Naskah TA Nur Syaifah 441219025 FIX
Naskah TA Nur Syaifah 441219025 FIX
TUGAS AKHIR
Oleh :
NUR SYAIFAH
NIM. 441219025
TUGAS AKHIR
Oleh :
NUR SYAIFAH
NIM. 441219025
TUGAS AKHIR
Oleh :
NUR SYAIFAH
NIM. 441219025
Disetujui oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Christina Destri W., S.Si., M.Imun. Hj. Titik Sundari, S.KM., M.Si.
NIDN. 0702127404 NIDK. 8853301019
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
NIM : 441219025
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Christina Destri W., S.Si., M.Imun. Hj. Titik Sundari, S.KM., M.Si.
NIDN. 0702127404 NIDK. 8853301019
Mengetahui :
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Maarif Hasyim Latif
Sidoarjo
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh
NUR SYAIFAH
NIM. 441219025
Tugas Akhir ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Tugas Akhir
Progam Studi D4 Teknologi Laboratorium Medik
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Maarif Hasyim Latif
Tim Penguji
Tanda Tangan
Mengetahui :
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Maarif Hasyim Latif
Sidoarjo
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT. Karena dengan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyusun tugas akhir yang berjudul “Hubungan Serum
Iron (SI) dan Kadar Hemoglobin (Hb) Sebagai Gambaran Potensi Anemia
Defisiensi Besi Pada Lansia” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Latif Sidoarjo. Dengan selesainya naskah tugas akhir ini, penulis mengucapkan rasa
terimakasih kepada :
1. Dr. Evy Ratnasari Ekawati S.Si., M.Si. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
2. Dr. Ch. Destri Wiwis W. S.Si. M. Imun. Selaku pembimbing I yang telah
3. Hj. Titik Sundari, S.KM., M.Si. Selaku pembimbing II yang telah memberikan
4. Khoirul Ngibad, S.Si. M.Si. Selaku penguji siding tugas akhir yang telah
Sidoarjo.
6. Nur Afifah, Amd. A.K. Selaku kepala laboratorium puskesmas taman yang
v
7. Kedua orang tua saya bapak Moh. Saiful Hadi dan Ibu Sumiati, kakak saya Siti
Masruroh, adik saya Mukh. Adhi Firmansyah serta keluarga yang telah
material maupun doa yang tulus sehingga penulis dapat menempuh studi ini
sampai selesai.
8. Aprinita Vika Srivina yang telah memberikan semangat dan sangat banyak
9. Teman – teman seperjuangan saya Rinza Luziana Devi, Sulis Tiani Karimah,
Charisma Widya Asmara Putri, Fahmi Arti Alima, Desi Fitriatur Romadhon,
Fitriatul Hazanah dan Adelia Puspita Sari yang telah memberikan dukungan
10. Seluruh teman satu angkatan terutama D4 TLM dan semua pihak-pihak yang
sehingga saran serta kritik yang bersifat membangun, kami harapkan demi
kesempurnaan tugas akhir yang telah kami selesaikan. Kami berharap semoga tugas
akhir ini dapat memberikan manfaat terutama pada teknisi laboratorium klinik.
Nur Syaifah
vi
ABSTRAK
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, pria
maupun wanita yang mengalami penurunan kemampuan adaptasi dan tidak dapat
memenuhi kebutuhan sehari-harinya sendiri. Lansia berpotensi mengalami anemia
karena perubahan karakteristik lansia, penyakit penyerta penurunan penyerapan
nutrisi. Anemia merupakan sebuah keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) atau
sel darah merah (eritrosit) mengalami penurunan. Hemoglobin berperan sebagai
pengangkut oksigen (O2) dari paru – paru keseluruh tubuh dan menukarkannya
dengan karbindioksida (CO2) dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru – paru.
Zat besi (Fe) diperlukan dalam hemopoesis (pembentukan darah), yaitu dalam
sintesis hemoglobin. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara zat
besi (serum iron) dan kadar hemoglobin sebagai potensi anemia defisiensi besi pada
lansia di Kec.Taman Kab. Sidoarjo. Penelitian karya tulis ilmiah ini menggunakan
data primer metode deskriptif analitik observasional. Jumlah responden 25 orang.
Penelitian ini menggunakan uji Pearson correlation untuk melihat tingkat
hubungan antara SI dan Hb. Kesimpulan : Hasil penelitian menunjukkan adanya
hubungan yang kuat antar SI dan Hb dengan p=0,000 dan r=0,649. Didapatkan nilai
rata – rata kadar hemoglobin 10,52 g/dl dengan hasil normal sebanyak 12 % dan
rendah 88%. Didapatkan nilai rata – rata serum iron 91,68 µg/dl dengan hasil
normal sebanyak 92 % dan rendah 8 %. Lansia dengan kadar hemoglobin rendah
belum tentu serum iron-nya rendah. Nilai Hb yang rendah tanpa dipengaruhi
penurunan SI dapat disebabkan karena kekurangan nutrisi lain dan penyakit kronis
(inflamasi).
vii
ABSTRACT
Elderly is someone who has reached the age of 60 years and over, men and
women who have decreased adaptability and are unable to meet their own daily
needs. The elderly have the potential to experience anemia due to changes in aging
characteristics, accompanying diseases, decreased absorption of nutrients. Anemia
is a condition in which the level of hemoglobin (Hb) or red blood cells
(erythrocytes) decreases. Hemoglobin acts as a carrier of oxygen (O2) from the
lungs throughout the body and exchanges it with carbindioxide (CO2) from the
tissues to be excreted through the lungs. Iron (Fe) is needed in hemopoiesis (blood
formation), namely in the synthesis of hemoglobin. This study aims to see the
relationship between iron (serum iron) and hemoglobin levels as a potential for iron
deficiency anemia in the elderly in Kec.Taman Kab. Sidoarjo. This scientific
writing research uses primary data with observational analytic descriptive methods.
The number of respondents 25 people. This study used the Pearson correlation test
to see the level of association between SI and Hb. Conclusion: The results of this
study showed a strong relationship between SI and Hb with p=0.000 and r=0.649.
Obtained an average value of hemoglobin level of 10.52 g/dl with a normal result
of 12% and 88% lower. Obtained an average value of iron serum 91.68 µg/dl with
a normal result of 92% and a low of 8%. Elderly with low hemoglobin levels do not
necessarily have low serum iron. Low Hb values without being affected by a
decrease in SI can be caused by deficiencies of other nutrients and chronic diseases
(inflamation).
viii
DAFTAR ISI
ix
2.1.2 Batasan Lansia .................................................................................. 7
2.2.2 Eritrosit.............................................................................................. 11
2.6 Hubungan Serum Iron dan Kadar Hb dengan Anemia Defisiensi Besi ..... 34
x
3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................... 36
3.5.2 Analitik.............................................................................................. 39
xi
4.2 Pembahasan ................................................................................................ 48
xii
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia saat ini sudah memasuki periode aging population, yang ditandai
dengan meningkatnya usia harapan hidup dan peningkatan jumlah penduduk lansia
(Kemenkes RI, 2019). Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun
ke atas, pria maupun wanita yang mengalami penurunan kemampuan adaptasi dan
Kesehatan Dunia (WHO) , ada empat tahapan yaitu usia pertengahan (middle age)
usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) usia
75-90 tahun, usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun (Karisma, 2021).
juta jiwa penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia pada 2021, sedangkan wilayah
Jawa Timur merupakan provinsi dengan penduduk lansia terbanyak nasional, yakni
mencapai 5,98 juta jiwa (Dukcapil, 2021). Adanya proses penuaan pada lansia
sehingga tidak dapat memenuhi zat besi yang mengakibatkan terjadinya anemia
Eritrosit (sel darah merah) merupakan komponen sel dengan jumlah terbesar
dalam darah. Eritrosit berbentuk seperti cakram bikonkaf dengan diameter sekitar
7,5 μm, ketebalan sekitar 2,6 μm di tepi dan 0,75 μm ditengah. Struktur bikonkaf
1
2
yang dimiliki eritrosit membuat nilai rasio luas permukaan berbanding volume
menjadi besar dan memaksimalkan proses pertukaran gas (Rosita et al., 2019).
merupakan protein kompleks yang mengikat zat besi (Fe) dan terdapat di dalam
eritrosit. Fungsi utama hemoglobin adalah mengangkut oksigen (O2) dari paru –
jaringan untuk dikeluarkan melalui paru – paru (Nugraha, 2017). Hemoglobin (Hb)
terdiri dari bahan yang mengandung besi yang disebut hem (heme) dan protein
globulin. Heme terdiri dari cincin porfirin dengan satu atom besi (ferro). Sedangkan
globin terdiri dari empat rantai polipeptida (α2β2 ), yaitu 2 rantai polipeptida alfa
(α2) dan 2 rantai polipeptida beta (β2 ). Rantai polipeptida α memiliki 141 asam
amino dan rantai polipeptida β mempunyai 146 asam amino. (Aliviameita, 2019).
Kadar normal hemoglobin pada laki–laki dewasa antara 14,0 - 18,0 d/dl dan pada
perkembangan otak, terutama pada sistem penghantar syaraf. Besi juga diperlukan
untuk oksigenasi dan produksi energi di parenkim otak dan untuk sintesis
(Endrinikapoulos, 2020).
massa sel darah merah (eritrosit) yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya
3
untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh (Setiawan, 2019). Anemia bisa
ditandai dengan adanya penurunan kadar hemoglobin, jumlah sel darah merah, dan
volume sel darah merah per milimeter darah. Anemia adalah kondisi umum pada
Anemia pada lansia disebabkan oleh defisiensi zat gizi seperti protein, zat
besi, vitamin B12, asam folat, dan vitamin C. Defisiensi gizi berhubungan dengan
perubahan karakteristik lansia, seperti fisiologis, ekonomi, sosial, dan gizi. Anemia
dipengaruhi oleh penyakit penyerta pada lanjut usia seperti penyakit degeneratif,
(Alamsyah, 2017).
penyakit nomor satu terbanyak yang diderita oleh lansia di Indonesia dengan angka
kejadian sebesar 50%. ADB terjadi pada lansia karena pada umumnya lansia kurang
efisien dalam menyerap beberapa nutrisi penting, selain itu menurunnya nafsu
air liur, cara makan yang lambat karena penyakit pada gigi, gigi yang berkurang,
malabsorpsi dan depresi juga merupakan faktor terjadinya defisiensi zat besi pada
bagaimana kasus anemia defisiensi besi yang terjadi pada lansia dapat
mempengaruhi kesehatan.
Dalam penelitian tugas akhir ini, dilakukan batasan masalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini menggunakan sampel darah EDTA dan serum pasien lansia
2. Penelitian ini sampel diambil dari masyarakat umum lansia ber usia 60 –
74 tahun
gambaran potensi anemia defisiensi besi pada lansia di Kec.Taman Kab. Sidoarjo.
Sidoarjo.
selama kuliah.
TINJAUAN PUSTAKA
Lansia adalah tahap kehidupan yang akan di lalui oleh setiap manusia.
dengan penurunan fungsi organ, tetapi lansia dapat menjalani hidup yang sehat.
Salah satu hal terpenting adalah mengubah kebiasaan (Khasanah, 2020). Lansia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria maupun
wanita yang mengalami penurunan kemampuan adaptasi dan tidak dapat memenuhi
Lansia adalah mereka yang memiliki ciri fisik seperti lipatan kulit, kehilangan
gigi, dan rambut beruban. Dalam kehidupan sosial, tidak dapat melaksanakan
fungsi peran sebagai orang dewasa, seperti halnya laki-laki tidak lagi terikat pada
kegiatan ekonomi produktif dan perempuan tidak lagi mampu melakukan pekerjaan
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun yang mengalami penurunan
memenuhi kebutuhan sehari-hari seorang diri (Putri, 2019). Lanjut usia bukanlah
suatu penyakit, tetapi merupakan suatu proses progresif yang dialami oleh individu
6
7
Seseorang dapat dikatakan lansia adalah apabila mereka yang sudah berusia
lebih dari 60 tahun. Hal ini dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab 1 pasal 1 Ayat 2 , bahwa lanjut
usia adalah seorang yang berusia 60 tahun ke atas, baik itu pria ataupun wanita
b. Usia lanjut dengan risiko tinggi (lebih dari 70 tahun atau lebih dengan masalah
Penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Penuaan yang terjadi
1. Nutrisi atau makanan : Terlalu banyak atau terlalu sedikit akan mengganggu
2. Stress : Tekanan kehidupan dalam lingkungan rumah, pekerjaan dan bentuk gaya
8
3. Hereditas atau genetik : Kematian sel adalah seluruh program kehidupan yang
fungsi sel.
alkohol.
5. Lingkungan : Proses penuaan biologis adalah proses alami dan tidak dapat
Sebenarnya bukan disebabkan oleh proses penuaan itu sendiri, melainkan oleh
Ada berbagai perubahan yang terjadi pada lansia yaitu meliputi perubahan
b. Perubahan Fisik
menurun, katub jantung akan mengalami penebalan dan menjadi lebih kaku,
dinding pembuluh darah yang semakin kaku dan dinding kapiler menebal
gas.
suhu.
bantalan kuku menjadi tebal, keras, dan rapuh, mengalami perubahan warna
kemampuan kognitif. Salah satu perubahan dari system saraf adalah reaction
menjadi lambat. Lansia berrisiko mengalami jatuh karena reaction time dalam
10
otot, tulang menjadi rapuh dan lemah, kartilago menipis sehingga sendi
c. Perubahan Mental
Perubahan mental pada usia lanjut, dapat berupa sikap yang semakin egosentris,
mudah curiga dan pelit atau tamak akan sesuatu. Faktor yang mempengaruhi
perubahan mental antara lain perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan,
d. Perubahan Psikologis
identitas yang dikaitkan dengan peran dalam pekerjaan, merasakan atau sadar akan
kematian, perubahan dalam cara hidup, ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan,
Darah merupakan salah satu jaringan dalam tubuh yang berbentuk cair
berwarna merah. Karena sifat darah yang berbeda dengan jaringan lain, darah dapat
yang dapat menjangkau seluruh jaringan tubuh yang disebut system kardiovaskuler
untuk kemudian dilanjutkan pada proses eksresi hasil metabolisme tersebut yang
melibatkan bantuan organ-organ eksresi seperti paru-paru, ginjal, dan kulit (Rosita
et al., 2019).
Darah dibentuk dari dua komponen utama yaitu plasma darah dan butir butir
darah (blood corpuscles). Plasma darah terdiri dari air, protein, karbohidrat, lipid,
asam amino, vitamin, mineral dan lain sebagainya. Plasma darah tidak mengandung
faktor-faktor pembekuan darah yang disebut serum Butir-butir darah terdiri dari
tiga jenis sel yaitu eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih) dan
Darah sangat berperan penting untuk tubuh, fungsi dari darah antara lain
adalah penghantaran oksigen dan nutrisi ke seluruh bagian tubuh dan jaringan,
ginjal dan hati untuk proses filtrasi, pengangkut hormon yang diekskresikan oleh
2.2.2 Eritrosit
Eritrosit (sel darah merah) merupakan komponen sel dengan jumlah terbesar
dalam darah. Eritrosit berbentuk seperti cakram bikonkaf dengan diameter sekitar
7,5 μm, ketebalan sekitar 2,6 μm di tepi dan 0,75 μm ditengah. Struktur bikonkaf
yang dimiliki eritrosit membuat nilai rasio luas permukaan berbanding volume
menjadi besar dan memaksimalkan proses pertukaran gas (Rosita et al., 2019).
12
dan interaksi sel dengan sel yang diikuti proliferasi dan diferensiasi hematopoietik
erirosit matur. Proliferasi dan maturasi diatur oleh sitokin, termasuk eritropoietin
asam folat dan rantai goblinyang berasal dari hemositoblas. Proses pematangan
yang akan berikatan dengan reseptor spesifik progenitor eritrosit, yang akan
diproduksi tubuh tergantung pada stimulus tekanan oksigen dalam jaringan ginjal.
Bila tekanan oksigen rendah seperti pada keadaan anemia dan hipoksia maka nefron
meningkat pada jaringan (bila massa eritrosit meningkat atau hemoglobin mudah
jaringan. Bila terjadi peningkatan volume eritrosit, misalnya karena transfusi maka
2.2.3 Hemoglobin
Hemoglobin merupakan protein kompleks yang mengikat zat besi (Fe) dan
dari paru – paru keseluruh tubuh dan menukarkannya dengan karbindioksida (CO2)
dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru – paru (Nugraha, 2017). Hemoglobin
(Hb) terdiri dari bahan yang mengandung besi yang disebut hem (heme) dan protein
globulin. Heme terdiri dari cincin porfirin dengan satu atom besi (ferro). Sedangkan
globin terdiri dari empat rantai polipeptida (α2β2 ), yaitu 2 rantai polipeptida alfa
(α2) dan 2 rantai polipeptida beta (β2 ). Rantai polipeptida α memiliki 141 asam
amino dan rantai polipeptida β mempunyai 146 asam amino (Aliviameita, 2019).
Kadar normal hemoglobin pada laki–laki dewasa antara 14,0 - 18,0 d/dl dan pada
wanita dewasa antara 12,0 - 16,0 g/dl (Imelda, 2019). Jumlah hemoglobin dalam
tubuh juga akan menurun dan tubuh menjadi kekurangan O2, hal ini akan
a. Fungsi Hemoglobin
tubuh.
b. Jenis-jenis Hemoglobin
Jenis hemoglobin (Hb) dapat ditentukan kira – kira telah didefinisikan 300 jenis
hemoglobin yang berbeda dalam kode genetik dan urutan asam amino. Walaupun
sebagian besar jenis hemoglobin tidak mempunyai makna klinik dan dapat
morbiditas dan mortilitas yang bermakna. Bentuk variasi dari hemoglobin yaitu :
15
afinitas yang lebih tinggi untuk oksigen. Janin membutuhkan hemoglobin agar
karena memiliki afinitas yang lebih tinggi untuk oksigen dari hemoglobin ibu. Hb
F ditemukan dalam darah pada minggu ke 20 usai kehamilan. Bayi yang baru lahir
hemoglobin A1c, A1b, A1a1, dan A1a2. HbA1c digunakan untuk memantau
3. Hemoglobin A2
Hemoglobin A2 adalah varian normal hemoglobin A yang terdiri dari dua alfa
dan du rantai delta (α2 δ2) dan ditemukan pada tingkat rendah pada manusia normal
darah. Hemoglobin A2 dapat ditingkatkan di beta thalasemia atau pada orang yang
heterozigot untuk gen beta thalasemia. HbA2 ada dalam jumlah kecil disemua
manusia dewasa (1,5 3,1% dari semua molekul hemoglobin) dan mendekati normal
Penyakit sel sabit (sickle cell anemia) adalah suatu penyakit keturunan yang
ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit, kaku, dan anemia hemolitik
kronik. Pada penyakit sel sabit sel darah merah memiliki hemoglobin yang
bentuknya abnormal. Sel yang berbentuk sabit akan menyumbat dan merusak
pembuluh darah terkecil dalam limfa, ginjal, otak, tulang, dan organ lainnya.
ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah menyebabkan anemia
berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ bahkan sampai pada kematian
(Ansori, 2015).
c. Pemeriksaan Hemoglobin
Terdapat berbagai macam cara atau metode yang dapat digunakan untuk
1. Metode Tallquist
memberikan warna merah pada eritrosit. Prinsip dari metode ini adalah konsentrasi
Hb dalam darah sebanding dengan warna darah sehingga warna darah akan
hemoglobinnya dalam satuan persen (%). Metode ini sudah jarang digunakan
karena tingkat kesalahan yang tinggi. Salah satunya adalah standar warna yang
tidak stabil dan mudah memudar karena berupa standar warna pada kertas
(Nugraha, 2017).
17
Metode ini didasarkan pada berat jenis, CuSO4 yang digunakan memiliki berat
meneteskan darah pada wadah atau gelas yang berisi larutan CuSO4 BJ 1,053
dalam 15 menit. Jika darah tenggelam dalam waktu 15 detik, maka kadar
hemoglobin lebih dari 12,5 g/dL. Jika darah menetap ditengah-tengah atau muncul
kembali ke permukaan, maka kadar hemoglobin kurang dari 12,5 g/dL. Jika tetesan
pemeriksaan ulang atau konfirmasi dengan metode lain yang lebih baik. Metode ini
bersifat kualitatif, sehingga penetapan kadar hemoglobin ini pada umunya hanya
3. Metode Sahli
(visualisasi atau kolorimetri). Prinsip dari metode ini adalah darah yang direaksikan
dengan HCl akan membentuk asam hematin dengan warna coklat, warna yang
aquades. Metode ini masih sering digunakan di beberapa klinik kecil dan
puskesmas karena alat yang sederhana, namun metode ini memiliki tingkat
kesalahan dari 15-30 %. Beberapa faktor tersebut adalah warna standar yang sudah
lama dan kotor sehingga intensitas warna berbeda, kemampuan membedakan warna
4. Metode Sianmethemoglobin
spektrofotometer atau fotometer. Prinsip dari metode ini adalah reagen drabkin
dengan darah akan membentuk reaksi kimia. Ferrisianida akan merubah Fe dalam
dengan warna yang stabil. Warna yang terbentuk sebanding dengan kadar
hemoglobin dalam darah dan diukur pada fotometer dengan panjang gelombang
pada sebuah reaksi elektrokimia. Prinsip dari metode ini adalah darah diteteskan
pada strip, akan bereaksi dengan bahan kimia yang ada di dalam darah dengan
reagen yang ada di dalam strip. Reaksi ini akan menghasilkan arus listrik yang
besarnya setara dengan kadar bahan kimia yang ada dalam darah. Kekurangan dari
POCT adalah proses QC (Quality Control) yang masih kurang baik sehingga
akurasi dan presisinya belum sebaik hasil dari alat hematologi analyzer. Selain itu
sehingga data akan mudah tertukar bahkan tidak teridentifikasi (Arthur, 2015).
sebagai berikut :
19
1. Reagen : Reagen adalah bahan pereaksi yang harus selalu baik kualitasnya mulai
dari saat penerimaan, semua reagen yang dibeli harus harus diperhatikan nomor
4. Lingkungan : Dalam hal ini dapat berupa : keadaan ruang kerja, cahaya, suhu
perkembangan otak, terutama pada sistem penghantar syaraf. Besi juga diperlukan
untuk oksigenasi dan produksi energi di parenkim otak dan untuk sintesis
berbagai fungsi seluler, termasuk pada phroses enzimatik, sintesis DNA dan
Zat besi (Fe) diperlukan dalam hemopoesis (pembentukan darah), yaitu dalam
sintesis hemoglobin. Zat besi yang terdapat dalam semua sel tubuh berperan penting
dalam berbagai reaksi biokimia, diantaranya dalam produksi sel darah merah. Sel
Jumlah zat besi dalam makanan yang kita makan dapat dimanfaatkan oleh
tubuh kita sesuai dengan tingkat absorpsinya. Orang dewasa dalam status zat besi
Dalam kasus kekurangan zat besi, tingkat absorpsi bisa mencapai 50%. Penyerapan
zat besi yang kurang baik dalam usus juga merupakan penyebab anemia. Hasil
a. Patofisiologi
makanan, penyerapan usus dan daur ulang besi. Zat besi makanan dapat ditemukan
dalam dua bentuk : zat besi hem dan non-hem. Besi hem mudah diserap dan timbul
dari hemoglobin (Hb) dan mioglobin dalam bentuk daging hewan, unggas dan ikan.
Zat besi non-hem sebagian besar ditemukan dalam makanan nabati tetapi tidak
21
mudah diserap. Senyawa seperti fitat, oksalat, polifenol dan tanin, yang ditemukan
Sumber zat besi untuk metabolisme besi berasal dari makanan dan proses
penghancuran eritrosit (daur ulang) di retikulo endotelial oleh makrofag. Zat besi
yang berasal dari makanan ada 2 bentuk yaitu heme (contoh daging, ikan, ayam,
udang, cumi) dan non heme (contoh sayuran, buah,kacang-kacangan, beras, pasta).
Zat besi yang berasal dari makanan dalam bentuk ion ferri yang harus direduksi
dahulu menjadi bentuk ion ferrro sebelum diabsorpsi. Proses absorbs ini
dipermudah oleh suasana asam seperti adanya asam hidroklorida yang diproduksi
oleh sel parietal lambung, vitamin C, beberapa substansi seperti fruktosa dan asam
amino. Bentuk ion ferro ini kemudian diabsorbsi oleh sel mukosa usus halus, di
dalam sel mukosa usus bentuk ion ferro akan mengalami oksidasi menjadi bentuk
ion ferri kembali. Sebagian kecil ion ferri ini akan berikatan dengan apoferitin
membentuk feritin, dan sebagian besar akan mengalami reduksi menjadi bentuk ion
ferro lagi yang akan dilepaskan ke dalam peredaran darah dan ion ferro direoksidasi
menjadi bentuk ion ferri yang kemudian berikatan dengan transferin dan disimpan
sebagai cadangan di dalam hati, lien dan sumsum tulang dalam bentuk feritin. Bila
cadangan besi dalam tubuh berkurang atau kebutuhan besi meningkat, maka
absorbsi zat besi akan meningkat, sebaliknya bila cadangan zat besi meningkat
1) Fase Luminal
Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non -
heme. Besi heme mempunyai tingkat absorbsi dan biovailabilitasnya tinggi. Besi
makanan diolah dilambung, karena pengaruh asam lambung maka besi dilepaskan
dari ikatannya dengan senyawa lain dan terjadilah reduksi dari besi bentuk feri ke
2) Fase Mukosal
proksimal. Penyerapan tersebut terjadi secara aktif melalui proses yang sangat
kompleks. Dikenal adanya mucosal block, suatu mekanisme yang dapat mengatur
3) Fase Korporeal
Fase ini meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-
sel memerlukan, serta penyimpanan besi (storage) oleh tubuh. Besi diserap oleh
enterosit (epitel usus), lalu melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler
usus, kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Transferin
akan melepaskan besi pada sel RES melalui proses pinositosis. Berikut bagan
Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi dapat
1. Deplesi besi (iron depleted state) : cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi
penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara
laboratorik.
3. Anemia defisiensi besi : cadangan besi kosong disertai anemia (Nugraha, 2018).
Dalam tubuh, zat besi berperan dalam proses yang berhubungan dengan
Besi memiliki banyak fungsi dalam tubuh. Fungsi utama zat besi bagi tubuh
adalah untuk membawa (sebagai carrier) oksigen dan karbondioksida serta untuk
pembentukan darah. Fungsi lainnya adalah sebagai bagian dari enzim, produksi
antibody, detoksifikasi zat racun dalam hati dan sebagai kofaktor enzim-enzim yang
dalam reaksi oksidasi-reduksi pada proses respirasi. Sekitar 80% besi terdapat pada
hemoglobin yang berfungsi untuk mengangkut oksigen dari paru ke seluruh tubuh
fungsi pada sistem neurotransmitter. Sistem imunitas tubuh dipengaruhi juga oleh
24
besi, apabila kekurangan besi maka sel darah putih yang bertugas untuk membunuh
bakteri tidak dapat bekerja secara efektif. Selain itu, enzim yang mengandung besi
dapat melarutkan obat yang tidak larut dalam air sehingga mampu untuk keluar dari
berwarna dengan absorbansi maksimum pada 623 nm. Intensitas warna yang
2019).
2. TIBC
prinsip serum ditambahkan besi yang berlebih (ferri klorid). Besi yang tidak terikat
transferin akan diabsorbsi oleh magnesium carbonate, kemudian kadar besi serum
diukur. Metode Saturasi TIBC dievaluasi setelah saturasi transferin oleh larutan
besi, dan kelebihan besi akan diabsorbsi oleh magnesium hydroxide carbonate.
3. Ferritin
Ferritin serum banyak menggunakan metode Elisa Double Sandwich dan IRMA
dengan cara double sandwich. Antibodi dengan high affinity terhadap feritin
dilabel dengan radioaktif yang berlebih direaksikan dengan ferritin. Ferritin yang
Hemosiderin. Reagen Prussian blue akan mewarnai besi menjadi berwarna biru
terang atau hijau, sedangkan inti dan eritrosit tercat warna merah atau merah muda
massa sel darah merah (eritrosit) yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya
untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh (Setiawan, 2019). Anemia bisa
ditandai dengan adanya penurunan kadar hemoglobin, jumlah sel darah merah, dan
besi sehingga terjadi kekurangan penyaluran zat besi ke jaringan tubuh. Tingkat
kekurangan yang lebih parah dihubungkan dengan anemia yang secara klinis
stress pada organ tubuh. Anemia sebenarnya adalah sebuah tanda dari proses
hemoglobin adalah tidak anemia : Hb 11,00 gr/dL, anemia ringan : Hb 9,00 gr/dL-
10,00 gr/dL, anemia sedang : Hb 7,00 gr/dL-8,00 gr/dL, anemia berat : Hb < 7,00
Gambar 2.3 Sel Darah Merah Normal dan Anemia (Amelia, 2020)
Secara morfologis (menurut ukuran sel darah merah dan hemoglobin yang
a. Makrositik
Pada anemia makrositik, ukuran sel darah merah bertambah besar dan jumlah
hemoglobin tiap sel juga bertambah. Ada dua jenis anemia makrositik, yaitu anemia
adalah kekurangan vitamin B12, asam folat, atau gangguan sintesis DNA.
b. Mikrositik
Mengecilnya ukuran sel darah merah merupakan salah satu tanda anemia
c. Normositik
Pada anemia normositik ukuran sel darah merah tidak berubah. Penyebabnya
2019).
Merupakan salah satu jenis anemia yang diakibatkan oleh kurangnya zat besi
sehingga terjadi penurunan sel darah merah. Zat besi berperan dalam pembentukan
yang tepat dari proses ini tidak diketahui, tetapi berlangsung lama dan kondisi
medis yang berkelanjutan seperti infeksi kronis atau kanker dapat menyebabkan
c. Anemia pernisius
Biasanya diderita orang usia 50-60 tahun yang merupakan akibat dari
d. Anemia hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan oleh hancurnya sel darah merah yang lebih
cepat dari proses pembentukannya dimana usia sel darah merah normalnya adalah
120 hari. Penyebabnya kemungkinan karena keturunan atau karena salah satu dari
beberapa penyakit, termasuk leukemia dan kanker lainnya, fungsi limpa yang tidak
f. Anemia aplastik
Disebabakan karena sumsum tulang belakang kurang mampu membuat sel darah
merah baru. Dimana etiologinya belum diketahui dengan pasti kecuali sepsis, sinar
Pembuatan sel darah merah akan terganggu apabila zat gizi yang diperlukan
asam folat, vitamin B12 dan zat besi. Produksi sel darah merah juga dapat terganggu
karena gangguan fungsi sumsum tulang (adanya tumor), tidak kuatnya stimulasi
dapat terjadi secara mendadak dan dalam jumlah banyak seperti pada kecelakaan
terus menerus dalam jumlah sedikit demi sedikit yang disebabkan oleh kanker
saluran pencernaan dan wasir. Selain itu, pada gadis remaja dan wanita dewasa,
Perusakan sel darah merah dapat berlangsung di dalam pembuluh darah akibat
penyakit malaria atau thalasemia. Meskipun sel darah merah telah rusak, zat besi
yang berada di dalamnya tidak ikut rusak tetapi asam folat yang berada di dalam sel
darah merah ikut rusak sehingga harus dibuat lagi. Oleh sebab itu pada pengobatan
anemia hemolitik lebih diperlukan penambahan asam folat daripada pemberian zat
Besi disebabkan karena kurangnya ketersediaan zat besi di dalam tubuh sehingga
menyebabkan zat besi yang diperlukan untuk eritropoesis tidak cukup. Hal ini
besi serum, transferrin dan cadangan besi, di sertai peningkatan kapasitas ikat besi
/total iron binding capacity (TIBC) (Kurniati, 2020). ADB merupakan penyakit
30
nomor satu terbanyak yang diderita oleh lansia di Indonesia dengan angka kejadian
sebesar 50%.
ADB terjadi pada lansia karena pada umumnya lansia kurang efisien dalam
menyerap beberapa nutrisi penting, selain itu menurunnya nafsu makan karena
penyakit yang dideritanya, kesulitan menelan karena berkurangnya air liur, cara
makan yang lambat karena penyakit pada gigi, gigi yang berkurang, (Laili, 2020)
a. Epidemiologi
Menurut Global Burden of Disease Study 2016, anemia defisiensi besi adalah
1 dari 5 penyebab utama tahun hidup dengan beban kecacatan dan merupakan
batas untuk anemia (Hb ,13 g/dL pada laki-laki, ,12 g/dL pada wanita, ,11g/dL
selama kehamilan), survei di seluruh dunia menunjukkan bahwa pada tahun 2010,
anemia masih mempengaruhi sepertiga dari populasi, dengan sekitar setengah dari
kasus yang dihasilkan dari kekurangan zat besi. Diperkirakan 1,24 miliar orang
mengalami anemia defisiensi besi, meskipun dengan variasi yang sangat besar dari
defisiensi besi memiliki dampak medis dan sosial yang relevan, termasuk
penurunan kinerja kognitif pada anak kecil, hasil yang merugikan dari kehamilan
untuk ibu dan bayi baru lahir, penurunan kapasitas fisik dan kerja pada orang
dewasa, dan penurunan kognitif pada orang tua (lansia) (Camaschella, 2019).
31
b. Patofisiologi
menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang
digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan zat besi. Tahap yang lebih
berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi darah dan akan diikuti
dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya
c. Etiologi
Setiap hari zat besi dari tubuh akan diekskresikan melalui kulit dan epitel usus.
Jika jumlah besi pada makanan yang kita konsumsi kurang (diet) dan kualitas besi
tidak baik maka dapat menyebabkan cadangan besi berkurang, sehingga proses
Kebutuhan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti pada bayi,
Pada perempuan kehilangan zat besi sering karena menstruasi yang banyak dan
lama atau kondisi seperti tumor fibroid. Selain itu, pendarahan melalui saluran
cerna bisa disebabkan ulkus, gastritis karena alkohol atau aspirin, tumor dan parasit.
32
membantu mengubah ion ferri menjadi ion ferro. Ganggguan penyerapan besi dapat
1. Nyeri kepala dan pusing yang merupakan kompensasi otak akibat kekurangan
3. Pucat pada muka, telapak tangan, kuku, mukosa mulut dan konjungtiva.
Gejala dari anemia defisiensi zat besi: gejala ini merupakan khas pada anemia
defisiensi zat besi dan tidak dijumpai pada anemia jenis lainnya, yaitu :
vertikal dan jadi cekung sehingga mirip sendok), atrofi papila lidah (permukaan
lidah tampak licin dan mengkilap disebabkan karena hilangnya papila lidah,
Angular cheilitis (inflamasi sekitar sudut mulut), glositis, pica (keinginan makan
yang tidak biasa), disfagia merupakan nyeri telan yang disebabkan pharyngeal web,
hipokromik mikrositik, atrofi papil lidah dan disfagia), kandidiasis oral, stomatitis,
Pada pemeriksaan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat
dijumpai adalah :
sampai berat. MCV dan MCH menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada
anemia defisiensi besi dan thalasemia major. MCHC menurun pada defisiensi
yang lebih berat dan berlangsung lama. RDW (red cell distribution witdh)
tanda awal defisiensi besi. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa
lahan.
2. Kadar besi serum menurun < 50 mg/dl, TIBC meningkat > 350 mg/dl, dan
6. Pada laboratorium yang maju dapat diperiksa reseptor transferin kadar reseptor
transferin meningkat.
7. Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (perl’s stain) menunjukan
2.6 Hubungan Serum Iron dan Kadar Hb dengan Anemia Defisiensi Besi
Anemia Defisiensi Besi (ADB) merupakan salah satu jenis anemia yang
diakibatkan oleh kurangnya zat besi sehingga terjadi penurunan sel darah merah
(Rais, 2017). ADB disebabkan karena kurangnya ketersediaan zat besi di dalam
tubuh sehingga menyebabkan zat besi yang diperlukan untuk eritropoesis tidak
Tubuh manusia memproduksi eritrosit baru setiap hari melalui proses tersebut.
Pembentukan eritrosit memerlukan zat besi (Fe) yang berguna untuk sintesis
Hemoglobin merupakan protein kompleks yang mengikat zat besi (Fe) dan
jaringan untuk dikeluarkan melalui paru – paru (Nugraha, 2017). Jika jumlah
ke seluruh jaringan tubuh juga akan menurun dan tubuh menjadi kekurangan O2.
Oleh karena itu untuk mengetahui potensi seseorang mengalami anemia defisiensi
besi perlu dilakukan pemeriksaan kadar zat besi (serum iron) dan kadar
hemoglobin.
