hal ini sangat penting untuk jembatan bentang
  panjang, bangunan tinggi, dan bangunan dengan kondisi tanah yang buruk.
2.   Keseragaman

  Sifat baja tidak berubah banyak terhadap waktu, tidak seperti halnya pada
struktur beton bertulang.
 
3. Elastisitas
Baja berperilaku mendekati asumsi perancang teknik dibandingkan dengan
material lain karena baja mengikuti hukum Hooke hingga mencapai tegangan
yang cukup tinggi. Momen inersia untuk penampang baja dapat ditentukan
dengan pasti dibandingkan dengan penampang beton bertulang.
4. Permanen
Portal baja yang mendapat perawatan baik akan berumur sangat panjang,
bahkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi tertentu baja tidak
memerlukan perawatan pengecatan sama sekali.
5. Liat
Baja strukur merupakan material yang liat artinya memiliki kekuatan dan
daktilitas. Suatu elemen baja masih dapat terus memikul beban dengan deformasi
yang cukup besar. Ini merupakan sifat material yang penting karena dengan sifat
ini elemen baja bisa menerima deformasi yang besar selama pabrikasi,
pengangkutan, dan pelaksanaan tanpa menimbulkan kehancuran. Dengan
demikian pada baja struktur dapat diberikan lenturan, diberikan beban kejut,
geser, dan dilubangi tanpa memperlihatkan kerusakan. Kemampuan material
untuk menyerap energi dalam jumlah yang cukup besar disebut .

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2.2. Kelemahan Baja sebagai Material Struktur


 
Walaupun begitu banyak kelebihan baja sebagai material struktur, kelemahan
 
baja, antara lain :
  1. Biaya Pemeliharaan
  Umumnya material baja sangat rentan terhadap korosi jika dibiarkan terjadi
kontak dengan udara dan air sehingga perlu dicat secara periodik.
 
2. Biaya Perlindungan Terhadap Kebakaran
 
Meskipun baja tidak mudah terbakar tetapi kekuatannya menurun drastis jika
  terjadi kebakaran. Selain itu baja juga merupakan konduktor panas yang baik
  sehingga dapat menjadi pemicu kebakaran pada komponen lain. Akibatnya,

  portal dengan kemungkinan kebakaran tinggi perlu diberi pelindung.


3. Rentan Terhadap Buckling
 
Semakin langsing suatu elemen tekan, semakin besar pula bahaya terhadap
buckling (tekuk). Sebagaimana telah disebutkan bahwa baja mempunyai
kekuatan yang tinggi per satuan berat dan jika digunakan sebagai kolom
seringkali tidak ekonomis karena banyak material yang perlu digunakan
untuk memperkuat kolom terhadap buckling.
4. Fatik
Kekuatan baja akan menurun jika mendapat beban siklis. Dalam perancangan
perlu dilakukan pengurangan kekuatan jika pada elemen struktur akan terjadi
beban siklis.
5. Keruntuhan Getas
Pada kondisi tertentu baja akan kehilangan daktilitasnya dan keruntuhan getas
dapat terjadi pada tempat dengan konsentrasi tegangan tinggi. Jenis beban
fatik dan temperatur yang sangat rendah akan memperbesar kemungkinan
keruntuhan getas.

2.3. Analisa Beban


Analisa beban dibagi menjadi dua yaitu beban hidup dan mati. Keduanya
ditentukan oleh SNI 1727 – 2013 ketentuannya sebagai berikut.

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2.3.1. Beban hidup


 
Beban hidup adalah beban yang besar dan posisinya dapat berubah-ubah.
 
Beban hidup yang dapat bergerak dengan tenaganya sendiri disebut beban
  bergerak, seperti kendaraan, manusia, dan keran (crane). Sedangkan beban yang
dapat
  dipindahkan antara lain furniture dan material dalalam gudang. Jenis
beban hidup lain adalah angin, hujan, ledakan, gempa, tekanan tanah, tekanan
 
air, perubahan temperatur, dan beban yang disebabkan oleh pelaksanaan
 
konstruksi. Untuk besaran beban hidup dapat dilihat pada Tabel 2.1, Tabel 2.2,
  Tabel 2.3, Tabel 2.4.
 

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Tabel 2. 1 Berat Beban Hidup


 

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Tabel 2. 2 Berat Beban Hidup (lanjutan)


 

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Tabel 2. 3 Berat Beban Hidup (lanjutan)


 

10

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Tabel 2. 4 Berat Beban Hidup (lanjutan)


 

 
2.3.2. Beban Mati
 
Beban mati adalah beban dengan besar yang konstan dan berada pada posisi
yang sama setiap saat. Beban ini terdiri dari berat sendiri struktur dan beban lain
yang melekat pada struktur secara permanen. Termasuk dalam beban mati adalah
berat rangka, dinding, lantai, atap, plambing, dll. Dalam perancangan suatu
konstruksi tentunya beban mati ini harus diperhitungkan untuk digunakan dalam
analisa. Dimensi dan berat elemen struktur tidak diketahui sebelum analisa struktur
selesai dilakukan. Berat yang ditentukan dari analisa struktur harus dibandingkan
dengan berat perkiraan semula. Jika perbedaannya besar, perlu dilakukan analisa
ulang dengan menggunakan perkiraan berat yang lebih baik. Untuk nilai besar
besaran beban mati dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2. 5 Berat Beban mati

Berat Material Berat Beban


A. Bahan Bangunan
1.Baja 7.850
2.Batu alam 2.600
3.Batu belah, batu bulat, batu gunung 1.500
4.Batu karang 700
5.Batu pecah 1.450
6.Besi tuang 7.250
7.Beton 2.200
8.Beton bertulang 2.400
9.Kayu 1.000
10.Kerikil 1.650

11

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

11. Pasangan bata merah 1.700


 
12. Pasangan batu belah, batu bulat, batu
gunung 2.200
 
13. Pasangan batu cetak 2.200
  14. Pasangan batu karang 1.450
15. Pasir 1.600
  16. Pasir (jenuh air) 1.800
  17. Pasir kerikil, koral 1.850
18. Tanah, lempung dan lanau (kering udara
  - lembab) 1.700
19. Tanah, lempung dan lanau (basah) 2.000
  20. Timah hitam 11.400
B. Komponen Gedung
 
