ABSTRACT
dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang aktivasi enzim heparanase menyebabkan kerusakan
memfagositosis kompleks virus-antibodi sehingga pada glikokaliks dan langsung merusak serat matrikx
virus berkembang di makrofag. Makrofag akan sehingga molekul muatan negatif dengan berat
segera bereaksi dengan menangkap virus dan molekul yang besar dapat menembus membrane
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC basal glomerulus (Garsen et al., 2014; Germi et al.,
(Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel 2002; Utami, 2017). Perubahan dari glycocalyx pada
di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan lapisan endotel merupakan penyebab dari kebocoran
menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih protein dan muncul proteinuria.
banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T- Status gizi juga memiliki hubungan dengan
sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah keparahan DBD. Pada penelitian Mohd Zulkipli dkk
memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang (2018), menjelaskan bahwa obesitas dapat
akan melepas antibodi (Suhendro et al., 2009). mempengaruhi tingkat keparahan DBD melalui
Selain melihat dari kelainan di serum dapat inflammation pathways, meningkatnya white
juga dilihat dari perbedaan yang terjadi pada urine adipose tissue pada penderita obesitas menyebabkan
pasien yang terinfeksi virus dengue, karena ginjal meningkatkan interleukin-6 (IL-6), (IL-8), dan
sedemikan halnya mengalami cedera ringan pada Tumor Factor Alpha (TNF-α) (Zulkipli et al., 2018).
infeksi virus dengue (Charism, 2020; Picollo Mediator inflamasi tersebut dapat meningkatkan
Oliveira & Burdmann, 2015). Proteinuria permeabilitas kapiler. Permeabilitas kapiler yang
merupakan terdeteksinya protein di dalam urin meningkat pada pasien DBD secara progresif dapat
dengan kadar 15-20 mg/dL (Utami, 2017; Utsch & mendasari proses kebocoran plasma yang parah serta
Klaus, 2014). Proteinuria dan hematuria yang terjadi dapat menyebabkan DSS (Tansil et al., 2021).
pada pasien infeksi virus dengue terjadi akibat Demam berdarah dengue memiliki kebocoran
proses cedera ginjal atau kerusakan yang terjadi pada plasma sehingga dicurigai bahwa P-LCR akan lebih
glomerulus ginjal (Charism, 2020; Wills et al., n.d.). tinggi daripada DD (Lorenza & Arkhaesi, 2018).
Penelitian Vasanwala pada orang dewasa oleh Pada kasus ini, pasien mengatakan mengalami
proteinuria pada demam berdarah dengue terjadi penurunan berat badan selama sakit, dari 79 kg
karena proses glomerulonephritis oleh kompleks sekarang menjadi sekitar 77 kg. Dalam kasus ini
imun pada pembuluh darah yang menyebabkan pasien mengatakan kurang nafsu makan karena mual
vaskulitis (Vasanwala et al., 2014). Kadar puncak dan muntah yang dikeluhkan selama sakit. Hal ini
proteinuria terjadi karena proses autoimun dimana menjadi salah satu penyebab pasien mengalami
virus dengue mengaktifkan sistem retikuloendotelial penurunan berat badan. Namun setelah mengalami
di glomerulus sehingga memunculkan kebocoran penurunan pasien masih tergolong obesitas. Kondisi
oleh karena peradangan. Kerusakan pada status gizi pasien yang tergolong obesitas menjadi
glikosaminoglikan yakni heparin sulfat karena salah satu risiko keparahan penyakit dengue fever.
Hasil pemeriksaan laboratorium yang dan faal hati terganggu. Pada cidera sel terjadi
dilakukan oleh pihak rumah sakit (Tabel 1) dan hasil kebocoran enzim hati. Enzim yang dihasilkan oleh
assesment biokimia yang telah dilakukan, dapat hepatosit yaitu serum glutamic oksaloasetat
dilihat bahwa nilai protein urine ++ pasien cukup transaminase (SGOT) dan serum glutamic pyruvic
tinggi hal ini menandakan adanya risiko gangguan transaminase (SGPT) (Rusman, 2017).
