Anda di halaman 1dari 9

Lex Crimen Vol. X/No.

7/Jun/2021

SISTEM PEMBUKTIAN DALAM UPAYA termasuk tindak pidana korupsi. Pembuktian


PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI dalam hukum acara pidana pada dasarnya
BERDASARKAN UNDANG – UNDANG NOMOR dilakukan untuk memperoleh kebenaran dalam
20 TAHUN 20011 batasan – batasan yuridis dan hukum batasan
Oleh: Anggilita M. H. Soetardjo2 yang mutlak, karena kebenaran yang mutlak
Olga A. Pangkerego3 sukar diperoleh.
Roesye M. S. Sarapun 4
B. Perumusan Masalah
ABSTRAK 1. Bagaimana sistem pembuktian tindak
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk pidana korupsi menurut undang –
mengetahui bagaimana sistem pembuktian undang Nomor 20 Tahun 2001?
tindak pidana korupsi menurut undang – 2. Bagaimana upaya pemerintah dalam
undang Nomor 20 Tahun 2001 dan bagaimana memberantas tindak pidana korupsi?
upaya pemerintah dalam memberantas tindak
pidana korupsi, yang dengabn metode C. Metode Penelitian
penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: Penelitian ini merupakan penelitian
1. Sistem pembuktian dalam tindak pidana normatif.
korupsi berdasarkan undang – undang Nomor
20 Tahun 2001 adalah pembuktian terbalik PEMBAHASAN
yang bersifat terbatas dan berimbang. Artinya A. Sistem Pembuktian Tindak Pidana Korupsi
terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan Sistem pembuktian tindak pidana korupsi
bahwa ia tidak melakukan tindak pidana didalam Pasal 128 ayat (1) huruf a dan b Jo 38,
korupsi dan wajib memberikan keterangan Pasal 37, Pasal 37 A, dan Pasal 38 undang –
tentang seluruh harta bendanya dan harta undang Nomor 20 Tahun 2001. Ketentuan
benda istri dan suami, anak dan korporasi yang mengenai pembuktian dalam hukum pidana
diduga mempunyai hubungan dengan perkara formil korupsi yang berbeda dengan hukum
yang bersangkutan dan penuntut umum tetap pidana formil umum, yakni sebagai berikut :5
berkewajiban membuktikan dakwaannya. 2. a. Pertama bahwa dalam hukum formil
Upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi dalam tindak pidana tertentu
tindak pidana korupsi mengoptimalkan menganut sistem pembuktian terbalik
beberapa upaya pencegahan yakni penguatan (pasal 37 jo 12B ayat 1 huruf a).
integritas dan etika penyelenggara negara, b. Kedua juga menganut sistem yang dapat
optimalisasi program reformasi birokrasi, disebut dengan berimbang bersyarat
optimalisasi keterbukaan informasi publik, (pasal 12B ayat (1) huruf a dan b).
optimalisasi pendidikan dan kampanye anti c. Ketiga bahwa dalam hal-hal tertentu
korupsi dan optimalisasi pelaporan laporan mengenai harta d yang telah di dakwakan
hasil kekayaan pejabat negara. menganut sistem pembuktian semi
Kata kunci: sistem pembuktian; korupsi; terbalik (37A dan.12 huruf b). 0
d. Keempat bahwa dalam hal mengenai
PENDAHULUAN harta benda & yang belum didakwakan
A. Latar Belakang Masalah dalam perkara yang sedang diperiksa
Kasus – kasus tindak pidana korupsi sulit juga menganut sistem pembuktian semi
diungkap karena biasanya pelakunya lebih dari terbalik (38B).
satu orang dalam keadaan terselubung Pasal 37 ayat (1) undang – undang no. 20
sehingga pembuktiannya sulit. Padahal Tahun 2001 menyatakan bahwa terdakwa
pembuktian memegang peranan penting dalam berhak untuk membuktikan bahwa dirinya tidak
proses pemeriksaan suatu perkara pidana melakukan tindak pidana korupsi. ”Sedangkan
pada ayat (2) pasal itu menyatakan bahwa
dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa
1 Artikel Skripsi
2
ia tidak melakukan tindak pidana korupsi, maka
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM :
17071101098
3 Fakultas Hukum Unsrat, Doktor Ilmu Hukum 5 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi, PT. Grafindo
4 Fakultas Hukum Unrsat, Magister Ilmu Hukum Persada, Jakarta, 2018, hlm.404

