Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mengamati pemberitaan media massa akhir-akhir ini, terlihat peningkatan
dugaan kasus malpraktek dan kelalaian medik di Indonesia, terutama yang berkenaan
dengan kesalahan diagnosis perawat yang berdampak buruk terhadap pasiennya.
Dalam rentang dua bulan terakhir ini, media massa marak memberitahukan tentang
kasus gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/ atau pidana) kepada perawat, tenaga
medis lain, dan/ atau manajemen rumah sakit yang diajukan masyarakat konsumen jasa
medis yang menjadi korban dari tindakan malpraktik (malpractice) atau kelalaian medis.
Ada berbagai faktor yang melatarbelakangi munculnya gugatan-gugatan malpraktik
tersebut dan semuanya berangkat dari kerugian psikis dan fisik korban.Mulai dari
kesalahan diagnosis dan pada gilirannya mengimbas pada kesalahan terapi hingga
pada kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien (alat bedah tertinggal
didalam bagian tubuh), dan faktor-faktor lainnya.
Masalah dugaan malpraktik medik, akhir-akhir ini, sering diberitakan di media
masa.Namun, sampai kini, belum ada yang tuntas penyelesaiannya.Putusan pengadilan
apakah ada kelalaian atau tidak atau tindakan tersebut merupakan risiko yang melekat
pun belum pernah diambil.Masyarakat hanya melihat dampak dan akibat yang timbul
dari tindakan malpraktik tersebut. Semua bergantung kepada si penafsir masing-masing
(keluarga, media massa, pengacara), dan tidak ada proses hukumnya yang tuntas.
Karena itu sangat perlu bagi kita terutama tenaga medis untuk mengetahui sejauh mana
malpraktek ditinjau dari segi etika dan hukum.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat di lihat masih adanya pelayanan kesehatan
oleh tenagamedis yang kurang memuaskan pada pasien. Maka permasalahan yang
akan di bahas dalam makalah ini adalah tetang permaslahan malpraktek tenaga medis
dan upaya pencegahannya
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian malpraktek
2. Legalitas dalam keperawatan
3. kasus penyimpangan mal praktek keperawatan

1
D. Manfaat Penulisan
1. Menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan terutama dalam
ilmu keperawatan
2. Memahami permasalahan yang berkaitan dengan malpraktek tenaga medis serta
upaya-upaya mencegahnya
3. Memahami tunttutan hokum terhadap malpraktek tenaga medis

2
BAB II
KASUS MALPRAKTEK

Nasib memilukan dialami Adiyatma Sekan Altaya, seorang balita yang dilahirkan secara
prematur di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Bayi yang masih berusia enam bulan itu,
diduga menjadi korban malpraktik oleh tim medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kajen.

Putra pertama pasangan Ubaidilah (23) dan Karimah (18) Warga Madukaran RT 1/3 Kelurahan
Kedungwuni Barat ini mengalami kerusakan pada bagian hidungnya. Tulang hidung sebagai
sekat yang memisahkan di antara dua lubang hidung bayi itu rusak usai menjalani perawatan di
inkubator.

Bersdasarkan cerita keluarga, kejadian bermula saat bayi malang ini lahir dalam keadaan fisik
lemah atau drop. Kemudian, oleh tim medis dilakukan penanganan dan dimasukkan kedalam
alat inkubator.

Selama 15 hari dari 33 hari masa perawatan, hidung bayi malang itu diberi selang pernafasan
hingga akhirnya terjadi pendarahan di bagian hidung. Namun nahas, sesaat setelah alat bantu
selang pernapasan dilepas. Sekat hidung balita itu terluka dan tidak dalam kondisi normal atau
lubang hidung menjadi bolong menjadi satu bagian.

"Saya sebagai ayah korban menyesalkan tindakan tim medis RS kepada anak saya hingga
mengalami seperti ini setelah menjalankan perawatan bayi dalam inkubator," ucap Ubaidillah,
Kamis 12 Oktober 2017.

3
Ia menerangkan, jika kondisi hidung anaknya rusak setelah beberapa lama berada di inkubator
pasca-dilahirkan. Padahal di awal kelahirannya itu pada 8 April 2017 lalu, kondisi anaknya
normal.

