BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagai calon bidan yang ahli dan profesional dalam melayani klien, sudah menjadi
suatu kewajiban kita untuk mengetahui lebih dahulu apa saja wewenang yang boleh kita
lakukan dan wewenang yang seharusnya ditangani oleh seorang dokter SpOG sehingga kita
harus meninjau agar tindakan kita tidak
menyalahi PERMENKES yang berlaku.
Akhir-akhir ini sering kita menemukan dalam pemberitaan media massa adanya
peningkatan dugaan kasus malpraktek dan kelalaian medik di Indonesia, terutama yang
berkenaan dengan kesalahan diagnosis bidan yang berdampak buruk terhadap pasiennya.
Media massa marak memberitahukan tentang kasus gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/
atau pidana) kepada bidan, dokter dan tenaga medis lain, dan/ atau manajemen rumah sakit
yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi korban dari tindakan
malpraktik (malpractice) atau kelalaian medis.
Lepas dari fenomena tersebut, ada yang mempertanyakan apakah kasus-kasus itu terkategori
malpraktik medik ataukah sekedar kelalaian (human error) dari sang bidan/dokter. Perlu
diketahui dengan sangat, sejauh ini di negara kita belum ada ketentuan hukum tentang standar
profesi kebidanan yang bisa mengatur kesalahan profesi.
Melihat fenomena di atas, maka saya melalui makalah ini akan membahas tentang
salah satu kasus malpraktik di Indonesia.
B. TUJUAN PENULISAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Profesi, Profesionalisme Bidan, Standar kompetensi bidan, dan
Malpraktik.
Profesi
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu
pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses
sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Jadi profesi bidan adalah
perkerjaan yang membutuhkan kemampuan, dan suatu pengetahuan khusus tentang
kebidanan.
Profesionalisme bidan
Profesionalisme bidan adalah bidan melakukan pekerjaan sesuai dengan ilmu yang
dimilikinya, jadi tidak asal tahu saja. Didasarkan pada disiplin ilmu yang telah dipelajari
seorang bidan.
Malpraktik
Malpraktik adalah istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi
yuridis atau kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan
yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi. Sedangkan difinisi malpraktek profesi
kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau bidan untuk mempergunakan tingkat
kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim
dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang
sama”
2.2 Menganalisa Kasus Malpraktik yang Dilakukan Seorang Bidan.
B. Analisa Kasus
Pada kasus diatas bisa kita ketahui bahwa kelalaian bidan dalam meberikan suntikan
vaksin yang tidak tepat berdampak negative pada klien. Vaksin merupakan bahan antigenik
yang diberikan sedini mungkin yang berguna untuk menghasilkan kekebalan aktif dalam
tubuh terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi
oleh organisme alami penyebab penyakit tersebut. Beberapa jenis vaksin diberikan pada
anak-anak, dengan tujuan untuk mencegah anak menderita suatu penyakit tertentu. Indonesia
sendiri merupakan negara yang sudah mewajibkan vaksinasi ini kepada masyarakat.
Vaksinasi dilakukan dengan gerakan imunisasi balita yang biasanya diadakan di posyandu.
Vaksin dan imunasasi merupakan dua hal yang sangat penting sehingga wajib dilaksanakan.
Vaksin yang biasanya diberikan kepada anak-anak kecil adalah Vaksin Hepatitis B, DTaP,
MMR, virus cacar air, Haemophilus influenza tipe B (Hib)/ Vaksin Meningitis, polio (IPV),
pneumococcal conjugate (PCV), influenza, rotavirus, hepatitis A, Meningokokus conjugate
(MCV4), Human papillomavirus (HPV). Semua pemberian vaksin bertujuan untuk
meningkatkan kekebalan tubuh balita. Jika terjadi perubahan yang negative setelah menerima
suntikan vaksin itu bisa disebabkan karena banyak factor. Perlu diketahui, bahwa reaksi
vaksin tidak hanya disebabkan oleh komponen aktif vaksin itu sendiri, tapi juga dapat
disebabkan oleh sebagian komponen vaksin, bahan pengawet, stabilisator atau komponen
lain. Sebagian besar reaksi vaksin umumnya bersifat ringan, sembuh sendiri dan tidak
mempunyai konsekuensi jangka panjang. Reaksi serius biasanya jarang terjadi dan
frekuensinya sangat rendah.