107
Lex Crimen Vol. X/No. 7/Jun/2021

pembuktian tersebut dipergunakan oleh oleh pengadilan sebagai dasar untuk


pengadilan sebagai dasar untuk menyatakan menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti.
bahwa dakwaan tidak terbukti. Hal ini dikenal Apabila dalam vonisnya hakim
dengan sistem pembuktian terbalik.6 mempertimbangkan bahwa terdakwa tidak
Disebut terbalik karena menurut sistem melakukan tindak pidana korupsi menerima
pembuktian yang ada pada hukum pidana gratifikasi, maka vonis tersebut harus diikuti
formil umum KUHAP, beban pembuktian itu dengan diktum putusan yang isinya
ada pada jaksa penuntut umum untuk pembebasan (vrijspraak) atau pelepasan dari
membuktikan bahwa terdakwa adalah bersalah segala tuntutan hukum (ontslag van alle
melakukan tindak pidana. Sedangkan terdakwa rechtsvervolging).9 diputus bebas dari segala
tidak perlu membuktikan bahwa dirinya tidak dakwaan apabila kesalahan terdakwa atas
bersalah melakukan tindak pidana, walaupun perbuatan yang didakwakan tidak terbukti
sebenarnya hak dasar yang dimiliki terdakwa (pasal 191 ayat 1 KUHAP) dan dijatuhkan
untuk membuktikan dirinya tidak bersalah pidana pelepasan dari segala tuntutan hukum
tetap ada.7 sistem pembuktian ini sesuai apabila perbuatan yang didakwakan terbukti,
dengan prinsip umum pembuktian, yakni siapa akan tetapi bukan merupakan tindak pidana
yang mendakwakan sesuatu dialah yang (pasal 19 ayat 2 KUHAP). Pengertian kalimat
dibebani kewajiban untuk membuktikan “tidak melakukan tindak pidana” dalam pasal
tentang kebenaran apa yang didakwakannya. 37 ayat (2) adalah sebagaimana yang
Sistem pada hukum pidana formil umum ini dimaksudkan oleh pasal 191 ayat (1 dan 2)
tidak berlaku sepenuhnya untuk tindak pidana tersebut.
korupsi sebagaimana pada pasal 37 yang jelas- Perlu diperhatikan bahwa untuk tindak
jelas menganut sistem pembebanan pidana suap menerima gratifikasi yang nilainya
pembuktian yang terbalik. 8 kurang dari Rp 10.000.000,00 (Sepuluh juta
Dalam hal yang bagaimanakah atau tindak rupiah) sistem pembebanan pembuktian pasal
pidana manakah sistem pembebanan 37 tidak berlaku. Mengapa tidak berlaku?
pembuktian pasal 37 ini dapat diterapkan? Karena menurut pasal 1 B ayat (1) huruf b
Sistem pembuktian terbalik menurut pasal 37 beban pembuktiannya ada pada jaksa PU untuk
ini diterapkan pada tindak pidana selain yang membuktikan bahwa terdakwa melakukan
dirumuskan dalam pasal 2, 3, 4, 13, 14, 15, 16 tindak pidana korupsi suap menerima
UU No. 31/1999 dan pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, gratifikasi, padahal pasal 37 membebankan
dan 12 UU No. 20/2001, karena bagi tindak pembuktian pada terdakwa. Kalau demikian,
pidana menurut pasal-pasal yang disebutkan sistem mana yang berlaku Untuk korupsi suap
tadi pembuktiannya berlaku sistem semi menerima gratifikasi yang nilainya kurang dari
terbalik sebagaimana disebutkan dalam pasal 10 juta rupiah berlaku sistem pembuktian biasa
37A dan 38B. dalam KUHAP dan tidak berlaku sistem yang
Sistem pembebanan pembuktian terbalik ditentukan dalam pasal 37A maupun 38B,
dalam Pasal 37 berlaku sepenuhnya pada karena pasal 12B ayat (1) huruf b tidak disebut
tindak pidana korupsi suap menerima dalam pasal 37A maupun pasal 38B tersebut.
gratifikasi, khususnya yang nilainya Rp Pembebanan pembuktian menurut Pasal 37
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih yang dapat dihubungkan juga dengan Pasal 12B
(pasal 12B ayat (1) huruf a), yakni kewajiban ayat (1) huruf a, maka sistem pembuktian di
untuk membuktikan bahwa terdakwa tidak sana menganut sistem pembebanan
melakukan tindak pidana korupsi. Apabila pembuktian terbalik murni. Akan tetapi, apabila
terdakwa berhasil membuktikan bahwa dirinya sistem pembebanan pembuktian semata-mata
tidak melakukan tindak pidana korupsi, maka dilihat dari pasal 12B ayat (1 huruf a dan b)
berlakulah pasal 37 ayat 2 yakni hasil tidak dipisahkan, maka sistem pembuktian
pembuktian bahwa terdakwa tidak melakukan seperti itu dapat disebut sistem pembuktian
tindak pidana korupsi tersebut dipergunakan berimbang bersyarat, bergantung pada syarat-