"Kami keluarga menduga kalau kerusakan pada bentuk hidung anak saya ini kemungkinan
dikarenakan terlalu lama menggunakan selang oksigen sejak dalam perawatan di inkubator itu,"
kata dia.

Minta RSUD Kajen Bertanggungjawab

Ia pun sempat menuntut pihak rumah sakit agar bertanggungjawab mengembalikan kondisi
hidung anaknya dengan bedah plastik. Atau segera dilakukan tindakan oprasi menggunakan
fasilitas pasien umum, bukan pasien BPJS Kesehatan.

"Jadi begini kenapa saya minta untuk pasien reguler atau umum dan dibiayai pihak RSUD
Kajen. Karena sekeluarga sudah kapok kalau pakai BPJS dari pemerintah itu pelayananya
berbeda," kata dia.

Oleh pihak RSUD Kajen pun tuntutan dalam hal ini keluarga korban dipenuhi tapi dengan syarat
menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan. Kendati demikian, tawaran dari pihak rumah sakit
ditolak oleh keluarga meskipun juga biaya transport dan kebutuhan akomodasi hidup dibantu
pihak RSUD Kajen.

"Pokoknya kami maunya ditanggung dengan biaya pasien umum. Bukan BPJS Kesehatan," dia
memungkasi

diyatma Serkan Altaya kehilangan sekat diantara kedua lubang hidungnya. Keluarga menuding
RSUD Karanganyar Pekalongan melakukan malpraktik. Pihak RSUD menampik melakukan
malpraktik, namun kejadian itu sebagai resiko medis.

Adiyatman adalah anak pertama pasangan Ubaidiah (20) dan Karimah (18), warga RT 01 RW
03 Kelurahan Kedungwuni Barat, Kecamatan Kedungwuni , Kabupaten Pekalongan. Dia
mengalami cacat hidung akibat penanganan medis pasca kekahirannya yang prematur.

Anggota Komite Medis RSUD Karanganyar, dr M Hasyim Purwadi, menjelaskan penilaian jika
pihaknya melakukan malpraktik yang mengakibatkan hilangnya sekat hidung Adiyatma. Dia
mengistilahkan kejadia itu sebagai bagian dari resiko medis.

"Itu bukan malpraktik. Ini termasuk kondisi resiko medis, kalau tidak di pasang ini (selang) dia
mati," kata dia, Sabtu (14/10/2017).

Menurutnya, tim medis terpaksa memasang selang oksigen yang lama, untuk menyelamatkan
bayi, karena kondisi prematur dan susah bernafas.

"Yang diutamakan dulu adalah penyelamatan nyawa. Kalau yang ini kan karena komplikasi
pemasangan alat, karena oksigen yang terpasang terus menerus memang bisa komplikasi
hidungnya kering," jelasnya.

4
Dijelaskannya, RSUD akan bertanggungjawab penuh dan telah melakukan koordinasi dengan
pihak Rumah Sakit Karyadi Semarang guna penanganan medis selanjutnya. Pihaknya
sebenarnya menunggu kesediaan pihak keluarga untuk diantar ke RS Karyadi.

"Kita sebenarnya tengah menunggu, namun kemarin datangnya malah somasi," jelas M
Hasyim.

Sedangkan penasihat hukum keluarga, Muhamad Yusuf, tetap menuding kejadian itu sebagai
malpraktik karena faktor pemasangan selang yang salah tidak sesuai prosedur.

"Pemasangan yang salah, tidak sesuai prosedur. Anak bayi dipasangi selang dalam waktu
lama, seharusnya dalam satu minggu sekali dikontrol pemasangan," jelas Yusuf.

Adiyatma lahir di RSUD Karanganyar 6 bulan lalu hanya berbobot 1,5 kg dengan panjang 40
cm. Oleh petugas medis RSUD, bayi itu lalu dimasukan ke inkubator, sedangkan untuk
pernafasannya dibantu selang oksigen yang dimasukan ke dalam hidung. Dari total perawatan
medis selama 33 hari, bayinya dipasang selang oksigen selama 15 hari.

"Lahir langsung masuk kotak itu (inkubator) dan diberi bantuan nafas selang. Saya baru tahu
bila hidungnya menjadi cacat, saat selang dibuka. Tadinya bayinya normal, saat ini tidak ada
sekat hidung," tutur Karimah, ibunda si bayi.