ginjal akibat dari infeksi virus dengue. Beberapa Presentasi klinis demam dengue adalah
nilai sel darah putih juga tergolong tinggi yang triphasic dengan fase demam yang biasanya ditandai
menunjukkan adanya infeksi dalam tubuh. Nilai PLT dengan demam tinggi, sakit kepala, mialgia, nyeri
yang rendah mengindikasikan terjadinya demam tubuh, muntah, nyeri sendi, ruam sementara dan
berdarah. Selain itu nilai SGOT dan SGPT yang manifestasi perdarahan ringan seperti petichiae,
tinggi menunjukkan adanya risiko terhadap ekimosis di situs tekanan dan perdarahan dari pungsi
gangguan fungsi hati ditandai dengan kebocoran vena. Pada fase kritis berikutnya terdapat
enzim di hati. peningkatan risiko perkembangan pasien menjadi
Infeksi dari virus, bakteri, jamur, dan parasit dengue berat yang ditandai dengan adanya
meningkatkan peradangan dan hyperplasia sel kebocoran plasma yang dapat menyebabkan syok
kupffer yang juga dapat menyebabkan hepatomegali. dan/atau akumulasi cairan seperti asites atau efusi
Peneliti lain membuktikan bahwa virus dengue dapat pleura dengan atau tanpa gangguan pernapasan,
menginfeksi sel Kuffer manusia, tetapi bukan untuk perdarahan hebat, dan/atau kerusakan organ yang
bereplikasi, melainkan sel-sel ini mengalami parah. Risiko perdarahan hebat pada dengue jauh
apoptosis kemudian difagositosis Pada DBD lebih tinggi dengan infeksi sekunder dan terlihat
keterlibatan hati merupakan tanda yang khas bahwa pada sekitar 2-4% kasus yang mengalami infeksi
penyakit ini akan menjadi fatal (Rusman, 2017). sekunder. Presentasi atipikal juga ditemukan pada
Saat hepatosit terinfeksi oleh virus dengue, virus gagal hati akut, ensefalopati dengan kejang,
akan menganggu sintesa RNA dan protein sel, yang disfungsi ginjal, perdarahan saluran cerna bagian
kemudian akan mengakibatkan cidera secara bawah (Tewari et al., 2018).
langsung pada hepatosit. Virus Dengue dapat Setelah dilakukan food recall 1x24 jam, dapat
mengganggu sintesa protein sel target dan disimpulkan asupan oral pasien kurang dengan hasil
mengakibatkan kerusakan serta kematian sel. Virus recall energi 2110,5 kkal (Kebutuhan menggunakan
dengue yang ganas berpotensi menyerang sel rumus Harris Benedict yaitu 2613,54 kkal), protein
retikuloendotelial sistem termasuk organ hepar dan 57,7 g (0,85 dari total energi yaitu 65,34 g), lemak
sel endotel, akibatnya hati meradang, membengkak, 35,5 g (25% total eneri yaitu 72,59 g), dan
karbohidrat 375,4 g (65% total energi yaitu 424,7 g) Karbohidrat diberikan sebesar 65% dari total
(Tabel 1). Pasien memiliki riwayat pola makan yang kebutuhan energi yaitu sebesar 424,7 g, diberikan
sering mengonsumsi makanan manis dan berkalori tinggi untuk memenuhi kebutuhan energi pasien
tinggi. Pasien biasa mengonsumsi sayur tetapi serta untuk mencegah protein diubah menjadi energi.