6 Loc - cit 9 Rudi Pardede, Proses Pengembalian Kerugian Negara


7 Ibid, hlm.405 Akibat Korupsi, Genta Publishing, Yogyakarta, 2016,
8 Loc - cit hlm.57

108
Lex Crimen Vol. X/No. 7/Jun/2021

syarat tertentu-siapa yang memenuhi syarat tetap berkewajiban untuk membuktikan


itulah yang dibebani kewajiban untuk dakwaanya.
membuktikan. Sistem seperti itu hanya ada Ternyata, mengenai kewajiban terdakwa
pada tindak pidana korupsi. 10 untuk memberikan keterangan tentang harta
Syarat ini berupa nilai penerimaan gratifikasi kekayaannya tidak lagi menggunakan sistem
antara kurang dan atau di atas Rp pembuktian terbalik murni sebagaimana
10.000.000.00 (sepuluh juta rupiah). Jika nilai dirumuskan dalam pasal 37. Apabila terdakwa
penerimaan gratifikasi yang diterima pegawai tidak dapat membuktikan tentang kekayaan
negeri atau penyelenggara negara tersebut yang tidak seimbang dengan penghasilannya,
nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh maka ketidakdapatan membuktikan itu
juta rupiah), untuk membuktikan kebenaran digunakan untuk memperkuat bukti yang sudah
bahwa penerimaan itu sebagai suap yang ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak
dilarang oleh undang-undang, maka digunakan pidana korupsi. Sedangkan, jika terdakwa tidak
sistem pembuktian biasa sebagaimana adanya dapat membuktikan bahwa dirinya tidak
dalam KUHAP.11 melakukan tindak pidana korupsi atau perkara
Dalam hal-hal tertentu yang disebut dengan pokoknya sebagaimana dimaksud pasal 2, 3, 4,
sistem pembuktian terbalik (pasal 37) tadi 13, 14, 15, dan 16 Undang-Undang No. 31/1999
digunakan sistem yang sedikit lain, yakni khusus dan pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12 Undang-
mengenai kewajiban terdakwa untuk Undang No. 20/ 2001, maka penuntut umum
memberikan keterangan tentang seluruh tetap wajib membuktikan dakwaanya atau
hartanya sebagaimana yang ditentukan dalam membuktikan bahwa terdakwa telah
pasal 37A, yang selengkapnya adalah sebagai melakukan tindak pidana korupsi. Sistem
berikut : pembuktian yang demikian bisa disebut dengan
1. Terdakwa wajib memberikan keterangan sistem semi terbalik, tetapi tidak tepat jika
tentang seluruh harta bendanya dan disebut sistem terbalik murni. Oleh sebab
harta benda istri atau suami dan harta dalam hal tindak pidana korupsi tersebut
benda setiap orang atau korporasi yang terdakwa dibebani kewajiban untuk
diduga mempunyai hubungan dengan membuktikan tidak melakukan korupsi yang
perkara yang didakwakan. apabila tidak berhasil justru akan
2. Dalam hal terdakwa tidak dapat memberatkannya. Namun begitu, jaksa juga
membuktikan tentang kekayaan yang tetap berkewajiban untuk membuktikan bahwa
tidak seimbang dengan penghasilannya terdakwa melakukan tindak pidana korupsi.
atau sumber penambahan kekayaannya, Mengenai harta benda milik terdakwa yang
maka keterangan sebagaimana dimaksud belum didakwakan bila perkara yang
dalam ayat (1) digunakan untuk didakwakan itu adalah tindak pidana
memperkuat alat bukti yang sudah ada sebagaimana dimuat dalam asal 2, 3, 4, 13, 14,
bahwa terdakwa telah melakukan tindak 15, dan 16 Undang-Undang No. 31/1999 atau
pidana korupsi. pasal 5 sampai dengan 12 Undang-Undang No.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam 20/2001. Dalam hal yang demikian, maka
ayat (1) dan ayat (2) merupakan tindak terdakwa dibebani pembuktian bahwa harta
pidana atau perkara pokok , sebagaimana benda tersebut diperoleh bukan dari tindak
dimaksud pasal 2, pasal 3, pasal 4, pasal pidana korupsi yang diajukan pada saat
13, pasal 14, pasal 15, dan pasal 16 membacakan pembelaannya. Apabila terdakwa
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tidak dapat membuktikan bahwa harta benda
tentang Tindak Pidana Korupsi dan pasal itu diperoleh bukan dari hasil korupsi dan harta
5 sampai dengan pasal 12 undang- benda tersebut dianggap diperoleh juga dari
undang ini sehingga penuntut umum korupsi, maka hakim berwenang untuk
memutuskan bahwa seluruh atau sebagian
harta benda tersebut dirampas untuk negara
10
(pasal 38B ayat 2). Dalam hal yang demikian
Romi Atwasasmita, Korupsi, Good Govermance dan
Komisi Anti Korupsi di Indonesia, Departemen Kehakiman, tidak ditentukan adanya kewajiban jaksa
Jakarta, 2002, hlm.72 penuntut umum untuk membuktikan bahwa
11 Ibid, hlm.73