1. Adukan, per cm tebal:
  - dari semen 21
- dari kapur, semen merah atau tras 17
  2. Aspal, termasuk bahan-bahan minerah
14
penambah, per cm tebal
3. Dinding pasangan bata merah:
- satu batu 450
- setengah batu 250
4. Dinding pasangan batako:
Berlubang:
- tebal dinding 20 cm (HB 20) 200
- tebal dinding 10 cm (HB 10) 120
Tanpa lubang:
- tebal dinding 15 cm 300
- tebal dinding 10 cm 200
5. Langit-langit dan dinding, terdiri dari:
semen asbes dengan tebal maksimum 4
11
mm
kaca, dengan tebal 3-4 mm 10
6. Lantai kayu sederhana dengan balok
kayu, tanpa langit- langit dengan
40
bentang maksimum 5 m dan untuk
beban hidup maksimum 200 kg/m2
7. penggantung langit-langit (dari kayu),
dengan bentang maksimum 5m dan 7
jarak s.k.s minimum 0,80 m
8. Penutup atap genting dengan reng dan
50
usuk/kaso per m2 bidang atap
9. Penutup atap sirap dengan reng dan
40
usuk/kaso, per m2 bidang atap
10. Penutup atap seng gelombang tanpa
10
gordeng

12

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

11. Penutup lantai dari ubin semen


  portland, teraso dan beton, tanpa
adukan, per cm tebal
 
12. Semen asbes gelombang (tebal 5 mm) 11
 
2.4. Kombinasi Beban
 
Menurut SNI 1726 – 2012, komponen struktur rancangan harus melebihi
 
beban-beban terfaktor. Ketentuan kombinasi beban terfaktor sebagai berikut :
  1. 1,4 D
  2. 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau R)
3. 1,2D + 1,6 (Lr atau R) + (L atau 0,5 W)
 
4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5 (Lr atau R)
 
5. 1,2D +1,0E + L
  6. 0,9D + 1,0W
7. 0,9D + 1,0E
Keterangan:
D : beban mati, termasuk SDL (kg/m)
L : beban hidup (kg/m)
R : beban hujan (20 kg/m2)
W : beban angina (kg/m)
E : beban gempa (kg/m)
Menurut SNI 1726 – 2012 ketentuan pengaruh beban gempa (E) harus ditentukan
dengan persamaan sebagai berikut :
E = Eh + Ev (2-01)
atau
E = Eh + Ev (2-02)
Keterangan:
E : Pengaruh beban gempa
Eh : Pengaruh beban gempa horizontal
Ev : Pengaruh beban gempa vertikal
Jadi, kombinasi 5 dan kombinasi 6 dapat ditentukan sebagai berikut :
5 = (1,2 + 0,2 ) + + Ω (± ± 0,3 )
5 = (1,2 + 0,2 ) + + (± 0,3 ± )

13

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
7 = (0,9 + 0,2 ) + + (± ± 0,3 )
7 = (0,9 + 0,2 ) + + (± 0,3 ± )

Keterangan
  :
Sds   : parameter percepatan respon spectral pada periode pendek
Qey : pengaruh gaya gempa vertical
 
Qex : pengaruh gaya gempa horizontal
 

2.5.  Bangunan Tahan Gempa


  Indonesia adalah daerah rawan gempa, maka dari itu mayoritas gedung atau
bangunan yang di bangun di Indonesia direncanakan dapat menahan gaya gempa.
 
Dari hal tersebut pengertian bangunan tahan gempa adalah:
 
1. Bila terjadi Gempa Ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik
  pada komponen non-struktural maupun pada komponen strukturalnya.

  2. Bila terjadi Gempa Sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada


komponen non-strukturalnya (plafond runtuh, dinding retak) akan tetapi
komponen struktural (kolom, balok, sloof) tidak boleh rusak.
3. Bila terjadi Gempa Besar, bangunan boleh mengalami kerusakan baik pada
komponen non-struktural maupun komponen strukturalnya, akan tetapi jiwa
penghuni bangunan tetap selamat, artinya sebelum bangunan runtuh masih
cukup waktu bagi penghuni bangunan untuk keluar.
Dalam perencanaan ini gaya gempa yang diisyaratkan atau yang di asumsikan
adalah pembebanan beban gempa menurut SNI 1726 – 2012

14

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2.5.1. Jenis Tanah dan Klasifikasi Situs


 
Menurut SNI 1726-2012 klasifikasi situs tanah tersebut terdapat pada Tabel
 
2.6.
  Tabel 2. 6 Klasifikasi Situs

Keterangan:
N : tahanan penetrasi standar rata-rata dalam lapisan 30 m paling atas.
su : kuat geser niralir rata-rata di dalam lapisan 30 m paling atas
vs : kecepatan rambat gelombang geser rata-rata pada regangan geser yang
kecil, di dalam lapisan 30 m teratas
Nch : tahanan penetrasi standar rata-rata tanah non kohesif dalam lapisan 30 m
paling atas
(di adalah tebal lapisan tanah ke i; Ni adalah nilai SPT lapisan tanah ke i)
2.5.2. Kategori Resiko dan Faktor Keutamaan
Berdasarkan SNI 1726 – 2012 kategpri resiko untuk bangunan gedung dan
non gedung terdapat pada Tabel 2.7 dan Tabel 2.8.
Tabel 2. 7 Kategori Resiko

Kategori
Jenis Pemanfaatan Resiko Catatan
Fasilitas pertanian, perkebunan,
I
perternakan, dan perikanan

15

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fasilitas sementara
  Gedung yang
Gudang penyimpanan memiliki
  Rumah jaga dan struktur kecil resiko rendah
lainnya
  Perumahan
 
Rumah toko dan Rumah kantor
Pasar
  Gedung perkantoran
Gedung apartemen/ Rumah
  II
susun
  Pusat perbelanjaan/ Mall
Bangunan industri
  Fasilitas manufaktur
  Pabrik
Bioskop
  Gedung pertemuan
Stadion
Fasilitas kesehatan
Fasilitas penitipan anak Gedung
dengan
Penjara III
tingkat resiko
Bangunan untuk orang jompo tinggi
Pusat pembangkit listrik biasa
Fasilitas penanganan air
Fasilitas penanganan limbah
Pusat telekomunikasi
Bangunan-bangunan
monumental
Gedung sekolah dan Fasilitas
pendidikan Fasilitas
Rumah sakit IV bangunan
Fasilitas pemadam kebakaran, yang peting
ambulans,
dan kantor polisi, serta garasi
dan kendaraan darurat

16

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Tabel 2. 8 Faktor Keutamaan Gempa


 

 
Nilai SDS ditentukan berdasarkan persamaan berikut :
 
SDS = 2
, dimana SMS ditentukan menggunakan persamaan :

  3

  = (2-03)
Untuk nilai Fa dapat dilihat pada tabel 2.9. dan nilai Ss didapat dari hasil input
 
koordinat dari lokasi proyek ke dalam situs puskim.pu.go.id
  Tabel 2. 9 Koefisien Fa

Nilai SD1 ditentukan berdasarkan persamaan berikut:


