Anda di halaman 1dari 52

JEJAK TRADISI BALON WONOSOBO

BENTUK, MAKNA DAN RASA

DITERBITKAN OLEH:
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo

KOORDINATOR PROGRAM
Ratna Sulistyawati S.Sos., M.M.

PENULIS
Agus Wuryanto, S.Sn., A FPSI*, Hon E HPPW
Agus Wasonoputra

EDITOR
Sumali Ibnu Chamid

FOTOGRAFER
Agus Wuryanto S.Sn., A FPSI*, Hon E HPPW
Agung Wiera, BA., A FPSI*, Hon E HPPW
Dokumentasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Wonosobo

DESAIN DAN TATA LETAK


Muhammad Rois Al Faruq

FOTO SAMPUL
• Foto Erwin Kurniawan_085959590860_@barracuda_speed
• Foto @alien.dolan/Dok. Disparbud.

| JejakHanafiah/
Photo by Jeffri Tradisi Balon
DokWonosobo
Disparbud iii
SAMBUTAN BUPATI WONOSOBO

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Salam sejahtera bagi kita sekalian
Saya atas nama pribadi maupun Pemerintah Kabupaten Wonosobo, menyambut baik dan mendukung upaya yang
dilakukan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo, dalam menyusun buku yang mengulas tentang Balon
Udara Wonosobo. Sebagaimana kita ketahui bersama, Kabupaten Wonosobo mempunyai keberagaman bentuk budaya,
baik bendawi maupun non bendawi yang terangkum dalam 10 (sepuluh) Objek Pemajuan Kebudayaan Daerah sebagaimana
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Melalui penyusunan buku ini saya berharap dapat mengulas secara lebih jelas dan lengkap tentang Balon Udara
yang berkembang di Kabupaten Wonosobo, sehingga dapat memberikan pemahaman sekaligus mampu menginspirasi
berbagai pihak untuk berperan serta dalam melestarikan dengan tetap berpegang teguh pada regulasi penerbangan,
berdasarkan Undang- Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Hal ini mengingat balon udara merupakan salah
satu bentuk permainan tradisional kerakyatan yang keberadaannya pada masa sekarang berkaitan langsung dengan dunia
penerbangan.
Berkaitan dengan penyusunan buku ini, banyak harapan positif yang saya titipkan dan kiranya dapat dilanjutkan
dengan upaya-upaya yang lebih komperehensif untuk membangkitkan semangat memajukan kebudayaan Wonosobo
sebagai bagian dari Pemajuan Kebudayaan Nasional untuk menguatkan jati diri kita. Terimakasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya saya sampaikan kepda Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo beserta
jajarannya, penulis, budayawan dan berbagai pihak yang mendukung tersusunnya buku ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa membimbing dan melindungi kita semua dalam upaya berbuat baik
untuk kemajuan budaya dan masyarakat kita.

Sekian dan terima kasih

Salam Budaya!

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Wonosobo, Oktober 2021
BUPATI WONOSOBO

H. AFIF NURHIDAYAT, S.Ag.

iv Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Sambutan


KATA PENGANTAR KEPALA DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KAB. WONOSOBO

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Salam sejahtera bagi kita sekalian
Sebagai wilayah dengan keanekaragaman budaya yang tinggi, Kabupaten Wonosobo memiliki berbagai macam
bentuk kebudayaan baik bendawi (tangible) maupun non bendawi (intangible). Salah satu bentuk budaya nonbendawi yang
masih lestari adalah Balon Udara Wonosobo yang berkembang di masyarakat dan berdampingan dengan ragam budaya
lainnya, seperti tradisi penerbangan balon udara yang digelar saat hari besar keagamaan dan peringatan Hari Jadi Kabupaten
Wonosobo.
Tradisi ini tentu sudah melekat pada kehidupan masyarakat Wonosobo serta pada momen tertentu, penerbangan
balon tradisional yang ditambat digelar dengan melibatkan beberapa elemen masyarakat. Tentunya semangat untuk
melestarikan tradisi ini harus mengacu pada regulasi yang ada, yaitu Undang-Undang Nomor 1 tahun 2019 tentang
Penerbangan. Pada tahun ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo melakukan penyusunan buku untuk
mengulas tentang eksistensi Balon Udara Wonosobo.
Melalui penyusunan buku ini, diharapkan dapat memberikan edukasi kepada masyarakat luas tentang bentuk
ekspresi seni dan tradisi yang masih lestari. Pemilihan jenis bahan, berat bandul, arah hembusan angin, serta tekanan
udara merupakan beberapa faktor untuk merakit balon hingga dapat terbang. Oleh karena itu, Balon Udara Wonosobo yang
termasuk dalam kategori permainan dan teknologi tradisional mempunyai makna filosofi yang selaras dengan lingkungan
sekitarnya, serta dalam mengekspresikan wajib mematuhi peraturan yang berlaku. Berkaitan dengan penyusunan buku
ini , saya berharap kiranya upaya melestarikan salah satu bentuk warisan budaya tak benda, diiringi dengan semangat
memajukan kebudayaan Wonosobo dalam bingkai program Pemajuan Kebudayaan Daerah sebagai penguat identitas jati
dari bangsa Indonesia.
Demikian pengantar dari saya, semoga Buku Balon Udara Wonosobo dapat bermanfaat dan berguna untuk
pengetahuan ragam bentuk kebudayaan daerah. Tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada penulis, budayawan dan
berbagai pihak yang mendukung tersusunnya buku ini.

Salam Budaya!
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Wonosobo, Oktober 2021
KEPALA DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN
KABUPATEN WONOSOBO

AGUS WIBOWO, S.Sos.

Kata Pengantar | Jejak Tradisi Balon Wonosobo v


3
Sambutan 4
Kata Pengantar 6

Daftar Isi
7

BAB I Sejarah Balon

BAB II Fungsi Balon Tradisional Wonosobo


29

BAB III Teknik Pembuatan Balon Tradisional


31

WOnosobo

BAB IV Teknik Penerbangan


36

BAB V Peraturan Pemerintah


42

BAB VI Profil Narasumber


45

Penutup
50

Daftar Pustaka
52
54

Profil Penulis
BAB I komunikasi antar perkemahan pasukan. Lambat laun, penggunaannya
SEJARAH BALON pun merambah hingga ke perayaan hari besar, festival-festival, dan
sebagainya. Dari Tiongkok, balon tipe Kǒngmíng ini kemudian menyebar
A. Sejarah Balon Dunia
ke berbagai wilayah, antara lain menjadi Kamifūsen di Jepang dan Khom
Kata balon memiliki makna yang luas, sehingga akan banyak
Loi di Thailand.
hal yang terbersit di pikiran kita apabila seseorang mengucapkan kata
tersebut. Bisa jadi balon yang dimaksud adalah mainan berupa kantong
karet yang ditiup hingga mengembang, atau diisi dengan gas helium
sehingga dapat melayang di udara. Ada pula yang membayangkan
wahana udara yang terbuat dari kertas atau bahan lain yang bersifat
tahan api, kemudian dikembangkan dengan udara panas yang berasal
dari tungku di bawahnya, agar dapat menerbangkan penumpangnya ke
mana pun yang dituju.
Kata yang mewakili semua itu, yaitu balon, kita serap
dari bahasa Belanda ballon, sebagai pinjaman dari bahasa Perancis
Pertengahan, ballon, yang berarti ‘bola besar’. Pada mulanya, yang
dimaksud ballon adalah kantong dari kulit atau jeroan hewan yang
dapat dilembungkan menjadi bola. Namun, seiring waktu, kata ini juga
merujuk pada berbagai jenis kantong berisi gas yang dapat melayang
di udara, salah satunya adalah balon tradisional yang ada di Wonosobo
Zhūgě Liàng dan lampion terbang Kǒngmíng. Sumber: Wikimedia Commons.
saat ini.
Diperkirakan, balon yang dilayangkan dengan prinsip kerja Balon udara gaya Asia ini, sesungguhnya tidak dirancang
udara panas pertama kali ditemukan di Tiongkok pada abad ketiga untuk membawa muatan, apalagi penumpang. Balon udara panas
Masehi. Sosok yang sering dikaitkan dengan penemuan ini adalah berpenumpang baru ditemukan pertama kali oleh Montgolfier
Zhūgě Liàng alias Kǒngmíng, ahli siasat perang yang hidup pada masa bersaudara (Joseph-Michel dan Jacques-Étienne) dari Perancis pada
Tiga Kerajaan (Sān Guó atau Sam Kok). Balon yang sering disebut sebagai tahun 1783. Tak sampai satu bulan setelah Montgolfier bersaudara
lampion terbang ini terbuat dari kertas yang dibentuk menjadi kantong, menunjukkan penemuan mereka, Prof. Jacques Alexandre César Charles
dengan bukaan berbentuk lingkaran di bawahnya, serta sebuah sumbu dari Perancis menciptakan balon dengan isian gas yang berbeda:
kecil yang digantungkan di bawah lubang tersebut sebagai sumber hidrogen. Baik balon udara panas (disebut Montgolfière) maupun
panas. Udara dari panas pembakaran inilah yang bersifat lebih ringan balon hidrogen (disebut Charlière) berkembang dengan kelebihan dan
dari udara di sekitarnya, sehingga balon tersebut dapat membumbung
kekurangan masing-masing.
ke angkasa. Pada mulanya, pelita terbang ini digunakan sebagai sarana

Sejarah Balon | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 7


Sebenarnya, balon hidrogen lebih ringkas dibandingkan balon sebagai alat observasi dan ujicoba artileri.
balon udara panas, sebab berisi gas dengan berat jenis lebih Adalah Alfred Emile Rambaldo (1879 – 1911), pelopor
rendah, sehingga tidak memerlukan balon dengan volume aviasi yang menjadi penerbang pertama hot-air balloon di Hindia
besar. Balon hidrogen juga dapat bertahan lebih lama di udara Belanda pada tahun 1910. Rambaldo adalah perwira Angkatan
dibandingkan balon udara panas. Meskipun demikian, gas Laut Belanda yang banyak menggeluti dunia penerbangan,
hidrogen amat mudah terbakar jika bersentuhan dengan salah satunya adalah dengan mendirikan Nederlandsch-Indische
oksigen di udara bebas, sehingga cukup beresiko jika digunakan Vereeniging voor Luchtvaart (Perhimpunan Penerbangan Hindia-
sebagai sarana transportasi. Alhasil, meskipun popularitasnya Belanda) di Batavia pada tanggal 27 Juli 1909, dengan keanggotaan
sedikit meredup karena dinilai memakan tempat, balon udara sebanyak 900 orang. Dalam waktu empat hari, perhimpunan ini
panas masih menjadi alternatif yang lebih aman dan murah telah membuka cabang di Surabaya, dengan disusul cabang lain di
Jawa Tengah dan Deli (Sumatera Utara) pada 1910.
dibandingkan balon hidrogen.
Dari Perancis, teknologi ini kemudian menyebar ke
seluruh penjuru Eropa, serta menimbulkan kegemparan yang
dikenal dengan istilah balloonomania. Tren ini masuk ke Belanda
pada tahun itu juga, yang mana dalam rentang tahun 1783 –
1785, tercatat 30 percobaan penerbangan balon udara telah
dilakukan di dalam negeri Belanda saja. Kelak, pengetahuan ini
akan dibawa ke Nusantara pada awal abad keduapuluh, ketika
bentuk balon udara modern telah kian disempurnakan. Dalam
perkembangannya, balon udara panas lebih banyak digunakan
untuk transportasi, sementara balon hidrogen yang lebih praktis
cenderung digunakan untuk keperluan observasional dan militer.

