Anda di halaman 1dari 14

Pengukuran Minat Masyaraka

Desa Rawabogo Terhadap


Pengembangan Desa Wisata
Berbasis Neurosains

Disusun Oleh:

Ilham Abdullah (21522363)


Dwi Muhammad Rifky Arif (21522389)
M. Syahdan Sigit Maulana (21522391)

PROGRAM STUDI TEKNIK


INDUSTRIFAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS ISLAM
INDONESIA 2023
A. Pendahuluan
Desa Rawabogo merupakan salah satu dari sepuluh desa wisata di Kabupaten Bandung yang
memiliki daya tarik utama yaitu situs Gunung Nagra Padang. Sejak ditetapkannya hingga saat
ini, Desa Wisata Rawabogo belum memiliki perkembangan yang signifikan (3). Beberapa
permasalahan yang memungkin terjadinya keadaan stagnan tersebut diantaranya yaitu kondisi
aksesibilitas yang buruk, sarana pendukung yang belum memadai. Adapun permasalahan utama
yang perlu untuk diperhatikan adalah permasalahan komunikasi antar pemangku kepentingan
dalam pengembangan desa wisata pun menyebabkan kurang optimalnya partisipasi masyarakat
dalam pengembangan desa wisata (3–5)
Partisipasi masyarakat menjadi hal yang penting dalam setiap tahapan pengembangan
desa wisata. Hal ini dikarenakan desa wisata merupakan salah satu dari bentuk pariwisata
alternatif yang didasarkan pada pembangunan pariwisata berbasiskan komunitas/masyarakat
(6). Sunaryo pun menambahkan bahwa dalam pengembangan pariwisata berbasis komunitas
terdapat beberapa prinsip yaitu keterlibatan masyarakat dalam mengambil suatu keputusan,
kepastian bahwa masyarakat setempat akan mendapatkan manfaat, dan memberikan edukasi atau
pembelajaran mengenai pariwisata kepada masyarakat (7).
Disamping itu, partisipasi masyarakat tidak terbangun secara spontan melainkan
dibangun melalui pemahaman dan akomodasi terhadap minat, tuntutan, dan rasa kepemilikan
masyarakat atas desa wisata yang dikembangkan. Ketertarikan atau minat seseorang dapat
diketahui dengan adanya bentuk perhatian atau atensi. Perhatian (Attention/atensi) adalah
pemusatan banyak atau sedikitnya kesadaran atau dapat dikatakan pula pemusatan energi psikis
terhadap suatu objek atau kelompok pikiran yang disertai dengan aktivitas pembelajaran ((8,9).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perhatian adalah faktor eksternal (gerak, intensitas stimulus,
kebaruan, dan perulangan) dan faktor internal (biologis, sosiopsikologis, motif sosiogenis,
kebiasaan, sikap, dan kemauan) (10).
Proses yang terjadi dalam otak manusia seperti minat, keinginan, motivasi, perhatian,
emosi atau proses pengalaman lainnya masih diukur dengan metode pengukuran umum seperti
kuesioner dan wawancara. Sedangkan metode tersebut sulit untuk diukur secara akurat dan
dinamis, sehingga metode neurosains dibutuhkan pada penelitian ini (2). Neurosains ini dipelajari
dengan tujuan untuk mengetahui dasar-dasar biologis dari setiap perilaku dan menjelaskan
tingkah laku tersebut berdasarkan sudut pandang aktivitas yang terjadi di dalam otaknya (11).
Alat-alat dan metode yang biasa digunakan dalam bidang neurosains seperti metode EEG atau
elektroensefalografi dan metode ERP atau Event-related potentials yang membantu dalam
pengelolaan, pemantauan, dan pengukuran kondisi emosi responden yang terjadi secara cepat
dan halus serta menyimpulkan niat atau memprediksikan perilaku dari wisatawan (2). Sehingga
neurosains mampu menjadi kontrol untuk meningkatkan validitas dan mengurangi subjektifitas
dari metode kuesioner dan wawancara yang biasanya digunakan untuk menelaah respons saraf
terhadap kondisi pariwisata (2,3).
Dengan demikian, pengukuran minat atau ketertarikan, rasa, dan pengalaman lainnya
dapat dilakukan menggunakan metode pengukuran neurosains seperti EEG dan lainnya selain
melalui kuesioner dan wawancara. Hal ini didukung pula oleh hasil penelitian Babiker et al. yang
menyatakan bahwa data-data EEG yang diambil pada kanal F3 efisien untuk mendeteksi minat
seseorang yang dalam penelitian ini adalah minat pelajar terhadap situasi belajar dalam kelas
(12). Maka dari itu, peneliti memutuskan untuk melakukan identifikasi minat masyarakat Desa
Rawabogo khususnya pada masyarakat lokal terkait dengan pengembangan desa wisata berbasis
neurosains sehingga mampu merekomendasikan upaya-upaya yang mampu dilakukan dalam
pengembangan desa wisata di masa mendatang.
B. Metodologi Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan campuran (kuantitatif dan
kualitatif). Kebutuhan data dalam penelitian ini secara garis besar diantaranya adalah kebutuhan
data akan Desa Rawabogo secara geografis, sosial, maupun ekonomi; Rencana pengembangan
Desa Rawabogo yang akan dilaksanakan; permasalahan dan potensi pariwisata yang dimiliki
oleh Desa Rawabogo, dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan


Ketertarikan Masyarakat Desa Rawabogo Terhadap Pengembangan Desa Wisata
Minat masyarakat Desa Rawabogo dalam penelitian ini diidentifikasi berdasarkan pada hasil
analisis ekstraksi ciri gelombang otak yang didukung oleh hasil pengukuran psikologis melalui
kuesioner dan wawancara. Ekstraksi ciri merupakan cara atau metode untuk menyaring sinyal
sesuai frekuensi sinyal yang diperlukan sehingga mendapatkan ciri dari sinyal tersebut (13).
Dalam penelitian ini, gelombang yang diperlukan adalah gelombang beta dengan frekuensi 13-
30 Hz dan ciri dari sinyal yang diperlukan adalah nilai entropi dari setiap kanal yaitu AF7, AF8,
TP9, dan TP10.
Entropi dalam bidang informatika dijelaskan sebagai ukuran informasi suatu data berupa
tingkat atau derajat keacakan yang didapatkan melalui obeservasi data (14,15). Sedangkan dalam
ilmu termodinamika, entropi merupakan besaran dalam termodinamika yang berkaitan dengan
perubahan setiap keadaan dikarenakan adanya penambahan sejumlah kalor atau energi (16).
Sehingga entropi pun dapat dikatakan sebagai suatu bentuk besaran dari energi, karena dalam
perhitungannya melibatkan joule dan kelvin.
Hasil analisis ekstraksi ciri menunjukkan rata-rata nilai entropi untuk setiap kanal adalah
0,4594 untuk kanal AF7 dan AF8, 0,4549 untuk kanal TP10, dan 0,4597 untuk kanal TP9.
Adanya nilai entropi pada kanal AF7 dan AF8 dapat mengindikasikan bahwa terdapat proses
berpikir, munculnya suatu perhatian bahkan motivasi dari responden terhadap stimulus yang
diberikan. Sedangkan nilai entropi pada TP10 dan TP9 dapat mengindikasikan adanya proses
memori secara episodik bahkan munculnya valensi emosional dari responden terhadap stimulus
yang diberikan. Selain itu, hasil entropi pada tabel tersebut dapat menunjukkan adanya perbedaan
respon antar responden.
Responden 2,3,4,5 dan 8 memiliki nilai entropi yang lebih tinggi dari nilai rata-rata pada
setiap kanal, sedangkan responden 1,3,6, dan 7 memiliki nilai entropi sedikit lebih rendah dari
nilai rata-rata setiap kanalnya. Hasil responden 2,3,4,5 dan 8 dapat mengindikasikan bahwa
sebagian masyarakat Desa Rawabogo memiliki minat yang tinggi terhadap pengembangan desa
wisata di Desa Rawabogo. Sedangkan sebagian lainnya memiliki minat yang rendah terhadap
pengembangan desa wisata di Desa Rawabogo.
Hasil kuesioner pun menunjukkan seluruh responden telah mengetahui bahwa Desa
Rawabogo telah ditetapkan sebagai desa wisata dan terdapat desa wisata lainnya baik di
Kabupaten Bandung maupun Indonesia. Responden pun memiliki ketertarikan terhadap
pengembangan maupun informasi-informasi berkaitan dengan Desa Wisata Rawabogo. Adapun
