Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Kecelakaan Kerja di Bidang Medis

Oleh
FLORENTIA FARAHROZI
Kelas Karyawan 2023

PRODI DIII FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
YAYASAN RANAH MINANG
2023
Kecelakaan Kerja di Bidang Medis

Contoh – contoh kecelakaan kerja di tindakan medis, kesalahan obat, keracunan obat
dan keracunan makanan, adalah sebagai berikut :
1. Kasus bayi tertukar oleh perawat salah di RS Sentosa Bogor

Seorang bayi milik Siti Mauliah (37) diduga tertukar dengan milik seorang
Ibu berinisial B selama 11 bulan terhitung sejak Juni 2022 hingga Mei 2023 di
Rumah Sakit (RS) Sentosa, Bogor. Siti telah membuat laporan ke Polres Bogor dan
meminta bantuan ke polisi untuk mencari anak kandungnya. Setelah melahirkan pada
18 Juli 2022, Siti melakukan tes DNA pada Mei 2023 dengan hasil bahwa bayi yang
dirawatnya setahun ini bukanlah anak kandungnya

Ia merasa bayi laki-lakinya itu tertukar saat dilahirkan


di Rumah Sakit Sentosa, dari awal memang sudah ragu bahwa bayi yang ia bawa
pulang adalah anaknya. Terlebih di gelang bayi tersebut tertera nama orang lain,
bukan Siti Mauliah sebagai ibu sang bayi.di gelang tersebut tercantum nama pasien
lain berinisial D (33). Saat keluarga Siti mengembalikan gelang itu ke rumah sakit,
pihak rumah sakit lagi-lagi menegaskan bahwa yang tertukar hanyalah gelangnya saja,
bukan bayinya.

Siti yang masih merasa janggal, empat bulan kemudian Siti mendatangi rumah
di mana bayinya diduga berada di Kecamatan Tajurhalang, Kabupaten Bogor. Begitu
melihat bayi dari pasien tersebut, ia histeris dan meyakini bahwa itu adalah anak
kandungnya. Di sisi lain ibu D tetap meyakini bahwa bayi mereka tidak tertukar,
karena bayi nya mempunyai gelang yang sesuai dengan namanya sendiri.

Setelah berbulan-bulan enggan melakukan tes DNA, pasien D akhirnya mau


melakukan tes DNA silang di Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri di
Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor pada 21 Agustus 2023. Ada enam
orang yang menjalani tes DNA silang saat itu, Siti Mauliah, suaminya, bayi GL, D,
suaminya, dan bayi GB.

Empat hari kemudian, pada 24 Agustus 2023, Polres Bogor mengumumkan


bahwa dua bayi GL dan GB telah tertukar sejak tahun lalu di RS Sentosa Bogor.
Hasilnya, GL merupakan anak kandung Ibu D, sedangkan GB merupakan anak
kandung Siti. GL dan GB akan diserahkan ke orangtua biologisnya sekitar satu bulan
lima hari setelah pengumuman, yakni pada 29 September 2023.

Setelah viralnya kasus ini di Indonesia, Rumah Sakit (RS) Sentosa Bogor
menonaktifkan 5 tenaga kesehatannya. Kelima tenaga kesehatan itu diketahui yang
terlibat langsung dalam kasus bayi tertukar karena kesalahan nama pada gelang
penanda identitas bayi. Juru bicara RS sentosa Bogor Gregg Djako (28/8/2023)
menegaskan bahwa kelalaian yang terjadi ini murni ketidaksengajaan atau human
error. Rumah sakit pun telah melakukan berbagai langkah sejak awal kasus bayi
tertukar.

Meski tidak ada unsur kesengajaan namun insiden ini merupakan sebuah
kesalahan fatal yang bisa berbuntut ancaman pidana bagi pelakunya. Insiden ini
sebenarnya bisa saja tidak terjadi, andai tenaga kesehatan yang bertugas saat itu
segera menindaklanjuti laporan pasien tentang gelang identitas yang keliru dan
melakukan kroscek serta identifikasi kembali pada Ibu dan bayi.

