Anda di halaman 1dari 7

A.

Awal Sistem Ekonomi Negara China dengan Sistem Ekonomi Sosialis yang Tertutup

Berawal dari pada tanggal 1 Oktober 1949, Mao Zedong memproklamasikan RRC dan
mendirikan negara komunis di Cina, saat itu keadaan perekonomian Cina sangat buruk,
Cina mengalami inflasi akibat perang Cina- Jepang dan perang saudara (Partai Nasionalis
Cina-Partai Komunis Cina).

Oleh karena itu selama beberapa tahun pertama Pemerintah RRC memusatkan perhatian
pada membangun industri berat, fasilitasfasilitas, transportasi serta mengendalikan inflasi
dan

pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Dalam pemerintahan Mao Zedong dapat dibagi ke


dalam

dua dekade. Dekade pertama (1949-1957) adalah proses industrialisasi dari pertanian
menuju

industri, sedangkan dekade kedua ketika mulai terjadi krisis ekonomi (1960-1962) serta
pergolakan politik (1966-1969). Pada dekade kedua (1960-1962) terjadi krisis ekonomi di
China. Kebijakan yang diambil yaitu mengubah skala prioritas dari industri kembali
menjadi pertanian, ribuan orang yang telah menjadi buruh diperkotaan dikembalikan ke
desa untuk mengembangkan pertanian. Industri-industri kecil mulai dibatasi oleh
pemerintah. Krisis China tersebut diyakini karena China sangat kuat menganut ekonomi
sosialis yang terpusat di pemerintah, yang masih belum terbuka. Untuk mengendalikan
sumber-sumber daya ekonomi yang diperlukan bagi investasi industry, pemerintah RRC
pada saat itu dengan cepat menciptakan program ekonomi terencana dan terpusat,
termasuk pertanian. Pembangunan ekonomi dimulai dengan menasionalisir industri berat
yang sudah ada, industri-industri lain dijadikan rekanan penjualan kebutuhan negara, atau
dijadikan modal campuran negara-swasta.

Mao ingin membangkitkan ekonomi Cina melalui industrilisasi dan memanfaatkan


penduduk Cina yang banyak untuk menjadi tenaga kerja dengan upah yang murah. Oleh
karena itu, Mao mencanangkan kampanye Lompatan Jauh ke Depan dengan tujuan
mengungguli negara

kapitalis dalam waktu singkat dan menjadi salah satu negara paling kaya, maju dan
berkuasa. Pada saat itu, Petinggi partai mengira bahwa program ini berjalan dengan sukses
namun yang terjadi bencana kelaparan. Rakyat yang dipekerjakan berketerampilan rendah
sehingga produk yang dihasilkan berkualitas rendah.
Permasalahan inilah yang membuat Mao Zedong mundur dari pemerintahannya, karena
kegagalannya dalam program Lompatan Jauh ke Depan. Liu Shaoqi melanjutkan
pemerintahan

sebagai Presiden RRC. Pada masa Pemerintahan Liu, Liu Shaoqi melakukan enam langkah
upaya pemulihan ekonomi yaitu;
1. memberi insentif material seperti pembagian kapling tanah untuk pribadi dan pasar
bebas.
2. perusahaan-perusahaan negara harus dikelola dan dievaluasi berdasarkan efisiensi.
3. para pemimpin perusahaan diberi kewenangan lebih besar untuk mengambil kebijakan
terkait dengan operasional produksi.
4. sistem perencanaan terpusat dibuat

lebih fleksibel dengan memberi kebebasan lebih besar kepada pemerintah lokal dalam
menentukan target dan kuota produksi.
5. mengedepankan akurasi dalam perolehan data

atau informasi di lapangan.


6. reorganisasi partai dengan lebih menekankan pada disiplin partai dan mekanisme
kontrol institusional.