109
Lex Crimen Vol. X/No. 7/Jun/2021

harta benda itu diperoleh dari tindak pidana tidak lagi terfokus pada Jaksa Penuntut Umum
korupsi seperti pada ketentuan pasal 37A ayat untuk membuktikan kesalahan terdakwa
(3). 12 terhadap tindak pidana yang didakwakan,
Tuntutan perampasan harta benda milik melainkan ada tiga sistem berikut :
terdakwa yang belum dimasukkan dalam 1. Pertama, sistem pembebanan
dakwaan ini dapat diajukan oleh jaksa penuntut sepenuhnya pada terdakwa yang in casu
umum pada saat membacakan surat tuntutan jika terdakwa tidak berhasil
pada perkara pokok (pasal 38B ayat 3). Dalam membuktikan bahwa ia tidak bersalah
hal terdakwa membuktikan bahwa harta mengenai tindak pidana yang
bendanya bukan diperoleh dari korupsi didakwakan kepadanya, maka dia
diperiksa dalam sidang yang khusus memeriksa dianggap telah terbukti bersalah
pembuktian terdakwa tersebut dan diucapkan melakukan tindak pidana korupsi
dalam pembelaannya dalam perkara pokok, tersebut (pada sistem terbalik).
serta dapat diulangi dalam memori banding 2. Kedua, sistem pembebanan sebagian
maupun memori kasasinya (pasal 38B ayat 4 pada terdakwa, bila tidak berhasil
dan 5). membuktikan ketidak bersalahannya
Praktik korupsi semakin canggih, adakalanya dalam tindak pidana korupsi yang
dari luar dibalut dengan kebijakan publik yang didakwakan (yang in casu asal muasal
sangat rapi sehingga sifat melawan hukum kekayaannya yang didakwakan maupun
formilnya menjadi tidak tampak. Misalnya yang belum/tidak didakwakan), maka
korupsi oleh para anggota DPR Daerah yang akan digunakan untuk memperkuat bukti
dilakukan dengan menetapkan anggaran yang sudah ada (in casu dari JPU) bahwa
belanja sendiri secara tidak patut, baik terdakwa telah bersalah melakukan
mengenai nilai rupiahnya maupun tindak pidana korupsi. Sistem ini disebut
peruntukannya. Namun, dengan keberanian dengan semi terbalik.
aparat penegak hukum untuk menerapkan atau 3. Ketiga, khusus tindak pidana korupsi
memberlakukan sifat melawan hukum materiil menerima pemberian gratifikasi berlaku
dalam fungsinya yang positif, perbuatan para sistem berimbang bersyarat. Jika
wakil rakyat itu pun sudah termasuk korupsi penerimaan gratifikasi yang nilainya Rp
(pasal 2, 3, dan 8), oleh “karena itu para 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau
pembuatnya telah dapat dipidana. Dilihat dari lebih, maka berlaku sistem terbalik. Ada
upaya hukum luar biasa dalam memberantas juga yang menyebutnya dengan sistem
korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa, terbalik murni, yakni pembuktian ada
memberlakukan sifat melawan hukum materiil pada terdakwa sendiri. Jika terdakwa
dalam fungsinya yang positif dapat dipandang berhasil membuktikan ketidak
sebagai kemajuan yang luar biasa pula dalam bersalahannya, maka keberhasilan
hukum pidana korupsi di Indonesia. terdakwa itu digunakan oleh majelis
Sistem pembebanan pembuktian dapat pula hakim untuk menyatakan bahwa
dipandang sebagai kemajuan yang luar biasa dakwaan JPU tidak terbukti (pasal 37 ayat
dalam hukum pidana korupsi kita. Walaupun 2). Dalam hal demikian JPU pasif dan
prinsip dasar sistem pembuktian tindak pidana pembuktian JPU tidak diperlukan. Akan
korupsi tetap berpegang pada sistem negatif tetapi, dalam hal nilai penerimaan
menurut Undang-Undang yang terbatas gratifikasi itu kurang dari Rp
(negatief wettelijk), khususnya dalam hal 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
membentuk keyakinan hakim tentang pembuktian ada pada JPU (dengan
kesalahan terdakwa dalam rangka menjatuhkan menggunakan sistem biasa). Jadi, syarat
pidana, sebagaimana tercermin dalam pasal 1 dalam sistem berimbang bersyarat dalam
KUHAP Namun, soal pembebanan pembuktian hal hendak menggunakan sistem terbalik
telah jauh lebih maju, yakni beban pembuktian atau sistem biasa yang diletakkan pada
syarat nilai kurang atau lebih dan Rp
12 R. Wiyono, Pembahasan Undang – Undang 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika,
Jakarta, 2011, hlm.112