Banyak faktor yang menyebabkan kelalaian seperti tenaga kesehatan yang


kelelahan, mengerjakan pekerjaan tambahan yang seharusnya bukan tanggung
jawab mereka, jumlah pasien yang tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang ada,
kurangnya pengetahuan petugas kesehatan tentang prosedur identifikasi pasien serta
miss communication antara pasien dan petugas saat melakukan identifikasi.

Tenaga kesehatan yang merawat bayi yang diduga tertukar di rumah sakit
tersebut bisa dikatakan lalai karena tidak mengindahkan standar operasional
prosedur pemasangan gelang identitas. Belum ada kejelasan apapun dari pihak
rumah sakit mengenai hal ini karena penyebabnya pun sampai saat ini masih
ditelusuri dan dilakukan pemeriksaan mendalam kepada perawat dan bidan yang
melakukan asuhan kepada bayi yang tertukar kala itu.

Betapa besar kerugian yang ditimbulkan karena salah dalam melakukan


identifikasi. Kesalahan ini juga tidak hanya berdampak pada pasien dan keluarga
tetapi juga nama baik rumah sakit dan tentu saja tenaga kesehatan itu sendiri.
Sasaran keselamatan pasien adalah acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan
Indonesia untuk melaksanakan kegiatannya. Ketepatan identifikasi pasien termasuk
dalam salah satu dari enam indikator sasaran keselamatan pasien yang disebutkan
dalam Permenkes 11 Tahun 2017.

2. RSUD Kepulauan Meranti diduga salah beri obat, hingga pasien tidak
sadarkan diri

Berdasarkan sumber artikel online dalam situs halloriau.com pada Selasa 9


November 2021 lalu, mengenai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten
Kepulauan Meranti diduga telah salah memberikan obat kepada pasien yang
menderita penyakit Bell’s Palsy atau gangguan otot saraf di bagian wajah.
Kasus salah pemberian obat ini terjadi kepada pasien berinisial J warga
Jalan Alah Cikpuan, Kelurahan Selatpanjang Selatan, Kecamatan Tebingtinggi.
Pasien bermaksud berobat karena sakit yang dideritanya. Setelah selesai dilakukan
pemeriksaan, korban diberikan obat, setelah meminumnya, kondisi korban menjadi
tidak biasa dan tidak sadarkan diri.
Pasien dibawa ke RSUD karena mengalami gangguan syaraf, oleh dokter
spesialis Saraf diberikan obat Risperidone. Risperidone ini biasa digunakan untuk
mengobati skizofrenia, dapat juga digunakan untuk gangguan bipolar atau tingkah
laku pada anak yang menderita autisme.
Anak dari pasien mengatakan bahwa ayahnya hanya mengalami gangguan
otot saraf pada wajah, bukan orang sakit jiwa dan tidak mengalami gangguan mental
sesuai obat yang diberikan oleh dokter spesialis itu. Pihak keluarga sangat
menyayangka pelayanan di RSUD yang hampir membuat pasien kehilangan
kesadaran.

3. Tenaga kerja di Posyandu Kota Tanggerang memberikan obat kadaluarsa


kepada balita
Berdasarkan sumber artikel online dalam situs republika.co.id tanggal 22
Agustus 2022 mengenai Nakes yang memberikan obat kadaluarsa kepada balita di
kota Tangerang. Tenaga Kesehatan (nakes) di salah satu psyandu di Kecamatan
Karang Tengah, Kota Tangerang memberikan obat kadaluarsa kepada masyarakat.
Nakes tersebut akhirnya dinonaktifkan karena melakukan kelalaian dala pemberian
obat penurun panas kepada balita dalam program Bulan imunisasi Anak Nasional
(BIAN). Kelalaian pemberian obat kadaluarsa ini terjadi pada balita bernama Arkaa
usai mengikuti BIAN pada senin, 8 Agustus 2022.
Dalam momen itu, balita tersebut diberikan obat penurun panas untuk
mengantisipasi terjadinya kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) usai diimunisasi.
Kronologi kejadian itu bermula saat petugas puskesmas menemukan tiga obat
paracetamol drop kedaluarsa di dalam tas posyandu. Kemudian obat-obat itu langsung
dipisahkan dan berencana diserahkan ke petugas farmasi puskesmas.
Keesokan harinya, Selasa (9/8/2022), saat pelaksanaan BIAN di Kenanga
Pondok Pucung, obat tersebut terbawa, dan diberikan kepada pasien karena berasal
dari tas yang sama tanpa pemeriksaan kembali tanggal kedaluarsa atau expired
date (ED)-nya. Lalu diperoleh laporan dari kader adanya kondisi salah satu balita
yang telah meminum obat tersebut, dan petugas langsung melakukan penarikan
terhadap obat itu.
Pihak Posyandu sangat menyayangkan kejadian ini, dan memohon maaf
sebesar-besarnya kepada para keluarga atas kelalaian pengelolaan obat yang terjadi di
luar gedung Puskesmas. Diketahui, Posyandu sudah tidak aktif dua tahun karena
pandemi. Obat yang lama ini belum sempat dilaporkan atau dikembalikan ke petugas
farmasi di puskesmas