Ternyata kondisi hidung rusak yang dialami seorang bayi enam bulan bernama Adiyatma Sekan
Altaya sudah dirasakan sejak lima bulan belakangan. Pihak RSUD Kajen, Kabupaten
Pekalongan yang menangani balita itu sempat lepas tangan dan mengabaikan tuntutan dari
keluarga korban.

Akhirnya perjuangan kedua orangtua bayi laki-laki berusia enam bulan itu mulai mendapatkan
respons. Putera pertama pasangan Ubaidilah (23) dan Karimah (18) Warga Madukaran RT 1/3
Kelurahan Kedungwuni Barat ini mengalami cacat pada bagian hidungnya.

Keluarga korban pun mengaku lega setelah surat yang dikirimkan ke Bupati Pekalongan Asip
Kholbihi ditindaklanjuti pihak rumah sakit, dengan mendatangkan dokter guna dirujuk ke Rumah
Sakit Karyadi, Semarang.

"Kami pokoknya ingin pihak RSUD Kajen bertanggungjawab untuk mengembalikan kondisi
hidung anaknya kembali normal. Alhamdullilah setelah berkali-kali berusaha mengirimkan surat
ke pak Bupati langsung mendapatkan respons," ucap Karimah ibunda korban, Kamis 12
Oktober 2017.

Karimah mengaku, apa yang dialami putera pertamanya itu, tak diketahuinya secara pasti. "Ini
tahu-tahunya kok sudah berlubang padahal awalnya normal. Kondisi jadi kaya gitu ya habis
dirawat menggunakan alat inkubator," beber dia.

5
Seperti diketahui, nasib memilukan dialami Adiyatma Sekan Altaya seorang balita yang
dilahirkan secara prematur di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Bayi yang masih berusia
enam bulan itu, diduga menjadi korban malpraktek oleh tim medis di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Kajen.

Putera pertama pasangan Ubaidilah (23) dan Karimah (18) Warga Madukaran RT 1/3
Kelurahan Kedungwuni Barat ini mengalami cacat pada bagian hidungnya. Tulang hidung
sebagai sekat yang memisahkan diantara dua lubang hidung bayi itu rusak usai menjalani
perawatan di inkubator.

Menurut pihak keluarga, kejadian bermula saat bayi malang ini lahir dalam keadaan fisik lemah
atau drop. Kemudian, oleh tim medis dilakukan penanganan dan dimasukkan kedalam alat
inkubator.

Selama 15 hari dari 33 hari masa perawatan, hidung bayi malang itu diberi selang pernafasan
hingga akhirnya terjadi pendarahan dibagian hidung.

Namun nahas, sesaat setelah alat bantu selang pernapasam dilepas. Sekat hidung terluka dan
tidak dalam kondisi normal atau lubang hidung menjadi bolong menjadi satu bagian.

6
BAB III
PEMAHASAN

A. Analisis Kasus
Masalah dugaan malpraktik medik, akhir-akhir ini, sering diberitakan di media
masa. Dugaan kasus malpraktek yang terbaru adalah kasus malpraktek mauren yang
mengalami patah tungkai. Namun, sampai kini, belum ada yang tuntas penyelesaiannya.
Tadinya masyarakat berharap bahwa UU Praktik perawat itu akan juga mengatur
masalah malpraktek medik. Namun, materinya ternyata hanya mengatur masalah
disiplin, bersifat intern. Walaupun setiap orang dapat mengajukan ke Majelis Disiplin
perawat, tetapi hanya yang menyangkut segi disiplin saja. Untuk segi hukumnya,
undang-undang merujuk ke KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) bila terjadi
tindak pidana.
Indonesia berdasarkan hukum tertulis, seharusnya tetap terbuka putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap menjadi yurisprudensi.
Masyarakat semakin sadar terhadap masalah pelayanan kesehatan, DPR yang baru
harus dapat menangkap kondisi tersebut dengan berinisiatif membentuk Undang-
Undang (UU) tentang Malpraktik Medik, sebagai pelengkap UU Praktik Keperawatan.
Bagaimana materinya, kita bisa belajar dari negara-negara yang telah memiliki
peraturan tentang hal tersebut. Harapan masyarakat, ketika mereka merasa dirugikan
akibat tindakan medis, landasan hukumnya jelas. Sedangkan di pihak para medis,
setiap tindakannya tidak perlu lagi dipolemikan sepanjang sesuai undang-undang.
Ketidakter cantuman istilah dan definisi menyeluruh tentang malpraktek dalam
hukum positif di Indonesia, ambiguitas kelalaian medik dan malpraktek yang berlarut-
larut, hingga referensi-referensi tentang malpraktek yang masih dominan diadopsi dari
luar negeri yang relevansinya dengan kondisi di Indonesia masih dipertanyakan. Inovasi
pemerintah guna menangani kasus malpraktek dan sengketa medik adalah lahirnya
RUU Praktik Keperawatan. Dalam beberapa pasal, RUU Praktik Keperawatan memang
memberikan kepastian hukum bagi dokter sekaligus perlindungan bagi pasien. Secara
substansial, RUU yang terdiri dari 182 pasal ini memuat pasal-pasal yang implisit
dengan teori-teori pembelaan perawat yang umumnya digunakan dalam peradilan. RUU
Praktek Keperawatan memungkinkan sebuah sistem untuk meregulasi pelayanan medis
yang terstandardisasi dan terkualifikasi sehingga probabilitas terjadinya malpratek dapat
diatasi seminimal mungkin. Dengan dicantumkannya peraturan pidana dan perdata

