Anda di halaman 1dari 4

Transformasi China dengan Emansipasi Pikiran ala Deng Xiaoping

Oleh: Hironimus Rama

Mahasiswa Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta

Pengantar
China tumbuh menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia saat ini. Bank Dunia menyebut,
ekonomi Negeri Tirai Bambu ini berada di urutan kedua terbesar dunia dengan PDB
mencapai $14,72 triliun atau sekitar 71,4% dari PDB Amerika Serikat (AS) sebesar $20,94
triliun.1 Para ekonom memperkirakan China akan menggeser AS berada di posisi pertama
pada 2028 nanti.
Hebatnya pencapaian luar biasa ini diraih China dalam waktu kurang lebih 40 tahun terakhir.
Padahal negara-negara Eropa dan Amerika membutuhkan waktu ratusan tahun untuk
mencapai kemajuan yang dialami saat ini.
Lalu, apa kunci transformasi China dari negara miskin menjadi kekuatan ekonomi utama
dunia? Salah satu jawabannya adalah visi yang luar biasa dari para pemimpin Partai
Komunis China (PKC).
Kemajuan yang dialami oleh China ini tak lepas dari polesan tangan dingin dan racikan
strategi yang begitu cemerlang dari Deng Xiaoping. Dijuluki sebagai ‘bapak China modern’,
Deng berhasil mengubah China dari negara tradisional menjadi negara modern dengan
penguasaan yang baik di bidang sains, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sosialisme dengan Karakteristik China
Ketika mengambilalih kekuasaan sebagai pemimpin tertinggi Republik Rakyat Tiongkok
(RRT) pada 1978, Deng mulai melancarkan reformasi dengan kebijakan pintu terbuka (open
door policy) terhadap dunia luar. Dia membuka pintu bagi masuknya aliran modal asing
untuk membangkitkan ekonomi China yang lesu.
Hebatnya, ia menggunakan pendekatan yang unik untuk menyehatkan kembali China yang
sakit dengan memperkenalkan sosialisme dengan karakteristik China2. Ada tiga keuntungan
dari sosialisme ini yaitu menguntungkan bagi pengembangan tenaga produktif atau tenaga
kerja dan alat-alat produksi material, meningkatkan kekuatan komprehensif negara, dan untuk
meningkatkan standar hidup rakyat” (Deng, 1993: 372).
Deng melihat China selama ini menggunakan sistem ekonomi yang salah yaitu cara-cara
produksi Marxisme-Leninisme.3 Dia pun meninggalkan model perencanaan terpusat yang
diterapkan Mao Zedong sejak kemerdekaan RRT pada 1949 dan beralih ke ekonomi pasar.
Meskipun demikian, dia tidak menyatakan secara eksplisit meninggalkan ideologi komunis.

1
www.worldbank.org
2
Yingjie Guo, From Marxism to Nationalism: The Chinese Communist Party’s discursive shift in post-Mao era,
Communist and Post-Communist studies, https://doi.org/10.1016/j.postcomstud.2019.10.004, 2-3
3
Kishore Mahbubani, Asia Hemisfer Baru Dunia, Jakarta:Kompas, 2011, 63
Untuk mengubah kondisi negaranya yang masih terbelakang, Deng lalu meluncurkan “Empat
Program Modernisasi” yaitu modernisasi di bidang pertaian, industri, sains dan teknologi
serta militer.4
Pembalikan arah ini menimbulkan perselisihan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri,
mengenai kesesuaian politisnya. Banyak orang mengira Dengan telah meninggalkan
komunisme. Kesalahpahaman ini muncul dari interpretasi atas kata-kata mutiaranya yang
terkenal : Tidak peduli apakah kucing hitam atau putih, yang penting dia dapat menangkap
tikus.5
Prinsip ini menunjukkan sikap pragmatis dari Deng. Dengan prinsip ini, dia ingin
menjustifikasi keputusannya keluar dari kesempitan ideologis komunisme. Ia bahkan
mengatakan bahwa cacatnya pandan kiri lebih besar jika dibandingkan dengan pandangan
kanan.6
Deng lalu meminta agar perdebatan soal sosialisme dan kaptalisme dihentikan. Sebagai
gantinya, dia menggaungkan refomasi yang lebih besar cepat, lebih cepat dan lebih berani.
Emansiasi pikiran
Untuk memuluskan langkah menuju modernitas, Deng berseru kepada rakyatnya: ‘Kita perlu
menjalankan emansipasi besar dalam pola pikir kita’. Seruan emansipasi ini muncul sebagai
usaha untuk menyatukan kekuatan bangsa yang terpecah karena pertarungan kelas.
Kekuatan destruktif Revolusi Kebudayaan harus diubah menjadi energi konstruktif untuk
membangun China baru. Transformasi itu harus dimulai dengan membebaskan rakyat
memiliki pikiran sendiri. Pembebasan pikiran dari indoktrinasi ke emansipasi adalah pilar
pertama dan terpenting dari transformasi China.7
Dalam pandangan Deng, sistem top-down yang tersentralisasi dengan sedikit ruang untuk
kontribusi pribadi tidak cocok dengan ekonomi pasar. Emansipasi diperlukan untuk
mendukung keberhasilan reformasi ekonomi yang bercirikan desentralisasi.
Pemikiran ini lahir dari refleksi atas kegagalan dari program ‘Loncatan Besar ke Depan’ dan
‘Revolusi Kebudayaan’ dari pendahulunya Mao Zedong pada periode 1949-1976. Selama
periode ini, rakyat hidup dalam kelaparan, terisolasi, dan terindoktrinasi, pekerjaan di luar
struktur negara diharamkan, pendidikan dan pengetahuan dilarang, universitas-universitas
ditutup dan ujian masuk perguruan tinggi nasional dihentikan.8
Dengan latar kehidupan masyarakat China yang memprihatinkan ini, Deng harus
mengembanagkan emansipasi, bukan indoktrinasi. Proses ini memerlukan inisiatif dari bawah
untuk meningkatkan produktivitas.
Pendekatan bottom-up yang dipilih Deng membuat dia terbuka menerima usulan petani
mengenai perubahan di sektor pertanian. Dia juga melakukan reformasis pendidikan secara