Upaya pemulihan ekonomi yang dilakukan Liu menunjukkan hasil positif, pada tahun 1962
kondisi ekonomi di pedesaan mulai membaik yaitu berkembangnya industri-industri
berskala kecil dan menengah di pedesaan seperti pabrik peralatan dan pertanian. Akan
tetapi, upaya pemulihan ini kembali gagal karena Revolusi Kebudayaan dilancarkan pada
tahun 1966 oleh Mao Zedong yaitu gerakan anti kapitalisme. Gerakan ini menekankan
pada menghormati nilai-nilai kebangsaan dan proletar masyarakat sosialis, menentang
kapitalisme, dan menolak nilai-nilai tradisional Cina.

Setelah kegagalan ekonomi pada tahun 1960-an, PKC dibawah kepemimpinan Deng
Xiaoping mulai mengupayakan peningkatan ekonomi mengembalikan stabilitas dalam
negeri dan memulihkan kepercayaan rakyat terhadap kepmimpinan PKC. Pada masa
Pemerintahan Den

Xiaoping inilah China mulai dibawa ke masa transisi perubahan system ekonomi yang lebih

terbuka.

B. Masa Transisi Perubahan Sistem Ekonomi Negara China


Deng Xiaoping sebagai Ketua Komisi Penasihat Pusat PKC telah menjadi tokoh sentral
dalam usaha modernisasi di Cina, Deng terkenal dengan gagasan-gagasan yang berciri
pragmatis. Reformasi dan Keterbukaan yang ditetapkan pada sidang pleno ke-3 Komite
Sentral PKC ke XI bulan Desember 1978. Prinsip dasar program yang dimotori Deng
Xiaoping ini adalah zou ziji de lu atau „berjalan di atas jalan sendiri‟, yang kemudian terus
dikembangkan menjadi konsep yang disebut zhongguo te se de shihui zhuyi atau
„Sosialisme dengan karakteristik Cina‟. Konsep ini mencakup 9 (sembilan) pokok pikiran
yang pada dasarnya

mencerminkan cita-cita Cina untuk „berdiri di atas kaki sendiri‟ dan menyesuaikan
MarxismeLeninisme dengan kondisi nyata di Cina.

Sosialisme dengan karakteristik Cina, kemudian dianggap sebagai salah satu legitimasi bagi
diterapkannya system ekonomi pasar dari paham kapitalis menggantikan sistem ekonomi
terpusat yang selama itu telah ditetapkan, dan terbukanya Cina bagi investasi asing. pada
tahun

1980, Cina menciptakan Zona Ekonomi Khusus (Special Economic Zones), yaitu di
Propinsi

Guangdong (kabupaten Shenzhen, Zhuhai, Shantou) dan Fujian (Pulau Xiamen). Para
penanam

modal asing di zona ekonomi tersebut mendapat berbagai keringanan pajak, juga tersedia

Berbagai prasarana seperti : jalan raya, tenaga listrik, dan pelabuhan.

Sekitar tahun 1995, komposisi tenaga kerja sekitar 80% berada di sektor pertanian. Pada

tahun 2000, angka tersebut menurun menjadi sekitar 70% dari sekitar 711,5 juta angkatan
kerja

di tahun 2000, 499 juta penduduk bekerja di sektor pertanian. Sebanyak 150 juta orang dari
angka ini diperkirakan migrasi ke daerah kota untuk mencari pekerjaan yang menghasilkan
pendapatan yang lebih tinggi.

Pada Februari 1992, Deng Xiaoping melakukan “perjalanan ke selatan”. Perjalanan ini
ditengarai sebagai tonggak penentu dari sejarah Cina modern karena ucapan Deng selama
perjalanan itu memberi pencerahan besar kepada semua pemimpin rakyat Cina untuk
meneruskan keterbukaan dan meneruskan pembangunan ekonomi. Sejak saat itu, kemajuan
demi kemajuan ekonomi dilaporkan baik dari Cina sendiri maupun dari luar negeri.