terdapat beberapa sayuran yang tidak disukai pasien Karbohidrat didapatkan dari beras yang diolah
seperti sayuran yang mengandung tinggi serat menjadi nasi tim. Dari hasil monitoring dan evaluasi
bayam, brokoli, sawi, dan wortel. Pasien juga tidak recall dan penimbangan food waste atau sisa
terlalu sering mengonsumsi buah dan lebih makanan pasien, diketahui bahwa persentase dari
menyukai makanan yang digoreng. Selain itu, pasien total asupan sudah mencapai target yaitu sebesar
memiliki kebiasaan minum manis sebelum atau 120% yang terdiri dari 82,6% makanan rumah sakit
setelah makan. Kebiasaan pasien ini memiliki dan 36,7% makanan luar rumah sakit. Pada hari
hubungan dengan berat badan pasien yang berlebih kedua mengalami penurunan menjadi 81% dan 55%
sehingga meningkatkan risiko terjadinya obesitas. pada hari ketiga. Penuruan tersebut terjadi karena
Kebiasaan konsumsi tidak baik seperti konsumsi perubahan bentuk makanan yang diberikan, dari
makanan jajanan tinggi kalori, tinggi lemak, dan bubur menjadi nasi tim sehingga pasien lebih mudah
tinggi gula yang sering disebut dengen energy dense merasa kenyang. Selain itu juga pada hari kedua
akan berpengaruh terhadap kejadian pasien tidak mendapat asupan tambahan dari luar
overweight/obesitas (Murakami et al., 2012). rumah sakit. Asupan karbohidrat menurun
Dari kebutuhan total energi pasien sebesar dibandingkan dengan sebelum intervensi yaitu
2613,54 kkal, asupan pasien cenderung defisit ringan sebesar 88,4% dari total kebutuhan karbohidrat. Hal
karena hanya memenuhi 80,7% dari total kebutuhan ini karena pada hari ketiga asupan pasien hanya
harian. Asupan lemak cenderung mengalami defisit dihitung sampai jam makan siang dikarenakan
berat karena hanya memenuhi 48,9% dari total pasien sudah diperbolehkan pulang oleh dokter yang
kebutuhan harian. Asupan protein mengalami defisit bertanggung jawab
ringan karena hanya memenuhi 88,3% dari total Pada kasus ini, pasien mengalami infeksi
kebutuhan harian. Asupan karbohidrat cenderung sehingga diberikan makanan tinggi protein untuk
defisit ringan karena hanya memenuhi 88,4% dari membantu pemulihan jaringan yang rusak akibat
total kebutuhan harian. infeksi virus. Dari total kalori yang dibutuhkan,
Setelah dilakukan perhitungan, kebutuhan pasien diberikan sebesar 0,85 g/kg BB pasien yaitu
energi total pasien sebesar 2613,54 kkal. Kebutuhan sekitar 65,34 gr (Gandy et al., 2014). Dari hasil
energi dihitung menggunakan rumus harris benedict monitoring dan evaluasi recall dan penimbangan
dengan memperhatikan kondisi pasien yang masih food waste atau sisa makanan pasien, pada hari
mengalami mual dan muntah. Dalam kasus ini pertama pasien yaitu sebesar 140% yang terdiri dari
pasien masih mengalami infeksi virus dengue 98,5% makanan rumah sakit dan 41,6% makanan
sehingga memerlukan asupan makanan dan cairan rumah sakit. Pada hari kedua mengalami penurunan
cukup untuk mengurangi keparahan infeksi (Morris, menjadi 110% dan 73% pada hari ketiga. Penurunan
2014). Pada penderita demam dengue memerlukan food waste terjadi karena nafsu makan pasien mulai
makanan yang memiliki nilai gizi tinggi untuk membaik sehingga pasien sudah mulai
memperkuat daya tahan tubuh. Sehingga pada kasus menghabiskan makanan yang diberikan dari rumah
ini pasien diberikan diet TKTP. Energi yang sakit. Selain itu, pada hari pertama paisen mendapat
diberikan sebesar 2613,54 kkal dengan faktor asupan protein dari luar rumah sakit yang lumayan
aktivitas 1,3 dan faktor stress 1,2. dari seluruh banyak yaitu sekitar 29,69% dari total asupan
kebutuhan energi pasien diharapkan dapat sehingga sisa makanan pada hari pertama jauh lebih
menghabiskan minimal 70% dan bertahap hingga besar dibandingkan dengan hari kedua dan ketiga.
80%. Lemak diberikan sebesar 25% dari total
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi kebutuhan energi yaitu sebesar 72,59 g. Dari hasil
(Tabel 2), pada hari pertama pasien mampu monitoring dan evaluasi recall dan penimbangan
menghabiskan sekitar 87% makanan rumah sakit dan food waste atau sisa makanan pasien, pada hari
ditambah 48% makanan dari luar rumah sakit pertama pasien yaitu sebesar 168% yang terdiri dari
sehingga pasien mendapatkan asupan 135% dari 95,3% makanan rumah sakit dan 72,1% makanan
total kebutuhan energi. Pada hari kedua, terdapat luar rumah sakit. Pada hari kedua mengalami
penuruan karena pasien tidak mendapat asupan penurunan menjadi 90% dan 61% pada hari ketiga.
tambahan dari luar rumah sakit dan pasien mampu Penurunan food waste terjadi karena nafsu makan
menghabiskan 87% dari total kebutuhan energi. pasien mulai membaik sehingga pasien sudah mulai
Pada hari ketiga, terjadi penurunan asupan menghabiskan makanan yang diberikan dari rumah
dikarenakan pasien sudah diperbolehkan pulang oleh sakit. Selain itu, pada hari pertama paisen mendapat
dokter yang bertanggung jawab. Sehingga total asupan lemak dari luar rumah sakit yang lumayan
asupan pasien pada hari ketiga hanya dilihat hingga banyak yaitu sekitar 43% dari total asupan sehingga
makan siang saja dan mampu menghabiskan 58% sisa makanan pada hari pertama jauh lebih besar
dari total kebutuhan energi. dibandingkan dengan hari kedua dan ketiga.
Tabel 2. Hasil Persentase Recall Selama Tiga Hari Dibandingkan dengan Kebutuhan
Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g)
Kebutuhan 2613,54 65,34 72,59 424,7
Total asupan hari 1 intervensi 3528,7 91,6 121,6 510,7
%asupan hari 1 intervensi 135% 140% 168% 120%
Total asupan hari 2 intervensi 2265,4 72 65,4 345,4
%asupan hari 2 intervensi 87% 110% 90% 81%
Total asupan hari 3 intervensi 1513,8 47,7 44,2 232,7
%asupan hari 3 intervensi 58% 73% 61% 55%
Rata-rata 93,3% 107,67% 106,3% 85,3%
Tabel 3. Hasil Monitoring dan Evaluasi Persentase Food Waste Selama Tiga Hari Dibandingkan dengan Target
Makanan Lauk Lauk Sayur Snack
Pokok Nabati Hewani
%Target hari 1 intervensi 50% 50% 50% 50% 50%
%Rata-rata waste hari 1 intervensi 0% 17% 17% 88% 0%
%Target hari 2 intervensi 45% 45% 45% 45% 45%
%Rata-rata waste hari 2 intervensi 0% 8% 25% 47% 0%
%Target hari 3 intervensi 40% 40% 40% 40% 40%
%Rata-rata waste hari 3 intervensi 50% 50% 58% 92% 0%
Rata-rata 16,67% 25% 33,3% 75,67% 0%
Sisa asupan sayur pasien selama tiga hari Walaupun pada hari ketiga pasien pulang tetapi
monitoring mengalami penurunan dan peningkatan. pasien tetap menghabiskan snack yang diberikan di
Pada hari pertama dan kedua rata-rata waste sayur pagi hari.
masih belum mencapai target yang telah ditetapkan. Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan
Pada hari ketiga terjadi peningkatan waste yang melihat hasil rekam medis pasien yang meliputi
cukup signifikan yang menyebabkan tidak pemantauan hasil laboratorium dan catatan rekam
tercapainya target. Hal ini disebabkan pada hari medis yang ditulis perawat/dokter yang bertugas
ketiga pasien pulang sehingga hanya bisa menilai (Tabel 4). Dari hasil laboratorium tidak terdapat
waste asupan sayur sampai waktu makan siang saja. perubahan karena pasien tidak dilakukan
Tidak tercapainya target waste asupan sayur ini pemeriksaan ulang. Pada hari ke-2 monev hanya
karena pasien yang kurang menyukai sayuran yang terdapat hasil pemeriksaan GDA pasien, yaitu 160
masih keras dan belum terlalu matang. Menurut mm/dL yang sudah tergolong tinggi (Wahyuningsih,
pasien sayuran yang disajikan rumah sakit masih 2013). Pemeriksaan GDA hanya dilakukan satu kali
terasa keras dan kurang matang. Sisa snack Tn AP sehingga tidak diketahui apakah pasien mengalami
selama tiga hari monitoring sudah mencapai target kenaikan atau penurunan nilai Gula darah acak.
yang ditentukan. Semua snack yang disajikan
kepada pasien habis dan tidak menyisakan waste.
Tabel 5. Hasil Monitoring dan Evaluasi Fisik/Klinis mengalami penurunan menjadi 131/87 mm/Hg.