1. Hepatitis B
Vaksin ini wajib diberikan ke balita bahkan sebelum ia meninggalkan rumah sakit.
Vaksin ini diberikan 12 jam setelah bayi lahir. Vaksin ini diberikan sebanyak 3 kali.
2. Kedua, 1-2 bulan dari vaksin yang pertama harus diberikan lagi
Vaksin ini melindungi bayi dari virus hepatitis B yang sulit disembuhkan yang mana
balita bisa terkena dari ibu yang mengidap hepatitis selama proses persalinan. Virus ini
menyebar melalui kontak darah atau cairan tubuh lain. Efek samping setelah divaksin ini
adalah demam ringan. Menurut Gabrielle Gold-von Simson, MD, asisten profesor pediatri di
NYU Langone Medical Center di New York, demam ringan adalah gejala yang paling umum
dialami balita.
3. Polio
Vakin ini di Indonesia wajib diberikan karena ancaman polio yang masih ada. Vaksin
ini untuk menangkal kelumpuhan akibat virus polio. Vaksin olio pertama diberikan setelah
lahir. Kemudian vaksin ini diberikan 3 kali, saat bayi berumur 2, 4, dan 6 bulan. Pemberian
vaksin ini bisa diulang pada usia 18 bulan dan 5 tahun.
Keenam vaksin tersebut oleh dokter di Indonesia biasanya wajib diberikan. Namun selain
6 vaksin itu ada juga vaksin lain yang kadang diberikan ke balita sesuai kondisi.
Kemungkinan yang terjadi adalah balita mengalami peradangan pada daerah yang
disuntikkan vaksin pada saat setelah menjalani vaksinasi yang diadakan oleh Posyandu Balai
Pekon. Peradangan tersebut mungkin cukup parah karena langsung terjadi setelah beberapaja
jam, tidak diketahui penyebab peradangan tersebut, tapi kemungkinan yang bisa di tebak
peradangan tersebut karena bidan salah memberi dosisi pada vaksin tersebut, atau bisa juga
karena alat suntikan kurang steril. Peradangan cukup parah karena sampai mengeluarkan
darah segar seharusnya segera ditangani, tetapi dalam kasus tidak demikian. Bidan yang
harusnya bertangung jawab dalam kasus ini terlihat menyepelekan kasus yang terjadi. Orang
tua yang tidak tahu apa-apa hanya bisa menunggu kepastian bidan yang bertanggung jawab
telah melakukan vaksinasi. Sebut saja bidan Lidia, bidan Lidia menjenguk balita sebut saja
Marisa dalam waktu yang bisa dikatakan sangat terlambat, peradangan sudah terjadi selama 2
hari dan tidak ada penanganan sama sekali. Bisa dibayangkan luka peradangan yang sampai
mengeluarkan darah tidak ditangani sama sekali pasti pada luka tersebut sudah terjadi infeksi
yang menyebabkan peradangan semakin parah, peradangan yang semakin parah
menyebabkan kekebalan tubuh Marisa semakin menurun sampai akhirnya tepat hari minggu
Marisa meninggal dunia.
Kasus ini bisa menjadi bukti bahwa bidan Lidia tidak profesional dalam menjalankan
tugasnya sebagai bidan, walaupun beliau melaksanakan sesuai prosedur yaitu telah ia
kuasakan masalah tersebut terhadap pimpinannya. Tetapi sebagai seorang bidan kenapa bidan
Lidia tidak bersimpati mengetahui keadaan marisa sebagai klien yang telah ia beri vaksinasi
mengalami peradangan. Seorang yang provesional pastinya mejalankan amanah tugasnya
sampai tuntas agar mendapatkan proses dan hasil yang optimal, kenapa malah bidan Lidia
menyuruh pembantunya yang menjenguk, apakah professional sikap bidan Lidia ini.