=
2
(2-04)
1 1
3

Dimana Sm1 ditentukan menggunakan persamaan :


1= 1

(2-05)
Untuk nilai Fv dapat dilihat pada Tabel 2.10
Tabel 2. 10 koefisien Fv

17

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2.5.3. Analisis Gaya Lateral Ekivalen


 
Berdasarkan SNI 1726-2012 pasal 7.8.1 prosedur gaya lateral ekivalen
 
gaya yang dihasilkan salah satunya adalah gaya geser seismik dapat dihitung
  dengan persamaan berikut :

=   (2-06)

Keterangan :
 
V : Gaya geser Seismik
 

  W : berat seismic efektif


 

2.6.  Ketidakteraturan Struktur


  Menurut SNI 1726-2012, bangunan harus diklasifikasikan sebagai beraturan
atau tidak beraturan yang berdasarkan pada kriteria yang dapat dipahami pada
pasal 7.3.2 sni 1726-2012. Kriteria tersebut harus didasarkan pada konfigurasi
vertikal dan horisontal dari struktur bangunan yang rencanakan.
Struktur bangunan gedung yang mempunyai satu atau lebih tipe
ketidakberaturan seperti yang terdaftar pada Tabel 2.11 harus dianggap
mempunyai ketidakberaturan struktur horisontal. Ketidakteraturan struktur untuk
arah vertical dapat dilihat pada Tabel 2.12

18

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Tabel 2. 11 Ketidakberaturan Horisontal pada Struktur


 

19

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Tabel 2. 12 Ketidakberaturan Horisontal pada Struktur


 

2.7. Pemodelan Struktur


Menurut SNI 1726 – 2012 pasal 7.8 geser dasar seismik, V, dalam arah yang
tetap ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

= (2-07)
Keterangan :
Cs : koefisien respon seismic
W : berat seismic efektif
 Menentukan koefisien respon seismik

(2-08)
1

=
( )

Keterangan :
SD1 : parameter percepatan respon spectrum pada perioda sebesar 1,0 detik
T : perioda fundamental struktur (detik)

20

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Si : parameter percepatan respon spectrum maksimum yang dipetakan


 
 Menentukan perioda fundamental pendekatan
  
Menurut SNI 1726 – 2012 pasal 7.8.21 geser dasar seismik, Ta dalam arah
  yang tetap ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
  =ℎ (2-09)

 
Keterangan :
hn : ketinggian struktur dalam (m)
 
Ct : ditentukan pada Tabel 2.19
 
x : ditentukan pada Tabel 2.19
  Tabel 2. 13 Nilai Parameter Periode Penekanan

 Distribusi gaya gempa



Menurut SNI 1726 – 2012 pasal 7.8.4 geser tingkat desain gempa di semua
tingkat (Vx) (kN) harus ditentukan dengan persamaan berikut :
=∑ (2-10)
= 1

Keterangan :
F1 : bagian dari geser dasar seismil yang timbul pada tingkat i

2.8. Elemen Struktur Baja


Secara umum elemen penyusun struktur baja dalam perencanaan ini dapat
dibagi menjadi dua kategori, karena perencanaan ini berupa portal yaitu batang
tekan dan elemen lentur. Masing-masing kategori mempunyai karakteristik dan
fungsinya masing-masing. Struktur baja dibentuk oleh rangkaian elemen-elemen
tersebut dan disambung menggunakan sambungan baut ataupun las antara satu dan
lainnya sehingga menjadi sambungan-sambungan yang utuh dan dirangkai sesuai
dengan gambar perencanaan, terbentuklah satu struktur baja utuh.

21

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2.8.1. Elemen Lentur Tekan


 
Elemen lentur tekan adalah batang-batang lurus yang mengalami tekanan akibat
 
bekerjanya gaya-gaya aksial dikenal dengan sebutan kolom. Untuk kolom-kolom
  yang pendek ukurannya, kekuatannya ditentukan berdasarkan kekuatan leleh dari
bahannya.
  Untuk kolom-kolom yang panjang kekuatannya ditentukan faktor tekuk
elastis yang terjadi, sedangkan untuk kolom-kolom yang ukurannya sedang yang
 
ukurannya sedang, kekuatannya ditentukan oleh faktor plastis yang terjadi.
 
Sebuah kolom yang sempurna yaitu kolom yang dibuat dari bahan yang
  bersifat isotropis, bebas dari teganga-tegangan sampingan, dibebani pada pusatnya
serta  mempunyai bentuk yang lurus, akan mengalami perpendekan yang seragam
akibat
  terjadinya regangan tekan yang seragam pada penampangnya. Apabila
beban yang bekerja pada kolom ditambah besarnya secara berangsur-angsur,
 
maka akan mengakibatkan kolom mengalami lenturan lateral dan kemudian
mengalami keruntuhan akibat terjadinya lenturan tersebut. Beban yang
mengakibatkan terjadinya lenturan lateral pada kolom disebut beban kritis dan
merupakan beban maksimum yang masih dapat ditahan oleh kolom dengan aman.
Beberapa tipe batang tekan terdapat pada Gambar 2.1

Gambar 2. 1 Beberapa Tipe Batang Tekan

Sumber : salmon dkk, 1991

22

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Pada struktur baja terdapat 2 macam batang tekan, yaitu:


 
1. Batang yang merupakan bagian dari suatu rang batang. Batang ini dibebani
 
gaya tekan aksial searah panjang batang. Umumnya pada suatu rangka batang
  maka batang-batang tepi atas merupakan batang tekan.
2.   Kolom merupakan batang tekan tegak yang bekerja untuk menahan balok-
balok lantai dan rangka atap, dan selanjutnya menyalurkan beban tersebut ke
 
pondasi.
 
A. Panjang Efektif
 
Faktor panjang efektif, K, untuk perhitungan kelangsingan komponen struktur
 
ditentukan sebagai berikut:
 
≤ 200 (2-11)
  Keterangan :
L : panjang tanpa dibreising lateral dari komponen struktur.
r : radius girasi.