4. Pekerja Apotek di Medan salah beri obat kepada pasien


Artikel online pada situs hmstimes.com tanggal 22 Oktober 2020 memuat
tentang kasus kesalahan pemberian obat di apotek di Medan. Kasus ini bermula saat
saksi korban Yusmaniar menderita penyakit dalam dan pergi berobat ke dokter
spesialis penyakit dalam dr. Tengku Abraham, yang kemudian menuliskan resep
obat Methylprednisolone untuk dibelikan di apotek pada 6 November 2018. Pada
13 November 2018 pihak keluarga kembali membeli obat yang hampir sesuai
dengan resep yang sama ke Apotek Istana 1 di Jalan Iskandar Muda, Medan, dan
saat itu diterima dua pekerja apotek, yaitu Oktarina Sari dan Sukma Rizkiyanti
Hasibuan.

Kesalahan terjadi pada saat itu. Dua pekerja apotek tersebut memberikan
obat antidiabetes Amaryl M2. Obat itu pun diberikan kepada Yusmaniar. Namun,
tiga hari kemudian kondisi kesehatannya bukannya membaik, tetapi dia menjadi
kejang-kejang, tidak sadar diri, dan hanya bisa berbaring di tempat tidur. Pada 21
Desember 2018, putri Yusmaniar, Fitri Octavia Pulungan Noya, melaporkan pihak
apotek Istana 1 ke Polrestabes Medan. Kasus ini sempat mengendap selama hampir
dua tahun. Namun, pihak keluarga terus melakukan upaya hukum hingga kasusnya
dilimpahkan ke pengadilan.

Majelis hakim mempertanyakan soal prosedur pemberian obat resep dokter.


Menurut apoteker Darwin Pardede, secara umum dialah yang sebenarnya
bertanggung jawab, tetapi pada saat itu kedua pekerja apotek tidak berkoordinasi
kepadanya sebelum memberikan obat Amaryl M2. Hakim juga mempertanyakan
kepada pemilik apotek kenapa masih mempekerjakan apoteker yang sudah tua dan
kondisi kesehatannya sudah tidak lagi baik

5. Perawat di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar salah memberikan obat


kepada bayi umur 1 tahun hingga meninggal dunia.
Situs health.grid.id pada tanggal 27 Juli 2022 memberitakan tentang seorang
bayi di Gowa dinyatakan meninggal dunia setelah diduga salah diberikan obat oleh
perawat di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar, Sulawesi Selatan pada
Selasa, 19 Juli 2022.
Korban berinisial DAN, yang saat itu berusia satu bulan dan mengalami
hernia atau usus turun, sehingga harus dilakukan perawatan intensif di rumah sakit.
Ibu dari korban menjelaskan bahwa anaknya masuk rumah sakit setelah mengalami
kondisi usus turun pada hari Kamis (14/07/2022) dan harus dilaksanakan operasi
pada Rabu (20/07/2022). Namun, sang anak sudah dinyatakan meninggal sehari
sebelum dilaksanakannya operasi, yang diduga karena menerima obat suntikan
yang salah.