7
serta peradilan profesi tenaga medis, harapan perlindungan terhadap pasien dapat
terealisasi.
Salah satu upaya untuk menghindarkan dari malpraktek adalah adanya informed
consent (persetujuan) untuk setiap tindakan dan pelayanan medis pada pasien. Hal ini
sangat perlu tidak hanya ntuk melindungi dari kesewenangan tenaga kesehatan seperti
doter atau bidan, tetapi juga diperlukan untuk melindungi tenaga kesehatan dari
kesewenangan pasien yang melanggar batas-batas hukum dan perundang-undangan
malpraktek. Kasus Mauren mauren memang harus dianalisi oleh pihak-pihak terkait
untuk menentukan dugaan-dugaan yang muncul dan penyelesaian yang diajukan untuk
mengatasi kasus ini.

B. Malpraktek Ditinjau dari Segi Hukum


1. Sangsi hukum
Jika perbuatan malpraktik yang dilakukan perawat terbukti dilakukan dengan
unsur kesengajaan (dolus) dan ataupun kelalaian (culpa) seperti dalam kasus
malpraktek dalam bidang orthopedy yang kami ambil, maka adalah hal yang sangat
pantas jika perawat yang bersangkutan dikenakan sanksi pidana karena dengan
unsur kesengajaan ataupun kelalaian telah melakukan perbuatan melawan hukum
yaitu menghilangkan nyawa seseorang. Perbuatan tersebut telah nyata-nyata
mencoreng kehormatan perawat sebagai suatu profesi yang mulia.
Pekerjaan profesi bagi setiap kalangan terutama perawat tampaknya harus
sangat berhati-hati untuk mengambil tindakan dan keputusan dalam menjalankan
tugas-tugasnya karena sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Tuduhan
malpraktik bukan hanya ditujukan terhadap tindakan kesengajaan (dolus) saja.Tetapi
juga akibat kelalaian (culpa) dalam menggunakan keahlian, sehingga mengakibatkan
kerugian, mencelakakan, atau bahkan hilangnya nyawa orang lain. Selanjutnya, jika
kelalaian perawat tersebut terbukti merupakan tindakan medik yang tidak memenuhi
SOP yang lazim dipakai, melanggar Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, maka perawat tersebut dapat terjerat tuduhan malpraktik dengan sanksi
pidana.
Dalam Kitab-Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kelalaian yang
mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain. Pasal 359, misalnya
menyebutkan, “Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama

8
satu tahun”. Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan
jiwa seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 360 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), (1) ‘Barang siapa karena
kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun’. (2)
Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa
sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga
ratus rupiah.
Pemberatan sanksi pidana juga dapat diberikan terhadap perawat yang
terbukti melakukan malpraktik, sebagaimana Pasal 361 Kitab-Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP), “Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan
dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan
sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam
mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya
diumumkan.” Namun, apabila kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan malpraktik
yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa dan atau hilangnya nyawa orang
lain maka pencabutan hak menjalankan pencaharian (pencabutan izin praktik) dapat
dilakukan.
Berdasarkan Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Tindakan malpraktik juga dapat berimplikasi pada gugatan perdata oleh seseorang
(pasien) terhadap dokter yang dengan sengaja (dolus) telah menimbulkan kerugian
kepada pihak korban, sehingga mewajibkan pihak yang menimbulkan kerugian
(dokter) untuk mengganti kerugian yang dialami kepada korban, sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 1365 Kitab-Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), “Tiap
perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut.” Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian (culpa)
diatur oleh Pasal 1366 yang berbunyi: “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja
untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang
disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.”
2. Kepastian hukum

9
Melihat berbagai sanksi pidana dan tuntutan perdata yang tersebut di atas
dapat dipastikan bahwa bukan hanya pasien yang akan dibayangi ketakutan. Tetapi,
juga para dokter akan dibayangi kecemasan diseret ke pengadilan karena telah
melakukan malpraktik dan bahkan juga tidak tertutup kemungkinan hilangnya profesi
pencaharian akibat dicabutnya izin praktik. Dalam situasi seperti ini azas kepastian
hukum sangatlah penting untuk dikedepankan dalam kasus malpraktik demi
terciptanya supremasi hukum. Apalagi, azas kepastian hukum merupakan hak setiap
warga negara untuk diperlakukan sama di depan hukum (equality before the law)
dengan azas praduga tak bersalah (presumptions of innocence) sehingga jaminan
kepastian hukum dapat terlaksana dengan baik dengan tanpa memihak-mihak siapa
pun.
Hubungan kausalitas (sebab-akibat) yang dapat dikategorikan seorang dokter
telah melakukan malpraktik, apabila (1) Bahwa dalam melaksanakan kewajiban
tersebut, perawat telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipakai. (2)
Pelanggaran terhadap standar pelayanan medik yang dilakukan merupakan
pelanggaran terhadap Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). (3) Melanggar UU
No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
C. Malpraktek Ditinjau dari Segi Etika
Ditinjau dari Sudut Pandang Etika (Kode Etik Kedokteran Indonesia /KODEKI)
Etika punya ari yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna yang
berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang
moralitas. Moralitas adalah hal-hal yang menyangkut moral, dan moral adalah sitem
tentang motifasi, perilaku dan perbuatan manusia yang dianggap baik atau buruk. Franz
Magnis Suseno menyebut etika sebagai ilmu yang mencari orientasi bagi usaha
manusia untuk menjawab pertanyaan yang amat fundamental: bagaimana saya harus
hidup dan bertindak?. Bagi seorang sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku
orang-orang dari lingkungan budaya tertentu. Bagi praktisi professional termasuk dokter
dan tenaga kesehatan lainnya, etika berarti kewajiban dan tanggungjawab memenuhi
harapan profesi dan masyarakat, serta bertindak dengan cara-cara yang professional,
etika adalah salah satu kaidah yang menjaga terjadinya interaksi antara pemberi dan
penerima jasa profesi secara wajar, jujur, adil, professional dan terhormat.
Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; “ seorang dokter harus senantiasa
berupaya melaksanakan profesinya sesuai denga standar profesi tertinggi”. Jelasnya
bahwa seeorang perawat dalam melakukan kegiatan keperawat nya sebagai seorang

10
proesional harus sesuai dengan ilmu ke keperawatan mutakhir, hokum dan agama.
KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa “setiap dokter hrus senantiasa mengingat
akan kewajiban melindungi hidup insani”. Arinya dalam setiap tindakan perawat harus
betujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagiaan manusia.

