Laporan Akhir - Kajian Peningkatan Kapasitas Pamong DIY 2023
Laporan Akhir - Kajian Peningkatan Kapasitas Pamong DIY 2023
Disusun oleh:
Fatih Gama Abisono N., S.IP., MA. (Tenaga Ahli Bidang Kebijakan Publik)
Melani Jayanti, S.Psi., M.A. (Tenaga Ahli Bidang Manajemen Sumber Daya Manusia)
Mlathi Anggayuh Jati, S.Psi. (Asisten Tenaga Ahli)
HALAMAN JUDUL
HALAMAN JUDUL..................................................................................................................0
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 1
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................... 2
A. Latar Belakang................................................................................................................ 2
B. Dasar Hukum................................................................................................................... 3
C. Maksud & Tujuan............................................................................................................ 4
D. Keluaran Kajian..............................................................................................................4
BAB II KAJIAN PAMONG KALURAHAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.........5
A. Kajian Konseptual Tentang Pamong Kalurahan Daerah Istimewa Yogyakarta.............. 5
B. Analisis Peraturan Perundangan Tentang Pamong Kalurahan di DIY.......................... 12
C. Kajian Empirik Pamong Desa di DIY: Isu Strategis dan Agenda................................ 22
BAB III METODOLOGI KAJIAN..........................................................................................42
A. Desain Kajian................................................................................................................ 42
B. Kerangka Operasional Kajian........................................................................................45
C. Rancangan Pengumpulan Data...................................................................................... 48
D. Analisis Data................................................................................................................. 49
E. Tata Kala Kajian............................................................................................................ 51
BAB IV STANDAR KOMPETENSI JABATAN PAMONG KALURAHAN........................52
A. Standar Kompetensi Jabatan......................................................................................... 52
BAB V KEBUTUHAN DAN DESAIN PENINGKATAN KAPASITAS PAMONG
KALURAHAN.......................................................................................................................156
A. Kebutuhan peningkatan kapasitas............................................................................... 157
B. Desain peningkatan kapasitas...................................................................................... 160
BAB VI PROFILING DAN PENILAIAN KOMPETENSI PAMONG KALURAHAN...... 182
A. Profiling.......................................................................................................................182
C. Penilaian Kompetensi.................................................................................................. 188
D. Tindaklanjut hasil Profiling dan Penilaian Kompetensi.............................................. 201
BAB VII SIMPULAN & REKOMENDASI......................................................................... 203
A. Simpulan......................................................................................................................203
B. Rekomendasi............................................................................................................... 205
BAB VIII PENUTUP.............................................................................................................210
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 211
LAMPIRAN........................................................................................................................... 212
A. Instrumen Wawancara................................................................................................. 212
B. Daftar Narasumber...................................................................................................... 214
C. Catatan Wawancara..................................................................................................... 215
D. Dokumentasi Pengambilan Data................................................................................. 244
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2023 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2022-2027
menjadikan Kalurahan sebagai salah satu prioritas pembangunan DIY selama kurun
waktu 2022 — 2027. Arah pembangunan DIY tahun 2022 — 2027 yang berpusat pada
Kalurahan tersebut harus ditopang oleh kapasitas pemerintahan kalurahan dalam
menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan yang memadai. Kapasitas
Pemerintahan Kalurahan tentunya terkait dengan kemampuan Pemerintahan Kalurahan
dalam melaksanakan tugas dan fungsi serta kewenangannya.
Saat ini secara umum kapasitas pemerintahan kalurahan masih memiliki keterbatasan
dalam beberapa aspek sehingga perlu dikembangkan. Strategi pengembangan kapasitas
(capacity building) dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan menurut Merilee
S.Grindle (dalam Mayahayati Kusumaningrum, dkk. 2016:25) terdiri dari 3 (tiga)
dimensi yaitu pengembangan sumber daya manusia (development of the human
resource), memperkuat organisasi (strengthening organization), reformasi institusi
(reformation of institutions).
Secara spesifik, dalam konteks pengembangan sumber daya manusia (development of
the human resource), pengembangan kapasitas dilakukan pada level individu yakni pada
peningkatan kompetensi penyelenggara pemerintahan kalurahan. Strategi peningkatan
kapasitas penyelenggara pemerintahan kalurahan merupakan aspek utama yang harus
dikedepankan. Dalam salah satu riset yang dilakukan oleh BPS pada 2021, salah satu
faktor utama penyebab kegagalan penyaluran dana desa di Provinsi Jambi adalah
ketidaksiapan pemerintah desa yang berangkat dari keterbatasan sumber daya manusia
pamongnya. Dengan demikian kompetensi yang dimiliki dari pemerintahan kalurahan
sangat berpengaruh terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
sehingga pemerintahan kalurahan harus memiliki kompetensi yang memadai.
Sebagai sebuah profesi, pamong pemerintahan kalurahan yang terdiri lurah, perangkat
kalurahan, dan perangkat Badan Permusyawaratan Kalurahan perlu dirumuskan standar
kompetensi yang merupakan rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan, dan/atau keahlian serta perilaku kerja yang relevan dengan
pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan. Dalam konteks strategi
2
pengembangan kapasitas pamong pemerintahan kalurahan, standar kompetensi yang
disusun menjadi acuan bagi pemangku kepentingan dalam meningkatkan kompetensi
lurah, perangkat kalurahan dan pamong Badan Permusyawaratan Kalurahan.
Disamping penyusunan standar kompetensi, perlu dirumuskan pula jenis-jenis
pelatihan yang dibutuhkan pamong pemerintahan kalurahan dalam meningkatkan
kecakapan pelaksanaan tugas jabatannya. Setelah disusun standar kompetensi, telah
dirumuskan kebijakan pengembangan kompetensi melalui jenis-jenis pelatihan yang
dibutuhkan, strategi pengembangan kapasitas pamong pemerintahan kalurahan kemudian
mengarah pada kebutuhan untuk merumuskan kebijakan penilaian kompetensi
(assessment) lurah, perangkat kalurahan dan Badan Permusyawaratan Kalurahan
berdasarkan standar kompetensi jabatan yang telah ditetapkan. Penilaian kompetensi
melihat kesenjangan atau gap kompetensi sehingga akan terpetakan dengan jelas
rangkaian intervensi pengembangan kompetensi yang dibutuhkan dalam suatu rumusan
kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi pamong Pemerintahan Kalurahan
yang berbasis pada pemanfaatan TIK. Rencana pengembangan kompetensi akan menjadi
menjadi pedoman pelaksanaan pengembangan kompetensi yang nantinya akan dilakukan
baik oleh Pemerintah Daerah DIY, pemerintah kabupaten, maupun oleh pemerintah
kalurahan sendiri.
B. Dasar Hukum
Dasar hukum kajian pedoman pengembangan kompetensi pamong penyelenggara
Pemerintahan Kalurahan berbasis TIK adalah:
3
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 2015 Tentang Susunan
Organisasi Dan Tata Kerja Pemerintah Desa
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 Tentang Badan
Permusyawaratan Desa
9. Peraturan Daerah DIY No. 1 Tahun 2018 Tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah
DIY
10. Peraturan Gubernur DIY No. 25 Tahun 2019 tentang Pedoman Kelembagaan Urusan
Keistimewaan pada Pemerintah Kabupaten, Kota dan Kalurahan
11. Peraturan Gubernur DIY No. 2 Tahun-2020 tentang Pedoman Pemerintahan
Kalurahan
12. Peraturan Gubernur DIY No.19 Tahun 2022 tentang Budaya Pemerintahan
D. Keluaran Kajian
Keluaran kajian Pedoman pengembangan kompetensi pamong penyelenggara
pemerintahan kalurahan berbasis TIK yakni:
1. Penyusunan standar kompetensi
2. Pemetaan kebutuhan pelatihan
3. Penyusunan materi profiling dan penilaian kompetensi
4
BAB II
KAJIAN PAMONG KALURAHAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
5
dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota dan hanya menjadi beban bagi desa karena
tidak disertai dengan pendanaan yang semestinya.
Keterbatasan kewenangan itu juga membuat fungsi Desa menjadi terbatas dan
tidak memberikan ruang gerak bagi Desa untuk mengurus tata pemerintahannya
sendiri. Demikian juga dalam hal perencanaan pembangunan. Desa hanya menjadi
bagian dari perencanaan daerah yang secara normatif-metodologis ditempuh secara
partisipatif dan berangkat dari bawah (bottom up). Setiap tahun Desa diwajibkan untuk
menyelenggarakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes)
untuk mengusulkan rencana kepada kabupaten/kota. Praktik empiriknya proses itu tidak
menjadikan perencanaan yang partisipatif, dimana perencanaan Desa yang tertuang
dalam Musrenbang, hanya menjadi dokumen kelengkapan pada proses perencanaan
kabupaten/kota.
Lahirnya UU No. 6/2014 tentang Desa, menjadi fase awal transformasi regulasi
untuk membangun otonomi dan kemandirian desa. Sebagai bentuk afirmasi politis,
lahirnya UU Desa menyediakan peluang untuk memperbesar akses, kontrol, dan
manfaat bagi desa guna membangun tata kelola pemerintahan demokratis yang
diorientasikan bagi tercapainya kesejahteraan warga desa (Abisono, 2018). UU Desa
telah menegaskan pengakuan negara atas hak-hak konstitusional desa sebagai satuan
sosial dan pemerintahan yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional, tidak lagi
diperlakukan sebagai bagian dari pemerintah supra desa. Implikasi dari konstruksi ini,
negara mengakui otonomi desa untuk mengurus urusannya, termasuk kewenangan yang
didapatkan dari asal-usul desa seperti hak ulayat yang diwadahi dalam format desa
adat, serta mengelola (bukan menerima) berbagai urusan yang diberikan atau
ditugaskan oleh pemerintah supra desa di wilayahnya. Ringkanya, desa tidak lagi
ditempatkan sebagai alas kaki pemerintahan supra desa, yang memungkinkan bagi desa
membangun keberdayaan dengan spirit otonomi dan kemandirian lokal.
Kedudukan desa dalam UU No. 6/2014 jelas menempatkan desa dalam format
kelembagaan hybrid yakni self governing community dan local self government. Self
governing community adalah komunitas yang memiliki hak untuk mengatur dan
mengurus kepentingannya sendiri secara bebas, lepas dari pengaturan pihak luar desa.
Konsekuensinya, desa tidak dijadikan bagian dari birokrasi negara, tetapi desa masih
dapat menjalankan penugasan urusan pemerintahan dari supra desa (pemerintah pusat,
provinsi, kabupaten/kota). Dalam format self governing community, negara mengakui
hak asal-usul desa diakui (rekognisi) oleh negara.
6
Sedangkan format self local government ditunjukkan dengan adanya ruang
kewenangan yang luas bagi desa untuk mengatur dan mengurus kewenangan
berdasarkan prakarsa lokal (subsidiaritas). Local self government diartikan sebagai
pemerintahan sendiri berskala lokal, yakni kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, serta
diakui oleh otoritas negara. “Ruang” berupa kewenangan yang luas tersebut diikuti
dengan “Uang” berupa pengembangan berbagai sumber dana penerimaan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan desa.[1]
Bagaimana pengaturan desa-desa di DIY? Pengaturan desa-desa di DIY sebetulnya
tidak berbeda dengan desa-desa di seluruh nusantara. Hanya saja pengaturan desa-desa
di DIY disesuaikan dengan konteks asimetris DIY sebagai daerah yang ditata dengan
pengaturan khusus. Terbitnya UU No.13/2012 tentang Keistimewaan DIY
mengandung konsekuensi pengaturan tentang desa sedikit berbeda dengan desa-desa di
daerah lain. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, dalam
konteks kelembagaan, desa-desa di DIY mengalami perubahan nomenklatur
menjadikan kelembagaan desa di DIY berubah nama menjadi Kalurahan. Kedua, meski
diakui sebagai masyarakat hukum oleh sistem pemerintahan Indonesia, desa-desa di
DIY juga melaksanakan urusan keistimewaan. Hal itu semakin menegaskan bahwa
Kalurahan merupakan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
menjadi bagian dari Kasultanan/Kadipaten. Dengan demikian, selain memiliki
kewenangan sebagaimana diatur dalam UU No. 6/2014 tentang Desa, kalurahan juga
memiliki kewenangan penugasan di bidang keistimewaan yakni urusan kelembagaan,
kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang.
Pengaturan secara khusus desa di DIY dalam konteks keistimewaan didasarkan
pada argumen bahwa kalurahan mempunyai sejarah dan asal usul yang bersamaan
dengan sejarah dan asal-usul Daerah Istimewa Yogyakarta. Kalurahan merupakan
bagian pemerintahan dalam sistem pemerintahan Kasultanan Ngayogyakarta dan
Kadipaten Pakualaman (Lihat Soemardjan, 2009). Oleh karena itu, kalurahan
merupakan susunan pemerintahan asli desa di DIY. Sebagai bagian dari Sistem
Pemerintahan Kasultanan dan Kadipaten, saat itu desa memiliki hak yakni memilih
sendiri kepala desa dan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (Sudarwo
dalam Yudahadiningrat, 2019). Di masa pasca reformasi, eksistensi kalurahan
dihidupkan kembali untuk mewujudkan Kalurahan yang berdikari, berbudaya, rukun,
7
berketahanan, demokratis, maju, dan makmur (Penjelasan Pergub No. 2 Tahun 2020
tentang Pedoman Pemerintahan Kalurahan).
Merujuk pada desain kelembagaan tersebut, pengaturan tentang kedudukan dan
kewenangan desa dalam konteks keistimewaan masih sejalan dengan UU No. 6 tahun
2014 Tentang Desa yang memberikan ruang keragaman bagi desa-desa di Indonesia
berdasarkan hak asal-usul. Dengan demikian pengaturan desa di DIY menegaskan pola
hybrid yakni perpaduan antara format self governing community serta local self
government. Dalam konteks ini, penyesuaian format kelembagaan desa di DIY menjadi
kalurahan sesungguhnya justru memperkuat kedudukan desa di DIY sebagai susunan
pemerintahan asli di DIY yang diakui dihormati kedudukannya dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.[2]
8
Pada satu sisi, perubahan kedudukan desa menjadi local self government terjadi
setelah kemerdekaan Indonesia. Perubahan tersebut mempengaruhi kedudukan
perangkat desa. Dalam konteks ini, desa diposisikan sebagai organisasi formal yang
dibentuk oleh sebuah “society” untuk mencapai tujuan tertentu. Hal ini artinya,
perangkat desa bertransformasi menjadi birokrasi (Wasistiono, 2019). Sebelum
terbitnya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, hak-hak perangkat desa belum jelas.
Mereka tidak menerima gaji atau tunjangan, meski perangkat desa menjadi organisasi
berwatak birokratis. Lahirnya UU Desa No.6 tahun 2014 tentang Desa, mengukuhkan
hak-hak kepala desa dan perangkat desa dengan memperoleh imbalan tetap. Mereka
menerima penghasilan tetap (Siltap), bukan gaji. Besarnya penghasilan tetap tergantung
pada besarnya Alokasi Dana Desa (ADD) pada masing-masing kabupaten/kota. Pada
titik ini, semakin menegaskan bahwa perangkat desa merupakan birokrasi pemerintahan
lokal dan tidak menjadi bagian dari birokrasi negara.
Karena bukan menjadi bagian dari birokrasi negara, perangkat desa tidak dapat
disebut sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) meski menjadi bagian dari
penyelenggara negara. Sebagai konsekuensi logis dari kedudukan kelembagaan
semacam itu, maka kedudukan perangkat desa adalah perangkat dari sebuah komunitas
yang diatur menurut tata cara mereka sendiri. Mereka sudah pasti bukan ASN, sehingga
mereka tidak perlu lagi memakai seragam seperti ASN (Wasistiono, 2019).
Kelembagaan desa diharapkan memunculkan keragaman budaya sehingga setiap desa
memiliki ciri khas tersendiri sebagaimana ruang yang disediakan oleh UU No. 6 Tahun
2014 tentang Desa.
Di DIY upaya untuk menghidupkan susunan pemerintahan asli desa dilakukan
dalam konteks keistimewaan DIY. Terbitnya Peraturan Gubernur No. 25 Tahun 2019
mengatur tentang susunan asli tersebut yang ditandai dengan perubahan nomenklatur
desa beserta perangkat desa. Hal itu juga diikuti dengan penugasan bagi lurah dan
pamong desa dalam melaksanakan urusan keistimewaan. Perubahan tersebut diikuti
dengan perubahan nomenklatur kepala desa, perangkat desa, dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD).
9
“among” yang bermakna mengasuh. Secara filosofis pamong merupakan pemangku
yang memiliki tugas mengasuh. Konsep ini lekat dengan konsep pendidikan karena
pada hakikatnya, desa adalah komunitas belajar (school community) untuk menemukan
cara hidup yang sesuai dengan konteks ruang (kondisi alam) dan waktu (zamannya)
(Wawancara pengurus Pawiyatan, Fajar Sudarwo, tanggal 1 November 2023). Oleh
karena itu, Pamong yang ideal adalah pamong yang sadar ruang dan waktu yakni
memiliki pengetahuan yang baik mengenai lanskap serta asal-usul (sejarah) desanya.
Untuk itu, mandat yang dapat diberikan kepada pamong adalah untuk meningkatkan
kapasitas dirinya sehingga dapat menjalankan peran “pamomong” (pengasuhan) yang
dapat menghidupkan desa sebagai sekolah kehidupan (community school).
Pada era UU No. 6 Tahun 2014, pamong kalurahan memiliki tugas dan fungsi yang
cukup berat. Pamong dituntut untuk dapat “ngemong” warga atau menjadi pemimpin
yang melayani warganya, “ngemong” lingkungan dan alam” atau menjaga dan
melestarikan alam, serta “ngemong” pemerintah yakni bertugas mengawal kebijakan
dan program pemerintah supra kalurahan (Wawancara pengurus Pawiyatan, Fajar
Sudarwo, tanggal 1 November 2023). Oleh karena itu, pamong perlu mengasah
kepekaan agar dapat mengenali dan memahami karakteristik semua pihak. Pamong
juga dituntut untuk bisa menguasai banyak "bahasa". Dalam hal ini, pamong
diharapkan mampu menyesuaikan diri ketika menjalankan tugas untuk memenuhi
ekspektasi supra desa, harapan masyarakat, dan menjaga keseimbangan alam. Hal ini
dapat sangat membantu pamong dalam memahami mandat yang diberikan dari semua
pihak dan membuat kinerjanya lebih efektif.
Konsep pamong dalam kajian ini merujuk bukan hanya pada perangkat desa namun
juga para pihak yang memiliki tugas mengawal penyelenggaraan pemerintahan desa.
Pamong kalurahan dalam hal ini mencakup Lurah, Perangkat Kalurahan, serta Badan
Permusyawaratan Kalurahan (Bamuskal). Ketiga pihak inilah yang secara formal
menjalankan pemerintahan kalurahan. Hal ini dapat dilacak dari formasi pemerintahan
kalurahan di DIY manakala Sri Sultan Hamengku Buwono IX melakukan reformasi
desa sekira tahun 1946-1948. Dalam studi Soemardjan (2009), ketiga pihak yakni,
Lurah, Dewan Perwakilan Kalurahan, serta Pembantu Lurah (Perangkat desa, termasuk
Kepala Dusun yang disebut Dukuh) adalah wali desa. Mereka dipilih secara langsung
oleh kepala keluarga dalam satu desa. Di atas kelembagaan tersebut terdapat Majelis
Desa sebagai lembaga pengambil keputusan tertinggi di kalurahan.[3]
10
Pada era Orde Baru, struktur pemerintahan desa, ditata ulang dengan menempatkan
desa sebagai struktur pemerintahan terendah di bawah camat. Hal ini memiliki
konsekuensi berupa perampingan pemerintahan desa dengan menghapuskan Dewan
Perwakilan Kalurahan. Struktur pemerintah desa terdiri dari kepala desa dan perangkat
desa saja. Hal ini dilakukan sebagai bentuk memastikan kepatuhan terhadap pemerintah
Orde Baru untuk mengontrol politik pedesaan dengan menjadikan kepala desa aktor
utama dalam pemerintahan desa. Pada masa reformasi, kelembagaan pemerintahan
desa dipulihkan dengan menghidupkan kembali lembaga perwakilan yang dikenal
dengan sebutan Badan Perwakilan Desa (BPD) dengan terbitnya UU No. 22/1999
tentang Otonomi Daerah. Konstruksi BPD sedikit berubah menjadi Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) dengan lahirnya UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Keberadaan BPD semakin kuat dengan diundangkannya UU No. 6/2014
tentang Desa.
Merujuk paparan tersebut, menegaskan bahwa cakupan tentang pamong kalurahan
dalam kajian ini perlu diperluas. Tidak saja menunjuk pada perangkat desa, namun
juga termasuk lurah selaku kepala desa dan Badan Permusyawaratan Kelurahan.
Mereka menjalankan fungsi-fungsi tidak saja fungsi birokratis yang bersifat
administratif juga menjalankan fungsi kepemimpinan di masyarakatnya (local leader).
Mereka adalah representasi kepentingan masyarakat setempat yang mewadahi
kalurahan baik sebagai self governing community maupun local self government.
Berangkat dari posisi demikian kajian ini mengajukan dua catatan penting tentang
konsep pamong desa yakni: pertama, konstruksi dualitas pamong yakni menjalankan
fungsi kepemimpinan masyarakat dan fungsi birokrasi lokal tidak dapat ditempatkan
sebagai bagian dari birokrasi negara. Oleh karena itu pamong desa tidak dapat
diperlakukan seperti Aparatur Sipil Negara (ASN). Meski demikian, pamong desa
merupakan bagian dari penyelenggara pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Kedua, mengingat dualitas tersebut cara kerja pamong
desa tidak dapat diletakkan sebagai kerja individual namun dirajut dalam kerja-kerja
kolektif dan organik yang tumbuh dari konteks sosial historis masyarakat desa. Setiap
desa memiliki cara hidup yang organik termasuk dalam mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakatnya.
Oleh karena itu, kajian ini mengambil posisi standar kecakapan pamong ini dimaknai
sebagai panduan untuk mencapai profil pamong yang ideal. Terkait dengan profil ideal
11
pamong, kajian ini memang mengadaptasi prinsip-prinsip dari model standar
kompetensi ASN. Hal ini dilakukan sebagai jawaban atas tantangan masa depan bagi
pemerintahan desa yang semakin kompleks yang membutuhkan birokrasi yang adaptif
terhadap perubahan, agile (lincah), serta berorientasi pelayanan. Namun demikian,
tidak seluruh standar kecakapan ASN digunakan untuk membangun panduan
kecakapan pamong desa. Standar kompetensi ASN untuk penyusunan panduan
kecakapan pamong ini perlu penyederhanaan agar sesuai dengan konteks keragaman
desa, termasuk di DIY.
12
sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk Gubernur dan bertahta sebagai Adipati Paku
Alam untuk calon Wakil Gubernur.
Undang-undang ini memiliki konsekuensi terhadap desa di DIY sebagai entitas
masyarakat hukum adat. Dalam sejarahnya, susunan pemerintahan asli desa-desa di
DIY merupakan bagian dari sistem pemerintahan Kasultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Dengan demikian, desa-desa di DIY adalah
bagian dari birokrasi pemerintahan Kasultanan dan Kadipaten sebelum adanya NKRI.
Pasca terbitnya UU No. 13/2012 tentang Keistimewaan DIY, pengaturan tentang desa
di DIY juga diatur di bawah rezim keistimewaan DIY. Hal ini ditandai dengan
dikukuhkannya desa sebagai pemangku urusan keistimewaan.
13
pemberdayaan, dan keberlanjutan. Inti arah transformasi yang ditata melalui UU Desa
dapat disarikan sebagai berikut (Musyaddad, 2015:7):
14
Keuangan dan § Penambahan sumber
Aset desa penerimaan desa dari alokasi Dana Desa dari APBN
APBN (Dana Desa) sebagai melengkapi sumber
bentuk pengakuan atas penerimaan lainnya: PADes,
kedudukan desa. ADD (bagian dari Dana
§ Pengakuan aset desa sebagai Perimbangan Kab/Kota),
kekayaan desa untuk dikelola, Bagian pajak dan retribusi
sekaligus pengembalian aset daerah, hibah, lain-lain
desa yang diambil Pemerintah pendapatan.
Kab/Kota (kec. fasilitas
Aset desa dapat diusahakan
umum).
untuk menambah PADes dan
kesejahteraan masyarakat
desa.
Pelembagaan § Pemerintahan Desa
demokrasi dalam diselenggarakan oleh Demokrasi langsung dan
tata kelola Pemerintah Desa yang deliberatif dijamin
pemerintahan dikepalai Kepala Desa dan keberadaannya. Tata relasi
desa dipilih secara langsung antar aktor desa
§ Akses & kontrol warga atas memungkinkan akses dan
pengambilan keputusan kontrol warga pada setiap fase
strategis desa dijamin melalui kebijakan bagi akuntabilitas
musyawarah desa (forum penyelenggaraan
tertinggi pengambilan pemerintahan desa.
kebijakan)
§ BPD: perwakilan penduduk
sebagai penyalur aspirasi dan
mengawasi kinerja Kepala
Desa
§ Penataan partisipasi warga
dibuka melalui berbagai
lembaga kemasyarakatan
sebagai mitra Pemerintah
Desa.
Kebijakan § Sinkronisasi, harmonisasi, dan
Pembangunan integrasi perencanaan desa Pembangunan desa
desa dan dalam SPPD dan SPPN. berlangsung integratif,
perdesaan § RPJMDes dan RKPDes sebagai terkonsolidasi, dan
satu-satunya dokumen partisipatoris.
perencanaan di desa. Potensi “alienasi” otonomi
§ Kerjasama antar desa serta desa ditekan melalui
antara desa dan supra desa pembangunan kawasan.
dalam membangun
15
keterpaduan pembangunan
kawasan.
Sumber: diolah dari UU No. 32/2004, UU No. 6/2014, PP No. 72/2005, PP No.
43/2014, serta PP No. 60/2014
16
4. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Perubahan pengaturan regulasi ini dengan PP 47/2015 lebih banyak memastikan
mandat pengaturan lebih lanjut kepada kementerian yang mengurus urusan
pemerintahan dalam negeri yakni kementerian dalam negeri. Materi pengaturan yang
diatur lebih lanjut dengan peraturan kementerian dalam negeri yakni mengenai:
pemilihan kepala Desa; laporan penyelenggaraan pemerintahan desa; kebijakan
penundaan pelaksanaan pemilihan kepala Desa; tata cara pemberhentian kepala Desa;
tiga bidang urusan di bawah sekretariat desa; tiga seksi oleh pelaksana teknis; kepala
Desa dan perangkat Desa; pakaian dinas dan atribut; tugas, fungsi, kewenangan, hak
dan kewajiban, pengisian keanggotaan, pemberhentian anggota, serta peraturan tata
tertib BPD. Sedangkan untuk Pengalokasian ADD untuk penghasilan tetap kepala Desa
dan perangkat Desa dan besaran dan persentase penghasilan tetap kepala Desa dan
perangkat Desa diatur dan ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota.