110
Lex Crimen Vol. X/No. 7/Jun/2021

B. UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA diharapkan dapat mencegah terjadinya praktik


KORUPSI. korupsi dalam penyelenggaraan negara.
Upaya pencegahan yang perlu dioptimalkan b. Optimalisasi Program Reformasi Birokrasi
yang dalam rangka Pemberantasan tindak Belum tuntasnya program reformasi
pidana korupsi, antara lain sebagai berikut: 13 birokrasi, membuat praktik penyuapan dan
a. Penguatan Integritas dan Etika tindak korupsi lainnya, khususnya yang terkait
Penyelenggara Negara dengan perizinan dan pelaksanaan kegiatan
b. Optimalisasi Program Reformasi Birokrasi usaha masih tetap berjalan. Berbagai upaya
c. Optimalisasi Keterbukaan Informasi pencegahan sebenarnya telah meningkatkan
Publik mutu layanan perizinan, seperti yang
d. Optimalisasi Pendidikan dan Kampanye dicontohkan beberapa daerah lewat
Antikorupsi pembentukan one stop service (layanan satu
e. Optimalisasi Pelaporan LHKPN atap). Namun masyarakat masih menilai adanya
Beberapa upaya pencegahan yang perlu kelemahan, terutama menyangkut regulasi
dioptimalkan di atas, diuraikan sebagai berikut: perizinan di daerah yang meninggalkan sekian
a. Penguatan Integritas dan Etika celah bagi korupsi. 15
Penyelenggara Negara Selain itu, peningkatan pelayanan
Patut disadari bahwa penyebab utama dari perpajakan juga masih terdapat kendala
maraknya praktik korupsi adalah lunturnya dengan belum tuntas dan terintegrasinya
integritas dan etika penyelenggara negara. Hal program single identification number (nomor
ini bukan hanya menyebabkan para identifikasi tunggal). Penuntasan dan
penyelenggara negara tanpa malu melakukan pengintegrasian program ini dipercaya akan
korupsi tetapi juga melakukannya secara menyelesaikan banyak pekerjaan rumah terkait
bersama-sama. Maraknya korupsi di tengah- pemberantasan korupsi. Hal lain yang memiliki
tengah bangsa Indonesia yang religius banyak pekerjaan rumah adalah proses
berdasarkan Pancasila merupakan indikator pengadaan barang atau jasa yang kerap dinilai
terjadinya krisis etika dan integritas yang sangat menjadi ranah basah bagi terjadinya korupsi.
serius dan perlu penanganan yang sungguh- Berbagai upaya terobosan harus dilakukan
sungguh, karena sangat berdampak pada untuk meminimalis ruang-ruang terjadinya
seluruh aspek kehidupan berbangsa dan korupsi pada bidang - bidang tersebut.
bernegara. Dengan demikian, maka salah satu Optimalisasi program reformasi birokrasi
upaya untuk mengoptimalkan pencegahan harus terus dilakukan agar tata kelola
korupsi adalah dengan memperkuat integritas pemerintahan yang baik (good governance)
dan etika aparatur negara.14 dapat segera diwujudkan. Good governance
Penguatan integritas dan etika aparatur menjadi prasyarat penting dalam mencapai
negara data dilakukan antara lain melalui sasaran pembangunan nasional, yakni
transformasi nilai-nilai agama dan budaya, mewujudkan Indonesia yang sejahtera,
mengaktualisasikan nilai-nilai luhur Pancasila, demokratis, dan berkeadilan. Penerapan good
meluruskan tata nilai masyarakat, governance secara konsisten juga akan turut
mempercepat reformasi birokrasi, menegakkan meningkatkan daya saing Indonesia di dunia
supremasi hukum, evaluasi kurikulum diklat internasional.
aparatur negara, reorientasi kurikulum c. Optimalisasi Program Keterbukaan Informasi
pendidikan berbasis ESO, dan mengefektifkan Publik
Forum Pembinaan Alumni Diklat Salah satu faktor yang menimbulkan
Kepemimpinan. Dengan adanya penguatan peluang terjadinya korupsi ialah ketertutupan
integritas dan etika, aparatur negara dalam penyelenggaraan negara. Oleh karena
itu, pemerintah harus mendorong terjadinya
keterbukaan dengan mengoptimalkan program
keterbukaan informasi publik. Dengan semakin
13 Bambang Waluyo, Pemberantasan Tindak Pidana
meningkatnya program keterbukaan informasi
Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm.80
14 Nana Rukmana, Etika dan Integritas Solusi Persoalan publik, diharapkan dapat menutup peluang
Bangsa Indonesia, Sarana Bakti Media Publishing, Jakarta,
2013, hlm.144 15 Bambang Waluyo, Op – Cit, hlm.81

