Anda di halaman 1dari 5

TUGAS KELOMPOK AGENDA II HARI KE-3: ANALISIS ARTIKEL

KELOMPOK 3 (Kelompok Kecil II)


Anggota : 1. Ns. Jessita Putri Dhiary,S.Kep (Moderator)
2. dr. Aulia Rahmawati (Notulensi Diskusi)
3. Rival Aulia Fahmi,S.Kep.Ners (Notulensi PPT)
4. Saepul Bahri, S.Kep.Ners (Host/Editor)
5. dr.Sundari Mahendrasari (Dokumentasi)

DIDUGA DITOLAK RSUD SUBANG, IBU HAMIL MENINGGAL DUNIA

A. PENDAHULUAN
1. What : Kasus apa yang terjadi?
Dugaan RSUD Subang menolak pasien hamil yang sedang kritis sehingga
meninggal dunia.
Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa ada ibu (K) 39 tahun hamil tua sedang
dalam keadaan kritis muntah darah dibawa oleh bidan puskesmas ke RSUD
Subang tanpa melalui SOP Rujukan, setibanya di RS pasien tersebut masuk
dalam kriteria gawat darurat dan di lakukan penanganan awal di IGD Umum
kemudian di lakukan pemindahan ke bagian Poned. Ketika Pasien di pindah ke
bagian Poned terjadi masalah dimana Puskesmas yang merujuk tidak
berkoordinasi terlebih dahulu dengan RS dan ICU di RSUD Subang sedang
penuh sehingga keluarga menyimpulkan bahwa RSUD Menolak Pasien Hamil
tersebut. Kemudian keluarga pasien membawa pasien ke RS Hasan Sadikin
Bandung. Ketika diperjalanan kurang lebih setengah jam, ibu hamil tersebut
sudah tidak bernyawa lagi atau meninggal dunia.
2. Who : Siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut?
Keluarga pasien, Bidan dan Puskesmas Tanjung Siang, Dokter dan seluruh
tenaga kesehatan di RSUD Subang, Direktur RSUD Subang, Dinas Kesehatan
Subang dan Sistem rujukan (SPGDT/Sijariemas).
3. When : Kapan terjadinya kasus tersebut?
Tanggal 16 Februari 2023
4. Where : Dimana Terjadinya kasus tersebut?
Desa Buniara, Kecamatan Tanjung Siang, Kabupaten Subang.
5. Why : Mengapa kasus tersebut bisa terjadi?
Kasus tersebut bisa terjadi karena beberapa faktor diantaranya:
 Faktor kebudayaan: lebih mempercayai paraji atau dukun bayi
daripada petugas kesehatan, sehingga ketika sudah parah atau gagal
ditolong paraji baru mencari pertolongan ke tenaga kesehatan.
 Faktor pendidikan : kesalahan komunikasi atau salah persepsi bisa
terjadi karena mayoritas pasien terutama yang berada di pedesaan
pendidikannya kurang sehingga tenaga kesehatan harus berhati-hati
dan menjelaskan secara rinci agar tidak terjadi kesalahan pengkapan
informasi yang disampaikan,
 Faktor keterbatasan Alat di Puskesmas: di dalam artikel dijelaskan
bahwa ketika sampai di puskesmas, pasien tersebut tidak diberikan
tindakan dan obat karena keterbatasan alat. Hal ini sering ditemui
terutama di Puskesmas wilayah Lebak, sehingga penanganan pasien
jadi terlambat.
 Faktor sistem rujukan: dalam artikel tidak dijelaskan sistem rujukan
atau SPGDT/Sijari emas yang berperan pentingan dalam komunikasi
antara Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTRL) mengenai kondisi pasien dan
ketersediaan tempat dan alat di RS.
6. How : Bagaimana cara penyelesaian masalahnya dan cara pencegahannya?
Penyelesain kasus sengketa medik bisa diselesaikan dengan cara litigasi
(pengadilan) atau Non litigasi (diluar pengadilan).
Penyelesaian Non litigasi (diluar pengadilan) yang biasa digunakan adalah
negosiasi (diselesaikan kedua belah pihak tanpa bantuan pihak ketiga) dan
mediasi (diselesaikan kedua belah pihak dengan bantuan pihak ketiga yaitu
mediator). Dalam kasus dijelaskan bahwa Kepala Dinas Kesehatan dan
Direktur RSUD Subang mengungkapkan penyesalan terhadap kasus tersebut
dan berjanji untuk memperbaiki mutu pelayanan. Ini merupakan bentuk dari
penyelesaian secara negosiasi.
Perbaikan kedepannya agar kasus tersebut bisa dicegah yaitu harus ada
evaluasi dari berbagai pihak yaitu:
 Dari pihak RSUD : melakukan evaluasi tentang SOP penanganan
kegawatdaruratan pasien, SOP transfer pasien, dan SOP penyampaian
informasi kepada pasien.
 Dari pihak keluarga pasien : ketika ada informasi yang kurang jelas
maka sebaiknya ditanyakan kepada pemberi informasi agar tidak
terjadi kesalahpahaman dan tidak langsung menyimpulkan sendiri
informasi yang diterima.
 Dari pihak Pemerintah/Dinas Kesehatan: sistem rujukan yang jelas
seperti SPGDT atau Sijari Emas khususnya dilebak. Ada batas waktu
untuk menunggu jawaban kapan pasien harus dirujuk, Rumah sakit
mana yang siap baik secara SDM maupun fasilitas kesehatan untuk
menerima pasien tersebut sehingga FKTP tidak terlalu lama
menunggu.

B. HUBUNGAN DENGAN PERILAKU ASN BERAKHLAK


 Berorientasi pelayanan
Pada kasus dijelaskan bahwa pasien tersebut sudah ditangani oleh IGD umum
walaupun bidan Puskesmas tidak membawa surat rujukan dan tidak
berkordinasi dengan RSUD. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan
Nomor 36 Tahun 2009 yang berisi semua pasien gawat darurat wajib ditolong
sesuai dengan kemampuan penolong tanpa meminta imbalan uang muka.
Kemudian bila ada pasien datang gawat darurat pada kondisi RS/IGD penuh,
maka RS tidak boleh menolak pasien. Hal ini dijelaskan dalam Undang-
undang RS Nomor 29 Huruf H yang berbunyi setiap RS wajib memberikan
pelayanan gawat darurat sesuai dengan kemampuan pelayanan.
Kriteria Gawat Darurat berdasarkan Permenkes NO 47 tahun 2018, yaitu:
a. Mengancam nyawa atau membahayakan diri,orang lain serta lingkungan
mislnya pada kasus psikiatri dengan upaya bunuh diri.
b. Adanya gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi
c. Adnya gangguan hemodinamik
d. Memerlukan tindakan segera seperti kasus Acute Coronary Syndrom
(ACS)
 Akuntabel
 Kompeten
Bidan sudah melakukan rujukan ke pihak yang memiliki kemampuan sesuai
kompetensinya karena kasus tersebut tidak bisa ditangani oleh bidan dan
Puskesmas. Walaupun dalam kasus ini rujukan yang dilakukan tidak sesuai
standar yang berlaku.
 Harmonis
Pada kasus tidak dijelaskan latar belakang pasien tersebut dan jaminan pasien
tersebut menggunakan umum/BPJS. Dalam hal ini, RS tidak boleh membeda-
bedakan pelayanan kepada pasien umum dan BPJS. Semunya diberikan
pelayanan yang sama sesuai dengan kondisinya.
 Loyal
Tindakan Bidan yang mengutamakan keselamatan pasien dengan segera
membawa ke RS karena khawatir pasien mengalami perburrukan kondisi.
 Adaptif
 Kolaboratif
Tidak adanya kolaborasi antara bidan yang merujuk dengan RS, hal ini
terbukti dengan tidak dilakukannya SOP rujukan sehingga menimbulkan
masalah yang sebenarnya bisa diantisipasi jika perujuk dan Rs berkolaborasi
dengan baik.
Kolaborasi juga tidak terjadi di dalam lingkup Puskesmas, karena biasanya
pasien resiko tinggi seperti pada kasusu Ny K hamil dengan usia 39 Tahun,
merupakan kasus kehamilan dengan resiko tinggi jadi sebaiknya kehamilannya
di pantau dan dikonsulkan dengan Dokter Puskesmas sehingga bisa di
antisipasi untuk rencana persalinannya bisa dilakukan di Puskesmas atau di
rujuk ke RS.
Bidan desa juga harusnya bisa berkolaborasi dengan Dukun bayi/paraji dengan
melibatkan lintas sektor, sehingga semua persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan bukan dukun bayi/paraji.

C. MENGAPA HAL TERSEBUT SELALU BERULANG?


Hal tersebut berulang bisa karena berbagai faktor, salah satunya adalah masalah
Fasilitas RSUD yang kurang memadai, dana yang tidak mencukupi untuk melakukan
atau membeli alat kesehatan yang dibutuhkan untuk meningkatkan mutu pelayanan.
Masalah komunikasi yang kurang efektif sehingga menimbulkan kesalah pahaman
antar keluarga pasien dengan RS.
Evaluasi semua sistem yang berkesinambungan belum dilaksanakan sepenuhnya
sehingga kasus yang sama bisa terulang kembali.
D. SANKSI YANG DIBERIKAN SESUAI ATURAN YANG BERLAKU
Sanksi yang diberikan jika RS tersebut terbukti melakukan kelalaian atau malpraktik
maka dapat dikenakan pasal 359 atau 360 KUHP yang berbunyi karena kesalahannya
mengakibatkan orang meninggal dipidana 5 Tahun.
Jika tidak terbukti melakukan kelalaian atau malpraktik, maka RS dan dinas
Kesehatan melakukan audiensi dengan keluarga pasien serta media untuk
membersihkan nama baik RS agar masyarakat kembali percaya dengan RS tersebut.

Anda mungkin juga menyukai