DITERBITKAN OLEH:
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo
KOORDINATOR PROGRAM
Ratna Sulistyawati S.Sos., M.M.
PENULIS
Agus Wuryanto, S.Sn., A FPSI*, Hon E HPPW
Agus Wasonoputra
EDITOR
Sumali Ibnu Chamid
FOTOGRAFER
Agus Wuryanto S.Sn., A FPSI*, Hon E HPPW
Agung Wiera, BA., A FPSI*, Hon E HPPW
Dokumentasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Wonosobo
FOTO SAMPUL
• Foto Erwin Kurniawan_085959590860_@barracuda_speed
• Foto @alien.dolan/Dok. Disparbud.
| JejakHanafiah/
Photo by Jeffri Tradisi Balon
DokWonosobo
Disparbud iii
SAMBUTAN BUPATI WONOSOBO
Salam Budaya!
Salam Budaya!
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Wonosobo, Oktober 2021
KEPALA DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN
KABUPATEN WONOSOBO
Daftar Isi
7
WOnosobo
Penutup
50
Daftar Pustaka
52
54
Profil Penulis
BAB I komunikasi antar perkemahan pasukan. Lambat laun, penggunaannya
SEJARAH BALON pun merambah hingga ke perayaan hari besar, festival-festival, dan
sebagainya. Dari Tiongkok, balon tipe Kǒngmíng ini kemudian menyebar
A. Sejarah Balon Dunia
ke berbagai wilayah, antara lain menjadi Kamifūsen di Jepang dan Khom
Kata balon memiliki makna yang luas, sehingga akan banyak
Loi di Thailand.
hal yang terbersit di pikiran kita apabila seseorang mengucapkan kata
tersebut. Bisa jadi balon yang dimaksud adalah mainan berupa kantong
karet yang ditiup hingga mengembang, atau diisi dengan gas helium
sehingga dapat melayang di udara. Ada pula yang membayangkan
wahana udara yang terbuat dari kertas atau bahan lain yang bersifat
tahan api, kemudian dikembangkan dengan udara panas yang berasal
dari tungku di bawahnya, agar dapat menerbangkan penumpangnya ke
mana pun yang dituju.
Kata yang mewakili semua itu, yaitu balon, kita serap
dari bahasa Belanda ballon, sebagai pinjaman dari bahasa Perancis
Pertengahan, ballon, yang berarti ‘bola besar’. Pada mulanya, yang
dimaksud ballon adalah kantong dari kulit atau jeroan hewan yang
dapat dilembungkan menjadi bola. Namun, seiring waktu, kata ini juga
merujuk pada berbagai jenis kantong berisi gas yang dapat melayang
di udara, salah satunya adalah balon tradisional yang ada di Wonosobo
Zhūgě Liàng dan lampion terbang Kǒngmíng. Sumber: Wikimedia Commons.
saat ini.
Diperkirakan, balon yang dilayangkan dengan prinsip kerja Balon udara gaya Asia ini, sesungguhnya tidak dirancang
udara panas pertama kali ditemukan di Tiongkok pada abad ketiga untuk membawa muatan, apalagi penumpang. Balon udara panas
Masehi. Sosok yang sering dikaitkan dengan penemuan ini adalah berpenumpang baru ditemukan pertama kali oleh Montgolfier
Zhūgě Liàng alias Kǒngmíng, ahli siasat perang yang hidup pada masa bersaudara (Joseph-Michel dan Jacques-Étienne) dari Perancis pada
Tiga Kerajaan (Sān Guó atau Sam Kok). Balon yang sering disebut sebagai tahun 1783. Tak sampai satu bulan setelah Montgolfier bersaudara
lampion terbang ini terbuat dari kertas yang dibentuk menjadi kantong, menunjukkan penemuan mereka, Prof. Jacques Alexandre César Charles
dengan bukaan berbentuk lingkaran di bawahnya, serta sebuah sumbu dari Perancis menciptakan balon dengan isian gas yang berbeda:
kecil yang digantungkan di bawah lubang tersebut sebagai sumber hidrogen. Baik balon udara panas (disebut Montgolfière) maupun
panas. Udara dari panas pembakaran inilah yang bersifat lebih ringan balon hidrogen (disebut Charlière) berkembang dengan kelebihan dan
dari udara di sekitarnya, sehingga balon tersebut dapat membumbung
kekurangan masing-masing.