penilaian netral dari responden 7 dikarenakan responden tersebut belum pernah melihat maupun
memiliki pengalaman mengenai kegiatan desa wisata di Desa Rawabogi sehingga merasa tidak
yakin apakah dia tertarik atau tidak dengan terkait pengembangan desa wisata. Lalu, skor variabel
emosi pun menunjukkan bahwa seluruh responden tersebut merasa senang dengan dijadikannya
Desa Rawabogo sebagai desa wisata karena potensi-potensi kepariwisataan yang ada di Desa
Rawabogo bisa terangkat dan dikenal oleh masyarakat luas, selain itu mereka pun mengharapkan
bahwa dengan dijadikannya Desa Rawabogo sebagai desa wisata mampu
membantu perekonomian masyarakat desa.
Skor indikator untuk variabel konasi pun menunjukkan bahwa responden 1,2,3,4,5, dan
6 memiliki kemampuan dan kemauan untuk turut berpartisipasi dalam pengembangan desa
wisata. Adapun responden 8 yang memberikan skor 3 pada pertanyaan indikator kemampuan dan
kemauan karena responden tersebut masih berstatus pelajar dan merasa tidak yakin bahwa dia
mampu untuk turut serta dalam pengembangan desa wisata secara penuh. Sedangkan penilaian
dari responden 7 yang menunjukkan bahwa dia mampu untuk turut terlibat, namun ragu dalam
hal kemauan untuk terlibat karena belum memiliki pengalaman dan belum melihat manfaat
maupun bukti nyata dari dijadikannya Desa Rawabogo menjadi sebuah desa wisata. Dengan
demikian secara keseluruhan berdasarkan skor total dan persentase skor yang didapatkan ukuran
minat responden 1, 2 dan 3 termasuk pada kategori minat sangat tinggi, sedangkan responden
4,5,6,7, dan 8 termasuk dalam kategori minat tinggi.
Perbedaan antara hasil kuesioner dan hasil entropi didasarkan pada permasalahan yang
terjadi dalam pengelolaan pariwisata di Desa Rawabogo. Destinasi wisata di Desa Rawabogo
saat ini dikelola oleh perorangan tanpa adanya koordinasi dengan pemerintah desa, pengelola
desa wisata, dan masyarakat. Hal ini membuat masyarakat memiliki indikasi minat yang rendah
pada pengembangan desa wisata, meskipun memiliki kemauan dan kemampuan untuk ikut serta
dalam setiap tahapannya. Perbedaan proses berpikir, bentuk perhatian, emosional, memori, dan
kompleksitas sistem neural yang dikarenakan perbedaan pengalaman menyebabkan berbedanya
level chaos dan mempengaruhi dari sinyal gelombang otak yang diterima atau direkam (17).
Berikut ini adalah detail dari perbandingan nilai entropi responden 2 dan 3 terhadap nilai
rata-rata kanal, serta detail dari hasil pengolahan kuesioner. Adapun lonjakan grafik pada gambar
merupakan noise yang didapatkan saat pengukuran yaitu suara-suara disekitar pengambilan data
dan tidak ter-filter dengan baik saat analisis.