Hari ke- Hasil Namun pada hari ketiga tekanan darah pasien
1 Batuk kering mengalami kenaikan menjadi 147/86 mm/Hg, hal ini
Mual dapat disebabkan karena pasien yang mengeluh tidak
Nafsu makan bisa tidur selama malam hari. Kurangnya intensitas
cukup tidur serta kondisi gelisah atau cemas juga dapat
Kesadaran GCS 4-5-6 mempengaruhi tekanan darah pasien. Selain itu,
Tekanan darah 134/96 mm/Hg Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue
Nadi 109 x/menit menyebabkan adanya pembentukan komples antigen
RR 20x/menit antibodi yang menyebabkan terlepasnya mediator-
Suhu 37ᴼC mediator yang merangsang terjadinya gejala
2 Nafsu makan sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise,
cukup gangguan pencernaan, nyeri perut, sakit
Cemas tenggorokan, depresi (cemas) sehingga terkadang
Lemas tekanan darah bisa naik turun (Ginting et al., 2017).
Kesadaran GCS 4-5-6 Berbeda dengan nadi cenderung mengalami
Tekanan darah 131/87 mm/Hg penurunan selama 3 hari pemeriksaan. Pada awal
Nadi 97 x/menit pemeriksaan nadi pasien sebesar 109x/menit. Pada
pemeriksaan selanjutnya yaitu tanggal 24 dan 25
RR 20x/menit
November 2021 nadi pasien mengalami penuruan
Suhu 36ᴼC
menjadi sebesar 97x/menit. Selain itu untuk
3 Tidak ada keluhan
pemeriksaan frekuensi pernafasan pasien tergolong
Kesadaran GCS 4-5-6
normal. Pada pemeriksaan suhu, pasien mengalami
Tekanan darah 147/86 mm/Hg penurunan yaitu pada awal pemeriksaan pasien
Nadi 97 x/menit tergolong demam dengan suhu 37ᴼC dan selanjutnya
RR 20x/menit mengalami penurunan menjadi 36ᴼC yang tergolong
Suhu 36ᴼC normal. Pola demam pada penderita demam
berdarah memilii ciri khas seperti “pelana kuda”
Berdasarkan monitoring dan evaluasi yaitu terjadi demam tinggi pada awal fase demam
perkembangan hasil pemeriksaan fisik pada pasien emudian mengalami penurunan cepat pada fase kritis
(Tabel 5), didapatkan bahwa terjadi peningkatan dan kembali meningkat pada fase penyembuhan.
kondisi pasien yang menjadi lebih baik. Pada Pasien mulai membaik ketika suhu tubuh stabil pada
pemeriksaan fisik tanggal 25 November 2021 batas normal yaitu 36,5ᴼC-37,5ᴼC, pasien tidak
didapatkan kondisi pasien yang membaik yaitu menggigil, tidak ada tanda dehidrasi, dan nilai
sudah tidak terdapat keluhan, nafsu makan cukup,
biokimia normal (Mahmud, 2020).
serta GCS 4-5-6. Selanjutnta terdapat hasil
pemeriksaan klinis pasien. Pemeriksaan klinis pasien Pasien juga diberikan intervensi berupa
dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya edukasi pada pasien dilakukan hari kamis tanggal 25
gangguan kekurangan gizi, gangguan metabolisme November 2021 pukul 10.00 WIB. Edukasi yang
atau sekresi zat gizi dalam tubuh serta gangguan diberikan berupa informasi mengenai diet TKTP dan
pencernaan. Berdasarkan monitoring evaluasi klinis makanan yang diperbolehkan, dibatasi, dan dihindari
terdapat beberapa perubahan pada tekanan darah untuk pasien. Selain itu, bahan makanan yang
pasien. Terdapat hasil tekanan darah pasien yang dianjurkan juga berdasarkan status gizi pasien.
fluktuatif dan tidak menentu. Selama 3 hari Selain itu, pasien juga diberikan edukasi terkait
pemeriksaan pasien memiliki nilai tekanan darah aktivitas fisik serta prosi yang sesuai dengan
yang tergolong tekanan darah tinggi atau hipertensi. kebutuhan pasien dengan menunjukkan list daftar
Pada hari pertama turun dari 140/90 menjadi 134/96 pengganti bahan makanan untuk mempermudah
mm/Hg. Pada hari kedua tekanan darah pasien pasien memahami materi edukasi. Media yang
digunakan saat edukasi yaitu leaflet diet TKTP dan
daftar pengganti bahan makanan. Selama edukasi Ezra Dompas, B., Jufri Sumampouw, O., & L
pasien banyak memberikan pertanyaan serta Umboh Fakultas Kesehatan Masyarakat
menanggapi informasi yang diberikan. Dilihat dari Universitas Sam Ratulangi, J. M. (2020).