ke angkasa. Pada mulanya, pelita terbang ini digunakan sebagai sarana
Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 11
Serma (Purn) Barjam (lahir: 1926 – Penerbangan balon Bapak Atmo pertama kali dilakukan
wafat: 2001 pada usia 75 tahun), adalah di depan Mushola Krakal Tamanan dengan disaksikan kerumunan
saksi penemuan balon tradisional oleh warga setempat. Di tahun-tahun selanjutnya, kisah tentang balon
Bapak Atmo Goper. Turut berjuang di Krakal Tamanan kian menyebar di wilayah sekitarnya, hingga
dalam perang kemerdekaan, Bapak
menjadi momentum yang ditunggu-tunggu masyarakat. Tak
Barjam sempat tiga kali tertembak oleh
hanya dari Kertek, penonton pun berdatangan dari Kecamatan
musuh. Beliau mengajukan pensiun
pada tahun 1950-an dan mendapat lain, bahkan dari luar kota Wonosobo. Cerita ini didapat dari
tunjangan veteran (Tuvet) pada tahun warga Krakal Tamanan bernama Subagyo, berdasarkan cerita
1972. Penganugerahan Tuvet tersebut dari mendiang ayahnya, Serma (Purn.) Barjam (1926 – 2001),
atas usulan Menteri Sekretaris Negara kawan sekaligus tetangga Bapak Atmo Goper di Krakal Tamanan.
Sudharmono (kelak Wakil Presiden Pada awalnya, penerbangan balon tradisional hanya
Republik Indonesia), yang tak lain kawan dikenal di Dusun Krakal Tamanan saja. Namun memasuki
seperjuangan sekaligus komandan era 1950-an, teknologi tersebut mulai menyebar wilayah di
Bapak Barjam pada masa perang sekitarnya, antara lain Desa Kembaran di Kecamatan Kalikajar.
gerilya. Balon yang dibuat masih sangat sederhana, baik dari sisi pola,
Balon pertama karya Mbah Atmo Goper dibuat bentuk, maupun bahan yang digunakan. Ukuran balon juga
menggunakan kertas pilus, (warga setempat menyebutnya belum terlalu besar, rata-rata dengan tinggi sekitar tujuh meter,
kertas kripik), yang dikombinasikan dengan kertas payung. Pada dengan perkiraan bahan baku 12 kertas untuk tingginya dan
masa itu, bahan-bahan tersebut masih merupakan barang dan 16 kertas untuk kelilingnya, dengan ukuran masing-masing
mewah dan mahal yang harus dipesan dari kota Semarang. kertas 60 x 40 cm. Bentuk balon tidak terlalu bulat, dengan sisi
atas yang cenderung menyudut. Pada perkembangannya, kini
Pilihan warna kertas pilus pun masih sangat minim, yaitu baru
bentuk balon menjadi kian bulat dan rapi, dengan kriteria bentuk
ada putih dan hijau. Baru pada dekade 1960-an, bahan baku
yang dianggap sempurna jika mendekati bentuk bohlam lampu
kertas pilus atau krep dengan pilihan warna yang lebih banyak terbalik.
telah dipasarkan di beberapa toko di Wonosobo, antara lain Masa-masa awal penerbangan balon tradisional masih
toko Pak Ahmad di dekat Pasar Kertek (sekarang menjadi toko diwarnai beberapa kendala yang bersifat teknis. Hal ini terjadi
Merah Putih). Bahan baku tersebut biasanya dibeli dengan dana terutama saat balon mulai diunggahkè (dinaikkan) dan asap
patungan/iuran warga, sedangkan bahan lain seperti lem dibuat menyusut, balon akan bergerak menyamping karena sistem
sendiri dengan parutan ubi kayu yang diperas dan dimasak keseimbangan yang kurang baik, sehingga balon akan mudah
sampai menjadi lem. Pengeleman menggunakan potongan kain terkena api pembakarannya. Teknik api pengasapan pada era
yang dilipat dan dimasukan ke dalam bambu kecil. itu masih menggunakan oman (ujung jerami padi) atau damèn
12 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa
(batang jerami padi) kering dan ditumpangi dengan damèn basah kerusakan berarti, sehingga dapat diterbangkan kembali.