B. Perkembangan Balon di Nusantara


Sebelum masuknya balon udara berpenumpang di
Nusantara, percobaan balon pertama kali dilakukan oleh Tentara
Kerajaan Hindia-Belanda (KNIL) di Batavia dan Aceh pada tahun
1890. Hanya saja, balon yang diterbangkan adalah balon tanpa
awak, serta tidak menggunakan udara panas, melainkan gas
hidrogen. Penerbangan ini bersifat eksperimental, dengan fokus Alfred Emile Rambaldo. Sumber: nationalgeographic.co.id.

8 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Perkembangan Balon di Nusantara


Rambaldo, sesaat sebelum penerbangan terakhirnya. Sumber: kolonialemonumenten.nl

Perkembangan Balon di Nusantara | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 9


Pada mulanya, perhimpunan ini hanya berfokus pada tradisi Asia (Kǒngmíng), Eropa (hot-air-balloon), atau bahkan percampuran
penerbangan balon udara (luchtballon), sebab teknologi penerbangan dari keduanya. Bagaimanapun, sebagai tradisi kerakyatan, sangatlah
kala itu belum dapat menaklukkan cuaca di Hindia-Belanda yang sukar menemukan dokumentasi yang menerangkan perjalanan
kurang ramah bagi pesawat terbang (vliegtuig). Penerbangan perdana balon tradisional Nusantara dari masa ke masa, yang mana transmisi
balon udara di Hindia Belanda ini disambut antusias oleh masyarakat, pengetahuannya dilakukan turun-temurun secara oral (gethok tular).
yang mana dari foto-foto lawas yang ditemukan, terlihat kerumunan Penyebaran balon di seluruh penjuru Nusantara menunjukkan
masyarakat di sekitar balon yang tengah dikembangkan ataupun bahwa tradisi ini bukanlah barang baru, karena telah dikenal jauh
mendarat. sebelum media elektronik dapat menyingkat jarak di negeri kepulauan
Sayangnya, kiprah Rambaldo di dunia penerbangan hanya ini. Maka, kini bisa terlihat bahwa budaya balon telah tersebar luas di
berlangsung singkat, sebab ia meninggal pada tanggal 5 Agustus Wonosobo, Pekalongan, Banjarnegara, Purbalingga, bahkan Ponorogo.
1911 dalam sebuah kecelakaan udara di Blora. Meskipun demikian, Perbedaannya, balon Wonosobo hingga kini menggunakan kertas
antusiasme masyarakat terhadap balon udara masih tinggi, bahkan minyak (dengan kreativitas bentuk dan corak yang beragam, serta
dalam sebuah advertensi dari kota Medan, dapat dijumpai produsen teknik yang banyak diadopsi kabupaten sekitar), balon Ponorogo pada
minuman yang menggunakan balon udara sebagai logo dan mereknya: umumnya masih menggunakan bahan plastik.
Ballon Bier. Bentuk balon udara yang mudah dikenali, serta masih
barunya konsep penerbangan pada waktu itu, menjadikan balon
udara sebagai ikon yang strategis dalam pemasaran sebuah produk.
Penerbangan pesawat dari Eropa ke Hindia sendiri baru terjadi pada
tahun 1924 oleh aviator Van De Hoop, Van Werden Poelman, dan Van
De Broeke. Namun kecelakaan Rambaldo nampaknya menjadi titik
tolak surutnya percobaan balon berpenumpang di Nusantara, meskipun
penggunaan balon udara hidrogen tanpa awak masih tetap ramai untuk
keperluan observasi militer dan sipil.
Meskipun demikian, surutnya popularitas balon udara
berawak tidak berlaku pada penerbangan balon udara tradisional
yang tidak berawak. Pada era modern ini, sesungguhnya tradisi
menerbangkan balon tradisional pada saat Lebaran masih demikian
populer dan tersebar luas di seluruh penjuru Nusantara. Hanya saja,
Foto udara Hotel Herstellingsoord “Diëng” (Kini Hotel Kresna) tahun 1930-an. Foto
belum diketahui dari budaya manakah tradisi balon ini berakar, sebab
udara ini dimungkinkan dibuat dengan balon hidrogen yang ditambatkan. Jenis balon
memang jarang sekali literatur yang mendokumentasikan tradisi
ini digunakan juga untuk pemetaan wilayah yang dilakukan oleh Dinas Topografi pada
kerakyatan ini. Boleh saja balon tradisional Nusantara berakar dari masa Hindia Belanda.

10 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Perkembangan Balon di Nusantara


C. Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa jadi balon udara ini ditujukan untuk pemotretan udara, sebab hingga
Sebelum munculnya aneka bentuk dan warna balon tradisional saat ini masih dapat ditemukan karya aerial photography (foto udara)
Wonosobo yang kita kenal sekarang, para sesepuh di Wonosobo telah kawasan Wonosobo yang dibuat pada awal abad keduapuluh, antara
lama mengenal tradisi menerbangkan balon udara sederhana untuk lain foto Perkebunan Teh Tambi (berangka tahun 1937) dan Hotel
menyemarakkan hari raya Lebaran, yaitu sejak masa penjajahan Herstellingsoord “Diëng” (kini hotel Kresna).
Belanda di Indonesia. Sebagai tambahan informasi, teknologi fotografi saat itu masih
sangat sederhana dengan shutter speed yang masih rendah, sehingga
alih-alih menggunakan pesawat yang terbang dalam kecepatan tinggi,
fotografer harus menggunakan balon udara untuk mendapatkan angle
yang baik dari udara. Pengalaman melihat balon jenis inilah yang
kemudian menginspirasi Bapak Atmo untuk membuat balon udara dari
bahan seadanya.

Kompleks perkebunan milik Bagelen Thee- en Kina Maatschappij (sekarang PT


Perkebunan Tambi) di Tambi, Kejajar, tahun 1937.
Penemuan balon tradisional Wonosobo dimulai pada
pertengahan dekade 1920-an. Menurut penuturan masyarakat,
penemunya adalah Bapak Atmo Goper (1898 – 1978). Bapak
Atmo adalah ahli pangkas rambut dari Krakal Tamanan, Kelurahan
Karangluhur, Kecamatan Kertek. Dia juga dikenal pengrajin lampion,
sangkar burung, dan seniman musik rebana (terbangan). Kreasi Bapak
Masyarakat, kemungkinan saat pendaratan sebuah balon udara di Jawa (Javanen,
Atmo ini terinspirasi dari pendaratan balon udara berpenumpang yang
vermoedelijk bij de afvaart van een luchtballon op Java); sekitar tahun 1915. Sumber:
pernah dia saksikan di Alun-alun Wonosobo semasa usia muda. Boleh
digitalcollections.universiteitleiden.nl.

Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 11
Serma (Purn) Barjam (lahir: 1926 – Penerbangan balon Bapak Atmo pertama kali dilakukan
wafat: 2001 pada usia 75 tahun), adalah di depan Mushola Krakal Tamanan dengan disaksikan kerumunan
saksi penemuan balon tradisional oleh warga setempat. Di tahun-tahun selanjutnya, kisah tentang balon
Bapak Atmo Goper. Turut berjuang di Krakal Tamanan kian menyebar di wilayah sekitarnya, hingga
dalam perang kemerdekaan, Bapak
menjadi momentum yang ditunggu-tunggu masyarakat. Tak
Barjam sempat tiga kali tertembak oleh
hanya dari Kertek, penonton pun berdatangan dari Kecamatan
musuh. Beliau mengajukan pensiun
pada tahun 1950-an dan mendapat lain, bahkan dari luar kota Wonosobo. Cerita ini didapat dari
tunjangan veteran (Tuvet) pada tahun warga Krakal Tamanan bernama Subagyo, berdasarkan cerita
1972. Penganugerahan Tuvet tersebut dari mendiang ayahnya, Serma (Purn.) Barjam (1926 – 2001),
atas usulan Menteri Sekretaris Negara kawan sekaligus tetangga Bapak Atmo Goper di Krakal Tamanan.
Sudharmono (kelak Wakil Presiden Pada awalnya, penerbangan balon tradisional hanya
Republik Indonesia), yang tak lain kawan dikenal di Dusun Krakal Tamanan saja. Namun memasuki
seperjuangan sekaligus komandan era 1950-an, teknologi tersebut mulai menyebar wilayah di
Bapak Barjam pada masa perang sekitarnya, antara lain Desa Kembaran di Kecamatan Kalikajar.
gerilya. Balon yang dibuat masih sangat sederhana, baik dari sisi pola,
Balon pertama karya Mbah Atmo Goper dibuat bentuk, maupun bahan yang digunakan. Ukuran balon juga
menggunakan kertas pilus, (warga setempat menyebutnya belum terlalu besar, rata-rata dengan tinggi sekitar tujuh meter,
kertas kripik), yang dikombinasikan dengan kertas payung. Pada dengan perkiraan bahan baku 12 kertas untuk tingginya dan
masa itu, bahan-bahan tersebut masih merupakan barang dan 16 kertas untuk kelilingnya, dengan ukuran masing-masing
mewah dan mahal yang harus dipesan dari kota Semarang. kertas 60 x 40 cm. Bentuk balon tidak terlalu bulat, dengan sisi
atas yang cenderung menyudut. Pada perkembangannya, kini
Pilihan warna kertas pilus pun masih sangat minim, yaitu baru
bentuk balon menjadi kian bulat dan rapi, dengan kriteria bentuk
ada putih dan hijau. Baru pada dekade 1960-an, bahan baku
yang dianggap sempurna jika mendekati bentuk bohlam lampu
kertas pilus atau krep dengan pilihan warna yang lebih banyak terbalik.
telah dipasarkan di beberapa toko di Wonosobo, antara lain Masa-masa awal penerbangan balon tradisional masih
toko Pak Ahmad di dekat Pasar Kertek (sekarang menjadi toko diwarnai beberapa kendala yang bersifat teknis. Hal ini terjadi
Merah Putih). Bahan baku tersebut biasanya dibeli dengan dana terutama saat balon mulai diunggahkè (dinaikkan) dan asap
patungan/iuran warga, sedangkan bahan lain seperti lem dibuat menyusut, balon akan bergerak menyamping karena sistem
sendiri dengan parutan ubi kayu yang diperas dan dimasak keseimbangan yang kurang baik, sehingga balon akan mudah
sampai menjadi lem. Pengeleman menggunakan potongan kain terkena api pembakarannya. Teknik api pengasapan pada era
yang dilipat dan dimasukan ke dalam bambu kecil. itu masih menggunakan oman (ujung jerami padi) atau damèn

