NPM : 2106741883
Kelas : Dinamika Sosial-Politik Ekonomi RRT B
Dosen : Albert P. J. Roring, S.S., M.Hum.
Jawaban:
1. Terdapat berbagai permasalahan. Pertama, pembangunan birokrasi. Pemerintah
mencabut beberapa pejabat dari PNT dan kemudian menggantinya dengan pejabat dari
PKT. Pada era tersebut, PKT kekurangan pejabat. Kedua, pembangunan ekonomi.
RRT mengatasi inflasi dengan membuat asosiasi perdagangan internasional,
mengambil alih bank dan mengontrol kreditnya, serta menggunakan metode market-
basket dalam pembayaran gaji pekerja. Ketiga, mengontrol wilayah dan rakyat RRT.
Masyarakat membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan kondisi baru. PKT
mendoktrin ideologi komunisme kepada masyarakat. Keempat, mendapatkan
pengakuan internasional. Kelima, pembangunan militer kuat yang berada di bawah
pimpinan Mao.
Mengontrol masyarakat dianggap sebuah dasar untuk terciptanya sebuah
perdamaian, ketertiban, kemakmuran, dan kekuasaan di Tiongkok. Partai Komunis
Cina, melakukan kontrol para masyarakat Tiongkok, PKC mengadakan rehabilitasi
ekonomi dan mobilisasi rakyat dan mengendalikan inflasi dengan cara mengambil alih
semua sistem perbankan di masyarakat, mendirikan asosiasi perdagangan nasional di
setiap komoditas utama dalam masyarakat, dan membayar pegawai dengan dalam
istilah ‘keranjang pasar’.
Pada tahun 1951-1951 mereka mengadakan Kampanye Tiga Anti untuk
melawan korupsi dan birokratisme yang ditargetkan untuk para pejabat di pemerintahan
dan kelas kapitalis dengan tujuan menguasai pabrik-pabrik. Kemudian PKC melakukan
kolektivitas pertanian dengan memasukan para petani kedalam kelompok-kelompok
yang saling membantu, mendirikan Koperasi Produsen Pertanian, hal ini mencegah
masyarakat tani kaya melawan. Keberhasilan PKC dalam kolektivisasi ini dipuji sebagai
langkah besar menuju keuntungan ekonomi di pedesaan.
Setelah struktur kolektivisasi selesai pada tahun 1958, negara membentuk
monopoli biji-bijian, pengadaan dan pendistribusian pasokan makanan pokok ke
seluruh negeri. Hal ini mengatur harga biji-bijian dan memberitahu petani apa dan
berapa banyak yang harus diproduksi. Negara telah menjadi tuan tanah utama dan
mempertahankan legitimasi dalam peran itu menguji tata negara dengan pertama,
pajak pertanian negara bagian tetap minimum dan secara bertahap turun menjadi 4,5
persen kemudian menetapkan tingkat di mana panen dianggap sebagai “surplus” dan
kemudian meminta setiap tim produksi untuk menyumbangkan biji-bijian dengan
menjualnya ke negara bagian dengan harga tetap yang rendah di negara bagian
tersebut.
2. Mao Zedong pada tahun 1958, menyerukan program ekonomi “Lompatan Jauh
ke Depan”. Tujuan dari program ini adalah membangkitkan ekonomi Tiongkok melalui
insdustrialisasi besar-besaran dengan memanfaatkan tenaga kerja yang murah.
“Lompatan Jauh ke Depan” menjiplak sistem yang telah dilakukan oleh Uni Soviet,
sambil memasukkan unsur tradisional Tiongkok. Pelaksanaan program ini dilakukan
melalui dua jalur, yaitu pada peningkatan produksi baja sebagai bahan baku dan
pendirian industri ringan serta konstruksi.
Rencananya, dalam waktu 5 tahun, produksi industri mau dilipatkan menjadi
enam kali lipat dan produksi pertanian dilipatkan menjadi dua setengah kali. “Lompatan
Jauh ke Depan” dalam praktiknya dilakukan dengan cara mengorganisasikan desa-
desa dalam “komune-komune rakyat” agar setiap saat dapat dikerahkan untuk ikut
dalam panenan atau tenaga kuli untuk proyek-proyek besar. Rumah-rumah disediakan
bagi suami istri agar pada waktu tertentu mereka dapat bertemu untuk menghasilkan
keturunan. Desa-desa diperintah oleh Mao untuk memproduksi baja.
Eksperimen ini menjadi malapetaka raksasa. Produksi pertanian menurun
drastis, baja yang dibuat di desa tidak dipakai, namun Partai Komunis Tiongkok mabuk
dengan angka-angka produksi yang dipalsukan. Situasi dipertajam karena putusnya
hubungan ekonomis dengan Uni Soviet. Kelebihan produksi pertanian yang dilaporkan
ternyata hanya kebohongan, nyatanya pemerintah masih mengimpor gandum. Kondisi
ini mengakibatkan terjadi kelaparan terbesar dalam sejarah manusia. Diperkirakan 30
juta orang mati.