agar menghasilkan asap tebal untuk memenuhi ruang balon kertas. Dalam perkembangannya, bandulan bisa berisi rangkaian
Tahapannya yang terdiri dari pengapian, pengasapan dan diakhiri dengan petasan sepanjang satu setengah meter, dengan urutan dari bawah
pengapian kembali ini berpotensi menimbulkan asap hitam yang dapat adalah 2 petasan besar, 10 petasan kecil, 2 buah petasan besar di
mempengaruhi tampilan warna balon. Dalam perkembangannya, teknik tengah, 10 petasan kecil dan 2–4 petasan besar hingga keseluruhan
pengasapan di era ‘80-an sudah menggunakan kayu bakar, kemudian menggunakan sekitar 30 petasan. Berat seluruh rangkaian petasan bisa
pada tahun 2000-an beralih pada batok kelapa yang tak hanya mampu mencapai dua hingga tiga kilogram. Petasan yang digunakan adalah
menghasilkan panas dan dorongan udara lebih kuat, namun juga jenis Kuda Terbang, impor dari Tiongkok. Petasan ini dianggap memiliki
berasap jernih sehingga balon terlihat lebih indah ketika tertimpa kualitas terbaik, suara letusan yang nyaring, serta dianggap paling
cahaya matahari. aman dibandingkan merk lain di zamannya. Dalam perkembangannya,
Kompor pengapian balon yang digantung biasanya dibuat dari ada pula di antara masyarakat yang tidak puas dengan petasan
sabut kelapa yang diikat kawat, atau dari gumpalan kain yang telah pabrikan, sehingga kerap kali mereka membuat petasan sendiri dengan
disiram dan direndam minyak tanah dengan tujuan agar bisa menyala selongsong paralon, botol kaca, batok kelapa, atau kaleng. Petasan
lebih lama. Kompor gantung ini baru dinyalakan jika balon sudah mau buatan yang berukuran besar ini tentu cukup membahayakan jika
dilepas tinggi, demikian hingga penerbangan terakhir pada hari ketujuh meletus di tempat yang salah, atau tidak pada ketinggian yang aman,
Lebaran. Saat balon diterbangkan, pengapian yang terakhir ditujukan sehingga kini kebanyakan balon menggunakan petasan dengan bahan
untuk melambungkan atau memberi dorongan tenaga pada balon, agar selongsong (spool ) dari kain atau kertas.
mampu naik ke atas dengan kuat dan tahan lama. Ada pula balon yang tidak menggunakan petasan sama sekali;
Permasalahan keseimbangan balon baru dapat dipecahkan sebagai gantinya, dipasanglah aksesoris lain yang dapat diterjunkan
pada tahun 1960-an, ketika Bapak Kosuri (1930 – 1987), seorang teknisi dari udara sebagai “bonus hiburan”. Aksesoris yang dimaksud adalah
elektronik dan ahli mesin diesel dari dusun Krakal Santren (Karangluhur, replika tentara bersenapan kayu dan berbendera merah putih yang
Kertek), menemukan sistem bandulan balon. Dengan sistem ini, diterjunkan dengan parasut. Diterjunkannya model tentara ini, diiringi
penerbangan balon menjadi lebih stabil, sehingga mampu bermanuver dengan rentetan bunyi petasan, seolah menggambarkan suasana pada
dengan lebih indah dan terbang dengan ketinggian maksimal. Bandulan masa perang mempertahankan kemerdekaan. Dahulu, kreasi bandulan
biasanya dibuat dari cowèt/cowèk (cobek kayu) atau butiran pasir yang berwujud boneka tentara tersebut biasa dibuat oleh Bapak Jaenam
dibungkus dengan kain, kaleng atau bahan plastik lain. Bandul atas (Alm.), Seniman pembuat topeng Lenggeran dari Desa Jambusari, Kertek.
memiliki berat sekitar 4–5 ons, sedangkan bandul bawah sekitar 2–3 Harapannya, aksesoris bandulan ini dapat selalu membangkitkan jiwa
kg. Pelepasan balon dilakukan secara berulang dengan ketinggian nasionalis masyarakat setempat. Dalam perkembangannya, aksesoris
maksimal 100 meter. Kompor pengasapan sengaja tidak dipasangkan, ini tak hanya berwujud model tentara saja, namun ada pula yang dibuat
agar balon dapat turun kembali ketika kehabisan udara panas. Dengan seperti pesawat terbang mini, taburan kertas warna-warni (confetti ),
adanya sistem bandulan, balon dapat turun secara stabil tanpa burung-burungan, spanduk, dan variasi lain.
Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 13
Acap kali, bandulan balon diisi berbagai hadiah kejutan seperti Semenjak pertemuan tersebut, hingga kini tidak lagi terjadi
minuman soda, limun, makanan ringan, dan sebagainya, sehingga keributan atau perkelahian antarkampung karena berebut balon jatuh.
menjadi buruan warga terutama anak-anak. Tak jarang, balon jatuh Lambat laun, penerbangan balon kembali pada esensinya, yaitu sebagai
di kampung yang bertetangga, yang mana penemu balon berusaha sarana untuk mempererat tali silaturahmi di Hari Raya Idulfitri.
menyembunyikan balon temuannya, sementara pemilik balon dengan Balon besar dari kertas akan diterbangkan berulang kali,
namun pengasapan penuh baru dilakukan pada hari ketujuh Lebaran,
warganya mencari di mana balon tersebut jatuh. Jika demikian, maka
sehingga balon lepas menghilang mengikuti arah angin. Balon yang
perkelahian antar kampung akan sukar dihindarkan.
