Anda di halaman 1dari 5

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/278785826

Artikel Opini/Pendidikan " Brain Drain " (Belum) Mengkuatirkan

Article · June 2015

CITATIONS READS

0 20,493

1 author:

Ferisman Tindaon
Universitas HKBP Nommensen
47 PUBLICATIONS 61 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Ferisman Tindaon on 20 June 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Artikel Opini/Pendidikan

“Brain Drain” (Belum) Mengkuatirkan


Oleh : Ferisman Tindaon

Beberapa waktu lalu, di artikel opini harian ini dibahas tentang internasionalisasi
pendidikan tinggi. Internasionalisasi juga ini menjadi salah satu penyebab
memungkinkan adanya pergerakan pekerja terdidik dan terlatih antar negara.
Utamanya pergerakan tenaga kerja profesional dari suatu negara ke negara lain untuk
memperoleh kehidupan yang lebih baik. Migrasi pekerja terdidik memang sebuah
fenomena yang baru, bersifat kompleks, sulit untuk dapat dihentikan dan lazim disebut
‘brain drain”.

Brain drain diartikan keluarnya tenaga ahli terlatih dan terdidik dari suatu negara ke negara
lain. Hal ini telah lama menjadi perhatian serius pemerintah kita. Terlebih lagi mulai
berlaku dan dibukanya AFTA dan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean 2015).

Banyak yang kuatir Indonesia kebanjiran tenaga asing (ekspatriat). Sedangkan pemikiran
lain, kita justru akan mengalami kehilangan tenaga kerja profesional (brain drain). Atau
kedua-duanya dapat terjadi sekaligus.

Brain drain, bermakna ilmuwan, tenaga terdidik dan profesional dari negeri sendiri, dari
sektor ekonomi, atau dari suatu bidang beralih ke sektor lain yang biasanya untuk pendapatan
dan kehidupan lebih baik. Dalam konteks bernegara berarti migrasi pekerja keluar negeri dan
kemudian tersebar di seluruh penjuru dunia. Kondisi ini tentu saja sangat tidak diinginkan
oleh negara yang bersangkutan karena SDM penting yang kita miliki justru memajukan
negara lain, bukan negara asalnya.

Masih ingat, di era tahun 1970 an, negeri ini merupakan negara produsen minyak bumi.
Dalam kurun waktu tersebut hingga kini , tentu banyak tenaga kerja terdidik, terlatih dan
professional yang dihasilkan. Bahkan yang ada yang khusus disekolahkan di dalam dan ke
luar negeri. Timbul pertanyaan, kini aktivitas ekonomi dan kegiatan pengeboran dan
pertambangan minyak bumi telah mengalami penurunan drastis. Lantas kemana perginya
tenaga ahli terdidik tersebut?. Meskipun sebagian sudah memasuki usia pensiun atau
mungkin sudah uzur.

Cerita lain misalnya, Semasa tahun 1976 , didirikannya Industri Pesawat Terbang Nurtanio
(IPTN) di Bandung dan dikembangkan hingga kemudian kita mampu mengekspor pesawat
CESSNA ke luar negeri. Kemudian IPTN ini direstrukturisasi dan berganti nama menjadi PT
Dirgantara Indonesia (PT DI) tahun 2000. Tentu juga dalam kurun waktu yang demikian
panjang, telah banyak dididik dan dilatih tenaga kerja untuk kebutuhan pengembangan
industri pesawat ini. Lantas kemana tenaga kerja terlatih ini setelah aktivitas indutri pesawat
ini menurun? Bisa dibayangkan pada saat itu (baca: Tahun 2000), sekitar 16000 pekerja PT
Dirgantara Indonesia ini yang dirumahkan.

1
Daya Tarik dan Penyebab
Mungkin besarnya disparitas perolehan gaji dan kesejahteraan pekerja diantara negara
Asean dan Negara tetangga kita, menjadi daya tarik arus migrasi pekerja terdidik ini
(Tabel 1). Tiga negara Asean seperti Indonesia, Vietnam dan Philippina dengan tingkat
penghasilan yang rendah merupakan negara yang sering mengalami migrasi pekerja ini.
Tentu saja, tujuan migrasi terdekat adalah negara tetangga berpenghasilan tinggi
bahkan ke Amerika dan Eropah.

Tabel 1 : Keadaan Jumlah Penduduk, Pengangguran, Rerata Gaji Bulanan Pekerja di


Negara Asean dan Beberapa Negara Tetangga Tahun 2013.

Jumlah Pengangguran Mata Gaji Dalam


Negara Penduduk Total Jumlah Uang Per US Dollar
Asean (Juta penduduk, Bulan (US $)
Jiwa) Model ILO,
(%)
Indonesia 249,8 6,3 Rupiah 1.909.478 183
Thailand 67,0 0,7 Baht 1.2003 391
Philippina 98,4 7,1 Peso 9.107 215
Malaysia 29,7 3,2 Ringgit 2.674 651
Singapura 5,4 2,8 Dollar 4.622 3.694
Vietnam 89,7 2,0 Dong 4.120.000 197
Negara
Tetangga
Korea 50,2 3,3 Won 3.110.992 2.841
Selatan
Jepang 127,3 4,0 Yen 324.000 3.320
China 1.357,4 4,6 Yuan 4.290 613
Hongkong 7,2 3,1 Dollar 13.807 1.780
Sumber: The World Bank, 2015 dan ADB-ILO, 2014 data diolah.

