PELAYANAN
Disusun Oleh:
DOSEN PENGAMPU:
Okta Vera
TA 2023/2024
KATA PENGANTAR
Kelompok 2
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
konstipasi adalah suatu tanda atau gejala klinis, bukan suatu penyakit,
yang ditandai dengan gejala buang air besar yan tidak lancar, ditandai
dengan buang air besar yang tidak lancar, ditandai dengan buang air
besar kurang dari 3 kali dalam sehari dalam 1 minggu, atau kesulitan
buang air besar karena tinja yang keras (konsensus nasional, penata
laksanaan konstipasi di indonesia, 2010)
Sebelit dianggap normal sebagai kondisi normal oleh kebanyakan
orang dan menyebabkan kejadian sembelit meningkat dai tahun ke
tahun. Di Amerika Serikat, prevensi sembelit berkisar antara 2-27
sehingga sekitar 2,5 juta kunjungan ke dokter dan hampir 100.000
perawatan per tahun. Laporan studi menunjukkan kejadian sembelit
sekitar 6,07%, pangsa antara pria dan wanita adalah 1:4 (kosensus
Nasional Penatalaksanaan Konstipasi di Indonesia, 2010)
Konstipasi artinya problem kesehatan yang awam dimanusia serta
mempengaruhi kesejahteraan serta kualitas hidup pasien pada praktek
klinis. 26% perempuan berusia 65 tahun ke atas serta 16% laki-laki
menduga dirinya sembelit (Baran & Ates, 2019).
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan apa itu konstipasi
2. Menjelaskan apa itu obat pencahar
3. Menjelaskan bagaimana pencegahan konstipasi
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami apa dan bagaimana terjadinya konstipasi
1
2. Untuk memahami apa dan bagaimana mekanismekerja obat
pencahar
3. Untuk memahami pencegahan terjadinya konstipasi
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSTIPASI
1. Pengertian
1
2. Ciri-Ciri Konstipasi
Menurut Akmal et al.,2010, memaparkan sejumlah
menifestasi dan tanda yang lazim konstipasi, meliputi :
3. Penyebab Konstipasi
1
Beberapa obat-obatan juga bisa menyebabkan
konstipasi, seperti obat penghilang rasa sakit, obat
antiinflamasi, atau obat anti-depresi. Efek samping dari
obat-obatan ini bisa mempengaruhi gerakan usus,
sehingga memicu konstipasi.
e. Gangguan mental, seperti kecemasan atau depresi
Stres bisa mempengaruhi gerakan usus dan
memperlambat proses pencernaan, sehingga memicu
konstipasi.
f. Kondisi medis tertentu, misalnya diabetes,
hiperparatiroidisme, kehamilan, dan hipotiroidisme
1
Usus besar bertanggung jawab untuk menyerap air dari
sisa-sisa pencernaan yang bergerak melalui saluran
pencernaan. Ketika gerakan usus menjadi lambat, lebih
banyak air diserap kembali ke dalam tubuh,
menyebabkan tinja menjadi keras dan kering.
b. Peristaltik Usus
Peristaltik adalah gerakan gelombang otot yang
mendorong makanan dan limbah melalui saluran
pencernaan. Ketika peristaltik terganggu atau berkurang,
proses pemindahan makanan dan limbah melalui usus
menjadi lebih lambat, yang dapat menyebabkan
penumpukan dan akhirnya kostipasi.
c. Faktor Psikologis
Stres dan kecemasan dapat mempengaruhi gerakan usus
dan dapat menjadi faktor kontributor terhadap kostipasi.
Ketegangan otot-otot dalam perut dan usus dapat
mengganggu proses pencernaan normal.
d. Kehadiran Serat: Serat dalam makanan membantu
meningkatkan volume tinja dan merangsang gerakan
usus. Diet yang rendah serat dapat menyebabkan tinja
menjadi keras dan sulit untuk melalui usus.
e. Kontraksi Rektum: Kontraksi otot-otot di sekitar rektum
membantu dalam proses pengosongan usus besar.
Ketika seseorang menahan diri untuk buang air besar,
kontraksi ini mungkin tidak terjadi dengan baik, yang
dapat menyebabkan tinja menumpuk dan mengeras di
dalam rektum.
f. Hormon
Hormon tertentu dalam tubuh, seperti hormon tiroid,
juga dapat mempengaruhi gerakan usus. Gangguan
hormonal dapat menyebabkan perubahan dalam gerakan
usus dan berkontribusi pada terjadinya kostipasi.