111
Lex Crimen Vol. X/No. 7/Jun/2021

terjadinya tindak pidana korupsi dalam 1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi
penyelenggaraan pemerintahan. Negara,
Keterbukaan informasi juga merupakan hak 2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi
masyarakat yang harus dipenuhi oleh Negara,
Pemerintah. Hal ini bahkan telah dijamin oleh 3. Menteri,
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 yang 4. Gubernur,
sampai saat ini masih perlu dilaksanakan secara 5. Hakim,
menyeluruh dan berkualitas. Akses yang mudah 6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan
dan efektif bagi masyarakat terhadap informasi ketentuan peraturan
menjadi penting. perundangundangan yang berlaku, dan
Salah satu informasi yang penting untuk 7. Pejabat lain yang memiliki fungsi
dibuka adalah mengenai perencanaan . dan strategis dalam kaitannya dengan
realisasi anggaran, di mana saat ini amat minim penyelenggaraan negara sesuai
proses yang dapat diikuti oleh masyarakat ketentuan peraturan perundang-
untuk mengawal bersihnya perencanaan dan undangan yang berlaku.
realisasi anggaran pada instansi pemerintahan. Upaya mengoptimalkan fungsi LHKPN dalam
Dengan optimalnya keterbukaan informasi mencegah terjadinya korupsi, maka
publik, masyarakat dapat turut serta melakukan penyelenggara negara yang wajib
pengawasan sehingga dapat meminimalisir menyampaikan LHKPN ke KPK. Selanjutnya
terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan diperluas, yaitu meliputi seluruh PNS (bukan
kekuasaan atau jabatan. penyelenggara negara) terutama yang pangkat
d. Optimalisasi Pendidikan dan Kampanye Anti dan golongannya III/a ke atas wajib melaporkan
Korupsi Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara
Kejujuran merupakan nilai yang dijunjung (LHKASN). Selain itu, bila dalam laporan
tinggi bangsa Indonesia, namun praktik korupsi tersebut KPK menemukan kejanggalan dalam
yang jelas bertentangan dengan kejujuran jumlah harta yang dimiliki dengan
kerap terjadi di Indonesia. Salah satu faktor penghasilannya sebagai pejabat negara, maka
penyebab maraknya korupsi adalah masih KPK perlu melakukan klarifikasi dan tindakan
rendahnya budaya anti korupsi. Peningkatan lebih lanjut. Begitu pula bila ada harta kekayaan
kesadaran budaya anti korupsi perlu dilakukan pejabat atau PNS yang sengaja tidak
melalui Optimalisasi program pendidikan dan dicantumkan dalam LHKPN ataupun LHKSN,
kampanye anti korupsi. Pada tahun 2012, maka KPK harus melakukan tindakan lebih
program pendidikan dan kampanye anti korupsi lanjut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
tampaknya baru intensif dilakukan oleh KPK. 1. Upaya Penindakan
Hal ini sangat wajar karena KPK secara tegas Upaya penindakan dilakukan melalui sebuah
diberi kewenangan untuk melakukan proses penegakan hukum. Beberapa tahun
pencegahan korupsi. Namun demikian alangkah terakhir, penindakan perkara korupsi memang
baiknya bila upaya tersebut digerakkan sudah berjalan dengan semarak seiring dengan
bersama oleh seluruh institusi negara dan banyaknya kasus korupsi yang diusut oleh
elemen masyarakat. kepolisian, kejaksaan, dan KPK Dari sisi pelaku,
e. Optimalisasi Pelaporan LHKPN banyak di antara tokoh ber-pengaruh dan dekat
Penyampaian Laporan Harta Kekayaan dengan kekuasaan yang harus duduk di kursi
Pejabat Negara (LHKPN) merupakan kewajiban pesakitan. Lembaga-lembaga yang sebelumnya
bagi penyelenggara negara yang diamanatkan dianggap masyarakat tidak tersentuh oleh
oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999. pemberantasan korupsi, juga mulai ditindak.
Namun undang-undang tersebut hanya Namun berbagai upaya yang sudah dilakukan
mewajibkan penyelenggara tertentu saja, tidak pemerintah tidak sertamerta menyebabkan
kepada seluruh PNS. Penyelenggara negara penurunan angka korupsi serta semakin
yang wajib menyampaikan LHKPN menurut bersihnya tata kepemerintahan dan tata
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 kemasyarakatan.
meliputi: Upaya penindakan belum mampu
menimbulkan efek jera, karena ternyata sampai

