Anda di halaman 1dari 2

Isu Administrasi Pajak atas E-Commerce, Sebuah Pandangan dari Para Pemain Besar

E-Commerce tidak bisa lepas dari sikap dan tingkah laku dari para pemain besar yang membangunnya.
Para pemain besar itu adalah para pembuat software, para pembuat hardware, pembangun dan pemelihara
jaringan internet, penguasa-penguasa telekomunikasi, pemain-pemain e-business, dan lain-lain. Pengaruh ini
juga meluas sampai ke sudut-sudut administrasi pajak. Lebih jauh lagi pengaruh ini bersifat global sesuai
dengan karakter global dari e-commerce. Indonesia sendiri memang harus bersiap-siap untuk itu, baik untuk
kepentingan tax treaty maupun untuk administrasi pajak dalam negeri. Keharusan ini nampaknya tidak bisa
dihindari mengingat potensi e-commerce yang volume bisnisnya terus tumbuh dan dengan demikian berarti
bahwa potensi pajak pun meningkat.
Sekelompok perusahaan-perusahaan besar anggota Electronic Commerce Tax Study Group, yaitu
America Online, AT&T, Cisco Systems, Digital Equipment Corporation, Electronic Data Systems Corporation,
Hewlett-Packard, IBM, Intel, MCI, Microsoft, NCR, Netscape, dan Sun Microsystems, pernah memberikan
pandangan tentang isu administrasi perpajakan dalam kaitannya dengan e-commerce. Pandangan mereka itu
disarikan dalam uraian-uraian berikut.

Umum
Bentuk-bentuk pemajakan langsung yang telah ada sekarang tetap dapat diaplikasikan terhadap e-
commerce. Pemerintah memiliki kebutuhan yang legitimate untuk memungut pajak dari transaksi non
elektronik. Para pemain besar ini memandang bahwa legitimasi itu juga berlaku untuk transaksi elektronik.
Setiap model pemajakan tidak dapat berlaku umum di semua jurisdiksi. Penentuan apakah pajak
pendapatan akan dipungut secara net-basis/web basis atau melalui pemotongan adalah isu-isu yang peka di
beberapa negara termasuk juga kaitannya dengan BUT, karakterisasi sumber pendapatan, dan aturan
pemotongannya. Hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya volume transaksi secara signifikan.
Cara pemungutan pajak yang paling efektif adalah dengan memperhatikan kepentingan komunitas
bisnis itu sendiri, sebab dengan demikian akan lebih menyeimbangkan pembagian beban pajak. Ketaatan dalam
transaksi B2B (Business to Business) cenderung lebih tinggi dari pada dalam transaksi dengan model bisnis lain.
Hal ini adalah didasari oleh kenyataan bahwa revenue yang dihasilkan perusahaan dari transaksi e-commerce
secara mayoritas dihasilkan oleh transaksi B2B, termasuk di dalamnya pertukaran data elektronik. Sebagaimana
praktek bisnis yang sehat, unsur kepercayan adalah yang paling utama. Walaupun konsumen dalam hal ini
adalah perorangan, sebuah perusahaan akan bertanggung jawab untuk membayar pajak yang terhutang pada
hampir semua kasus.
Para pemain besar ini percaya bahwa teknologi informasi yang baru akan secara nyata dapat
memperbaiki cara pemungutan pajak dan menekan beban administrasi yang ditanggungnya. Sistem perpajakan
tidak dapat 100% menjamin ketaatan. Bagaimanapun, dalam prosentase yang kecil akan tetap ada pajak-pajak
yang tidak dapat dipungut.
Adalah sangat penting untuk tidak menerapkan standar ketaatan yang tinggi kepada e-commerce sebab
hal ini akan mengakibatkan pelanggaran dalam netralitas e-commerce dan menempatkannya dalam posisi yang
merupakan kemunduran kompetitif. Standar ini juga tidak dapat dinaikkan secara tidak realistis, artinya harus
tetap mempertimbangkan unsur perbandingan antara revenue dengan beban administratifnya. Sebagai akibat
logis dari keterlibatan pemerintah dalam e-commerce, biaya-biaya yang berkaitan dengan administrasi dan
ketaatan pajak akan bergeser atau berubah secara material, baik itu dalam hubungan pemerintah-swasta, swasta-
swasta, maupun pemerintah-pemerintah.

Pengumpulan Informasi Transaksi pada Level Perorangan


Dalam konteks pajak langsung, informasi transaksi hanya relevan dalam batas-batas dan keadaaan
tertentu. Para pemain besar ini menekankan bahwa otoritas tidak seharusnya menambah beban dengan mencoba
mengumpulkan informasi lebih dari yang telah terbukti cukup. Secara teoritis, adalah sangat masuk di akal jika
informasi dapat dikumpulkan mulai dari titik penjualan. Para penjual telah mengumpulkan dan memelihara
informasi semacam itu. Namun demikian, pihak-pihak intermediaries (yang dalam e-commerce sangat banyak
jumlahnya) terbukti tidak berada dalam posisi tersebut secara rutin dan sangat terkendala oleh unsur biaya.
Sampai saat ini penggunaan internet browser atau network browser yang lain seperti Internet Service Provider
(ISP) atau sistem aplikasi lain untuk mengumpulkan dan menyimpan informasi untuk tujuan pajak belumlah
feasible. Dengan tambahan aplikasi lain, hal ini terbukti memiliki kemungkinan besar untuk menjalankan tugas-
tugas seperti itu, akan tetapi biaya desain dan administratif menjadi terlalu besar bagi perusahan-perusahaan
perorangan/kecil. Sebagai tambahan, pemanfaatan browser dan lain-lain sebagai pengumpul informasi
perpajakan haruslah dimandatkan oleh pemerintah, sebab pembuat aplikasi seperti ini tidak akan menambahkan
fitur yang demikian, jika pesaingnya juga tidak melakukan hal yang sama (karena informasi pribadi dan
informasi pajak adalah informasi yang peka). Hal ini ditambah lagi dengan kenyataan bahwa aplikasi-aplikasi
yang demikian digunakan secara global, yang artinya melibatkan hubungan antar negara dan antar pemerintah.
Jawaban yang lebih baik adalah bahwa para pengusaha seharusnya tetap bertanggung jawab untuk fungsi
informasi ini dengan peluang memilih sendiri peralatannya. Kerjasama antar pemerintah untuk pengungkapan
(disclose) semacam ini dan isu-isu yang lain dapat menjadi kunci yang menentukan.