12 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa
(batang jerami padi) kering dan ditumpangi dengan damèn basah kerusakan berarti, sehingga dapat diterbangkan kembali.
agar menghasilkan asap tebal untuk memenuhi ruang balon kertas. Dalam perkembangannya, bandulan bisa berisi rangkaian
Tahapannya yang terdiri dari pengapian, pengasapan dan diakhiri dengan petasan sepanjang satu setengah meter, dengan urutan dari bawah
pengapian kembali ini berpotensi menimbulkan asap hitam yang dapat adalah 2 petasan besar, 10 petasan kecil, 2 buah petasan besar di
mempengaruhi tampilan warna balon. Dalam perkembangannya, teknik tengah, 10 petasan kecil dan 2–4 petasan besar hingga keseluruhan
pengasapan di era ‘80-an sudah menggunakan kayu bakar, kemudian menggunakan sekitar 30 petasan. Berat seluruh rangkaian petasan bisa
pada tahun 2000-an beralih pada batok kelapa yang tak hanya mampu mencapai dua hingga tiga kilogram. Petasan yang digunakan adalah
menghasilkan panas dan dorongan udara lebih kuat, namun juga jenis Kuda Terbang, impor dari Tiongkok. Petasan ini dianggap memiliki
berasap jernih sehingga balon terlihat lebih indah ketika tertimpa kualitas terbaik, suara letusan yang nyaring, serta dianggap paling
cahaya matahari. aman dibandingkan merk lain di zamannya. Dalam perkembangannya,
Kompor pengapian balon yang digantung biasanya dibuat dari ada pula di antara masyarakat yang tidak puas dengan petasan
sabut kelapa yang diikat kawat, atau dari gumpalan kain yang telah pabrikan, sehingga kerap kali mereka membuat petasan sendiri dengan
disiram dan direndam minyak tanah dengan tujuan agar bisa menyala selongsong paralon, botol kaca, batok kelapa, atau kaleng. Petasan
lebih lama. Kompor gantung ini baru dinyalakan jika balon sudah mau buatan yang berukuran besar ini tentu cukup membahayakan jika
dilepas tinggi, demikian hingga penerbangan terakhir pada hari ketujuh meletus di tempat yang salah, atau tidak pada ketinggian yang aman,
Lebaran. Saat balon diterbangkan, pengapian yang terakhir ditujukan sehingga kini kebanyakan balon menggunakan petasan dengan bahan
untuk melambungkan atau memberi dorongan tenaga pada balon, agar selongsong (spool ) dari kain atau kertas.
mampu naik ke atas dengan kuat dan tahan lama. Ada pula balon yang tidak menggunakan petasan sama sekali;
Permasalahan keseimbangan balon baru dapat dipecahkan sebagai gantinya, dipasanglah aksesoris lain yang dapat diterjunkan
pada tahun 1960-an, ketika Bapak Kosuri (1930 – 1987), seorang teknisi dari udara sebagai “bonus hiburan”. Aksesoris yang dimaksud adalah
elektronik dan ahli mesin diesel dari dusun Krakal Santren (Karangluhur, replika tentara bersenapan kayu dan berbendera merah putih yang
Kertek), menemukan sistem bandulan balon. Dengan sistem ini, diterjunkan dengan parasut. Diterjunkannya model tentara ini, diiringi
penerbangan balon menjadi lebih stabil, sehingga mampu bermanuver dengan rentetan bunyi petasan, seolah menggambarkan suasana pada
dengan lebih indah dan terbang dengan ketinggian maksimal. Bandulan masa perang mempertahankan kemerdekaan. Dahulu, kreasi bandulan
biasanya dibuat dari cowèt/cowèk (cobek kayu) atau butiran pasir yang berwujud boneka tentara tersebut biasa dibuat oleh Bapak Jaenam
dibungkus dengan kain, kaleng atau bahan plastik lain. Bandul atas (Alm.), Seniman pembuat topeng Lenggeran dari Desa Jambusari, Kertek.
memiliki berat sekitar 4–5 ons, sedangkan bandul bawah sekitar 2–3 Harapannya, aksesoris bandulan ini dapat selalu membangkitkan jiwa
kg. Pelepasan balon dilakukan secara berulang dengan ketinggian nasionalis masyarakat setempat. Dalam perkembangannya, aksesoris
maksimal 100 meter. Kompor pengasapan sengaja tidak dipasangkan, ini tak hanya berwujud model tentara saja, namun ada pula yang dibuat
agar balon dapat turun kembali ketika kehabisan udara panas. Dengan seperti pesawat terbang mini, taburan kertas warna-warni (confetti ),
adanya sistem bandulan, balon dapat turun secara stabil tanpa burung-burungan, spanduk, dan variasi lain.

Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 13
Acap kali, bandulan balon diisi berbagai hadiah kejutan seperti Semenjak pertemuan tersebut, hingga kini tidak lagi terjadi
minuman soda, limun, makanan ringan, dan sebagainya, sehingga keributan atau perkelahian antarkampung karena berebut balon jatuh.
menjadi buruan warga terutama anak-anak. Tak jarang, balon jatuh Lambat laun, penerbangan balon kembali pada esensinya, yaitu sebagai
di kampung yang bertetangga, yang mana penemu balon berusaha sarana untuk mempererat tali silaturahmi di Hari Raya Idulfitri.
menyembunyikan balon temuannya, sementara pemilik balon dengan Balon besar dari kertas akan diterbangkan berulang kali,
namun pengasapan penuh baru dilakukan pada hari ketujuh Lebaran,
warganya mencari di mana balon tersebut jatuh. Jika demikian, maka
sehingga balon lepas menghilang mengikuti arah angin. Balon yang
perkelahian antar kampung akan sukar dihindarkan.
dilepas biasanya ditempeli amplop surat, yang sudah dibubuhi alamat
Agar kejadian serupa tidak terulang kembali, maka pada
dan berperangko, agar penemunya bisa menginformasikan hingga
tahun 1984, diadakanlah pertemuan antartokoh desa yang diinisiasi sampai di mana balon tersebut jatuh. Dari surat-surat itulah dapat
oleh Drs. Muh. Ridwan (69 tahun), seorang pendidik yang saat itu juga diketahui bahwa pernah ada balon yang mencapai Kabupaten Ponorogo
menjadi ketua Gerakan Pemuda Ansor Kecamatan Kertek. Pertemuan Jawa Timur, Brebes Jawa Tengah, Tasikmalaya Jawa Barat, Bahkan
yang berlangsung di Gedung Madrasah Al Barokah Kampung Gletosari, terbang hingga Sumatera.
Kertek itu menghasilkan kesepakatan: Balon-balon plastik baru bermunculan di sekitar tahun
1. Balon boleh diterbangkan pada hari kedua hingga hari 1970-an, dan pada umumnya dibuat oleh anak-anak sebagai sarana
ketujuh Lebaran, agar tidak mengganggu tradisi silaturahmi belajar membuat balon. Balon plastik ini biasanya berukuran kecil dan
antarwarga setelah salat Idul Fitri. bentuknya cenderung memanjang. Bagi para pembuat balon senior,
2. Balon yang lepas dan ditemukan warga pada hari kedua hingga balon plastik ini biasanya hanya dimanfaatkan untuk menguji coba arah
angin dan kejernihan cuaca. Jika balon plastik tersebut bisa terbang
ketujuh Lebaran harus dikembalikan kepada pemiliknya.
dengan baik, maka barulah balon besar yang terbuat dari kertas dapat
3. Pemilik balon bertanggung jawab penuh atas semua
dilepaskan ke udara. Ketelitian ini diperlukan karena adanya resiko ketika
kerusakan yang ditimbulkan dari aktivitas penerbangan balon.
menerbangkan balon pada saat cuaca kurang baik seperti berkabut,
4. Setiap kampung, utamanya di wilayah Kertek, didorong untuk mendung, dan sebagainya, karena pembuatan balon saat itu memang
bisa membuat balon sendiri, dengan bimbingan pembuat terhitung sebagai barang yang mahal.
balon yang sudah ada, atau dapat memesan kepada para Pada tahun 1990-an, kian marak pembuatan balon
pembuat balon yang ada. menggunakan bahan kertas minyak, karena selain ringan, banyak
5. Pada balon yang diterbangkan setelah hari ketujuh Lebaran, pilihan warna, lebih tahan api dibanding bahan plastik, kertas minyak
penemu boleh memiliki balon tersebut, dengan catatan, juga mudah didapat di pasaran. Penerbangan balon pada era ini turut
penemu harus membalas surat berlampirkan alamat pemilik terekam melalui lensa fotografer Agung Wiera pada tahun 1997,
balon dan perangko balasan yang tertempel pada balon berlokasi di daerah Kertek dan dimuat di harian ternama Jawa Tengah,
tersebut. Wawasan.

14 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa
Menurut Ahmadi Zulfa Rohman, perhelatan besar kembali
digelar di tahun 2006, bekerjasama dengan Jawa Pos Radar Semarang,
disponsori oleh Dji Sam Soe, serta mendapat mandat dan dukungan
penuh dari Pemda Wonosobo, dalam hal ini, langsung dari Bupati
Wonosobo Drs. H.A. Kholiq Arif melalui rapat-rapat intern bersama
instansi terkait. Jumlah peserta sebanyak 83 kelompok penerbang
balon kertas raksasa yang rata-rata jumlah anggota perkelompok 6
orang. Adapun jumlah balon tradisional yang terdaftar sebanyak 170-
an buah. Acara ini menyabet 2 rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia
(MURI) dengan predikat Rekor Balon Tradisional Terbanyak dan Rekor
Balon Tradisional Terbesar. Dalam hal ini, Daun EO juga memperoleh
Piagam penghargaan dari MURI sebagai penyelenggara pendukung
dalam event ini. Event sebesar ini benar-benar mengangkat nama Daun
untuk langkah selanjutnya.
Acara ini menyerap anggaran cukup besar, mencapai 40-an
juta, pengunjung yang menyaksikan mencapai lebih dari 50.000 orang,
bahkan arus lalulintas macet sepanjang 1 km pada ruas Jalan A. Yani.
Dokumentasi dilakukan oleh berbagai pihak dan diliput oleh berbagai
media cetak maupun elektronik.
Festival Balon Tradisi tahun 2006 melahirkan balon-
Hasil jepretan fotografer Agung Wiera bertema Lebaran di Kampung. Tampak balon terindah, terbaik, dan unik di sepanjang sejarah perbalonan di
kemeriahan masyarakat Kampung Campursari, Kertek, ketika menerbangkan balon
Wonosobo. Pada event ini pula, mulai muncul desain balon baru seperti
tradisional. Dok. Wawasan, 15 Februari 1997.
balon berbentuk Depo Pertamina setinggi 25 meter hasil karya Jati
Era Reformasi menandai adanya perubahan besar dalam Wegig dan kawan-kawan dari Kampung Sidodadi, Sindupaten. Festival
tradisi balon udara di Wonosobo. Pada era ini, balon tradisional mulai
ini juga dikunjungi banyak fotografer dari berbagai kota di tanah air,
beranjak dari sekedar hiburan sederhana di kala Lebaran, menjadi
sehubungan dengan diselenggarakannya Lomba Foto Spontan berskala
atraksi utama dalam festival yang diadakan setiap perayaan Hari Jadi
Kabupaten Wonosobo. Aktifitas dalam sekala besar ini dimulai pada Nasional, hasil kerjasama dengan HPPW (Himpunan Penggemar Photo
tahun 2005, saat sekelompok mahasiswa UNSIQ, yaitu Choiril Anwar, Wonosobo). Acara juga dimeriahkan dengan pertunjukan terbang layang
Ahmadi Zulfa Rohman, Ridwan Islami, Faturahman dan kawan-kawan dengan baling-baling bertenaga motor yang disewa untuk melakukan
yang tergabung dalam Daun Organizer bekerjasama dengan Dinas promosi Festival Balon. Program Festival Balon oleh Daun Organizer
Pariwisata Kabupaten Wonosobo menjadi pelopor terselenggaranya terlaksana hingga tahun 2007, kemudian dilanjutkan oleh Pemerintah
Festival Balon Tradisional berskala besar di Alun-alun Wonosobo. Daerah Wonosobo hingga sekarang.

Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 15
Choiril Anwar, Ketua Daun Organizer menunjukkan dua piagam MURI, yakni
Balon Terbesar dan Balon Tradisional Terbanyak di tahun 2006.
Festival Balon kemudian berlanjut pada tahun 2009, 2010,
2011, dan 2012 di lokasi berbeda, yakni Alun-alun Kecamatan Sapuran.
Dalam perhelatan kali ini, Pemerintah Daerah dibantu oleh Pink Organizer
dari Kertek yang digawangi oleh Yoga YoGreat, Ahmad Prabudi, Iwan
Sadina, Hery, Wiwid, Khuzen, dan Adi.