1
B. OBAT PENCAHAR
1. Pengertian
Obat pencahar atau laksatif adalah kelompok obat yang
digunakan untuk mengatasi susah buang air besar (BAB) atau
konstipasi. Selain itu, obat ini juga digunakan untuk
membersihkan usus sebelum tindakan medis tertentu, seperti
operasi usus atau kolonoskopi
Obat pencahar idealnya tidak boleh digunakan tiap hari dan
dalam jangka panjang, golongan obat ini sebaiknya digunakan
sesuai dengan resep dan saran dokter.
2. Jenis-Jenis Obat Pencahar
Obat pencahar tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari pil,
kapsul, sirup, supositoria (jenis obat yang penggunaannya
dimasukkan ke rektum), dan enema (obat cair yang dimasukkan
ke rektum). Tiap jenis pencahar ini memiliki manfaat dan efek
sampingnya masing-masing sehingga penggunaannya harus tepat.
Dari cara pakainya, obat yang berbentuk pil, kapsul, atau sirup
tentu lebih mudah dikonsumsi. Dibandingkan itu, tipe supositoria
dan enema terasa kurang nyaman saat digunakan. Namun, efek
pencahar yang dimasukkan secara manual atau disemprotkan
melalui rektum ini sering kali bekerja lebih cepat dalam
mengatasi sembelit.
Lebih jelas, berikut mekanisme kerja setiap jenis obat pencahar:
1
tipe bulk-foaming antara lain kram perut, kembung, dan gas
berlebih.
Hal ini sama halnya jika kita mengonsumsi cukup banyak serat
dari makanan, jadi kondisi ini tidak perlu dikhawatirkan.
Namun, Anda disarankan untuk memperbanyak asupan air
untuk mengurangi beberapa efek tadi.
Selain itu, serat juga dapat mempengaruhi penyerapan jenis
obat tertentu. Maka itu, pastikan untuk memberikan jeda 1-2
jam setelah konsumsi obat pencahar sebelum mengonsumsi
obat lainnya.
1
d. Obat pencahar tipe osmotik (hiperosmolar)
Obat pencahar tipe ini bekerja dengan meningkatkan kadar air
dalam usus dan jaringan di sekitarnya. Dengan banyaknya air
pada usus berarti membuat tinja lebih lunak dan mudah untuk
dibuang.
Beberapa pencahar jenis ini seperti Miralax, Paralax, MOM
(milk of magnesia) dan Kristalose merupakan obat dengan zat
aktif penghidrogenasi yang dapat menarik cairan ke usus.
Jika Anda menggunakan obat pencahar tipe osmotik,
sebaiknya perbanyaklah minum air putih. Tak hanya membuat
obatnya bekerja lebih efektif, hal tersebut juga bertujuan untuk
mengurangi kemungkinan kram perut dan munculnya gas
berlebih.
1
meningkatkan gerakan gastrointestinal. Salah satu contoh obat
pencahar tipe guanilat cyckase-C agonist adalah Plecanatide
(Tulance) yang merupakan obat resep untuk
penderita konstipasi idiopatik kronis.
Meskipun dinilai efektif dalam meningkatkan BAB menjadi
lebih rutin, obat ini berisiko menyebabkan diare dan pada
anak-anak dapat menyebabkan dehidrasi berat.
Obat pencahar apa yang harus saya gunakan?
Meskipun obat pencahar bisa ditemukan dengan mudah di
apotek, gunakan obat sesuai dosis dan cara penggunaan yang
tepat. Selain itu, perhatikan juga dengan efek samping yang
muncul sebab beberap orang mungkin kurang cocok dengan
kandungan tertentu pada obat. Alih-alih sembuh, yang ada
malah sembelit semakin menjadi.
Setiap jenis obat pencahar memiliki fungsi dan cara kerjanya
masing-masing. Maka itu, pilihlah laksatif secara bijak dan
alangkah lebih baik jika Anda berkonsultasi dengan dokter
terlebih dahulu sebelum minum obat pencahar.
