Anda di halaman 1dari 17

KONSEP ETIKA MORAL DALAM MEMBERIKAN

PELAYANAN

Disusun Oleh:

Anggel Okta Cuini (234110710)

Bunga Meilizayosa (234110714)

Laurenza Sri Fhadilla (234110728)

Mutiara Rahmadini (234110729)

Tasha Arizka Khaira (234110743)

DOSEN PENGAMPU:

Okta Vera

D3 KEBIDANAN PADANG POLTEKKES KEMENKES


PADANG

TA 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat


dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul "Konsep Etika Moral dalam Memberikan Pelayanan"
dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran


Farmakologi. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah
wawasan tentang konstipasi dan obat pencahar bagi pembaca dan
juga bagi penulis.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna.


Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 29 Januari 2024

Kelompok 2

1
1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
konstipasi adalah suatu tanda atau gejala klinis, bukan suatu penyakit,
yang ditandai dengan gejala buang air besar yan tidak lancar, ditandai
dengan buang air besar yang tidak lancar, ditandai dengan buang air
besar kurang dari 3 kali dalam sehari dalam 1 minggu, atau kesulitan
buang air besar karena tinja yang keras (konsensus nasional, penata
laksanaan konstipasi di indonesia, 2010)
Sebelit dianggap normal sebagai kondisi normal oleh kebanyakan
orang dan menyebabkan kejadian sembelit meningkat dai tahun ke
tahun. Di Amerika Serikat, prevensi sembelit berkisar antara 2-27
sehingga sekitar 2,5 juta kunjungan ke dokter dan hampir 100.000
perawatan per tahun. Laporan studi menunjukkan kejadian sembelit
sekitar 6,07%, pangsa antara pria dan wanita adalah 1:4 (kosensus
Nasional Penatalaksanaan Konstipasi di Indonesia, 2010)
Konstipasi artinya problem kesehatan yang awam dimanusia serta
mempengaruhi kesejahteraan serta kualitas hidup pasien pada praktek
klinis. 26% perempuan berusia 65 tahun ke atas serta 16% laki-laki
menduga dirinya sembelit (Baran & Ates, 2019).

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan apa itu konstipasi
2. Menjelaskan apa itu obat pencahar
3. Menjelaskan bagaimana pencegahan konstipasi

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami apa dan bagaimana terjadinya konstipasi

1
2. Untuk memahami apa dan bagaimana mekanismekerja obat
pencahar
3. Untuk memahami pencegahan terjadinya konstipasi

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSTIPASI
1. Pengertian

Konstipasi adalah suatu penurunan defekasi (pengeluaran sisa-


sisa pencernaan atau zat yang tidak mengalami pencernaan) yang
normal pada seseorang, disertai dengan keluarnya fases yang
tidak lengkap atau keluarnya fases yang sangat keras dan kering
(wolkinson, 2006)
Konstipasi adalah defekasi dengan frekuensi yang sedikit,
tinda tidak cukup jumlahnya, berbentuk keras dan kering
( Oenzil,1995)
Konstipasi adalah kesulitan atau kelambatan pasase fases yang
menyangkut kosistensi tinja dan frekuensi berhajat, konstipasi
dikatakan akut jika lamanya 1 sampai 4 minggu, sedangkan
dikatakan kronik jika lamanya lebih dari 1 bulan (Mansjoer,
2000)
Konstipasi adalah kesulitan atau jarang defekasi yang
mungkin karena fases keras atau kering sehingga terjadi
kebiasaan defekasi yang tidak teratur, faktor psikogenik, kurang
aktifita, asupan cairan yang tidak adekuat dan abnormalitas usus.
(paath,E.F.2004)
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Konstipasi
adalah penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh
pengeluaran fases yang lama atau keras dan kering. Adanya
upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda tanda yang
terkait dengan konstipasi. Apa bila motilitas usus melambat, masa
fases lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar
kandungan air dalam fases kering dan keras dapat menimbulkan
nyeri pada rektum (potter dan Perry, 2005).
Jadi, sederhananya konstipasi adalah kondisi yang ditandai
dengan sulit buang air besar (BAB) atau frekuensi BAB yang
lebih sedikit daripada biasanya, yang biasanya disebut sebagai
sembelit.

