Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

Pancasila Dalam Konteks Sejarah Bangsa Indonesia

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II

1. Evani Rahmayanti (A 241 18 020)


2. Haswani (A 241 18 0)
3. Kurniawan Wijaya P. (A 241 18 092)
4. Lidya (A 241 18 0)
5. Nur Hasni (A 241 18 0)
6. Rahmat Tulle (A 241 18 0)
7. Rohana (A 241 18 0)
8. Sukma A. Djaim (A 241 18 0)
9. Yuli Astriani (A 241 18 017)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2018
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang......................................................................
1.2. Rumusan Masalah.................................................................
1.3. Tujuan...................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Hakikat Manusia dan Pengebangannya ................................
2.2.Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia ...........................
2.3.Sosok Manusia Indonesia Setuhnya. ....................................
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan...........................................................................
3.2. Saran.....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pancasila Pada Masa Kerajaan

2.1.1 Kerajaan Kutai


Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400 M, dengan
ditemukannya prasasti yang berupa 7 yupa ( tiang batu ). Berdasarkan prasasti
tersebut dapat diketahui bahwa raja Mulawarman keturunan dari raja
Aswawarman keturunan dari kudungga. Raja Mulawarman menurut prasasti
tersebut mengadakan kenduri dan memberi sedekah kepada Brahmana dan para
brahmana membangun yupa itu sebagai tanda terima kasih raja yang dermawan
(Bambang Sumadio, dkk., 1977 : 33-32) Masyarakat kutai yang nilai sosial
politik, dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para
Brahmana.
Bentuk kerajaan dengan agama sebagai tali pengikat kewibawaan raja ini
tampak dalam kerjaan-kerajaan yang muncul kemudian di Jawa dan Sumatra.
Dalam zaman kuno (400-1500) terdapat dua kerajaan yang berhasil mencapai
integrasi dengan wilayah yang meliputi hampir separuh Indonesia dan seluruh
wilayah Indonesia sekarang yaitu kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit
yang berpusat di Jawa.

2.1.2 Kerajaan Sriwijaya


Menurut Mr. M. Yamin bahwa berdirinya negara kebangsaan Indonesia
tidak dapat dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan
nenek moyang bangsa Indonesia. Negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui
tiga tahap yaitu: Pertama, zaman Sriwijaya di bawah wangsa Syailendra (600-
1400), yang bercirikan kedatuan. Kedua, negara kebangsaan zaman Majapahit
( 1293-1525 ) yang bercirikan keprabuan, kedua tahap tersebut merupakan negara
kebangsaan Indonesia lama. Kemudian Ketiga negara kebangsaan medern yaitu
negara Indonesia merdeka (sekarang negara Proklamasi 17 Agustus 1945 )
(Sekretariat Negara RI., 1995 : 11 ).
Pada abad ke VII mucullah suatu kerajaan di Sumatra yaitu kerajaan
Sriwijaya, di bawah kekuasaan wangsa Syailendra. Hal initermuat dalam prasasti
Kedukan Bukit di kaki bukit Siguntang dekat Palembang yang bertarikh 605 Caka
atau 683 M., dalam bahasa Melayu kuno dan huruf Pallawa. Kerajaan itu adalah
kerajaan maritim yang mengandalkan kekuatan lautnya, kunci-kunci lalu lintas
laut disebelah barat dikuasainya seperti selat Sunda (686), kemudian selat Malaka
(775). Pada zaman itu kerajaan Sriwijaya merupakan suatu kerajaan besar yang
cukup disegani di kawasan Asia selatan. Perdagangan dilakukan dengan
mempersatukan dengan pedagang pengrajin dan pegawai raja yang disebut Tuha
An Vatakvurah sebagai pengawas dan barang dagangannya (Keneth R. Hall,
1976 : 75-77). Demikian pula dengan sistem pemerintahannya terdapat pegawai
pengurus pajak, harta benda kerajaan, rokhaniawan yang menjadi pengawas teknis
pembangunan gedung-gedung dan patung-patung suci sehingga pada saat itu
kerajaan dalam menjalankan sistem negarannya tidak dapat dilepaskan dengan
nilai ketuhanan (Suwarno, 1993, 19).
Agama dan kebudayaan dikembangkannya dengan mendirikan suatu
universitas agama Budha, yang sangat terkenal di negara lain di Asia. Banyak
musyafirdari negara lain misalnya dari Cina belajar terlebih dahulu di universitas
tersebut terutama tentang agama Budha dan bahasa Sansekerta sebelum
melanjutkan studinya ke India. Malahan guru-guru besar tamu dari India yang
mengajar di Sriwijaya misalnya Dharmakitri. Cita-cita tentang kesejahteraan
bersama dalam suatu negaratelah tercermin pada kerajaan Sriwijaya tersebut yaitu
berbunyi ‘marvuat vanua Criwijaya sidhhayatra subhiksa’ ( suatu cita-cita
negara yang adil dan makmur) ( Sulaiman, tanpa tahun : 53).

2.1.3 Zaman Kerajaan-Kerajaan Sebelum Majapahit


Sebelum kderajaan Majapahit muncul sebagai suatu kerajaan yang
memancangkan nilai-nilai nasionalisme, telah muncul kerajaan-kerajaan di Jawa
Tengah dan Jawa Timur secara silih berganti.
Kerajaan Kalingga pada abad ke VIII yang ikut membantu membangun candi
Kalasan untu Dewa Tara dan sebuah wihara untuk pendeta Budha didirikan di
Jawa Tengah bersama dengan dinasti Syailendra (abad ke VII dan IX ). Refleksi
puncak budaya dari Jawa Tengah dalam periode-periode kerajaan-kerajaan
tersebut adalah dibangunnya candi Borobudur ( candi agama Budha pada abad ke
IX ), dan candi Prambanan ( candi agama Hindu pada ke X ).
Selain kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah tersebut di Jawa Timur
muncullah kerajaan-kerajaan Isana ( pada abd ke IX ), Darmawangsa ( abad ke
X ) demikian juga kerajaan Airlangga pada abad ke IX. Raja Airlangga membuat
bangunan keagamaan dn asrama, dan raja ini memiliki sikap toleransi dalam
beragama. Agama yang diakui oleh kerajaan adalah agama Budha, agama Wisnu,
agama Syiwa yang hisup berdampingan secara damai (Toyibin, 1997 : 26 ).
Menurut prasati Kelagen, Raja Airlangga telah mengadakan hubungan dagang dan
bekerjasama dengan Benggala, Chola, dan Champa hal ini menunjukkan nilai-
nilai kemanusiaan. Demikian pula Airlangga mengalami penggemblengan lahir
dan bathin di hutan dan tahun 1909 para pengikutnya, rakyat dan para Brahmana
bermusyawarahdan memutuskan untuk memohon Airlangga bersedia menjadi
raja, meneruskan tradisi istana, nilai-nilai sila keempat. Demikian pila menurut
prasasti Kelagen, pada tahun 1037, raja Airlangga memerintahkan untuk membuat
tanggul dan waduk demi kesejahteraan pertanian rakyat yang merupakan nilai-
nilai sila kelima ( Toyibin, 1997 :28,29 ). Diwalayah Kediri Jawa Timur berdiri
pula Kerajaan Singasari (pada abad ke XIII, yang kemudian sangat erat
hubungannya dengan berdirinya kerajaan Majapahit.

Anda mungkin juga menyukai