17
memperhatikan hak asal usul dan nilai sosial budaya masyarakat setempat dan syarat
lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Selain itu juga menambahkan
pengaturan tentang rincian kelengkapan persyaratan administrasi. Penambahan juga
terkait pengaturan secara rinci mekanisme pengangkatan. Regulasi ini juga memuat
pengaturan tentang pemberhentian perangkat desa yang menjangkau tentang
persyaratan tentang alasan berhenti, diberhentikan, diberhentikan sementara karena
terlibat persoalan hukum beserta tahapan-tahapan pelaksanaannya.
Selain pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa, regulasi ini juga mengatur
tentang kekosongan jabatan perangkat desa, pengangkatan staf desa, penggunaan
atribut dan pakaian dinas perangkat desa, serta peningkatan kapasitas perangkat desa.
Khusus pengaturan tentang peningkatan kapasitas perangkat desa mewajibkan
perangkat desa mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kapasitas dengan biaya yang
bersumber dari APBN, APBD, APBDes, serta sumber-sumber lain yang sah. Peraturan
menteri ini juga memastikan jaminan kesejahteraan bagi perangkat desa berupa jaminan
kesehatan dan tunjangan tambahan penghasilan dan penerimaan yang sah dengan
memperhatikan masa kerja dan jabatan perangkat desa yang bersumber dari APB Desa.
18
pemerintahan, seksi kesejahteraan dan seksi pelayanan, serta paling sedikit 2 (dua)
seksi yakni pemerintahan dan seksi kesejahteraan dan pelayanan.
Regulasi ini juga mengatur tugas dan fungsi masing-masing jabatan secara rinci.
Peraturan ini mengatur pula besaran organisasi pemerintahan desa sesuai dengan
tingkat perkembangan desa swasembada, desa swakarya, dan desa swadaya. Guna
menjalankan roda organisasi dalam peraturan ini menjangkau pula pengaturan tentang
tata kerja, pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah supra desa.
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 Tentang Badan
Permusyawaratan Desa
Peraturan perundangan ini mengatur secara khusus tentang BPD untuk
memberikan kepastian bagi BPD sebagai lembaga desa yang menjalankan fungsi
pemerintahan desa. Kehadiran regulasi ini diharapkan dapat mempertegas peran BPD
dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa; mendorong BPD agar mampu menampung
dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; serta mendorong BPD dalam mewujudkan
tata kelola pemerintahan yang baik di Desa. Ruang lingkup pengaturan regulasi ini
mencakup: keanggotaan dan kelembagaan BPD; fungsi, tugas, hak, kewajiban dan
kewenangan BPD; peraturan tata tertib BPD; pembinaan dan pengawasan; dan
pendanaan BPD. .
Terkait dengan keanggotaan, regulasi ini mengatur afirmasi bagi keterwakilan
perempuan, jumlah maksimal dan minimal anggota BPD dengan memperhatikan
jumlah penduduk, kemampuan Keuangan Desa, dan keterwakilan satuan wilayah dalam
desa. Selain itu, peraturan ini juga mengatur persyaratan, mekanisme pemilihan,
pemberhentian, pemberhentian sementara, serta pemilihan anggota antar waktu, hingga
larangan anggota BPD. Secara kelembagaan, dalam peraturan ini juga diatur tentang
struktur BPD yakni terdiri dari pimpinan dan bidang. Bidang terdiri dari bidang
pemerintahan desa dan pembinaan kemasyarakatan serta bidang pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat.
Peraturan perundangan ini mengatur secara rinci fungsi dan tugas BPD. Dalam
regulasi ini yang dimaksud fungsi BPD yakni membahas dan menyepakati rancangan
peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat desa; serta melakukan pengawasan kinerja kepala desa. Sedangkan tugas
BPD memuat: menggali, menampung, mengelola, menyalurkan aspirasi masyarakat;
menyelenggarakan musyawarah BPD dan musyawarah Desa; membentuk panitia
19
pemilihan Kepala Desa; menyelenggarakan musyawarah Desa khusus untuk pemilihan
Kepala Desa antar waktu; membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa
bersama Kepala Desa; melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa;
melakukan evaluasi laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
menciptakan hubungan kerja yang harmonis dengan Pemerintah Desa dan lembaga
Desa lainnya; dan melaksanakan tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan. Terkait dengan hak, kewajiban, dan kewenangan BPD diatur
secara khusus dalam pengaturan ini yang dibedakan antara hak, kewajiban, dan
kewenangan kelembagaan dan anggota BPD.
10. Peraturan Gubernur DIY No. 25 Tahun 2019 tentang Pedoman Kelembagaan
Urusan Keistimewaan pada Pemerintah Kabupaten, Kota dan Kalurahan
Regulasi ini mengatur tentang perubahan kelembagaan pemerintah kabupaten/kota
dan desa di DIY dalam konteks pelaksanaan urusan keistimewaan DIY yang ditandai
dengan perubahan nomenklatur. Sebagai konsekuensi hadirnya regulasi ini secara
implisit memberikan kewenangan penugasan bagi desa-desa di DIY untuk
melaksanakan urusan keistimewaan. Hal itu ditunjukkan dengan didelegasikannya
sejumlah urusan keistimewaan yakni pertanahan, tata ruang, dan kebudayaan pada
lurah dan perangkat kalurahan. Untuk perubahan kelembagaan desa yang menjadi
kalurahan dapat dilihat dalam Tabel 2.2. sebagaimana tersaji dalam tabel sebagai
berikut:
20
Tabel 2.2. Perubahan Nomenklatur Pamong Desa di DIY
11. Peraturan Gubernur DIY No. 2 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemerintahan
Kalurahan
Regulasi ini semakin mengukuhkan peran desa (kalurahan) dalam penyelenggaraan
urusan keistimewaan. Hal itu ditunjukkan dengan dikukuhkannya lurah sebagai
pemangku keistimewaan. Terkait dengan pengaturan tentang perangkat desa, materi
21
pengaturan regulasi ini masih sama dengan Pergub No. 25 Tahun 2019. Regulasi ini
juga lebih rinci mengatur tentang nomenklatur baru yakni Badan Permusyawaratan
Kalurahan (Bamuskal) sebagai sebutan lain dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
untuk desa-desa di DIY. Sebagai konsekuensinya, Bamuskal juga mendapatkan
kewenangan pelaksanaan urusan keistimewaan terutama terkait dengan fungsi
pengawasan.
12. Peraturan Gubernur DIY No.19 Tahun 2022 tentang Budaya Pemerintahan
Peraturan perundangan ini bertujuan mengarusutamakan nilai-nilai budaya
pemerintahan pada penyelenggara pemerintahan dengan menyediakan pedoman
implementasi budaya pemerintahan dalam rangka perbaikan tata kelola pemerintahan.
Budaya pemerintahan yang dimaksud dalam peraturan ini berakar dari kekhasan
nilai-nilai kearifan lokal DIY dipadukan dengan nilai-nilai birokrasi pemerintahan yang
profesional. Nilai-nilai budaya pemerintahan khas DIY bersandar pada nilai filosofi
hamemayu hayuning bawana, dan ajaran moral sawiji, greget, sengguh, ora mingkuh
serta semangat golong-gilig. Sedangkan nilai budaya pemerintahan profesional berupa
nilai dasar berorientasi pelayanan, akuntabel, kompeten, harmonis, loyal, adaptif,
kolaboratif. Dalam regulasi ini, pemerintah kalurahan didudukkan sebagai salah satu
penyelenggara pemerintahan bersama dengan pegawai pada Pemerintah Daerah DIY,
Pemerintahan Kabupaten/Kota, baik sebagai Pejabat Negara, ASN dan Pegawai Non
ASN.
22
Pengaturan dan Beban Kewenangan Pamong di DIY
Studi empirik kajian ini menemukan sejumlah isu-isu strategis terkait dengan kewenangan
pamong yakni:
Pertama, kewenangan penugasan oleh supra kalurahan di DIY dipandang sebagai beban
oleh pamong kalurahan. Alhasil, kewenangan penugasan yang dilimpahkan kepada
kalurahan membuat pamong kalurahan lebih sibuk melayani supra kalurahan, sedangkan
tugas melayani masyarakat menjadi terbengkalai (Wawancara Lurah Pagerharjo, Kulon
Progo, Widayat, tanggal 10 Oktober 2023). Dalam menjalankan kewenangan yang
diberikan, pamong memiliki kedudukan yang terhimpit dan kompleks karena berada di
tengah pemerintah supra kalurahan (dari kabupaten hingga pemerintah pusat) serta
masyarakat. (wawancara Kamituwo Kalurahan Kemadang, Gunungkidul Nurwahyudin,
tanggal 10 Oktober 2023).
Hal tersebut menyebabkan pamong kesulitan menjalankan fungsinya dengan
keterbatasan waktu dan tenaga yang dimiliki. Ketika pamong fokus mengerjakan tugas
yang dimandatkan oleh supra kalurahan, fungsi sosial dan pengayoman masyarakat
menjadi terbengkalai. Akibatnya, pelaksanaan tugas pengayoman masyarakat menjadi
tidak terlaksana dengan baik. Sebaliknya, ketika fungsi sosial dan pengayoman
masyarakat dijadikan prioritas, tugas yang diberikan pusat jadi terbengkalai. Kedua
kondisi tersebut sama-sama tidak ideal. . Seringkali kondisi yang diinginkan tidak sejalan
antara perintah supra kalurahan dengan aspirasi masyarakat, sehingga pamong diposisikan
menjadi jembatan bagi pemerintah di atas dengan masyarakat (Wawancara Dukuh
Kalurahan Canden, Bantul Rizza Utami Putri, tanggal 19 Oktober 2023).
Keluhan serupa dirasakan oleh seorang staf kalurahan Sriharjo, Bantul, Zakia Safitri,
yang menyatakan staff terlalu sibuk melayani urusan supra desa. Apalagi dengan
banyaknya aplikasi yang harus dikelola staf, sehingga pekerjaan utamanya dalam
menjalankan program-program kalurahan menjadi dinomorduakan (wawancara staf
Kalurahan Sriharjo, Bantul, Zakia Safitri, tanggal 20 Oktober 2023). Para Pamong harus
berbagi tugas utama yakni melayani supra kalurahan dengan pelayanan masyarakat
dimana hal ini sangat menyita waktu.“Pekerjaan sebagai staff ini overload, siang
pelayanan, malam diundang warga, banyak kegiatan”, ujar Zakia.
23
praktiknya, pelaksanaan kewenangan tersebut begitu terbatas karena diatur sangat
teknokratis. Kamituwo Kalurahan Kemadang, Gunungkidul, Nurwahyudin menyatakan
dalam melaksanakan kewenangan tersebut membuat pamong kalurahan tidak memiliki
keleluasaan untuk melakukan penyesuaian berbagai program. Program yang diberikan
pada umumnya memiliki aturan baku dan tidak memiliki celah untuk disesuaikan dengan
kondisi masyarakat. Hal tersebut menjadi tantangan bagi pamong karena dalam
pelaksanaannya program dari pusat seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan masyarakat setempat (Wawancara Kamituwo Kalurahan Kemadang,
Gunungkidul Nurwahyudin, tanggal 10 Oktober 2023). Program-program titipan tersebut
acapkali menimbulkan polemik di masyarakat.
Kewenangan penugasan berupa titipan program supra kalurahan acap kali
dilaksanakan secara sektoral. Sebagai gambaran, saat ini tiap-tiap dinas daerah memiliki
titipan program yang dilimpahkan tanggung jawab dan kewenangannya kepada perangkat
kalurahan. Dalam prosesnya, masing-masing dinas tidak saling mengkoordinasikan perihal
pelaksanaan programnya. Misalnya, kasi pelayanan atau Kamituwo memiliki pelimpahan
kewenangan dari dinas sosial, dinas kesehatan, dan dinas pendidikan untuk melaksanakan
program di waktu yang bersamaan. Ringkasnya, perangkat kalurahan memiliki
kewenangan yang terbatas di tengah banyaknya mandat yang diberikan oleh pusat. Dalam
hal ini, pamong merasa tidak mendapatkan dukungan yang cukup dan tidak mendapatkan
ruang yang cukup leluasa untuk melaksanakan kewenangannya (Wawancara dengan Carik
Kalurahan Mangunan, Dwi Eko, tanggal 10 Oktober 2023).
Demikian pula dengan pelaksanaan kewenangan asal-usul/asli dan kewenangan lokal
berskala desa kerap kali diatur secara teknokratis-administratif yang justru
memprioritaskan program-program supra kalurahan. Sejumlah pamong desa
menyampaikan kewenangan asal-usul acapkali tidak dapat dilaksanakan karena prioritas
penggunaan Dana Desa (DD) yang ditetapkan oleh Kementerian Desa acapkali tidak
sebangun dengan aspirasi masyarakat setempat. Program titipan tersebut acakali tidak
disertai pendanaan yang kemudian dibebankan pada kalurahan. Alhasil, usulan
masyarakat setempat tidak terakomodasi karena banyaknya titipan program supra
kalurahan (Wawancara Lurah Pagerharjo, Kulon Progo, Widayat, tanggal 10 Oktober
2023). Ringkasnya, pemerintah pusat telah menyetir penggunaan DD terkait dengan
program-program pemerintah pusat. “Kalau program titipan, ini dimaknai dimaknai
sebagai perintah, sistemnya jadi manut (patuh) pada atasan”, tambah Lurah Pacarejo,
Gunungkidul, Suhadi pada 12 Oktober 2023.
24
Titipan-titipan program seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada masa Covid-19,
penanganan stunting, dan lain sebagainya, seharusnya diserahkan ke desa bukan
ditetapkan alokasi maupun prioritasnya oleh pemerintah pusat. (Wawancara Lurah
Kalurahan Pacarejo, Suhadi, tanggal 12 Oktober 2023). Jika pengaturan prioritas
diserahkan ke desa, desa menjadi wadah bagi penghidupan bagi warganya dengan
menerapkan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala desa. Sehingga, pamong bisa
merumuskan regulasi yang tepat sesuai potensi desa yang ada.
Beban kewenangan tersebut semakin berat, manakala penyelesaian tugas pamong
menuntut pemanfaatan teknologi informasi yang serba digital. Pemanfaatan teknologi
serba digital seharusnya dapat memudahkan penyelesaian tugas-tugas administrasi.
Namun, secara faktual justru menjadi beban baru bagi kalurahan. Hal ini berakar dari cara
kerja sektoral, dimana masing-masing instansi supra kalurahan yang menitipkan program
ke desa membuat aplikasi sendiri yang tidak terintegrasi. Carik Sendangsari, Bantul, Zuhri
Saren Satrio menuturkan kalurahan di Bantul mengoperasikan 25 aplikasi dari berbagai
instansi yang ada. Banyaknya aplikasi yang harus dijalankan oleh desa, menjadi beban di
tengah keterbatasan kapasitas yang dimiliki oleh kalurahan.
Ketiga, beratnya beban kewenangan desa tidak diimbangi dengan kapasitas pamong
kalurahan yang begitu terbatas. Beratnya beban kewenangan kepada desa, tidak diikuti
dengan peningkatan kapasitas pamong kalurahan secara memadai. Kekuatan personil yang
ada harus melayani dari segala penjuru baik dari atas ke bawah. (Wawancara Lurah
Pagerharjo, Kulon Progo, Widayat, tanggal 10 Oktober 2023). Apalagi, terdapat kondisi
obyektif bahwa kapasitas kalurahan dalam menjalankan kewenangan sangat beragam.
Terdapat sedikit desa yang memiliki dukungan kapasitas yang cukup, namun lebih banyak
desa yang memiliki kapasitas yang sangat terbatas baik terkait dengan jumlah dan
kompetensi personel, dukungan anggaran, hingga dukungan manajemen pemerintahan
yang handal. Rentang kapasitas kelurahan sangat tinggi di DIY.
Staf Kalurahan Sriharjo, Bantul, Zakia Safitri menuturkan beban pekerjaan antar
pamong memang sudah diplot, tetapi kapasitas kalurahan tidak cukup memadai untuk
melaksanakan kewenangan yang ada. Di Sriharjo, jumlah personel kalurahan yang ada
sangat terbatas meski telah mendapat tambahan staf kalurahan. Sebagai gambaran
Kamituwo ada mendapat tambahan satu staf, sedangkan Jogoboyo, Tatalaksana mendapat
tambahan dua staf, dan Ulu-Ulu terdapat tambahan tiga staf. Namun tambahan staf
tersebut dirasa belum cukup, mengingat banyaknya beban penugasan kepada desa.
25
Ditambah lagi, lembaga-lembaga desa yang ada belum dapat menangani kegiatan-kegiatan
yang telah didelegasikan oleh pemerintah kalurahan. Akibatnya, beban administrasi dari
perencanaan hingga pelaporan kembali ditangani seluruhnya oleh perangkat kalurahan.
“Banyaknya beban tugas, membuat kami harus kuat secara fisik, karena agenda kerja
harus diselesaikan sampai malam. Pekerjaan kita kalau dari pendanaan selalu bertambah,
tetapi tidak diimbangi dengan penambahan SDM ”, tambah Zakia Safitri.
Sayangnya, keterbatasan kapasitas kalurahan dalam menjalankan kewenangan yang
ada tidak disertai dukungan fasilitasi oleh pemerintah supra kalurahan. Dalam beberapa
kondisi, pamong desa merasa kebingungan ketika melihat Organisasi Perangkat Daerah
(OPD) terdekat yakni kapanewon (sebutan kecamatan di tingkat kabupaten di DIY) malah
tidak menjalankan fungsinya dengan baik (Wawancara Carik Kalurahan Mangunan, Dwi
Eko). Manakala kalurahan mendapat permasalahan, kapanewon tidak dapat menyediakan
solusi. Padahal sejumlah regulasi memberi mandat pelaksanaan kewenangan pembinaan
dan pengawasan kepada kapanewon. Hal ini menunjukkan, problem kapasitas bukan
hanya terjadi pada kalurahan, namun juga terjadi pada perangkat daerah yang mengurus
desa.
Ilustrasi menarik disampaikan Lurah Sriharjo, Bantul, Titik Iswayatun, yang
menuturkan pengalamannya terkait lemahnya pemahaman supra desa terhadap regulasi
yang mengatur tentang desa. Pertama, dalam kasus pendirian BUM Desa terkait
penyertaan modal BUMDes di Sriharjo, pihak kapanewon mengharuskan adanya evaluasi
kapanewon. Padahal, dalam regulasi tentang BUMDesa tidak ada klausul tentang
kewajiban evaluasi dari Kapanewon. Kedua, dalam kasus pengelolaan pariwisata, pihak
dinas setempat tidak berkoordinasi dengan kalurahan, namun langsung ke kelompok sadar
wisata (Pokdarwis).
26
Kapasitas Kinerja Pamong Kalurahan di DIY
Dalam konteks kapasitas kinerja Pamong Kalurahan di DIY, terdapat sejumlah isu strategis
yang menjadi temuan dalam kajian empirik ini sebagaimana desa-desa lain di Indonesia:
Pertama, desain kebijakan pengelolaan pamong yang belum menimbang kekhasan
kewenangan, tugas pokok dan fungsi, serta beban kerja masing-masing jabatan. Hal ini
dapat dicermati dari berbagai kebijakan operasional terutama di level daerah. Dalam
berbagai regulasi daerah di DIY, konstruksi pamong kalurahan sebagai pemimpin di
masyarakatnya kurang mendapat tempat dalam penataan dan pengelolaan pamong.
Penguasaan kecakapan sosio-kultural seorang pamong kelurahan kurang mendapat porsi
yang sesuai dengan pengelolaan kinerja Pamong. Sedangkan sebagian besar regulasi
tersebut, memberi porsi terkait kecakapan-kecakapan bersifat general dengan penekanan
pada kecakapan manajerial dan teknikal.
Padahal, masing-masing jabatan perangkat mengandung komposisi kecakapan yang
berbeda-beda. Jabatan kepala kewilayahan seperti dukuh di DIY misalnya, seharusnya
lebih banyak menuntut kerja-kerja pemberdayaan dan pembinaan kemasyarakatan yang
menuntut penguasaan kecakapan sosio-kultural lebih besar ketimbang kecakapan
manajerial-teknis. Demikian pula dengan Jabatan sekretariat desa dan kepala seksi,
kendatipun lebih banyak menuntut kecakapan manajerial dan teknikal, juga membutuhkan
kecakapan sosio-kultural, meski dengan porsi yang lebih terbatas. Masyarakat masih
menganggap bahwa pamong ini harus banyak berada di tengah-tengah masyarakat.
Berbeda dengan kondisi sekarang, pamong seperti diharuskan lebih banyak bekerja di
kantor untuk melakukan tugas-tugas administrasi (Wawancara Lurah Pagerharjo, Kulon
Progo, Widayat, tanggal 10 Oktober 2023). Desain kebijakan pengelolaan pamong lebih
menekankan pada penguasaan kecakapan manajerial dan teknikal ketimbang yang lahir
dari tuntutan kerja-kerja bersifat tekno- administratif. Para pamong berharap agar dapat
lebih fokus untuk melayani masyarakat. Dinas terkait dari kabupaten maupun DIY
harusnya ada kesamaan. untuk mengurangi tekanan beban kerja tekno-administratif.
Kedua, besaran organisasi di kalurahan yang kecil, hampir tidak menyediakan jenjang
karir di organisasi pemerintahan kalurahan. Tidak seperti birokrasi pemerintah pusat atau
daerah, pemerintah kalurahan hanya memiliki sedikit celah untuk penataan karir perangkat
kalurahan dengan melakukan mutasi dan promosi.Nyaris tidak ada jenjang karir bagi
perangkat kelurahan sehingga karir perangkat kalurahan cenderung mengalami stagnasi.
Seorang perangkat kalurahan, biasanya menduduki jabatan yang sama hingga pensiun.
27
Beberapa jabatan perangkat kalurahan bahkan tugas pokok dan fungsinya sangat khas
yakni seperti kepala kewilyahan atau dukuh di DIY, tidak dapat digantikan oleh perangkat
kalurahan yang lain. Kepala kewilayahan seperti dukuh, di samping menjadi birokrasi
pemerintahan kalurahan, juga lebih diposisikan sebagai pemimpin di masyarakatnya.
Fungsi-fungsi sosial perangkat semacam ini agak sulit digantikan oleh perangkat
kalurahan yang lain.
Akibatnya, banyak kalurahan belum dapat menempatkan SDM pada tempatnya karena
tidak mudah melakukan mutasi atau promosi. Lurah Pacarejo Gunungkidul, Suhadi
menuturkan mutasi perangkat kalurahan hanya dapat dilakukan apabila terjadi kekosongan
jabatan. Pamong yang sudah tua tetap melekat, karena tidak bisa digeser kalau tidak ada
kekosongan. Di Pacarejo pernah terjadi mutasi karena terjadi kekosongan jabatan
tatalaksana yang kemudian digantikan pejabat pangripta, sedangkan pangripto ditarik dari
dukuh yang memahami pekerjaan pangripto.“Lurah ini tidak seperti presiden, yang dapat
me-reshuffle. Sehingga harus menggunakan SDM opo anane”, tambah Suhadi.
Ketiga, rendahnya pemahaman pamong kalurahan terhadap tugas pokok dan fungsi
jabatannya. Persoalan ini menjadi gejala tentang kualitas pamong kalurahan yang belum
menguasai kecakapan dasar berupa pengetahuan dan pemahaman tentang apa saja yang
menjadi lingkup tugas, kewenangan, hak serta kewajiban yang melekat pada jabatannya.
Banyak pamong kalurahan di DIY yang belum memahami hal itu. Idealnya mereka
mampu menjalankan job desknya dan tupoksi masing-masing sesuai dengan regulasi.
Tetapi dalam praktiknya, memang belum banyak Pamong menguasai kompetensi yang
ideal terutama kecakapan manajerial dan teknikal. Menurut Kamituwo Kelurahan
Kemadang, Gunungkidul Nurwahyudin, kecakapan sosial, teknikal, dan managerial perlu
untuk dikuasai oleh semua pamong sebab tiap-tiap pamong memiliki peran untuk
menjalankan tugas end-to-end dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pelaporan.
Demikian pula Lurah Pacarejo, Gunungkidul, Suhadi menyatakan seharusnya pamong ini
harus hangabehi (dapat diandalkan) yang mampu secara administrasi dan mengayomi
masyarakat (Wawancara Lurah pacarejo, Gunungkidul, Suhadi).
Lebih jauh, Lurah Sriharjo, Bantul, Titik Iswayatun, menyatakan, perangkat kalurahan
terutama harus menguasai kecakapan manajerial, terutama untuk jabatan sekretaris, kepala
seksi dan kepala urusan. Pekerjaan pada posisi ini menuntut porsi kecakapan manajerial
yang lebih besar karena mereka mengelola program dan kegiatan sehingga berfungsi
menjadi manajer program. Tetapi kondisi saat ini beberapa kepala seksi malah sulit diajak
28
diskusi terkait ketugasan mereka. “Yang bisa diajak diskusi justru staf dan siap diajak lari
kencang, “ tambah Titik Iswayatun.
Di samping penguasaan tentang hal yang menjadi ketugasan masing-masing, para
perangkat kalurahan juga dituntut untuk dapat memahami irisan pekerjaan dengan bidang
lain yang dituntut dapat bekerja dalam tim. Pada praktiknya, perangkat kalurahan acapkali
terjebak dalam cara kerja sektoral. Hal ini dikeluhkan oleh Lurah Pagerharjo, Kulon
Progo, Widayat yang mengeluhkan terkadang untuk berkoordinasi saja sulit, karena
masing-masing perangkat lebih memilih berkoordinasi dalam jalur koordinasi sektoral
dengan dinas daerah. Mereka lebih mengutamakan rapat-rapat koordinasi dengan dinas
yang menaunginya, ketimbang melakukan koordinasi dengan lintas unit kerja di dalam
pemerintah kalurahan.
Untuk membangun team work yang handal Lurah Pacarejo, Gunungkidul, Suhadi
memiliki kiat tersendiri dengan membuat terobosan dengan menyelenggarakan apel pagi.
Dalam apel pagi lurah memberikan evaluasi, arahan, serta motivasi kerja para perangkat
kalurahan. Di samping itu lurah sebagai top leader juga membangun kepedulian antar
sesama pamong untuk memupuk bonding antar perangkat, agar para pamong lebih mudah
membangun kerja sama dalam tim. Untuk memudahkan komunikasi, dia juga
memanfaatkan WA group yang sekaligus untuk memudahkan kontrol kinerja para
perangkat kalurahan. Sedangkan menurut Carik Kemadang Gunungkidul, Suminto, untuk
mendukung kecakapan yang bersifat teknis-managerial, juga perlu didukung dengan
penguasaan soft skill, seperti regulasi diri, problem solving, dan decision making. Softskill
lain yang terkait dengan etos kerja dan profesionalitas (time management, task
management) juga perlu diasah oleh perangkat kalurahan untuk melakukan pelayanan dan
memberikan manfaat kepada masyarakat.
