Anda di halaman 1dari 21

Journal Reading

Efficacy and safety of corticosteroids for


septic shock in immunocompromised
patients: A cohort study from MIMIC
Disusun oleh : Sandrina Shera Monifa
Pembimbing : dr. Reza Pratama, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK STASE ANESTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SLAMET GARUT
PERIODE 9 OKTOBER - 4 NOVEMBER 2023
IDENTITAS JURNAL
You can delete this slide when you’re done editing the presentation

Efficacy and safety of corticosteroids for septic shock in


Judul Artikel
immunocompromised patients: A cohort study from MIMIC
Xin Lu, MD. Xue Wang, MD. Yanxia Gao, MD. Shiyuan Yu, MD.
Penulis Lina Zhao, MD. Zhongheng Zhang, MD. Huadong Zhu, MD. Yi Li,
MD

Penerbit American Journal of Emergency Medicine

Tahun Terbit 2021

Jumlah Halaman 6
ABSTRAK

Latar Belakang
Kortikosteroid telah banyak digunakan sebagai terapi tambahan untuk syok septik selama
beberapa dekade, tetapi efikasi dan keamanannya masih belum jelas. Penelitian ini dirancang untuk
menyelidiki manfaat keseluruhan dan potensi risiko kortikosteroid pada pasien autoimun dengan syok
septik.

Metode
Database Medical Information Mart for Intensive Care III (MIMIC-III) digunakan untuk
melakukan studi kohort. Pasien autoimun dengan syok septik didaftarkan dan dikategorikan
berdasarkan paparan kortikosteroid intravena. Model Cox Proportional-Hazards digunakan untuk
menilai hubungan antara penggunaan kortikosteroid dan mortalitas.
ABSTRAK
Hasil
Sebanyak 866 pasien terdaftar dalam penelitian ini, termasuk 395 pada kelompok
kortikosteroid dan 471 pada kelompok non-kortikosteroid. Infus kortikosteroid tidak dikaitkan dengan
peningkatan mortalitas 30 hari pada populasi dengan gangguan sistem imun secara keseluruhan
[34,7% vs 32,1%; rasio hazard yang disesuaikan (HR) 1,11, interval kepercayaan 95% (CI) 0,87-1,43,
p=0,37]. Efek kematian serupa dalam 90 hari, 180 hari, 1 tahun dan kematian di rumah sakit. Untuk
subkelompok pasien dengan kanker metastatik, infus kortikosteroid dikaitkan dengan peningkatan
yang signifikan secara statistik dalam risiko kematian 30 hari (HR 1,58, 95% CI 1,06-2,37; p = 0,02).
Kortikosteroid memiliki efek buruk pada stabilitas hemodinamik, perpanjangan ICU dan durasi rumah
sakit, dan peningkatan risiko hiperglikemia.

Kesimpulan
Terapi kortikosteroid untuk pemeliharaan tekanan darah tidak berhubungan dengan
peningkatan mortalitas atau stabilitas hemodinamik pada populasi autoimun secara keseluruhan
dengan syok septik. Uji klinis acak di masa depan diperlukan untuk memvalidasi efek kortikosteroid
untuk syok septik pada populasi autoimun khusus.
LATAR BELAKANG
Syok septik adalah kelainan peredaran darah dan metabolisme seluler
yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh disregulasi respon host terhadap
infeksi. Syok septik telah menjadi masalah kesehatan global dengan hingga
40% kematian di rumah sakit. Sebagai terapi adjuvant, kortikosteroid telah
digunakan untuk syok septik sejak tahun 1960-an. Meskipun demikian, baik
efikasi dan keamanan kortikosteroid secara keseluruhan pada syok septik
masih diperdebatkan.
Menurut Surviving Sepsis Campaign Guidelines, hidrokortison intravena
direkomendasikan untuk mengobati pasien syok septik jika resusitasi cairan
yang memadai dan terapi vasopresor tidak dapat mengembalikan stabilitas
hemodinamik. Namun, efek samping seperti perburukan infeksi sangat jelas
pada pasien autoimun
METODE
SUMBER DATA POPULASI PASIEN