Program “Lompatan Jauh ke Depan” merupakan program ambisius yang gagal
membangun ekonomi Tiongkok. Alih-alih meningkatkan ekonomi Tiongkok melalui
program indutrialisasi, “Lompatan Jauh ke Depan” justru membawa malapetaka dan
bencana kelaparan.
4. Berawal dari Deng Xiaoping yang menciptakan fondasi ekonomi untuk kekuatan
Tiongkok di seluruh dunia dan menormalkan hubungan dengan sebagian besar mitra
utamanya, termasuk Amerika Serikat, Jepang, dan, kemudian, Uni Soviet. Era Deng
Xiaoping merupakan landasan utama yang mengantarkan Tiongkok menuju
perkembangan dan kebangkitannya di masa saat ini. Kepemimpinannya yang reformis
telah berhasil memperbaiki kondisi ekonomi Tiongkok dan reformasi struktural yang ia
lakukan merupakan yang terbesar sejak era Han. Tidak hanya reformasi domestik,
Deng juga melakukan reorientasi politik luar negeri Tiongkok untuk mendukung
upayanya memodernisasi Tiongkok.
Tiongkok kemudian memulai melakukan reformasi besar-besaran yang
menitikberatkan pada 4 sektor utama yaitu, agraris, industri, pertahanan nasional serta
ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, untuk mencapai hal itu, reformasi pendidikan
terlebih dahulu harus dilakukan. Oleh karena itu, pemerintah Tiongkok memberhentikan
program yang mewajibkan siswa untuk bekerja setelah lulus SMA dan membuka
kesempatan yang luas bagi para siswa tersebut untuk mengikuti ujian masuk
universitas dengan tanpa memandang status sosial.
Pada masa kepemimpinan Deng, Tiongkok memfokuskan reformasi di bidang
ekonomi pada sektor agraris mengingat mayoritas masyarakat Tiongkok masih
bertempat tinggal di pedesaan. Tidak heran jika reformasi sektor agraris dipandang
sebagai tonggak utama apabila Tiongkok ingin memperbaiki kondisi perekonomiannya.
Reformasi yang dilakukan Deng termasuk melakukan desentralisasi dan menerapkan
mekanisme ekonomi pasar seperti household responsibility system di mana masyarakat
diperbolehkan untuk mengambil keuntungan dari produk yang mereka hasilkan.
Di 3 sektor lainnya (industri, ilmu pengetahuan dan teknologi serta pertahanan
nasional), Tiongkok mengambil sebuah kebijakan yang terbilang ‘radikal’ dengan
membuka negerinya pada dunia internasional. Kebijakan ini lebih dikenal dengan istilah
open door policy. Tiongkok mulai membuka peluang bagi masuknya investasi asing
untuk kepentingan ekonomi mereka. Open door policy ini terbukti berdampak positif
terhadap Tiongkok karena memungkinkan adanya pertukaran ilmu pengetahuan dan
teknologi, investasi asing dan menjalin hubungan baik dengan negara-negara lain
khususnya negara-negara Barat.
5. Dengan memudarnya pengaruh dari Deng Xiaoping dan anggota Delapan Tetua
karena usia sepuh, serta dengan bantuan pemimpin partai dan negara yang lama dan
berkuasa, tetua Chen Yun dan mantan presiden Li Xiannian, Jiang Zemin aktif menjadi
"pemimpin tertinggi" pada era 1990-an. Di bawah kepemimpinannya, Tiongkok
mengalami reformasi pertumbuhan dan perkembangan substansial, menerima kembali
Hong Kong dari Britania Raya dan Makau dari Portugal secara damai, dan memperbaiki
hubungan luar negeri dengan mempertahankan kendali ketat Partai Komunis terhadap
pemerintahan.
Masalah ketimpangan pembangunan antardaerah di Tiongkok baru mendapat
perhatian khusus dari pemerintah sejak kepemimpinan Jiang Zemin. Jiang meluncurkan
suatu strategi pembangunan yang secara spesifik menargetkan pengejaran
pembangunan di daerah barat yang disebut dengan Western Development Strategy
(WDS) pada tahun 1999
Jiang Zemin membawa kebijakan politik Jalur Sutra untuk membuka
perdagangan antar benua Asia dan Eropa hingga mempererat hubungan negara yang
masuk di dalamnya. Namun, Jiang telah dikritik karena terlalu memperhatikan
pencitraan di dalam negeri, dan terlalu lunak terhadap Rusia dan Amerika Serikat.