Salah satu balon peserta dari kampung Mulyosari, Kertek, yang menjuarai
Festival Balon Tradisional 2009 di Alun-alun Kecamatan Sapuran, Wonosobo.
Sedianya, Pink Organizer akan kembali mengadakan Festival
Balon Tradisional pada tahun 2015, kali ini di Stadion Kalianget,
Wonosobo. Sayangnya, acara terpaksa digagalkan karena adanya
Tim inti Pink Organizer: Yoga YoGreat Nugroho, Khuzen, Heri, Iwan Sadina,
Adi, Wiwid, dan Mahfud. kendala perizinan dari pemerintah.

16 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa
Adanya protes dari dunia penerbangan nasional
menyebabkan Pemerintah kemudian mengeluarkan larangan
penerbangan balon udara yang tidak ditambatkan ke tanah
(balon lepasan).
Selain festival tahunan yang diselenggarakan oleh
Pemkab Wonosobo, ada pula event rutin di lapangan Desa
Kembaran, Kalikajar, yang dimulai sejak tahun 2011. Dengan
dikomandoi oleh Hasan Fadholi dan kawan-kawan, para penggiat
balon tradisional di Kembaran dihimpun dari para pemuda masjid
di tingkat RT. Event di desa Kembaran berlangsung dengan
sangat konsisten tiap tahunnya, termasuk tahun 2021 di tengah
gempuran wabah COVID-19. Dari sejarahnya, penerbangan
balon tradisional di Desa Kembaran sendiri telah ada sejak tahun
1950-an, dengan dipelopori oleh Kyai Sunhaji (1923 – 1990),
seorang da’i dan tokoh masyarakat yang sangat disegani pada
masanya.
Kyai Sonhaji (1923 – 1990), adalah
tokoh masyarakat yang menjadi pelopor
pembuatan balon di Desa Kembaran pada
dekade ‘50-an. Beliau lahir di Bakalan,
Bowongso, Kalikajar, hijrah ke Kembaran
untuk mengajarkan agama Islam, kemudian
diangkat menjadi kyai oleh masyarakat
setempat. Budaya ngumbulké (menaikkan)
balon yang beliau awali kemudian menjadi
tradisi tahunan di desa Kembaran yang
Dua kliping media yang menunjukkan kemeriahan Festival Balon Tradisional
2011 di Alun-alun Sapuran Wonosobo. lestari hingga saat ini.

Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 17
Kembaran Balloon Festival 2014. Foto Agung Wiera.

18 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa
Akhirnya, penerbangan balon tradisional kembali diijinkan Komunitas Balon Wonosobo juga membantu AirNav Indonesia,
pada tanggal 26 November 2017, ditandai dengan adanya festival untuk mensosialisasikan balon tambatan ke Pekalongan. Komunitas
balon tradisional bertajuk Kapolres Cup di Taman Fatmawati, Wonosobo. ini juga berperan di berbagai acara, seperti penerbangan balon dalam
Sebagai pembuka acara, dilakukanlah sosialisasi balon tambatan dalam acara Carica Day 2018, Panggung Gembira Indosiar 4 Agustus 2018, acara
kaitannya dengan keselamatan penerbangan. Acara ini juga melibatkan televisi Jejak Petualang 20 Juli 2018, serta Java Balloon Festival 2018 di
peran Komunitas Balon Wonosobo, yang anggotanya meliputi hampir lapangan Geodipa Energi Wonosobo. Java Balloon Festival 2018 bisa
seluruh penggemar dan seniman balon tradisional di seluruh Wonosobo. dikatakan sebagai perhelatan balon tradisional terbesar dan termegah,
dengan sponsor utama dari AirNav Indonesia. Dalam acara tersebut,
AirNav Indonesia tak hanya membagikan berbagai macam doorprize
menarik, namun juga membeli balon yang telah diterbangkan, dalam
rangka pembinaan penerbangan balon tambatan.
Kiprah komunitas ini kembali berlanjut di tahun berikutnya
dengan nama Java Balloon Attraction 2019. Acara yang berlangsung di
lapangan Desa Pagerejo. Kecamatan Kertek ini merupakan bagian dari
rangkaian acara Festival Sindoro Sumbing 2019, dengan dukungan dari
platform Indonesiana Kemdikbud, AirNav Indonesia, serta pihak-pihak
lain. Tak hanya di dalam pulau, Komunitas Balon Wonosobo juga pernah
Komunitas Balon Wonosobo dalam sebuah acara halalbihalal. diundang oleh Bupati Pringsewu, Lampung, untuk mengajar teknik dan
Komunitas Balon Wonosobo berdiri secara resmi pada tanggal pembuatan tata cara penerbangan balon tradisional di sana, tentunya
14 Juli 2017, bertempat di gedung LDII Kecamatan Kertek, meskipun dengan tetap memperhatikan kaidah keselamatan transportasi udara.
secara de facto telah bergerak jauh sebelum itu. Komunitas yang diketuai Sejak diterbitkannya aturan berskala nasional tentang
Agam Setyo Budi ini banyak terlibat dalam berbagai kegiatan, antara pelepasan balon tradisional, maka balon tradisional Wonosobo ini
lain Focus Grup Discussion bersama AirNav Indonesia dengan tema hanya boleh diterbangkan dengan cara ditambatkan dan tidak diizinkan
“Gangguan Balon Udara Terhadap Keselamatan Publik” di Semarang
dilepas bebas ke langit luas. Penerbangan balon lepasan telah mendapat
pada tanggal 20 Juli 2017. Acara ini dihadiri pula oleh perwakilan dari
protes dari banyak pihak, utamanya dari kalangan penerbangan, karena
Polda Jateng, Kodam IV/Diponegoro, Dishub Jateng, serta politisi senior
dianggap sangat membahayakan terhadap keselamatan udara.
Alvin Lie.

Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 19
Budaya penerbangan balon tradisional kian marak menyebar
hingga merata di banyak desa di wilayah Wonosobo. Daerah yang
paling banyak menghasilkan seniman balon adalah Kecamatan
Kertek, Kecamatan Kalikajar, dan Kecamatan Sapuran. Kini, bahkan
beberapa desa telah berani mengadakan festival balon secara mandiri,
seperti Kembaran (Kalikajar), Reco (Kertek), Wringinanom (Kertek),
dan beberapa desa lain. Bermunculan aneka ragam dan bentuk balon
besar, tidak hanya bentuk konvensional yang membulat seperti bohlam
lampu, namun juga bentuk lain seperti bentuk hewan, kapal laut,
pesawat terbang, karakter animasi, tokoh superhero, atau kreativitas
bentuk lain yang beragam dengan pengaruh artistik dari era modern.
Teknik pembuatannya pun semakin rumit dan makin berkualitas. Jika
sebelumnya, penerbangan balon udara hanya melibatkan sedikitnya
7 orang, maka penerbangan balon udara di era festival ini, melibatkan
kerjasama tim dengan jumlah personel yang tak terbilang sedikit,
karena ada tambahan tim pengiring musik dan tari. Kini, dari berbagai
wilayah di Indonesia yang mengenal tradisi balon udara, Wonosobo
menjadi salah satu daerah yang secara rutin menggelar festival balon
tradisional berskala besar setiap tahunnya.
Tiap Lebaran tiba, kian banyak desa di Wonosobo yang
menerbangkan balon tradisional. Dari data resmi yang dikumpulkan oleh
Komunitas Balon Wonosobo, pada Lebaran 2017, tercatat sebanyak
750 balon diterbangkan. Jika digabungkan dengan yang tidak tercatat,
jumlah pelepasan balon diperkirakan mencapai angka 1.500. Maraknya
berbagai event balon tradisional ini sempat terhenti akibat pandemi
COVID-19, namun bukan tidak mungkin akan bangkit kembali setelah
wabah ini usai. Kampung Krakal Dawung, 2009. Foto Agung Wiera

20 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa
Menyangga Balon. Foto Agus Wuryanto Kampung Krakal Dawung, 2009. Foto Agung Wiera

Gallery | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 21


Festival Balon Desa Kembaran 2014. Foto Agus Wuryanto.

22 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Balon Tradisional di Wonosobo dari Masa ke Masa
Pendaratan Balon Hulk, Pagerejo 2019. Foto Agus Wuryanto. Java Balloon Attraction, Pagerejo 2019. Foto @alien.dolan/Dok. Disparbud.

Gallery | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 23


Foto Dewa-Muji/Dok. Disparbud.

Java Balloon Festival, 2018. Foto Agung Wiera

24 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Gallery


BAB II C. Potensi Wisata Budaya Wonosobo
FUNGSI BALON TRADISIONAL Dalam perkembangannya, penerbangan balon semula hanya
menjadi hiburan rakyat di masa perayaan lebaran, hari besar nasional,
A. Fungsi Spiritual Keagamaan maupun acara hajatan kampung. Kini, Festival Balon telah dikelola
Bagi masyarakat di kecamatan Kertek, bahkan kini hampir secara bersama-sama antara pemerintah dan komunitas sebagai salah
merata di seluruh Wonosobo, moment penerbangan balon pada hari satu aset wisata budaya Wonosobo. Balon tradisi tak hanya menjadi
Lebaran menjadi acara yang sangat ditunggu. Rangkaian kemeriahan
sarana hiburan masyarakat, namun juga menjadi salah satu ikon budaya
dimulai dengan penarikan iuran, pembuatan lampion, pemasangan
Wonosobo yang layak diperkenalkan pada wisatawan dari dalam
umbul-umbul dan hiasan warna-warni, arak-arakan takbiran, hingga
maupun luar negeri. Sebagai salah satu warisan budaya bangsa yang
puncak acara berupa penerbangan balon oleh masyarakat. Acara puncak
ini biasa dilaksanakan pada hari kedua hingga ketujuh usai lebaran berbentuk maupun tak berbentuk, festival balon kini menjadi gelaran
sebagai gambaran euforia kemenangan usai satu bulan berpuasa, atraksi unik tahunan yang sangat ditunggu-tunggu kehebohannya.
bertempat di Alun-alun desa, halaman masjid, mushola, atau halaman
luas lain di tengah desa. D. Ekspresi Artistik
Bagi para seniman balon, musim penerbangan balon akan
B. Fungsi Sosial Kemasyarakatan menjadi ruang ekspresi dalam berkarya seni rupa, di mana para
Salah satu hal yang menarik dari tradisi penerbangan perancang balon harus dituntut untuk menghasilkan desain terbaru
balon adalah adanya tradisi geguyuban dan gotong royong untuk yang unik, penuh warna, memiliki komposisi bentuk yang baik, indah
melaksanakan perayaan atau hajat bersama. Bagi warga urban dipandang, serta memiliki tema yang up-to-date. Musim festival balon
yang kebetulan pulang mudik, acara ini juga menjadi tempat berbagi
atau menjelang lebaran menjadi musim panen rejeki juga, disebabkan
kebahagiaan dengan masyarakat. Rata-rata dari mereka yang pulang
oleh banyaknya pesanan pembuatan maupun pemotongan pola balon
kampung akan siap menjadi sponsor utama untuk pembiayaan
dari berbagai wilayah di sekitar Wonosobo.
pembuatan balon. Pembuatan balon juga dilakukan bersama-sama,
hingga beberapa hari menjelang acara tertentu, khususnya menjelang Seperti dituturkan oleh Bapak Slamet, seorang pembuat balon
lebaran. Pembuatan balon biasanya dilakukan di masjid atau mushola di Krakal Tamanan yang telah memenangkan beberapa kejuaraan, dalam
setempat sehabis waktu asar, dilanjutkan sehabis salat tarawih hingga prakteknya, beliau harus pandai membuat pola pemotongan kertas
datang saat sahur. Dari warga, ada yang bertugas membuat balon, yang praktis, cepat, beraneka bentuk, namun tanpa mengabaikan sisi
mempersiapkan konsumsi, membuat kostum, berlatih iringan musik artistiknya.
dan tari, namun ada juga yang sekedar menemani saat lembur malam.
Sebuah keseruan yang sulit untuk dilupakan!