Sebuah studi berbasis data dari MIMIC-III Kriteria inklusi: Pasien dengan syok septik,
adalah basis data yang tersedia untuk umum yang berusia >18 tahun atau <100 tahun, sudah selama
terdiri dari data klinis 38.597 pasien dewasa yang 24 jam di ICU, rawat inap di ICU merupakan rawat
dirawat di unit perawatan intensif (ICU) dari Beth inap pertama di rumah sakit, minimal memiliki satu
Israel Deaconess Medical Center di Boston, kondisi autoimun
Massachusetts, AS antara tahun 2001 dan 2012.

VARIABEL DAN HASIL


Data variabel berikut diambil dari basis data MIMIC-III (Medical Information Mart for Intensive Care II)I: usia,
jenis kelamin, skor penilaian kegagalan organ sekuensial (SOFA) saat masuk ICU, tekanan arteri rata-rata (MAP)
saat masuk ICU, indeks komorbiditas Elixhauser saat masuk rumah sakit, data bakteremia, dan nilai sel darah
putih (leukosit) tertinggi dalam 24 jam pertama setelah terapi vasopresor. Nilai jumlah WBC <4K/μL didefinisikan
sebagai hipo-WBC; nilai >11 K/μL didefinisikan sebagai hiper-WBC; dan sisanya normal-WBC. Semua variabel
terkandung <10% nilai yang hilang.
Pasien yang diberikan kortikosteroid intravena selama
tinggal di ICU dikategorikan sebagai kelompok kortikosteroid
(deksametason, hidrokortison, dan metilprednisolon), sedangkan
pasien yang tersisa merupakan kelompok nonkortikosteroid.

Hasil utama adalah mortalitas selama 30 hari. Hasil


sekunder termasuk hasil hemodinamik, lama tinggal di ICU atau
rumah sakit, variabel kematian, dan hasil keselamatan. Hasil
hemodinamik termasuk persentase pasien yang diberikan dari
vasopresor dalam waktu 6 jam dan 24 jam, waktu untuk
diberikan vasopresor, hari bebas vasopresor hingga hari ke 30.

Hari bebas vassopresor didefinisikan sebagai jumlah hari


pasien hidup dan tidak menggunakan vassopresor. sampai hari
ke 30. Jika pasien meninggal sebelum hari ke 30, hari bebas
vasopresor diberi nilai nol. Hasil keamanan termasuk onset baru
bakteremia atau fungemia, perdarahan gastrointestinal dan
episode hiperglikemia selama tinggal di ICU. Pendarahan
gastrointestinal didefinisikan menggunakan diagnosis ICD-9
Analisis Statistik
Analisis statistik membandingkan kelompok kortikosteroid dan nonkortikosteroid.

Analisis kelangsungan hidup dilakukan menggunakan model Cox Proportional-Hazards dengan 3


pendekatan penyesuaian potential confounders:

a. Model 1 tidak termasuk potential confounders.


b. Model 2 variabel demografi yang disesuaikan: usia dan jenis kelamin.
c. Model 3 menyesuaikan semua variabel potensial, termasuk usia, jenis kelamin, SOFA saat masuk, MAP
saat masuk, indeks komorbiditas Elixhauser, WBC, bakteremia yang terdata.

Rasio bahaya (HR) dan interval kepercayaan 95% (CI) dilaporkan dalam analisis Cox regression.
Selanjutnya juga dilakukan studi sensitivitas untuk enam kondisi autoimun (HIV/AIDS, limfoma, kanker
metastatik, tumor solid-state, transplantasi, dan penyakit autoimun).