4
Ibid
5
John Naisbitt & Dorris Naisbitt, Chinas’s Megatends, 8 Pilar Masyarakat Baru, Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama, 2010, XVIII
6
Mahbubani, 91
7
Naisbit&Naisbit, 1
8
Ibid., 2
bertahap namun meluas dengan penekanan pada sains dan teknologi. Tak hanya itu, ekspresi
seni dan kebebasan individu pun meningkat.9
Seruan Deng untuk emansipasi pikiran adalah seruan untuk melihat realitas China tanpa
kacamata berwarna ideologis. Dengan menggaungkan emansipasi pikiran, dia mengajak
masyarakat mencari kebenaran dari fakta-fakta. Seruan ini memberi kepercayaan kepada
rakyat dan melonggarkan cengkeraman pendoktrian melepaskan energi yang dahsyat.
Emansipas pikiran ini juga menjadi pemicu kebangkitan kembali gen wirausaha China yang
telah mati suri dalam waktu lama. Gen ini mendorong China melakukan perjuangan pro aktif
melawan kemiskinan dan keterbelakangan. Hal ini mengantar pada ledakan pertumbuan
bisnis swasta. Hingga akhir 2008, dua per tiga ekonomi China adalah sektor swasta.
Dengan berbagai perubahan ini, lebih dari 400 juta manusia di RRT terbebas dari
kemiskinan, kelaparan dan perjuangan bertahan hidup. China juga memiliki tingkat melek
huruf 90,9 persen, harapan hidup saat lahir 73 tahun da PDB per kapita $5,962.10
Meskipun Mao masih dihormati karena perannya dalam mendirikan kembali China,
kesalahan Revolusi Kebudayaan tidak lagi disangkal. Dalam laporannya kepada Kongres
Partai Ketujuhbelas pada Oktober 2008, Presiden Hu Jintao menengok ke belakang di
awalnya dan meninjau hasil keseluruhan emansipasi pikiran.
Hu Jintao menyebut tiga kemajuan yang dicapai Deng Xiaoping dan para pendukungnya
setelah situasi memprihatinkan yang diwariskan oleh Revolusi Kebudayaan 1966-1976.
Pertama, penelahan imliah atas pemikiran Mao Zedong telah menghentikan teori yang salah
dan praktik pertarungan kelas. Kedua, Deng menyerukan emansipasi pikiran dan pencarian
kebenaran dari fakta-fakta. Ketiga, keputusan politik bersejaran telah diambil untuk
mengalihkan fokus kerja Partai dan negara ke pembangunan ekonomi serta mengawali
reformasi pembukaan diri.11
Jika melihat kondisi saat ini, harus diakui China masih mengejar ketertinggalan dari dunia
Barat. Editorial harian China Daily pada 2007 menulis: Kita harus terus maju di jalur ini bila
kita ingin meraih lebih banyak. Penting untuk dicamkan bahwa 30 tahun terahir ke belakang
bukanlah semata-mata mengenai ekonomi. Emansipasi pikiranlah yang memungkinkan
semua pencapaian itu. Meskipun kita menghargai angka-angka yang bagus hari ini, janganlah
kita kehilangan tekad untuk menjelajahi jalur-jalur baru.
Penutup
Melihat pencapaian ekonomi China dalam empat dekade terakhir sejak era Deng Xiaoping,
kita harus mengangkat topi atas visinya yang begitu brilian tentang masa depan China. Deng
bukanlah seorang konservatif yang fanatik dengan ideologi komunis. Sebaliknya, dia adalah
seorang pragmatis yang terbuka terhadap berbagai perubahan. Bagi Deng, bukan soal apakah
komunisme atau kapitalisme yang terbaik bagi China, tetapi mana yang efektif untuk meraih
potensinya pada masa mendatang.
Lalu, pertanyaannya saat ini adalah apakah China negara kapitalis berjubah komunis atau
negara komunis berjubah kapitalis? Jawabannya bukan salah satu dari keduanya, tetapi
9
Ibid., 3
10
Ibid., 9
11
Ibid.,23
kedua-keduanya. Meskipun menggunakan kucing ekonomi berwajah ganda, dan meskipun
membuka diri serta melakukan reformasi, warna kucing politiknya tidak pernah
dipertanyakan, dan tidak pernah ada demokrasi ala barat yang pernah muncul.12
Daftar Pustaka:
Naisbitt, John & Dorris Naisbitt, Chinas’s Megatends, 8 Pilar Masyarakat Baru,
Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2010
Mahbubani, Kishore, Asia Hemisfer Baru Dunia. Jakarta:Kompas, 2011
Guo, Y., From Marxism to Nationalism: The Chinese Communist Party’s discursive
shift in post-Mao era, Communist and Post-Communist studies,
https://doi.org/10.1016/j.postcomstud.2019.10.004
www.worldbank.org

12
Ibid, XIX

Anda mungkin juga menyukai