Fungsi Balon Tradisional | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 25


Demikian juga menurut perupa Dwi Sujarwo, ia menyatakan BAB III
bahwa pada tahun ’80-an, ketika desain motif balon rata-rata masih TEKNIK PEMBUATAN BALON TRADISIONAL WONOSOBO
berpola kotak-kotak, ialah yang mulai memperkenalkan desain motif
A. Peralatan
dengan pola lancip, terutama bagi warga sekitar Jambusari Kertek.
Peralatan yang digunakan tergolong mudah dijumpai, antara
Berbagai desain dan bentuk terus berkembang menjadi kian rumit dan lain, gunting, kertas, tang, parang pembelah bambu, lakban, cathut
unik, menjadi ajang pameran karya seni rupa dan industri kreatif yang (kakatua), dan pisau cutter.
selalu ditunggu saat gelaran tiba. Ajang festival balon, menjadi sarana
B. Bahan Baku
warga untuk saling mempelajari berbagai motif, komposisi, bentuk, Bahan baku yang digunakan antara lain kertas minyak, kertas
teknik penerbangan, hingga keberagaman dan keseruan teamwork, payung, kertas semen, lem kayu, kawat berdiameter 2 mm, tali rafia,
yang selalu memunculkan hal baru di tiap tahunannya. benang string, dan bilah bambu.

C. Tahapan Pembuatan Balon Tradisional

Balon besar berbentuk burung, salah satu bentuk unik di Java Balon Attraction 2019
di Pagerotan, Pagerejo, Kecamatan Kertek. Foto Agus Wuryanto. Sumber Ilustrasi: Kompasiana/Wisata.

26 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Fungsi Balon Tradisional


1. Pembuatan Rancangan Bentuk dan Motif Balon
Rancangan dan pola motif harus diputuskan sebelum
membuat balon. Biasanya, latar belakang pembuatan balon akan
menjadi salah satu pertimbangan, balon seperti apa yang dibuat,
apakah balon pesanan baik dari sebuah instansi, perorangan,
kelompok politik, atau murni sebagai karya seni yang dibuat
semata sebagai ajang ekspresi.

Contoh pola ornamen yang terhitung rumit dengan teknik potongan


tingkat tinggi. Pemotongan dan penyambungan kertas harus presisi, agar
menghasilkan bentuk balon yang rapi dan indah.

Contoh desain manual dari Kampung Mulyosari, Kelurahan Kertek, Kecamatan


Kertek, yang digambar di atas kertas menggunakan pewarna spidol. Desain
ini mampu mengantarkan karya balon tradisional dari desa tersebut menjadi
juara 2 Festival Balon Tradisional di Alun-alun Kecamatan Sapuran pada tahun Contoh desain berbentuk pola bidang, bisa berupa kotak, segitiga, lingkaran,
2009. Kini, pembuatan desain sudah dilakukan dengan menggunakan komputer dll.
sehingga dapat menghasilkan desain yang lebih rumit, presisi, rapi, dan indah.

Teknik Pembuatan Balon Tradisional Wonosobo | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 27


Contoh desain pesanan khusus, dapat menjadi sarana promosi lembaga atau produk tertentu, seperti logo
perusahaan, slogan berisi imbauan tertentu, dan sebagainya.

Contoh pola ornamen yang terhitung rumit


dengan teknik potongan tingkat tinggi.
Pemotongan dan penyambungan kertas harus
presisi, agar menghasilkan bentuk balon yang
Contoh desain berbentuk Figuratif, dapat berupa gambar tokoh politik, wayang, maupun tokoh lain. rapi dan indah.

28 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Teknik Pembuatan Balon Tradisional Wonosobo


2. Pemotongan Kertas
Tahap awal adalah pemotongan kertas sesuai rancangan
balon yang telah dibuat. Pada umumnya, satu balon membutuhkan
sekitar 200 sampai 450 lembar kertas, sesuai dengan besar dan
tinggi balon yang akan dibuat, makin besar sebuah balon, maka
semakin banyak bahan baku yang dibutuhkan.
3. Pembuatan Bingkai Mulut Balon (Blengker)
Blengker atau lingkaran bambu untuk kerangka mulut
balon dapat menggunakan berbagai jenis bambu, namun yang
paling baik adalah bilah bambu Apus karena mudah dibengkokkan,
ringan, dan wuled (liat dan kuat).
4. Pengeleman Kertas
Kertas yang telah dipotong sesuai pola, kemudian
disambung-sambung sesuai mal yang menjadi acuannya.
Sambungan-sambungan tersebut kemudian dirangkai menjadi
lembaran kertas utuh kembali, umumnya berbentuk kotak untuk
memudahkan penghitungan dan penyambungan lembaran. Setelah
bentuk kotak ini jadi sesuai jumlah yang ditentukan, dilakukan
penyambungan dari atas ke bawah, termasuk penyambungan Contoh pemasangan benang string di antara sambungan kertas.
kertas payung di bagian atas dan paling bawah sebagai penguat.
Blengker yang dililiti tali rafia itu direkatkan pada kertas
Jika penyambungan atas-bawah ini telah selesai, maka dilakukan payung dan sisa benang di bagian paling bawah, hingga membentuk
pemotongan pola lengkung memanjang untuk memperkirakan mulut balon. Pada tahap terakhir, dipasanglah kawat menyilang di
bentuk bodi balon, dilanjutkan dengan pengeleman ke samping mulut balon untuk penguat blengker sekaligus sebagai pegangan
hingga sebagian besar bagian balon terangkai. Tak lupa, diselipkan tali tambatan balon. Dari bagian tengah persilangan ini dijulurkan
pula benang string di antara sambungan tersebut sebagai penguat seutas kawat sekitar satu meter ke bawah dengan dua fungsi,
kerangka balon. yaitu selain untuk sambungan tali bandulan bawah yang juga
5. Finishing disebut baluh (pengait) untuk menyematkan variasi seperti banner,
Setelah sebagian besar balon mulai terbentuk, dilakukan parasut, miniatur pesawat, mercon atau taburan kertas warna
penutupan ujung atas balon dengan kertas payung beserta warni yang dipantik dengan obat nyamuk yang dibakar dan dililiti
pengait dari kawat untuk menempatkan tali pegangan. Setelah itu, benang pengikat. Kawat sepanjang satu meter ini digunakan
dilakukan pemasangan blengker atau lingkaran bambu pada mulut karena sifatnya yang tidak mudah terbakar, sedangkan pegangan
balon. tambatan dapat dipasang dari sisi samping blengker.

Teknik Pembuatan Balon Tradisional Wonosobo | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 29


Contoh bandul atas. Foto Agung Wiera.

30 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Teknik Pembuatan Balon Tradisional Wonosobo


BAB IV
TEKNIK PENERBANGAN

A. Tempat dan Waktu yang Ideal


Penerbangan balon adalah momentum yang sangat
ditunggu-tunggu oleh masyarakat, wisatawan, serta para pemburu
objek fotografi. Penerbangan balon idealnya dilaksanakan pada pagi
hari, sekitar pukul 06.30 hingga 09.00 WIB. Salah satu hal yang perlu
diperhatikan dari penerbangan balon ini adalah luas lahan penerbangan
dan keamanan lingkungan, seperti jarak dengan pepohonan, antena,
tiang listrik, dan permukiman, serta arah hembusan angin. Hal ini
dilakukan untuk memastikan bahwa balon bisa terbang dengan baik
dan tidak membahayakan lingkungan tinggal. Oleh karena itu, alun-alun
atau lapangan luas yang jauh dari permukiman adalah tempat paling
ideal untuk penerbangan balon tradisional. Kompak. Foto Agung Wiera.
C. Pelaksanaan Penerbangan
1. Bambu dan Tali
B. Tim yang Solid dan Kompak Dibutuhkan dua batang bambu utuh dengan ukuran
Untuk memastikan agar balon dapat terbang dengan sama panjang, sesuai dengan ketinggian balon. Pada umumnya,
baik, perlu dipersiapkan juga tim penerbangan yang solid dan balon yang ada dibuat dengan ukuran rata-rata 7 hingga 10 meter,
namun ada pula yang hingga mencapai 15 meter. Dua batang
kompak. Terutama untuk menghadapi sebuah kompetisi, tim harus bambu ini berfungsi sebagai pegangan ujung atas balon pada saat
mempersiapkan kostum yang unik dan menarik, juga kru iringan musik. akan diterbangkan, dengan tali kecil sebagai penahannya. Tali kecil
Masing-masing bidang harus mempunyai pembagian tugas yang jelas ini dikaitkan melintang di ujung atas balon, tepat di antara dua
batang bambu yang ditanam dengan konstruksi khusus di kanan
bagi anggotanya, sehingga penerbangan dan keharmonisan tim dapat kiri balon, agar ketika balon sudah mulai mengembang dengan
berjalan dengan baik baik, tali tersebut bisa ditarik lepas dari bawah. Tali yang lain juga

Teknik Penerbangan | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 31


dikaitkan pada kawat panjang yang menjuntai dari silangan kawat
di mulut balon sebagai penahan balon agar tidak lepas pada saat
diterbangkan.

Contoh jenis tungku yang umum digunakan, biasanya terbuat dari blek/kaleng.
Ada juga yang ditambah cerobong agar pengasapan lebih aman.

3. Bahan Bakar Yang Digunakan


Pada zaman dahulu, para pembuat balon hanya
menggunakan bahan bakar seadanya, seperti damèn (jerami padi),
daun kering, minyak tanah dan abu, atau bahkan ban bekas. Bahan
Foto Yasifun/Dok. Disparbud. bakar seperti ini tidaklah ideal, karena menghasilkan asap kelabu,
2. Mempersiapkan Tungku bahkan hitam, yang menyebabkan warna balon menjadi tidak indah.
Tungku bisa dibuat dari kaleng (blèk) atau dipesan secara Kini, para membuat balon mulai menggunakan bahan
khusus dengan bahan lempengan seng tebal atau lembaran besi. bakar kayu, atau alternatif yang lebih baik, yaitu kepingan batok
Penggunaan tungku yang baik menjadi sarana penting untuk
kelapa kering sebagai bahkan bakar penerbangan. Bahan bakar
memastikan balon bisa menerima tampungan asap panas tanpa
batok menghasilkan udara yang lebih panas, kuat, namun tetap
resiko terbakar.
jernih, sehingga warna-warni balon dapat terlihat tetap indah pada

32 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Teknik Penerbangan


saat penerbangan. Terlebih apabila penerbangan dilakukan saat
matahari bersinar cerah, maka warna asli balon akan terlihat lebih
indah dan jernih.

4. Tugas Tim Kerja


Penerbangan balon membutuhkan tim kerja yang kompak
dengan pembagian tugas yang jelas, antara lain mengendalikan
besarnya api, menjaga posisi dan jarak mulut balon dari api,
memegang badan balon, mengendalikan tali pegangan pada tiang
bambu, serta bersiap dengan bahan penambal seandainya terjadi
kebocoran. Selain tim penerbang, ada pula tim musik dan penari
yang bertugas memberi semangat kepada tim penerbang balon
Foto Eko Bagus/Dok. Disparbud.
Kostum tim yang unik dan menarik dengan diiringi musik dan tari menjadi salah
satu daya tarik penerbangan balon di Wonosobo, terutama pada saat acara
festival.