Gambar 1. Diagram Nilai Entropi Kanal AF7 Responden 2

Gambar 2. Diagram Nilai Entropi Kanal TP10 Responden 2


Gambar 3. Diagram Nilai Entropi Kanal AF7 Responden 3

Gambar 4. Diagram Nilai Entropi Kanal TP10 Responden 3

Gambar 5. Diagram Skor Indikator Pengetahuan

Gambar 6. Diagram Skor Indikator Ketertarikan


Gambar 7. Diagram Skor Indikator Emosi

Gambar 8. Diagram Skor Indikator Konasi

Tabel 1. Ukuran Minat Masyarakat Terhadap Pengembangan Desa Wisata


Responden Total Skor % Minat
1 75 88.24 Sangat Tinggi
2 78 91.76 Sangat Tinggi
3 74 87.06 Sangat Tinggi
4 64 75.29 Tinggi
5 66 22.65 Tinggi
6 60 70.59 Tinggi
7 61 71.76 Tinggi
8 58 68.24 Tinggi
Sumber: Data Penelitian yang Sudah Diolah, 2022.

Upaya Pengembangan Desa Wisata Rawabogo


Konsep pengembangan desa wisata telah berkembang dan terdapat banyak macamnya, namun
konsep pengembangan desa wisata yang dapat dicoba atau diterapkan oleh Desa Rawabogo
adalah konsep Community Based Tourism (CBT). Konsep CBT ini merupakan konsep
pengembangan kegiatan kepariwisataan yang menekankan masyarakat untuk mengelola dan
mengembangkan potensi wisata yang mereka miliki secara mandiri (18). Konsep CBT pun
dijelaskan sebagai bentuk pendekatan pembangunan pariwisata yang menekankan masyarakat
lokal baik yang terlibat langsung ataupun tidak terhadap kesempatan dalam bidang manajemen
dan pembangunan pariwisata yang berujung pada pemberdayaan secara politis melalui
kehidupan berdemokratis, termasuk pembagian keuntungan kegiatan pariwisata dengan lebih
adil bagi masyarakat lokal (18).
Hasil analisis menunjukkan bahwa masyarakat Desa Rawabogo terindikasikan memiliki
minat yang tinggi terhadap pengembangan desa wisata. Selain itu hasil pembobotan kuesioner
pun menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Rawabogo yang menjadi responden
memiliki kemauan dan kemampuan untuk turut serta dalam pengembangan desa wisatanya.
Mereka pun meyakini bahwa dengan dikembangkannya Desa Wisata Rawabogo, kondisi
perekonomian mereka pun akan meningkat dan berdampak pula pada peningkatan keserjahteraan
masyarakat. Hal-hal ini menjadi modal yang besar bagi Desa Rawabogo untuk mengembangkan
desa wisatanya karena secara tidak langsung masyarakat sangat mendukung dan mampu untuk
mengembangkan desa wisatanya bersama-sama.
Namun modal tersebut nyatanya terkendala dengan beberapa permasalahan seperti:
1. destinasi wisata di Desa Rawabogo yang dikelola oleh perorangan tanpa adanya
koordinasi dengan pemerintah desa, pengelola desa wisata, dan masyarakat;
2. permasalahan komunikasi antara pemerintah desa dengan tokoh masyarakat adat yang
berdampak pada upaya pengembangan dan pembangunan desa wisata khususnya
dalamwisata kebudayaan yang menjadi daya tarik utama Desa Rawabogo;
3. promosi dan pemasaran desa wisata yang belum optimal karena bergantung pada
institusi maupun lembaga. Adapun kegiatan promosi dan pemasaran yang dilakukan
oleh masyarakat adalah kegiatan promosi dan pemasaran yang dilakukan oleh
perseorangan maupun kelompok tertentu dan tidak berkomunikasi mengenai hal
tersebut kepada organisasi serta pemerintah desa, sehingga manfaat dan keuntungan
hanya diperoleh sekelompok masyarakat saja;
4. kurangnya pemantik bagi masyarakat untuk berpartisipasi sepenuhnya dalam
pengembangan desa wisata dikarenakan tidak adanya bukti secara fisik dari kegiatan
desa wisata.
Dengan demikian, upaya pengembangan desa wisata berbasiskan konsep CBT yang dapat dicoba
maupun diterapkan langsung pada Desa Rawabogo adalah sebagai berikut:
1. membangun komunikasi kembali antara pemerintah desa, organisasi pengelola desa