BAB III
METODE PENELITIAN
untuk mengetahui hubungan serum iron dan kadar hemoglobin sebagai gambaran
3.2.1 Populasi
Subyek penelitian bagian dari populasi yang akan diteliti, diambil secara acak
pada pasien lansia yang menjalani pengobatan rutin dengan usia 64 - 74 tahun
36
37
a. Alat :
1. Spuit
3. Tourniquet
b. Bahan :
1. Kapas Alkohol
2. Plester
a. Alat :
Hematology analyzer
b. Bahan :
a. Alat :
Spektofotometer
b. Bahan :
- Serum
- Reagen Human Fe
- Aquades
aktifitas.
4. Pilih vena bagian median cubital atau cephalic. Lakukan perabaan untuk
memastikan posisi vena, tornique dilepas atau (tidak dilepas tidak lebih
dari 1 menit.)
5. Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alkohol
8. Jarum dibuka ditusuk pada bagian vena dengan posisi lubang jarum
menghadap keatas deng sudut 15-30 derajat. Jika jarum telah masuk
dilepas.
11. Jarum spuit ditusukkan pada tabung tutup merah (tanpa anticoagulan) ,
pengambil.
13. Beberapa saat kemudian bekas vena lalu diplaster, disampaikan apabila
ada warna kebiruan bisa kompres dengan air hangat atau diberi salep
trombopobe.
3.5.2 Analitik
7. Ditarik botol darah sampel dari bawah probe setelah terdengar bunyi
8. Hasil akan tampil pada layar dan secara otomatis tercetak pada kertas
printer.
2. Lakukan pemipetan
Aquades 50 µl -
Sampel - 50 µl
2. Pelaporan Hasil
diikat rapi
dari gelas dan telah digunakan di cuci menggubakan deterjen dan dibilas
42
jam.
Studi Literatur
Persiapan Penelitian
Subyek Penelitian
Darah K3EDTA & Alat dan Bahan
serum Pemeriksaan Serum
Iron dan Kadar Hb
Kesimpulan dan
Saran
sebagai gambaran potensi anemia defisiensi besi pada lansia di Puskesmas Taman
Sidoarjo pada bulan Desember 2022 – Januari 2023 sebanyak 25 pasien di dapatkan
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan kadar hemoglobin dan serum iron pada lansia
Hasil Pemeriksaan
Jenis Usia Kadar Hemoglobin (Hb) Serum Iron (SI)
No Kode
Kelamin (thn) (L : 14,0 - 18,0 g/dl) (L : 59 - 148 µg/dl)
(P : 12,0 - 16,0 g/dl) (P : 37 - 145 µg/dl)
1 ST P 83 8,1 60,8
2 BU P 70 7,4 51,3
3 ER P 65 8,9 41,4
4 SM P 67 12,1 32,3
5 SY P 72 10,0 98,6
6 MZ P 73 12,3 145,0
7 SP P 67 11,3 120,5
8 KN P 76 11,3 88,8
9 SI P 76 11,5 113,6
10 RA P 65 12,3 85,1
11 RO P 81 4,0 60,1
12 SB L 65 11,7 59,4
13 SK L 68 11,7 103,0
14 MU L 80 12,7 110,3
44
45
15 DW L 68 10,6 106,2
16 KU L 72 6,7 30,4
17 AS L 73 8,3 103,5
18 SW L 69 8,7 71,2
19 YU L 72 5,6 66,8
20 BI L 67 13,0 131,8
21 SL L 69 13,2 125,2
22 SJ L 69 13,4 122,9
23 SC L 67 12,8 105,1
24 MJ L 82 13,2 128,1
25 IB L 68 12,1 130,5
Nilai Rata - Rata : 71.36 10,52 91,68
Sampel dalam penelitian ini adalah sampel yang didapatkan dari pengambilan
sampel darah vena pasien lansia di Puskesmas Taman Sidoarjo pada bulan
1. Usia
dunia. Karakteristik sampel berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut :
Taman Sidoarjo didapatka usia rata – rata 71,36 tahun, usia termuda 65 tahun dan
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan perbedaan antara laki – laki dan perempuan secara
Sidoarjo didapatkan pasien lansia perempuan sebanyak 11 orang (44%) dan pasien
lansia laki – laki 14 orang (56%). Dari hasil tersebut diketahui bahwa sebagian besar
Sidoarjo didapatkan kadar hemoglobin rata – rata 10,52 g/dl, kadar hemoglobin
Sidoarjo didapatkan serum iron rata – rata 91,68 µg/dl, serum iron terendah 30,4
Sidoarjo didapatkan Serum Iron normal sebanyak 92 % (23 pasien) dan rendah 8
rendah 88% (22 pasien). Ditemukan pasien dengan kadar Hb rendah atau anemia
sebanyak 8 pasien perempuan dan 14 pasien laki – laki, sedangkan kadar Hb normal
perempuan dan 1 pasien laki – laki, sedangkan SI normal pada 10 pasien perempuan
Tabel 4.6 Hubungan Kadar Hemoglobin dan Serum Iron pada pasien lansia
hubungan atau korelasi antara serum iron dan kadar hemoglobin. Nilai korelasi
hubungan yang kuat sehingga antara serum iron dan kadar hemoglobin didapatkan
4.2 Pembahsan
Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun yang
berdaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seorang diri (Putri, 2019). Salah
49
pencernaan sehingga tidak dapat memenuhi zat besi yang mengakibatkan terjadinya
Anemia adalah suatu keadaan kekurangan sel-sel darah merah atau hemoglobin
dalam darah yang dapat disebabkan oleh hilangnya darah secara cepat atau karena
terlalu lambatnya produksi sel-sel darah merah tersebut (Sahana, 2014). Zat – zat
mikro (nutrisi) yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin yaitu seperti zat
besi, asam folat, vitamin B12, protein dan vitamin C (Amelia, 2016).
Zat besi (Fe) sangat diperlukan dalam hemopoesis (pembentukan darah), yaitu
pembentukan energi agar produktivitas kerja meningkat dan tubuh tidak cepat lelah
(Rais, 2017).
Pada umumnya lanjut usia kurang efisien dalam menyerap beberapa nutrisi
kesulitan menelan karena berkurangnya air liur, cara makan yang lambat karena
penyakit pada gigi, gigi yang berkurang dan mual (Laili, 2020). Faktor-faktor
tersebut dapat memudahkan populasi lansia untuk terkena anemia nutrisi seperti
anemia defisiensi besi, anemia defisiensi folat, dan anemia defisiensi vitamin B12
(Salidah, 2019).
inflamasi disebabkan karena proses penuaan dan penyakit kronis yang mendasari.