5. Pelepasan Balon
Balon baru bisa dilepas pada saat asap sudah memenuhi
seluruh ruang balon, sehingga balon terlihat utuh dan berbentuk
indah sesuai desain yang diharapkan, baik berbentuk bulat,
kotak atau figur lain. Jika balon mulai terdorong keatas, maka
tim pemegang mulut balon secara perlahan mulai melepas balon
dengan menahan tali penambat balon, agar balon tidak lepas dari
pantauan dan tidak melanggar peraturan penerbangan.

6. Bandulan
Bandulan bisa dibuat dengan berbagai variasi, antara lain parasut
Foto M. R. W./Dok. Disparbud. terjun payung, pesawat terbang mini, taburan kertas, spanduk, dll.

Teknik Penerbangan | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 33


Siap Terbang. Foto Agus Wuryanto.

34 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Gallery


Foto Cakar Lawu/Dok. Disparbud. Foto Agung Wiera

Gallery | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 35


Foto Agung Wiera

36 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Gallery


Tambatan Balon di Kembaran Balloon Festival 2014. Foto oleh Agung Wiera.

Gallery | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 37


BAB V dan menyebabkan ratusan ikan mati. Ada juga kejadian di mana sebuah
PERATURAN PEMERINTAH balon menimpa sebuah mobil di Kertek, atau menyebabkan kebakaran
lahan perdu di lereng gunung.
A. Bahaya Pelepasan Balon tanpa Tambatan Selain pertikaian antarwarga, penerbangan balon udara yang
Banyak cerita suka duka yang dialami masyarakat, berkaitan tak ditambatkan juga berpotensi besar membahayakan kepentingan
dengan pelepasan balon ke angkasa luas (kini hanya boleh ditambatkan masyarakat luas, salah satunya adalah jaringan listrik PLN. Dilansir dari
dengan batasan ketinggian tertentu). Balon yang tidak ditambatkan The Jakarta Post, dalam serangkaian kejadian pada bulan Juni 2017,
ternyata tidak hanya membahayakan dunia penerbangan, namun juga empat balon Lebaran tersangkut di kabel Saluran Udara Tegangan
sangat membahayakan lingkungan sekitar. Bahaya tersebut berupa Tinggi (SUTT) di Wonosobo. Tiga balon terjuntai di kabel jaringan listrik
kerusakan rumah karena penggunaan petasan dalam bandulannya, Wonosobo-Mrica, Wonosobo-Temanggung, dan Wonosobo-Secang,
kebakaran karena tungku pengasapan pada mulut balon, juga kerusakan sedangkan balon keempat tersangkut di sebuah tower jalur Wonosobo-
pada lahan pertanian yang sangat rawan menimbulkan gesekan dan Wadaslintang. Upaya penanganan berlangsung selama tiga hingga
pertengkaran antarwarga desa. lima jam, dengan putusnya aliran listrik di area Wonosobo, Dieng, dan
Dahulu, pada saat penerbangan balon tak tertambat masih Wadaslintang. Ada juga kejadian lain yaitu kerusakan instalasi listrik
diizinkan, tercatat banyak kejadian musibah yang dialami warga, mulai yang selama ini cukup merugikan negara hingga ratusan juta rupiah.
dari yang bersifat lucu maupun yang menyedihkan, terutama bagi Bahkan, pernah ada balon udara yang jatuh di Trafo PLN, sehingga
warga yang menjadi korban. hampir mematikan seluruh kota Wonosobo. Untungnya, hal ini bisa
Meskipun demikian, seluruh warga di Wonosobo bisa segera diatasi, karena jika terjadi kerusakan trafo, harus dipesan secara
saling memahami, sehingga beberapa musibah semacam ini dapat inden dari Swedia, Korea, atau China. Ini tentu akan merepotkan seluruh
diselesaikan secara kekeluargaan. Ada pula kejadian ketika sawah dan masyarakat.
perkebunan warga rusak akibat terinjak-injak oleh warga saat mengejar Menindaklanjuti kejadian tersebut, Pemkab sempat
balon jatuh, serta kejadian lucu, unik, maupun menyedihkan, yang kini mengeluarkan larangan penerbangan balon tradisional di Wonosobo,
tinggallah cerita masa lalu. sebelum akhirnya diperbolehkan kembali dengan beberapa syarat pada
Dalam sebuah kejadian di kampung Jambusari-Desa Kertek, bulan November 2017. Pada tahun berikutnya, Pemerintah melalui
sebuah rumah warga rusak parah karena tertimpa petasan besar Menteri Perhubungan mengeluarkan peraturan berkaitan tentang
yang dibandulkan pada balon terbang. Pernah pula terjadi pada tahun penggunaan balon udara tradisional dalam kegiatan budaya, sehingga
2002 di Dusun Ngelo, Sudungdewo, Kelurahan Kertek, sebuah balon penerbangan balon tradisional dapat dijalankan dalam koridor yang
berbandul petasan yang cukup besar jatuh dan meledak di kolam warga aman bagi masyarakat luas.

38 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Peraturan Pemerintah


B. ATURAN RESMI PENERBANGAN BALON
Pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan
perundang-undangan terkait dengan dampak penerbangan balon
udara terhadap keselamatan penerbangan, antara lain UU Nomor 1
Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor PM 40 Tahun 2018 tentang Penggunaan Balon Udara pada
Kegiatan Budaya Masyarakat.
Dalam UU No. 1 Tahun 2009, balon udara digolongkan
sebagai Pesawat Udara, yaitu “setiap mesin atau alat yang dapat
terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi
bukan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi yang digunakan
untuk penerbangan”. Sanksi tegas akan dikenakan terhadap siapapun
yang sengaja menerbangkan pesawat udara hingga membahayakan
keselamatan penerbangan, yang dalam pasal 411 diancam dengan
pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak lima
ratus juta rupiah.
Aturan yang lebih spesifik tentang penerbangan balon udara
tradisional termuat dalam Permenhub Nomor PM 40 Tahun 2018,
antara lain tentang kewajiban untuk menambatkan balon udara yang
diterbangkan dalam kegiatan budaya masyarakat. Selain itu, terdapat
pula ketentuan berupa pelaporan penggunaan balon udara, warna dan
ukuran, batasan area penggunaan, peralatan pelengkap penggunaan,
Petugas tengah berjibaku melepaskan balon udara tradisional yang
serta lokasi dan waktu penggunaan. tersangkut di kabel PLN. Sumber: thejakartapost.com

Peraturan Pemerintah | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 39


BAB VI
PROFIL NARASUMBER

SLAMET SUNARKO
Pekerja seni di bidang perkayuan ini beralamat di kampung Krakal Tamanan, RT 06, RW 01, Kertek. Dia dikenal
mahir membuat potongan kertas untuk dibuat balon dengan berbagai desain dan motif. Buatannya banyak dipesan
oleh penggemar balon, baik komunitas balon di sekitar Kertek maupun pelanggan dari dalam dan luar kota Wonosobo.
Beberapa balon buatannya pernah menjadi juara satu balon terbaik di Festival Balon Wonosobo tahun 2005 dan 2006.
Slamet Sunarko adalah salah satu putra dari Serma (Purn) Barjam.

SUBAGYO
Subagyo lahir di Wonosobo, 5 September 1960. Pendidikan terakhirnya dia adalah di SMA Muhamadiyah
Wonosobo (1981). Ia bekerja sebagai pencatat KWH-meter listrik, dan aktif dalam berbagai kegiatan kebudayaan di
Kampung Krakal Tamanan. Selain menjadi pemerhati budaya, beliau juga aktif dalam dunia musik. Bersama kawan-
kawan, dia membentuk sebuah grup musik yang banyak membawakan tembang lawasan, khususnya dari grup Koes
Plus. Subagyo adalah putra Serma (Purn) Barjam yang banyak memberikan informasi seputar balon tradisi Wonosobo.

DWI SUJARWO
Warga kampung Jambusari, RT 06, RW 07, Kertek ini adalah salah satu tokoh muda bagi masyarakat di
kampungnya. Desainer balon ini aktif di dunia seni rupa dan tergabung dalam beberapa organisasi lukis, antara lain
Forum Perupa Wonosobo dan Bosen Kere. Dwi adalah penggiat seni yang banyak berperan dalam perkembangan seni
budaya di Jambusari, seperti tradisi balon udara dan grup seni tari topeng lenggeran, serta aktif mengikuti pameran seni
rupa di berbagai kota.

40 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Profil Narasumber


HASAN FADHOLI
Hasan Fadholi lahir di Wonosobo 8 Mei 1966, dan beralamat di Desa Kembaran, RT 03, RW 03, Kecamatan
Kalikajar. Lulusan SMA Muhamadiyah (1986) ini sempat berkuliah di Prodi Manajemen UNSIQ (1998) namun tidak
berlanjut. Pria yang akrab dipanggil Mas Mendhol ini adalah salah satu tokoh pemuda perintis dan penggerak festival
balon di Desa Kembaran bersama beberapa temannya seperti Kuat, Supandi, Lukman, Anto, dan yang lain. Selain mahir
membuat balon, ia juga aktif di organisasi kepemudaan desa bidang keolahragaan. Fadhol adalah ketua panitia pertama
Festival Balon Kembaran, tepatnya pada tahun 2011 dan 2012. Festival Balon Kembaran terus berlanjut hingga tahun
2021. Hasan Fadholi pernah membuat balon raksasa setinggi 26 meter dan sempat terbang beberapa kali, namun
kemudian jebol karena tidak mampu menahan tekanan udara. Ia dan koleganya juga pernah mendapat pesanan
pembuatan balon dari beberapa daerah, termasuk dari pulau Sumatra.

DRS. MUH. RIDWAN


Drs. Muh. Ridwan (69 Tahun) adalah lulusan Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1972-
1978). Pernah mengajar di beberapa tempat, antara lain di SD Kapencar (1978 – 1980), SD Karangluhur (1980 – 1982),
merangkap sebagai guru di SMA PGRI (1980 – 2005), serta menjadi kepala sekolah di SD Sindupaten (2007 – pensiun
2012). Kini beliau aktif sebagai ketua Paguyuban Pedagang Pasar Tradisional Kecamatan Kertek, Wonosobo. Saat
menjabat sebagai ketua Gerakan Pemuda Ansor Kecamatan Kertek (1984), beliau menginisiasi rembug warga antardesa
untuk merumuskan berbagai kesepakatan seputar penerbangan balon demi kerukunan bersama.

IWAN APRIANTO
Pria yang dikenal dengan panggilan Iwan Sadina ini lahir di Wonosobo pada tanggal 27 April 1973. Penduduk
Jambusari, RT 02, RW 02, Kertek ini adalah salah satu anggota tim inti dari Pink Organizer. Lulusan SMA Muhamadiyah
tahun 1991 ini tak hanya aktif di berbagai kegiatan sosial dan budaya masyarakat, namun juga aktif di banyak usaha,
antara lain pernah mendirikan Sadina Sablon, Sadina Laundry, dan kini Sadina Travel di pusat Kecamatan Kertek.