C. Sistem Ekonomi Negara China pada Era 20-an


Dimulai dari tahun 1980 hingga tahun 2005 rata-rata pertumbuhan GDP (Produk Domestik
Bruto) China per tahun mampu menembus angka 9,5 persen, begitu pula dengan GDP
(Produk Domestik Bruto) per kapita yang tumbuh dari $300

pada tahun 1980 menjadi $1,000 pada tahun 2003.

sejak tahun 1980 pula China berhasil meningkatkan kualitas hidup sekitar 200-400 juta
penduduknya. Sedangkan dari perdagangan dan pertumbuhan industri, sejak tahun 1978
hingga tahun 2006 ekspor China meningkat lebih dari 15 persen per tahunnya dan angka ini
menjadikan China sebagai eksportir terbesar dunia dengan nilai total sekitar $1,286 milyar.

Tak cukup itu saja untuk menggambarkan keberhasilan ekonomi China. Kestabilan atau
daya tahan ekonomi China pun terbukti saat krisis global yang melanda pada tahun 2008.
Secara keseluruhan, angka pertumbuhan ekonomi China mencapai 7,9 persen pada kuartal
kedua tahun

2009, atau naik dari 6,1 persen pada kuartal sebelumnya.

Keberhasilan China yang masif tersebut menarik perhatian para analis baik dari bidang
ekonomi, sosial maupun ilmu pembangunan. Kiranya ada tiga perdebatan utama mengenai
model pembangunan Cina, yakni kelompok pro-pasar atau neoklasik, kelompok etatisme
dan kelompok oksidental.

Bagi kelompok neoliberal Cina merupakan contoh nyata bagaimana globalisasi dan
keterbukaan pasar dapat memberikan manfaat yang sangat luas bagi suatu negara. Hal ini
diperkuat dengan beberapa fakta, misalnya aliran investasi asing global atau FDI yang
sangat signifikan. Selain itu, Deng juga melakukan perubahanperubahan struktur dan
institusi ekonomi China secara besar-besaran, seperti pada sistem kepemilikan yang tidak
lagi didominasi negara, terutama dalam bidang pertanian, serta liberalisasi dan privatisasi
yang dilakukan pemerintah Cina, meskipun dilakukan secara bertahap.

Reduksi peran negara juga terlihat dalam kebijakan Cina, dimana jaminanjaminan sosial
yang dahulunya diterapkan pada rezim Mao, kini dihapuskan. Misalnya saja, penghapusan
jaminan kerja bagi tenaga kerja. Meskipun hal ini berdampak negatif bagi para pekerja,
namun Hal ini dipuji oleh kelompok neoliberal sebagai suatu kebijakan yang mendorong
industrialisasi karena hal ini memberikan jaminan atas ketersediaan buruh murah di China.
Meski mengakui gradualisme yang ditempuh Cina, yakni melakukan reformasi secara
bertahap namun kelompok ini meyakini Cina, perlahan tapi pasti menjelma menjadi negara
neo-liberal. Reformasi yang dilakukan selama ini pun sesungguhnya bervisi membangun
ekonomi dan masyarakat yang sesuai dengan tipikal konsepsi negara neoliberal.

perhatian yang minim terhadap kesejahteraan penduduk di wilayah


desa telah menimbulkan kesenjangan pendapatan antara orang-orang kaya kota dan orang-
orang

miskin desa, serta peluang eksploitasi penduduk miskin desa oleh pemerintah daerah dan
para

penjabat partai komunis, oleh karena itu para pemimpin negara di china menilai masalah

ekonomi dan sosial yang utama adalah kemiskinan di desa.