112
Lex Crimen Vol. X/No. 7/Jun/2021

saat ini korupsi masih banyak terjadi di pemberantasan korupsi, sehingga perlu
Indonesia. Bahkan sosok yang selama ini dipastikan hadirnya perangkat peraturan anti
dipandang masyarakat punya integritas juga korupsi yang memadai. Caranya adalah dengan
terjebak pada praktik korupsi, sebagaimana mengevaluasi, merevisi, atau melengkapi
yang dialami oleh Ketua SKK Migas RR (pernah peraturan yang sudah ada. Harmonisasi
dinobatkan sebagai Dosen Teladan ITB) dan peraturan perundang-undangan juga perlu
pimpinan partai yang berasaskan agama, LHI. dilakukan terkait dengan kewenangan
Upaya penindakan juga belum mampu penyidikan korupsi. Saat ini ada tiga lembaga
secara maksimal mengembalikan aset negara, yang berwenang menyidik perkara korupsi,
terutama yang dilarikan ke luar negeri. yaitu kepolisian, kejaksaan, dan KPK. Agar
Semaraknya upaya penindakan juga diwarnai masing-masing lembaga tidak merasa paling
situasi yang mengkhawatirkan bagi upaya berhak mengusut kasus korupsi, terutama yang
pemberantasan korupsi, yaitu adanya terjadi di lingkungan institusinya dan untuk
ketegangan antarlembaga sebagaimana yang menghindari ketegangan antarlembaga,
terjadi dalam kasus Cicak-Buaya dan dalam sebaiknya dibuat aturan: apabila korupsi terjadi
kasus Simulator SIM. Kemudian diberitakan di kepolisian, yang berhak menyidik adalah KPK,
salah satu media massa dengan topik pilihan apabila terjadi di KPK, yang berhak menyidik
Noda Pendekar Hukum Menegakkan Hukum, adalah kejaksaan, dan apabila terjadi di
Penangkapan Pengacara Kondang OCK dan tiga kejaksaan yang berhak menyidik adalah KPK.
hakim PTUN Medan oleh KPK terkait dengan Aturan seperti ini diperlukan agar proses
penyuapan menambah panjang daftar aparat hukum benar-benar ditujukan untuk
penegak hukum yang terjerat kasus hukum. menegakkan hukum dan keadilan, bukan untuk
Sebagai pendekar hukum alih-alih menegakkan tujuan yang lain apalagi dimaksudkan untuk
hukum namun para pengacara dan hakim ini melindungi pelaku korupsi yang sesungguhnya.
justru mengangkangi hukum demi uang.16 b. Optimalisasi Penanganan Perkara
Untuk meningkatkan keberhasilan upaya Penanganan perkara korupsi harus dilakukan
penindakan dalam pemberantasan tindak dengan konsisten. Inkonsistensi justru
pidana korupsi, perlu optimalisasi hal-hal melemahkan kepercayaan masyarakat
sebagai berikut : terhadap hukum beserta aparaturnya, yang
a. Harmonisasi Peraturan Perundang- pada akhirnya menggiring masyarakat pada
undangan pola kehidupan sosial yang tidak mempercayai
b. Optimalisasi Penanganan Perkara hukum sebagai sarana penyelesaian konflik. Hal
c. Optimalisasi Penyelamatan Kerugian ini memicu kecenderungan penyelesaian konflik
Negara. 17 dengan cara sendiri, sehingga ada pihak yang
Pembahasan tentang upaya penindakan memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum
dalam pemberantasan tindak pidana korupsi untuk kepentingannya sendiri, yang berdampak
yang perlu dioptimalisasikan di atas, sebagai pada kerugian pihak lainnya. Akibatnya efek
berikut: jera upaya penindakan tidak dapat terwujud.
a. Harmonisasi Peraturan Perundang- Menurunnya kepercayaan masyarakat dapat
undangan melahirkan ketidakpuasan terhadap lembaga
Salah satu kendala dalam pemberantasan hukum beserta aparaturnya yang semakin
korupsi adalah peraturan perundang-undangan menguat. Hal ini ke depannya, dapat menjadi
yang masih belum memadai. Masih terdapat hambatan tersendiri takala dilakukan upaya-
aturan yang menyulitkan penegak hukum, upaya perbaikan dalam rangka penguatan
tumpang-tindih, dan inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia. Oleh karena
antarperaturan perundang-undangan. itu, perlu dilakukan Optimalisasi penanganan
Peraturan perundang-undangan merupakan perkara dengan cara-cara sebagai berikut:
salah satu faktor pendukung keberhasilan 1. Percepatan penyelesaian perkara.
Percepatan penyelesaian perkara perlu
16
segera dilakukan, terutama terhadap
Koran Sindo. 7 Agustus 2015, hlm.8
17Chaerudin. Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum perkara yang menarik perhatian
Tindak Pidana Korupsi. Refika Aditama. Bandung. 2018. masyarakat sebab lambannya
Hlm.56

113
Lex Crimen Vol. X/No. 7/Jun/2021

penyelesaian perkara menimbulkan 5. Optimalisasi Penyelamatan Kerugian


persepsi di masyarakat bahwa proses Negara
hukum bisa tawar-menawar, sehingga Tujuan dari pemberantasan korupsi pada
masyarakat tidak takut bila akan hakikatnya bukan hanya ditujukan untuk
melakukan korupsi, karena hukum bisa menghukum pelaku tetapi juga untuk
dinego. mengembalikan kerugian negara. Hal ini
2. Percepatan pembentukan Pengadilan juga sejalan dengan ketentuan UNCAC
Tipikor di kabupaten atau kota. yang menekankan pengembalian
Lahirnya Pengadilan Tipikor di ibukota kerugian negara dalam setiap proses
provinsi menyulitkan jaksa terutama di pemberantasan korupsi. Bab V UNCAC
daerah-daerah yang selalu dijangkau mengatur tentang Pengembalian Aset,
dalam penanganan perkara korupsi. meliputi: Pencegahan dan Deteksi
Untuk itu, Pengadilan Tipikor di ibukota Transfer Hasil Kejahatan, Tindakan untuk
kabupaten atau kota perlu segera Pengembalian Kekayaan Secara
dibentuk agar pemberantasan korupsi Langsung, Mekanisme Pengembalian
dapat berjalan secara optimal. Kekayaan Melalui Kerja Sama
3. Optimalisasi penanganan tersangka. Internasional untuk Perampasan, Kerja
Banyak tersangka korupsi yang sedang Sama Khusus, Pengembalian dan
dalam proses hukum, ternyata sudah Penyerahan Aset, Unit Intelijen
kabur ke luar negeri atau mengajukan Keuangan, serta Perjanjian dan
praperadilan. Untuk itu perlu Pengaturan Bilateral dan Multilateral.
Optimalisasi pengumpulan alat bukti Keberhasilan (success rate) pengembalian
penanganan tersangka serta dengan uang, pengambilan barang bukti, dan repatriasi
sedini mungkin mencegah calon aset dari luar negeri masih tergolong rendah.
tersangka pergi ke luar negeri. Selain itu, Untuk itu, dalam rangka pengembalian aset dan
penentuan tersangka juga harus penanganan masalah yang lainnya, perlu
ditujukan untuk pelaku sebenarnya. adanya kerja sama internasional. Berbagai
Jangan sampai penentuan tersangka contoh kasus menunjukkan penanganan
justru untuk melindungi tersangka korupsi juga bergantung kepada hal – hal yang
utamanya. berada diluar batas negara, misalnya ketika
4. Optimalisasi tuntutan dan penjatuhan tersangka, bukti, atau aset hasil tipikor berada
pidana. diluar negeri.
Dalam rangka meningkatkan efek jera
dan Optimalisasi pengembalian kerugian PENUTUP
keuangan negara maka tuntutan dan A. Kesimpulan
penjatuhan pidana juga perlu 1. Sistem pembuktian dalam tindak pidana
dioptimalkan bahkan pidana mati. korupsi berdasarkan undang – undang
Optimalisasi tuntutan dan pen-jatuhan Nomor 20 Tahun 2001 adalah
pidana dapat dilakukan dengan pembuktian terbalik yang bersifat
memperberat dan menambah jenis-jenis terbatas dan berimbang. Artinya
pidananya, baik pidana pokok maupun terdakwa mempunyai hak untuk
tambahan. Selain itu, dengan cara membuktikan bahwa ia tidak melakukan
kumulasi menerapkan Pasal Tindak tindak pidana korupsi dan wajib
Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk memberikan keterangan tentang seluruh
mengejar tersangka atau terdakwa, uang harta bendanya dan harta benda istri dan
korupsi, dan aset terkait korupsi tidak suami, anak dan korporasi yang diduga
dapat dihindari dengan pidana mati, mempunyai hubungan dengan perkara
pemiskinan, pencabutan hak-hak politik, yang bersangkutan dan penuntut umum
penyeraan remisi, dan sanksi-sanksi tetap berkewajiban membuktikan
sosial. 18 dakwaannya.
2. Upaya pemerintah dalam pemberantasan
tindak pidana korupsi mengoptimalkan
18 Bambang Waluyo. Op – cit, hlm. 89