1
2. Ciri-Ciri Konstipasi
Menurut Akmal et al.,2010, memaparkan sejumlah
menifestasi dan tanda yang lazim konstipasi, meliputi :

a. Merasakan kebegahan di perut sehingga terasa kaku


dan penuh;
b. Daya tahan tubuh menurun, lemas, mudah capek yang
akhirnya enggan melakukan perihal dan juga kerap
merasakan kantuk;
c. Kotoran lebih panas, hitam, padat dan tergolong tidak
banyak dibanding sebelumnya;
d. Susah mengeluarkan kotoran saat BAB, ketika
berbarengan keringat dingin keluar;
e. Kepenuhan yang dirasakan pada anus, berat, dan seperti
terhambat sesuatu yang diiringi rasa sakit sebab
bertabrakan dengan kotoran kering dan padat atau sebab
ambeyen yang akhirnya ketika duduk merasakan
ketidaknyamanan;
f. Kerap kentut dengan bau yang tidak sedap dari
biasanya;
g. Terjadi penurunan frakuensi B.A.B.

3. Penyebab Konstipasi

a. Pola makan yang buruk


Makanan yang kurang serat dan air dapat membuat tinja
menjadi keras dan sulit untuk dikeluarkan
b. Kurang beraktifitas
Gerakan tubuh membantu mempercepat gerakan usus,
sehingga bisa memudahkan untuk buang air besar. Jika
seseorang sering duduk atau berbaring terlalu lama,
maka gerakan usus bisa menjadi lambat dan memicu
konstipasi.
c. Dehidrasi
Dehidrasi bisa membuat tinja menjadi keras dan sulit
dikeluarkan. Oleh karena itu, penting untuk minum air
yang cukup setiap hari, terutama saat cuaca panas atau
setelah berolahraga.
d. Efek samping obat-obatan

1
Beberapa obat-obatan juga bisa menyebabkan
konstipasi, seperti obat penghilang rasa sakit, obat
antiinflamasi, atau obat anti-depresi. Efek samping dari
obat-obatan ini bisa mempengaruhi gerakan usus,
sehingga memicu konstipasi.
e. Gangguan mental, seperti kecemasan atau depresi
Stres bisa mempengaruhi gerakan usus dan
memperlambat proses pencernaan, sehingga memicu
konstipasi.
f. Kondisi medis tertentu, misalnya diabetes,
hiperparatiroidisme, kehamilan, dan hipotiroidisme

4. Orang yang rentan terkena konstipasi

Orang yang rentan terkena konstipasi antara lain:


a. Lansia
Konstipasi paling sering terjadi pada lansia, karena
penurunan fungsi tubuh yang dapat meningkatkan risiko
terkena penyakit
b. Anak-anak
Konstipasi juga dapat terjadi pada anak-anak
c. Orang dengan pola makan rendah serat
Makan makanan yang rendah serat dapat meningkatkan
risiko konstipasi
d. Orang yang kurang aktif secara fisik
Orang yang jarang atau tidak berolahraga secara fisik
lebih cenderung mengalami
e. Orang yang mengkonsumsi obat-obatan tertentu
Obat penenang atau obat untuk tekanan darah tinggi
dapat meningkatkan risiko sembelit
f. Orang dengan kondisi kesehatan mental
Memiliki kondisi kesehatan mental, seperti depresi,
dapat meningkatkan risiko konstipasi

5. Mekanisme Tubuh Saat Konstipasi

Mekanisme tubuh saat terjadinya kostipasi melibatkan


beberapa proses, antara lain:
a. Penyerapan Air

1
Usus besar bertanggung jawab untuk menyerap air dari
sisa-sisa pencernaan yang bergerak melalui saluran
pencernaan. Ketika gerakan usus menjadi lambat, lebih
banyak air diserap kembali ke dalam tubuh,
menyebabkan tinja menjadi keras dan kering.
b. Peristaltik Usus
Peristaltik adalah gerakan gelombang otot yang
mendorong makanan dan limbah melalui saluran
pencernaan. Ketika peristaltik terganggu atau berkurang,
proses pemindahan makanan dan limbah melalui usus
menjadi lebih lambat, yang dapat menyebabkan
penumpukan dan akhirnya kostipasi.
c. Faktor Psikologis
Stres dan kecemasan dapat mempengaruhi gerakan usus
dan dapat menjadi faktor kontributor terhadap kostipasi.
Ketegangan otot-otot dalam perut dan usus dapat
mengganggu proses pencernaan normal.
d. Kehadiran Serat: Serat dalam makanan membantu
meningkatkan volume tinja dan merangsang gerakan
usus. Diet yang rendah serat dapat menyebabkan tinja
menjadi keras dan sulit untuk melalui usus.
e. Kontraksi Rektum: Kontraksi otot-otot di sekitar rektum
membantu dalam proses pengosongan usus besar.
Ketika seseorang menahan diri untuk buang air besar,
kontraksi ini mungkin tidak terjadi dengan baik, yang
dapat menyebabkan tinja menumpuk dan mengeras di
dalam rektum.
f. Hormon
Hormon tertentu dalam tubuh, seperti hormon tiroid,
juga dapat mempengaruhi gerakan usus. Gangguan
hormonal dapat menyebabkan perubahan dalam gerakan
usus dan berkontribusi pada terjadinya kostipasi.

1
B. OBAT PENCAHAR

1. Pengertian
Obat pencahar atau laksatif adalah kelompok obat yang
digunakan untuk mengatasi susah buang air besar (BAB) atau
konstipasi. Selain itu, obat ini juga digunakan untuk
membersihkan usus sebelum tindakan medis tertentu, seperti
operasi usus atau kolonoskopi
Obat pencahar idealnya tidak boleh digunakan tiap hari dan
dalam jangka panjang, golongan obat ini sebaiknya digunakan
sesuai dengan resep dan saran dokter.
2. Jenis-Jenis Obat Pencahar
Obat pencahar tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari pil,
kapsul, sirup, supositoria (jenis obat yang penggunaannya
dimasukkan ke rektum), dan enema (obat cair yang dimasukkan
ke rektum). Tiap jenis pencahar ini memiliki manfaat dan efek
sampingnya masing-masing sehingga penggunaannya harus tepat.
Dari cara pakainya, obat yang berbentuk pil, kapsul, atau sirup
tentu lebih mudah dikonsumsi. Dibandingkan itu, tipe supositoria
dan enema terasa kurang nyaman saat digunakan. Namun, efek
pencahar yang dimasukkan secara manual atau disemprotkan
melalui rektum ini sering kali bekerja lebih cepat dalam
mengatasi sembelit.
Lebih jelas, berikut mekanisme kerja setiap jenis obat pencahar:

a. Obat pencahar tipe bulk-forming (serat)


Jenis laksatif ini memiliki cara kerja yang sama dengan serat
makanan alami, yaitu meningkatkan serapan cairan pada feses.
Hal ini membuat feses menjadi lebih lembek, mengembang,
dan mudah dikeluarkan.
Beberapa contoh obat pencahar tipe bulk-foaming antara lain
Benefiber, Mecamucil, Fibercon, Fiber-Lax, dan Equilactin.
Sama seperti obat lainnya, obat pencahar ini juga memiliki
risiko efek samping. Beberapa efek samping obat pencahar

1
tipe bulk-foaming antara lain kram perut, kembung, dan gas
berlebih.

Hal ini sama halnya jika kita mengonsumsi cukup banyak serat
dari makanan, jadi kondisi ini tidak perlu dikhawatirkan.
Namun, Anda disarankan untuk memperbanyak asupan air
untuk mengurangi beberapa efek tadi.
Selain itu, serat juga dapat mempengaruhi penyerapan jenis
obat tertentu. Maka itu, pastikan untuk memberikan jeda 1-2
jam setelah konsumsi obat pencahar sebelum mengonsumsi
obat lainnya.

b. Obat pencahar tipe lubrikan


Sesuai dengan namanya, jenis pencahar ini berfungsi untuk
melumasi atau melicinkan. Kandungan minyak dalam obat
pencahar tipe lubrikan dapat melapisi dinding usus sehingga
mencegah kotoran mengeras dan memperlancar
pergerakannya.
Meskipun laksatif jenis ini sangat efektif mengatasi sembelit,
penggunaannya sebaiknya hanya untuk jangka
pendek. Pasalnya, jika digunakan dalam jangka panjang, zat
minyak dari obat pencahar ini dapat menyerap vitamin larut
lemak dan mengurangi penyerapan jenis obat tertentu sehingga
tidak maksimal diserap tubuh.

c. Obat pencahar tipe pelunak feses (stool softener)


Stool softener dikenal juga sebagai emollient laxative. Obat
pencahar tipe pelunak feses ini bekerja dengan membasahi dan
melembutkan feses berkat kandungan bahan aktif berupa
dokusat atau surfaktan.
Berbeda dengan tipe pencahar lainnya, jenis pencahar ini perlu
waktu lebih lama dalam menjalankan fungsinya, sekitar
seminggu atau lebih. Obat ini biasanya direkomendasikan untuk
orang yang baru menjalani operasi, wanita yang baru
melahirkan, atau penderita wasir.