Kurva Kaplan-Meier dibuat untuk menilai kemungkinan bertahan hidup di seluruh kelompok
kortikosteroid dan nonkortikosteroid. Semua analisis statistik dilakukan dengan bahasa pemrograman R (versi
3.5.0). Semua nilai p<0,05 dianggap sebagai signifikansi statistik.
HASIL
Karakteristik Kelompok
Sebanyak 6758 pasien memenuhi definisi sepsis
pada basis data MIMIC-III dan 4397 pasien mengalami
syok septik. Akhirnya, 866 pasien memenuhi kriteria
inklusi. Dari kohort penelitian, 395 pasien menerima
kortikosteroid intravena, dan 471 pasien sisanya
tidak menerima kortikosteroid intravena

Secara umum, pasien dalam kelompok


kortikosteroid lebih sakit kritis daripada kelompok
nonkortikosteroid. Pasien dengan penggunaan
kortikosteroid lebih muda dan memiliki indeks
komorbiditas Elixhauser yang lebih rendah. Pasien lebih
mungkin untuk menerima terapi penggantian ginjal pada
kelompok kortikosteroid.

Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam jenis


kelamin, MAP saat masuk, bakteremia yang terdata dan
ventilasi mekanis antara kedua kelompok. Pasien dengan
kanker berkontribusi lebih dari setengah pasien
autoimun.
Hasil Kematian dan Analisis Kelangsungan Hidup
Hasilnya menunjukkan bahwa infus kortikosteroid tidak berhubungan dengan penurunan
mortalitas 30 hari pada populasi autoimun secara keseluruhan (34,7% vs 32,1%; HR yang disesuaikan
1,11, 95% CI 0,87-1,43, p = 0,37). Hasilnya serupa dalam 90 hari, 180 hari, 1 tahun dan kematian di rumah
sakit. Kurva Kaplan-Meier dari kelangsungan hidup 1 tahun. Penggunaan kortikosteroid dikaitkan dengan
peningkatan risiko kematian yang signifikan secara nonstatistik dalam analisis Cox regression.

Analisis sensitivitas → mengevaluasi hubungan antara kondisi autoimun dan mortalitas 30 hari dengan
model Cox Proportional-Hazards. Dalam analisis utama, penggunaan kortikosteroid memiliki penurunan
risiko kematian 30 hari sebesar 29% dan 40% masing-masing pada subkelompok HIV dan penyakit
autoimun. Namun, kortikosteroid memiliki peningkatan 5%- 41% dari mortalitas 30 hari pada pasien dengan
limfoma, kanker, atau transplantasi.

Tapi semua efek kematian 30 hari tidak signifikan secara statistic. Setelah disesuaikan, hanya pasien
dengan penyakit autoimun yang menunjukkan penurunan risiko kematian 30 hari (HR 0,5, 95% CI 0,24-
1,05, p=0,06). Untuk pasien dengan kanker statistic, infus kortikosteroid dikaitkan dengan peningkatan yang
signifikan secara statistic dalam risiko kematian 30 hari (HR 1,58, 95% CI 1,06- 2,37; p = 0,02)
Hasil Sekunder
Untuk hasil hemodinamik, penggunaan kortikosteroid dikaitkan dengan stabilitas hemodinamik yang
terganggu. Persentase pasien yang diberikan vassopresor lebih rendah pada kelompok kortikosteroid
dibandingkan dengan kelompok non-kortikosteroid, dalam waktu 6 jam (3,8% vs 11,5%, p<0,001) dan
dalam 24 jam (27,1% vs 33,1%, p = 0,06). Untuk ICU dan lama tinggal di rumah sakit, pasien yang menerima
terapi kortikosteroid tinggal lebih lama di ICU dan rumah sakit dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Perbedaan secara statistik signifikan antara dua kelompok.

Untuk hasil keamanan, sekitar 10% dari populasi penelitian memiliki onset baru bakteremia atau
fungemia setelah serangan syok septik. Rasionya sama antara kelompok kortikosteroid dan non-kortikosteroid
(13,4% vs 11,3%, p = 0,38). Risiko perdarahan gastrointestinal juga serupa antara kedua kelompok (11,6% vs
9,3%). Pasien dalam kelompok kortikosteroid dikaitkan dengan insiden hiperglikemia yang lebih tinggi secara
signifikan dibandingkan dengan kelompok non-kortikosteroid
Diskusi
Studi menunjukkan bahwa infus kortikosteroid untuk syok septik tidak terkait dengan penurunan
mortalitas pada populasi autoimun secara keseluruhan, bahkan dengan peningkatan mortalitas 30 hari pada
pasien dengan kanker metastatik.