Tidak hanya semata alasan ekonomi saja namun keadaan politik suatu negarapun dapat
menjadi penyebab migrasi pekerja ini. Kadangkala pekerja dipaksa atau terpaksa
meninggalkan negerinya akibat tata kelola negara yang buruk, adanya nepotisme,
korupsi, kekerasan, diskriminasi antara etnik, suku, kedaerahan dan agama. Sehingga
boleh dikatakan jika kondisi ini tidak diperbaiki akan memungkinkan tenaga
profesional terdidik (best brains) tersebut akan “dicuri atau dimanfaatkan” oleh negara
lain. Migrasi pekerja terdidik dapat juga disebabkan kondisi pekerjaan dan kehidupan
atau kesempatan berkarya sangat sedikit dan terbatas di negaranya sendiri.

Sebaliknya, orang terlatih ingin bekerja di luar negeri dapat kita anggap sebagai suatu
yang rasional. Sebab dalam jangka pendek ia akan meningkatkan arus devisa negaranya.
Kemungkinan juga dapat menjadi orang yang terampil kelak dan peluang terjadinya
transfer energi, teknologi dan ilmu pengetahuan.

Sehingga kadang, terlalu naif, kalau kita menyebutkan pelaku brain drain sebagai orang
yang kurang memiliki nasionalisme.

2
Meskipun peluang untuk bekerja di luar negeri ada, namun mungkin ada saja tenaga
kerja yang bersangkutan mengurungkan niatnya. Misalnya alasan keluarga yang tidak
mengijinkan meskipun kesempatan karir dan berkarya dirasakannya dalam keadaan
sangat sulit.

Menurut laporan OECD (2013), migrasi pekerja terdidik dan terlatih dari Indonesia
belumlah begitu mengkuatirkan. Karena masih berada di level yang paling bawah atau
lebih kecil dari 5% dari jumlah tenaga kerja yang terlatih dan terdidik yang ada.

Sedangkan isu “Brain drain” parah umumnya terjadi di negara negara kecil, negara
kepulauan di Afrika, Amerika Latin dan Karibia yang dapat mencapai lebih dari 20 % -
41 % dari tenaga kerja terlatih yang dimilikinya. Misalnya saja negara Tonga (41%),
Jamaica (32%), Albania (29%), Barbados (29%), Fiji (20%), El Salvador (19%), Malta
(18%) dan Mexico (10%).

Adanya gejala penuaan(ageing) dalam komposisi tenaga kerja di negara-negara maju


juga penyebab memungkinkan peningkatan diterimanya migrasi pekerja asing ke
negara tersebut. Berbagai program dilakukan misalnya dengan kegiatan magang,
postdoctoral atau tenaga kerja tamu bentuk kontrak. Bahkan tidak jarang pemberian
“green card” bagi pekerja asing atau dalam bentuk kontrak kerja.

Peran Pemerintah

Sebaliknya jika pemerintah memiliki kemampuan mengelola kondisi ini dengan baik.
Maka dapat tercipta brain gain, yaitu meraih kekuatan ilmuwan, tenaga profesional
negeri sendiri yang tersebar di seluruh pelosok dunia ini.

Misalnya dengan mengembangkan dan membangun jaringan yang menghubungkan


mereka dan menyatukan pemahaman untuk dapat membangun negaranya sendiri.
Sebagi contoh, Brain gain policy sukses diterapkan pemerintahan di India dan Cina
sehingga efeknya dapat kita lihat kemajuan mereka saat ini.

Kebijakan brain gain ini terjadi di India dan China di atas bukan hanya meminta orang-
orang cerdas dan pintar di negaranya untuk bersama membangun bangsanya tetapi
juga mempersiapkan infrastruktur dan sokongan dana yang cukup untuk mendukung
dan menunjang riset para ilmuwan ini.

Globalisasi pendidikan juga memicu fenomena lain dimana terjadi brain circulation di
dunia saat ini. Brain circulation berarti sebuah kondisi yang menggambarkan para
ilmuwan dari negara manapun, ras manapun akan mencari tempat di mana ia dapat
melakukan penelitian dengan kondisi yang kondusif .

Untuk mencegah adanya migrasi atau kehilangan para tenaga kerja terdidik atau
terlatih di suatu negara maka negara harus memberi kesempatan dan lowongan kepada
para pekerja profesiaonal tersebut. Perbaikan pola penerimaan tenaga kerja,
pensikronan antara pendidikan dan ketrampilan, otonomi profesional, peningkatan

3
teknologi, pengembangan sistim karir profesional, perbaikan sistim penggajian,
keamanan dan kenyamanan kerja dan ekonomi tenaga kerja.

Paradigma brain drain harus diubah menjadi brain gain dengan berbagai program yang
kondusif mengarah kepada alih, pertukaran dan sirkulasi ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Penulis adalah : Pendidik, bekerja di Universitas HKBP Nommensen Medan

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai