Anda di halaman 1dari 6

Nama : Widia Cyntia Bela

NIM : I1032191016

Prodi : Keperawatan / Apk

ISU ETIK KEPERAWATAN

A. Pendahuluan

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah


satu indikator positif meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Sorotan
masyarakat yang cukup tajam atas pelayanan kesehatan, khususnya dengan
terjadinya berbagai kasus malpraktek medis yang secara tidak langsung telah dikaji
dari berbagai aspek hukum.

Masalahnya tidak setiap upaya pelayanan kesehatan hasilnya selalu


memuaskan semua pihak terutama klien, yang pada gilirannya dengan mudah
menimpakan beban kepada klien bahwa telah terjadi malpraktek.

Salah satu kasus malpraktek yang terjadi adalah anak yang meninggal
setelah diberi anti biotik di dalam cairan infusnya. Mengingat semakin maraknya
kemunculan kasus-kasus malpraktek yang terjadi akhir-akhir ini bersamaan dengan
semakin meningkatnya kemajuan dalam pelayanan medis, maka kasus malpraktek
ini harus dikaji sebagai sebuah kasus kriminalitas yang terjadi akibat suatu
kelalaian dan propesionalitas tenaga keperawatan.

B. Latar Belakang
Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan
prinsip-prinsip yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan
untuk melindungi hak-hak manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk
juga keperawatan yang mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin
dalam standar praktek profesional. (Doheny et all, 1982).
 Kasus korban malpraktek di Rumah Sakit sering terjadi di masyarakat dan
merupakan satu dari sekian banyaknya kasus kelalaian yang terjadi di lingkungan
rumah sakit.

1
Kasus ini dimulai dari seorang perawat yang menyuntikan anti biotik
kepada korban. Perawat yang bertugas telah memberikan informasi kepada ibu
korban jika ia akan memberi anti biotik kepada korban. Tetapi, perawat yang
bertugas ini tidak menjelaskan kepada ibu korban untuk apa penyuntikan anti
biotik ini, lalu sangperawat begitu saja memberikan anti biotik keinfus korban.
Sang ibu tidak menanggapi karena tidak mengetahui prosedur penanganan
klien rawat inap dan mengira bahwa semua tindakan sudah ditentukan oleh dokter
yang menangani korban. Sehingga ibu korban mengikuti prosedur waktu itu.
Kasus yang dimulai setelah korban selesai operasi dan dalam keadaan
membaik, lalu perawat menyuntikkan anti biotik di dalam infus korban dan dalam
beberapa menit timbul gejala lalu korban meninggal dunia. Telah dibawa ke KPAI
untuk tujuan agar suara keluaraga korban didengar.

C. Isu Yang diDiskusikan


Kasus malpraktik yang sempat menyita perhatian masyarakat Indonesia terjadi
pada akhir Oktober 2015. Kala itu, korban bernama Falya Raafan Blegur, anak kedua
pasangan Ibrahim Blegur dan Eri Kusrini meninggal akibat dugaan malpraktik yang
dilakukan oleh salah seorang dokter di Rumah Sakit Awal Bros, Bekasi. Falya sempat
dirawat di ruang ICU sejak Kamis, 29 Oktober 2015, sebelum akhirnya
menghembuskan nafas terkahir pada Minggu 1 November 2015.
Pihak keluarga merasa ada sesuatu yang janggal, sehingga mereka tidak dapat
menerima pernyataan dokter bahwa anak kedua mereka telah tiada. Padahal,
beberapa hari sebelumnya, pihak rumah sakit mendiagnosa Falya mengalami
dehidrasi ringan. Menurut pengakuan Ibrahim, anak keduanya itu sudah mulai ceria
dan mulai bermain dengan kakaknya. Bahkan, ia sudah bisa berlarian. Namun nahas,
sebelum diperbolehkan pulang, seorang dokter dilaporkan menyuntikkan cairan ke
dalam infusnya. Setelah disuntik, kondisi Falya mendadak kritis. Sekujur tubuhnya
membiru, muncul bintik-bintik, dan keluar busa dari mulutnya.

D. Pembahasan
Kasus yang banyak menyita perhatian masyarakat serta pihak kepolisian ini
semakin menjadi pertannyaan besar. Mengapa ilmu medis saat ini yang mulai
canggih dan modern masih ada kelalaian dalam penanganan kliennya?.

2
Kasus malpraktik seperti ini sudah beberapa kali terjadi di Indonesia bisa
dikatakan bahwa kelalaian di rumah sakit ini tidak ditangani dengan serius oleh
pemerintah ataupun tenaga kesehatan, yang selalu berakhir dengan pengikhlasan
pihak keluarga karena pengajuan kasus sampai ke polisian menggunakan proses
yang panjang serta biaya otopsi yang tidak murah. Bahkan masih banayak
masyarakat yang tidak berpengalaman atas kasus yang mereka alami. Sehingga
mereka hanya meminta haknya tanpa mereka tahu bagaimana cara mendapatkan
haknya itu.
Dipihak lain seorang perawat yang kemungkinan melakukan kesalahan
memperoleh haknya sebagaimana dalam Pasal 36 UU Nomer 38 Tahun 2014
tentang keperawatab dinyatakan bahwa: Perawat berhak memperoleh perlindungan
hukum sepanjang melaksanakan kewajibannya sesuai dengan standar pelayanan
keperawatan, mendapatkan informasi yang benar, lengkap dan jujur dari pasien
atau keluarganya mengenai kondisi atau penyakit pasien, agar perawat tidak
melakukan kesalahan/kelalaian dalam menentukan diagnose penyakit pasien dan
tidak salah menentukan obat yang akan diberikan padanya. Perawat juga akan
dilindungi pihak rumah sakit tempat mereka melakukan tugasnya. Disini ketua atau
kepala rumah sakit akan memberikan pernyataan kepada keluarga korban kalua
tenaga kesehatan mereka telah melakukan prosedur yang benar, sehingga tidak
semudah itu untuk disalahkan. Ini artinya, jika memang tindakan medis berupa
pemberian obat atau suntikan itu di luar wewenang perawat namun mereka
diberikan pelimpahan itu, maka hal tersebut tidaklah dilarang. Namun dengan
ketentuan (lihat Pasal 65 ayat (3) UU Tenaga Kesehatan):

a.    tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan keterampilan


yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan;
b.    pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi
pelimpahan;
c.    pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan
sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan; dan
d.    tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk pengambilan keputusan sebagai
dasar pelaksanaan tindakan.
Artikel yang saya baca dimana korban yang bernama Falya ini masih
dikatakan balita yang ketahanan tubuhnya bisa naik turun karena faktor dalam

3
ataupun luar. Perawat yang memberikan suntikan anti biotik kepada Falya waktu
itu tidak mengkaji dulu keadaan korban dan tidak mengkaji identitas serta
menjelaskan prosedur terhadap keluarga. Perawat yang bersangkutan menyuntik
begitu saja tanpa memberikan informasi sebelelumnya kepada pihak keluarga apa
fungsi dari suntikan antibiotik tersebut. Bahkan parahnya perawat tersebut
menyuntikkan sunmal (penurun panas) kepada klien yang keadaannya sedang
kritis. Bisa dilihat bagaimana seorang perawat tersebut tidak melakukan tugasnya
sesuai arahan dokter dan menyuntik dengan inisiatif sendiri pada keadaan pasien
yang kritis, padahal dokter yang menangani Falya waktu itu tidak berada di rumah
sakit.
Dalam keadaan mendesak seharusnya seorang perawat harus berpikir kritis
dalam hal ini dengan tindakan yang masih aman dan sesuai kebutuhan yang
diperlukan klien pada saat itu, jika dokter pada saat itu tidak ada di tempat jangan
sampai perawat secara sembarangan memberikan obat ataupun suntik yang tidak
sesuai arahan dokter. Tindakan seperti ini bisa membahayakan klien dan
membahaayakan perawat itu sendiri yang dapat menimbulkan masalah pidana
terhadap dirinya.
Kejadian ini bisa disebabkan beberapa hal yaitu:
1. Tidak mengikuti prosedur kerja yang telah ditentukan sehingga kesalahan
dilakukan seorang perawat kepada klien terjadi, karena klien memiliki
kebutuhan yang berbeda-beda.
2. Tidak mengkaji dulu apa yang sedang dialami klien.
3. Keadaan tubuh klien yang belum siap untuk menerima cairan baru dari luar,
sehingga menyebabkan efek samping berbahaya.
4. Faktor lain, seperti alergi.

E. Kesimpulan
Jadi kesimpulan dari artikel diatas adalah kelalaian seorang perawat yang
memberikan suntik anti biotik keinfus klien yang mengakibatkan kematian
seseorang.
Diharapkan untuk petugas kesehatan lebih berhati-hati dan tidak
menyepelekan klien yang sedang mereka hadapi. Karena kepercayaan seorang
klien kepada tenaga kesahatan sangat besar yang mereka berharap dapat sembuh
dari penyakit yang mereka alami. Dan untuk kepala rumah sakit sendiri harusnya
4
lebih menyeleksi anggota mereka yang melaksanakan tugas, apakah anggotanya
benar-benar layak untuk bertugas di rumah sakit tersebut. Agar kejadian seperti ini
tidak lagi terjadi dikemudian hari.
Bagi para klien ataupun keluarga klien diharapkan lebih dewasa dalam
menyikapi isu-isu tersebut, dengan bekal pengalaman dan pengetahuan yang sudah
banyak diberikan. Klien harus bisa mempertahankan haknya dan lebih cerdik
dalam bertindak.
Pemerintah yang harus selektif dalam bidang kesehatan juga ikut bersama-
sama menjaga etik keperawatan yang ada di Indonesia dengan adanya hukum UU
dan pelatihan bagi para perawat.

5
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan


Ilmiah.Jakarta: Salemba medika.
Hidayat, 2008, Konsep Dasar Keperawatan Jilid 2, Penerbit: Salemba Medika ,
Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta:Rineka Cipta.
Secillia, 2000. Kolaborasi Perawat-Dokter ; Perawatan Orang Dewasa dan Lansia,
EGC. Jakarta.
Carol T,Carol L, Priscilla LM. 1997. Fundamental Of Nursing Care, Third
Edition, by Lippicot Philadelpia, New York.
Ismaini, N. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta : Widya  Medika .
Siegler, Eugenia L, MD and Whitney Fay W, PhD, RN., FAAN , alih bahasa
Indraty.
https://megapolitan.okezone.com/read/2015/11/02/338/1241907/diduga-jadi-
korban-malpraktik-balita-tewas-usai-disuntik

Anda mungkin juga menyukai