KAFRA WIRAHIM
23041460124
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang ................................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................................. 1
C. Tujuan Makalah.................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................ 2
B. Nilai yang Terkandung dalam Sila Pancasila ....................................................................... 7
A. Kesimpulan ..........................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................12
lOMoARcPSD|301 909 37
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk memahami Pancasila secara utuh dan menyeluruh, khususnya tentang jati diri
bangsa Indonesia, maka perlu dipahami sejarah perjuangan bangsa Indonesia mendirikan
negara berdasarkan asas hidup bersama demi hidup bersama. , khususnya negara yang
berdasarkan Pancasila. Selain itu, dari sudut pandang epistemologi dan tanggung jawab
keilmuan, Pancasila tidak hanya menjadi dasar negara Indonesia tetapi juga sebagai
pedoman hidup bangsa, jiwa dan kepribadian bangsa serta persatuan. seluruh rakyat
Indonesia pada saat negara ini memperoleh kemerdekaan.
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Perumusan Pancasila?
2. Apa saja Nilai yang terkandung dalam Sila Pancasila?
B. Tujuan Makalah
1. Untuk Mengetahui Sejarah Perumusan Pancasila
2. Untuk Mengetahui Nilai yang terkandung dalam Sila Pancasila.
1
lOMoARcPSD|301 909 37
BAB II
PEMBAHASAN
1
Sarinah, Muhtar Dahri & Harmani, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(Yogyakarta: Deepublish, 2017). hlm. 2-4.
2
lOMoARcPSD|301 909 37
3
lOMoARcPSD|301 909 37
Di antara anggota subkomite tersebut, terdapat dua kelompok penting yang berbeda
pandangan mengenai konstruksi Pancasila sebagai dasar negara. Ada kelompok yang
menginginkan Islam menjadi dasar negara. Sedangkan kelompok lain menjadi landasan
negara. Sementara kelompok lain menginginkan nasionalisme menjadi inti fundamental
negara. Akibat perbedaan pendapat tersebut, rapat Panitia Kecil dengan anggota
BPUPKI yang berjumlah 38 orang terhambat. Ketika sidang terhenti, panitia kecil ini
kemudian menunjuk sembilan orang untuk merumuskan apa yang kemudian dikenal
dengan nama Panitia Sembilan. Anggota Panitia Sembilan adalah 1) Ki Bagus
Hadikusuma, 2) Kyai Haji Wakhid Hasyim, 3) Muhammad Yamin, 4) Ahmad SubarjO,
Bapak Un A. Maramis, 5) Abdul Kahar Muzakir, 6) Abikusno Cokrosuyoso, 7) Moh.
Hatta, 8) H. Agus Salim dan 9) Sukarno sebagai presiden.
Pada sidang kedua BPUPKI tanggal 10 Juli 1945, Soekarno melaporkan bahwa
sidang Panitia Sembilan (22 Juni 1945) telah berhasil merumuskan Pancasila,
kesepakatan antara kelompok Islam dan pihak nasional. Rumusan Pancasila Komite
Sembilan disebut Piagam Jakarta (Piagam Jakarta). Isi Piagam Jakarta adalah 1)
keimanan kepada Tuhan dengan kewajiban menegakkan hukum Islam bagi umat-Nya,
2) kemanusiaan yang adil dan beradab,
3) Indonesia bersatu, 4) demokrasi yang berpedoman pada kebijaksanaan
permusyawaratan perwakilan, 5) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Terkait
Piagam Jakarta, Soekarno selaku Ketua Komite Sembilan mengatakan bahwa “beriman
kepada Tuhan dengan menerapkan syariat Islam kepada pemeluknya” merupakan jalan
tengah yang diambil karena adanya perbedaan pandangan antara kelompok dan bangsa
Islam. Faktanya, banyak yang menolak Piagam Jakarta. Misalnya saja keberatan
Latuharhary 6) didukung oleh Wongsonegoro dan Husin Joyodiningrat pada rapat
redaksi UUD tanggal 11 Juli 1945. Keberatan serupa juga disampaikan Ki Bagus
Hadikusumo pada rapat presiden BPUPKI tanggal 14 Juli 1945. Rancangan pertama
Pembukaan UUD 1945 yang diberi nama Piagam Jakarta kemudian menjadi Pembukaan
UUD 1945 dengan beberapa perubahan di sana-sini.
Ketika para pemimpin Indonesia sibuk mempersiapkan kemerdekaan sesuai
skenario Jepang, peta politik global mengalami perubahan yang tidak terduga. Salah
satu penyebab perubahan peta politik dunia adalah menyerahnya Jepang kepada
sekutunya. Peristiwa ini ditandai dengan dijatuhkannya bom atom di kota Hiroshima
pada tanggal 6 Agustus 1945. Sehari setelah peristiwa iyu, yaitu pada tanggal 7 Agustus
1945, pemerintah Jepang yang berkedudukan di Jakarta mengumumkan informasi
berisi:
1) Pertengahan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan
lOMoARcPSD|301 909 37
3
Paristiyanti Nurwardani, Pendidikan Pancasila (Jakarta: Ristekdikti, 2016), hlm. 53-54
7
lOMoARcPSD|301 909 37
Jepang) yang memberitahukan bahwa ada pesan berkaitan dengan Indonesia Merdeka.
Pesan tersebut, kaitannya berasal dari wakil-wakil Indonesia bagian Timur di bawah
penguasaan Angkatan Laut Jepang. Isi pesannya menyatakan bahwa wakil-wakil
Protestan dan Katolik dari daerah-daerah yang dikuasai Angkatan Laut Jepang keberatan
dengan rumusan sila pertama (Piagam Jakarta) “Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Sikap Moh. Hatta menyadari bahwa penolakan terhadap pesan tersebut akan
mengakibatkan pecahnya negara Indonesia Merdeka yang baru saja dicapai. Oleh karena
itu, Hatta mengatakan kepada opsir pembawa pesan tersebut, bahwa pesan penting itu
akan disampaikan dalam sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) esok
hari(tanggal 18 agustus 1945).
Keesokan harinya, sebelum sidang BPUPKI dimulai, Hatta mengajak Ki Bagus
Hadikusumo, Wakhid Hasyim, Kasman Singodimejo dan Teuku Hasan untuk rapat
pendahuluan. Mereka membicarakan pesan penting tentang keberatan terhadap
rumusan Pancasila Piagam Jakarta. Hasilnya, mereka sepakat agar Indonesia tidak
pecah, maka sila pertama (dalam rumusan Piagam Jakarta) diubah menjadi “Ketuhanan
Yang Maha Esa”.4
4
Sarinah, Muhtar Dahri & Harmani... ,hlm. 9-16
)
lOMoARcPSD|301 909 37
5
H.A.W. Widjaja, Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Pancasila (Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2002), hlm. 125
)
lOMoARcPSD|301 909 37
6
Maulana Arafat Lubis, Pembelajaran PPKn di SD/MI (Medan: Akasha Sakti, 2018),
hlm. 45
10
lOMoARcPSD|301 909 37
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses pembangunan Pancasila dimulai ketika pada sidang pertama BPUPKI, Dr.
Radjiman Widyodiningrat mengajukan suatu persoalan khusus untuk dibahas dalam
sidang tersebut oleh tiga orang pembicara, yakni Mohammad Yamin, Soepomo, dan
Soekarno. Pada tanggal 1 Juni 1945, dalam persidangan, Ir. Soekarno memberikan pidato
lisan tentang pencalonannya sebagai dasar pembangunan negara Indonesia. Kemudian
menurut Soekarno ia menamakannya “Pancasila” yang berarti lima asas, berdasarkan
usulan salah seorang temannya yang ahli bahasa anonim.
Proses pembentukan dasar negara berlangsung pada sidang Dokurizu Zyunbi Tyoosakai
(Badan Penyidik Upaya Kemerdekaan yang selanjutnya disebut BPUPKI) dan
dilanjutkan pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Nilai-nilai
yang terkandung dalam Prinsip Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa antara lain:
Kepercayaan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sejalan dengan semua agama
berdasarkan landasan kemanusiaan yang adil dan beradab. Nilai-nilai yang terkandung
dalam Asas Keadilan dan Keadaban Manusia adalah:
Mencapai kesetaraan, persamaan hak dan persamaan kewajiban antar manusia. Nilai
yang terkandung dalam Asas Persatuan Indonesia adalah bangsa harus tetap menjunjung
tinggi asas Bhinneka Tunggal Ika. Tolak gagasan-gagasan yang menyimpang dari
Pancasila.
Nilai yang terkandung dalam prinsip musyawarah/perwakilan rakyat yang berpedoman
secara intelektual adalah pengakuan dan pemeliharaan kedaulatan rakyat. Kemudian,
nilai yang terkandung dalam Asas Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah
keadilan sosial berarti keadilan yang diterapkan dalam masyarakat dalam segala bidang
kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia mempunyai hak
untuk diperlakukan secara adil dalam masalah hukum, politik, sosial, ekonomi dan
budaya.
11
lOMoARcPSD|301 909 37
DAFTAR PUSTAKA