dilepas biasanya ditempeli amplop surat, yang sudah dibubuhi alamat
Agar kejadian serupa tidak terulang kembali, maka pada
dan berperangko, agar penemunya bisa menginformasikan hingga
tahun 1984, diadakanlah pertemuan antartokoh desa yang diinisiasi sampai di mana balon tersebut jatuh. Dari surat-surat itulah dapat
oleh Drs. Muh. Ridwan (69 tahun), seorang pendidik yang saat itu juga diketahui bahwa pernah ada balon yang mencapai Kabupaten Ponorogo
menjadi ketua Gerakan Pemuda Ansor Kecamatan Kertek. Pertemuan Jawa Timur, Brebes Jawa Tengah, Tasikmalaya Jawa Barat, Bahkan
yang berlangsung di Gedung Madrasah Al Barokah Kampung Gletosari, terbang hingga Sumatera.
Kertek itu menghasilkan kesepakatan: Balon-balon plastik baru bermunculan di sekitar tahun
1. Balon boleh diterbangkan pada hari kedua hingga hari 1970-an, dan pada umumnya dibuat oleh anak-anak sebagai sarana
ketujuh Lebaran, agar tidak mengganggu tradisi silaturahmi belajar membuat balon. Balon plastik ini biasanya berukuran kecil dan
antarwarga setelah salat Idul Fitri. bentuknya cenderung memanjang. Bagi para pembuat balon senior,
2. Balon yang lepas dan ditemukan warga pada hari kedua hingga balon plastik ini biasanya hanya dimanfaatkan untuk menguji coba arah
angin dan kejernihan cuaca. Jika balon plastik tersebut bisa terbang
ketujuh Lebaran harus dikembalikan kepada pemiliknya.
dengan baik, maka barulah balon besar yang terbuat dari kertas dapat
3. Pemilik balon bertanggung jawab penuh atas semua
dilepaskan ke udara. Ketelitian ini diperlukan karena adanya resiko ketika
kerusakan yang ditimbulkan dari aktivitas penerbangan balon.
menerbangkan balon pada saat cuaca kurang baik seperti berkabut,
4. Setiap kampung, utamanya di wilayah Kertek, didorong untuk mendung, dan sebagainya, karena pembuatan balon saat itu memang
bisa membuat balon sendiri, dengan bimbingan pembuat terhitung sebagai barang yang mahal.
balon yang sudah ada, atau dapat memesan kepada para Pada tahun 1990-an, kian marak pembuatan balon
pembuat balon yang ada. menggunakan bahan kertas minyak, karena selain ringan, banyak
5. Pada balon yang diterbangkan setelah hari ketujuh Lebaran, pilihan warna, lebih tahan api dibanding bahan plastik, kertas minyak
penemu boleh memiliki balon tersebut, dengan catatan, juga mudah didapat di pasaran. Penerbangan balon pada era ini turut
penemu harus membalas surat berlampirkan alamat pemilik terekam melalui lensa fotografer Agung Wiera pada tahun 1997,
balon dan perangko balasan yang tertempel pada balon berlokasi di daerah Kertek dan dimuat di harian ternama Jawa Tengah,
tersebut. Wawasan.
14 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa
Menurut Ahmadi Zulfa Rohman, perhelatan besar kembali
digelar di tahun 2006, bekerjasama dengan Jawa Pos Radar Semarang,
disponsori oleh Dji Sam Soe, serta mendapat mandat dan dukungan
penuh dari Pemda Wonosobo, dalam hal ini, langsung dari Bupati
Wonosobo Drs. H.A. Kholiq Arif melalui rapat-rapat intern bersama
instansi terkait. Jumlah peserta sebanyak 83 kelompok penerbang
balon kertas raksasa yang rata-rata jumlah anggota perkelompok 6
orang. Adapun jumlah balon tradisional yang terdaftar sebanyak 170-
an buah. Acara ini menyabet 2 rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia
(MURI) dengan predikat Rekor Balon Tradisional Terbanyak dan Rekor
Balon Tradisional Terbesar. Dalam hal ini, Daun EO juga memperoleh
Piagam penghargaan dari MURI sebagai penyelenggara pendukung
dalam event ini. Event sebesar ini benar-benar mengangkat nama Daun
untuk langkah selanjutnya.
Acara ini menyerap anggaran cukup besar, mencapai 40-an
juta, pengunjung yang menyaksikan mencapai lebih dari 50.000 orang,
bahkan arus lalulintas macet sepanjang 1 km pada ruas Jalan A. Yani.
Dokumentasi dilakukan oleh berbagai pihak dan diliput oleh berbagai
media cetak maupun elektronik.