Dugaan tersebut muncul, ketika sang ibu melihat nama dalam kemasan yang
tertera bukan nama dari DAN, setelah ditelusuri ternyata obat tersebut tidak
diperuntukan untuk anaknya. Melihat kejadian ini, ibu dari DAN pun meminta
penjelasan lebih lanjut dan melaporkan sang perawat kepada dokter. Selang satu
jam setelah penyuntikan obat tersebut, tubuh dari DAN nampak membiru dan tidak
lama kemudian dinyatakan meninggal dunia.
Pihak rumah sakit menyatakan bahwa benar adanya kejadian tersebut dan
menyatakan bayi DAN diduga meninggal dengan tak wajar. Lebih lanjut, pihak RS
Wahidin Sudirohusodo Makassar menjelaskan mengenai riwayat kesehatan korban
DAN yang dinyatakan ada penemuan hernia pada bagian paha dan perut disertai
dengan kejang dan demam, serta menderita pneumonia. Dengan riwayat medis ini,
RS Wahidin Sudirohusodo Makassar mengklaim telah melakukan perawatan bayi
DAN oleh 4 dokter ahli.

Obat yang diduga salah disuntikan, memiliki kandungan cairan Amphisilin


dan Xeftriason, yang dijadikan sebagai bahan obat antibiotik. Pihak RS Wahidin
Sudirohusodo Makassar tengah melakukan investigasi untuk melakukan audit
sehingga bisa mengetahui penyebab pastinya, sebagai tanggapan dari adanya
kejadian korban bayi usia 1 bulan ini. Root Cause Analysis (RCA) dilakukan
hingga melihat pada dugaan terjadinya pemberian obat yang salah, hingga dugaan
kelalaian dalam penerapan SOP dan masih menunggu hasilnya untuk diumumkan
lebih lanjut.

Sedangkan untuk perawat yang menyuntikkan obat sedang diberhentikan


sementara dan berdasarkan informasi dari Dirut RS Wahidin Sudirohusodo
Makassar, Prof Syafri K Arief perawat mengalami stres berat akibat kejadian ini.
Kabar terkini, pihak keluarga bayi satu bulan dan RS Wahidin Sudirohusodo
Makassar akhirnya sepakat berdamai dan mengikhlaskan kejadian ini. Dari
keluarga secara spesifik hanya ingin menunggu hasil dari RCA untuk mengetahui
penyebab pasti dari meninggalnya korban bayi satu bulan, inisial DAN.

6. Kasus Obat sirup yang tewaskan 200 anak 99% beracun


Artikel online dalam situs cnbcindonesia.com pada tanggal 14 oktober 2023
memuat berita mengenai obat sirup yang tewaskan 200 anak sejak tahun lalu 99%
beracun. Sebuah produsen obat di Indonesia disebut menggunakan bahan kimia
dengan konsentrasi racun hingga 99% dalam 70 batch obat, hal ini terungkap dari
tuntutan jaksa dalam pengajuan pengadilan.
Sirup obat batuk adalah salah satu produk yang dikaitkan dengan kematian
lebih dari 200 anak pada tahun lalu. Obat sirup ini diduga menggunakan bahan –
bahan dengan konsentrasi toksin hingga 99% dalam 70 batch obatnya, kata jaksa
dalam berkas pengadilan. Tuduhan terhadap produsen obat Afi Farma diajukan di
pengadilan di Kediri, provinsi Jawa Timur, tempat perusahaan tersebut bermarkas,
dan Reuters adalah pihak pertama yang melaporkan tuduhan bahwa perusahaan
tersebut menggunakan bahan-bahan yang sangat beracun.
Kasus kriminal ini terjadi ketika ada upaya dunia untuk memperketat
pengawasan rantai pasokan obat-obatan terlarang. Hal ini terjadi setelah gelombang
keracunan akibat sirup obat batuk yang terkontaminasi yang menewaskan puluhan
anak di negara-negara seperti Gambia dan Uzbekistan.