B. Kekuatan Tekan Nominal


Kuat tekan nominal, Pn, harus ditentukan berdasarkan keadaan batas dari tekuk
lentur
=

(2-12)
Tegangan kritis, Fcr , ditentukan sebagai berikut :

Bila ≤ 4,71 √ (atau ≤ 2,25 ), maka

= [0,658 ]

(2-13)

Bila > 4,71 √ (atau > 2,25 ), maka

= 0,877

(2-14)
Fe : tegangan tekuk kritis elastis ditentukan sebagai berikut.
2
= 2

( )

Keterangan :
(2-15)
E : Modulus elastisitas baja = 29.000 ksi (200.000 MPa)
: Luas bruto penampang dari komponen struktur

23

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

C. Perhitungan Kapasitas Batang Tekan


 
Menurut SNI 1729-2015 pasal H1 dituliskan bahwa interaksi lentur dan gaya
 
tekan pada komponen struktur simetris ganda dan komponen struktur simetris
 
tunggal dimana 0,1 ≤ ( ⁄ ) ≤ 0,9 , dipaksa melentur terhadap sumbu
 
geometris (x dan/atau y) harus dibatasi oleh :
 
Jika, ≥ 0, 2 maka, dipakai persamaan:

 
8

  + ( + ) ≤ 1,0
(2-16)
9

Jika,  < 0, 2 maka, dipakai persamaan:

 
+ ( + ) ≤ 1,0
(2-17)
  2

Keterangan :
Pc : kekuatan aksial tersedia, (N)
Pr : kekuatan tekan aksial yang diperlukan dengan menggunakan
kombinasi beban DFBK atau DKI, (N)
Mrx : kekuatan lentur perlu, (N)
Mry : kekuatan lentur perlu, (N)
Mcx : kekuatan lentur tersedia, (N)
Mcy : kekuatan lentur tersedia, (N)

D. Rangka Bergoyang dan Tidak Bergoyang


Panjang efektif kolom atau KL adalah salah satucara dalam memprediksi
kekuatan kolom, yaitu dengan mencari kesesuaian antara bentuk tekuk dengan
persamaan Euler. Kesesuaian tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2.

24

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
Gambar 2. 2 Panduan Memprediksi Nilai K
Sumber : Standar Nasional Indonesia

Untuk memudahkan evaluasi kondisi ideal di lapangan, maka nilai K


diperbesar. Struktur di klasifikasikan menjadi dua kategori dengan nilai K yang
berbeda, yaitu :
 Rangka tidak bergoyang : 0,5 ≤≤ 1,0

Rangka tidak beroyang, jika titik nodal ujung-ujung kolom, tidak


berpindah saat dibebani. Itu terjadi jika ada tambahan dari system
penaha lateral khusus, seperti bracing atau dinding geser. Untuk
strukutur rangka tidak bergoyang dapat diambil nilai K ≤ 1,0.
 Rangka bergoyang : 1,0 ≤≤ ∞

Rangka bergoyang, ketika dibebani maka titik nodalnya mengalami 

perpindahan.
Pada umumnya panjang efektif kolom adalah cara interprestasi perilaku
elemen dari suatu struktur kompleks jadi perilaku kolom tunggal sederhana
untuk dikaitkan dengan persamaan Euler.
  Mencari panjang efektif dengan metode ELM (Efective Length Method)
1. Rangka tidak bergoyang, dengan persamaan
2 2 tan( )

( ) +( ) (1 − )+ −1=0 (2-18)
4 4

tan( ) ()

2. Rangka Bergoyang, dengan persamaan

25

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
( ) −36

− (1 − )=0 (2-19)
6( + ) tan( )

  Keterangan :
K : faktor panjang efektif
Untuk
  mencari nilai dari Ga dan Gb dapat ditentukan dari alignment chart
yang dapat dilihat pada Gambar 2.3
 

Gambar 2. 3 Alignment Chart Rangka Tidak Bergoyang


Sumber : Salmon dkk, 1991

26

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

  Gambar 2. 4 Alignment Chart Rangka Bergoyang


Sumber : Salmon dkk, 1991

2.8.2. Elemen Lentur


Batang lentur atau biasa disebut balok adalah komponen struktur yang
memikul beban-beban gravitasi, seperti beban mati dan beban hidup dan juga
terhadap kombinasi pembebanan lateral seperti salah satunya gempa yang sesuai
dengan peraturan pembebanan. Komponen struktur lentur atau balok biasa juga
dikatakan sebagai stuktur yang menggabungkan batang tarik dan batang tekan
dengan suatu separasi. Besar separasi tersebut dapat bersifat tetap atau berubah
sebagai fungsi dari posisi. Untuk penampang komponen struktur lentur yang
memiliki satu sumbu simetri atau lebih dan terbebas dari semua jenis tekuk serta
dibebani pada pusat gesernya. (Mario M, 2014)
Balok umumnya dipandang sebagai batang yang terutama memikul beban
gravitasi transversal, termasuk momen ujung. Balok pada struktur dapat disebut
juga sebagai :
 Gelagar adalah biasanya balok dengan jarak antara atau bentang yang lebar.

 Balok anak adalah balok dengan jarak antara yang rapat dan sering berbentuk
seperti rangka batang.

 Gording adalah balok atap yang membentang antara rangka batang.

 Balok dawai adalah balok jembatan longitudinal yang membentang antara
balok-balok lantai.

27

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 Rusuk adalah balok horisontal pada dinding yang terutama dipakai menahan
 
momen lentur akibat angin pada sisi bangunan industri, umumnya
 
menyanggah dinding seng atau baja gelombang.
   Balok ambang adalah batang yang menyangga dinding di atas lubang jendela
  atau pintu.

  Ada beberapa bentuk dari batang lentur atau biasa disebut balok, bentuk
yang umum dipakai pada konstruksi baja dapat dilihat pada Gambar 2.5.
 

Gambar 2. 5 Bentuk umum dari batang lentur (balok)


Sumber : Moeljono, 2015

A. Diagram Tegangan dan Regangan pada Baja


Diagram regangan dan tegangan pada baja dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Terdapat beberapa kondisi pada baja ketika baja mengalami regangan dan
regangan. Kondisi elastis (elastic region) adalah kondisi dimana grafik yang
timbul dari regangan dan gerangan adalah linear (garis lurus). Baja dapat
dikatakan kondisi elastis jika salah satu serat baja mencapai titik leleh. Kondisi
plastis adalah kondisi dimana semua bagian dari penampanga baja leleh.

28

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

  Gambar 2. 6 Diagram regangan dan tegangan pada baja


Sumber : dokumen pribadi

Dalam perhitungannya, kondisi elastis dan plastis dapat dihitung dengan


persamaan berikut:
 Regangan

Regangan adalah perbandingan antara pertambahan panjang (ΔL) terhadap
panjang mula-mula (L). Jadi perhitungan regangan dapat dirumuskan sebagai
berikut:
=

(2-20)

ΔL : pertambahan panjang
L: panjang mula-mula
 Elastis Linier

Secara umum kondisi elastis adalah kondisi ketika baja kembali dari bentuk
deformasinya ketika suatu beban atau gaya dihilangkan. Dalam kondisi elastis
besarnya gaya berbanding lurus dengan besarnya deformasi. Jadi semakin kuat
gaya yang dialami oleh baja, semakin besar juga deformasinya atau biasa kita
kenal sebagai hukum Hooke. Dikatakan linier karena bila regangan bertambah
maka gaya akan bertambah pula, karena regangan dan gaya berbanding lurus.
Jadi perhitungan elastis linier dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
= (2-21)
Dengan ketentuan sebagai berikut:

29

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

F : Gaya
 
E : Modulus Elastis
 
ε : Regangan
   Plastis

  Secara umum kondisi plastis adalah kondisi ketika baja tidak kembali ke

 
bentuk semula ketika diberikan beban atau gaya dan gaya atau beban tersebut
dihilangkan. Kondisi plastis pada baja adalah ketika semua serat leleh jadi
 
kondisi

=
plastis dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
 
Nilai F akan selalu konstan, meskipun regangan bertambah karena regangan
 
tidak mempengaruhi nila F.
  