Lemahnya kapasitas juga disumbang oleh tingkat dan latar belakang pendidikan yang
tidak sesuai dengan ketugasannya. Secara regulasi, persyaratan pamong adalah lulusan
SMA, namun dalam praktiknya, perangkat kalurahan dengan tingkat dan latar belakang
pendidikan yang lebih tinggi memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menyelesaikan
tugas-tugas mereka. Carik Srimulyo, Bantul, Muljayanto menuturkan, pengalaman saat
melakukan seleksi pengisian jabatan Ulu-ulu yang mensyaratkan penguasaan software
autocad sebagai materi tes seleksi. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa Ulu-ulu
memiliki bahwa yang terpilih menguasai kecakapan membaca Detail Engineering Design
(DED) untuk mendukung ketugasan Ulu-Ulu. Kecakapan semacam itu, biasanya dimiliki
calon perangkat dengan latar belakang sarjana teknik sipil atau arsitek. Untuk itu,
29
Muljayanto mengusulkan mengkaji ulang apakah standar minimal pendidikan SMA pada
pamong masih relevan untuk digunakan saat ini. Secara umum, problem lemahnya
kapasitas perangkat kalurahan yakni jabatan diisi oleh pejabat yang tidak tepat (the right
man on the right place) ditambah dengan minimnya penguasaan kecakapan perangkat
kalurahan terhadap penyelesaian hal yang menjadi ketugasannya.
Salah satu unsur pamong kalurahan yakni Badan Permusyawaratan Kalurahan
(Bamuskal) juga dinilai belum sepenuhnya memiliki kapasitas yang memadai dalam
menjalankan kewenangannya. Acapkali relasi Bamuskal dengan lurah mengalami
ketegangan. Sebagaimana disampaikan oleh Lurah Pagerharjo, Kulon Progo, Widayat
terkadang ada perbedaan pandangan yang cukup tajam diantara keduanya. “Bamuskal
kami maklum, karena mereka belum terbiasa dalam kerja-kerja ini sehingga harus belajar
bersama, “ tambah Widayat. Perbedaan tersebut sesungguhnya merupakan hal yang wajar.
Namun demikian, perbedaan pandangan tersebut acap kali gagal dikelola melalui
mekanisme yang tersedia dan menjadi konflik berkepanjangan. Lurah Sriharjo, Titik
Iswayatun, menyampaikan terkadang ada perbedaan informasi yang bersumber dari aduan
masyarakat dengan kelurahan menjadi picu konflik. “Yang namanya mitra kan harusnya
kita pecahkan bersama, bukan mencari permasalahan di masyarakat,“
Salah satu musabab persoalan tersebut disumbang oleh lemahnya pemahaman Bamuskal
terhadap tugas pokok dan fungsi sebagai institusi demokrasi pemerintahan desa. Bamuskal
juga membutuhkan arahan untuk melaksanakan tugas. Selama ini, setelah dilantik menjadi
anggota Bamuskal, Bamuskal tidak mendapatkan pemahaman yang proporsional
mengenai kewenangan, tugas, dan fungsinya karena mendapat pembinaan atau pelatihan
yang memadai. Sejumlah pamong dalam kajian ini mengusulkan adanya kecakapan yang
seharusnya dikuasai Bamuskal dengan tujuan untuk memastikan agar tiap pamong
melakukan perannya masing-masing sesuai wewenang,tugas pokok, dan fungsinya.
30
memang tidak banyak terjadi pada pamong kalurahan yang termasuk generasi milenial.
Mereka tidak banyak mengalami hambatan berarti dalam menyelesaikan tugas
administrasi dan pelaksanaan program. Mereka dengan cepat mampu mengoperasikan
berbagai aplikasi digital untuk melaksanakan tugas-tugas administrasi terkait dengan
ketugasannya. Pamong muda memiliki kemampuan lebih untuk mempelajari hal baru,
mengikuti ketentuan baru, dan melaksanakan tugas sesuai yang dimandatkan pemerintah
Akan tetapi pamong yang lebih senior ini dianggap memiliki kompetensi
sosio-kultural lebih baik dengan mampu mengarahkan dan menjalin hubungan lebih baik
dengan masyarakatnya. Sebaliknya, pamong muda mengalami kesulitan untuk
mengarahkan masyarakat. Sebagai contoh ketika terdapat perubahan regulasi, pamong
mengetahui apa yang harus dilakukan dan cepat beradaptasi dengan perubahan. Namun,
ketika mereka menyampaikan hal tersebut ke masyarakat, seringkali tidak didengar.
Menurut Carik Kemadang, Gunungkidul, Suminto, kesenjangan kecakapan tersebut karena
adanya perbedaan kemampuan individu untuk mempelajari hal baru, perbedaan latar
belakang SDM, perbedaan kondisi pekerjaan, serta digitalisasi yang dirasa terlalu cepat.
Oleh karena itu, terdapat kebutuhan bagi pamong yang masih muda untuk menguasai
berbagai kompetensi tersebut.
Sejumlah lurah memiliki cara untuk mengatasi kesenjangan kapasitas antar perangkat
kalurahan. Lurah Sriharjo, Bantul, Titik Iswayatun, mengungkapkan dia lebih
mengoptimalkan kinerja staf pada masing-masing seksi maupun urusan. Sementara Lurah
Pacarejo, Suhadi akan memerintahkan perangkat yang lain untuk mem-backup pamong
yang kedodoran dalam penyelesaian pekerjaannya. Kiat serupa, juga ditempuh oleh Lurah
Pagerharjo, Kulon Progo, dengan memaksimalkan kinerja SDM yang potensial. Meski
demikian, berbagai kiat tersebut tidak menjawab problem dasar kesenjangan kecakapan
yang menghambat kinerja organisasi karena beban kerja tidak terdistribusi secara
proporsional.
Para pamong berharap agar pengaturan standar kinerja secara teknokratis
disederhanakan selama tidak melanggar peraturan perundangan. Misalnya, prosedurnya
pengadaan barang itu juga dipersingkat. Pengaturan berbagai standar kinerja seharusnya
tidak terlalu rumit. Sebab kapasitas personil di kalurahan memiliki standar kompetensi
yang tidak sama. Dengan kesederhanaan standar ini, desa-desa bisa mewadahi
keberagaman kapasitas desa.
31
Kelima, kesejahteraan pamong yang yang tidak memadai di tengah tuntutan beban kerja
dan beban sosial yang tinggi. Sejauh ini, standar kesejahteraan perangkat berupa
penghasilan tetap (siltap) disetarakan dengan gaji PNS golongan/ruang II/a, ditambah
dengan jaminan kesehatan, serta tambahan penghasilan lain-lain yang sah yang mengikuti
kemampuan keuangan desa. Untuk DIY, tambahan penghasilan lurah dan perangkat
kalurahan berupa tanah pelungguh (tanah jabatan). Para pamong di DIY mengeluhkan
pendapatan mereka tidak memadai untuk mencukupi kebutuhan domestik mereka. Dalam
pandangan perangkat kalurahan beban kerja yang demikian berat tidak diimbangi dengan
reward yang sebanding. Disamping itu, posisi mereka sebagai pemimpin lokal justru
menciptakan beban berupa biaya sosial yang tinggi. “Pamong ini tokoh masyarakat,
mindset masyarakat sudah terbangun pamong harus cucul duit,” kata Lurah Sriharjo,
Bantul, Titik Iswayatun pada 16 Oktober 2023.
Upaya untuk menstandarkan kinerja pamong berpotensi menghadapi hambatan
dengan tingkat kesejahteraan yang tidak memadai. Menurut Titik, dengan “amunisi” yang
terbatas memang dilematis manakala pamong dituntut dengan kapasitas kinerja baik tetapi
tidak sebanding dengan reward yang diterima. Padahal pekerjaan yang ditangani sangat
berat tetapi tidak didukung dengan penghasilan yang memadai. Titik menuturkan APBDes
Sriharjo defisit sebesar 500 juta pada tahun 2022 ini. Sementara PADes juga tidak
memadai. Beberapa program titipan dari supra desa juga tidak menyertakan biaya
operasional, termasuk program-program Danais. Hal ini menjadi beban desa sehingga
“amunisi” harus ditambah sejalan dengan beban yang bertambah. Ringkasnya, sampai
saat ini belum ada skema pemberian reward yang menyebabkan rendahnya etos kerja
pamong. Dengan demikian, kesejahteraan menjadi salah satu isu demotivasi perangkat
kalurahan.
32
dicerna dengan baik oleh seluruh pamong karena cara menyampaikan materi tidak
menyentuh praktik yang dialami sehari-hari para pamong. Akibatnya, banyak pamong
yang tidak mampu menangkap dan menafsirkan informasi-informasi baru tersebut. Belum
lagi, materi yang disampaikan masih bersifat sangat umum padahal pamong membutuhkan
materi spesifik sesuai dengan tugas pokok fungsinya.
Dari sisi metode, pelatihan yang diselenggarakan bersifat satu arah seperti ceramah
dan kemudian tanya jawab sekadarnya yang dinilai membosankan. Format pengelolaan
kelas semacam ini dinilai sangat konvensional dan tidak menarik.Umumnya para pamong
di DIY hanya mendapatkan pelatihan sekali saja, ketika menjabat untuk pertama kalinya.
Di luar itu, pamong tidak mendapatkan pelatihan yang memang ditujukan untuk
meningkatkan kecakapan pamong kalurahan. Ringkasnya, fasilitasi yang dilakukan untuk
meningkatkan kecakapan para pamong masih sangat minimal.
Kedua, upaya peningkatan kapasitas pamong tidak berorientasi pada peserta dan tidak
terukur. Para pamong biasanya mendapatkan pelatihan pada saat akan ada program atau
regulasi baru. Pelatihan semacam ini tentu saja tidak diorientasikan secara khusus untuk
membangun kecakapan pamong. Pelatihan atau bimtek semacam itu lebih diniatkan untuk
mengawal keberhasilan program atau kebijakan, bukan untuk meningkatkan keterampilan
pamong. Hal ini menunjukkan tidak banyak upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah
supra kalurahan untuk meningkatkan kecakapan pamong.
Selain itu, hasil-hasil pelatihan tidak dapat diukur. Seluruh pamong kalurahan yang
menjadi narasumber dalam kajian ini menyatakan tidak ada proses monitoring dan
evaluasi yang dilakukan oleh penyelenggara pelatihan atau bimtek. Pelatihan atau bimtek
yang diselenggarakan oleh pemerintah supra desa acapkali hanya berhenti pada saat
pelatihan. Pasca pelatihan tidak ada upaya untuk memantau sejauh mana misi pelatihan
atau bimtek telah dicapai yang ditandai dengan perubahan perilaku peserta setelah
mengikuti pelatihan. Untuk memastikan materi telah terdeliver dengan baik pasca
pelatihan perlu ada proses monitoring dan evaluasi yang jelas. “Saat ini, pamong
seringkali memberikan tafsir masing-masing dari pelatihan yang telah didapatkan,“ ujar
Carik Sendangsari, Bantul, Zuhri Saren Satrio. Selanjutnya Satrio mengusulkan pelatihan
yang diberikan untuk pamong harapannya bisa diberikan berjenjang dengan skor sehingga
proses monitoring dan evaluasi yang diberikan lebih terpantau dan dapat dicek
33
Ketiga, belum ada upaya untuk melembagakan hasil-hasil peningkatan kapasitas oleh
penyelenggara pelatihan dalam bentuk pendampingan pasca pelatihan. Pelatihan maupun
bimtek masih belum memastikan bagaimana hasil-hasil pelatihan dilembagakan oleh
peserta. Menurut Lurah Pacarejo, Gunungkidul, Suhadi, menyatakan seharusnya dalam
setiap pelatihan peserta diminta untuk membuat Rencana Tidak Lanjut (RTL). Dari RTL
tersebut, kemudian penyelenggara melakukan fungsi mentoring. “Penyelenggara perlu
ngaruhke ke kalurahan sehingga bisa memastikan apakah hasil-hasil pelatihan
dipraktikkan oleh peserta,“ ujar Suhadi.
Dalam konteks ini sebetulnya, setiap pelatihan perlu dikombinasikan dengan proses
mentorship pasca pelatihan. Proses ini dalam bentuk pendampingan dalam jangka waktu
tertentu pasca pelatihan. Para pamong menyatakan pola semacam ini lebih efektif karena
pendampingan yang dilakukan dari awal hingga akhir pelaksanaan program. Hal ini dirasa
dapat membantu pamong dalam memahami pekerjaannya secara menyeluruh dan
mendapatkan sense penugasan yang dibutuhkan.
Pola semacam ini juga baik diterapkan terutama untuk pamong baru. Setelah dilantik,
pamong baru sebaiknya disiapkan dahulu untuk bertugas dengan proses pendampingan
selama 3-6 bulan. Pendampingan ini tidak hanya digunakan untuk melatih cara
menyelesaikan tugas saja tetapi juga untuk menyesuaikan diri dengan iklim kerja di
wilayah desa. Selama ini pamong yang baru saja dilantik, tidak diberi pelatihan di awal
yang memadai dan langsung dituntut untuk bekerja. Padahal, pamong baru seringkali
belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang tugas yang perlu dilakukan. “Selain itu,
pamong juga seringkali hanya diberi pengetahuan akan tugasnya sendiri sehingga
koordinasi yang dapat dilakukan antar pamong terbatas, “ tambah Carik Sendangsari,
Bantul Zuhri Saren Satrio.
Metode pendampingan (mentoring) dirasa lebih efektif dalam meningkatkan kualitas
kerja pamong. Metode pendampingan adalah adanya mentor langsung yang ditugaskan
oleh stakeholders pemilik program kerja yang akan memberikan arahan langsung dan
membersamai pamong dalam melaksanakan end-to-end program secara intensif. Proses
mentoring ini diharapkan dapat berlangsung dalam jangka waktu tertentu hingga pamong
menguasai kecakapan sesuai dengan tujuan pelatihan. Apabila dirasa sudah menguasai
kecakapan tersebut, mentor cukup melakukan pemantauan saja.
Keempat, upaya peningkatan kapasitas lebih banyak memenuhi aspek kecakapan teknikal,
namun belum banyak menyentuh aspek kecakapan manajerial dan kecakapan
34
sosiokultural. Kamituwo Kalurahan Kemadang, Gunungkidul, Nurwahyudin
mengungkapkan bahwa pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah supra desa tidak
tepat sasaran dan hanya menyasar kemampuan teknis saja, padahal materi yang dilatihkan
bukan hanya perkara teknis, namun bersifat manajerial atau sosio kultural.
Senada dengan hal itu, dukuh muda di Bantul, Rizza Putri Utami menuturkan
pengalamannya bahwa dukuh-dukuh muda pernah dapat bimtek mengenai ketugasan
dukuh dan tugas keistimewaan di awal penugasan oleh pemerintah kabupaten. Namun
materi utama yang diberikan dalam pelatihan tersebut justru mengenai teknis penggunaan
dana keistimewaan yang kurang relevan dengan misi membekali para dukuh muda dengan
nilai-nilai keistimewaan. Padahal dalam menjalankan ketugasan desa, dukuh merasa lebih
membutuhkan mengasah kecakapan sosiokultural dan kemasyarakatan. “Selama ini,
pelatihan yang diberikan hanya tentang teknis dan cara menyelesaikan tugas ke atas, “
tambah Rizza.
Sedikit berbeda dengan Rizza, Lurah Triharjo, Sleman, Irawan, menyatakan bahwa
dahulu, lurah mendapatkan pelatihan dan pendampingan mengenai kondisi sosio kultural,
termasuk mengenai kondisi geografis, hingga manajemen konflik di wilayah. Namun,
pelatihan hanya diberikan untuk lurah saja sedangkan pamong tidak mendapatkan
pendampingan di luar pendampingan teknikal. Padahal, pamong-pamong muda yang baru
saja dilantik seringkali tidak memiliki kecakapan sosiokultural yang memadai. Oleh
karena itu, idealnya, pelatihan diberikan pemerintah supra kalurahan bisa memenuhi
seluruh aspek kecakapan baik sosio kultural, manajerial serta teknikal.
35
Bahkan, inisiatif juga muncul dari pamong-pamong muda untuk mengembangkan diri.
Seperti penuturan dukuh muda di Bantul, Rizza Putri Utami, dia berinisiatif mengikuti
kursus Pranatacara Basa Jawa, untuk memperkuat kompetensi sosialnya sebagai seorang
dukuh. Di mata masyarakat, seorang dukuh dinilai luwes dan dapat diterima masyarakat
apabila dapat memberikan sambutan dalam bahasa Jawa sesuai dengan tata krama Jawa
dalam setiap peristiwa sosial di desa. Selain itu, dukuh-dukuh muda di beberapa daerah
juga berinisiatif untuk menjadikan pamong-pamong yang bertugas sebelumnya atau
pamong yang sudah purna tugas menjadi mentornya. Hal ini dilakukan para pamong untuk
menyerap pengalaman sebagai pengetahuan yang mendukung pelaksanaan tugas mereka
selama menjabat.
Keenam, telah ada potensi horizontal learning antar pamong, meski belum efektif. Saat
ini, masing-masing pamong telah memiliki paguyuban di tingkat kabupaten untuk
melakukan diskusi dan belajar bersama. Paguyuban ini melakukan pertemuan rutin untuk
membagikan pengetahuan baru juga pengalaman satu sama lain. Dengan memanfaatkan
media sosial dengan platform Whatsapp (WA), forum-forum WA Grup (WAG) yang
dibentuk oleh paguyuban pamong semestinya dapat menjadi wadah belajar bersama.
Namun dalam praktiknya, forum WAG lebih banyak menjadi ajang hiburan semata, karena
bahasan yang ada di dalam paguyuban seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan belajar
Sehingga, pembelajaran dalam paguyuban ini seringkali berlangsung kurang efektif
(Wawancara Kamituwo Kemadang, Gunungkidul Nurwahyudin).
Proses horizontal learning dalam bentuk kunjungan studi antar kelurahan yang sempat
marak juga dinilai kurang efektif. Pasalnya, banyak kegiatan studi semacam itu, lebih
banyak dimanfaatkan oleh pamong kalurahan untuk melakukan sekedar refreshing
ketimbang misi untuk meningkatkan kapasitas pamong. Oleh karena itu, jika horizontal
learning semacam ini perlu formula khusus. Misalnya, horizontal learning dilakukan
36
dengan mengadopsi metode belajar “nyantrik” yaitu dengan turut mengikuti kegiatan kerja
selama beberapa hari di desa lain yang memiliki praktik baik (Wawancara dengan Carik
Sendangsari, Bantul, Zuhri Saren Satrio).
Para Pamong kalurahan sesungguhnya tidak anti pada kemajuan teknologi digital yang
serba cepat. Namun yang dibutuhkan oleh para pamong adalah adanya proses fasilitasi
transisi ke era digital secara memadai, terutama mempersiapkan perubahan kultur terkait
pemanfaatan teknologi serba digital. Dalam beberapa kondisi, mereka juga menilai tidak
semua urusan terkait aspek komunikasi dapat diselesaikan dengan media digital. Ada
sejumlah perkara yang lebih efektif jika diselesaikan dengan cara-cara tatap muka
langsung karena tidak mungkin diselesaikan melalui media digital.
37
rutin lainnya. Jebakan rutinitas pekerjaan karena tekanan pekerjaan yang berat membuat
pamong kalurahan berpikir bahwa yang terpenting target pekerjaan selesai dan sebenarnya
kurang maksimal. Alhasilnya, motivasi bekerja hanya untuk menggugurkan kewajiban dan
bukan dilambari motif untuk mengembangkan diri. Padahal beberapa pamong memiliki
kesulitan untuk dapat meng-update diri dalam waktu yang cepat. Akibatnya, peningkatan
kecakapan pamong menjadi berbeda antar pamong. Hal itu juga dikeluhkan staf kalurahan
Sriharjo, Zakia Safitri, karena terlalu banyak pekerjaan.“Kita dituntut laporan, setiap
bulan, sehingga terkadang output berdasarkan target sehingga belum bisa meningkatkan
skill, “ tambah Safitri. Hal ini menurut Kamituwo Kalurahan Kemadang, Nurwahyudin,
menurunkan kinerja pamong dalam jangka panjang.
Persoalan mindset berupa etos kerja juga menyumbang tidak berkembangnya
ekosistem belajar yang kondusif. Pamong seringkali melakukan sesuatu berdasarkan
kebiasaan sehingga tidak terbuka akan inovasi dan pembaruan Jikalau pamong
memandang jabatan sebagai tanggung jawab maka pamong itu akan berusaha
meningkatkan kecakapannya. Peningkatan kecakapan bisa dilakukan secara berkelanjutan
apabila dalam diri pamong telah memiliki etos kerja “ Meski pintar tapi keset (malas)
nyambut gawe ini buat apa? Tapi meski pas-pasan tapi sregep (rajin) bekerja akan lebih
baik bagus., “ tambah Lurah Pagerharjo, Kulon Progo, Widayat.
Faktor berikutnya, lemahnya dukungan sistemik berupa fasilitasi belajar di kalangan
pamong oleh pemerintah supra kalurahan. Setelah menjabat, pamong tidak difasilitasi
dengan proses pembinaan dan pembelajaran yang cukup. Pendampingan yang ada
sekarang ini belum maksimal, karena pendampingan belum dilakukan secara
berkelanjutan. Biasanya, proses pembimbingan hanya diberikan sekali pada awal
menjabat. Padahal menjadi jabatan pamong memuat peran dalam waktu yang panjang dan
perlu pembimbingan secara berkelanjutan. Oleh karena itu, fasilitasi peningkatan
kapasitas seharusnya tidak hanya sesekali saja.
Ekosistem belajar bagi pamong kalurahan perlu diperkuat untuk memampukan setiap
pamong dalam menumbuhkan kapasitas guna membekali dirinya dengan berbagai
kecakapan. Tantangan pamong di masa mendatang lebih sulit dibandingkan hari ini.
Beberapa kecakapan yang perlu dikembangkan untuk menjawab tantangan masa depan
terkait dengan keterampilan beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan; mampu
mempelajari hal baru dengan cepat; mampu membagi fokus ke beberapa hal
(multitasking); mampu melakukan manajemen secara umum; mampu menjalin komunikasi
yang positif berbagai pihak (komunikasi, termasuk public speaking), mampu
38
menyelesaikan masalah (problem solving); mampu bekerja sama atau kolaborasi dalam
skema jejaring kerja; mampu memahami budaya dan kebiasaan masyarakat setempat,
termasuk keterampilan mengelola konflik; serta penguasaan terhadap teknologi informasi
komunikasi.
Ekosistem belajar yang kondusif dimungkinkan apabila kepemimpinan lurah juga
mampu menumbuhkan potensi pada setiap perangkat kalurahan. Dalam membangun iklim
belajar di desa, lurah memiliki andil dalam proses pengembangan diri pamong. Lurah
dituntut mampu memimpin, mengembangkan inovasi, open minded, dan juga kemampuan
untuk mengkoordinasi tiap-tiap pamong. Lurah harus mampu melepaskan muatan
kepentingan pribadi agar fokus menjalankan tugasnya sebagai pemimpin pamong. “Untuk
memaksimalkan SDM, lurah harus pasang mata dan telinga, hati harus peka agar dapat
menangkap potensi sebagai dasar pengambil keputusan peningkatan kapasitas pamong,”
kata lurah Pacarejo, Gunungkidul, Suhadi. Berbeda dengan iklim kerja ASN yang
cenderung seragam, desa memiliki iklim kerja yang sangat beragam. Sayangnya, beberapa
iklim kerja kalurahan tersebut diketahui tidak mendukung adanya etos kerja yang baik
pada diri pamong.
Ekosistem belajar yang tangguh juga disumbang dengan adanya kolaborasi dengan
pihak-pihak yang memiliki sumber daya keahlian seperti akademisi dan praktisi desa.
Proses percepatan pembelajaran pamong kalurahan akan terjadi apabila kolaborasi dengan
pihak-pihak tersebut mendorong adanya pertukaran pengetahuan antar pihak dan transfer
keterampilan. Disamping itu juga diperlukan upaya memperkuat horizontal learning antar
pamong melalui wadah belajar bersama untuk memperkuat ekosistem belajar bagi
pamong. Di DIY, inisiasi horizontal learning telah dimulai dengan dibentuknya beragam
wadah berupa paguyuban pamong yang memungkinkan adanya proses diskusi maupun
proses pertukaran pengetahuan di kalangan pamong kalurahan.
39
peningkatan kinerja pamong kalurahan; serta kebutuhan penataan organisasi pemerintahan
kalurahan.
Keberadaan profiling sangat membantu pemerintah kalurahan untuk mendapatkan
gambaran tentang kebutuhan peningkatan kapasitas pamong. Dalam profiling tersebut
memuat informasi tentang informasi dasar: informasi pribadi termasuk memuat informasi
tentang umur pamong; tingkat pendidikan dan latar belakang pendidikan; kursus atau
pelatihan untuk meningkatkan kompetensi yang pernah diikuti pamong; pengalaman
organisasi di kalurahan terkait dengan ketugasan pamong maupun pengalaman organisasi
di luar pemerintahan kalurahan yang mendukung kinerja pamong; serta pengalaman kerja
dalam lingkup ketugasan pamong. .
Pemanfaatan profiling untuk kepentingan peningkatan kompetensi dapat dilakukan
misalnya dengan mengecek antara ruang lingkup tugas pamong dengan kesesuaian latar
belakang pendidikan dan atau kursus atau pelatihan kompetensi yang pernah diikuti.
Misalnya, seorang kaur keuangan atau danarta, ternyata tidak memiliki latar belakang
pendidikan terkait dengan bidang keuangan, maka pamong tersebut harus mengikuti
kursus atau pelatihan terkait dengan keuangan desa. Jika sudah pernah mengikuti kursus
atau pelatihan keuangan desa, maka diarahkan untuk mengambil kursus tingkat lanjut di
bidang keuangan desa.
Sedangkan pemanfaatan profiling untuk kepentingan peningkatan kinerja dapat
dilakukan dengan membandingkan antara capaian kinerja dengan target kinerja pamong
yang menjadi lingkup tugasnya. Profiling juga dapat digunakan untuk keperluan penataan
organisasi pemerintahan kalurahan terutama untuk kebutuhan pengisian jabatan pamong
maupun penyegaran melalui mekanisme promosi dan mutasi. Profiling akan
menghindarkan tindakan berbasis selera lurah manakala melakukan rotasi dan mutasi.
Dengan pemetaan yang baik, keputusan lurah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
kebutuhan organisasi saat mengambil keputusan melakukan mutasi dan promosi.
Sejumlah pamong kalurahan menilai piranti profiling pamong sangat dibutuhkan bagi
pengembangan organisasi pemerintahan kalurahan. Lurah Sriharjo, Bantul, Titik
Iswayatun melihat piranti ini justru dibutuhkan sebelum melakukan peningkatan
kompetensi pamong. Ketika sudah dipetakan kapasitasnya, pemerintah kalurahan dengan
mudah merancang peningkatan kapasitas yang dibutuhkan masing-masing pamong sesuai
dengan profil mereka. Selain itu, profiling dapat digunakan untuk membaca kebutuhan
organisasi dengan rotasi jabatan sesuai dengan profil pamong yang tersedia.