Dua batch propilen glikol, bahan dasar utama obat-obatan berbentuk sirup
yang diterima Afi Farma dari Oktober 2021 hingga Februari 2022 dan digunakan
dalam obat batuknya, mengandung 96% hingga 99% zat beracun, etilen glikol
(EG), terungkap dari lembar dakwaan dalam kasus tersebut dalam pengajuan
pengadilan yang tidak bertanggal

Di sisi lain, pengacara Afi Farma mengungkapkan bahwa tuduhan


keracunan yang disengaja terhadap perusahaan tersebut, dan menambahkan bahwa
regulator obat Indonesia, BPOM, tidak mewajibkan produsen obat untuk
melakukan pengujian ketat terhadap bahan-bahannya. Peraturan BPOM tahun 2018
mengizinkan produsen obat untuk menggunakan tes yang dilakukan oleh pemasok
bahan baku, dan mengharuskan mereka hanya melakukan "tes identifikasi" yang
tidak mengatur pengujian toksisitas.

Izin Afi Farma untuk membuat obat dicabut akhir tahun lalu dan produknya
ditarik dari peredaran karena melanggar aturan produksi. Empat pejabat
perusahaan, termasuk kepala eksekutif dan manajer kendali mutu, telah ditangkap
dan didakwa melakukan kelalaian karena "secara sadar" tidak menguji bahan-bahan
tersebut, meskipun memiliki sarana dan tanggung jawab untuk melakukannya,
menurut lembar dakwaan.

Sebaliknya mereka mengandalkan sertifikat yang diberikan oleh pemasok


mengenai kualitas dan keamanan produk. Kini jaksa menuntut hukuman penjara
hingga sembilan tahun bagi para pejabat tersebut, menurut lembar dakwaan.
Regulator obat dalam negeri BPOM sebelumnya mengatakan beberapa
pihak dalam rantai pasokan obat telah mengeksploitasi kesenjangan dalam aturan
keamanan dan produsen obat tidak melakukan pemeriksaan yang memadai terhadap
bahan mentah yang digunakan. Kontaminasi ini telah memicu penyelidikan
kriminal, tuntutan hukum, dan peningkatan pengawasan peraturan di seluruh dunia.
REFERENSI

1. Kasus bayi tertukar oleh perawat salah di RS Sentosa Bogor

https://www.metrotvnews.com/read/NleC0e2A-kasus-bayi-tertukar-di-bogor-harus-
jadi-pembelajaran-bagi-rumah-sakit

https://news.republika.co.id/berita/rzfgpa409/telaah-kasus-bayi-tertukar-dinkes-
bogor-libatkan-komite-nasional-keselamatan-pasien

https://megapolitan.okezone.com/read/2023/08/28/338/2872545/buntut-kasus-bayi-
tertukar-5-nakes-dinonaktifkan-rs-sentosa-bogor

https://www.kompasiana.com/fina311/64dabd9708a8b579e7093cd2/bayi-tertukar-
dan-implementasi-pemakaian-gelang-identitas-pasien-di-rumah-sakit

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230812185158-20-985330/kronologi-
bayi-tertukar-selama-11-bulan-di-bogor-terkendala-tes-dna

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230812185158-20-985330/kronologi-
bayi-tertukar-selama-11-bulan-di-bogor-terkendala-tes-dna

https://news.republika.co.id/berita/s06h9a377/kronologi-bayi-tertukar-dan-
perjuangan-siti-menemukan-sang-anak-part1

2. RSUD Kepulauan Meranti diduga salah beri obat, hingga pasien tidak sadarkan diri

https://www.halloriau.com/read-meranti-155000-2021-11-09-rsud-kepulauan-
meranti-diduga-salah-beri-obat-pasien-tidak-sadarkan-diri.html

3. Tenaga kerja di Posyandu Kota Tanggerang memberikan obat kadaluarsa kepada


balita

https://news.republika.co.id/berita/rh0m4p380/nakes-beri-obat-kedaluwarsa-
kepada-balita-begini-nasibnya

4. Pekerja Apotek di Medan salah beri obat kepada pasien


https://hmstimes.com/2020/pekerja-apotek-di-medan-salah-beri-obat/

5. Perawat di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar salah memberikan obat kepada bayi


umur 1 tahun hingga meninggal dunia.

https://health.grid.id/read/353395947/memakan-korban-bayi-1-bulan-rs-wahidin-
sudirohusodo-makassar-akui-salah-beri-obat?page=all
6. Kasus Obat sirup yang tewaskan 200 anak 99% beracun
https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20231014130337-33-480544/terungkap-
obat-sirup-yang-tewaskan-200-anak-99-beracun

Anda mungkin juga menyukai