Untuk penampang empat persegi panjang diagram tegangan-regangan sebagai
  berikut.

g.n

Gambar 2. 7 Diagram Tegangan Regangan

Sumber : dokumen pribadi

Penjelasan gambar :
Kondisi plastis ditentukan dengan persamaan sebagai berikut
= = .
1

Kondisi elastis ditentukan dengan persamaan sebagai berikut


= = . = (1⁄4 . . . ) 2⁄3

=(
1
. . 2) = Modulus elastis Sx (2-22)
6

30

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 Faktor Penampang (ɳ)


 

  ɳ= = (2-23)

   Momen Pelelehan Serat Terluar (My)


  y
= (2-24)
 
Keterangan :
  : tegangan lentur

  I : momen inersia (mm4)


Pada saat tegangan lentur ( ) sama dengan Fy, dapat dirumuskan sebagai
 
berikut:
 

  = = (2-25)
( ⁄)

Dengan My dapat dihitunga dengan persamaan:

=( )

= (2-26)
=( ) (2-27)

S : Modulus penampang elastis dapat dicari pada tabel baja (Sx terhadap
sumbu X dan Sy terhadap sumbu Y)
Garis netral (gn) dapat dicari dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

(1 1)+( 2 2)+⋯
= (2-28)
( 1+ 2+ … )

 Rasio Lebar Terhadap Tebal (λ)



Rasio lebar terhadap tebal dipergunakan untuk menentukan parameter
kelangsingan dari komponen lentur, dapat dirumuskan sebagai berikut:
= (2-29)

b : lebar profil
t : tebal sayap profil
Dalam kondisi tekan, jika < , maka penampang tersebut non langsing. Jika > , maka penampang tersebut langsing. Dalam kondisi lentur, jika
< , maka penampang tersebut adalah kompak dan dalam kondisi plastis.

31

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Jika < < maka penampang tersebut adalah non kompak. Dapat dilihat pada Gambar 2.8.
 

  Gambar 2. 8 Diagram Kelangsingan


Sumber : dokumen pribadi

  λp : untuk penampang kompak

  λr : untuk penampang non kompak

  Rasio tebal terhadap lebar dapat dipakai dan ditentukan di dalam tabel B4.1b
SNI 1729 - 2015.
B. Kekuatan geser
Menurut SNI 1729 – 2015 pasal G2 disebutkan bahwa kekuatan geser
nominal, Vn, dari badan tidak diperkaku atau diperkaku menurut keadaan
batas dari pelelehan geser dan tekuk geser ditentukan sebagai berikut.

= 0,6 (2-30)

Vn : kekuatan geser nominal, (N)


Cv : koefisien geser badan

Aw : luas badan profil, (mm2)


Kapasitas geser batang lentur harus memenuhi persyaratan yang ditentukan
dengan

≤∅ (2-31)

32

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2.9. Struktur Komposit


 
Balok adalah suatu elemen struktur dari sebuah bangunan gedung yang
 
dirancang untuk menahan beban transversal untuk meneruskan beban menuju
  kolom yang menopang. Dalam mendesain suatu balok dalam sebuah gedung harus
diperhitungan
  kapasitas balok terhadap lentur dan geser.
Aksi komposit adalah interaksi dari dua material yang berbeda dalam hal ini
 
material tersebut adalah material baja dan material beton. Termasuk dalam
 
konstruksi komposit adalah balok baja beton, kolom baik terbungkus penuh atau
  sebagian.
  Balok baja dapat terbungkus penuh dalam beton, terbungkus sebagian, atau
ditempatkan
  dibawah plat. Jika selimut beton atau beton pembungkus monolit
mempunyai ketebalan minimum tertentu, ikatan dengan balok baja akan
 
memberikan aksi komposit dan akan didapat tambahan kekakuan. Untuk
menjamin terjadi aksi komposit maka harus disediakan shear connector berupa
stud, tulangan baja, atau bentuk lain yang dilas pada flens atas dari balok baja dan
tertanam dalam plat beton.

2.9.1. Balok Komposit


Balok komposit adalah balok baja yang diatasnya plat lantai beton. Aksi
antara balok baja dan plat lantai beton menimbulkan aksi komposit, yang dapat
diperhitungkan dengan langkah-langkah berikut.
A. Kekuatan Lentur
Menurut SNI 1729:2015 Bab I Pasal 3, kekuatan lentur tersedia untuk
komponen struktur komposit baja terbungkus beton dapat ditentukan
berdasarkan distribusi tegangan plastis pada penampang komposit atau
kompatibilitas-regangan, untuk keadaan batas dari leleh (momen plastis)
pada penampang komposit.
 Lebar Efektif

Menurut SNI 1729:2015 Bab I Pasal 1a, lebar efektif pelat beton adalah
nilai minimum dari:

1. seperdelapan dari bentang balok, pusat-ke pusat tumpuan;
2. setengah jarak ke sumbu dari balok yang berdekatan

33

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

3. jarak ke tepi dari pelat.


