A. PENDAHULUAN
1. What : Kasus apa yang terjadi?
Dugaan RSUD Subang menolak pasien hamil yang sedang kritis sehingga
meninggal dunia.
Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa ada ibu (K) 39 tahun hamil tua sedang
dalam keadaan kritis muntah darah dibawa oleh bidan puskesmas ke RSUD
Subang tanpa melalui SOP Rujukan, setibanya di RS pasien tersebut masuk
dalam kriteria gawat darurat dan di lakukan penanganan awal di IGD Umum
kemudian di lakukan pemindahan ke bagian Poned. Ketika Pasien di pindah ke
bagian Poned terjadi masalah dimana Puskesmas yang merujuk tidak
berkoordinasi terlebih dahulu dengan RS dan ICU di RSUD Subang sedang
penuh sehingga keluarga menyimpulkan bahwa RSUD Menolak Pasien Hamil
tersebut. Kemudian keluarga pasien membawa pasien ke RS Hasan Sadikin
Bandung. Ketika diperjalanan kurang lebih setengah jam, ibu hamil tersebut
sudah tidak bernyawa lagi atau meninggal dunia.
2. Who : Siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut?
Keluarga pasien, Bidan dan Puskesmas Tanjung Siang, Dokter dan seluruh
tenaga kesehatan di RSUD Subang, Direktur RSUD Subang, Dinas Kesehatan
Subang dan Sistem rujukan (SPGDT/Sijariemas).
3. When : Kapan terjadinya kasus tersebut?
Tanggal 16 Februari 2023
4. Where : Dimana Terjadinya kasus tersebut?
Desa Buniara, Kecamatan Tanjung Siang, Kabupaten Subang.
5. Why : Mengapa kasus tersebut bisa terjadi?
Kasus tersebut bisa terjadi karena beberapa faktor diantaranya:
Faktor kebudayaan: lebih mempercayai paraji atau dukun bayi
daripada petugas kesehatan, sehingga ketika sudah parah atau gagal
ditolong paraji baru mencari pertolongan ke tenaga kesehatan.
Faktor pendidikan : kesalahan komunikasi atau salah persepsi bisa
terjadi karena mayoritas pasien terutama yang berada di pedesaan
pendidikannya kurang sehingga tenaga kesehatan harus berhati-hati
dan menjelaskan secara rinci agar tidak terjadi kesalahan pengkapan
informasi yang disampaikan,
Faktor keterbatasan Alat di Puskesmas: di dalam artikel dijelaskan
bahwa ketika sampai di puskesmas, pasien tersebut tidak diberikan
tindakan dan obat karena keterbatasan alat. Hal ini sering ditemui
terutama di Puskesmas wilayah Lebak, sehingga penanganan pasien
jadi terlambat.
Faktor sistem rujukan: dalam artikel tidak dijelaskan sistem rujukan
atau SPGDT/Sijari emas yang berperan pentingan dalam komunikasi
antara Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTRL) mengenai kondisi pasien dan
ketersediaan tempat dan alat di RS.
6. How : Bagaimana cara penyelesaian masalahnya dan cara pencegahannya?
Penyelesain kasus sengketa medik bisa diselesaikan dengan cara litigasi
(pengadilan) atau Non litigasi (diluar pengadilan).
Penyelesaian Non litigasi (diluar pengadilan) yang biasa digunakan adalah
negosiasi (diselesaikan kedua belah pihak tanpa bantuan pihak ketiga) dan
mediasi (diselesaikan kedua belah pihak dengan bantuan pihak ketiga yaitu
mediator). Dalam kasus dijelaskan bahwa Kepala Dinas Kesehatan dan
Direktur RSUD Subang mengungkapkan penyesalan terhadap kasus tersebut
dan berjanji untuk memperbaiki mutu pelayanan. Ini merupakan bentuk dari
penyelesaian secara negosiasi.
Perbaikan kedepannya agar kasus tersebut bisa dicegah yaitu harus ada
evaluasi dari berbagai pihak yaitu:
Dari pihak RSUD : melakukan evaluasi tentang SOP penanganan
kegawatdaruratan pasien, SOP transfer pasien, dan SOP penyampaian
informasi kepada pasien.
Dari pihak keluarga pasien : ketika ada informasi yang kurang jelas
maka sebaiknya ditanyakan kepada pemberi informasi agar tidak
terjadi kesalahpahaman dan tidak langsung menyimpulkan sendiri
informasi yang diterima.
Dari pihak Pemerintah/Dinas Kesehatan: sistem rujukan yang jelas
seperti SPGDT atau Sijari Emas khususnya dilebak. Ada batas waktu
untuk menunggu jawaban kapan pasien harus dirujuk, Rumah sakit
mana yang siap baik secara SDM maupun fasilitas kesehatan untuk
menerima pasien tersebut sehingga FKTP tidak terlalu lama
menunggu.