Dengan demikian, dengan segala kebijakan dan upaya untuk menuntaskan kemiskinan

“Pemerintah harus mengambil kebijakan khusus yang memihak rakyat miskin serta

mengembangkan perekonomian desa dan kota secara simultan dengan membangun


koordinasi

yang baik”, Menurut statistik dalam 3 dekade (30 tahun) jumlah orang miskin berkurang
dari 250

juta menjadi 26 juta orang

China menyelesaikan permasalahan perihal kemiskinan masyarakat nya ialah dengan


bergabung

dengan Forum yang disertai dengan Organisasi Internasional seperti ASEAN-China


Relations.

D. Implementasi Sistem Ekonomi Terbuka Negara China dalam Hubungan Kerja Sama
China, Studi Kasus ASEAN-China Relations

Pasca Perang Dingin, kekuatankekuatan geopolitik baru muncul dalam akhir tahun 1980-an,
cenderung meningkatkan hubungan Cina-ASEAN. Pertama, pasar ASEAN merupakan
saluran yang sangat penting bagi hasil pertanian dan produk industri ringan yang diekspor
Cina ke luar negeri. Kedua, Cina telah mengembangkan suatu pola perdagangan yang
tangguh dengan berusaha mencapai surplus perdagangan dengan negara-negara
berkembang dengan mendorong

ekspor beras, bahan pangan, produk-produk tradisional dan berbagai barang manufaktur
yang

padat karya, sementara deficit perdagangan dengan negara-negara industry dengan


mengimpor pangan murah (gandum), peralatan modal dan teknologi.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan Cina membangun hubungan di bidang ekonomi
dengan

ASEAN, yaitu :

1. Kebijakan Cina dalam hal berhubungan dengan tetangga secara bersahabat

2. Kedekatan geografis dan sejarah serta budaya dengan ASEAN

3. Keterbatasan bahan mentah di Cina dan kepentingan nasional Cina yang ingin
menggantikan posisi hegemoni dalam perekonomian dengan Jepang

4. Sebagai penanggulangan masalah kemiskinan yang beberapa tahun selalu meningkat

Ekonomi Cina tumbuh begitu cepat dalam perdagangan global dan manufaktur. Antara
tahun 1985-2003, Pertumbuhan ekonomi riil Cina tumbuh secara konsisten yaitu dengan
rata-rata pertumbuhan 9% setiap tahunnya.

Penandatangan Kerangka Kesepakatan atas Kerja sama Ekonomi Cina-ASEAN pada tahun
2002 menunjukkan adanya usaha perbaikan hubungan antara negara-negara anggota
ASEAN dan Cina. Kesepakatan ini selanjutnya berkembang menjadi Kesepakatan
Perdagangan Bebas Bilateral ASEAN-Cina (ACFTA). Di atas kertas, keputusan ASEAN
dan Cina untuk membentuk kesepakatan tersebut menggambarkan perluasan hubungan
ekonomi dan politik di antara kedua pihak.

Kedua pihak juga menyepakati untuk memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi
melalui: penghapusan tarif dan hambatan non tarif dalam perdagangan barang, liberalisasi
secara

progresif perdagangan jasa membangun investasi yang kompetitif dan terbuka dalam
kerangka

ACFTA.

Kondisi ini pada akhirnya akan menciptakan atmosfer yang memacu masuknya Foreign

Direct Investment (FDI) yang selanjutnya akan membantu menstimulasi pertumbuhan


ekonomi

melalui perbaikan teknologi, penciptaan lapangan kerja, pembangunan sumber daya


manusia

(human capital) dan akses yang lebih luas ke pasar dunia. Melalui efek terhadap
pertumbuhan
ekonomi, FDI selanjutnya dapat berkontribusi pada pengentasan kemiskinan. FDI dapat
juga

membantu meningkatkan pendapatan pemerintah, yang dapat digunakan untuk membiayai

jarring pengaman sosial untuk kaum miskin, melalui kontribusi pajak dan secara tidak
langsung

dengan menstimulasi pertumbuhan dan memperluas wajib pajak.

Anda mungkin juga menyukai