wisata, dan tokoh masyarakat adat;
2. pemberian pembelajaran kepada masyarakat mengenai manajemen desa wisata dan
pelatihan mengenai profesi-profesi yang dibutuhkan dalam kegiatan pariwisata di desa
wisata.
Berhubungan dengan neurosains, strategi maupun desain pengembangan diri berbasis
neurosains pun dapat diterapkan pada saat melaksanakan upaya tersebut. Model pengembangan
diri berbasiskan neurosains sudah berkembang di Indonesia khususnya berkaitan dengan desain
pembelajaran dalam bidang pendidikan maupun psikologi. Desain pembelajaran yang berbasis
neurosains fokus dalam pembentukan karakter, berfikir kreatif, mempengaruhi emosi dan
kecerdasan, dan efektivitas pembelajaran dengan cara optimalisasi fungsi bagian-bagian otak
(19). Contoh strategi maupun desain pembelajaran yang dapat digunakan dalam penerapan upaya
pemberian pembelajaran dan pelatihan dapat menggunakan strategi seperti pengunaan media
maupun bahan pembelajaran yang bersifat visual atau audio visual seperti video, gambar,dan
suara untuk meningkatkan kemampuan imajinasi masyarakat (20). Lalu menciptakan berbagai
macam metode pembelajaran yang lebih melibatkan semua indera dan aktivitas otak kiri dan
kanan, seperti berdiskusi, berargumentasi, penelaahan studi kasus seolah-olah mengalaminya
secara langsung, dan lainnya (21).
Kemudian strategi lainnya adalah pembuatan situasi belajar yang menantang dan bebas
untuk bereksplorasi dan pembuatan situasi emosional positif dalam pembelajaran tetap terjaga.
Menjaga situasi emosional ini dapat dilakukan dengan pemberian dorongan semangat dan waktu
istirahat, menyelipkan humor-humor, mempertahankan antusiasme, dan pemberian penghargaan
atau reward system (21). Memperhatikan emosi peserta dalam proses pembelajaran sangat
penting, karena emosi memiliki pengaruh yang besar terhadap kualitas dan kuantitas belajar.
Emosi yang positif mampu mempercepat proses belajar dan memberikan hasil belajar yang
optimal. Sedangkan emosi negatif mampu memperlambat atau menghentikan proses belajar dan
hasil yang didapatkan akan buruk atau tidak mendapatkan hasil sama sekali (21).
Strategi lainnya dalam mendukung pelaksanaan pemberikan pembelajaran dan pelatihan
kepada masyarakat adalah memperhatikan waktu pemberian materi agar peserta dapat menyerap
materi secara optimal. Kemampuan otak manusia dalam menyerap materi hanya 20 menit
pertama saja (21). Sehingga dianjurkan untuk memberikan waktu istirahat setiap 20 menit agar
Pengukuran Minat Masyarakat Desa Rawabogo terhadap ... |
205
para peserta mampu beraktifitas secara fisik seperti bergerak atau berdiri sejenak. Karena
bergerak memberikan efek positif secara mental dan fisik, termasuk pada kemampuan kognitif
dan emosional seseorang. Aktifitas fisik berpengaruh pada lubus frontal karena mampu
meranngsang keluarnya hormone neropinerfin, serotonin, dan dopamine yang memperbaharui
sel-sel otak sehingga peserta mampu menerima materi dan berkonsentrasi secara optimal kembali
(21).
Dalam upaya pengembangan Desa Wisata Rawabogo ini, metode neurosains menjadi
metode yang mendukung, melengkapi, dan memvalidasi konsep ataupun metode pengembangan
desa wisata yang telah ada seperti Konsep Community Based Tourism (CBT). Hal tersebut
dikarenakan pada akhirnya upaya-upaya yang direkomendasikan tetap dalam bentuk
penyelesaian fisik melalui berbagai kegaitan/aksi. Namun aksi/kegiatan tersebut lebih
memperhatikan pada aspek intrisik manusia atau kesadaran masyarakatnya, sehingga kegiatan
atau aksi yang direkomendasikan mampu memberdayakan masyarakat secara penuh dan
memungkinkan untuk pengembangan desa wisata yang berkelanjutan.

D. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam penelitian ini, peneliti menyimpulkan beberapa hasil penelitian
sebagai berikut:
1. Hasil analisis ekstraksi ciri menunjukkan rata-rata nilai entropi untuk setiap kanal adalah
0,4594 untuk kanal AF7 dan AF8, 0,4549 untuk kanal TP10, dan 0,4597 untuk kanal TP9.
Adanya nilai entropi pada kanal AF7 dan AF8 dapat mengindikasikan bahwa terdapat
proses berpikir, munculnya suatu perhatian bahkan motivasi dari responden terhadap
stimulus yang diberikan. Sedangkan nilai entropi pada TP10 dan TP9 dapat
mengindikasikan adanya proses memori secara episodik bahkan munculnya valensi
emosional dari responden terhadap stimulus yang diberikan.
2. adanya perbedaan respon antar responden. Responden 2,3,4,5 dan 8 memiliki nilai
entropi yang lebih tinggi dari nilai rata-rata pada setiap kanal, sedangkan responden
1,3,6, dan 7 memiliki nilai entropi sedikit lebih rendah dari nilai rata-rata setiap kanalnya.
Hasil responden 2,3,4,5 dan 8 dapat mengindikasikan bahwa sebagian masyarakat Desa
Rawabogo memiliki minat yang tinggi terhadap pengembangan desa wisata di Desa
Rawabogo. Sedangkan sebagian lainnya memiliki minat yang rendah terhadap
pengembangan desa wisata di Desa Rawabogo.
3. Hasil kuesioner pun menunjukkan seluruh responden telah mengetahui bahwa Desa
Rawabogo telah ditetapkan sebagai desa wisata dan terdapat desa wisata lainnya baik
di Kabupaten Bandung maupun Indonesia. Responden pun memiliki ketertarikan
terhadappengembangan maupun informasi-informasi berkaitan dengan Desa Wisata
Rawabogo. Lalu, skor variabel emosi pun menunjukkan bahwa seluruh responden
tersebut merasa senang dengan dijadikannya Desa Rawabogo sebagai desa wisata.
4. Skor indikator untuk variabel konasi pun menunjukkan bahwa responden 1,2,3,4,5, dan
6 memiliki kemampuan dan kemauan untuk turut berpartisipasi dalam pengembangan
desa wisata. Adapun responden 8 yang memberikan skor 3 pada pertanyaan indikator
kemampuan dan kemauan karena responden tersebut masih berstatus pelajar dan
merasa tidak yakin bahwa dia mampu untuk turut serta dalam pengembangan desa
wisata secarapenuh. Sedangkan penilaian dari responden 7 yang menunjukkan bahwa
dia mampu untuk turut terlibat, namun ragu dalam hal kemauan untuk terlibat karena
belum memiliki pengalaman dan belum melihat manfaat maupun bukti nyata dari
dijadikannya Desa Rawabogo menjadi sebuah desa wisata.
5. Secara keseluruhan berdasarkan skor total dan persentase skor yang didapatkan ukuran
minat responden 1, 2 dan 3 termasuk pada kategori minat sangat tinggi, sedangkan
responden 4,5,6,7, dan 8 termasuk dalam kategori minat tinggi.
6. Perbedaan antara hasil kuesioner dan hasil entropi didasarkan pada permasalahan
pengelolaan destinasi wisata di Desa Rawabogo yang dilakukan oleh perorangan tanpa
adanya koordinasi dengan pemerintah desa, pengelola desa wisata, dan masyarakat
yang menyebabkan masyarakat memiliki indikasi minat yang rendah pada
Pengukuran Minat Masyarakat Desa Rawabogo terhadap ... |
205
pengembangan