 
 Sumbu Netral Plastis dan Kekuatan Lentur Nominal
  
Kuat lentur positif berdasarkan distribusi tegangan plastis dapat
  dibagi menjadi dua kategori umum, yaitu :

  1. Sumbu netral plastis (PNA) terjadi pada pelat beton (slab) dapat

 
dilihat pada Gambar 2.9 dengan asumsi nilai c < to

Gambar 2. 9 Sumbu Netral Plastis Balok Berada di Pelat Beton

Sumber : Moeljono, 2015

Untuk kuat lentur positif dihitung berdasarkan distribusi tegangan


plastis, gaya tekan beton C dihitung berdasarkan nilai terkecil.
=

= 0,85 ′ =

Keterangan :
2
As : luas penampang profil baja, (mm )
fy : tegangan leleh profil baja, (MPa)
f’c : kuat tekan karakteristik beton (Mpa)

Ac : luas penampang beton (mm2)


= ===( + − ) (2-32)
2 2
1 1

Keterangan :
Mn : kekuatan lentur nominal (Nmm)
Cc : gaya tekan beton (N)
2. Sumbu netral plastis terletak pada sayap baja dapat dilihat pada
Gambar 2.10 dengan asumsi nilai Co > To

34

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

  Gambar 2. 10 Sumbu Netral Plastis Balok Berada di Sayap Profil

Sumber : Moeljono, 2015


 
Keterangan :
 
= 0,85 ′ +

 
= ( − )

Af : luas pelat sayap atas


C = T = Cc + Cs = 0,85 f’c. bE. a + bf. .y’. fy
As fy  (0,85 f ' c.bE .a)
Maka, y’ = (2-33)
bf . fy
Kuat lentur nominal dihitung sebagai momen lentur yang
dihitung terhadap haris netral plastis :
= = 2′ + 2" (2-34)

Keterangan :
d 2'  d  y  y' / 2

d 2" d  y  tc  a / 2

As d / 2  b f y' (d  y' / 2)
y (2-35)
As  b f y'
Kuat lentur (positif) rencana : Øb Mn (2-36)
3. Sumbu netral plastis terletak pada badan baja dapat dilihat pada
Gambar 2.11.

35

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
Gambar 2. 11 Sumbu Netral Plastis Balok Berada di Badan Profil
 
Sumber : Moeljono, 2015
 
Cc = 0,85 f’c beff a
 
Cs = Asc fy = ( As – Ast ) fy
  Keterangan :
Asc : luas profil baja yang tertekan
Ast : luas profil baja yang tertarik.
Dengan prinsip keseimbangan, diperoleh persamaan:
T’ = T – Cs = As fy – Asc fy (2-37)
atau
T’ = Cc + Cs (2-38)
Maka gaya tekan pada baja Cs dirumuskan sebagai berikut:
Cs = As fy – T’ = As fy – Cc – Cs (2-39)

Cs = As f y Cc = As f y  0,85 f 'c bE t (2-40)


2 2
Kuat tarik nominal dapat dihitung sebagai momen terhadap garis
kerja gaya tarik, T :
Mn = Mp= Cc d2’ + Cs d2” (2-41)
dengan :
d 2'  d  y  y1 (2-42)
d 2" d  y  ts  a / 2 (2-43)

As d / 2 [ Af (d  t f / 2)  y'tw (d  t f  y' / 2)]


y (2-44)
As  ( Af  Y 'tw )

36

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

  y  Af (t f / 2)  t f  y'tw (t f  Y ' / 2) (2-45)


1
Af  y'tw
 
Af  bf t f (2-46)
 
Kuat lentur (positif) rencana : Øb Mn (2-47)
 
2.9.2. Shear Connector
 
Sambungan antara balok komposit dan plat lantai yang efektif adalah
  dengan shear connector. Beberapa tipe shear connector telah digunakan untuk
  menahan gaya geser longitudinal dan pergeseran vertikal, diantaranya adalah
jenis
 
penghubung geser yang kaku, fleksibel, tipe pengikat, dan baut friksi
kekuatan tinggi. Secara garis besar, connector dapat dibagi dua yaitu: kaku dan
 
fleksibel. Tipe penghubung kaku dan kanal dapat dilihat pada Gambar 2.21 a,b
  terbatas pada transfer geser satu arah, sedangkan connector jenis las stud dapat
dilihat pada Gambar 2.21 c, d. Connector jenis ini dapat menahan dan
mentransfer gaya geser dalam kedua arah tegak lurusnya.

Gambar 2. 12 Tipe-tipe Penghubung Geser


Sumber : Moeljono, 2015

Gaya geser horizontal yang terjadi diantara pelat beton dan balok baja selama
pembebanan harus ditahan sedemikian rupa sehingga gelincir dapat dikekang.
Penampang yang sepenuhnya komposit tidak akan mengalami gelincir pada
permukaan antara beton dan bajanya. Meskipun lekatan dapat terjadi antara baja
dan betonnya, namun tidak dapat diperkirakan dengan pasti kekuatan geser

37

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

pada bidang pertemuan tersebut. Demikian pula gesekan diantara pelat beton
 
dan balok baja juga tidak menghasilkan kekuatan yang sedemikian. (Salmon,
 
Charles G.,1996).
  Seluruh gaya geser horizontal pada bidang kontak antara balok baja dan
pelat
  beton harus disalurkan oleh penghubung-penghubung geser. Untuk aksi
komposit dimana beton mengalami gaya tekan akibat lentur, gaya geser
 
horisontal total yang bekerja pada daerah yang dibatasi oleh titik-titik momen
 
positif maksimum dan momen nol yang berdekatan harus diambil sebagai nilai
  terkecil dari: (SNI 03-1729-2002)
  0.85 f’c Ac

   AsFy
 ΣQn
 
Kekuatan nominal sambungan geser dengan stud (Gambar 2.12.c) yang
ditanam di dalam pelat beton masif adalah :

Qn = 0.5 Ascf 'c Ec ≤ Asc fusc (2-48)


Keterangan :

Asc : Luas penampang sambungan geser jenis paku (mm2)


fusc : Tegangan putus penghubung geser jenis paku (Mpa)
Qn : Kekuatan nominal sambungan geser (N)
Untuk penghubung geser jenis paku yang ditanam didalam pelat beton yang

berada diatas dek baja bergelombang, nilai Qn = 0.5 Asc f 'c Ec harus dikalikan
dengan faktor reduksi Rs sebesar (SNI 03-1729-2002:92)
 Gelombang dek yang arahnya tegak lurus terhadap balok baja penumpu
 H
0.85  w    
Rs = 
 r
 h  1.0   1.0 (2-49)
h s

N r  r   r  
 Gelombang dek yang arahnya sejajar terhadap balok baja penumpu
 w r  H s  
Rs = 0.6  1.0   1.0 (2-50)
h
 



 r  hr  
Keterangan :
Rs: Faktor reduksi

38

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Nr: Jumlah sambungan geser pada setiap gelombang pelat berprofil


 
di perpotongan dengan balok
 
Hs: Tinggi sambungan geser ≤ (hr + 75 mm)
  hr: Tinggi nominal gelombang pelat baja berprofil
  wr: Lebar efektif gelombang pelat baja berprofil
Jumlah penghubung geser yang diperlukan pada daerah yang dibatasi oleh
 
titik momen lentur maksimum, positif atau negatif dan momen nol yang
 
berdekatan adalah sama dengan gaya geser horizontal total Vh yang bekerja
  dibagi dengan kuat nominal satu sambungan geser Qn.
  V
h
N
 
Qn (2-51)
 