Profil Narasumber | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 41


AHMAD GHOFIR
Pria kelahiran Wonosobo, 19 Mei 1972 ini beralamat di Kedewan, Sudungdewo, Kertek. Ghofir atau sering
dipanggil Sholeh adalah seniman otodidak yang serba bisa. Selain sebagai pelukis, ia juga mahir dalam keterampilan lain
seperti pertukangan, dekorasi, dan pembuatan balon. Balon buatan Ghofir dan teman-teman pernah memenangkan
beberapa kejuaraan, antara lain Juara 2 Festival Balon Tradisional Wonosobo 2005, Juara 2 Festival Balon Tradisional
Wonosobo 2006, dan pernah balon pesanan darinya menjadi juara 2 dan juara 3 di Festival Balon Wonosobo 2007.
Selain itu, ia juga aktif di beberapa pameran seni rupa seperti Biennale Jateng: Kronotopos (2016), Borobudur Today
di Limanjawi Art House (2017), Project Mural Pemda Wonosobo di Kalianget (2017), serta Project Mural Dekranasda
Wonosobo (2018).

AGAM SETYO BUDI


Agam lahir di Wonosobo, 19 Mei 1994, beralamat di Dusun Paguan, RT 05, RW 03, Jogoyitnan, Wonosobo.
Berpendidikan terakhir SMA, pengalaman berorganisasinya adalah menjadi Ketua Komunitas Balon Udara Wonosobo
dari tahun 2017 sampai 2020. Pada tahun 2019, Agam dan kawan-kawan diundang oleh Bapak Sujadi, Bupati
Pringsewu, Lampung, untuk memperkenalkan tradisi balon udara dan memberikan pelatihan mengenai cara membuat
dan menerbangkan balon udara khas Wonosobo. Selain itu, kini Agam aktif berkesenian, utamanya menciptakan dan
menulis lagu yang kerap dibawakan sebagai pertunjukkan tunggal. Di bawah kepemimpinannya, Komunitas Balon
Wonosobo berkembang maju dan sering dilibatkan dalam berbagai perhelatan.

PURWO SETYADI
Purwo Setyadi lahir di Wonosobo, 13 September 1970. Kini ia tinggal di Kampung Mulyosari, RT 02, RW 04,
Kertek. Pria yang sering disapa Mas Adi ini adalah anggota Pink Organizer dan wiraswastawan yang sering terlibat dalam
pembuatan balon tradisional di kampungnya. Balon buatan Adi dan kawan-kawannya banyak dipesan dari berbagai
kota, termasuk Jakarta. Selain aktif di berbagai kegiatan seni budaya di masyarakat, ia juga sering terlibat pada kegiatan
sosialisasi penanganan gigitan ular berbisa bersama teman-teman penggiat reptil di Wonosobo.

42 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Profil Narasumber


SLAMET SUBEKTI
Lahir di Wonosobo 2 September 1971, tinggal di Krakal Tamanan, Desa Karang Luhur, Kec Kertek.
Di seputar Kertek, Subekti lebih dikenal warga dengan nama Slamet Oos, ia cucu dari Mbah Atmo Goper sekaligus penerus
keluarga sebagai ahli pembuat balon tradisi dan lampion putar dengan bahan bakar patra (minyak tanah). Bahkan, kini
bakat tersebut telah menurun kepada kedua putranya. Slamet Oos sering menjadi konsultan penerbangan balon tradisi,
utamanya di wilayah Kecamatan Kertek. Balon karyanya juga telah banyak mendapat pesanan dari berbagai daerah,
termasuk pula pesanan khusus dari Bapak Kholiq Arif, Bupati Wonosobo pada tahun 2006. Kini ia juga mengelola toko
kelontong dan Warung bubur kacang hijau di kawasan pasar tradisional Kec. Kertek.

AGUNG WIERA, BA., A FPSI*, HON E HPPW


Lahir di Magelang 7 Juni 1961, Agung Wiera menyelesaikan studi di STPMD APMD Yogyakarta (1986) dan
Visi Art & Graphic Design School (1996). Selama menjadi Fotografer, ia pernah mendapat gelar prestasi seni fotografi
(A FPSI*) dari Federasi Perkumpulan Senifoto Indonesia (2009) dan mendapat penghargaan Museum Rekor Dunia-
Indonesia (MURI) dengan pameran rangkaian foto terbanyak (2011). Seringkali menjadi juri lomba foto regional maupun
nasional, termasuk juri lomba Salon Foto Indonesia. Mendapat penghargaan PWI Award Kab. Wonosobo 2019 sebagai
tokoh inspiratif kategori perintis karya fotografi. Pernah menjadi pengurus Dewan Kesenian Daerah Jawa Tengah
– Komite Fotografi selama tiga periode (2005-2011). Pada tahun 2016, ia meluncurkan kartu wisata Dieng Plateau
sebagai souvenir. Mengisi ilustrasi foto untuk buku Semar Mencari Raga karya Dr. Sindhunata, S.J. (1996), Agung Wiera
juga termasuk dalam tim penyusun buku Jawa Tengah membatik Dunia (2010), fotografer buku Ensiklopedia Wonosobo:
Kebudayaan (2020), travel book Wonosobo The Soul Of Java – Nature, Culture, Adventure (2018).

Profil Narasumber | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 43


Event pertama yang dilaksanakan Daun adalah Festival Musik Pelajar
Akhir Tahun 2004. Meskipun pada saat itu belum mempunyai logo, sponsor,
dukungan maupun reputasi dalam dunia enterprise, namun pada tahapan
selanjutnya, Daun Event Organizer segera mendapat banyak kepercayaan
dari publik dan sposor, sehingga dapat terus mengadakan berbagai kegiatan.

DAUN EVENT ORGANIZER


Daun Event Organizer terbentuk pada 8 November 2004 atas
prakarsa dari empat sekawan Choiril Anwar, Ahmadi Zulfa Rohman, Ridwan
Islami, dan Faturahman. Berawal dari perbincangan sekilas dan curhat dari
beberapa orang sahabat, tercetuslah ide untuk lebih serius dalam membahas
pembentukan sebuah tim profit pembuat acara, atau event organizer (EO).
Kata “daun” dipilih agar mudah dimaknai, yaitu sebagai tempat terjadinya
proses fotosintesis sebagai unsur penting dalam siklus pencernaan dan
metabolisme tumbuhan. Foto Agung Wiera Foto Agung Wiera

44 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Profil Narasumber


BAB VII Waktu bangsa Belanda memperkenalkan balon udara ke
PENUTUP Nusantara, yang lekat dengan teknologi tersebut adalah modernitas
dan segala hal yang berbau interkoneksi global. Asumsinya, dengan
Sejak masa prasejarah, langit telah menempati kedudukannya menaklukkan angkasa, manusia dapat menghilangkan sekat-sekat yang
sendiri dalam benak manusia. Ia menjadi pertanda dari ketinggian, keluasan, selama ini membatasi perhubungan antarbangsa. Singkatnya, bulatnya
kebesaran, serta lain hal yang mewakili ketidaktahuan manusia akan gejala- balon adalah perlambang dari bulatnya dunia yang akan diarungi. Namun,
apa yang terjadi ketika teknologi tersebut masuk ke Wonosobo? Eloknya,
gejala yang ada di sekitarnya. Bahkan dalam berbagai kepercayaan, langit
oleh tangan masyarakat pegunungan ini, balon udara diadaptasikan sesuai
menjadi simbol kedudukan Tuhan di mata awam manusia yang tak mampu
dengan kearifan lokal, dengan kemampuan dan sumber daya yang lebih
menggapai ketidakterbatasan-Nya. Dalam mitologi Timur Tengah, terdapat mudah ditemui. Lahirlah balon tradisional bercorak Nusantara dengan
kisah Menara Babel, di mana manusia dihukum dengan penceraian menjadi berbagai ragamnya, sebagai tradisi yang berkembang secara mandiri dan
beberapa golongan dan bahasa, karena telah lancang bersatu membangun kelak akan terus diwariskan secara turun-temurun. Seolah berpencar dari
menara tinggi untuk mencapai surga di langit. Di Yunani Kuno, dikenal modernitas gaya Barat yang “mewah”, adaptasi balon udara di Nusantara
tragedi Daedalus yang kehilangan putranya, Icarus, akibat terbang terlalu justru mendekat pada nilai-nilai tradisi yang sakral. Kegiatan penerbangan
tinggi. Icarus terbang terlalu dekat dengan matahari sehingga melelehkan balon tradisional kian melekat dengan perayaan hari besar keagamaan, hari
lilin perekat sayap yang ia kenakan. Dalam kebudayaan Nusantara sendiri, jadi daerah, serta nilai suci perjuangan dalam peringatan hari kemerdekaan
dikenal bangunan-bangunan suci yang melambangkan gunung kosmis, negara, seperti yang kita kenal sekarang ini.
sebagai perlambang kedekatan dengan Yang Maha Tinggi. Perjalanan balon tradisional Nusantara bukanlah tanpa halangan.
Meskipun telah menjadi bagian integral dalam kebudayaan setempat,
Ikhtiar manusia untuk menaklukkan langit tersebut berlanjut
seringkali terjadi benturan dengan berbagai kepentingan masyarakat. Untuk
pada abad kelimabelas Masehi, ketika sang cendekia dari Italia, Leonardo
mencegah hal-hal tersebut, bermunculan aturan-aturan yang mengatur
Da Vinci, menggoreskan beberapa ide penerbangan dalam catatannya.
penerbangan balon tradisional, mulai dari peraturan tingkat kampung
Berbagai kajian dapat ditemukan di sana; mulai dari anatomi burung, mesin hingga peraturan perundang-undangan negara. Teringat nasehat Daedalus
terbang bersayap, hingga purwarupa baling-baling raksasa, semua tak luput kepada Icarus: “Jangan terbang terlalu tinggi, atau matahari akan melelehkan
dari keresahan Da Vinci tentang langit yang tak kunjung terjamah oleh akal sayapmu. Jangan pula terlalu rendah, atau air laut membasahi sayapmu.” Ya,
budi manusia. Meskipun tak ada satupun dari rancangannya yang dapat meskipun tak berpenumpang, balon udara tradisional masih menyimpan
diwujudkan, namun upaya ini menjadi pelopor bagi generasi selanjutnya bahaya bagi manusia jika tak diterbangkan secara bijak. Selain harus dijaga
untuk terus berupaya memecahkan misteri tersebut. Maka terjadilah: tiga ketinggiannya agar tak mengacaukan lalu lintas penerbangan, posisi balon
abad kemudian, para penemu dari Perancis berangsur menemukan metode pun selayaknya tidak terlalu “rendah” agar tidak menjadi ajang rebutan
yang dapat membumbungkan manusia ke angkasa. Berbagai jenis balon antarkampung. Mungkin dengan demikian, tradisi ini akan tetap lestari
dengan gas pendorong yang beranekaragam bermunculan satu-persatu. Era dengan berpegang pada nilai sakralnya: rasa syukur kepada Yang Maha
Tinggi. Wallahu a’lam.
Balon Udara pun dimulai.