Setidaknya bidan Lidia setelah diberitahu saat sore harinya langsung menjenguk keadaan
Marisa dan mengkaji apa yang sebenarnya terjadi kalau bisa langsung dirujuk ke tenaga
kesehatan yang lebih tinggi, supaya peradangan tidak semakin parah. Berikut adalah
Perilaku Profesional Bidan
3. Bersifat jujur
6. Mengembangkan kemitraan
7. Terampil berkomunikasi
Bidan Lidia tidak menjalankan sesuai dengan perilaku professional bidan. Bidan Lidia
memang bertindak sesuai keahliannya yaitu menyuntikan vaksin kepada balita, tetapi Beliau
kurang hati-hati memberikan vaksinasi sehingga menyebabkan balita Marisa mengalami
peradangan. Bidan Lidia memiliki moral yang kurang baik karena dalam kasus ini seperti
menggampangkan keluhan klien, bidan Lidia tidak bersifat jujur dia berusaha
menyembunyikan kebenaran yang menyebabkan balita Marisa mengalami peradangan.
Dalam perilaku profersional bidan, bidan tidak boleh memberikan janji yang berlebihan disini
dapat dilihat bidan Lidia sudah dihubungi keluarga dan ia berkata ia akan datang, dalam
kenyataanya bidan Lidia tidak datang. Pastinya orang tua Marisa sangat kecewa dengan sikap
bidan Lidia Bukan hanya sampai disitu masalah ini,. Setelah Marisa benar-benar meninggal
dan orang tuanya meminta pertangung jawaban, semua pihak yang terlibat saling
mengamankan diri sendiri. Tidak ada yang berani untuk mempertangungjawabkan secara
langsung. Kalau sudah begitu siapa yang mau bertangungjawab. Sungguh miris kasus ini,
orang-orang yang berpendidikan dan orang-orang yang harusnya bertangugn jawab semuanya
melarikan diri. Bagaimana pandangan masyarakat tentang hal ini? Apa masih ada yang
percaya jika PUSKESMAS Balai Pekon mengadakan posyandu, yang ada masyarakat
berpikiran negatif pada bidan, kepala PUSKESMAS, dan mungkin orang-orang
PUSKESMAS yang tega membiarka seorang balita merasaka sakit karena peradangan setelah
vaksinasi sampai meninggal dunia.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari data kajian yang telah kita peroleh dapat disimpulkan bahwa seorang bidan harus
berhati-hati dalam memberikan pelayanan pada pasiennya. Sehingga pelayanan atau tindakan
yang kita berikan tidak merugikan pasien dan berdampak pada kesehatan pasien. Profesi
harus dijalankan secara professional dengan memenuhuhi atau menguasai standar kompetensi
yang ada dalam kasus ini yang dibahas adalah profesi bidan.
Saran
Bidan harus selalu memperhatikan apa yang dibutuhkan pasien sehingga kita mampu
memberikan pelayanan yang komprehensif dan berkualitas.
Bidan harus mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup mendalam agar setiap
tindakannya sesuai dengan standar profesi dan kewenangannya. Bidan harus memiliki rasa
simpati yang tinggi terhadap sesama. Bidan harus menyelesaikan tugasnya secara tuntas dan
melakukan prilaku profesional bidan. Perlu ditekankan bidan harus memiliki siakp tangung
jawab yang besar dalam menangani pasien.
.
Sumber Referensi
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2283036-pengertian-
vaksin/#ixzz283w9oLjL
http://health.detik.com/read/2011/03/09/133113/1587761/764/10-vaksin-yang-dibutuhkan-
balita
http://realitanusantara.blogspot.com/2011/08/bidan-desa-p-waysindi-diduga-malpraktek.html