Anda di halaman 1dari 2

Belum kembalinya 413 penerima beasiswa LPDP yang melanjutkan studi di luar negeri, seolah membuka

kotak pandora motivasi mereka kuliah diluar negri. Tidak heran, banyak yang menuding bahwa para
awarde itu bukan orang yang tepat untuk menerima beasiswa ini. Seharusnya mereka mengingat
kembali janji-janji untuk mebangun Indonesia dalam esay yang mereka tulis. Yang paling penting, pulang
adalah syarat wajib selepas menyelesaikan studi. Bukan rahasia umum, untuk sekolah di Eropa dan
Ameria baik S2 maupun S3 untuk satu orang menghabiskan dana milyaran rupiah. Dana abadi yang
dikelola oleh Kemenkeu itu, berasal dari pajak semua lapisan masyarakat. Sehingga sangat tidak etis
apabila para awarde yang sebelum dapat beasiswa berjanji mati-matian akan pulang ke Indonesia,
teryata betah dan berkarir di luar negeri.

Jepang, Korea dan China adalah contoh negara yang berhasil alih teknologi karena menyekolahkan
ribuan generasi muda mereka ke negara-negara maju. Ketiga negara itu, sudah menjadi negara yang
modern dan maju saat ini. Sebaiknya rektrutmen untuk beasiswa LPDP khusus luar negeri dipeketat dan
diperbaiki mekanismenya. Pada saat wawancara, ditelisik lebih dalam motif mereka melamar beasiswa
hasil urunan seluruh dari cucuran keringat Indonesia tersebut. Apa hanya ingin menginjakan kaki keluar
negeri, untuk sekedar posting-postin di Medosos atau untuk ambisi pribadi hanya sebatas memperbaiki
kesejahteraan hidup tanpa sedikitpun berniat membangun Indonesia dengan ilmu yang mereka
dapatkan.

Jika saja katakanlah 413 orang tersebut biayanya satu Milyar satu orang, berarti ada 413 Milyar dana
yang dikeluarkan negara untuk mereka yang tidak mau pulang itu. Dana 413 Milyar itu, sangat besar.
Bisa dipakai membangun sekolah di daerah-daerah 3 T dan memperbaiki sekolah-sekolah rusak yang
masih berjumlah 250 ribu ruang kelas diseluruh Indonesia. Uang sebanyak itu, bisa membuat internet
terkoneksi di sekolah-sekolah yang belum terjamah internet dan listrik. Apalagi tahun 2024, kurikulum
canggih, yaitu kurikulum Merdeka akan dipakai secara nasional. Kurikulum ini sangat mensyaratkan
koneksi digital sehingga sangat masgul jika masih banyak sekolah yang belum terkoneksi dengan
internet.

Dana sebanyak itu juga, bisa dipakai untuk menggaji ribuan guru-guru honorer yang cuma bergaji 300
ribu sebulan. Mereka adalah manusia-manusia yang terbukti sudah berjibaku mencerdaskan anak-anak
bangsa walaupun kesejahteraan sangat minim. Mereka tidak minta digaji satu Milyar, cukup disamakan
saja dengan UMR propinsi mereka sudah sumringah dan merasa dihargai. Ketimbang uang yang begitu
banyak dialokasikan untuk orang-orang yang nasionalismenya cekak. Sehingga sangat masuk akal kalau
pihak LPDP menagih balik uang yang telah dipakai oleh penerima beasiswa jika mereka masih ngotot
tidak mau kembali ke Indonesia.
Indonesia sangat luas, ada 38 Propinsi, sehingga alasan bahwa mereka tidak mendapat pekerjaan juga
tidak bisa diterima. Kalau tidak ada pekerjaan yang layak, ciptakanlah pekerjaan. Sudah jauh-jauh
disekollahkan sampai ke benua eropa dan Amerika, mindsetnya belum juga terbuka untuk menjadi
inovator-inovator handal. Kalau tujuanya bekerja diluar negeri, seharunya yang mereka apply adalah
visa kerja bukan beasiswa LPDP.

Yang lebih memprihatinkan, banyak juga dari mereka yang bekerja serabutan diluar negeri, semisal jadi
sopir taksi. Untuk apa jauh –jauh kuliah diluar negeri kalau hanya mengincar pekerjaan-pekerjaan kasar?
Di indonesiapun kalau hanya pekerjaan-pekerjaan yang begitu banyak tersedia. Walaupun disana digaji
dalam bentuk dollar atau Euro, namun sangat tidak pantas mengkhianati kepercayaan 270 orang
Indonesia untuk menyerap ilmu yang bermanfaat dan bisa diterapkan membangun Indonesia ketika
sudah selesai.

Sebaiknya essay LPDP ditambahkan satu lagi, motif melanjutkan studi keluar apa? Dan apakah mereka
selesai kuliah berminat untuk bekerja di luar negeri? Jika ada indikasi-indikasi yang mengarah kesana
tidak usah saja diluluskan dari awal ketimbang nanti ketika selesai pemerintah harus mengejar-ngejar
mereka untuk pulang. Ada gejala brain drain yang menimpa mereka-mereka yang tidak mau pulang
tersebut. Brain drain adalah istilah yang menjelaskan fenomena di mana orang yang memiliki ilmu ,
keahlian, meninggalkan negara asal mereka untuk bekerja di luar negeri atau di tempat lain yang
menawarkan kondisi lebih baik, seperti gaji lebih tinggi, kesempatan karir lebih baik, atau kondisi hidup
lebih sejahtera dibanding di negara asalanya Tentu saja hal ini tidak bisa dipraktekan oleh para
penerima beasiswa LPDP jika mereka memiliki moral dan nasionalisme. Hendaknya rekrutmen LPDP
untuk kedepan tidak lagi salah sasaran. Cukup yang 413 tersebut yang menjadi pekerjaan rumah
pemerintah untuk dipulangkan sebagaimana janji mereka untuk kembali membangun bangsa.

Anda mungkin juga menyukai