Festival Balon Tradisi tahun 2006 melahirkan balon-
Hasil jepretan fotografer Agung Wiera bertema Lebaran di Kampung. Tampak balon terindah, terbaik, dan unik di sepanjang sejarah perbalonan di
kemeriahan masyarakat Kampung Campursari, Kertek, ketika menerbangkan balon
Wonosobo. Pada event ini pula, mulai muncul desain balon baru seperti
tradisional. Dok. Wawasan, 15 Februari 1997.
balon berbentuk Depo Pertamina setinggi 25 meter hasil karya Jati
Era Reformasi menandai adanya perubahan besar dalam Wegig dan kawan-kawan dari Kampung Sidodadi, Sindupaten. Festival
tradisi balon udara di Wonosobo. Pada era ini, balon tradisional mulai
ini juga dikunjungi banyak fotografer dari berbagai kota di tanah air,
beranjak dari sekedar hiburan sederhana di kala Lebaran, menjadi
sehubungan dengan diselenggarakannya Lomba Foto Spontan berskala
atraksi utama dalam festival yang diadakan setiap perayaan Hari Jadi
Kabupaten Wonosobo. Aktifitas dalam sekala besar ini dimulai pada Nasional, hasil kerjasama dengan HPPW (Himpunan Penggemar Photo
tahun 2005, saat sekelompok mahasiswa UNSIQ, yaitu Choiril Anwar, Wonosobo). Acara juga dimeriahkan dengan pertunjukan terbang layang
Ahmadi Zulfa Rohman, Ridwan Islami, Faturahman dan kawan-kawan dengan baling-baling bertenaga motor yang disewa untuk melakukan
yang tergabung dalam Daun Organizer bekerjasama dengan Dinas promosi Festival Balon. Program Festival Balon oleh Daun Organizer
Pariwisata Kabupaten Wonosobo menjadi pelopor terselenggaranya terlaksana hingga tahun 2007, kemudian dilanjutkan oleh Pemerintah
Festival Balon Tradisional berskala besar di Alun-alun Wonosobo. Daerah Wonosobo hingga sekarang.
Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 15
Choiril Anwar, Ketua Daun Organizer menunjukkan dua piagam MURI, yakni
Balon Terbesar dan Balon Tradisional Terbanyak di tahun 2006.
Festival Balon kemudian berlanjut pada tahun 2009, 2010,
2011, dan 2012 di lokasi berbeda, yakni Alun-alun Kecamatan Sapuran.
Dalam perhelatan kali ini, Pemerintah Daerah dibantu oleh Pink Organizer
dari Kertek yang digawangi oleh Yoga YoGreat, Ahmad Prabudi, Iwan
Sadina, Hery, Wiwid, Khuzen, dan Adi.
Salah satu balon peserta dari kampung Mulyosari, Kertek, yang menjuarai
Festival Balon Tradisional 2009 di Alun-alun Kecamatan Sapuran, Wonosobo.
Sedianya, Pink Organizer akan kembali mengadakan Festival
Balon Tradisional pada tahun 2015, kali ini di Stadion Kalianget,
Wonosobo. Sayangnya, acara terpaksa digagalkan karena adanya
Tim inti Pink Organizer: Yoga YoGreat Nugroho, Khuzen, Heri, Iwan Sadina,
Adi, Wiwid, dan Mahfud. kendala perizinan dari pemerintah.
16 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa
Adanya protes dari dunia penerbangan nasional
menyebabkan Pemerintah kemudian mengeluarkan larangan
penerbangan balon udara yang tidak ditambatkan ke tanah
(balon lepasan).
Selain festival tahunan yang diselenggarakan oleh
Pemkab Wonosobo, ada pula event rutin di lapangan Desa
Kembaran, Kalikajar, yang dimulai sejak tahun 2011. Dengan
dikomandoi oleh Hasan Fadholi dan kawan-kawan, para penggiat
balon tradisional di Kembaran dihimpun dari para pemuda masjid
di tingkat RT. Event di desa Kembaran berlangsung dengan
sangat konsisten tiap tahunnya, termasuk tahun 2021 di tengah
gempuran wabah COVID-19. Dari sejarahnya, penerbangan
balon tradisional di Desa Kembaran sendiri telah ada sejak tahun
1950-an, dengan dipelopori oleh Kyai Sunhaji (1923 – 1990),
seorang da’i dan tokoh masyarakat yang sangat disegani pada
masanya.
Kyai Sonhaji (1923 – 1990), adalah
tokoh masyarakat yang menjadi pelopor
pembuatan balon di Desa Kembaran pada
dekade ‘50-an. Beliau lahir di Bakalan,
Bowongso, Kalikajar, hijrah ke Kembaran
untuk mengajarkan agama Islam, kemudian
diangkat menjadi kyai oleh masyarakat
setempat. Budaya ngumbulké (menaikkan)
balon yang beliau awali kemudian menjadi
tradisi tahunan di desa Kembaran yang
Dua kliping media yang menunjukkan kemeriahan Festival Balon Tradisional
2011 di Alun-alun Sapuran Wonosobo. lestari hingga saat ini.
Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 17
Kembaran Balloon Festival 2014. Foto Agung Wiera.
18 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa
Akhirnya, penerbangan balon tradisional kembali diijinkan Komunitas Balon Wonosobo juga membantu AirNav Indonesia,
pada tanggal 26 November 2017, ditandai dengan adanya festival untuk mensosialisasikan balon tambatan ke Pekalongan. Komunitas
balon tradisional bertajuk Kapolres Cup di Taman Fatmawati, Wonosobo. ini juga berperan di berbagai acara, seperti penerbangan balon dalam
Sebagai pembuka acara, dilakukanlah sosialisasi balon tambatan dalam acara Carica Day 2018, Panggung Gembira Indosiar 4 Agustus 2018, acara
kaitannya dengan keselamatan penerbangan. Acara ini juga melibatkan televisi Jejak Petualang 20 Juli 2018, serta Java Balloon Festival 2018 di
peran Komunitas Balon Wonosobo, yang anggotanya meliputi hampir lapangan Geodipa Energi Wonosobo. Java Balloon Festival 2018 bisa
seluruh penggemar dan seniman balon tradisional di seluruh Wonosobo. dikatakan sebagai perhelatan balon tradisional terbesar dan termegah,
dengan sponsor utama dari AirNav Indonesia. Dalam acara tersebut,
AirNav Indonesia tak hanya membagikan berbagai macam doorprize
menarik, namun juga membeli balon yang telah diterbangkan, dalam
rangka pembinaan penerbangan balon tambatan.
Kiprah komunitas ini kembali berlanjut di tahun berikutnya
dengan nama Java Balloon Attraction 2019. Acara yang berlangsung di
lapangan Desa Pagerejo. Kecamatan Kertek ini merupakan bagian dari
rangkaian acara Festival Sindoro Sumbing 2019, dengan dukungan dari
platform Indonesiana Kemdikbud, AirNav Indonesia, serta pihak-pihak
lain. Tak hanya di dalam pulau, Komunitas Balon Wonosobo juga pernah
Komunitas Balon Wonosobo dalam sebuah acara halalbihalal. diundang oleh Bupati Pringsewu, Lampung, untuk mengajar teknik dan
Komunitas Balon Wonosobo berdiri secara resmi pada tanggal pembuatan tata cara penerbangan balon tradisional di sana, tentunya
14 Juli 2017, bertempat di gedung LDII Kecamatan Kertek, meskipun dengan tetap memperhatikan kaidah keselamatan transportasi udara.
secara de facto telah bergerak jauh sebelum itu. Komunitas yang diketuai Sejak diterbitkannya aturan berskala nasional tentang
Agam Setyo Budi ini banyak terlibat dalam berbagai kegiatan, antara pelepasan balon tradisional, maka balon tradisional Wonosobo ini
lain Focus Grup Discussion bersama AirNav Indonesia dengan tema hanya boleh diterbangkan dengan cara ditambatkan dan tidak diizinkan
“Gangguan Balon Udara Terhadap Keselamatan Publik” di Semarang
dilepas bebas ke langit luas. Penerbangan balon lepasan telah mendapat
pada tanggal 20 Juli 2017. Acara ini dihadiri pula oleh perwakilan dari
protes dari banyak pihak, utamanya dari kalangan penerbangan, karena
Polda Jateng, Kodam IV/Diponegoro, Dishub Jateng, serta politisi senior
dianggap sangat membahayakan terhadap keselamatan udara.
Alvin Lie.
Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 19
Budaya penerbangan balon tradisional kian marak menyebar
hingga merata di banyak desa di wilayah Wonosobo. Daerah yang
paling banyak menghasilkan seniman balon adalah Kecamatan
Kertek, Kecamatan Kalikajar, dan Kecamatan Sapuran. Kini, bahkan
beberapa desa telah berani mengadakan festival balon secara mandiri,
seperti Kembaran (Kalikajar), Reco (Kertek), Wringinanom (Kertek),
dan beberapa desa lain. Bermunculan aneka ragam dan bentuk balon
besar, tidak hanya bentuk konvensional yang membulat seperti bohlam
lampu, namun juga bentuk lain seperti bentuk hewan, kapal laut,
pesawat terbang, karakter animasi, tokoh superhero, atau kreativitas
bentuk lain yang beragam dengan pengaruh artistik dari era modern.
Teknik pembuatannya pun semakin rumit dan makin berkualitas. Jika
sebelumnya, penerbangan balon udara hanya melibatkan sedikitnya
7 orang, maka penerbangan balon udara di era festival ini, melibatkan
kerjasama tim dengan jumlah personel yang tak terbilang sedikit,
karena ada tambahan tim pengiring musik dan tari. Kini, dari berbagai
wilayah di Indonesia yang mengenal tradisi balon udara, Wonosobo
menjadi salah satu daerah yang secara rutin menggelar festival balon
tradisional berskala besar setiap tahunnya.