Peran pengawasan terhadap pelanggaran kode etik (KODEKI) sangatlah perlu


ditingkatkan untuk menghindari terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang mungkin
sering terjadi yang dilakukan oleh setiap kalangan profesi-profesi lainnya seperti halnya
advokat/pengacara, notaris, akuntan, dll.Pengawasan biasanya dilakukan oleh lembaga
yang berwenang untuk memeriksa dan memutus sanksi terhadap kasus tersebut seperti
Majelis Kode Etik.Dalam hal ini Majelis Kode Etik Keperawatan (MKEK). Jika ternyata
terbukti melanggar kode etik maka dokter yang bersangkutan akan dikenakan sanksi
sebagaimana yang diatur dalam Kode Etik Keperawatran Indonesia. Karena itu seperti
kasus yang ditampilkan maka juga harus dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur
dalam kode etik.
Namun, jika kesalahan tersebut ternyata tidak sekedar pelanggaran kode etik
tetapi juga dapat dikategorikan malpraktik maka MKEK tidak diberikan kewenangan oleh
undang-undang untuk memeriksa dan memutus kasus tersebut.
Lembaga yang berwenang memeriksa dan memutus kasus pelanggaran hukum
hanyalah lembaga yudikatif. Dalam hal ini lembaga peradilan. Jika ternyata terbukti
melanggar hukum maka perawat yang bersangkutan dapat dimintakan pertanggung
jawabannya. Baik secara pidana maupun perdata. Sudah saatnya pihak berwenang
mengambil sikap proaktif dalam menyikapi fenomena maraknya gugatan malpraktik.
Dengan demikian kepastian hukum dan keadilan dapat tercipta bagi masyarakat umum
dan komunitas profesi. Dengan adanya kepastian hukum dan keadilan pada
penyelesaian kasus malpraktik ini maka diharapkan agar para perawat tidak lagi
menghindar dari tanggung jawab hukum profesinya.

D. Malpraktek Ditinjau dari Sudut Pandang Agama


Ditinjau dari Sudut Pandang Agama. Adapun agama–agama memandang
malpraktek, khususnya yang menyebabkan kematian atau bisa pasien kehilangan
nyawanya. Menurut pandangan Islam. Dikatakan bahwa jatah hidup itu merupakan
ketentuan yang menjadi hak prerogatif Tuhan, biasanya disebut juga haqqullâh (hak
Tuhan), bukan hak manusia (haqqul âdam). Artinya, meskipun secara lahiriah atau

11
tampak jelas bahwa saya menguasai diri saya sendiri, tapi saya sebenarnya bukan
pemilik penuh atas diri saya sendiri. Untuk itu, saya harus juga tunduk pada aturan-
aturan tertentu yang kita imani sebagai aturan Tuhan. Atau, meskipun saya memiliki diri
saya sendiri, tetapi saya tetap tidak boleh membunuh diri.
Dari sini dapat kita katakana bahwa, sebagai individu saja kita tidak berhak atas
diri atau kehidupan yang kita miliki, apalagi kehidupan orang lain. Karena itu maka
setiap tindakan yang oada akhirnya menghilangkan hidup atau nyawa seseorang bisa
dianggap sebagai satu tindakan yang melanggar hak prerogatif Tuhan. Dengan
demikian segala macam tindakan malpraktek adalah suatu pelanggaran.

12
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Atas dasar beberapa uraian yang telah disebutkan di muka kiranya dapat diambil
suatu kesimpulan sehubungan dengan masalah malpraktek bidan, adalah sebagai
berikut:
Kasus malapraktek merupakan suatu kasus yang menarik, yang sering dialami
oleh masyarakat, dan yang sekaligus merupakan manifestasi dari kemajuan teknologi
kesehatan dengan berbagai peralatannya yang canggih. Sementara itu dengan semakin
banyaknya kasus malpraktek yang disidangkan di Pengadilan dan bermunculannya
berita-berita tentang malpraktek tenaga medis di mass media karena kegagalannya
dalam berpraktek sehingga mengakibatkan cidera-nya atau meninggalkan pasien,
menunjukkan bahwa tingkat kesadaran hukum masyarakat mulai meningkat, sehingga
perpaduan antara kedua hal tersebut di atas akan menimbulkan suatu perbenturan atau
sengketa.
Sedangkan altrnatif untuk menyelesaikan sengketa itu sendiri, untuk sementara
waktu ini belum memadai, sehingga kasus-kasus malpraktek dijumpai kandas di
pemeriksaan sidang pengadilan. Oleh sebab sangst diperlukan adanya suatu pemikiran-
pemikiran yang jernih dari para arsitek hukum untuk mene-mukan alternatif apa yang
dapat dipakai dalam menghadapi kasus-kasus malpraktek tersebut, sebab kasus ini
sangat banyak berkaitan dengan kepentingan masyarakat, khususnya bagi yang merasa
dirugikannya.

13

Anda mungkin juga menyukai