Anda di halaman 1dari 11

Mengenal 6 Budaya Pacitan yang

Sudah Ditetapkan Jadi Warisan


Budaya Takbenda
29 Agustus 2021olehPacitanku-2748733 Dilihat
oleh Pacitanku

SEMARAK. Upacara adat ceprotan 2019 berlangsung semarak. (Foto: Disparpora Pacitan)
Pacitanku.com, PACITAN – Selain banyaknya potensi wisata, Pacitan dikenal juga memiliki
beragam karya budaya di setiap kecamatannya. Bahkan, 6 diantaranya sudah ditetapkan sebagai
warisan budaya takbenda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI hingga
tahun 2020 ini. Apa saja?

1. Wayang Beber (Desa Gedompol, Kecamatan Donorojo)


Wayang Beber (Foto: Humas Pemkab Pacitan)

Kesenian asli daerah Kabupaten Pacitan, wayang beber ditetapkan oleh Pemerintah melalui
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai warisan budaya nasional
kategori budaya tak benda pada tahun 2015.

Masuk ke dalam kategori Tradisi dan Ekspresi Lisan, Wayang Beber Pacitan merupakan warisan
budaya yang sudah langka, meskipun belakangan ini sudah ada regenerasi. Wayang ini
dipertunjukkan dengan cara dibentangkan di depan dalang yang kemudian menceritakan adegan
yang tergambar dalam bentangan tersebut.

Wayang Beber adalah seni wayang berupa lembaran-lembaran (beberan ) yang muncul dan
berkembang di Jawa pada masa pra-Islam dan masih berkembang di daerah tertentu di Pulau
Jawa. Dinamakan wayang beber karena berupa lembaran yang dibentuk menjadi tokoh-tokoh
dalam cerita baik mahabrata maupun ramayana.

Wayang Beber ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya nasional karena nilai dan
kesakralan budaya yang terkandung didalamnya. Wayang beber tertua terdapat di Desa Karang
Talun, Kelurahan Gedompol, Kecamatan Donorojo. Di Pacitan, wayang beber disimpan dan
dilestarikan oleh Mbah Mardi.

Di Pacitan, Wayang Beber dimainkan oleh lima orang. Empat orang memainkan alat musik rebab,
kendang, kenong laras slendro, dan gong. Satu orang bertindak sebagai dalang. Sementara,
duplikat Wayang Beber Pacitan terdapat di Desa Nanggungan Kecamatann Pacitan, sedangkan
artefaknya dikeramatkan dan tidak boleh dibuka, berada di desa asalnya yakni Desa Gedompol,
Kecamatan Donorojo.

Close Ads X

Saat ini, pelestarian wayang beber terus dilakukan berbagai pihak. Salah satunya adalah melalui
Wayang Beber Sakabendino (WBS). Salah satu dalang kontemporer WBS, Ganjar juga sempat
mengenalkan kesenian ini ke negeri Sakura, atau Jepang.

2. Ceprotan (Desa Sekar, Kecamatan Donorojo)


Penari setempat menghibur para penonton upacara Ceprotan. (Foto : Humas Pemkab Pacitan)

Dua tahun berselang, giliran upacara adat Ceprotan yang ditetapkan sebagai WBTB untuk
kategori adat istiadat, ritus, dan perayaan. Ceprotan digelar di lapangan Dewa Sekartaji, Desa
Sekar, Kecamatan Donorojo setiap bulan Dzulqaidah atau Longkang pada hari Senin Kliwon.

Upacara adat Ceprotan ini dimulai dengan pengarakan kelapa muda yang digunakan sebagai alat
“ceprotan” menuju tempat dilaksanakannya upacara yang biasanya berupa tanah lapang. Kelapa-
kelapa ini ditempatkan pada keranjang bambu dengan anyaman yang jarang-jarang dan dibawa
oleh pemuda setempat.

Rangkaian seremoni sakral Ceprotan, dimulai dari pengumpulan ayam dari beberapa warga.
Upacara dipimpin oleh kepala desa dan melibatkan kepala dusun.