Tiap Lebaran tiba, kian banyak desa di Wonosobo yang
menerbangkan balon tradisional. Dari data resmi yang dikumpulkan oleh
Komunitas Balon Wonosobo, pada Lebaran 2017, tercatat sebanyak
750 balon diterbangkan. Jika digabungkan dengan yang tidak tercatat,
jumlah pelepasan balon diperkirakan mencapai angka 1.500. Maraknya
berbagai event balon tradisional ini sempat terhenti akibat pandemi
COVID-19, namun bukan tidak mungkin akan bangkit kembali setelah
wabah ini usai. Kampung Krakal Dawung, 2009. Foto Agung Wiera
20 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa
Menyangga Balon. Foto Agus Wuryanto Kampung Krakal Dawung, 2009. Foto Agung Wiera
22 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa
Pendaratan Balon Hulk, Pagerejo 2019. Foto Agus Wuryanto. Java Balloon Attraction, Pagerejo 2019. Foto @alien.dolan/Dok. Disparbud.
Balon besar berbentuk burung, salah satu bentuk unik di Java Balon Attraction 2019
di Pagerotan, Pagerejo, Kecamatan Kertek. Foto Agus Wuryanto. Sumber Ilustrasi: Kompasiana/Wisata.
Contoh jenis tungku yang umum digunakan, biasanya terbuat dari blek/kaleng.
Ada juga yang ditambah cerobong agar pengasapan lebih aman.
5. Pelepasan Balon
Balon baru bisa dilepas pada saat asap sudah memenuhi
seluruh ruang balon, sehingga balon terlihat utuh dan berbentuk
indah sesuai desain yang diharapkan, baik berbentuk bulat,
kotak atau figur lain. Jika balon mulai terdorong keatas, maka
tim pemegang mulut balon secara perlahan mulai melepas balon
dengan menahan tali penambat balon, agar balon tidak lepas dari
pantauan dan tidak melanggar peraturan penerbangan.
6. Bandulan
Bandulan bisa dibuat dengan berbagai variasi, antara lain parasut
Foto M. R. W./Dok. Disparbud. terjun payung, pesawat terbang mini, taburan kertas, spanduk, dll.
SLAMET SUNARKO
Pekerja seni di bidang perkayuan ini beralamat di kampung Krakal Tamanan, RT 06, RW 01, Kertek. Dia dikenal
mahir membuat potongan kertas untuk dibuat balon dengan berbagai desain dan motif. Buatannya banyak dipesan
oleh penggemar balon, baik komunitas balon di sekitar Kertek maupun pelanggan dari dalam dan luar kota Wonosobo.
Beberapa balon buatannya pernah menjadi juara satu balon terbaik di Festival Balon Wonosobo tahun 2005 dan 2006.
Slamet Sunarko adalah salah satu putra dari Serma (Purn) Barjam.
SUBAGYO
Subagyo lahir di Wonosobo, 5 September 1960. Pendidikan terakhirnya dia adalah di SMA Muhamadiyah
Wonosobo (1981). Ia bekerja sebagai pencatat KWH-meter listrik, dan aktif dalam berbagai kegiatan kebudayaan di
Kampung Krakal Tamanan. Selain menjadi pemerhati budaya, beliau juga aktif dalam dunia musik. Bersama kawan-
kawan, dia membentuk sebuah grup musik yang banyak membawakan tembang lawasan, khususnya dari grup Koes
Plus. Subagyo adalah putra Serma (Purn) Barjam yang banyak memberikan informasi seputar balon tradisi Wonosobo.
DWI SUJARWO
Warga kampung Jambusari, RT 06, RW 07, Kertek ini adalah salah satu tokoh muda bagi masyarakat di
kampungnya. Desainer balon ini aktif di dunia seni rupa dan tergabung dalam beberapa organisasi lukis, antara lain
Forum Perupa Wonosobo dan Bosen Kere. Dwi adalah penggiat seni yang banyak berperan dalam perkembangan seni
budaya di Jambusari, seperti tradisi balon udara dan grup seni tari topeng lenggeran, serta aktif mengikuti pameran seni
rupa di berbagai kota.
IWAN APRIANTO
Pria yang dikenal dengan panggilan Iwan Sadina ini lahir di Wonosobo pada tanggal 27 April 1973. Penduduk
Jambusari, RT 02, RW 02, Kertek ini adalah salah satu anggota tim inti dari Pink Organizer. Lulusan SMA Muhamadiyah
tahun 1991 ini tak hanya aktif di berbagai kegiatan sosial dan budaya masyarakat, namun juga aktif di banyak usaha,
antara lain pernah mendirikan Sadina Sablon, Sadina Laundry, dan kini Sadina Travel di pusat Kecamatan Kertek.