40
Senada dengan Titik, Carik Kemadang, Gunungkidul, Suminto menyatakan hal ini
dapat digunakan sebagai dasar pengangkatan dan pemberhentian pamong atau promosi
dan mutasi pamong. Adanya profiling juga dirasa mampu meningkatkan semangat
pamong untuk dapat meningkatkan kapasitas diri. Suminto juga memberi usulan profiling
pamong dilakukan tidak hanya di akhir atau di tengah masa jabatan pamong tetapi juga di
awal sehingga proses rekrutmen juga masuk ke dalam pertimbangan. Hal itu juga
ditegaskan Lurah Triharjo, Sleman, Irawan, dimana profiling bisa digunakan untuk
menjadi dasar evaluasi kinerja yang selanjutnya bisa menjadi dasar mengambil keputusan
untuk melakukan rotasi jabatan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Selain itu, profiling
juga bisa dijadikan dasar untuk memberikan pembinaan, pelatihan, dan peningkatan
kapasitas pamong.
Lebih jauh lagi, Carik Sendangsari, Bantul, Zuhri Saren Satrio, profiling perlu
dilakukan, salah satu tujuannya adalah untuk menjadi landasan dalam penambahan staf.
Saat ini, pamong yang sudah sepuh seringkali sudah sulit untuk diajak mempelajari hal
yang baru. Manakala kinerja pamong tersebut tidak sesuai dengan standar kinerja,
sementara pemerintah kalurahan tidak memiliki dasar untuk memberhentikan pamong
tersebut, pemerintah kalurahan bisa melakukan penambahan staf. Hal ini diharapkan dapat
menambal kinerja pamong tersebut ketika pamong tersebut masih bertugas. Selain itu
dapat dimanfaatkan sebagai sebagai pintu pengkaderan untuk regenerasi ketika pamong
tersebut purna tugas. Adanya profiling diharapkan mampu mendasari
pengambilan-pengambilan keputusan tersebut yakni menakar kompetensi, melakukan
rotasi, maupun menambah jumlah staf.
41
BAB III
METODOLOGI KAJIAN
A. Desain Kajian
Penyusunan kajian ini merupakan upaya untuk menjawab tantangan kapasitas pamong
kalurahan di DIY. Berangkat dari latar belakang sebagaimana paparan di atas, kajian ini
mengajukan kerangka kerja sebagai berikut:
42
Penjelasan tentang desain kajian sebagai berikut:
1. Kajian ini dimulai dengan melakukan pembacaan terhadap desa dalam konteks
pengaturan berdasarkan UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa dan irisannya dengan UU
No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Kedua peraturan perundangan
tersebut menjadi landasan hukum yang menentukan pengaturan tentang desa di DIY.
43
4. Berdasarkan rumusan kewenangan, tugas, dan fungsi pamong desa/kalurahan
yang khas di DIY dibutuhkan standar kompetensi pamong yang menjangkau:
kompetensi sosio kultural, kompetensi manajerial dan kompetensi teknikal. Ketiga
jenis kompetensi ini, merupakan kompetensi baku (default) sebagaimana digunakan
dalam berbagai manajemen SDM tentang penyelenggara negara, termasuk Aparatur
Sipil Negara (ASN). Namun demikian, adaptasi terhadap masing-masing jenis
kompetensi ini, membutuhkan kontekstualisasi sesuai dengan kondisi
sosio-kultural-historis desa/kalurahan di DIY. Oleh karena itu, proses adaptasi
jenis-jenis kecakapan tersebut dilakukan dengan melokalkan norma-norma pengaturan
tentang kecakapan pamong untuk konteks desa-desa di DIY.
7. Selain itu, kajian ini juga didorong menjangkau untuk menyusun rumusan
kebijakan tentang profiling pamong kalurahan. Profiling pamong kalurahan
merupakan pemetaan terhadap kondisi obyektif pamong kalurahan yang
diorientasikan sebagai dasar pengambilan kebijakan pemerintah kalurahan dalam:
merancang kebutuhan peningkatan kapasitas pamong kalurahan, meningkatkan
44
kinerja pamong kalurahan, serta penataan organisasi pemerintah kalurahan melalui
manajemen pamong kalurahan (misal untuk rotasi jabatan, mutasi, promosi dan
sebagainya).
45
3. Kompetensi sosial kultural, yang diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan
masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga memiliki
wawasan kebangsaan.
Kajian ini mengadopsi tiga kategorisasi kompetensi dari UU No. 5 tahun 2014
tentang ASN tersebut dengan melakukan penyesuaian berdasarkan UU No.6 tahun
2014 yang mengatur kewenangan, kedudukan, tugas dan fungsi perangkat desa serta
menambahkan konteks lokal Yogyakarta dengan pertimbangan UU Keistimewaan dan
konteks khusus Pamong Kalurahan dan peraturan-peraturan turunannya. Perumusan
standar kompetensi akan diuraikan berdasarkan jabatan sesuai struktur organisasi
Pamong Kalurahan yang ada pada Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 25 Tahun 2019 meliputi: Lurah, Carik, Kaur (Tata Laksana, Danarta,
Pangripta), Kasi (Jagabaya, Ulu-ulu, Kamituwa), dan Pelaksana Kewilayahan
(Dukuh), serta Badan Musyawarah Kalurahan (Bamuskal).
46
pengembangan kapasitas yang sesuai dengan kebutuhan, misal dalam konteks DIY
pengembangan kapasitas pamong kalurahan tidak bisa meninggalkan ranah
keistimewaan.
Untuk memetakan kebutuhan peningkatan kapasitas, sebaiknya dilakukan analisis
kebutuhan peningkatan kapasitas terlebih dahulu. Hal inin dilakukan mengingat
kebutuhan kapasitas tiap pamong kelurahan tidaklah sama. Analisis kebutuhan
peningkatan kapasitas merupakan salah satu proses dalam rangka mencari gap
kompetensi pada suatu jabatan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi
jabatannya, yang kemudian dibandingkan dengan kompetensi pamong yang
bersangkutan (Prasetyo, 2019). Untuk mencapai tujuan pengembangan kualitas
pamong kalurahan, sebelum melakukan peningkatan kapasitas, organisasi pengampu
harus menentukan terlebih dulu kebutuhan peningkatan kapasitas (Training Need
Analysis).
Training need analysis (TNA) dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
efektivitas training. Penilaian efektivitas training, tidak hanya dilihat dari output,
tetapi outcome, yaitu peningkatan kinerja karyawan. Tanpa menentukan kebutuhan
training, organisasi tidak dapat menjamin bahwa training akan memberikan hasil
sesuai dengan tujuan (Prasetyo, 2019). Hasil yang diharapkan adalah menghasilkan
telaah kebutuhan peningkatan kapasitas yang disesuaikan dengan kondisi terbaru
organisasi dalam rangka memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat.
Pengembangan kapasitas yang baik akan mengacu pada standar kompetensi yang
telah ditentukan sebelumnya. Oleh sebab itu, menu-menu pengembangan kapasitas
akan lebih mengacu pada daftar standar kompetensi pada masing-masing jabatan.
47
pamong kalurahan; meningkatkan kinerja pamong kalurahan; serta kebutuhan
penataan organisasi pemerintahan kalurahan.
Penilaian Kompetensi dilakukan untuk mengetahui profil kompetensi pamong
kalurahan guna memperoleh gambaran kompetensi umum, teknis, managerial,
sosiokultural, dan kompetensi terkait keistimewaan. Nilai yag diperoleh berdasarkan
pemberian rating pada skala yang telah disiapkan dapat menggambarkan kompetensi
yang berhasil dimiliki oleh pamong yang ditunjukkan/ditampilkan dalam bentuk
perilaku kerja yang nyata, yang dapat diobservasi dan perilaku tersebut dapat
dikembangkan. Perilaku kerja dimaksud adalah perilaku kerja yang relevan dengan
kompetensi yang dinilai, untuk dibandingkan dengan standar kompetensi yang
dipersyaratkan pada jabatan tertentu (Kementerian PUPR, 2022).
48
Tabel 3.1. Key Informan
Unsur
D. Analisis Data
Secara prosedural teknik analisis data pada studi kasus dimulai dari melakukan
pengagregasian, menjadi kelompok data yang dapat dikelola. Agregasi merupakan
proses mengabstraksikan berbagai temuan yang berkarakter khusus menjadi hal yang
umum guna menemukan pola umum data. Tahap selanjutnya adalah pengorganisasian
atau pengklasifikasian data. Pengorganisasian data dapat dilakukan dengan membuat
time line secara kronologis, kategorikal atau diorganisasikan dalam tipologi-tipologi
tertentu bergantung pada hasil temuan di lapangan. Analisis data dilakukan sepanjang
49
pelaksanaan kajian, sejak peneliti masih berada lapangan, manakala pengumpulan data
selesai dilakukan dan setelah selesai dari proses penarikan data di lapangan.
Setelah rangkaian proses tersebut dilakukan tahapan analisis menginjak pada proses
verifikasi data dengan melakukan perbaikan dan pembaharuan data. Hal ini dilakukan
untuk memastikan kecukupan data dalam melakukan interpretasi. Ini akan membantu
untuk mengecek apakah data yang ada telah mencukupi atau masih perlu dilengkapi.
Dalam interpretasi juga diperlukan cross checking seperti dengan mengkonfrontir data
ataupun mengeceknya pada argumentasi empiris tertentu yang terbangun bertahap sejak
tahap pengumpulan data. Pada dasarnya, proses koreksi data ini secara berkelanjutan
telah berlangsung sejak tahap pengumpulan sampai proses analisis final/penarikan
simpulan (lihat Miles dan Hubermen, 1995: 73-74). Ringkasnya, meskipun semua data
telah terkumpul, dalam pendekatan studi kasus hendaknya dilakukan untuk penguatan
(reinforcement) terhadap klasifikasi yang telah ditemukan melalui temuan atau data baru.
Selanjutnya, penarikan simpulan dapat dilakukan terhadap data-data yang telah
terverifikasi dengan menarik suatu hubungan tertentu di dalamnya yang logis. Penarikan
simpulan bisa didasarkan pada analisis kausalitas untuk menemukan hubungan sebab
akibat, analisis deskriptif untuk memberikan gambaran yang utuh terhadap persoalan,
analisis komponensial untuk melihat kekontrasan antar elemen data, analisis untuk
menemukan benang merah antara data, sampai dengan menemukan hubungan konseptual
terhadap data.
50
E. Tata Kala Kajian
Sedangkan timeline pelaksanaan kajian dapat dicermati dari tabel berikut ini;
51
BAB IV
STANDAR KOMPETENSI JABATAN
PAMONG KALURAHAN
52
peningkatan kapasitas. Standar ini namun tidak bisa digunakan untuk mutasi, rotasi, dan
pemberhentian tugas.
Temuan LAN menunjukkan bahwa penetapan standar kompetensi dan pengukuran
kompetensi menjadi salah satu cara menuju tersedianya kapasitas dan kompetensi SDM
pamong pemerintah yang sesuai dengan jabatannya (Sumanti, 2018). Kajian ini
meminjam kategorisasi kompetensi dari UU No. 5 tahun 2014 tentang ASN pada pasal
69 ayat 3 yang membagi kompetensi menjadi tiga yaitu:
1. Kompetensi teknis, yang diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan
teknis fungsional dan pengalaman bekerja secara teknis.
2. Kompetensi manajerial, yang diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan struktural atau
manajemen dan pengalaman kepemimpianan.
3. Kompetensi sosial kultural, yang diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan
masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan
kebangsaan.
Kajian ini mengadopsi tiga kategorisasi kompetensi dari UU No. 5 tahun 2014 tentang
ASN tersebut dengan melakukan penyesuaian berdasarkan konteks lokal Yogyakarta
dengan pertimbangan UU Keistimewaan dan konteks khusus Pamong Kalurahan.
Perumusan standar kompetensi akan diuraikan berdasarkan jabatan sesuai struktur
organisasi Pamong Kalurahan yang ada pada Peraturan Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 25 Tahun 2019 meliputi: Lurah, Carik, Kaur (Tata Laksana, Danarta,
Pangripta), Kasi (Jagabaya, Ulu-ulu, Kamituwa), dan Pelaksana Kewilayahan (Dukuh),
serta Badan Musyawarah Kalurahan (Bamuskal). Sementara itu, proses penamaan,
pengkodean, serta pemberian definisi dan indikator kompetensi pada kajian ini
mengadaptasi konsep yang digunakan pada Kamus Kompetensi Jabatan Kementerian
Agama Republik Indonesia Tahun 2015, Kamus Kompetensi Jabatan Kementerian
Koperasi & Usaha Kecil Menengah Tahun 2016, dan Kamus Kompetensi Jabatan
Kementerian Agraria & Tata Ruang Tahun 2019.
Berikut ini rumusan standar kompetensi jabatan Pamong Kalurahan:
I. Ikhtisar Jabatan
53
Ikhtisar Jabatan Lurah: Memimpin penyelenggaraan pemerintah kalurahan,
pembinaan kemasyarakatan, dan pelaksanaan urusan
keistimewaan yang ditugaskan oleh Pemerintah Daerah
DIY.
54
pemerintahan kalurahan kegiatan (LKK)
3. Penggunaan perangkat dan aplikasi digital (AD)
A. Umum
55
tugas secara netral
dengan memprioritaskan
keadilan bagi semua
pihak
● Menghormati kesetaraan
● Mampu menaati
peraturan, norma, dan
etika kerja sesuai dengan
regulasi atau kesepakatan
yang telah disetujui di
wilayah desa
B. Teknikal
56
pemerintahan desa
57
pelaksanaan kegiatan kinerja dan pelaksanaan laporan kinerja dan
kegiatan secara pelaksanaan kegiatan,
sistematis, terarah, dan khususnya yang
terstruktur sesuai berkaitan dengan
dengan peraturan yang operasional desa
berlaku. ● Mampu mengoperasikan
perangkat dan aplikasi
digital yang dibutuhkan
untuk menyusun laporan
kinerja dan pelaksanaan
kegiatan
● Mampu menuliskan
informasi serta data-data
dalam laporan kinerja
dan pelaksanaan kegiatan
secara efektif, rinci, dan
terstruktur dengan
disertai bukti yang dapat
dipertanggungjawabkan
C. Teknikal Keistimewaan
58
Kasultanan
● Mampu mengawasi
penggunaan dan
pemanfaatan Tanah
Kasultanan di wilayah
desa
● Mampu menyusun
strategi penyelesaian
masalah yang berkaitan
dengan isu penggunaan
dan pemanfaatan Tanah
Kasultanan di wilayah
desa
D. Managerial
59
gagasan yang
dikemukakan
● Mampu mengkoordinir
pembagian kerja sesuai
dengan kesesuaian kerja
dan indikator kinerja
● Mampu menyelaraskan
kondisi sumber daya dan
lingkungan untuk
mewujudkan ekosistem
yang kondusif dan positif
60
Pengambilan PK Kemampuan untuk ● Mampu
keputusan dapat memahami mengintegrasikan
kondisi dan menentukan berbagai ide, sudut
keputusan yang dapat pandang, dan gagasan
menjadi solusi terbaik menjadi satu solusi yang
bagi semua pihak. strategis
● Mampu melihat berbagai
opsi solusi secara
objektif dan
komprehensif dengan
memerhatikan berbagai
kelebihan dan
kekurangan dari
masing-masingg opsi
● Mampu melihat opsi
solusi yang dapat
memberikan keuntungan
bagi masyarakat dan
mendukung pelaksanaan
program pemerintah desa
● Mampu mengambil
keputusan dengan dasar
pemikiran yang jelas dan
dapat
dipertanggungjawabkan
61
terbatas pada profesional sumber daya
kemampuan untuk manusia dalam susunan
menilai kinerja SDM, pamong desa
kemampuan untuk ● Mampu melakukan
merencanakan penilaian objektif kepada
peningkatan kualitas sumber daya manusia
SDM, serta kemampuan dalam susunan pamong
untuk dapat mengatur desa dengan berdasarkan
kinerja SDM. instrumen yang berlaku
● Mampu mengarahkan
dan/atau memfasilitasi
sumber daya manusia
dalam susunan pamong
desa dengan kegiatan
pengembangan kapasitas
sesuai dengan
kebutuhannya
masing-masing
● Mampu mengelola
dan/atau
mengembangkan
lingkungan kerja yang
positif dan mendukung
peningkatan kapasitas
sumber daya manusia
dalam susunan pamong
desa
62
pengintegrasian dan
penyederhanaan
informasi yang
didapatkan dari berbagai
sumber
● Mampu
mengidentifikasikan isu
kunci yang signifikan
dalam situasi yang
kompleks
● Mampu
memformulasikan
konsep, teori, maupun
model yang dapat
digunakan untuk
menyelesaikan
permasalahan
63
dalam melihat suatu
situasi dan kondisi
64
audiens
● Mampu membangun
ekosistem komunikasi
yang positif dan
berlangsung secara dua
arah
65
● Mampu menjalin
hubungan positif dan
suportif dengan
supradesa serta
pihak-pihak lain yang
bersinggungan langsung
maupun tidak langsung
dengan desa
E. Sosiokultural
66
optimal guna mendukung
kesejahteraan masyarakat
dengan tetap
memperhatikan prinsip
ekoefisien
67
dalam melaksanakan
strategi pemberdayaan
I. Ikhtisar Jabatan
68
6. Perpajakan (PJK)
A. Umum
69
semangat pelayanan
kepada masyarakat desa
B. Teknikal
70
sistem, prosedur, dan tata
cara kerja yang berlaku
dalam pelaksanaan
penugasan desa
71
pengarsipan, serta tugas masuk dan surat keluar
kesekretariatan sesuai yang dibutuhkan untuk
peraturan yang berlaku mendukung kegiatan
operasional desa
● Mampu menyusun daftar
periksa arsip dan
memberikan penomoran
arsip secara sistematis
● Mampu mengelola dan
menyimpan surat, arsip,
dan produk administrasi
lain secara teratur sesuai
dengan prinsip
manajemen administrasi
72
kebocoran sumber data
73
sistematis
● Mampu menggunakan
perangkat lunak dan
keras yang dapat
dimanfaatkan untuk
proses penyusunan
laporan keuangan
74
pembayaran pajak, dan operasional desa
pelaporan pajak ● Mampu melakukan
perhitungan pajak sesuai
dengan ketentuan
perpajakan nasional
● Mampu mengawasi dan
mengendalikan
perhitungan pajak yang
berkaitan dengan
operasional desa
C. Teknikal Keistimewaan
75
kebudayaan Yogyakarta,
khususnya di wilayah
desa
● Mampu mendorong
motivasi dan semangat
masyarakat untuk
memanfaatkan,
memelihara,
melestarikan, dan
mengembangkan
kebudayaan Yogyakarta,
khususnya di wilayah
desa
D. Managerial
76
umpan balik kepada
orang lain
77
permasalahan, melihat sumber-sumber
hubungan sebab-akibat permasalahan
dari berbagai informasi ● Mampu memahami
yang diperlukan, serta persoalan dari berbagai
mengembangkan perspektif yang berbeda
alternatif solusi untuk secara objektif
dapat meregulasi ● Mampu memberikan
permasalahan. alternatif penyelesaian
masalahan yang solutif
● Mampu merancang
strategi operasional dari
alternatif penyelesaian
masalah dengan
memanfaatkan sumber
daya yang ada
78
Komunikasi efektif KE Keterampilan untuk ● Mampu menyampaikan
mengomunikasikan informasi dengan runtut
informasi secara efektif menggunakan bahasa
dan tepat sehingga yang mudah dimengerti
mampu dipahami oleh ● Mampu menjelaskan
pihak lain. suatu hal kepada pihak
lain tanpa menyinggung,
merendahkan, dan/atau
menyulut permasalahan
● Mampu menyesuaikan
gaya bahasa dan gaya
bicara dengan situasi dan
kondisi serta kelompok
audiens
● Mampu membangun
ekosistem komunikasi
yang positif dan
berlangsung secara dua
arah
79
kemufakatan
80
kompleks
● Mampu
memformulasikan
konsep, teori, maupun
model yang dapat
digunakan untuk
menyelesaikan
permasalahan
E. Sosiokultural
I. Ikhtisar Jabatan
81
Ringkasan Tugas Jabatan Kompetensi
Membantu carik dalam 1. Pengetahuan sistem, prosedur, dan tata cara kerja
urusan pelayanan (SP)
administrasi pendukung 2. Penyusunan laporan kinerja dan pelaksanaan
pelaksanaan tugas-tugas kegiatan (LKK)
pemerintahan 3. Penggunaan perangkat dan aplikasi digital (AD)
4. Administrasi, kesekretariatan, dan pengarsipan
(AKP)
5. Kerjasama (KS)
A. Umum
82
dan kualitas pelayanan ● Memprioritaskan
publik di atas kepentingan publik di
kepentingan pribadi atas kepentingan pribadi
atau kelompok atau kelompok tertentu
● Melakukan tugas dengan
semangat pelayanan
kepada masyarakat desa
B. Teknikal
83
secara efektif, rinci, dan
terstruktur dengan
disertai bukti yang dapat
dipertanggungjawabkan
84
umum dan diperlukan rumah tangga dan urusan
untuk mendukung umum
aktivitas operasional ● Mampu melakukan
desa dan optimalisasi evaluasi, perbaikan, dan
pelayanan masyarakat perawatan rutin rumah
tangga serta urusan
umum dalam lingkup
desa
C. Managerial
85
Komunikasi efektif KE Keterampilan untuk ● Mampu menyampaikan
mengomunikasikan informasi dengan runtut
informasi secara efektif menggunakan bahasa
dan tepat sehingga yang mudah dimengerti
mampu dipahami oleh ● Mampu menjelaskan
pihak lain. suatu hal kepada pihak
lain tanpa menyinggung,
merendahkan, dan/atau
menyulut permasalahan
● Mampu menyesuaikan
gaya bahasa dan gaya
bicara dengan situasi dan
kondisi serta kelompok
audiens
● Mampu membangun
ekosistem komunikasi
yang positif dan
berlangsung secara dua
arah
86
serta menyusun strategi
penerapannya
D. Sosiokultural
I. Ikhtisar Jabatan
Membantu carik dalam 1. Pengetahuan sistem, prosedur, dan tata cara kerja
melaksanakan urusan (SP)
pelayanan administrasi 2. Penyusunan laporan kinerja dan pelaksanaan
pendukung pelaksanaan kegiatan (LKK)
tugas-tugas pemerintahan 3. Penggunaan perangkat dan aplikasi digital (AD)
4. Administrasi, kesekretariatan, dan pengarsipan
(AKP)
5. Kerjasama (KS)
87
Menggali dan mengelola 1. Berpikir analisis (BA)
sumber pendapatan 2. Berpikir konseptual (BK)
Kalurahan 3. Berpikir wirausaha (BW)
A. Umum
B. Teknikal
88
pelaksanaan keuangan ● Memahami prinsip
yang berlaku pengelolaan keuangan
yang transparan, efektif,
dan tepat guna
● Mampu mengamati
pelaksanaan keuangan
desa dan menilai
kesesuaiannya dengan
rencana anggaran yang
telah disusun
● Mampu mengevaluasi
pelaksanaan keuangan
desa dan menilai dampak
penggunaannya bagi
kinerja desa
89
laporan keuangan
90
mengendalikan
perhitungan pajak yang
berkaitan dengan
operasional desa
91
Penggunaan AD Keterampilan untuk ● Memahami dasar-dasar
perangkat dan menggunakan perangkat operasi perangkat dan
aplikasi digital dan aplikasi digital aplikasi digital,
secara efektif, efisien, khususnya yang
dan tepat guna untuk berkaitan dengan
menyelesaikan tugas operasional desa
sesuai dengan peraturan ● Mampu mengoperasikan
yang perangkat dan aplikasi
berlaku.Keterampilan digital secara efektif dan
untuk menggunakan efisien guna mendukung
perangkat dan aplikasi penyelesaian penugasan
digital secara efektif, desa
efisien, dan tepat guna ● Mampu melakukan
untuk menyelesaikan trouble-shooting dasar
tugas sesuai dengan guna saat menghadapi
peraturan yang berlaku. gangguan perangkat
maupun aplikasi
C. Managerial
92
sikap dan perilaku
menjunjung tinggi
keputusan kelompok dan
hasil musyawarah
bersama
● Mampu bersinergi
dengan pihak lain guna
mencapai tujuan bersama
93
didapatkan dari berbagai
sumber
● Mampu
mengidentifikasikan isu
kunci yang signifikan
dalam situasi yang
kompleks
● Mampu
memformulasikan
konsep, teori, maupun
model yang dapat
digunakan untuk
menyelesaikan
permasalahan
D. Sosiokultural
94
Standar Kompetensi Jabatan Pangripta
I. Ikhtisar Jabatan
Membantu Carik dalam 1. Pengetahuan sistem, prosedur, dan tata cara kerja
urusan pelayanan (SP)
administrasi pendukung 2. Penggunaan perangkat dan aplikasi digital (AD)
pelaksanaan tugas-tugas 3. Administrasi, kesekretariatan, dan pengarsipan
pemerintahan (AKP)
4. Kerjasama (KS)
95
III. Standar Kompetensi Jabatan
A. Umum
B. Teknikal
96
berkaitan dengan penugasan desa
supradesa dan lembaga ● Memahami standar
lain, menurut peraturan pelaksanaan sistem,
yang berlaku. prosedur, dan tata cara
kerja yang berlaku dalam
proses operasional desa
● Memahami mekanisme
penggunaan alat atau
media pendukung guna
mengimplementasikan
sistem, prosedur, dan tata
cara kerja yang berlaku
dalam pelaksanaan
penugasan desa
97
dengan prinsip
manajemen administrasi
98
Penyusunan laporan LKK Kemampuan untuk ● Mengetahui mekanisme
kinerja dan dapat menyusun laporan dan prosedur penyusunan
pelaksanaan kegiatan kinerja dan pelaksanaan laporan kinerja dan
kegiatan secara pelaksanaan kegiatan,
sistematis, terarah, dan khususnya yang
terstruktur sesuai berkaitan dengan
dengan peraturan yang operasional desa
berlaku.Kemampuan ● Mampu mengoperasikan
untuk dapat menyusun perangkat dan aplikasi
laporan kinerja dan digital yang dibutuhkan
pelaksanaan kegiatan untuk menyusun laporan
secara sistematis, kinerja dan pelaksanaan
terarah, dan terstruktur kegiatan
sesuai dengan peraturan ● Mampu menuliskan
yang berlaku. informasi serta data-data
dalam laporan kinerja
dan pelaksanaan kegiatan
secara efektif, rinci, dan
terstruktur dengan
disertai bukti yang dapat
dipertanggungjawabkan