respon pasien makan dapat dikatakan pemahaman Apakah Faktor Lingkungan Fisik Rumah
pasien saat diberikan edukasi sudah cukup baik. Berhubungan dengan Kejadian Demam
Evaluasi dari edukasi yang diberikan yaitu dengan Berdarah Dengue? Journal of Public Health
mengajukan pertanyaan seputar diet TKTP dan and Community Medicine, 1(2).
terkait aktivitas yang tepat dilakukan untuk Gandy, J.-Webster., Madden, A., & Holdsworth, M.
mengurangi risiko obesitas pada pasien. Melalui (2014). Manual of Dietetic Practice. Willey
kegiatan edukasi gizi ini diharapkan pasien Blackwell.
mengetahui, memahami, dan dapat menerapkan diet Garsen, M., Rops, A. L. W. M. M., Rabelink, T. J.,
yang diberikan sesuai dengan keadaan penyakit dan Berden, J. H. M., & van der Vlag, J. (2014).
kondisi fisiologi pasien setelah keluar dari rumah The role of heparanase and the endothelial
sakit. glycocalyx in the development of proteinuria.
In Nephrology Dialysis Transplantation (Vol.
KESIMPULAN 29, Issue 1, pp. 49–55). Oxford University
Press. https://doi.org/10.1093/ndt/gft410
Dari hasil intervensi, monitoring, dan Germi, R., Crance, J. M., Garin, D., Guimet, J.,
evaluasi diet yang dilakukan hingga hari ketiga Lortat-Jacob, H., Ruigrok, R. W. H., Zarski, J.
intervensi gizi, pasien sudah dapat mengkonsumsi P., & Drouet, E. (2002). Heparan sulfate-
asupan sesuai target yaitu >70% dari total mediated binding of infectious dengue virus
kebutuhan. Total kebutuhan pasien yang terdiri dari type 2 and yellow fever virus. Virology,
asupan energi dihitung menggunakan rumus Harris 292(1), 162–168.
Benedict yaitu 2613,54 kkal, asupan protein 0,85 https://doi.org/10.1006/viro.2001.1232
g/kg BB yaitu 65,34 g, asupan lemak 25% total eneri Ginting, F., Ginting, J., Kembaren, T., Rahimi, A.,
yaitu 72,59 g, dan asupan karbohidrat 65% total Sembiring, E., Saragih, R., & G., G. ,M. , J.
energi yaitu 424,7 g. Dilihat dari rata-rata asupan (2017). 096 . In Pedoman Diagnostik Dan
pasien selama 3 hari yaitu asupan energi 2435,97 Tatalaksana Infeksi Dengue dan Demam
kkal atau 93%, asupan protein 70,43 g atau 107,7%, Berdarah Dengue Menurut Pedoman WHO
asupan lemak 77g atau 106%, dan karbohidrat 362,9 2011 (Lecturer Papers). Universitas Sumatera
g atau 85,5% dari total kebutuhan energi. Utara.
Berdasarkan monitoring dan evaluasi keadaan fisik Kemenkes RI. (2014). Proses Asuhan Gizi
klinis juga menunjukkan perubahan yang semakin Terstandar (PAGT). Kementerian Kesehatan
baik. Namun tekanan darah pasien yang semakin RI.
meningkat sebaiknya perlu diperhatikan. Hal ini Lorenza, A., & Arkhaesi, N. (2018). Anggie
karena asupannya setelah pulang dari rumah sakit. Lorenza. Nahwa Arkhaesi, Hardian JKD, 7(2),
Pemberian edukasi kepada pasien memberikan 826–839.
perubahan pengetahuan yang positif terhadap Mahmud, R. (2020). Penerapan Asuhan
gambaran umum penyakit, terapi diet TKTP sesuai Keperawatan Demam Berdarah Dengue dalam
kebutuhan pasien, aktivitas yang tepat untuk Pemenuhan Kebutuhan Termoregulasi. Jurnal
mengurangi risiko obesitas dan pedoman umum gizi Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 9(2), 1023–
seimbang. Dalam hal kepatuhan diet terkait 1028.
pemilihan jenis makanan, secara perlahan mulai https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.460
berubah. Morris, J. C. (2014). Pedoman Gizi Pengkajian Dan
Dokumentasi. EGC.