Terapi kortikosteroid memiliki efek buruk pada stabilitas hemodinamik, perpanjangan ICU dan durasi
rumah sakit, dan peningkatan risiko hiperglikemia. Meskipun kortikosteroid telah digunakan pada syok septik
selama beberapa dekade, hanya sedikit penelitian yang tersedia yang berfokus pada penggunaan
kortikosteroid pada pasien septik autoimun dengan temuan kontroversial.

Penelitian ini sebagai penilaian ulang yang komprehensif dari terapi kortikosteroid
untuk pasien autoimun dengan syok septik menggunakan database MIMIC-III terbuka
Temuan ini menunjukkan bahwa penggunaan kortikosteroid dikaitkan dengan hasil yang merugikan pada
pasien dengan komorbiditas autoimun yang mendasarinya.
Sebuah studi kohort observasional retrospektif baru-baru ini oleh Nazer et al. mengungkapkan bahwa
penggunaan hidrokortison dikaitkan dengan risiko kematian 28 hari yang lebih tinggi (65,6% vs 38,7%, p =
0,0009) dan kematian ICU (64,6% vs 32,3%, p<0,0001) di antara pasien dengan neoplasma.

Pasien dengan penyakit autoimun dapat menggunakan kortikosteroid oral setiap hari, tetapi obat oral
tidak digunakan untuk mengobati syok. Dengan kata lain, ketika pasien dalam syok refrakter, tidak akan
menstabilkan hemodinamik menggunakan kortikosteroid oral. Oleh karena itu, kelompok intervensi didefinisikan
sebagai sebagai kelompok dengan paparan kortikosteroid intravena.

Menurut Surviving Sepsis Campaign Guidelines, hidrokortison intravena direkomendasikan untuk


mengembalikan stabilitas hemodinamik pada pasien syok septik setelah resusitasi cairan yang memadai.
Namun, penelitian ini menemukan bahwa infus kortikosteroid memiliki efek buruk pada stabilitas
hemodinamik.
Pasien dalam kelompok kortikosteroid memiliki durasi syok yang lebih lama dan lebih sedikit hari bebas
vassopresor hingga hari ke 30 dibandingkan dengan kelompok non-kortikosteroid. Temuan ini berlawanan
dengan RCT sebelumnya.

Beberapa keterbatasan harus dipertimbangkan ketika menginterpretasikan hasil penelitian ini:

1. Studi observasional berdasarkan catatan sejarah dari single-center electronic → mungkin ada pembaur
residual karena kovariat yang tidak terukur → Hasil : generalisasi kortikosteroid untuk pasien syok septik
tanpa membedakan dosis dan durasi.
2. Kurangnya protokol standar terkait pemberian kortikosteroid pada pasien syok septik dapat membatasi
interpretasi → Bias seleksi, dimana pasien yang terpapar kortikosteroid intravena diklasifikasikan
sebagai kelompok intervensi yang tidak dapat membedakan kortikosteroid intravena untuk membalikkan
syok atau pengobatan biasa untuk komorbiditas.

Studi dari MIMIC ini memberikan hasil generalisasi kortikosteroid untuk syok septik pada populasi
autoimun khusus, tetapi uji Prospective Randomized Trial yang dirancang dengan baik diperlukan untuk
validasi temuan.
Kesimpulan
Terapi kortikosteroid untuk pemeliharaan tekanan darah tidak
berhubungan dengan peningkatan mortalitas pada populasi
autoimun secara keseluruhan dengan syok septik. Kortikosteroid
memiliki efek buruk pada stabilitas hemodinamik, perpanjangan ICU
dan durasi rumah sakit, dan peningkatan risiko hiperglikemia. Uji
klinis acak masa depan diperlukan untuk memvalidasi kemanjuran
dan keamanan kortikosteroid untuk syok septik pada populasi
autoimun khusus.
Thank You
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,
including icons by Flaticon and infographics & images by Freepik

Please keep this slide for attribution

Anda mungkin juga menyukai