2.10. Pelat Lantai Beton


Pelat lantai adalah struktur yang pertama kali menerima beban, baik itu
beban mati maupun beban hidup yang kemudian menyalurkannya ke sistem
struktur rangka yang lain.
Sistem peracangan tulangan pelat beton bertulang pada dasarnya dibagi
menjadi dua bagian, yaitu sistem perancangan tulangan satu arah dan sistem
perancangan tulangan dua arah.
 Pelat satu arah

Pelat satu arah ialah sebuah pelat yang ditumpu pada keempatsisinya,
dimana sisi terpanjang (ly) dari pelat tersebut dua kali atau lebih dari sisi
pendeknya (lx) seperti pada persamaan berikut:

≥ 2 = pelat satu arah (2-52)

 Pelat Dua Arah



Pada pelat yang perbandingan bentang panjang (ly) terhadap bentang
pendeknya (lx) kurang dari dua seperti pada persamaan berikut:
< 2 = pelat dua arah (2-53)

Untuk menentukan desain awal (preliminary design) pada pelat dua arah
dapat ditentukan dengan cara berikut:

39

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 Untuk αm lebih kecil dan samadengan 0,2, maka tebal minimum pelat
 
dapat digunakan nilai seperti yang tertera pada Tabel 2.12 berdasarkan
 
SNI-2847-2013.
  Tabel 2. 14 Tabel Tebal Minimum Pelat

 
 Namun apabila nilai αm lebih besar dari 0,2 tetapi tidak lebih besar
dari 2,0 maka tebal pelat tidak boleh lebih kecil dari persamaan
dibawah dan tidak kurang dari 125 mm.

l (0,8  f y )
n
1500
h  36 5 (m  0,2) (2-54)
 Apabila αm lebih besar dari 2,0 maka tebal pelat harus lebih kecild ari
90 mm.

l (0,8  fy )
h  n
1500
min
36  9 (2-55)
Keterangan:
hmin : tebal minimum pelat lantai
ln : bentang bersih pada sisi terpanjang
fy : mutu baja tulangan
αm : nilai rata rata pada semua balok tepi panel
a : perbandingan kekakuan balok
terhadap kekakuan pelat.

Β : perbandingan sisi terpanjang terhadap sisi terpendek panel


Pelat lentur merupakan salah satu elemen penting yang harus
dirancang sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

40

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan


 
penulangan pelat lantai adalah sebagai berikut:
 
 Nilai momen ultimit pada pelat dihitung secara manual
  menggunakan metode amplop.

   Tentukan tebal effektif pelat (d) sesuai dengan persamaan 46.

   Hitung luas tulangan pelat dengan persamaan 48.

 Menghitung nilai regangan untuk menentukan tulangan tekan sudah
 
leleh atau tidak. 

ԑ′ < ԑ → Tulangan tekan belum leleh
  ԑ′ = − ′ × 0,003
ԑ =

 
 Menghitung nilai f’s dengan persamaan 72.

   Menghitung kesetimbangan gaya horizontal
  dengan persamaan 73

 Cek daktilitas sama dengan nol

≤≤

1,4
=

′ = ′

(2-56)
−′

×0,003
′ = 0,75 +(′ ( × )) ,

dengan nilaidihitung dengan persamaan. (2-57)


= 0,85 ′
1 × 600

600+

(2-58)

41

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2.11. Sambungan Elemen Baja


 
Pada SNI 1729 – 2015 pasal J1 disebutkan bahwa kekuatan desain dilambangkan oleh ∅ , dan kekuatan yang diizinkan ditentukan oleh ⁄Ω.

 
2.11.1. Material Penyambung Elemen Baja
  Menurut SNI 1729 – 2015 pasal J3 poin 1 disebutkan bahwa penggunaan
baut
  kekuatan tinggi harus menurut ketentuan spesifikasi untuk Joint Structure
yang menggunakan baut kekuatan tinggi.
 
A. Baut kekuatan tinggi
 
 Ukuran dan Penggunaan Lubang

 
Ukuran lubang maksimum untuk baut diberikan dalam Tabel 2.15 dan
  diameter baut dapat dilihat pada Tabel 2.16 , kecuali lubang-lubang lebih

  besar, disyaratkan toleransi pada lokasi batang angkur pada fondasi beton,
diperkenankan dalam detail dasar kolom.
 
Tabel 2. 15 Dimensi Lubang Nominal, in

Tabel 2. 16 Dimensi Lubang Nominal

Diameter Baut Standar Diameter (mm)


M16 18
M20 22
M22 24
M24 27
M27 30
M30 33

42

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 Jarak Tepi Minimum


  
Jarak dari pusat lubang standar ke suatu tepi dari suatu bagian bagian yang
 
disambung pada setiap arah tidak boleh kurang dari nilai yang sudah
  ditentukan dalam Tabel 2.17 :
Tabel
  2. 17 Jarak Tepi Minimum, dari Pusat Lubang Standar ke Tepi dari Bagian yang disambung, mm.

Jika diperlukan, jarak tepi terkecil diizinkan asalkan ketentuan yang sesuai
Pasal J3.10 dan J4 dipenuhi, tetapi jarak tepi yang kurang dari satu
diameter baut tidak diizinkan tanpa persetujuan dari Insinyur yang
memiliki izin bekerja sebagai perencana.
Jarak dari pusat suatu ukuran berlebih atau lubang slot ke suatu tepi dari
suatu bagian yang disambung harus tidak kurang dari yang diperlukan
untuk lubang standar ke suatu tepi dari bagian yang disambung ditambah
penambahan C2, yang berlaku dari tabel 2.18 sebagai berikut
Tabel 2. 18 Tabel Nilai Penambahan Jarak Tepi C2

 Kekuatan Tarik dan Geser dari Baut dan Bagian-bagian Berulir


Kekuatan geser dan tarik dari baut dapat dilihat pada Tabel 2.19

43

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
Tabel 2. 19 Kekuatan Geser dan Tarik Nominal Baut
 
Kekuatan Tarik Kekuatan Geser
 
Deskripsi Pengencang
Nominal, Fnt (MPa) Nominal, Fnt (MPa)
  Baut A307 310 188

  Baut Group A (misal


A325), bila ulir tidak
  620 372
dikecualikan dari
 
bidang geser
  Baut Group A (misal

  A325), bila ulir tidak


620 457
termasuk dari bidang
 
geser

Kekuatan geser atau Tarik desain, , dan kekuatan tarik atau geser yang diizinkan
⁄ , dari suatu baut snug-tihned atau baut kekuatan tinggi pra tarik atau bagian
berulir harus ditentukan sesuai dengan keadaan batas dari keruntuhan tarik dan
keruntuhan geser sebagai berikut :
= (2-59)

Keterangan :
Ab : luas tubuh baut tidak berulir nominal atau bagian berulir, in2 (mm2)
Fn : tegangan tarik nominal atau tegangan geser nominal Fnv (MPa)
 Sambungan baut dengan beban eksentris

Menurut buku dengan judul “Perancangan Struktur Baja …” yang ditulis
oleh Ir. Sumargo (2014) baut yang dibebani eksentris akan menerima geser
dan momen. Ada pendekatan untuk menganalisa sambungan dengan beban
eksentris, yaitu analisa elastis, metoda reduksi eksentrisitas dam metoda
kekuatan batas.