C. Managerial
99
asumsi, dan logika yang kelemahan dari situasi
dimiliki dan kondisi yang terjadi
● Mampu melakukan
pendalaman situasi
dengan berdasarkan
fakta, asumsi, logika, dan
data yang dimiliki
100
Pengambilan PK Kemampuan untuk ● Mampu
Keputusan dapat memahami mengintegrasikan
kondisi dan menentukan berbagai ide, sudut
keputusan yang dapat pandang, dan gagasan
menjadi solusi terbaik menjadi satu solusi yang
bagi semua pihak. strategis
● Mampu melihat berbagai
opsi solusi secara
objektif dan
komprehensif dengan
memerhatikan berbagai
kelebihan dan
kekurangan dari
masing-masingg opsi
● Mampu melihat opsi
solusi yang dapat
memberikan keuntungan
bagi masyarakat dan
mendukung pelaksanaan
program pemerintah desa
● Mampu mengambil
keputusan dengan dasar
pemikiran yang jelas dan
dapat
dipertanggungjawabkan
101
merendahkan, dan/atau
menyulut permasalahan
● Mampu menyesuaikan
gaya bahasa dan gaya
bicara dengan situasi dan
kondisi serta kelompok
audiens
● Mampu membangun
ekosistem komunikasi
yang positif dan
berlangsung secara dua
arah
D. Sosiokultural
102
Pengetahuan budaya BUD Pengetahuan akan ● Memahami kondisi sosial
daerah sumber daya sosial dan budaya masyarakat
budaya yang menjadi sekitar
bagian dari kehidupan ● Memahami budaya yang
masyarakat. dimiliki masyarakat di
lingkungan sekitar
● Memahami nilai-nilai
dasar dan arti filosofis
yang terkandung dalam
budaya masyarakat
● Mampu melaksanakan
praktik yang berkaitan
dengan budaya
masyarakat
I. Ikhtisar Jabatan
103
pemerintahan, dan urusan 2. Perumusan kebijakan pertanahan dan tata ruang
keistimewaan bidang (KPT)
pertanahan dan bidang tata 3. Pemetaan potensi (PTS)
ruang. 4. Pengetahuan sistem, prosedur, dan tata cara kerja
(SP)
5. Penggunaan perangkat dan aplikasi digital (AD)
A. Umum
104
ketaatan akan peraturan, informasi sesuai dengan
norma, dan etika kerja kondisi faktual
yang berlaku di wilayah ● Mampu melaksanakan
desa. tugas dengan penuh
keterbukaan dan
transparansi
● Mampu melaksanakan
tugas secara netral
dengan memprioritaskan
keadilan bagi semua
pihak
● Menghormati kesetaraan
● Mampu menaati
peraturan, norma, dan
etika kerja sesuai dengan
regulasi atau kesepakatan
yang telah disetujui di
wilayah desa
B. Teknikal
105
pertanahan dan tata ruang
di wilayah desa sesuai
dengan peraturan yang
berlaku
106
Penggunaan AD Keterampilan untuk ● Memahami dasar-dasar
perangkat dan menggunakan perangkat operasi perangkat dan
aplikasi digital dan aplikasi digital aplikasi digital,
secara efektif, efisien, khususnya yang
dan tepat guna untuk berkaitan dengan
menyelesaikan tugas operasional desa
sesuai dengan peraturan ● Mampu mengoperasikan
yang berlaku. perangkat dan aplikasi
digital secara efektif dan
efisien guna mendukung
penyelesaian penugasan
desa
● Mampu melakukan
trouble-shooting dasar
guna saat menghadapi
gangguan perangkat
maupun aplikasi
107
arsip secara sistematis
● Mampu mengelola dan
menyimpan surat, arsip,
dan produk administrasi
lain secara teratur sesuai
dengan prinsip
manajemen administrasi
108
peraturan
perundang-undangan
yang berlaku, khususnya
yang mengatur
pemerintahan desa
C. Teknikal Keistimewaan
109
dan pemanfaatan Tanah
Kasultanan di wilayah
desa
D. Managerial
110
rencana dan tahapan kebutuhan desa dan
kerja yang strategis masyarakat
serta mengelola sumber ● Mampu menyusun
daya guna mendukung rencana kerja jangka
pelaksanaan rencana pendek maupun jangka
tersebut. panjang untuk menjawab
kebutuhan desa dan
masyarakat
● Mampu menguraian
kebutuhan pelaksanaan
rencana kerja secara rinci
serta menyusun strategi
penerapannya
111
● Mampu memberikan
saran serta arahan untuk
memperbaiki program
serta kinerja yang telah
dilakukan pada
pelaksanaan selanjutnya
112
● Mampu menunjukkan
sikap dan perilaku
menjunjung tinggi
keputusan kelompok dan
hasil musyawarah
bersama
● Mampu bersinergi
dengan pihak lain guna
mencapai tujuan bersama
E. Sosiokultural
113
Pengetahuan budaya BUD Pengetahuan akan ● Memahami kondisi sosial
daerah sumber daya sosial dan budaya masyarakat
budaya yang menjadi sekitar
bagian dari kehidupan ● Memahami budaya yang
masyarakat. dimiliki masyarakat di
lingkungan sekitar
● Memahami nilai-nilai
dasar dan arti filosofis
yang terkandung dalam
budaya masyarakat
● Mampu melaksanakan
praktik yang berkaitan
dengan budaya
masyarakat
114
kegiatan yang
mendukung peningkatan
pengetahuan, sikap, dan
keterampilan masyarakat
guna mencapai kondisi
masyarakat mandiri dan
berdaya
● Mampu mengawal dan
membantu masyarakat
dalam melaksanakan
strategi pemberdayaan
I. Ikhtisar Jabatan
115
kalurahan
A. Umum
116
Berorientasi pada BP Sikap individu yang ● Memiliki visi akan
pelayanan memprioritaskan kesejahteraan masyarakat
kepentingan masyarakat desa
dan kualitas pelayanan ● Memprioritaskan
publik di atas kepentingan publik di
kepentingan pribadi atas kepentingan pribadi
atau kelompok atau kelompok tertentu
● Melakukan tugas dengan
semangat pelayanan
kepada masyarakat desa
B. Teknikal
117
menyimpan surat, arsip,
dan produk administrasi
lain secara teratur sesuai
dengan prinsip
manajemen administrasi
118
masyarakat setempat oleh masyarakat di
dan menjadi nilai yang wilayah desa
mendasari pelaksanaan ● Mengetahui mekanisme
kegiatan, praktik adat, serta persyaratan dalam
maupun praktik melakukan praktik
peribadatan masyarakat pelaksanaan nilai, norma,
dan keagamaan di
wilayah desa
● Mampu memimpin
pelaksanaan praktik
keagamaan, khususnya
yang menjadi tradisi
masyarakat di wilayah
desa
119
serta kinerja yang telah
dilakukan pada
pelaksanaan selanjutnya
C. Teknikal Keistimewaan
120
D. Managerial
121
memerhatikan berbagai
kelebihan dan
kekurangan dari
masing-masingg opsi
● Mampu melihat opsi
solusi yang dapat
memberikan keuntungan
bagi masyarakat dan
mendukung pelaksanaan
program pemerintah desa
● Mampu mengambil
keputusan dengan dasar
pemikiran yang jelas dan
dapat
dipertanggungjawabkan
122
yang positif dan
berlangsung secara dua
arah
E. Sosiokultural
123
yang terkandung dalam
budaya masyarakat
● Mampu melaksanakan
praktik yang berkaitan
dengan budaya
masyarakat
124
membantu masyarakat
dalam melaksanakan
strategi pemberdayaan
125
Standar Kompetensi Jabatan Ulu-ulu
I. Ikhtisar Jabatan
126
mengoordinasikan kegiatan 1. Empati sosial (ES)
pemberdayaan masyarakat 2. Perencanaan & pengorganisasian (PP)
serta meningkatkan peran 3. Pengambilan Keputusan (PK)
serta masyarakat dalam 4. Pengelolaan konflik (KO)
pelestarian lingkungan hidup 5. Komunikasi efektif (KE)
6. Pemberdayaan masyarakat (PM)
7. Keterampilan bahasa daerah (BD)
8. Pengelolaan keragaman lingkungan budaya (LB)
A. Umum
B. Teknikal
127
Manajemen badan MBU Kemampuan untuk ● Mengetahui badan usaha
usaha dan sumber merencanakan, serta sumber pendapatan
pendapatan mengoperasikan, dan yang dimiliki oleh desa
mengelola badan usaha serta regulasi yang
serta sumber mengaturnya
pendapatan lain yang ● Mampu menyusun
yang dimiliki desa rencana strategi
dengan tujuan untuk operasional badan usaha
memaksimalkan hasil serta sumber pendapatan
atau target yang ingin yang dimiliki oleh desa
dicapai untuk mendapatkan hasil
yang maksimal
● Mampu mengawasi dan
membantu kegiatan
operasional badan usaha
serta sumber pendapatan
lain milik desa
● Mampu menilai dan
mengevaluasi efektivitas
kerja badan usaha serta
sumber pendapatan lain
milik desa
● Mampu memberikan
saran dan arahan guna
mengoptimalkan kinerja
badan usaha serta sumber
pendapatan lain milik
desa
128
dalam pelaksanaan
penugasan desa
129
kuantitatif maupun survei, penelitian, dan
kualitatif yang analisis data secara
dibutuhkan organisasi sistematis untuk
mendapatkan informasi
kualitatif dan kuantatif
yang dibutuhkan dalam
operasional desa
● Mampu mengoperasikan
perangkat keras dan
lunak yang dibutuhkan
untuk melaksanakan
survei, penelitian, dan
analisis data
130
terstruktur dengan
disertai bukti yang dapat
dipertanggungjawabkan
C. Teknikal Keistimewaan
D. Managerial
131
arah
132
kesejahteraan bersama. yang dapat
dioperasionalkan dengan
memanfaatkan sumber
daya desa
● Mampu menyusun
rencana dan strategi
wirausaha secara rinci
dan sistematis
133
keputusan yang dapat pandang, dan gagasan
menjadi solusi terbaik menjadi satu solusi yang
bagi semua pihak. strategis
● Mampu melihat berbagai
opsi solusi secara
objektif dan
komprehensif dengan
memerhatikan berbagai
kelebihan dan
kekurangan dari
masing-masingg opsi
● Mampu melihat opsi
solusi yang dapat
memberikan keuntungan
bagi masyarakat dan
mendukung pelaksanaan
program pemerintah desa
● Mampu mengambil
keputusan dengan dasar
pemikiran yang jelas dan
dapat
dipertanggungjawabkan
134
sikap dan perilaku
menjunjung tinggi
keputusan kelompok dan
hasil musyawarah
bersama
● Mampu bersinergi
dengan pihak lain guna
mencapai tujuan bersama
135
penilaian kerja dengan melalui berbagai metode
tujuan mengetahui berbeda
celah, kekurangan, serta ● Mampu mengidentifikasi
kelebihan dari kinerja kelebihan dan
yang telah dilakukan. kekurangan dari objek
yang dinilai secara
objektif
● Mampu memberikan
saran serta arahan untuk
memperbaiki program
serta kinerja yang telah
dilakukan pada
pelaksanaan selanjutnya
E. Sosiokultural
136
demi kepentingan wilayah desa
bersama. ● Mampu memanfaatkan
potensi sumber daya
lingkungan di berbagai
wilayah desa secara
optimal guna mendukung
kesejahteraan masyarakat
dengan tetap
memperhatikan prinsip
ekoefisien
137
guna mencapai kondisi
masyarakat mandiri dan
berdaya
● Mampu mengawal dan
membantu masyarakat
dalam melaksanakan
strategi pemberdayaan
I. Ikhtisar Jabatan
138
7. Pengambilan Keputusan (PK)
8. Pengelolaan konflik (KO)
A. Umum
B. Teknikal
139
terstruktur sesuai berkaitan dengan
dengan peraturan yang operasional desa
berlaku. ● Mampu mengoperasikan
perangkat dan aplikasi
digital yang dibutuhkan
untuk menyusun laporan
kinerja dan pelaksanaan
kegiatan
● Mampu menuliskan
informasi serta data-data
dalam laporan kinerja
dan pelaksanaan kegiatan
secara efektif, rinci, dan
terstruktur dengan
disertai bukti yang dapat
dipertanggungjawabkan
140
yang berlaku, khususnya
yang mengatur
pemerintahan desa
● Memahami rencana
penyelesaian masalah
berdasarkan hukum dan
peraturan
perundang-undangan
yang berlaku, khususnya
yang mengatur
pemerintahan desa
C. Teknikal Keistimewaan
141
pemanfaatan Tanah
Kasultanan di wilayah
desa
● Mampu menyusun
strategi penyelesaian
masalah yang berkaitan
dengan isu penggunaan
dan pemanfaatan Tanah
Kasultanan di wilayah
desa
D. Managerial
142
pembagian kerja sesuai
dengan kesesuaian kerja
dan indikator kinerja
● Mampu menyelaraskan
kondisi sumber daya dan
lingkungan untuk
mewujudkan ekosistem
yang kondusif dan positif
143
penilaian kerja dengan melalui berbagai metode
tujuan mengetahui berbeda
celah, kekurangan, serta ● Mampu mengidentifikasi
kelebihan dari kinerja kelebihan dan
yang telah dilakukan. kekurangan dari objek
yang dinilai secara
objektif
● Mampu memberikan
saran serta arahan untuk
memperbaiki program
serta kinerja yang telah
dilakukan pada
pelaksanaan selanjutnya
144
program pemerintah desa
● Mampu mengambil
keputusan dengan dasar
pemikiran yang jelas dan
dapat
dipertanggungjawabkan
145
kerjasama demi hubungan positif dan
kepentingan bersama. suportif dengan
masyarakat dan seluruh
lembaga, organisasi,
maupun perkumpulan di
wilayah desa
● Mampu menjalin
hubungan positif dan
suportif dengan
supradesa serta
pihak-pihak lain yang
bersinggungan langsung
maupun tidak langsung
dengan desa
E. Sosiokultural
146
demi kepentingan lingkungan di berbagai
bersama. wilayah desa
● Mampu memanfaatkan
potensi sumber daya
lingkungan di berbagai
wilayah desa secara
optimal guna mendukung
kesejahteraan masyarakat
dengan tetap
memperhatikan prinsip
ekoefisien
147
keterampilan masyarakat
guna mencapai kondisi
masyarakat mandiri dan
berdaya
● Mampu mengawal dan
membantu masyarakat
dalam melaksanakan
strategi pemberdayaan
I. Ikhtisar Jabatan
A. Umum
148
profesionalitas, profesionalitas kerja
kejujuran, keadilan, dan ● Mampu menyampaikan
ketaatan akan peraturan, informasi sesuai dengan
norma, dan etika kerja kondisi faktual
yang berlaku di wilayah ● Mampu melaksanakan
desa. tugas dengan penuh
keterbukaan dan
transparansi
● Mampu melaksanakan
tugas secara netral
dengan memprioritaskan
keadilan bagi semua
pihak
● Menghormati kesetaraan
● Mampu menaati
peraturan, norma, dan
etika kerja sesuai dengan
regulasi atau kesepakatan
yang telah disetujui di
wilayah desa
B. Teknikal
149
yang mengatur
pemerintahan desa
● Memahami rencana
penyelesaian masalah
berdasarkan hukum dan
peraturan
perundang-undangan
yang berlaku, khususnya
yang mengatur
pemerintahan desa
150
untuk menyusun dan/atau
mengembangkan produk
hukum serta peraturan
guna menyelesaikan
permasalahan di
lingkungan desa
C. Managerial
151
informasi, data, serta dibutuhkan untuk
laporan secara efektif mendukung proses
dan efisien hingga dapat presentasi dengan efektif
dipahami pihak lain dan efisien
dengan baik. ● Mampu menyajikan
informasi, data, dan
laporan dengan
menggunakan berbagai
metode presentasi
dengan menyesuaikan
kebutuhan dan ketentuan
yang berlaku
152
maupun tidak langsung
dengan desa
153
rencana dan strategi
wirausaha secara rinci
dan sistematis
D. Sosiokultural
154
kondisi yang berbeda
BAB V
KEBUTUHAN DAN DESAIN PENINGKATAN
KAPASITAS PAMONG KALURAHAN
Standar kompetsi jabatan yang telah dilakukan pada pembahasan sebelumnya dapat
digunakan untuk pengadaan pegawai, pengangkatan dalam jabatan, promosi jabatan,
perpindahan antar jabatan, pengembangan karier serta penghargaan untuk para pamong
kalurahan. Kajian ini juga mengidentifikasi kebutuhan dan desain peningkatan kapasitas
pamong kalurahan. Sebab SDM yang telah diperoleh melalui seleksi memerlukan
pengembangan sampai pada taraf tertentu sesuai dengan kemampuannya dan
kepentingan organisasi (Rohmadin & Batubara, 2019). Pengembangan SDM ini dapat
dilaksanakan dengan mendesain peningkatan kapasitas yang sesuai kebutuhan melalui
program pendidikan dan pelatihan yang bersinambungan.
Praktik di lapangan saat ini, menurut laporan Kemendagri (2023), pengembangan
kapasitas pamong Desa sudah banyak pihak yang terlibat, namun belum terintegrasi dan
terarah dalam memenuhi standar kompetensi pamong Desa. Padahal pengembangan
kapasitas sumber daya manusia merupakan salah satu strategi untuk mewujudkan tata
kelola pemerintahan desa yang baik. Hal ini dapat ditempuh melalui peningkatan
pengetahuan dan wawasan, keterampilan dan keahlian, pembetukan sikap perilaku
penyelenggaraan pemerintahan desa dan dilakukan melalui pelatihan, bimbingan teknis,
kursus, seminar, pendampingan. Oleh sebab itu perlu pengembangan kapasitas yang
sesuai dengan kebutuhan, misal dalam konteks DIY pengembangan kapasitas pamong
kalurahan tidak bisa meninggalkan ranah keistimewaan.
Peningkatan kapasitas pamong memiliki tujuan untuk mencapai kecakapan kerja
seorang pamong. Peningkatan kapasitas dilakukan untuk mendukung terciptanya
pelayanan publik yang baik oleh pamong kalurahan yang berkompeten serta
pengurangan gap kompetensi yang dimiliki oleh antar pamong kalurahan. Hasil kajian ini
menunjukkan beberapa faktor penghambat dan pendukung tercapainya kecakapan kerja
pamong.
Faktor penghambat kecakapan kerja pamong:
155
Internal:
● Kemampuan, dorongan dan kesadaran belajar
● Etos kerja yang kurang baik
● Mindset bekerja dengan standar minimal
● Skill dan latar belakang pendidikan tidak mendukung jabatan yang diemban
● Kurang komitmen terhadap jabatan, institusi tempat bekerja, dan masyarakat
Eksternal:
● Reward dan punishment yang tidak diterapkan dengan baik sehingga kurang
mendorong etos kerja
● Perangkat/alat kerja yang tidak mendukung
● Banyaknya pekerjaan mandat dari supra desa menyita waktu untuk pelayanan
kepada masyarakat
● Kendala pekerjaan dan teknis di lapangan
● Digitalisasi yang terlalu cepat
● Iklim kerja yang tidak mendukung etos kerja yang baik
Faktor pendukung kecakapan kerja pamong:
Internal:
● Pengalaman kerja yang mendukung kemampuan menyelesaikan tugas
● Background pendidikan yang mendukung kemampuan menyelesaikan tugas
● Mindset menuju penyelesaian tujuan besar kalurahan
● Penguasaan IT dan kemampuan digital
● Etos kerja yang terampil
Eksternal:
● Mengikuti pelatihan dari pihak luar yang sejalan dengan tupoksi
● Kerjasama tim dilakukan antar pamong dengan baik
● Koordinasi antar pamong yang berjalan lancar
● Amunisi/reward yang sepadan dengan beban yang bertambah, dan standar kerja
yang tinggi
● Pemimpin (Lurah) yang mendukung peningkatan potensi
● Pelibatan seluruh elemen pamong dalam mencari solusi dan evaluasi
156
A. Kebutuhan peningkatan kapasitas
Untuk memetakan kebutuhan peningkatan kapasitas, sebaiknya dilakukan analisis
kebutuhan peningkatan kapasitas terlebih dahulu. Hal inin dilakukan mengingat
kebutuhan kapasitas tiap pamong kelurahan tidaklah sama. Analisis kebutuhan
peningkatan kapasitas merupakan salah satu proses dalam rangka mencari gap
kompetensi pada suatu jabatan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi jabatannya,
yang kemudian dibandingkan dengan kompetensi pamong yang bersangkutan (Prasetyo,
2019). Untuk mencapai tujuan pengembangan kualitas pamong kalurahan, sebelum
melakukan peningkatan kapasitas, organisasi pengampu harus menentukan terlebih dulu
kebutuhan peningkatan kapasitas (Training Need Analysis).
Training need analysis (TNA) dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
efektivitas training. Penilaian efektivitas training, tidak hanya dilihat dari output, tetapi
outcome, yaitu peningkatan kinerja karyawan. Tanpa menentukan kebutuhan training,
organisasi tidak dapat menjamin bahwa training akan memberikan hasil sesuai dengan
tujuan (Prasetyo, 2019). Hasil yang diharapkan adalah menghasilkan telaah kebutuhan
peningkatan kapasitas yang disesuaikan dengan kondisi terbaru organisasi dalam rangka
memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Pengembangan kapasitas yang
baik akan mengacu pada standar kompetensi yang telah ditentukan sebelumnya. Oleh
sebab itu, menu-menu pengembangan kapasitas akan lebih mengacu pada daftar standar
kompetensi pada masing-masing jabatan.
Dalam kajian ini telah didapatkan telaah makro kebutuhan peningkatan kapasitas
pamong kelurahan yang akan diuraikan sebagai berikut:
157
kalurahan. Namun informan juga menyampaikan pentingnya iklim kerja positif yang
terbangun di lingkungan kalurahan.
158
efektif. Hasil studi ini menunjukkan bahwa pola kerja pamong kalurahan berbeda dengan
ASN. Pada pamong kalurahan masyarakat masih menganggap bahwa pamong ini harus
banyak berada di tengah-tengah masyarakat, bukan hanya bekerja menyelesaikan
administrasi di kantor, selain itu juga sembari tetap mengawal outcome yang sudah
menjadi perencanaan kalurahan. Selain itu, pamong juga masih dianggap sebagai
pelapengayom masyararakat sehingga dibutuhkan peningkatan kemampuan menjalin
interaksi yang positif dengan masyarakat, termasuk mampu berdiskusi, menyelesaikan
masalah, menjadi penasihat bagi masyarakat, memiliki pemahaman yang baik akan
budaya dan kebiasaan masyarakat setempat sehingga mampu memimpin dan
mengarahkan masyarakat (contoh: Kamituwa harus mampu memimpin upacara adat dan
keagamaan) kemampuan di bidang agama menjadi hal yang penting untuk dikuasai
pamong.
159
B. Desain peningkatan kapasitas
Peningkatan kapasitas dalam rangka pengembangan kompetensi dapat dibagi menjadi
dua jenis yaitu pengembangan secara formal dan pengembangan secara informal.
Pengembangan secara formal yaitu pegawai ditugaskan organisasi untuk mengikuti
pendidikan dan pelatihan baik yang dilakukan oleh organisasi maupun yang dilaksanakan
oleh lembaga diklat, sedangkan pengembangan secara informal berarti pegawai atas
keinginan dan usaha sendiri melatih dan mengembangkan dirinya dengan mempelajari
buku-buku literatur yang ada hubungannya dengan pekerjaan (Sumati, 2018). Namun
pada praktiknya di lapangan untuk pengembangan secara informal sangat jarang terjadi
karena ini berkaitan dengan motivasi seorang. Senada dengan temuan Sumati (2018) data
kajian ini menunjukkan bahwa informan menganggap bahwa metode peningkatan
kapasitas secara informal dengan belajar mandiri itu tidak memungkinkan. Hal ini
disebabkan penyelesaian tugas yang kompleks mmengakibatkan pamong tidak memiliki
banyak waktu untuk melakukan pengembangan diri. Bahkan mereka menganggap bahwa
banyaknya tugas yang harus diselesaikan menjadi faktor yang dapat menghambat
pengembangan kecakapan pamong dan menurunkan kecakapan pamong.
Oleh sebab itu, dapat dipungkiri bahwa peningkatan kapasitas secara formal melalui
pendidikan dan pelatihan memberi kontribusi pada peningkatan produktivitas kerja.
Diselenggarakannya pendidikan dan pelatihan biasanya difokuskan pada upaya dalam
meningkatakan produktivitas kerja pamong, dengan melalui cara menyediakan
pembelajaran mengenai keahlian-keahlian yang disesuaikan bidang kerjanya.
Informan menilai proses pengembangan kecakapan pamong yang dilakukan sekarang
dirasa terlalu cepat, karena pamong hanya diberi waktu 1-3 hari saja untuk mempelajari
suatu hal baru dengan tetap menjalankan tugasnya di kalurahan. Padahal beberapa
pamong memiliki kesulitan untuk dapat mengupdate diri dengan mengikuti materi
pelatihan dalam waktu yang cepat. Akibatnya, kemampuan pamong setelah
pendidikan/pelatihan menjadi berbeda antarpamong. Menurut informan, idealnya
peningkatan kapasitas dilakukan selama 3-6 bulan secara intensif. Setelah menjabat,
pamong seharusnya difasilitasi dengan proses pembinaan dan pembelajaran yang cukup,
tidak hanya diberikan di awal saja, sebab menjadi pamong adalah peran yang panjang
dan perlu untuk terus dibimbing.
Tabel berikut ini adalah alternatif ragam jenis dan jalur pengembangan kapasitas
pamong yang dapat dilakukan:
160
Jenis dan Jalur Keterangan
B. Pelatihan Nonklasikal
Jenis pelatihan ini merupakan proses praktik kerja dan/atau
pembelajaran di luar kelas dan dilaksanakan melalui jalur:
1. Pertukaran pamong;
2. Magang/praktik kerja;
3. Benchmarking atau study visit;
4. Pelatihan jarak jauh;
5. Coaching;
6. Mentoring/penampingan;
7. Detasering;
8. Penugasan terkait program prioritas;
161
9. E-learning (contoh: LMS);
10. Belajar mandiri/self development;
11. Team building; dan
12. Jalur lain yang memenuhi ketentuan pelatihan non klasikal.
Tahapan : Pelaksanaan
Kegiatan pengembangan kompetensi pamong kalurahan dapat dilakukan melalui
pendidikan dan/atau pelatihan.
162
struktural kompetensi teknis : Pembina Tapem,
ditetapkan oleh instansi ● Evaluasi: Dinas
teknis dan instansi Peserta terkait
pembina yang dan
bersangkutan. Pembina
● Penyelenggara adalah
dinas terkait, atau dapat
diselenggarakan oleh
lembaga pelatihan
pemerintah
terakreditasi.
● Tujuannya untuk
mencapai persyaratan
standar kompetensi
jabatan.
163
mencapai persyaratan
standar kompetensi
jabatan.