Jika setelah 2-3 hari Anda masih merasakan sembelit dan feses
masih berbentuk keras, cobalah gunakan obat pencahar tipe
osmotik atau tipe bulk-forming. Namun, jika tinja yang keluar
lunak, gunakanlah pencahar stimulan selain pencahar tipe
bulk-forming. Konsultasikan dengan dokter jika konstipasi
masih terjadi setelah mengonsumsi pencahar.
3. Indikasi dan Khasiat Obat Pencahar
Indikasi dan khasiat obat pencahar:
1
Seseorang yang memiliki alergi terhadap salah satu bahan
aktif dalam obat pencahar atau komponen lainnya yang dapat
menyebabkan reaksi alergi harus menghindari penggunaannya.
b. Obstruksi Usus
Penggunaan obat pencahar dapat berbahaya pada orang
dengan obstruksi usus, karena dapat memperparah kondisi
tersebut.
c. Nyeri Abdomen Tidak Diketahui Penyebabnya
Jika seseorang mengalami nyeri abdomen yang belum
didiagnosis, penggunaan obat pencahar dapat
menyembunyikan gejala yang penting bagi diagnosis medis
yang tepat.
d. Perdarahan Rektal atau Darah dalam Tinja
Perdarahan rektal atau darah dalam tinja dapat menjadi tanda
kondisi medis yang serius, dan penggunaan obat pencahar
dapat memperburuk kondisi tersebut.
e. Kehamilan
Beberapa jenis obat pencahar mungkin tidak aman untuk
digunakan selama kehamilan karena dapat mempengaruhi
janin. Sebelum menggunakan obat pencahar saat hamil,
sebaiknya berkonsultasi dengan dokter.
f. Usia dan Kondisi Kesehatan Khusus
Beberapa kelompok, seperti anak-anak kecil, orang tua, atau
individu dengan kondisi kesehatan tertentu seperti penyakit
jantung atau ginjal, mungkin memerlukan dosis yang
disesuaikan atau pengawasan medis ketika menggunakan obat
pencahar.
5. Mekanisme Obat
Obat pencahar bekerja dengan cara menstimulasi usus
(stimulan), melembutkan feses (pelunak tinja), mengembangkan
feses dengan cara menarik lebih banyak air ke dalam feses
(bulk-forming agen), melumasi tinja agar lebih mudah keluar
dari usus besar (lubrikan), atau dengan mempromosikan
masuknya air ke dalam usus. Semuanya tergantung dari pilihan
jenis laksatif yang digunakan.
1
6. Golongan Obat untuk Ibu Hamil
Obat-obatan yang aman untuk ibu hamil biasanya diklasifikasikan
ke dalam beberapa kategori berdasarkan tingkat keamanannya,
yaitu kategori A, B, C, D, dan X.
Berikut adalah penjelasan singkat mengenai klasifikasi tersebut:
1.Kategori A: Obat dalam kategori ini dianggap aman untuk ibu
hamil berdasarkan bukti riset yang ada.
2.Kategori B: Obat dalam kategori ini dianggap cukup aman
untuk ibu hamil berdasarkan penelitian pada hewan, namun
belum ada penelitian yang memadai pada manusia.
3.Kategori C: Obat dalam kategori ini sebaiknya hanya digunakan
jika manfaatnya melebihi risikonya, dan hanya setelah
berkonsultasi dengan dokter.
4.Kategori D: Obat dalam kategori ini memiliki risiko yang
mungkin bagi janin, namun manfaatnya bisa melebihi risikonya
dalam kondisi tertentu.
5.Kategori X: Obat dalam kategori ini sangat berbahaya bagi
janin dan tidak boleh digunakan oleh ibu hamil.
7. Dosis Pemakaian
Dalam konteks medis, dosis pemakaian merujuk pada jumlah dan
frekuensi penggunaan suatu obat atau terapi. Dosis pemakaian
dapat bervariasi tergantung pada berbagai faktor, termasuk jenis
obat, kondisi medis yang sedang diobati, berat badan, usia, dan
toleransi individu terhadap obat tersebut.
1
berdampak negatif pada efektivitas pengobatan dan kesehatan
secara keseluruhan.
Jika ada kekhawatiran atau pertanyaan tentang dosis pemakaian
suatu obat, disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter atau
profesional medis untuk mendapatkan informasi yang tepat dan
sesuai dengan kebutuhan individu.
1
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
,