PURWO SETYADI
Purwo Setyadi lahir di Wonosobo, 13 September 1970. Kini ia tinggal di Kampung Mulyosari, RT 02, RW 04,
Kertek. Pria yang sering disapa Mas Adi ini adalah anggota Pink Organizer dan wiraswastawan yang sering terlibat dalam
pembuatan balon tradisional di kampungnya. Balon buatan Adi dan kawan-kawannya banyak dipesan dari berbagai
kota, termasuk Jakarta. Selain aktif di berbagai kegiatan seni budaya di masyarakat, ia juga sering terlibat pada kegiatan
sosialisasi penanganan gigitan ular berbisa bersama teman-teman penggiat reptil di Wonosobo.
Educatieve Dienst. 2021. Geschiedenis van de Luchvaart. Amsterdam: Kedaulatan Rakyat. 18 Juli 2011. Puluhan Balon Raksasa di Langit Wonosobo.
Koninklijk Museum van het Leger en de Krijgsgeschiedenis. Arsip Bagian Hubungan Masyarakat Setda Wonosobo.
Gillispie, Charles Coulston. 1983. The Montgolfier Brothers and the Invention of Jawa Pos Radar Semarang. 30 Juli 2006. Hari Ini, Festival Balon Digelar. Arsip
Aviation 1783–1784. Princeton: Princeton University Press. Bagian Hubungan Masyarakat Setda Wonosobo.
Hawkes & McConnel. 2003. Aerial: The Art of Photography from the Sky. Mies: Jawa Pos Radar Semarang. 18 Juli 2011. Langit Wonosobo Dihiasi Balon. Arsip
RotoVision. Hubungan Masyarakat Setda Wonosobo.
Koninkrijk der Nederlanden. 1917. Regeerings-almanak voor Nederlandsch- Suara Merdeka. 18 Juli 2011. 24 Balon Hiasi Langit Wonosobo. Arsip Bagian
Indië 1917. Batavia: Landsdrukkerij. Hubungan Masyarakat Setda Wonosobo.
Lensink, Rachel. 2015. Early Ballooning in the Netherlands (1783–1830). Wonosobo Ekspres. 18 Juli 2011. Berbagai Balon Unik Bersaing. Arsip Bagian
Master Thesis. Utrecht: Utrecht University. Hubungan Masyarakat Setda Wonosobo.
Maas, Dr. Ir. H. J. v. d.. 1936. Burger en Militaire Luchtvaart. Artikel dalam Wawasan. 15 Februari 1997. Arsip Agung Wiera.
Antirevolutionaire Staatkunde, Register 13e Jaargang. Den Haag: Dr.
Abraham Kuyper Stichting.
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 40 Tahun LAMAN INTERNET
2018 tentang Penggunaan Balon Udara pada Kegiatan Budaya http://digitalcollections.universiteitleiden.nl/
Masyarakat. http://gebrokenruit.blogspot.com/2014/07/menengok-kemeriahan-festival-
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang balon.html
Penerbangan. https://geograpik.blogspot.com/2017/03/sejarah-awal-pemotretan-dari-udara.
html
http://www.goodnewsfromindonesia.id/2018/06/20/tak-perlu-jauh-jauh-ke-
eropa-di-kabupaten-ini-ada-festival-balon-udara
https://kolonialemonumenten.nl/2020/08/06/rambaldo-soerabaja-1914/
rambaldo-ae/
https://nationalgeographic.grid.id/read/132054493/kisah-alfred-rambaldo-
orang-belanda-pertama-yang-terbang-dengan-balon-udara-di-
batavia
AGUS WASONOPUTRA
wepe.toer@gmail.com
48 Jejak
Jejak Tradisi
Tradisi Balon
Balon Wonosobo
Wonosobo || Profil Penulis
BIOGRAFI EDITOR
Kata yang mewakili semua itu, yaitu balon, kita serap dari bahasa
Belanda ballon, sebagai pinjaman dari bahasa Perancis Pertengahan,
ballon, yang berarti ‘bola besar’. Pada mulanya, yang dimaksud ballon
adalah kantong dari kulit atau jeroan hewan yang dapat dilembungkan
menjadi bola. Namun, seiring waktu, kata ini juga merujuk pada berbagai
jenis kantong berisi gas yang dapat melayang di udara, salah satunya
adalah balon tradisional yang ada di Wonosobo saat ini.
@pariwisata.wonosobo
(0286) 321194
disparbud.wonosobo@yahoo.com
https://ppidsetda.wonosobokab.go.id/