164
a. Kapasitas umum
Materi Metode
Jabatan/Peserta Kompetensi Pengembangan Pengembangan Penyelenggara Monitoring Evaluasi
Kapasitas Kapasitas
1. Lurah; Integritas Revolusi mental: ● Pelatihan/pemb Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik; ● karakter diri, ekalan klasikal, Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Tata Laksana; ● regulasi emosi ● horizontal terkait) terkait), dan
4. Danarta; dan regulasi learning peserta
5. Pangripta; diri,
6. Jagabaya; ● adaptasi,
7. Kamituwa; ● belajar dengan
8. Ulu-Ulu; efektif.
9. Dukuh;
10. Bamuskal
1. Lurah; Berorientasi ● motivasi, ● Pelatihan/pemb Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik; pada pelayanan ● etos kerja, ekalan klasikal, Kabupaten Kabupaten Kabupaten, dan
3. Tata Laksana; ● etika kerja, ● horizontal peserta
4. Danarta; ● multitasking, learning
5. Pangripta; ● mindset
6. Jagabaya; berorientasi
7. Kamituwa; pada visi misi
8. Ulu-Ulu; kalurahan
9. Dukuh;
10. Bamuskal
165
b. Kapasitas teknikal
Materi Metode
Jabatan/Peserta Kompetensi Pengembangan Pengembangan Penyelenggara Monitoring Evaluasi
Kapasitas Kapasitas
1. Lurah; Pengetahuan ● UU Desa dan ● Pelatihan teknis Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik; produk hukum regulasi berjenjang secara Kabupaten Kabupaten Kabupaten, dan
3. Pangripta; serta peraturan turunannya klasikal, peserta
4. Jagabaya; perundang-undang ● regulasi daerah ● Pendampingan
5. Dukuh; an regional dan terkait kalurahan ● horizontal
6. Bamuskal nasional learning
1. Lurah; Pengetahuan ● Pemahaman ● Pelatihan teknis Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik; sistem, prosedur, tupoksi berjenjang secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Tata Laksana; dan tata cara kerja berdasarkan non klasikal terkait) terkait), dan
4. Danarta; regulasi melalui peserta
5. Pangripta; modul/LMS
6. Jagabaya; ● horizontal
7. Kamituwa; learning
8. Ulu-Ulu;
9. Dukuh;
10. Bamuskal
1. Lurah; Penyusunan ● Prinsip dan ● Pelatihan teknis Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik; produk hukum teknik berjenjang secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Bamuskal serta peraturan penyusunan klasikal terkait) terkait), dan
produk hukum ● Praktik peserta
dan peraturan ● Pendampingan/m
kalurahan entoring
166
● Horizontal
learning
1. Lurah; Penyusunan ● Prinsip dan ● Pelatihan teknis Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik; laporan kinerja dan teknik berjenjang secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Tata Laksana; pelaksanaan penyusunan LPJ klasikal dan non terkait) terkait), dan
4. Danarta; kegiatan klasikal peserta
5. Pangripta; ● Praktik
6. Jagabaya; ● Pendampingan/m
7. Kamituwa; entoring
8. Ulu-Ulu; ● Horizontal
9. Dukuh; learning
10. Bamuskal
1. Lurah; Penggunaan ● Teknik ● Pelatihan teknis Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik; perangkat dan penggunaan berjenjang secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Tata Laksana; aplikasi digital perangkat dan klasikal dan non terkait) terkait), dan
4. Danarta; aplikasi digital klasikal peserta
5. Pangripta; (IT) terkait ● Praktik
6. Jagabaya; dengan ● Pendampingan/m
7. Kamituwa; perencanaan, entoring
8. Ulu-Ulu; pelaksanaan, dan ● Horizontal
9. Dukuh pelaporan learning
program
kalurahan
1. Carik; Administrasi, ● Prinsip, sistem ● Pelatihan teknis Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Tata Laksana; kesekretariatan, dan teknik berjenjang secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Danarta; dan pengarsipan administrasi, non klasikal terkait) terkait), dan
167
4. Pangripta; kesekretariatan, ● Modul/LMS peserta
5. Jagabaya; pengarsipan ● Horizontal
6. Kamituwa; kantor learning
7. Ulu-Ulu (persuratan dan
dokumen)
1. Carik; Pengelolaan rumah ● Prinsip, sistem ● Pelatihan teknis Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Tata Laksana tangga dan teknik berjenjang secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
pengelolaan non klasikal terkait) terkait), dan
rumah tangga ● Modul/LMS peserta
perkantoran (tata ● Horizontal
ruang, fasilitas, learning
inventaris)
1. Carik; Pengelolaan ● Prinsip, sistem ● Pelatihan teknis Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Tata Laksana; sumber data dan teknik berjenjang secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Pangripta; pengelolaan klasikal dan non terkait) terkait), dan
4. Jagabaya; sumber data klasikal peserta
5. Kamituwa; kalurahan ● Praktik
6. Ulu-Ulu (menyimpan, ● Pendampingan/m
mengolah, entoring
menyajikan) ● Horizontal
learning
1. Carik; Manajemen ● Prinsip, sistem, ● Pelatihan teknis Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Danarta keuangan teknik, dan berjenjang secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
penerapan klasikal dan non terkait) terkait), dan
aplikasi klasikal peserta
pengelolaan ● Praktik
168
keuangan ● Pendampingan/m
Desa/Kalurahan entoring
● Horizontal
learning
1. Carik; Penyusunan ● Prinsip, sistem, ● Pelatihan teknis Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Danarta anggaran teknik, dan berjenjang secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
penerapan klasikal dan non terkait) terkait), dan
aplikasi klasikal peserta
penyusunan ● Praktik
anggaran ● Pendampingan/m
Desa/Kalurahan entoring
● Horizontal
learning
1. Carik; Laporan keuangan ● Prinsip, sistem, ● Pelatihan teknis Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Danarta teknik, dan berjenjang secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
penerapan klasikal dan non terkait) terkait), dan
aplikasi laporan klasikal peserta
keuangan ● Praktik
Desa/Kalurahan ● Pendampingan/m
entoring
● Horizontal
learning
1. Carik; Kas dan ● Prinsip, sistem, ● Pelatihan teknis Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Danarta perbendaharaan teknik, dan berjenjang secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
penerapan klasikal dan non terkait) terkait), dan
pengelolaan kas klasikal peserta
169
dan ● Praktik
perbendaharaan ● Pendampingan/m
Desa/Kalurahan entoring
● Horizontal
learning
1. Carik; Akuntansi ● Prinsip, sistem, ● Pelatihan teknis Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Danarta teknik, dan berjenjang secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
penerapan klasikal dan non terkait) terkait), dan
akuntansi klasikal peserta
Desa/Kalurahan ● Praktik
● Pendampingan/m
entoring
● Horizontal
learning
1. Carik; Perpajakan ● Prinsip, sistem, ● Pelatihan teknis Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Danarta teknik, dan berjenjang secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
penerapan klasikal dan non terkait) terkait), dan
perpajakan klasikal peserta
Desa/Kalurahan ● Praktik
● Pendampingan/m
entoring
● Horizontal
learning
1. Jagabaya Manajemen ● Prinsip, sistem, ● Pelatihan teknis Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
pertanahan dan teknik berjenjang secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
tata ruang pengelolaan non klasikal terkait) terkait), dan
170
pertanahan dan ● Modul/LMS peserta
tata ruang ● Horizontal
Desa/Kalurahan learning
● penetapan dan
penegasan batas
desa
1. Jagabaya Perumusan ● Prinsip, sistem, ● Pelatihan teknis Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
kebijakan teknik berjenjang secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
pertanahan dan Perumusan klasikal dan non terkait) terkait), dan
tata ruang kebijakan klasikal peserta
pertanahan dan ● Praktik
tata ruang ● Pendampingan/m
Desa/Kalurahan entoring
● Horizontal
learning
1. Jagabaya; Survei, penelitian, ● Prinsip, sistem, ● Pelatihan teknis Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Kamituwa; dan analisis data teknik survei, berjenjang secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Ulu-Ulu penelitian, dan klasikal dan non terkait) terkait), dan
analisis data klasikal peserta
sebagai bahan ● Praktik
perumusan ● Pendampingan/m
kebijakan dan entoring
perencanaan ● Horizontal
Desa/Kalurahan learning
1. Kamituwa Pengetahuan nilai, ● Pengetahuan dan ● Pelatihan teknis Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
norma, dan penerapan nilai, berjenjang secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
171
ketentuan agama norma, dan klasikal dan non terkait) terkait), dan
ketentuan agama klasikal peserta
di masyarakat ● Praktik
sekitar ● Pendampingan/m
Desa/Kalurahan entoring
● Horizontal
learning
1. Ulu-Ulu Manajemen badan ● Prinsip, sistem, ● Pelatihan teknis Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
usaha dan sumber teknik berjenjang secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
pendapatan pengelolaan klasikal dan non terkait) terkait), dan
badan usaha dan klasikal peserta
sumbe ● Praktik
pendapatan ● Pendampingan/m
Desa/Kalurahan entoring
● Horizontal
learning
c. Kapasitas manajerial
Materi Metode
Jabatan/Peserta Kompetensi Pengembangan Pengembangan Penyelenggara Monitoring Evaluasi
Kapasitas Kapasitas
1. Lurah; Kepemimpinan ● Dasar, skill, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik; prinsip, teknik struktural secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Dukuh kepemimpinan klasikal dan non terkait) terkait), dan
172
pejabat publik klasikal peserta
● Pendampingan/m
entoring
● Horizontal
learning
1. Lurah; Pengembangan ● Dasar, skill, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik: Diri Dan Orang prinsip, teknik struktural secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Dukuh Lain pengembangan klasikal dan non terkait) terkait), dan
diri dan orang klasikal peserta
lain (rekan ● Pendampingan/m
sejawat, dan entoring
masyarakat ● Horizontal
Kalurahan) learning
1. Lurah; Kerja Sama ● Dasar, prinsip, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik; teknik penguatan struktural secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Tata Kerja Sama klasikal dan non terkait) terkait), dan
4. Laksana; untuk klasikal peserta
5. Danarta; pengembangan ● Pendampingan/m
6. Pangripta; Desa/Kalurahan entoring
7. Jagabaya; ● Horizontal
8. Kamituwa; learning
9. Ulu-Ulu;
10. Dukuh
1. Lurah; Pengambilan ● Dasar, skill, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik; Keputusan prinsip, teknik struktural secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Pangripta; pengambilan klasikal dan non terkait) terkait), dan
173
4. Jagabaya; keputusan pada klasikal peserta
5. Kamituwa; organisasi ● Pendampingan/m
6. Ulu-Ulu; pelayanan entoring
7. Dukuh masyarakat ● Horizontal
learning
1. Lurah; Pengelolaan ● Dasar, skill, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik; Konflik prinsip, teknik struktural secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Kamituwa; pengelolaan klasikal dan non terkait) terkait), dan
4. Ulu-Ulu; konflik pada klasikal peserta
5. Dukuh masyarakat ● Pendampingan/m
Desa/Kalurahan entoring
● Horizontal
learning
1. Lurah; Manajemen ● Dasar, prinsip, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik; Kepegawaian Dan teknik struktural secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Jagabaya Sumber Daya pengelolaan klasikal dan non terkait) terkait), dan
Manusia kepegawaian dan klasikal peserta
SDM ● Praktik
● Pendampingan/m
entoring
● Horizontal
learning
1. Lurah; Berpikir Analisis ● Dasar, skill, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik prinsip, teknik struktural secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Danarta; berpikir analitis klasikal dan non terkait) terkait), dan
4. Pangripta; klasikal peserta
174
5. Ulu-Ulu ● Pendampingan/m
entoring
● Horizontal
learning
1. Lurah; Berpikir ● Dasar, skill, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik Konseptual prinsip, teknik struktural secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Danarta; berpikir klasikal dan non terkait) terkait), dan
4. Pangripta; konseptual klasikal peserta
5. Ulu-Ulu ● Pendampingan/m
entoring
● Horizontal
learning
1. Lurah; Perencanaan & ● Dasar, skill, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik; Pengorganisasian prinsip, teknik struktural secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Tata melakukan klasikal dan non terkait) terkait), dan
4. Laksana; pengorganisasian klasikal peserta
5. Danarta; masyarakat dan ● Praktik
6. Pangripta; menyusun ● Pendampingan/m
7. Jagabaya; perencanaan entoring
8. Kamituwa; pembangunan, ● Horizontal
9. Ulu-Ulu; dan learning
10. Bamuskal pengembangan
1. Lurah; Berpikir Inovatif ● Dasar, skill, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik; prinsip, teknik struktural secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Bamuskal berpikir inovatif klasikal dan non terkait) terkait), dan
untuk menjawab klasikal peserta
175
tantangan dan ● Pendampingan/m
permasalahan entoring
Desa/Kalurahan ● Horizontal
learning
1. Lurah; Berpikir ● Dasar, skill, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik; Wirausaha prinsip, teknik struktural secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Danarta; berpikir klasikal dan non terkait) terkait), dan
4. Ulu-Ulu; pembentukan, klasikal peserta
5. Bamuskal perencanaan, dan ● Praktik
pengembangan ● Pendampingan/m
wirausaha sosial entoring
Desa/Kalurahan ● Horizontal
learning
1. Lurah; Pemantauan Dan ● Dasar, skill, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik; Evaluasi prinsip, teknik struktural secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Pangripta; monitoring/pema klasikal dan non terkait) terkait), dan
4. Jagabaya; ntauan dan klasikal peserta
5. Kamituwa; evaluasi kerja ● Praktik
6. Ulu-Ulu; dan program ● Pendampingan/m
7. Dukuh; entoring
8. Bamuskal ● Horizontal
learning
1. Lurah; Komunikasi ● Dasar, skill, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik; Tata Efektif prinsip, teknik struktural secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Laksana; komunikasi klasikal dan non terkait) terkait), dan
4. Pangripta; efektif pada klasikal peserta
176
5. Jagabaya; pekerjaan ● Praktik
6. Kamituwa; pelayanan publik ● Pendampingan/m
7. Ulu-Ulu; entoring
8. Dukuh; ● Horizontal
9. Bamuskal learning
1. Lurah; Teknik Presentasi ● Dasar, skill, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik; prinsip, teknik struktural secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Pangripta; mengolah, klasikal dan non terkait) terkait), dan
4. Jagabaya; menyusun, dan klasikal peserta
5. Kamituwa; menyampaikan ● Praktik
6. Ulu-Ulu; gagasan dan ● Pendampingan/m
7. Dukuh; presentasi entoring
8. Bamuskal ● Horizontal
learning
1. Lurah; Pengelolaan ● Dasar, skill, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik; Forum prinsip, teknik struktural secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Tata Laksana; pengelolaan klasikal dan non terkait) terkait), dan
4. Jagabaya; forum (rapat) klasikal peserta
5. Kamituwa; ● Praktik
6. Ulu-Ulu; ● Pendampingan/m
7. Dukuh; entoring
8. Bamuskal ● Horizontal
learning
1. Lurah; Manajemen Relasi ● Dasar, skill, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Pangripta; prinsip, teknik struktural secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Jagabaya; pengelolaan dan klasikal dan non terkait) terkait), dan
177
4. Ulu-Ulu; pengembangan klasikal peserta
5. Dukuh; relasi ● Pendampingan/m
6. Bamuskal entoring
● Horizontal
learning
1. Jagabaya; Pemetaan Potensi ● Dasar, skill, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Kamituwa; Kalurahan prinsip, teknik struktural secara Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Ulu-Ulu pemetaan potensi klasikal dan non terkait) terkait), dan
dan pengelolaan klasikal peserta
aset kalurahan ● Praktik
● Pendampingan/m
entoring
● Horizontal
learning
d. Kapasitas sosiokultural
Materi Metode
Jabatan/Peserta Kompetensi Pengembangan Pengembangan Penyelenggara Monitoring Evaluasi
Kapasitas Kapasitas
1. Lurah; Keterampilan ● Dasar, skill, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik; Bahasa Daerah teknik kompetensi Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Tata Laksana; penggunaan secara klasikal terkait) terkait), dan
4. Danarta; bahasa daerah dan non klasikal peserta
5. Kamituwa; untuk pejabat ● Praktik
6. Ulu-Ulu; pelayanan ● Pendampingan/m
7. Dukuh; masyarakat entoring
178
8. Bamuskal ● Horizontal
learning
1. Lurah; Pengetahuan ● Pengetahuan dan ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Pangripta; Budaya Daerah keterampilan kompetensi Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Jagabaya; pengelolaan secara klasikal terkait) terkait), dan
4. Kamituwa; sumber daya dan non klasikal peserta
5. Ulu-Ulu; sosial dan ● Pendampingan/m
6. Dukuh; budaya entoring
7. Bamuskal masyarakat ● Horizontal
setempat learning
1. Lurah; Pengelolaan ● Pengetahuan dan ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Pangripta; Keragaman keterampilan kompetensi Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Jagabaya; Lingkungan pengelolaan secara klasikal terkait) terkait), dan
4. Kamituwa; Budaya keragamanan dan non klasikal peserta
5. Ulu-Ulu; lingkungan ● Pendampingan/m
6. Dukuh; budaya di entoring
7. Bamuskal wilayah ● Horizontal
Desa/Kalurahan learning
1. Lurah; Empati Sosial ● Dasar, skill, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Pangripta; prinsip, teknik kompetensi Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Jagabaya; mengelola sikap secara klasikal terkait) terkait), dan
4. Kamituwa; menghargai dan non klasikal peserta
5. Ulu-Ulu; keragaman, ● Pendampingan/m
6. Dukuh; kondisi dan entoring
7. Bamuskal kepekaan ● Horizontal
terhadap learning
179
masyarakat
1. Lurah; Pemberdayaan ● Dasar, skill, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Pangripta; Masyarakat prinsip, teknik kompetensi Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Jagabaya; mengembangkan secara klasikal terkait) terkait), dan
4. Kamituwa; kemandirian dan non klasikal peserta
5. Ulu-Ulu; masyarkat untuk ● Praktik
6. Dukuh; meningkatkan ● Pendampingan/m
7. Bamuskal kesejahteraan entoring
masyarakat ● Horizontal
learning
e. Kapasitas keistimewaan
Materi Metode
Jabatan/Peserta Kompetensi Pengembangan Pengembangan Penyelenggara Monitoring Evaluasi
Kapasitas Kapasitas
1. Lurah; Pengelolaan tanah ● Dasar, skill, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
2. Carik; kasultanan prinsip, dan kompetensi Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Jagabaya; teknik secara klasikal terkait) terkait), dan
4. Ulu-ulu; melakukan dan non klasikal peserta
5. Dukuh pengawasan, ● Praktik
pengelolaan, dan ● Pendampingan/m
pemanfaatan entoring
tanah kasultanan ● Horizontal
di wilayah desa learning
1. Lurah; Pelestarian ● Dasar, skill, ● Pelatihan Biro Tapem dan Biro Tapem dan Biro Tapem,
180
2. Carik; kebudayaan prinsip, dan kompetensi Kabupaten Kabupaten (dinas Kabupaten (dinas
3. Kamituwa; Yogyakarta teknik secara klasikal terkait) terkait), dan
4. Dukuh memelihara, dan non klasikal peserta
melestarikan, ● Praktik
dan ● Pendampingan/m
mengembangkan entoring
nilai, norma, ● Horizontal
tradisi, dan adat learning
istiadat
Yogyakarta
Tahapan : Pelaksanaan
Seluruh proses pelaksanaan pengembangan kompetensi, dilakukan pemantauan/monitoring oleh unit kerja yang mengelola penyelenggaraan
urusan di bidang pengembangan kompetensi SDM Pamong Kalurahan. Unit kerja tersebut selanjutnya menyampaikan hasil monitoring
secara berkala kepada unit penyelenggara, unit di atasnya, serta kepada peserta. Monitoring dilakukan dengan tujuan untuk memastikan
seluruh proses pengembangan kompetensi berjalan sesuai perencanaan dan tujuan awal hingga mencapai target yang diinginkan.
Tahapan : Pelaksanaan
Seluruh proses pelaksanaan pengembangan kompetensi, dilakukan penilaian dan evaluasi pembelajaran, baik evaluasi secara administratif
maupun subtantif. Evaluasi administratif dilakukan untuk melihat kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan pengembangan
kompetensi. Evaluasi subtantif untuk melihat kesesuaian antara pemenuhan kebutuhan kompetensi dengan standar kompetensi jabatan.
181
BAB VI
PROFILING DAN PENILAIAN
KOMPETENSI PAMONG KALURAHAN
A. Profiling
Kegiatan ketiga yaitu penyusunan materi profiling merupakan bagian dari proses
pencatatan dan pemetaan SDM yang menghasilkan berbagai informasi tentang pegawai
yang dilengkapi dengan data dan informasi yang lengkap mengenai SDM tersebut
(Kemenkeu, 2013). Profiling dapat sebagai dasar untuk memelihara, memperkuat,
mengembangkan potensi dan kompetensi SDM. Dalam kajian ini profiling merupakan
perangkat untuk memetakan kapasitas dan kondisi objektif pamong kalurahan. Profiling
ini dapat diorientasikan untuk menjawab beberapa kebutuhan sekaligus yaitu untuk
membuat perencanaan pengembangan kapasitas pamong kalurahan; meningkatkan
kinerja pamong kalurahan; serta kebutuhan penataan organisasi pemerintahan kalurahan.
Dalam profiling tersebut memuat informasi tentang informasi dasar: informasi pribadi
termasuk memuat informasi tentang umur pamong; tingkat pendidikan dan latar belakang
pendidikan; kursus atau pelatihan untuk meningkatkan kompetensi yang pernah diikuti
pamong; pengalaman organisasi di kalurahan terkait dengan ketugasan pamong maupun
pengalaman organisasi lain yang mendukung kinerja pamong; pengalaman kerja dalam
lingkup ketugasan pamong maupun pengalaman organisasi di luar pemerintahan
kalurahan.
Pemanfaatan profiling untuk kepentingan peningkatan kompetensi dapat dilakukan
misalnya dengan mengecek antara ruang lingkup tugas pamong dengan keseuaian latar
belang pendidikan dan atau kursus atau pelatihan kompetensi yang pernah diikuti.
Sedangkan pemanfaatan profiling untuk kepentingan peningkatan kinerja dapat
dilakukan dengan membandingkan antara capaian kinerja dengan target kinerja pamong
yang menjadi lingkup ketugasannya. Profiling juga dapat digunakan untuk keperluan
penataan organisasi pemerintahan kalurahan terutama untuk kebuthan pengisian jabatan
pamong maupun penyegaran melalui mekanisme promosi dan mutasi.
182
persetujuan Lurah. Pengisian dan penggunaan form profiling ini dapat dilakukan sebagai
berikut:
1. Form isian profil dasar pamong kalurahan yang harus diisi oleh pamong yang
melaksanakan urusan SDM
2. Form diisi sesuai dengan data yang dibutuhkan, yang memuat informasi mengenai
informasi dasar yaitu mengenai informasi diri pamong; tingkat pendidikan dan
latar belakang pendidikan; kursus atau pelatihan untuk meningkatkan kompetensi
yang pernah diikuti pamong; pengalaman organisasi di kalurahan terkait dengan
ketugasan pamong maupun pengalaman organisasi lain yang mendukung kinerja
pamong; dan pengalaman kerja.
3. Form isian profil ini dapat menjadi data awal untuk melakukan pengembangan
kapasitas dengan melihat kesesuaian antara background pendidikan, riwayat
pelatihan/kursus, dan pengalaman kerja.
4. Profil dasar ini kemudian digabungkan dengan profil kompetensi yang didapatkan
dari penilaian kompetensi yang selanjutnya dapat menjadi rujukan dan
rekomendasi peningkatan kapasitas pamong kalurahan.
Nama :
Jabatan :
Informasi Dasar
Nama Pamong
Gelar Depan
Gelar Belakang
Umur
Jenis Kelamin
Status Keluarga
Agama
183
Pendidikan Akhir
Tahun Lulus
Status Kepegawaian
Nama Jabatan
Alamat Rumah
Nomor Telepon
Alamat Email
Nama Sekolah/Universitas
Tahun Masuk
Tahun Lulus
Lokasi
Nomor Ijazah
Nama Sekolah/Universitas
Tahun Masuk
Tahun Lulus
Lokasi
Nomor Ijazah
184
Tingkat Pendidikan Tinggi
Nama Sekolah/Universitas
Tahun Masuk
Tahun Lulus
Lokasi
Nomor Ijazah
Nama Sekolah
Tahun Masuk
Tahun Lulus
Lokasi
Nomor Ijazah
Nama Sekolah
Tahun Masuk
Tahun Lulus
Lokasi
Nomor Ijazah
Tempat Belajar
185
Lokasi
Penyelenggara
Tanggal Mulai
Tanggal Selesai
Jumlah Jam
Angkatan
Predikat
Tempat Belajar
Lokasi
Penyelenggara
Tanggal Mulai
Tanggal Selesai
Jumlah Jam
Angkatan
Predikat
Tempat Belajar
Lokasi
Penyelenggara
Tanggal Mulai
Tanggal Selesai
Jumlah Jam
Angkatan
Predikat
186
Nama Kursus/Pelatihan Sosiokultural
Tempat Belajar
Lokasi
Penyelenggara
Tanggal Mulai
Tanggal Selesai
Jumlah Jam
Angkatan
Predikat
Tempat Belajar
Lokasi
Penyelenggara
Tanggal Mulai
Tanggal Selesai
Jumlah Jam
Angkatan
Predikat
Pengalaman Organisasi
Tahun
Nama Organisasi
Bidang Organisasi
Tanggal Mulai
Tanggal Selesai
187
Nomor SK
Jabatan Pembuat SK
Pengalaman Kerja
Tahun
Nama Organisasi/Lembaga
Bidang Pekerjaan
Jabatan
Tanggal Mulai
Tanggal Selesai
Nomor SK
Jabatan Pembuat SK
C. Penilaian Kompetensi
Penilaian kompetensi dilakukan untuk mengetahui profil kompetensi pamong
kalurahan guna memperoleh gambaran kompetensi umum, teknis, managerial,
sosiokultural, dan kompetensi terkait keistimewaan. Nilai yag diperoleh berdasarkan
pemberian rating pada skala yang telah disiapkan dapat menggambarkan kompetensi
yang berhasil dimiliki oleh pamong yang ditunjukkan/ditampilkan dalam bentuk perilaku
kerja yang nyata, yang dapat diobservasi dan perilaku tersebut dapat dikembangkan.
Perilaku kerja dimaksud adalah perilaku kerja yang relevan dengan kompetensi yang
dinilai, untuk dibandingkan dengan standar kompetensi yang dipersyaratkan pada jabatan
tertentu (Kementerian PUPR, 2023).