Urban & Regional Planning


al.

desa wisata, meskipun hasil kuesioner menunjukkan yang sebaliknya. Perbedaan


pengalaman tersebut menyebabkan berbedanya level chaos dan mempengaruhi dari
sinyal gelombang otak yang diterima atau direkam.
7. upaya pengembangan desa wisata berbasiskan konsep CBT yang dapat dicoba maupun
diterapkan langsung pada Desa Rawabogo adalah membangun komunikasi kembali dan
pengasahan kemampuan masyarakat. Adapun metode neurosains dalam upaya
pengembangan desa wisata ini berperan sebagai metode yang mendukung,
melengkapi, dan memvalidasi konsep ataupun metode pengembangan desa wisata
yang telah ada seperti Konsep Community Based Tourism (CBT). Hal tersebut
dikarenakan pada akhirnya upaya-upaya yang direkomendasikan tetap dalam bentuk
penyelesaian fisik melalui berbagai kegaitan/aksi. Namun aksi/kegiatan tersebut lebih
memperhatikan padaaspek intrisik manusia atau kesadaran masyarakatnya, sehingga
kegiatan atau aksi yangdirekomendasikan mampu memberdayakan masyarakat secara
penuh dan memungkinkan untuk pengembangan desa wisata yang berkelanjutan.

Acknowledge
Penulis mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Desa Rawabogo yang telah berkenan
menjadi responden dari penelitian ini dan pemerintah Desa Rawabogo yang telah mengizinkan
penulis untuk melakukan penelitian di Desa Rawabogo. Penulis pun mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM)
Universitas Islam Bandung yang telah membiayai penelitian ini.

Daftar Pustaka
[1] Sidiq AJ, Resnawaty R. Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat
Lokal Di Desa Wisata Linggarjati Kuningan, Jawa Barat. Pros Penelit dan Pengabdi Kpd
Masy. 2017;4(1):38.
[2] Ma QG, Hu LF, Pei GX, Ren PY, Ge P. Applying neuroscience to tourism management:A
primary exploration of neurotourism. Appl Mech Mater. 2014;670–671:1637–40.
[3] Pamungkas MR, Indratno I. Persepsi Masyarakat Berbasis Neurosains di Desa Wisata
Rawabogo. 2021;38–46.
[4] Siswantara Y, Sugiarto BAT. RUMAH BUDAYA SEBAGAI RUANG PUBLIK UNTUK
MENGEMBANGKAN KEGIATAN KEPARIWISATAAN DI DESA WISATA RAWABOGO,
KECAMATAN CIWIDEY, KABUPATEN BANDUNG. Lemb Penelit dan Pengabdi Kpd Masy
Univ Katolik Parahyangan [Internet]. 2012;
Available from: http://journal.unpar.ac.id/index.php/Sosial/article/download/189/174
[5] Siddiq AM. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Rawaboyo
Ciwidey Kabupaten Bandung. 2013;
[6] Herdiana D. PERAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA BERBASIS
MASYARAKAT. Jumpa. 2019;6(1):63–86.
[7] Sunaryo B. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata Konsep dan Aplikasinya di
Indonesia. Gava Media; 2013.
[8] Solso R. Psikologi Kognitif (ed.8). Erlangga; 2007.
[9] Sardiman A. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo Persada; 2003.
[10] Mahmud H. Psikologi Pendidikan. Pustaka Setia; 2010.
[11] Hertanto ACH, Nurdian Y. Kaitan Neurosains Neurobehavior Neuroplastisitas. 2019.
[12] Babiker A, Faye I, Mumtaz W, Malik AS, Sato H. EEG in classroom: EMD features to detect
situational interest of students during learning. Multimed Tools Appl.
2019;78(12):16261–81.
[13] Ramli ZFM, Wijayanto I, Hadiyoso S. DETEKSI KONDISI KONSENTRASI BERDASARKAN
SINYAL EEG DENGAN STIMULASI MENGHAFAL Al-QURAN DETECTION OF
CONCENRATION CONDITIONS BASED ON EEG SIGNALSWITH THE STIMULATION OF AL-
al.