50
Proses menua menyebabkan inflamsi dikarenakan adanya degenerasi sel – sel dan
terjadi penurunan sistem imun dan kematian sel, sehingga berpotensi peradangan
yang disintesis oleh hepar yang berfungsi untuk menghambat absorpsi zat besi,
4. Inflamasi akan memberikan efek negatif pada daya tahan eritrosit Pada proses
penuaan, sitokin sitokin pro inflamator, IL – 6, dan protein fase akut akan
akan menginduksi pelepasan dari Heptidin. Oleh karena itu peningkatan usia
(Khoirul, 2014).
keganasan, penyakit autoimun, dan kanker (Weiss, 2019). Beberapa kondisi yang
sering terjadi bersamaan dengan anemia penyakit kronis yaitu infeksi virus
kronis setelah transplantasi organ solid, penyakit ginjal kronis (Jessica, 2020),
51
rheumatoid arthritis dan lupus, penyakit radang usus, infeksi kronis termasuk
(misalnya, kanker ovarium dan kanker paru-paru), gagal jantung kronis, penyakit
rendah, tetapi serum iron (SI) masih dalam batas normal. Kejadian penurunan Hb
tanpa perubahan SI lansia ini dapat terjadi karena beberapa hal, seperti kurangnya
asupan zinc, vitamin B9, folat, vitamin B12, penurunan fungsi ginjal, hingga
disebabkan karena penyakit kronis. Penyakit kronis adalah adalah interaksi antara
zat besi, imunitas dan infeksi. Penyakit kronis mengganggu kemampuan tubuh
untuk menggunakan zat besi yang tersimpan, disregulasi homeostasis besi pada
penyakit kronis ditandai dengan peningkatan penyerapan dan retensi besi di dalam
sel sistem retikuloendotelial. Hal ini menyebabkan pengalihan besi dari sirkulasi ke
Puskesmas Taman Sidoarjo pada bulan Desember 2022 – Januari 2023 diperoleh
rata – rata hemoglobin 10,52 g/dl dan serum iron 91,68 µg/dl. Hasil analisa data
hubungan atau korelasi antara serum iron dan kadar hemoglobin. Nilai korelasi
hubungan yang kuat sehingga antara serum iron dan kadar hemoglobin didapatkan
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
sebagai gambaran potensi anemia defisiensi besi pada lansia dapat disimpulkan
hubungan atau korelasi antara serum iron dan kadar hemoglobin. Nilai korelasi
hubungan yang kuat sehingga antara serum iron dan kadar hemoglobin didapatkan
hubungan yang kuat. Didapatkan nilai rata – rata kadar hemoglobin 10,52 g/dl
dengan hasil normal sebanyak 3 pasien (12 %) dan rendah 22 pasien (88%).
Didapatkan nilai rata – rata serum iro 91,68 µg/dl dengan hasil normal sebanyak 23
pasien (92 %) dan rendah 2 pasien (8 %). Kadar hemoglobin yang menurun tanpa
diikuti turunnya serum iron dapat terjadi karena beberapa hal, seperti kurangnya
asupan zinc, vitamin B9, folat, vitamin B12 dan inflamasi akibat penyakit kronis
atau penuaan.
5.2 Saran
sampel lansia dengan kadar hemoglobin yang rendah, penambahan jumlah sampel
dan pengetatan pada usia lansia. Bagi para lansia diharapkan untuk mengkonsumsi
53
54
Amelia. (2016). Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro Dengan Kadar Hemoglobin
Remaja Putra Usia 11 - 19 tahun di Panti Asuhan Darut Taqwa Kota
Semarang Tahun 2016.
Amelia. (2020). Gambaran Anemia Pada Lansia Di Panti Wreda Yogyakarta Dan
Panti Wreda Palembang. 21(1), 1–9.
Amira. (2018). Karya Tulis Ilmiah Gambaran Kualitas Hidup Lanjut Usia di UPT
Pelayanan Sosial Tresna Werdha Magetan.
55
Indriana, R. (2017). Hubungan Tingkat Kecukupan Fe, Vitamin B9, dan Vitamin
B12 dengan Kadar Hemoglobin Anak Usia 11 Tahun Sekolah Dasar Negeri
02 Pedurungan Kidul Semarang. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699.
Khoirul, F. (2014). Hubungan Usia Dan Status Nutrisi Terhadap Kejadian Anemia
Pada Pasien Kanker Kolorektal. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 3(1),
108451.
Laili. (2020). Analisis Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kejadian Anemia
Pada Lansia Di Upt. Puskesmas Colomadu 1. Intan Husada Jurnal Ilmu
Keperawatan, 8(1), 67–73.
Mersil, S. (2021). Stomatitis sebagai Manifestasi Oral dari Anemia Defisiensi Zat
Besi disertai Trombositosis. 9(30), 181–187.
56
Putri, D. A. (2019). Status Psikososial Lansia Di Pstw Abiyoso Pakem Sleman
Yogyakarta Tahun 2019. Poltekkes Joga, 53(9), 1689–1699.
Rais, M. (2017). Hubungan Asupan Zat Besi, Status Gizi Dan Lama Menstruasi
Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri (Studi Kasus Di Asrama Putri
SMA Islam Tepadu Abu bakar Yogyakarta Tahun 2017.7–34.
Saputra, R. (2019). Hubungan pengetahuan, IMT, zat besi, zink dan protein dengan
kejadian anemia pada remaja putri. Universitas Muhammadiyah Semarang,
53(9), 1689–1699.
Setiawan. (2019). Gambaran Indeks Eritrosit Dalam Penentuan Jenis Anemia Pada
Penderita Gagal Ginjal Kronik Di Rsud Sanjiwani Gianyar.
Ejournal.Poltekkes-Denpasar.Ac.Id, 7(2), 130–137.
Yulia, H. (2021). Hubungan Asupan Zat Besi Dan Asam Fitat Dengan Kejadian
57
Anemia Pada Remaja Putri Di Smpn 19 Kota Bengkulutahun 2021.
Zahra. (2019). Karakteristik anemia pada lansia di RSUP Sanglah Denpasar pada
bulan Januari-Juni 2017. Intisari Sains Medis, 10(2), 155–158.
58
Lampiran 1. Proses Penelitian
Prosedur Pemeriksaan Serum Iron
Gambar Keterangan
Persiapan transport sampel
dengan ice box
Correlations
N 25 25
N 25 25