Puncak acara Ceprotan berlangsung pada sore hari dimana matahari mulai terbenam, diawali
dengan tarian surup atau “Terbenamnya Matahari” kemudian juru kunci membacakan doa, serta
lurah desa merepresentasikan diri sebagai perwujudan Ki Godeg, sedangkan Istrinya sebagai
Dewi Sekartaji.

Sebelum acara dimulai, ketua adat membacakan doa-doa. Upacara dilanjutkan dengan
ditampilkannya sendratari yang menceritakan antara pertemuan antara Ki Godeg dengan Dewi
Sekartaji. Kemudian pemuda-pemuda ini dibagi menjadi dua kubu yang ditempatkan secara
berseberangan.

Keranjang berisi kelapa muda yang telah dikuliti dan direndam selama beberapa hari agar
tempurungnya melunak, diletakkan di depan masing-masing anggota kubu yang telah berjajar
dengan posisi menghadap ke arah kubu lawan.

Antar kedua kubu ini diberi jarak beberapa meter sehingga mereka tidak berhadapan secara
langsung dan di antara mereka diletakkan sebuah ingkung atau ayam utuh yang dipanggang.
Para pemuda yang saling melempar tersebut mengarahkan bluluk itu ke gubuk sesajen yang ada
ditengah lapangan.

3. Kethek Ogleng Pacitan (Desa Tokawi, Kecamatan Nawangan)


Para penari Kethek Ogleng saat tampil dalam peringatan 55 tahun tari Kethek Ogleng. (Dok. Sanggar Condro Wanoro)

Setelah Wayang Beber dan Ceprotan, karya budaya asal Pacitan yang ditetapkan sebagai WBTB
adalah Kethek Ogleng. Kesenian dari Desa Tokawi, Kecamatan Nawangan ditetapkan sebagai
warisan budaya takbenda nasional 2019 untuk kategori seni pertunjukan.

Adanya Kethek Ogleng di Tokawi berawal dari sosok bernama Sutiman. Sutiman menciptakan
seni Kethek Ogleng tersebut sudah ada sejak tahun 1963. Saat itu, Sutiman yang berprofesi
sebagai petani berhasil menciptakan gerak tari Kethek Ogleng saat masih berusia 18 tahun.

Penamaan Kethek Ogleng diambil dari nama binatang yaitu kera dalam bahasa jawa, sementara
ogleng berasal dari bunyi gamelan yang berbunyi gleng-gleng.
Tari Kethek Ogleng pertama kali ada di tempat orang punya hajat perkawinan tepatnya akhir
tahun 1963, adapun entas tersebut terlaksana atas permintaan Kepala Desa Tokawi pada waktu
itu Haryo Prawiro.

Kethek Ogleng semakin berkembang, seperti pada akhir tahun 1964, Dinas Pendidikan atas
persetujuan Bupati RS Tedjo Sumarto, meminta Sutiman agar tari Kethek Ogleng menggunakan
cerita rakyat Panji Asmorobangun.

Hal itu bertujuan apabila menggunakan unsur cerita agar menjadi lebih baik. Cerita panji dalam
versi raden panji yang akan dijodohkan dengan Sekartaji atau Candra Kirana.

Tari Kethek ogleng memiliki alur cerita, secara utuh terdiri dari enam tokoh yaitu Panji
Asmorobangun, Dewi Sekartaji, Endang Rara Tompe, Punakawan, Bathara Narada dan
Wanaraseta dan tari tersebut berkembang hingga sekarang.

Perkembangan tari Kethek Ogleng sendiri juga sudah diakui oleh Pemkab. Terbukti beberapa
tahun silam seni tari Kethek Ogleng dimodifikasi dalam seni tari kontemporer yang mengadopsi
cerita Kethek Ogleng dengan tajuk Pacitan Bumi Kaloka.

LIHATLAH INI

LEPAS JILBAB, MAKIN SETERBUKA APA SIH PAKAIAN NATHALIE HOLSCHER?

Herbeauty

MANA DARI 7 ARTIS INI YANG TATONYA PALING SEKSI?