Pendekatan analisa elastis bisa dilihat pada Gambar 2.15, gaya total yang
terjadi pada baut tidak berubah, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.16 gaya
yang bekerja pada satu baut, yaitu P dibagi dengan jumlah baut yang bisa

44

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

dilihat pada gambar 2.17 , dan gaya dalam untuk satu baut dapat dilihat
 
pada Gambar 2.18
 

  Gambar 2. 13 Baut dengan Beban Eksentris (a)

Sumber : dokumen pribadi


 

Gambar 2. 14 Baut dengan Beban Eksentrisitas (b)

Sumber : dokumen pribadi

Gambar 2. 15 Gaya Dalam Satu Baut

Sumber : dokumen pribadi

45

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
Gambar 2. 16 Komponen Vertikal dan Horizontal
  Sumber : dokumen pribadi

  Pada gambar-gambar diatas bahwa baut mengalami reaksi, reaksi baut


dapat dihitung dengan persamaan :
 

  = Σ2

= 2

=√2+ 2
(2-59)
Keterangan :
R : resultan gaya yang bekerja pada baut
H : gaya horizontal
V : gaya vertical,
Mv : momen sejarak v, (mm)
Mh : momen sejarak h, (mm)
d : jarak antara baut dari pusat gravitasi, (mm)

= 0,9 (didapat dari SNI 1729 – 2015)


B. Sambungan Las
Sambungan las adalah salah satu cara atau salah satu peroses
penyambungan di dalam konstruksi baja. Sambungan las dilakukan dengan
cara melebur dua bahan logam sehingga menjadi satu atau menyambung.
Bila,
< 6,4 , =

Bila,
≥ 6,4 ,= − 2

Bila,
45 < < 60 , = −3

46

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Bila,
 
≥ 60 ,=

 
Keterangan :
  t : tebal bagian yang menumpu, (mm)
  te : tebal pengelasan, (mm)
D : kedalaman pengelasan, (mm)
 
Tahanan nominal las :
 
Tarik atau tekan,
 
= ′ (2-60)
  Geser,
  = (0,6 ) ′ (2-61)

 
Perencanaan las :
≥ (2-62)
Dengan ketentuan,
= 0,9 untuk leleh (didapat dari SNI 1729 – 2015)
= 0,75 untuk fraktur (didapat dari SNI 1729 – 2015)

2.11.2. Tipe-tipe Sambungan Baja


Ada berbagai macam tipe-tipe sambungan baja, yang diantaranya
sebagai berikut:
A. Sambungan menggunakan angkur baja (stud)
Sambungan menggunakan angkur baja (stud) biasanya diaplikasikan pada
sambungan balok – plat lantai atau dikenal dengan nama lain (shear
connector). Kekuatan geser nominal satu angkur dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :

= 0,5√ ′≤ (2-63)

47

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Tabel 2. 20 Tabel penentuan Rg dan Rp


 

  Penentuan Rg dan Rp dapat dilihat pada Tabel 2.6


 Jumlah stud yang diperlukan
 
Menurut SNI 1729 – 2015 pasal I8.2c jumlah stud yang dibutuhkan
ditentukan dengan persamaan berikut :

(2-64)

=

Keterangan :
N : jumlah stud
Vh : momen vertical
Qn : kekuatan geser nominal
 Persyaratan jarak antar penghubung geser

Menurut SNI 1729 – 2015 jarak minimum stud disyaratkan 6 x diameter
stud

Sedangkan untuk jarak antar stud dihitung dengan persamaan
=

Keterangan :
s : jarak antar stud
L : panjang bentang dari balok ke balok
B. Sambungan Kolom – Padestal
 Menghitung gaya tarik pada angkur T

Gaya tarik pada angkur dihitung sebagai berikut :

48

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 x  d
  T d    Pey   (2-65)
 2  2
 
 Menentukan dimensi pelat
  Dimensi pelat (panjang dan lebar) ditentukan dengan persamaan
  sebagai berikut :

  Ru

 
(2-67)
 
(2-68)
 
(2-69)
 

(2-70)

Luas pelat yang diperlukan adalah (A1) = Fp 2 (2-66)

Panjang base plate (N) = A1  d

 0,95.d  0,8bf

Lebar base plate (B) = bf 


dengan :
Ru : total gaya aksial pada base plate
f p  c .1,7. f 'c , tegangan ijin pedestal

f’c : kuat tekan pile cap (pondasi)

 Menentukan tegangan pada base plate



Tegangan pada
Luas pelat base
yang plate yang
diperlukan bias (A
adalah dilihat
1) =
pada Gambar 2.19 dapat(2-66)
ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
M
P x My
f  B  N  1/ 6  B  N  1/ 6  B  N 2
2
(2-71)

n 0,95 d n
 
 
fmin
N-x

 
fmax
 
Gambar 2. 17 Potongan dan Tegangan pada Base Plate
Sumber : Moeljono, 2015
 

  49

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 Menentukan tebal base plate


  
tebal base plate dihitung dengan persamaan:
 
6Mu
(2-72)
  t= bF
y

   Menentukan dimensi angkur


  T
(2-73)
Luas Angkur, A =  . 0,75 . Fu .
 
dengan :
 
 d 2 
A = 6  , maka diameter angkur dapat dihitung
   

 4
 
 Menentukan panjang angkur, l
  T
(2-74)
Dengan tegangan lekat beton fcl  6xdxl ,
maka panjang angkur, l dapat dihitung.
 Cek gaya geser terhadap kekuatan angkur

Cek gaya geser yang bekerja pada angkur, dihitung sebagai berikut
Dx
61/ 4d 2  0,6Fy (2-75)
 Menentukan dimensi las pada pertemuan kolom dengan base plate
Penentuan dimensi las yaitu dengnan menetukan tebal efektif las pada arah

x dan y dapat dilihat pada Gambar 2.20 dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :
 Menentukan tebal efektif las

Gambar 2. 18 Sambungan Las Antara Kolom dengan Base Plate


Sumber : Moeljono, 2015

50

 
  D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

M ,
x y
 
T = C = panjanglas
 
T
  Tebal efektif las (te) = kekuatan las per 1in x panjanglas

51

Anda mungkin juga menyukai