Ketepatan Waktu dari Specific Administrative Arrangements


Sebuah administrative arangements yang diajukan terlalu dini dapat mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan e-commerce. Sesungguhnyalah bahwa perubahan dalam dasar-dasar pemajakan langsung tidak
semata-mata diakibatkan oleh e-commerce. Dorongan-dorongan untuk membangun suatu administrative
arrangements yang baru dalam mengikuti pertumbuhan e-commerce pada saat ini belum bisa dikatakan tepat
waktu. Sangat besar kemungkinannya justru akan menjadi bumerang di tengah “balap e-commerce”, bahkan di
negara-negara di mana e-commece sudah diadopsi secara luas. Perubahan-perubahan ini harus disesuaikan
(waktu dan tempatnya) dengan tingkat perkembangan e-commerce di masing-masing negara. Yang unik adalah
bahwa justru negara-negara ini menjadi berkaitan karena disatukan oleh sebuah dunia baru yang tanpa batas.
Hal ini menimbulkan isu baru di dunia perpajakan e-commerce yang dikenal dengan nama “isu arbitrase”.

Identifikasi Wajib Pajak


E-business tidak menghendaki hubungan dengan pelanggan anonymous. Sebaliknya mereka
menghendaki identifikasi pelanggan untuk kepentingan pemasaran, jaminan, layanan pelanggan, proteksi atas
properti intelektual, dan lain-lain. Singkatnya, e-business sangat memahami siapa pelanggannya. Dalam kasus
lain, walaupun sertifikat digital yang ada sekarang tidak dapat digunakan sepenuhnya untuk mengidentifkasi
pihak-pihak yang bertransaksi, namun memiliki kemungkinan untuk terus dikembangkan sehingga dapat
memenuhi tuntutan ini. Message digest --identifikasi suatu pihak yang diletakkan pada header paket data yang
ditransmisikan dalam internet-- tidak bisa menjanjikan identifikasi Wajib Pajak dengan cukup baik. Setiap paket
dari triliunan paket data yang ditransmisikan dalam internet memiliki message digest yang mirip satu sama lain.
Header itu sendiri mengandung data mengenai tujuan yang akan dicapai, akan tetapi tidak memuat isi dari pesan
yang disampaikan. Dengan demikian akan sangat sulit menentukan apakah sebuah transaksi keuangan telah
terjadi atau tidak.

Pemeliharaan Catatan Elektronik


Tidak ada alasan untuk beranggapan bahwa data elektronik lebih rendah akurasinya dibandingkan
dengan data konvensional ada sekarang semata-mata karena mudahnya manipulasi dilakukan terhadap data
elektronik. Para pelaku bisnis dan para pemegang saham memiliki kepentingan yang sama tingginya dengan
pemerintah dalam hal integritas data yang dimilikinya. Pengusaha-pengusaha yang berpaktek bisnis dengan baik
akan terus memelihara praktek ini dalam pencatatan data baik elektronik maupun non elektronik. Tentu saja
akan selalu ada pengusaha yang gagal atau tidak melakukannya, akan tetapi ini bukan alasan yang tepat untuk
menganggap keburukan ini akan berkembang bersama tumbuhnya e-commerce.

Integritas Catatan Elektronik


Sebenarnya, memodifikasi catatan elektronik justru lebih sulit dalam hampir semua kasus daripada
melakukan hal yang sama pada catatan kertas. Perusahaan bisnis cenderung menggunakan aplikasi akunting dan
manajemen yang didesain oleh pihak ketiga. Sistem aplikasi yang demikian mengandung prosedur pengecekan
di dalamnya, yang akan menyulitkan proses perubahan catatan tanpa jejak. Hal yang sama juga berlaku untuk
sistem aplikasi yang didesain secara internal dengan asumsi perusahaan menginginkan integritas data yang
tinggi untuk memerangi kecurangan. Setiap perubahan data akan direkam pada beberapa tempat dalam sistem
yang bersangkutan. Hanya akses maksimal yang memungkinkan perubahan tersebut secara keseluruhan di
semua titik dalam sistem. Sebagai tambahan, perusahaan e-commerce biasanya menerapkan audit internal dan
eksternal untuk membatasi peluang kecurangan dalam catatan elektronik dan kertas.

Bagaimana Pajak Mengatur transaksi E-Commerce


Tax Treaty yang dibuat oleh dua negara terkait pada umumnya masih dijiwai oleh Model OECD
(Organization for Economic Co-operation and Development) atau Model UN (United Nation). Walaupun
secara samar-samar terdapat pasal yang dapat dijadikan sebagai dasar penentuan aspek perpajakan atas transaksi
e-commerce, namun sangat rentan terhadap multi tafsir oleh fiskus-Wajib Pajak atau sesama Wajib Pajak.
Untuk itu perlu dipertimbangkan untuk melakukan revisi Tax Treaty antara negara untuk mengakomodir secara
khusus perlakuan pajak atas e-commerce.

Anda mungkin juga menyukai