Limelight Media

WANITA 68-AN ASAL JEMBER DENGAN BABY FACE PAKAI INI SEBELUM TIDUR

Gluwty

KELUARGA ASAL JEMBER MENDADAK KAYA DALAM 3 HARI SETELAH BACA INI

Money Amulet
Tarian Pacitan Bumi Kaloka yang terinspirasi dari tari Kethek Ogleng sendiri sudah tampil
beberapa kali di tingkat provinsi maupun nasional.

Kini setiap tahun juga digelar pementasan Kethek Ogleng dalam rangka lahirnya kesenian
tersebut, dihitung sejak tahun 2017 lalu, pementasan yang digelar di Monumen Jenderal
Soedirman tersebut sudah digelar dua kali dan mendapatkan apresiasi dari masyarakat,
pemerintah dan pemerhati seni budaya.

Untuk semakin meningkatkan pelestarian seni budaya Kethek Ogleng, Sanggar Condro Wanoro
yang dikomandai oleh Bapak Sukisno juga sering menggelar latihan rutin yang diikuti siswa-siswi
di Desa Tokawi, Kecamatan Nawangan.

4. Badut Sinampurno (Desa Ploso, Kecamatan Tegalombo)

Badut Sinampurno Tegalombo. (Foto: Dok WBTB Jatim)

Badut Sinampurno adalah tradisi yang telah lama berkembang di Desa Ploso, Kecamatan
Tegalombo, Kabupaten Pacitan.

Kesenian ini ditetapkan sebagai WBTB oleh Kemendikbud RI tahun 2020 lalu untuk kategori adat
Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan. Badut sinampurno merupakan upacara adat
yang dilaksanakan untuk acara ruwatan, saat akan menikah, atau ketika akan melaksanakan
hajatan.

Dalam aksinya, peraga tari badut sinampurno menggunakan make-up layaknya badut, lengkap
dengan topi badutnya yang unik. Selain itu, mereka menari dengan iringan tembang langen bekso
dan tayub.

5. Tetaken (Desa Mantren, Kecamatan Kebonagung)

Upacara Adat Tetaken Mantren Kebonagung. (Foto: Dok. Humas Pemkab Pacitan)

Upacara Tetaken ditetapkan sebagai WBTB pada tahun 2020 untuk kategori adat Istiadat
Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan. Tradisi yang digelar setiap bulan Muharramini adalah
karya budaya dari Desa Mantren, Kecamatan Kebonagung.
Upacara tetaken ini adalah satu bentuk upacara tradisional, dimana masyarakat sekitar Gunung
Limo masih menganggap memiliki nilai magis, sehingga diwujudkan dengan bentuk upacara atau
ritual di daerah tersebut.

Tetaken berasal dari bahasa Sansekerta yang maknanya teteki. Artinya: pertapaan. Tak heran,
suasana religius yang kental namun sederhana menandai rangkaian ritual ini.

Sejumlah acara inti dari tradisi Tetaken adalah kirab gunungan, kirab pusaka Tunggul Wulung,
Ujuban Ruwat Nagari dan Umbul Dunga, Rebut Berkah Tirta Rasa Darma, dan diakhiri dengan
malam Tirakatan.

6. Brojo Geni (Desa Tremas, Kecamatan Arjosari)

Sepakbola api Brojogeni Tremas.(Foto: Dok. Pemkab Pacitan

Brojo Geni ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda nasional pada tahun 2020 dalam
kategori Pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta.
Brojo Geni adalah sebuah tradisi populer di lingkungan pondok pesantren Tremas, Desa Tremas,
Kecamatan Arjosari sejak puluhan tahun lalu. Brojo Geni atau sepakbola api Tremas
menggunakan kain sarung yang dinaikkan sampai lutut dengan tidak mempergunakan alas kaki.

Brojo Geni sebagai olahraga dan hiburan yang memikat sering dilaksanakan setiap tanggal 1
Muharram dan wisuda santri yang telah menyelesaikan pendidikan di tingkat atas.

Demikianlah 6 budaya Pacitan yang sudah ditetapkan sebagai warisan budaya nasional takbenda.

Anda mungkin juga menyukai