ACKNOWLEDGEMENT Murakami, K., Miyake, Y., Sasaki, S., Tanaka, K., &
Arakawa, M. (2012). An energy-dense diet is
Penulis berterima kasih kepada cross-sectionally associated with an increased
Departemen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat risk of overweight in male children, but not in
Universitas Airlangga atas dukungan yang telah female children, male adolescents, or female
diberikan dan Instalasi Gizi Rumah Sakit Siti Hajar adolescents in Japan: The Ryukyus Child
Sidoarjo atas kesempatan melakukan pengumpulan Health Study. Nutrition Research, 32(7), 486–
data. 494.
https://doi.org/10.1016/j.nutres.2012.05.011
REFERENSI Ngastiyah. (2005). Asuhan Keperawatan Penyakit
Dalam (Edisi I). EGC.
Charism, A. M. (2020). Deteksi Proteinuria Pada Picollo Oliveira, J. F., & Burdmann, E. A. (2015).
Pasien Infeksi Dengue Dengan Metode Dengue-associated acute kidney injury. In
Kolorimetri. Jakad Media Publishing. Clinical Kidney Journal (Vol. 8, Issue 6, pp.
681–685). Oxford University Press. Utsch, B., & Klaus, G. (2014). Urinalysis in children
https://doi.org/10.1093/ckj/sfv106 and adolescents. In Deutsches Arzteblatt
Rusman. (2017). Gambaran SGOT dan SGPT Pada International (Vol. 111, Issue 37, pp. 617–
Penderita Demam Berdarah Di Rumah Sakit 626). Deutscher Arzte-Verlag GmbH.
Columbia Asia. https://doi.org/10.3238/arztebl.2014.0617
Schaefer, T. J., Panda, P. K., & Wolford, R. W. Vasanwala, F. F., Thein, T. L., Leo, Y. S., Gan, V.
(2022). Dengue Fever. StatPearls Publishing. C., Hao, Y., Lee, L. K., & Lye, D. C. (2014).
Setiawan, B., Chen, K., & Pohan, H. T. (2009). Predictive Value of Proteinuria in Adult
Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam Dengue Severity. PLoS Neglected Tropical
Berdarah Dengue. Jurnal Medicinus, 22(1). Diseases, 8(2).
Suhendro, N. L., Chen, K., & Pohan, H. T. (2009). https://doi.org/10.1371/journal.pntd.0002712
Demam Berdarah Dengue Buku Ajar Ilmu Wahyuningsih, R. (2013). Penatalaksanaan Diet
Penyakit Dalam Jilid III (Edisi V). Interna Pada Pasien. Graha Ilmu.
Publishing. WHO. (2000). The Asia-Pacific perspective:
Tansil, M. G., Rampengan, N. H., & Wilar, R. redefining obesity and its treatment. Sydney:
(2021). Faktor Risiko Terjadinya Kejadian Health Communications Australia.
Demam Berdarah Dengue Pada Anak. Jurnal Wills, B. A., Oragui, E. E., Dung, N. M., Loan, H.
Biomedik:JBM, 13(1), 90. T., Chau, N. V., Farrar, J. J., & Levin, M.
https://doi.org/10.35790/jbm.13.1.2021.31760 (n.d.). Size and Charge Characteristics of the
Tewari, K., Tewari, V. V., & Mehta, R. (2018). Protein Leak in Dengue Shock Syndrome.
Clinical and hematological profile of patients http://jid.oxfordjournals.org/
with dengue fever at a tertiary care hospital - Zulkipli, M. S., Dahlui, M., Jamil, N., Peramalah, D.,
An observational study. Mediterranean Wai, H. V. C., Bulgiba, A., & Rampal, S.
Journal of Hematology and Infectious (2018). The association between obesity and
Diseases, 10(1). dengue severity among pediatric patients: A
https://doi.org/10.4084/mjhid.2018.021 systematic review and meta-analysis. PLoS
Utami, N. M. D. (2017). Perbandingan Ekskresi Neglected Tropical Diseases, 12(2).
Protein Urin Antara Anak Terinfeksi Virus https://doi.org/10.1371/journal.pntd.0006263
Dengue.