Penutup | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 45


DAFTAR PUSTAKA GUNTINGAN PERS

Educatieve Dienst. 2021. Geschiedenis van de Luchvaart. Amsterdam: Kedaulatan Rakyat. 18 Juli 2011. Puluhan Balon Raksasa di Langit Wonosobo.
Koninklijk Museum van het Leger en de Krijgsgeschiedenis. Arsip Bagian Hubungan Masyarakat Setda Wonosobo.
Gillispie, Charles Coulston. 1983. The Montgolfier Brothers and the Invention of Jawa Pos Radar Semarang. 30 Juli 2006. Hari Ini, Festival Balon Digelar. Arsip
Aviation 1783–1784. Princeton: Princeton University Press. Bagian Hubungan Masyarakat Setda Wonosobo.
Hawkes & McConnel. 2003. Aerial: The Art of Photography from the Sky. Mies: Jawa Pos Radar Semarang. 18 Juli 2011. Langit Wonosobo Dihiasi Balon. Arsip
RotoVision. Hubungan Masyarakat Setda Wonosobo.
Koninkrijk der Nederlanden. 1917. Regeerings-almanak voor Nederlandsch- Suara Merdeka. 18 Juli 2011. 24 Balon Hiasi Langit Wonosobo. Arsip Bagian
Indië 1917. Batavia: Landsdrukkerij. Hubungan Masyarakat Setda Wonosobo.
Lensink, Rachel. 2015. Early Ballooning in the Netherlands (1783–1830). Wonosobo Ekspres. 18 Juli 2011. Berbagai Balon Unik Bersaing. Arsip Bagian
Master Thesis. Utrecht: Utrecht University. Hubungan Masyarakat Setda Wonosobo.
Maas, Dr. Ir. H. J. v. d.. 1936. Burger en Militaire Luchtvaart. Artikel dalam Wawasan. 15 Februari 1997. Arsip Agung Wiera.
Antirevolutionaire Staatkunde, Register 13e Jaargang. Den Haag: Dr.
Abraham Kuyper Stichting.
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 40 Tahun LAMAN INTERNET
2018 tentang Penggunaan Balon Udara pada Kegiatan Budaya http://digitalcollections.universiteitleiden.nl/
Masyarakat. http://gebrokenruit.blogspot.com/2014/07/menengok-kemeriahan-festival-
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang balon.html
Penerbangan. https://geograpik.blogspot.com/2017/03/sejarah-awal-pemotretan-dari-udara.
html
http://www.goodnewsfromindonesia.id/2018/06/20/tak-perlu-jauh-jauh-ke-
eropa-di-kabupaten-ini-ada-festival-balon-udara
https://kolonialemonumenten.nl/2020/08/06/rambaldo-soerabaja-1914/
rambaldo-ae/
https://nationalgeographic.grid.id/read/132054493/kisah-alfred-rambaldo-
orang-belanda-pertama-yang-terbang-dengan-balon-udara-di-
batavia

46 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Daftar Pustaka


PROFIL PENULIS

AGUS WURYANTO, S.Sn. A FPSI*, Hon E HPPW

Lahir di Desa Bedakah, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo,


16 Februari 1968. Suami dari Siti Fitrohayati serta ayah dari Dinar
Wangi Hananti dan Warih Anom Wirawan ini merupakan lulusan S1 ISI
Yogyakarta, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Program Studi Seni Grafis. Ia
banyak aktif di berbagai kegiatan kebudayaan, dimulai menjadi fotografer
profesional di Yogyakarta selama 15 tahun, aktif menjadi narasumber seni
budaya tradisi seperti di : UGM, Rumah Budaya TEMBI Yogyakarta, Bentara
Budaya Budaya Yogyakarta, Lengkong Cilik Semarang, Unsiq Wonosobo.
Agus juga mengisi pelatihan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di beberapa
daerah, seperti di Raja Ampat-Papua, Belitung, Palopo-Sulawesi, Perhutani
KPH Tuban, dan di wilayah Kabupaten Wonosobo.
Konseptor dan kurator buku Di Balik Teks dan Foto HPPW,
Wonosobo di Mata HPPW, Wonosobo dalam Gambar ini, aktif di
berbagai organisasi: pendiri dan penasihat HPPW (Himpunan Penggemar
Photo Wonosobo), Masastro (Masyarakat Adat dan Seni Budaya Tradisi
Wonosobo), WE Craft, Wonosobo Heritage, Manager Komunitas Seni Air
Gunung Wonosobo, Ketua Umum Paguyuban Jemparingan Djogonegaran,
Ketua PAWON (Paguyuban Antik Wonosobo), Anggota Dewan Riset Daerah
Agus Wuryanto
Wonosobo, Wakil Ketua DKD Wonosobo, Pengurus Fedep dan Dekranasda
Wonosobo. Selain itu menulis buku Tari Topeng Lenggeran Wonosobo
(2018), Parikan Tari Topeng Lengger Wonosobo – Notasi dan Filosofi (2019),
+62813-2721-1237 Bundengan – Nuansa Klasik dan Kontemporer (2020), Ensiklopedia Wonosobo
– Kebudayaan (2020), membuat Rekaman Musik Bundengan, juri di
berbagai lomba seni Budaya seperti Lomba Fotografi, Lomba Balon Udara,
air.gunung08@gmail.com Lomba Lukis dsb.

Profil Penulis | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 47


PROFIL PENULIS

AGUS WASONOPUTRA

Lebih dikenal dengan nama pena Agus Wepe, pemuda kelahiran


Wonosobo, 17 Agustus 1990 ini mempunyai kegemaran memulung
arsip sejarah dari dunia maya. Berbekal ilmu seadanya, pelarian jurusan
Sastra Inggris dari dua universitas ini banyak berkutat di kajian sejarah
seni (Art History), serta terlibat dalam tim riset di berbagai acara seperti
Festival Sindoro Sumbing 2019, Festival Sindoro Sumbing 2021, What Is
Bundengan (WIB) 2019, dan pengajuan beberapa item Warisan Budaya
Takbenda (WBTB) bersama Disparbud Kabupaten Wonosobo. Terkadang,
ia juga menjadi ilustrator lepas. Karya ilustrasinya dapat dijumpai dalam
beberapa buku, semisal Kumpulan Cerita Rakyat Wonosobo (Bimalukar
Press, 2019) dan Ensiklopedia Wonosobo – Kebudayaan (2020). Bersama
budayawan Agus Wuryanto, ia menyusun buku tentang musik
tradisional kowangan yang berjudul Bundengan – Nuansa Klasik dan
Kontemporer (2020). Ia juga tercatat sebagai juru hore-hore di Komunitas
Agus Wépé Sastra Bimalukar (KSB), Woohoo Art Space, dan Pametri Jemparingan
Djogonegaran Wonosobo. Waktu senggangnya biasa diisi dengan
bermusik, menulis sajak, bermain kubus Rubik, atau sekedar lèyèh-lèyèh
@wepeagus sambil mendengarkan rekaman wayang kulit.

wepe.toer@gmail.com

48 Jejak
Jejak Tradisi
Tradisi Balon
Balon Wonosobo
Wonosobo || Profil Penulis
BIOGRAFI EDITOR

SUMALI IBNU CHAMID


Sumali Ibnu Chamid lahir di Desa Tambi, Kecamatan Kejajar, Wonosobo,
29 Desember 1980. Menyelesaikan pendidikan sarjana di Universitas Sains
Al-Quran (UNSIQ) jurusan Dakwah dan Ilmu Komunikasi Penyiaran (Sekarang
berubah Ilmu Komunikasi Sosial Politik). Sejak masih mahasiswa aktif dalam
dunia penulisan, menjadi Pimpinan Umum Majalah Kampus Sautul Qur’an dan
sejumlah organisasi mahasiswa menjadi Wakil Presiden BEM, Ketua PMII Cabang
Wonosobo. Lulus kuliah tahun 2005. Awal tahun 2006, hijrah ke Jogjakarta. Di
kota gudeg itu bergabung dalam Yayasan Serikat Anak Merdeka (Samin). Lembaga
ini bekerja pada bidang pendampingan Hak Anak. Berkat bekerja di lembaga ini,
kerap menjadi konsultan fasilitator yang dihelat Unicef, CCF dan Plan Indonesia.
Tahun 2008 terlibat dalam penyusunan buku Situasi Anak Dalam Bencana Terbitan
Yayasan Samin. Masih di tahun yang sama, menjadi editor buku penelitian Situasi
Anak korban Eksploitasi Seksual Komersial Anak (Eska) di lima kota di Wilayah
Jateng, terbitan Yayasan Setara dan Yayasan Samin. Awal tahun 2009, bergabung
dengan Grup Koran Nasional Jawa Pos menjadi wartawan bertugas di Semarang,
kemudian pindah tugas, di Magelang, Temanggung dan Wonosobo hingga tahun
2018. Saat ini bekerja sebagai Ketua Bawaslu Kabupaten Wonosobo. Selama
menjadi Jurnalis, selain meliput berbagai peristiwa, juga terlibat dalam penulisan
Buku inspirasi Desa Model terbitan Pemkab Wonosobo (2010). Penulis Buku
Sejarah dan Perkembangan Klenteng Hok Hoo Bio Wonosobo (2012). Editor Buku
@ale_ibnu_chamid
Hasil Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu. (2012)
Sebagai Jurnalis kerap meraih prestasi di antaranya, Nominator Dahlan
Iskan Award (2010) Kategori Foto Jurnalistik. Meraih Penghargaan Menteri
aleibnuchamid.wordpress.com Pendidikan RI, Juara 1 Nasional Foto Pendidikan Kategori Wartawan ( 2014),
Penghargaan Gubernur Jateng, Juara 1 Foto Jurnalistik Tema Ketahanan Pangan
antar wartawan di Jateng (2014) Juara 3 Karya Tulis Jurnalistik antar wartawan
ibnuchamid2011@gmail.com Jateng (2014), Juara 1 Nasional Foto Kuliner Nusantara dari Kementrian Pariwisata
dan Industri Kreatif ( 2016) dan berbagai penghargaan foto lainnya. Pria penyuka
kopi ini, juga kerap menjadi pengisi pelatihan jurnalistik dan foto.

Biografi Editor | Jejak Tradisi Balon Wonosobo 49


Ucapan Terima Kasih

Ucapan Terima Kasih Kami sampaikan kepada :


1. Bupati Wonosobo, H. Afif Nurhidayat, S.Ag.
2. Wakil Bupati Wonosobo, Drs. H. Muhammad Albar, M.M
3. Sekretaris Daerah Kabupaten Wonosobo, Drs. One Andang Wardoyo, M.Si.
4. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo Agus Wibowo, S.Sos.
5. Koordinator program Ratna Sulistyawati, S.Sos., M.M.
6. Jajaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo selaku penerbit dan pengampu
kegiatan
7. Tim penyusun buku Jejak Tradisi Balon Wonosobo Bentuk, Makna Dan Rasa.
8. Para narasumber, tokoh masyarakat dan sesepuh dan pinisepuh.
9. Seluruh pegiat seni budaya di Kabupaten Wonosobo.
10. Segenap pihak yang telah membantu dan mendukung tersusunnya buku ini.

50 Jejak Tradisi Balon Wonosobo | Ucapan Terimakasih


Kata balon memiliki makna yang luas, sehingga akan banyak hal
yang terbersit di pikiran kita apabila seseorang menyebut kata tersebut.
Bisa jadi balon yang dimaksud adalah mainan berupa kantong karet yang
ditiup hingga mengembang, atau diisi dengan gas helium sehingga dapat
melayang di udara. Ada pula yang membayangkan wahana udara yang
terbuat dari kertas atau bahan lain yang bersifat tahan api, kemudian
dikembangkan dengan udara panas yang berasal dari tungku di bawahnya,
agar dapat menerbangkan penumpangnya ke mana pun yang dituju.

Kata yang mewakili semua itu, yaitu balon, kita serap dari bahasa
Belanda ballon, sebagai pinjaman dari bahasa Perancis Pertengahan,
ballon, yang berarti ‘bola besar’. Pada mulanya, yang dimaksud ballon
adalah kantong dari kulit atau jeroan hewan yang dapat dilembungkan
menjadi bola. Namun, seiring waktu, kata ini juga merujuk pada berbagai
jenis kantong berisi gas yang dapat melayang di udara, salah satunya
adalah balon tradisional yang ada di Wonosobo saat ini.

@pariwisata.wonosobo

(0286) 321194

disparbud.wonosobo@yahoo.com

https://ppidsetda.wonosobokab.go.id/

Jl. Dieng Nomor 78, Karangluhur, Kalianget, Kec. Wonosobo, Kabupaten


Wonosobo, Jawa Tengah 56319

Anda mungkin juga menyukai