114
Lex Crimen Vol. X/No. 7/Jun/2021

beberapa upaya pencegahan yakni Korupsi di Indonesia, Visimedia, Jakarta,


penguatan integritas dan etika 2012
penyelenggara negara, optimalisasi Penjelasan Umum, Undang – Undang Republik
program reformasi birokrasi, optimalisasi Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang
keterbukaan informasi publik, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
optimalisasi pendidikan dan kampanye Korupsi.
anti korupsi dan optimalisasi pelaporan Yudi Kristiana, Teknik Penyidikan dan
laporan hasil kekayaan pejabat negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
Thata Media, Yogyakarta, 2018
B. Saran Mukhaer Pakkana, Parasit Ekonomie, Sinar
1. Dengan diterapkannya sistem Grafika, Jakarta, 2010, Bambang Waluyo,
pembuktian terbalik dalam tindak pidana Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
korupsi dapat meningkatkan upaya Sinar Grafika, Jakarta, 2016
pemerintah dalam pemberantasan tindak S.H. Sarundayang, Babak Baru Sistem
pidana korupsi, karena apabila terdakwa Pemerintahan Daerah, Kala Hasja, Jakarta,
tidak dapat menjelaskan tentang harta 2005,
kekayaannya, maka dapat lebih Juni Sjafrien Jahja, Say No To Korupsi,
mempermudah jaksa untuk Mengenal, Mencegah, dan Memberantas
membuktikan dakwaannya bahwa Korupsi di Indonesia, Visimedia, Jakarta,
terdakwa telah memperkaya diri sendiri 2012,
dengan merugikan keuangan negara. Penjelasan Umum, Undang – Undang Republik
2. Upaya pemerintah dalam pemberantasan Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang
tindak pidana korupsi dengan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
mengoptimalkan beberapa upaya Korupsi.
pencegahan harus didukung oleh Yudi Kristiana, Teknik Penyidikan dan
masyarakat terutama penyelenggara Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
negara yang berintegritas dan beretika Thata Media, Yogyakarta, 2018
dalam melaksanakan tugasnya sebagai Mukhaer Pakkana, Parasit Ekonomie, Sinar
penyelenggara negara demi terwujudnya Grafika, Jakarta, 2010,
masyarakat Indonesia yang sejahtera. Bambang Waluyo, Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta,
DAFTAR PUSTAKA 2016,
Juni Sjafrien Jahja, Say No To Korupsi, S.H. Sarundayang, Babak Baru Sistem
Mengenal, Mencegah, dan Memberantas Pemerintahan Daerah, Kala Hasja, Jakarta,
Korupsi di Indonesia, Visimedia, Jakarta, 2005
2012,
Penjelasan Umum, Undang – Undang Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Yudi Kristiana, Teknik Penyidikan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
Thata Media, Yogyakarta, 2018
Mukhaer Pakkana, Parasit Ekonomie, Sinar
Grafika, Jakarta, 2010, Bambang Waluyo,
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
Sinar Grafika, Jakarta, 2016
S.H. Sarundayang, Babak Baru Sistem
Pemerintahan Daerah, Kala Hasja, Jakarta,
2005
Juni Sjafrien Jahja, Say No To Korupsi,
Mengenal, Mencegah, dan Memberantas

115

Anda mungkin juga menyukai