QURAN RECITATION Prodi S1 Teknik Telekomunikasi , Fakultas Teknik Elektro , Univers.


2018;5(3):4683–90.
[14] Etp L, Wardijono BA. Identifikasi Karakteristik Citra Berdasarkan pada Nilai Entropi dan
Kontras. J Appl Comput Sci Technol. 2021;2(1):18–23.
[15] Masatu DA, Soesanti I, Nugroho HA. Penerapan Algoritma Kompresi Jpeg Dan Metode
Fuzzy C-Means Pada Kompresi Citra Berbasis. Penelit Tek Elektro dan Teknol Inf.
2014;1(1):7–11.
[16] Chusni MM, Amelia A, Azizah DS, Zafira KF, Agustina RD. Fenomena Entropi DilihatDari
Perspektif Sains Dan Al-Qur’an. SPEKTRA J Kaji Pendidik Sains. 2018;4(2):105.
[17] Akbar Y, Handayani N, Arif I, Nurul S, Haryanto F, Biofisika L, et al. Entropi Spektral
Resting State Sinyal Electroencephalogram pada Penderita Skizofrenia. Pros snips 2016
[Internet]. 2016;(May):806–11. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/316679045_Entropi_Spektral_Resting_Stat
e_ Sinyal_Electroencephalogram_pada_Penderita_Skizofrenia
[18] N FA, Krisnani H, Darwis RS. Pengembangan Desa Wisata Melalui Konsep Community
Based Tourism. Pros Penelit dan Pengabdi Kpd Masy. 2015;2(3):341–6.
[19] Rivalina R. Neuroscience Approaches Improving High Order Thinking Skills of Basic
Education Teacher. J Teknol Pendidik. 2020;08(01):83–109.
[20] Nugraheni S, Husain AP, Rohani SN, Sunan UIN, Yogyakarta K. PENGEMBANGAN
STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS NEUROSAINS UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN MENGARANG PESERTA DIDIK KELAS V. 2022;22(1):57–69.
[21] Susanto S, Munfarohah IR. Neurosains Dalam Mengembangkan Kecerdasan Intelektual
Peserta Didik Sd Islam Al-Azhar Bumi Serpong Damai. Kordinat J Komun antar Perguru
Tinggi Agama Islam. 2020;19(2):331–48.
[22] F. Amanda and L. S. Akliyah, “Analisis Kondisi Kelayakan Wisata Oray Tapa berdasarkan
Komponen Pariwisata,” pp. 17–22, 2022.
Metode pengumpulan data diperoleh secara langsung di lapangan dengan pengukuran
elektroensefalografi (EEG) menggunakan alat Muse 2, wawancara, kuesioner, observasi dan
dokumentasi.
Pada pengukuran elektroensefalografi (EEG), responden diberikan suatu stimulus berupa video,
suara, gambar dan tulisan mengenai kondisi pariwisata di Desa Rawabogo. Kriteria inklusi responden
yang digunakan yaitu masyarakat Desa Rawabogo, tidak tertekan, tidak terpaksa, tidak buta warna,
dapat melihat dengan jelas, tidak memiliki cedera atau luka di bagian kepala, tidak dalam keadaan
stress atau mengalami permasalahan psikis, dan hasilperekaman gelombang otak tidak memiliki
banyak noise. Kemudian bobot skor kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada
skala Likert. Variabel yang digunakan diantaranya adalah kognisi, emosi, konasi, dan eksternal. Metode
analisis yang digunakan adalah metode dekomposisi sinyal elektroensefalografi (EEG), uji validitas dan
reliabilitas menggunakan software ekstensi EEGLAB, Matlab, Microsoft Excel, dan SPSS.

Anda mungkin juga menyukai