Pengukuran kompetensi bahan dalam menentukan arah pengembangan kompetensi
pamong kalurahan, hasil dari pengukuran ini akan menunjukkan pada aspek mana
pengembangan kompetensi perlu untuk dilakukan. Salah satu pengukuran kompetensi
bisa dilakukan dengan “Rating” (Zainal, 2015), yang dapat diakukan oleh atasan, rekan
kerja, bawahan, atau pun spesialis SDM/assesor. Metode ini sering disebut sebagai “360°
assessment”. Dalam hal ini, pengukuran kompetensi dapat dilakukan dengan
menggunakan Skala Kompetensi Pamong dengan panduan pengisian sebagai berikut:
188
Skala Definisi Indikator
Pamong yang mendapatkan skor 5 dinilai telah memiliki kecakapan yang dibutuhkan
untuk memenuhi tugasnya. Sementara itu, pamong yang mendapatkan skor di bawah 5
dinilai masih membutuhkan program upaya peningkatan kapasitas dengan level yang
berbeda.
189
5. Pamong yang mendapatkan nilai rendah pada kecakapan tertentu, artinya pamong
tersebut masih membutuhkan peningkatan kapasitas pada kecakapan tersebut.
Skala
Kompetensi
1 2 3 4 5
A. Umum
Integritas
B. Teknikal
C. Teknikal Keistimewaan
D. Manajerial
Kepemimpinan
Kerjasama
190
Pengambilan keputusan
Pengelolaan konflik
Berpikir Analisis
Berpikir Konseptual
Berpikir Inovatif
Berpikir Wirausaha
Komunikasi efektif
Teknik presentasi
Pengelolaan forum
Manajemen relasi
E. Sosiokultural
Empati sosial
Pemberdayaan masyarakat
Skala
Kompetensi
1 2 3 4 5
A. Umum
Integritas
B. Teknikal
191
Pengetahuan produk hukum serta peraturan
perundang-undangan regional dan nasional
Manajemen keuangan
Penyusunan anggaran
Laporan keuangan
Akuntansi
Perpajakan
C. Teknikal Keistimewaan
D. Manajerial
Kepemimpinan
Kerjasama
Pengambilan Keputusan
Pengelolaan konflik
Komunikasi efektif
Teknik presentasi
Pengelolaan forum
192
Pemantauan dan evaluasi
Berpikir analisis
Berpikir konseptual
E. Sosiokultural
Skala
Kompetensi
1 2 3 4 5
A. Umum
Integritas
B. Teknikal
C. Manajerial
Kerjasama
Komunikasi efektif
Pengelolaan forum
D. Sosiokultural
193
Skala Kompetensi Jabatan Danarta
Skala
Kompetensi
1 2 3 4 5
A. Umum
Integritas
B. Teknikal
Manajemen keuangan
Penyusunan anggaran
Laporan keuangan
Akuntansi
Perpajakan
C. Manajerial
Kerjasama
Berpikir analisis
Berpikir konseptual
Berpikir wirausaha
D. Sosiokultural
194
Skala Kompetensi Jabatan Pangripta
Skala
Kompetensi
1 2 3 4 5
A. Umum
Integritas
B. Teknikal
C. Manajerial
Kerjasama
Berpikir analisis
Berpikir konseptual
Pengambilan Keputusan
Komunikasi efektif
Teknik presentasi
Manajemen relasi
D. Sosiokultural
Empati sosial
195
Skala Kompetensi Jabatan Jagabaya
Skala
Kompetensi
1 2 3 4 5
A. Umum
Integritas
B. Teknikal
C. Teknikal Keistimewaan
D. Manajerial
Pemetaan potensi
Komunikasi efektif
Pengambilan Keputusan
Kerjasama
196
Pengelolaan forum
Manajemen relasi
E. Sosiokultural
Empati sosial
Pemberdayaan masyarakat
Skala
Kompetensi
1 2 3 4 5
A. Umum
Integritas
B. Teknikal
C. Teknikal Keistimewaan
D. Manajerial
Pemetaan potensi
197
Pengambilan Keputusan
Pengelolaan konflik
Komunikasi efektif
Pengelolaan forum
Kerjasama
E. Sosiokultural
Empati sosial
Pemberdayaan masyarakat
Skala
Kompetensi
1 2 3 4 5
A. Umum
Integritas
B. Teknikal
198
C. Teknikal Keistimewaan
D. Manajerial
Komunikasi efektif
Berpikir konseptual
Berpikir analisis
Berpikir Wirausaha
Pemetaan potensi
Pengambilan Keputusan
Pengelolaan forum
Kerjasama
Manajemen relasi
Pengelolaan konflik
E. Sosiokultural
Empati sosial
Pemberdayaan masyarakat
Skala
Kompetensi
1 2 3 4 5
A. Umum
Integritas
199
B. Teknikal
C. Teknikal Keistimewaan
D. Manajerial
Kepemimpinan
Kerjasama
Pengelolaan forum
Pengambilan keputusan
Pengelolaan konflik
Komunikasi efektif
Manajemen relasi
E. Sosiokultural
Empati sosial
Pemberdayaan masyarakat
Kompetensi Skala
200
1 2 3 4 5
A. Umum
Integritas
B. Teknikal
C. Manajerial
Pengelolaan forum
Teknik presentasi
Komunikasi efektif
Manajemen relasi
Berpikir Analisis
Berpikir Inovatif
Berpikir Wirausaha
D. Sosiokultural
Nama :
Jabatan :
201
Tanggal Asesmen :
Tujuan Asesmen :
202
BAB VII
SIMPULAN & REKOMENDASI
Bagian ini menyajikan simpulan dan rekomendasi dari kajian ini. Simpulan memuat
sejumlah butir-butir refleksi dan abstraksi terhadap temuan-temuan dalam kajian ini.
Sedangkan rekomendasi memuat arah kebijakan tentang pedoman kecakapan pamong
kalurahan yang dituangkan sebagai berikut ini:
A. Simpulan
Kajian ini menghasilkan sejumlah simpulan sebagai berikut Pertama, konstruksi
dualitas pamong yakni menjalankan fungsi kepemimpinan masyarakat dan fungsi
birokrasi lokal tidak dapat didudukkan sebagai bagian dari birokrasi negara. Oleh karena
itu pamong kalurahan tidak dapat diperlakukan seperti Aparatur Sipil Negara (ASN).
Meski demikian, pamong desa merupakan bagian dari penyelenggara pemerintahan
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mengingat dualitas
tersebut, cara kerja pamong dirajut dalam kerja-kerja kolektif yang bersifat organik
termasuk dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.
Kedua, adanya anggapan tentang buruknya kinerja pamong kalurahan sesungguhnya
berakar dari perspektif yang keliru tentang pemerintahan kalurahan yang mana masih
didudukkan sebagai bagian dari birokrasi negara. Konsekuensi dari perspektif ini,
kalurahan terlalu banyak menanggung beban kewenangan penugasan dari pemerintah
supra desa yang sangat teknokratis dan sektoral. Pendekatan teknokratis dan sektoral ini
semakin menambah kerumitan sehingga menambah beban bagi kalurahan. Padahal
pemerintah kalurahan masih memikul tanggung jawab mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri. Seluruh beban kewenangan tersebut dilimpahkan tanpa menimbang
kapasitas pemerintah kalurahan yang sangat terbatas. Alhasil, desa selalu dinilai tidak
mampu melaksanakan kewenangannya dan dianggap berkinerja buruk.
Ketiga, kebijakan pengelolaan pamong kalurahan masih sangat teknokratis-birokratis
sehingga belum sesuai dengan konteks kebutuhan dan kepentingan pengembangan
kapasitas pemerintah kalurahan. Hal ini ditunjukkan dengan pengelolaan pamong belum
menimbang kekhasan masing-masing jabatan pamong. Disamping itu, kebijakan
pengelolaan pamong tidak menimbang kondisi bahwa besaran organisasi pemerintah
kalurahan hampir-hampir tidak menyediakan jenjang karir. Ketiadaan jenjang karir
menjadi symptom lambatnya regenerasi dalam tubuh pemerintah kalurahan, sehingga
203
menciptakan kesenjangan kecakapan antar generasi pamong. Situasi ini menciptakan
iklim yang tidak kondusif bagi pengembangan kapasitas pamong. Hal ini menjadi
demotivasi bagi pamong yang ditunjukkan dengan kecakapan pamong yang dinilai buruk
karena beban kerja yang sangat berat. Demotivasi juga terjadi juga karena skema
pengembangan pamong agak mengabaikan aspek kesejahteraan pamong yang tidak
memadai di tengah tuntutan beban kerja dan beban sosial pamong begitu tinggi.
Keempat, upaya pemerintah supra kalurahan meningkatkan kapasitas pamong belum
menyentuh tindakan membangun ekosistem belajar yang kondusif dan masih berkutat
pada intervensi teknikal, namun sangat minimal. Upaya semacam ini, belum menjawab
problem peningkatan kapasitas pamong sesuai dengan kebutuhan pamong kalurahan.
Upaya yang minimal tersebut ditunjukkan dengan berbagai pelatihan atau bimtek baik
dari sisi materi, metode, serta pelembagaan hasil-hasil peningkatan kapasitas. Dari sisi
materi, materi yang disampaikan masih bersifat normatif, general (belum spesifik
menyesuaikan dengan kebutuhan), dan bersifat teknikal (belum banyak memberikan
porsi pada kecakapan manajerial dan kecakapan sosio-kultural). Dari sisi metode, masih
bersifat konvensional yakni dengan ceramah dan tanya jawab sekadarnya dengan nuansa
sosialisasi. Model semacam ini dinilai kurang efektif karena acap kali tidak bersifat
interaktif dan tidak menumbuhkan minat pamong untuk mengembangkan diri
berdasarkan relevansi pengalaman yang dialami para pamong. Pelembagaan hasil-hasil
pelatihan juga tidak terlihat yang ditandai dengan absennya pendampingan pasca
pelatihan serta tidak terukur karena tidak ada upaya monitoring dan evaluasi secara
substansial. Hal ini berakar dari desain pelatihan lebih berorientasi pada capaian misi
kebijakan ketimbang memperkuat kecakapan pamong. Potensi membangun ekosistem
belajar yang kondusif sebetulnya dimungkinkan karena sesungguhnya telah muncul
prakarsa kalurahan untuk mengembangkan kapasitas perangkat kalurahan meski masih
sangat terbatas. Hal itu ditunjukkan dengan adanya proses belajar mandiri para pamong
serta horizontal learning antar pamong meski belum sepenuhnya efektif. Potensi
membangun ekosistem melalui platform digital dimungkinkan meski tidak selalu efektif
sehingga program peningkatan kapasitas dapat dilakukan secara hybrid.
Kelima, belum ada upaya untuk melakukan profiling pamong kalurahan di DIY.
Profiling ini sangat membantu pemerintah kalurahan untuk membuat perencanaan
pengembangan kapasitas pamong kalurahan; untuk peningkatan kinerja pamong
kalurahan; serta kebutuhan penataan organisasi pemerintahan kalurahan.
204
B. Rekomendasi
Berangkat dari paparan di atas kajian penyusunan pedoman pengembangan kapasitas
pamong kalurahan melahirkan sejumlah rekomendasi sebagai berikut:
Pertama, penyusunan pedoman pengembangan kapasitas pamong kalurahan diperlukan
dengan sejumlah catatan terkait prinsip-prinsip berikut ini:
1. Sebagai Pedoman
Pedoman pengembangan kapasitas pamong perlu dimaknai sebagai panduan untuk
mencapai profil pamong yang ideal. Pedoman jangan sampai diletakkan dalam makna
sebagai “standar” yakni nilai utama yang harus dicapai oleh pamong. Jebakan sebagai
standar justru akan membelenggu kalurahan. Namun, pedoman diletakkan sebagai
cara berproses mencapai profil pamong yang ideal.
2. Kesederhanaan
Pedoman pengembangan kapasitas pamong perlu disusun dengan prinsip
kesederhanaan menyesuaikan dengan kemampuan kalurahan dalam melaksanakan
kewenangan kalurahan. Prinsip kesederhanaan perlu ditegaskan agar standar ini dapat
dicapai (do-able) secara bertahap dan tidak menjadi beban baru bagi kalurahan.
Pemenuhan standar kecakapan secara bertahap akan membangun konfidensi bagi
pamong untuk mencapai profil pamong yang ideal.
3. Kontekstual
Pedoman pengembangan kapasitas pamong kalurahan perlu menimbang konteks
keragaman kalurahan di DIY. Kalurahan-kalurahan di DIY memiliki keragaman
kapasitas, masalah, dan tantangan yang berbeda. Oleh karena itu pemenuhan standar
ini didasarkan pada kebutuhan dan kepentingan pengembangan kapasitas organisasi
pemerintahan masing-masing kalurahan (open menu) baik untuk menjawab tantangan
masa depan maupun menjawab kebutuhan lokal. Dengan demikian, pedoman ini
harus bertumbuh menyesuaikan dengan perubahan konteks ruang dan waktu.
4. Berbasis Learning
Pedoman pengembangan kapasitas pamong perlu diletakkan dalam konteks
pembelajaran. Standar kecakapan pamong harus menumbuhkan ekosistem yang
memampukan setiap pamong untuk terus mengembangkan diri dengan proses belajar.
205
pamong itu sendiri, desain peningkatan kapasitas, serta profiling. Rumusan detail
rekomendasi adalah sebagai berikut sebagaimana tertuang dalam tabel 7.1. berikut ini.
206
Peningkatan Materi ● Materi pelatihan ● Fasilitasi penyusunan
Kapasitas didesain lebih hand book (buku saku)
operasional untuk untuk masing-masing
menjawab misi jabatan pamong maupun
pelatihan materi tematik (misal
● Materi pelatihan tentang keuangan desa,
didesain sesuai pengelolaan aset, dsb)
dengan kebutuhan yang dirancang dengan
pamong prinsip sederhana, mudah
● Pemanfaatan dipahami, menarik, dan
teknologi digital operasional (user
untuk mengemas friendly).
materi pelatihan ● Fasilitasi penyusunan
lebih menarik dan hand book dalam format
distribusi lebih e-book (buku elektronik)
meluas (open acces). yang dapat diunduh
● Perlu memperkaya melalui platform
menu materi untuk Learning Management
kecakapan System (LMS).
manajerial maupun ● Perlu memperkuat
kecakapan materi-materi kecakapan
sosio-kultural. manajerial dan
sosio-kultural dalam
hand book untuk
masing-masing jabatan
pamong.
207
Metode ● Metode pelatihan ● Desain Pelatihan untuk
perlu disesuaikan kecakapan teknikal
dengan misi dengan format
pelatihan. bimbingan teknis yang
● Perlu pengayaan dan mengkombinasikan
kombinasi metode metode simulasi terapan,
pelatihan yang game, dsb.
disesuaikan dengan ● Desain pelatihan untuk
misi pelatihan. kecakapan manajerial
● Pemanfaatan dalam konsep workshop
teknologi digital dengan metode
untuk mengemas kombinasi diskusi
metode belajar lebih terbatas, game, studi
menarik dan kasus, dsb.
menjangkau lebih ● Desain pelatihan dapat
banyak peserta. dilaksanakan secara
hybrid (offline & online)
dengan mengaktivasi
LMS sebagai kelas
daring. Catatan: metode
hybrid perlu dikemas
dengan menarik dan
menyesuaikan dengan
kondisi.
Pelembagaan ● Adanya penugasan ● Penyusunan Rencana
Hasil kepada peserta pasca Tindak Lanjut (RTL) di
kegiatan pelatihan akhir sesi pelatihan yang
● Adanya proses dipantau pasca pelatihan.
mentoring pasca ● Penambahan aktivitas
kegiatan pelatihan. pendampingan
● Pelembagaan (mentorship) dalam
monitoring dan jangka waktu tertentu
evaluasi pada setiap sebagai bagian dari
program pelatihan aktivitas pelatihan baik
secara daring maupun
luring.
● Monev dilakukan untuk
mengukur dan
memastikan tingkat
pelembagaan hasil-hasil
pelatihan
208
Pengembangan ● Mengaktivasi ● Fasilitasi aktivitas
Ekosistem ruang-ruang belajar berdasar prakarsa lokal
belajar yang telah desa maupun paguyuban
diprakarsai oleh pamong dalam kerangka
kalurahan maupun peningkatan kapasitas
pamong (mis: penyediaan
● Kolaborasi dengan narasumber
pihak-pihak yang ● Inisiasi kolaborasi
memiliki sumber dengan akademisi dan
daya keahlian dalam praktisi desa dalam
pengembangan pendampingan kalurahan
kapasitas pamong. melalui skema pilot
project, kerja sama
pendampingan,
pengembangan sistem
inovasi, dsb.
Profiling ● Perlu panduan teknis ● Fasilitasi panduan teknis
Pamong penyusunan profiling penyusunan profiling
pamong untuk pamong untuk
pemerintah peningkatan kecakapan
kalurahan pamong, peningkatan
● Perlu penyusunan kinerja pamong, serta
profiling pamong penataan organisasi
dan mendorong pemerintah kalurahan
pemanfaatan hasil ● Fasilitasi penyusunan
profiling profiling pamong dan
pemanfaatan hasil
profiling oleh
pemerintah kalurahan.
209
BAB VIII
PENUTUP
Kajian ini merupakan riset kebijakan yang selanjutnya digunakan sebagai basis
penyusunan kebijakan tentang pedoman pengembangan kapasitas pamong kalurahan di
DIY. Tujuan kegiatan ini adalah merumuskan nasihat kebijakan sebagai panduan dalam
penyusunan standar kecakapan pamong kalurahan, pemetaan kebutuhan pengembangan
kapasitas pamong melalui aktivitas pelatihan, serta penyusunan rumusan materi
kebijakan profiling dan penilaian kecakapan pamong kalurahan.
Proses penyusunan kajian ini melibatkan sejumlah pihak yang telah berkontribusi
secara aktif sejak awal. Dalam kesempatan ini, tim tenaga ahli menghaturkan terima
kasih yang sebesar-besarnya pada semua pihak baik OPD terkait, lurah, perangkat
kalurahan, Bamuskal dan pemangku kepentingan lainnya, atas kontribusi yang telah
diberikan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami haturkan pula penghargaan yang
sebesar-besarnya atas kerjasama yang telah terjalin selama ini. Kajian ini bukanlah kajian
yang sempurna, oleh karena itu kami membuka diri terhadap saran dan kritik guna
peningkatan kualitas hasil kajian agar dapat memberi dampak kontributif bagi
pengembangan kapasitas pamong kalurahan di DIY. Semoga, kajian yang telah hadir di
hadapan sidang pembaca ini dapat memberi manfaat yang berarti bagi para pemangku
kepentingan kalurahan di DIY.
210
DAFTAR PUSTAKA
211
LAMPIRAN
A. Instrumen Wawancara
212
Kompetensi untuk ini? (metode, efektivitas, efisiensi)
Kabupaten (DPMKal) 2. Apa saja dasar untuk menentukan jenis dan ragam
peningkatan kompetensi yang relevan? dan Mengapa?
(sosio kultural, manajerial, teknikal;
pengetahuan-keterampilan-perilaku; teknokratis-future
skill-lokal; dll).
3. Bagaimana mekanisme dan prosedur menyusun skema
peningkatan kompetensi pamong kalurahan?
4. Bagaimana hasil evaluasi atas peningkatan kapasitas yang
telah dilakukan?
5. Bagaimana bentuk desain peningkatan kompetensi yang
dianggap relevan dan mampu menjawab tuntutan dan
kebutuhan pamong?
6. Bagaimana tindak lanjut yang dilakukan penyelenggara
setelah kegiatan peningkatan kapasitas? (monitoring,
evaluasi)
213
untuk Kabupaten pamong kalurahan (mis: penataan karir, peningkatan kinerja,
(DPMKal) rotasi jabatan, acuan peningkatan kapasitas).
2. Informasi apa saja yang dibutuhkan dalam menyusun
profiling kompetensi pamong kalurahan yang disesuaikan
dengan orientasinya?
3. Bagaimana mekanisme dan prosedur untuk menyusun
profiling?
B. Daftar Narasumber
Desa
1 Lurah Sleman Triharjo Irawan, S.I.P
Urban/Suburban
Desa Pertanian
3 Lurah Gunungkidul Pacarejo Suhadi
Perbukitan
Desa Pertanian
4 Lurah Kulon Progo Pagerharjo Widayat
Perbukitan
Desa
5 Carik Bantul Karangtalun Ilham Saputrojati
Urban/Suburban
Desa Pertanian
7 Carik Bantul Mangunan Dwi Eko
Perbukitan
Desa Pertanian
8 Carik Bantul Srimulyo Nurjayanto, ST.
Perbukitan
Nur Wahyudin,
10 Kamituwa Gunungkidul Desa Pesisir Kemadang
A.Md.
214
Desa Pertanian Ikhwan Dwi Ashari,
13 Staff Ulu-ulu Bantul Sriharjo
Dataran S.Pd.
Muhaimin, S.Th.I,
16 Bamuskal Bantul Guwosari
M.H
Kriswantoro,
17 DPMKal Gunungkidul
S.Stp.,MM.
C. Catatan Wawancara
Tema: Kewenangan
Nama
No. Catatan Wawancara
Narasumber
1 Widayat 1) Kewenangan yang dilimpahkan saat ini pamong jadi sibuk
melayani supra desa jadi untuk melayani masyarakat itu hanya sisa2.
Apalagi mereka maunya cepat. Kita juga harus berbagi tugas utama
dengan pelayanan. Dan ini sangat menyita waktu.
Sehingga kita harus mencari waktu lain, kita melakukannya pada
malam hari. Kalau pelayanan dan kewajiban.
Selama ini kendalanya ada di SDM harus meladeni dari segala penjur
dari atas ke bawah. Apalagi terkait laporan, kami berharap agar ini
disederhanakan selam tidak melanggar aturan. Apalagi banyak
kegiatan2 tradisi di sini ada 20 pedukuhan sehingga harus hadir di
tengah masyarakat.
215
lagi. Kami berusaha memaksimalkan yang sudah ada.
Terkadang ada perbedaan kami dengan bamuskal.
Bamuskal kami maklum, karena mereka belum terbiasa dalam
kerja-kerja ini sehingga harus belajar bersama.
Perbedaan dari informasi2 yang miss terkait aduan dari masyarakat.
Yang namanya mitra kan harusnya kita pecahkan bersama, bukan
mencari permasalahan di masyarakat.
Titipan2 program dari teman2 kalurahan terkait dengan dana desa,
seperti BLT, stunting, dll., harusnya itu diserahkan ke desa bukan
ditetapkan prosentase dari pusat. Padahal kalurahan sudah memiliki
prioritas sendiri. BLT sendiri sebenarnya juga program yang
terkadang menimbulkan polemik di masyarakat. Titipan program ini
terkadang membebani, harusnya jika ada titipan program ini disertai
dengan pendanaan. Terkadang efeknya usulan masyarakat menjadi
tidak dikabulkan karena banyaknya titipan program ini.
216
seringkali desa ini dilewati.
217
kalurahan yang telah dimandatkan oleh Sri Sultan.
Pemangku keistimewaan ini sebuah rumah, tetapi harus juga
disertakan dana keistimewaan. Seharusnya ada transfer khusus dana
keistimewaaan terkait dengan status desa seperti desa enterpreneur,
desa budaya, dll…
Tes kiesnya seperti transfer dana desa, yg transfer dan desa dapat
mengelolanya.
Pancarejo desa wisata, desa preneur, kami sedang mempersiapkan
untuk desa mandiri budaya.
4 Nur Zakiah, 1)Staff terlalu sibuk melayani urusan supra desa, dengan banyaknnya
S.M. aplikasi, sehingga pekerjaan utamanya menjadi ternomorduakan.
Intan Safitri Pekerjaan sebagai staff ini overload, siang pelayanan, malam
Sejati, S.Ak. diundang warga, banyak kegiatan. Dari personil yang juga terbatas.
Ikhwan Dwi Yg ditangani banyak sekali, dari danais, pkk, dll.
Ashari, S.Pd.
2) Kalau pembagian tugas sudah jelas, tetapi kalau yg ulu2 terlalu
banyak yg dikerjakan.
Beban pekerjaan memang sudah diplot, tetapi load kerjanya tidak
sama.
SDM yang ada terbatas, Kamituwo ada 1 staff, minimal 2, ada yang
harus menghadle lapangan dan data2. Jogoboyo 2, tatalaksana 2, dll,
ulu2 banyak staff.
218
tersebut menyebabkan pamong kesulitan untuk dapat menjalankan
fungsinya dengan keterbatasan waktu dan tenaga yang dimiliki.
Ketika pamong fokus mengerjakan tugas yang dimandatkan oleh
pusat, fungsi sosial dan pengayoman masyarakat menjadi
terbengkalai. Sebaliknya, ketika fungsi sosial dan pengayoman
masyarakat dijadikan prioritas, tugas yang diberikan pusat jadi
terbengkalai. Kedua kondisi tersebut sama-sama tidak ideal dan
menyebabkan penilaian akan kualitas pamong menjadi kurang baik.
219
dan pola kerja yang sesuai dengan nilai-nilai budaya dan
keistimewaan Yogyakarta sehingga dalam pelaksanaannya, hal yang
paling penting untuk diperhatikan adalah pelestarian budaya Jogja
dan pengembalian citra budaya Jogja.
Pak Eko
1) Pamong desa memiliki kewenangan yang terbatas di tengah
banyaknya mandat yang diberikan oleh pusat. Dalam hal ini, pamong
merasa tidak mendapatkan dukungan yang cukup dan tidak
mendapatkan ruang yang cukup leluasa untuk melaksanakan
kewenangannya.
2) Dalam beberapa kondisi, pamong desa merasa kebingungan ketika
melihat OPD yang menaunginya, salah satunya karena OPD terdekat
malah tidak menjalankan fungsinya dengan baik. (Lebih banyak
membahas terkait reformasi desa)
Pak Nurje
1) Desa memiliki tuntutan yang besar karena mendapatkan titipan
tugas dari mana-mana hingga dapat dibilang bahwa desa adalah
negara kecil. Kaitannya dengan ketugasan, mandat yang diberikan
kepada desa seringkali saling menumpuk satu sama lain. Hal tersebut
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ketugasan desa tidak
terselesaikan dengan baik.
8 Ahmad Khalim Pamong harus paham masyarakat maunya seperti apa dan pemerintah
Rizza Utami di atas desa maunya seperti apa. Seringkali yang diinginkan tidak
Putri, S.IP sejalan, sehingga tugas pamong untuk menjadi jembatan bagi
pemerintah di atas dengan masyarakat
220
Sebagai Dukuh, menjadi penting untuk bisa berkomunikasi secara
efektif dengan masyarakat dan mampu menyampaikan mandat dari
pemerintah di atas
Meskipun mandat yang diberikan besar tetapi hal tersebut tidak
dirasa membebani (Beban administrasi tidak dirasa memberatkan
untuk Dukuh baru yang sudah familiar dengan IT)
Dukuh yang masih muda tidak merasa kesulitan untuk mengerjakan
tugas adminitrasi dan pelaksanaan program akan tetapi dukuh yang
lebih senior dianggap lebih kharismatik dan mampu mengawasi dan
menjalin hubungan yang baik dengan masyarakatnya
Dukuh yang lebih senior memiliki kemampuan sosial budaya yang
lebih baik tetapi seringkali kurang mampu mengikuti ketentuan,
regulasi, dan kompetensi baru. Sedangkan dukuh yang masih muda
memiliki kemampuan lebih untuk mempelajari hal baru, mengikuti
ketentuan baru, dan melaksanakan tugas sesuai yang dimandatkan
pemerintah
Dukuh yang masih mudah mengalami kesulitan untuk mengarahkan
masyarakat. Contohnya ketika ada perubahan regulasi, dukuh
mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak. Namun,
ketika menyampaikan hal tersebut ke masyarakat, seringkali tidak
didengar
Ada kebutuhan yang berbeda sehingga untuk membentuk strategi
yang optimal, harus menggabungkan kinerja keduanya
9 Irawan, S.I.P 1) Kedudukannya kompleks dan rumit karena memiliki mandat dari
berbagai pihak (Pemerintah pusat, pemerintah DIY, dan dinas-dinas
lain). Namun demikian, Irawan menyatakan bahwa tugas penugasan
yang diberikan tidak dianggap sebagai beban karena dari
instansi-instansi pemberi juga memberi dukungan dan bantuan dalam
proses pelaksanaannya.
3) Birokrasi kerja yang ada di desa saat ini sangat sektoral sehingga
koordinasi antara satu stakeholder dengan stakeholder lain sulit untuk
terbentuk. Padahal satu kegiatan dengan kegiatan lain sebenarnya
bisa dikaitkan sehingga akan membuat kinerja pamong desa lebih
efektif dan efisien. Salah satu cara untuk mengubah kondisi ini
221
adalah dengan menanamkan kemampuan koordinasi pada diri
pamong, hal tersebut dapat dimulai dari koordinasi perencanaan pada
pamong contohnya kasi dan kaur.
Tema: Kecakapan
Nama
No. Catatan Wawancara
Narasumber
1 Widayat 1) Masyarakat masih menganggap bahwa pamong ini harus
banyakberada di tengah2 masyarakat. Berbeda dengan sekarang
pamong harus banyak di kantor untuk melakukan tugas2
administrasi. Kemampuan yang harus dimiliki adalah yang harus
menunjang kinerja.
Kalau dukuh harus memiliki 2 kemampuan, administrasi dan sosial
masyarakat. Perekrutan dukuh saat ini melalui tes terkadang kurang
memiliki keterampilan sosial.
Seharusnya kita ini momong masyarakat, tetapi malah diamog oleh
masyarakat. Karena kita bekerjasama dengan pihak ketiga sehingga
terkadang memberatkan pada nilai administrasi, sehingga calon yang
digadang2 masyarakat. Apakah kemudian pengalaman menjadi
pengurus organisasi kemasyarakatan itu juga bisa menyumbang nilai.
222
Kalau masalah SDM pamong ini memandang jabatan sebagai
tanggung jawab makanya orang itu akan berusaha. Pamong ada
sekolah pawiyatan. Namun pawiyatan ini kan sekali saja.
Peningkatan kapasitas harusnya tidak hanya sekali. Apalagi dukuh,
yang seringkali bekerja sendiri. Ini diperparah ketika dukuhnya tidak
menjadi kehendak masyarakt.
4) Pendukung:
Background pendidikan ada pengaruh tetapi tidak besar
Kerjasama sudah dilakukan antar pamong dengan benar
Tapi terkadang kita untuk ngumpul saja sulit. Karena masing2
pamong memiliki chanel sendiri dengan dinas terkait.
Penghambat:
Perangkat kerja yang tidak mendukung
Pekerjaan2 sampingan dari supra desa dan perminataan masyarakat,
terkadangan kita harus membagi antara ada di masyarakat dan supra
desa yang seringkali membuat pertemuan jadi keteteran
Kendala teknis di lapangan
5) Setuju saja terkait dengan standar kompetensi tetapi pasti akan ada
kendala terkait dengan karakter.
Harapan kami biar kami lebih fokus untuk melayani masyarakat, dari
dinas terkait dari daerah maupun DIY harusnya ada kesamaan.
Semua instansi banyak yang mengundang kami. Sehingga kami
banyak waktu yang terbuang. Kalau bisa lewat WA atau telepon ini
mengapa harus diundang? Selama ini kita juga harus berbagi dengan
SDM dan waktu.
223
Future skill dan kecakapan apa yang dibutuhkan untuk menjawab
tantangan masa depan?
7) Future skill:
Ada pendampingan yang ada sekarang ini belum maksimal. Karena
yg sekarang tidak memberikan pendampingan secara terus-menerus,
dan kita ketika terpojok dengan keadaan ini harus kemana larinya.
Perlu wawasan yang menjawab tantangan yang menjawab kondisi ke
depan sangat kita butuhkan. Ini harus disesuaikan dengan kebutuhan
prioritas kalurahan.
224
lurah dan tujuan besar kalurahan.
Apa saja faktor yang mendukung dan menghambat pemenuhan
kecakapan kerja pamong?
4) Pendukung:
Amunisi terbatas, pekerjaan banyak tetapi tidak didukung dengan
ADD, kita harus mencari 500 juta. PAD juga tidak ada. Danais tidak
ada operasionalnya. Amunisi harus ditambah sejalan dengan beban
yang bertambah.
Sekian banyak pekerjaan di Sriharjo tetapi siltap paling rendah
se-kapanewon.
Mind set menuju penyelesaian tujuan besar kalurahan
Penghambat:
Mind set pamong yang bekerja hanya menggugurkan kewajiban
Terpengaruh dengan desa2 lain yang kinerjanya gitu2 saja.
7) Future skill:
Kapasitas membangun jaringan, kemitraan,
Mengawal outcome
Mengorganisir
Mendorong kelompok untuk maju
2) Karena perekrutan.
Kalau kecakapan dihitung per personel ya probelm. Akhirnya pola
kerjanya harus timwork. Lurah harus greteh agar tepat waktu. Ada
pasukan getok tular, care dengan yang lain. Karena kita harus bekerja
225
sama. Harus ada juga evaluasi yang terus menurus dan briefing tiap
waktu. Untung saat ini ada WA group yang dapat memudahkan
komunikasi yang memudahkan kontril dan check and balance.
Dan juga ada web desa yang dapat mengkontrol banyak hal untuk
reformasi birokrasi.
Danarto yang sudah tua ini tetap melekat. Karena tidak bisa digeser
kalau tidak ada kekosongan.
Harusnya pamong ini harus ngabehi yang mampu secara administrasi
dan ngayomi masyarakat.
226
5) Saat ini standar kompetensi pamong saat ini secara khusus belum
ada. Tetapi dari dari UU Desa dan reformasi kalurahan ini bisa
dijadikan rujukan untuk dasar standar kompetensi pamong.
227
6) Membuat SPJ, entengan, gelem, tidak harus pinter, tapi harus aktif
di masyarakat. Administrasi harus menjadi pokok yang dikuasai,
kalau management ini lebih ke para lurah, carik, kaur, kasi.
7) Future skill:
Seputar administrasi ini paling engga ya digital dan komputerisasi
Kalau bisa kalau laporan dan proses2 ke atas itu dipersingkat.
Prosedurnya juga dipersingkat, misalnya untuk pengadaan barang itu
juga dipersingkat. PPBJ ini memberatkan pelaksanaannya di
kelurahan.
228
5) Setelah menjabat, pamong tidak difasilitasi dengan proses
pembinaan dan pembelajaran yang cukup. Biasanya, proses itu hanya
diberikan di awal padahal menjadi pamong adalah peran yang
panjang dan perlu untuk terus dibimbing.
229
masih fluktuatif dan berbeda-beda (ada yang sudah cakap ada yang
belum). Salah satu faktornya adalah perbedaan kemampuan individu
untuk mempelajari hal baru, perbedaan latar belakang SDM,
perbedaan kondisi pekerjaan, serta digitalisasi yang dirasa terlalu
cepat.
Pak Eko:
1) Ada pamong yang tidak dapat menjalankan fungsinya dengan
baik. Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah usia (>40 tahun),
kemampuan untuk mempelajari hal baru dan niat untuk
mengembangkan diri yang rendah
2) Iklim kerja yang terbangun di desa juga turut memiliki andil
dalam proses pengembangan diri pamong. Dalam hal ini, tokoh yang
paling berperan penting dalam penyusunan iklim yang positif adalah
lurah.
Pak Nurje:
1) Lurah memiliki tuntutan akan kemampuan leadership, inovasi,
open minded, dan juga kemampuan untuk mengkoordinasi tiap-tiap
pamong. Lurah harus mampu melepaskan muatan politik yang
230
dimiliki agar fokus menjalankan tugasnya sebagai pemimpin pamong
2) Proses pengisian pamong menjadi satu kunci yang penting dalam
pengembangan kapasitas desa sebab modalitas SDM merupakan
landasan utama dari kinerja pamong. Spesifikasi rekrutmen pamong
menjadi sangat penting untuk disesuaikan. Contohnya, saat ini
spesifikasi pemilihan ulu-ulu sudah sampai tahap harus memiliki
kemampuan membaca gambat autoCAT
3) Mental dan etos kerja menjadi hal yang perlu dipertimbangkan
dalam pengangkatan pamong. Hal ini nampaknya belum cukup
dinilai dalam proses rekrutmen.
4) Secara regulasi, spesifikasi pamong adalah lulusan SMA namun
dalam perjalannya ditemukan bahwa pamong dengan background
pendidikan yang lebih tinggi memiliki kemampuan yang lebih baik
dalam menyelesaikan tugas di desa. Untuk itu, perlu dikaji kembali
apakah standar minimal pendidikan SMA pada pamong masih
relevan untuk digunakan saat ini.
Pak Ilham:
1) Pamong seringkali melakukan sesuatu berdasarkan kebiasaan
sehingga tidak terbuka akan inovasi dan pembaruan
2) Pamong perlu meningkatkan softskill terkait attitude (kemampuan
untuk melakukan pelayanan dan memberikan manfaat kepada
masyarakat)
3) Saat ini, pamong tidak memiliki jenjang karir dan tidak memiliki
progres dalam hal karir sehingga posisinya menjadi stuck. Penilaian
standar ini penting untuk dilakukan sebagai data pengetahuan output
kinerja masing-masing pamong namun yang perlu dipertimbangkan
setelah data ini dimiliki lalu akan digunakan untuk apa.
8 Irawan, S.I.P 1) Future skill: Pamong saat ini tidak hanya dituntut untuk memiliki
kemampuan sosial kemasyarakatan saja. Lebih dari itu, pamong juga
perlu memiliki pengetahuan, keterampilan (termasuk keterampilan
dalam menggunakan IT), serta keahlian sesuai bidang yang
dijalankan masing-masing.
231
dalam mempelajari hal baru dan mengoperasikan alat. Untuk itu,
apabila kedua kelompok pamong ini dapat berkoordinasi dalam
menyelesaikan tugas yang diampu, hasil yang didapatkan akan lebih
optimal.
232
meningkatkan profesionalitas dan produktivitas pamong.
9 Kriswantoro, Saat ini belum ada skema pemberian reward dan punishment yang
S.Stp.,MM. menyebabkan etos kerja pamong menjadi kurang baik.
Pamong belum memiliki kesadaran untuk belajar secara mandiri.
Saat ini, seluruh tupoksi sudah dijelaskan secara rinci di dalam
regulasi. Namun demikian, pamong belum akan bekerja ketika belum
ada contoh atau template kerjanya. Beberapa pamong bahkan perlu
untuk “disuapi” terlebih dahulu untuk dapat mempelajari hal baru
sehingga proses peningkatan kapasitas menjadi terhambat
Kompetensi pamong bisa dilihat dari pengalaman kerjanya. Ketika
pamong sudah memiliki pengalaman, kemampuannya untuk
menjalankan tugas akan jauh lebih baik. Apabila ada materi-materi
baru, pamong tersebut juga memiliki kemampuan yang lebih baik
untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat
Pendidikan atau pelatihan yang sejalan dengan tupoksi juga akan
sangat bermanfaat bagi pamong dalam menjalankan tugas supaya
pamong sudah memiliki pengetahuan mengenai teori-teori dasar
pengerjaan tugas. Pengembangannya hanya perlu dilakukan dalam
hal aplikasi saja
Adanya standarisasi kompetensi diharapkan dapat digunakan sebagai
dasar pemberian peningkatan kapasitas. Standar ini namun tidak bisa
digunakan untuk mutasi, rotasi, dan pemberhentian tugas.
Efektivitas:
Outbound misalnya bisa meningkatkan kerja sama. Kalau yang
ceramah2 dan mengundang pakar ini tergantung penyampaiannya,
kalau menarik akan lebih efektif. Tetapi yang menjenuhkan tidak
efektif.
Efisiensi:
Kalau yang lebih teknis misalnya seperti komputer ya langsung
praktik. Tapi kalau yang konsep itu narasumber ya dikemas dengan
hiburan.
233
2) Dari masing2 individu pasti berbeda dan disesuaikan dengan
kebutuhan dan karakter masing2 desa. Setidaknya di wilayah
kapanewon atau mungkin kabupaten. Menjawab apa kebutuhan
masyarakat. Jadi penyelenggaraanya lebih mendekat ke kalurahan.
Jawaban:
Kalau belajar sendiri ini sepertinya tidak mungkin, kalau lebih
relevan itu mentoring karena bisa bertanya sesuai dengan dengan
kendala. Sehingga ketika bekerja itu tidak ragu.
Metode peningkatan kapasitas apa yang dibutuhkan?
234
Jawaban:
Metodenya ketemu langsung akan lebih bagus kalau ada waktunya,
kalau lewat zoom terkadang bisa disambi. Malah tidak fokus.
Kalau rapat bisa lwat zoom atau telepon tetapi kalau pelatihan atau
peningkatan kapasitas lewat ketemu langsung.
Bagaimana tindak lanjut yang dilakukan penyelenggara setelah
kegiatan peningkatan kapasitas? (monitoring, evaluasi)
Jawaban:
Ketika setelah pelatihan ini ada monitoring, harapannya. Untuk
memastikan yang dilatikan
Efektivitas:
Metode formal tidak terlalu efektif.
Evaluasi dan monitoring tidak ada.
Pelatihan yang berkaitan dengan program lebih real menukik pada
program.
Kalau program yg dari supra desa, mungkin monitoring di grup
mereka sendiri.
Efisiensi:
3 Suhadi 1) Saat ini peningkatan kapasitas misal kunjungan ke desa2 lain, itu
kurang efektif. Sehingga perlu adanya formula khusus.
Peningkatan kapasitas harusnya bentuknya Diklat. Yang terpenting
menumbuhkan krenteg, komitmen, dan intgritas pamong.
Konsepnya jangan online, tetapi ketemu langsung dan diwadahi
dalam kawah condrodimuka.
Efektivitas:
Efisiensi:
235
membuat rencana tindak lanjut. Kemudian dikaruhke ke kalurahan
oleh penyelenggara. Sehingga penyelenggara mengaruhke ke peserta.
Baru dievalusi.
236
Apabila dirasa sudah sesuai, pamong dapat melaksanakan
peningkatan kapasitas dengan metode pengawasan saja.
6 Suminto 1) Pelatihan yang diberikan kepada pamong selama ini dirasa masih
kurang efektif karena selama ini pelatihan yang dilakukan masih
sangat teoritis. Yang sering terjadi, pelatihan teoritis ini tidak mampu
diproses oleh seluruh pamong dengan baik karena terdapat beberapa
pamong yang kurang mampu menangkap dan menafsirkan
informasi-informasi baru.
237
Satrio, S.Sos. yang diberikan hanya berfokus pada peran masing-masing pamong
Dwi Eko saja.
Nurjayanto, 2) Pamong yang baru saja bekerja tidak diberi pelatihan di awal dan
ST. langsung dituntut untuk bekerja padahal seringkali belum memiliki
pengetahuan akan tugas yang perlu dilakukan. Selain itu, pamong
juga seringkali hanya diberi pengetahuan akan tugasnya sendiri
sehingga koordinasi yang dapat dilakukan antarpamong terbatas
3) Pelatihan yang diberikan untuk pamong harapannya bisa diberikan
berjenjang dengan skor sehingga proses monitoring dan evaluasi
yang diberikan lebih terpantau dan dapat dicek
4) Untuk memastikan agar tafsir yang didapatkan pasca pelatihan
sudah sama, perlu ada proses monitoring dan evaluasi yang jelas.
Saat ini, pamong seringkali memberikan tafsir mandiri dari pelatihan
yang telah didapatkan.
5) Kurikulum yang diberikan dalam pelatihan untuk maisng2
pamong harus disesuaikan. Contohnya: pelatihan yang diberikan oleh
kaur harus dipelajari secara keseluruhan oleh carik. Pelatihan yang
diberikan pada seluruh pamong harus dipelajari semua oleh lurah
6) Bisa mengadopsi metode belajar “nyantrik” yaitu dengan turut
mengikuti kegiatan kerja selama beberapa hari di desa lain yang
dianggap baik
Pak Eko:
1) Perlu disediakan buku panduan yang menyeluruh untuk
masing-masing pamong desa. Di dalamnya dapat dijelaskan
mengenai tupoksi, sop, dan juga informasi2 lain untuk membantu
pamong tersebut menyelesaikan permasalahan di desanya
masing-masing
2) Pamong memerlukan pendampingan. Salah satunya adalah
pendampingan untuk menyelesaikan masalah di desa sebab kondisi
di desa permasalahannya kurang lebih polanya sama sehingga cara
penyelesaiannya pun sebenarnya bisa dipelajari.
3) Desa mengusulkan adanya pendampingan dari mahasiswa atau
dari pihak lain selama beberapa waktu sehingga terjadi penularan
ilmu antarpamong. Namun, pengadaan pendampingan ini tidak dapat
dianggarkan dengan dana desa sehingga perlu dipikirkan
mekanismenya.
4) Buku saku perlu disusun untuk membuat keseragaman
pengelolaan desa di seluruh DIY. Meskipun terdapat perbedaan
antara satu desa dengan desa yang lain, adanya buku saku ini dapat
membantu menyamakan frekuensi dan tafsir antara pamong di
wilayah DIY.
238
Pak Ilham:
1) Handbook untuk masing-masing pamong ini perlu disediakan
untuk meminimalisir misinformasi antarpamong. Selain itu,
handbook ini akan membantu meminimalisir kesalahan dan proses
penyelesaian program agar masing-masing pamong mengetahui
kinerja seperti apa yang sebenarnya diinginkan dan dibutuhkan dari
para pamong
8 Ahmad Dukuh-dukuh muda pernah dapat bimtek mengenai ketugasan dukuh
Khalim dan tugas keistimewaan di awal penugasan oleh pemerintah
Rizza Utami kabupaten. Materi utama yang diberikan adalah mengenai
Putri, S.IP penggunaan dana kas desa
Pamong perlu menumbuhkan kesadaran pada dirinya sendiri
mengenai ketugasannya. Pada dukuh yang posisinya ditolak oleh
warga, salah satu hal yang bisa dilakukan adalah meningkatkan
kepercayaan warga dan legitimasi dengan meningkatkan kapasitas
diri pamong
Pelatihan yang dilakukan tidak memiliki tindak lanjut dan tidak
dievaluasi hasilnya
Dalam menjalankan ketugasan desa, dukuh merasa lebih
membutuhkan pelatihan mengenai sosiokultural dan kemasyarakatan.
Namun selama ini, pelatihan yang diberikan hanya tentang teknis dan
cara menyelesaikan tugas ke atas
Antardukuh belum memiliki jaringan yang baik sehingga tidak ada
koordinasi yang positif di antaranya
Khalimi
Dukuh di beberapa daerah mendapatkan mentoring dari dukuh yang
bertugas sebelumnya atau dukuh lain yang sudah purna tugas. Hal ini
dilakukan untuk mengarahkan dukuh baru mengenai tugas dan
wewenang yang harus dilakukan selama bertugas
Bimtek dilakukan dengan metode ceramah dan dirasa tidak efektif
9 Muhaimin, Pamong perlu punya pendamping yang bertugas menjadi mentor
S.Th.I, M.H sehingga saat pamong mengalami kesulitan saat mengerjakan tugas,
ia memiliki tempat untuk berdiskusi dan belajar
Bamuskal juga membutuhkan arahan untuk melaksanakan tugas.
Selama ini setelah diresmikan, bamuskal tidak mendapatkan
informasi mengenai tupoksi serta tidak dapat pelatihan untuk dapat
melaksanakan
seringkali bimtek hanya diberikan ke ketua sedangkan sharing
information dari ketua kurang baik dan informasi yang dibagikan
tidak tersebar dengan baik sedangkan proses evaluasi tidak diadakan
Peningkatan kapasitas salah satunya bisa dilakukan melalui
239
pembelajaran di paguyuban
desa dengan lurah yang memiliki leadership yang baik cenderung
memiliki pamong yang cakap dan memiliki etos kerja tinggi
situasi belajar di dalam desa juga sangat berpengaruh bagi
ketercapaian pamong yang cakap. Lurah yang menciptakan ruang
belajar dan bekerja yang nyaman dapat membantu pamong untuk
menyelesaikan tugas dengan maksimal bahkan melibatkan orang2
lain untuk turut membantu
10 Irawan, S.I.P 1) Saat ini pelatihan hanya memberikan materi teknikal saja. Selain
itu, pemberian pelatihan hanya dilakukan dengan menggunakan
metode sosialisasi saja. Di tinjau dari segi waktu, pelatihan hanya
diberikan pada saat akan ada program atau regulasi baru saja. Di luar
itu, pamong tidak mendapatkan pelatihan di waktu lain. Di sisi lain,
pelatihan yang diberikan tidak memiliki tindak lanjut dan tidak
memiliki monitoring dan evaluasi sehingga dianggap tidak efektif.
240
11 Kriswantoro, Pemberian edukasi perlu dilakukan untuk seluruh staff, tidak hanya
S.Stp.,MM. pamong saja. Yang sering terjadi, seluruh pelatihan hanya diberikan
kepada pamong saja sedangkan informasi yang didapat tidak
dibagikan kepada staff. Akibatnya, ketika menghadapi kondisi
pelayanan yang tidak memungkinkan pamong untuk melayani
masyarakat secara langsung, staff tidak memiliki kapabilitas untuk
menggantikan. Akhirnya penilaian masyarakat kepada kinerja
pamong menjadi kurang
Pelatihan yang disiapkan oleh DPMKal memang tidak didesain
dengan adanya evaluasi dan monitoring karena adanya keterbatasan
personil dari pihak DPMKal
Pelatihan yang diberikan baiknya memang dilakukan dengan
multimetode. Namun demikian, saat ini DPMKal belum memiliki
cukup personil untuk mengelola pelatihan semacam itu
12 Fajar Sudarwo Pak Jarwo
Paulus Y 1) Desa sebenarnya adalah community school dan di situ pamong
Samino memiliki peran yang besar untuk dapat menjadi "pengajar". Untuk
itu, mandat yang dapat diberikan kepada pamong adalah untuk
meningkatkan kapasitas dirinya sehingga dapat menjalankan peran
menjadi pamomong yang kemudian dapat menghidupkan desa
sebagai sekolah kehidupan (community school)
2) Pamong perlu memiliki kepekaan untuk dapat mengenali dan
memahami karakteristik semua orang. Hal ini dapat sangat
membantu pamong dalam memahami "mandat" yang diberikan dari
semua orang dan membuat kinerjanya lebih efektif
3) Pamong juga dituntut untuk bisa menguasai banyak "bahasa".
Dalam hal ini, pamong diharapkan mampu menyesuaikan diri ketika
menjalankan tugas untuk memenuhi ekspektasi supradesa, ekspektasi
masyarakat, dan ekspektasi rekan pamong lain
4) Pamong yang baik adalah pamong yang sadar ruang dan memiliki
pengetahuan yang baik mengenai wilayahnya. Dengan adanya
kesadaran ruang ini, pamong mampu melakukan berbagai inovasi
dengan SDA yang dimilikinya dan tidak perlu repot-repot mencari
hal yang tidak ada di sekitarnya
5) Di masa yang akan datang, diperlukan adanya sistem untuk
menyusun sekolah kepemimpinan desa
Pak Paulus
1) Pemberdayaan dan peningkatan kapasitas pamong perlu dilakukan
bertahap dan tidak bisa serta merta dibebankan kepada pamong.
Sebagai contoh, saat ini desa memiliki kebutuhan akan pamong yang
memiliki kemampuan IPTEK. Namun demikian, untuk mencapai hal
tersebut akan membutuhkan waktu yang lama dan SDA yang banyak
241
sehingga akan lebih efektif jika menambah SDM yang memang
sudah ahli di bidang itu untuk menjadi tambahan staff
2) Pelatihan sebaiknya dilakukan terspesialisasi atau disusun sesuai
cluster. Sebagai contoh, pelatihan untuk penulisan laporan perlu
dilakukan ke carik dan staffnya saja. Sementara pelatihan ibadah &
adat diberikan kepada kamituwo dan staff saja.
3) Pelaksanaan pelatihan baiknya tersentralisasi dan diampu oleh
lembaga yang jelas. Tidak adanya lembaga yang jelas akan berakibat
pada ketidakadaan pengampu dan ketidakadaan anggaran yang
kemudian menyebabkan program tidak berjalan.
Tema: Profiling
Nama
No. Catatan Wawancara
Narasumber
1 Widayat 1) Sebenarnya perlu dan dibutuhkan, karena masing2 pamong
kompetensinya harus menjawab tugas masing2
3) Bisa dilihat dengan kinerja masing2, misal bisa dilihat dari hasil
kerja yang tepat waktu.
Beban kerja terkadang menjadikan kerjaan tidak tepat waktu, atau
ada kendala lain yang menghambat. Paling tidak dikonfirmasi dan
digali oleh pak lurah.
2 Titik Iswatun 1) Penting, justru itu hal yang pertama dibutuhkan sebelum
Hasanah, S.Pd. melakukan peningkatan kompetensi pamong.
Apa saja orientasi/tujuan dalam menyusun profiling/pemetaan
kompetensi pamong kalurahan (mis: penataan karir, peningkatan
kinerja, rotasi jabatan, acuan peningkatan kapasitas).
242
pengalaman kerja, kepedulian terhadap isu tertentu.
3 Suhadi 1) Penting banget.
Pemetaan standar kompetensi pamong harus dilakukan apalagi
terkait reformasi birokrasi.
243
7 Muhaimin, memiliki pengetahuan yang linear dengan tugas yang dijalankan
S.Th.I, M.H pengalaman kerja
pengalaman bermasyarakat
testimoni atau penilaian masyarakat terhadap dukuh
8 Irawan, S.I.P 1) Profiling bisa digunakan untuk menjadi dasar evaluasi kinerja
yang selanjutnya bisa dipertimbangkan untuk mutasi jabatan. Selain
itu, profiling juga bisa dijadikan dasar untuk memberikan
pembinaan, pelatihan, dan peningkatan kapasitas.
Penilaian yang perlu: usia, pendidikan, pengalaman kerja &
pengalaman pelatihan
9 Kriswantoro, Profiling dapat mempertimbangkan aspek latar belakang
S.Stp.,MM. pendidikan, pengalaman kerja, prestasi kerja sebelumnya
244