1
d. Obat pencahar tipe osmotik (hiperosmolar)
Obat pencahar tipe ini bekerja dengan meningkatkan kadar air
dalam usus dan jaringan di sekitarnya. Dengan banyaknya air
pada usus berarti membuat tinja lebih lunak dan mudah untuk
dibuang.
Beberapa pencahar jenis ini seperti Miralax, Paralax, MOM
(milk of magnesia) dan Kristalose merupakan obat dengan zat
aktif penghidrogenasi yang dapat menarik cairan ke usus.
Jika Anda menggunakan obat pencahar tipe osmotik,
sebaiknya perbanyaklah minum air putih. Tak hanya membuat
obatnya bekerja lebih efektif, hal tersebut juga bertujuan untuk
mengurangi kemungkinan kram perut dan munculnya gas
berlebih.

e. Obat pencahar tipe stimulan


Jenis laksatif ini bekerja dengan merangsang saraf yang
mengendalikan otot-otot yang melapisi saluran pencernaan.
Dengan begitu, hal ini akan mempercepat pergerakan tinja di
usus halus dan usus besar.
Obat pencahar tipe stimulan juga dapat meningkatkan
penyerapan cairan pada tinja. Beberapa merek yang umum
digunakan di antaranya, Dulcolax, Correctol, Ex-lax, dan
Senokot.
Yang harus diperhatikan, hindari menggunakan obat pencahar
tipe stimulan dalam jangka waktu lama. Pasalnya, jenis obat
pencahar ini bisa melemahkan kemampuan alami tubuh untuk
buang air besar dan menyebabkan ketergantungan dengan obat
pencahar. Selain itu, obat ini juga dapat menyebabkan kram
perut dan diare.

f. Obat pencahar tipe guanilat cyckase-C agonist


Jenis pencahar satu ini akan mengubah bentuk tinja dan
meningkatkan jumlah air pada rongga saluran usus serta

1
meningkatkan gerakan gastrointestinal. Salah satu contoh obat
pencahar tipe guanilat cyckase-C agonist adalah Plecanatide
(Tulance) yang merupakan obat resep untuk
penderita konstipasi idiopatik kronis.
Meskipun dinilai efektif dalam meningkatkan BAB menjadi
lebih rutin, obat ini berisiko menyebabkan diare dan pada
anak-anak dapat menyebabkan dehidrasi berat.
Obat pencahar apa yang harus saya gunakan?
Meskipun obat pencahar bisa ditemukan dengan mudah di
apotek, gunakan obat sesuai dosis dan cara penggunaan yang
tepat. Selain itu, perhatikan juga dengan efek samping yang
muncul sebab beberap orang mungkin kurang cocok dengan
kandungan tertentu pada obat. Alih-alih sembuh, yang ada
malah sembelit semakin menjadi.
Setiap jenis obat pencahar memiliki fungsi dan cara kerjanya
masing-masing. Maka itu, pilihlah laksatif secara bijak dan
alangkah lebih baik jika Anda berkonsultasi dengan dokter
terlebih dahulu sebelum minum obat pencahar.
Jika setelah 2-3 hari Anda masih merasakan sembelit dan feses
masih berbentuk keras, cobalah gunakan obat pencahar tipe
osmotik atau tipe bulk-forming. Namun, jika tinja yang keluar
lunak, gunakanlah pencahar stimulan selain pencahar tipe
bulk-forming. Konsultasikan dengan dokter jika konstipasi
masih terjadi setelah mengonsumsi pencahar.
3. Indikasi dan Khasiat Obat Pencahar
Indikasi dan khasiat obat pencahar:

Obat pencahar, atau laksatif, digunakan untuk memperlancar


buang air besar dan mengatasi konstipasi. Mereka juga dapat
digunakan untuk membersihkan usus sebelum tindakan medis
tertentu, seperti operasi usus atau kolonoskopi
4. Kontra Indikasi Obat pencahar
Beberapa kontraindikasi yang umum dirasakan ketika
menggunakan obat pencahar meliputi:
a. Alergi atau Hipersensitivitas

1
Seseorang yang memiliki alergi terhadap salah satu bahan
aktif dalam obat pencahar atau komponen lainnya yang dapat
menyebabkan reaksi alergi harus menghindari penggunaannya.
b. Obstruksi Usus
Penggunaan obat pencahar dapat berbahaya pada orang
dengan obstruksi usus, karena dapat memperparah kondisi
tersebut.
c. Nyeri Abdomen Tidak Diketahui Penyebabnya
Jika seseorang mengalami nyeri abdomen yang belum
didiagnosis, penggunaan obat pencahar dapat
menyembunyikan gejala yang penting bagi diagnosis medis
yang tepat.
d. Perdarahan Rektal atau Darah dalam Tinja
Perdarahan rektal atau darah dalam tinja dapat menjadi tanda
kondisi medis yang serius, dan penggunaan obat pencahar
dapat memperburuk kondisi tersebut.
e. Kehamilan
Beberapa jenis obat pencahar mungkin tidak aman untuk
digunakan selama kehamilan karena dapat mempengaruhi
janin. Sebelum menggunakan obat pencahar saat hamil,
sebaiknya berkonsultasi dengan dokter.
f. Usia dan Kondisi Kesehatan Khusus
Beberapa kelompok, seperti anak-anak kecil, orang tua, atau
individu dengan kondisi kesehatan tertentu seperti penyakit
jantung atau ginjal, mungkin memerlukan dosis yang
disesuaikan atau pengawasan medis ketika menggunakan obat
pencahar.
5. Mekanisme Obat
Obat pencahar bekerja dengan cara menstimulasi usus
(stimulan), melembutkan feses (pelunak tinja), mengembangkan
feses dengan cara menarik lebih banyak air ke dalam feses
(bulk-forming agen), melumasi tinja agar lebih mudah keluar
dari usus besar (lubrikan), atau dengan mempromosikan
masuknya air ke dalam usus. Semuanya tergantung dari pilihan
jenis laksatif yang digunakan.

1
6. Golongan Obat untuk Ibu Hamil
Obat-obatan yang aman untuk ibu hamil biasanya diklasifikasikan
ke dalam beberapa kategori berdasarkan tingkat keamanannya,
yaitu kategori A, B, C, D, dan X.
Berikut adalah penjelasan singkat mengenai klasifikasi tersebut:
1.Kategori A: Obat dalam kategori ini dianggap aman untuk ibu
hamil berdasarkan bukti riset yang ada.
2.Kategori B: Obat dalam kategori ini dianggap cukup aman
untuk ibu hamil berdasarkan penelitian pada hewan, namun
belum ada penelitian yang memadai pada manusia.
3.Kategori C: Obat dalam kategori ini sebaiknya hanya digunakan
jika manfaatnya melebihi risikonya, dan hanya setelah
berkonsultasi dengan dokter.
4.Kategori D: Obat dalam kategori ini memiliki risiko yang
mungkin bagi janin, namun manfaatnya bisa melebihi risikonya
dalam kondisi tertentu.
5.Kategori X: Obat dalam kategori ini sangat berbahaya bagi
janin dan tidak boleh digunakan oleh ibu hamil.
7. Dosis Pemakaian
Dalam konteks medis, dosis pemakaian merujuk pada jumlah dan
frekuensi penggunaan suatu obat atau terapi. Dosis pemakaian
dapat bervariasi tergantung pada berbagai faktor, termasuk jenis
obat, kondisi medis yang sedang diobati, berat badan, usia, dan
toleransi individu terhadap obat tersebut.

Sebelum menggunakan atau mengonsumsi obat apa pun, sangat


penting untuk mengikuti petunjuk yang diberikan oleh dokter atau
profesional medis yang meresepkannya. Petunjuk dosis biasanya
dicantumkan pada label obat atau disampaikan secara langsung
oleh dokter atau apoteker.
Dosis pemakaian juga dapat disesuaikan secara individual oleh
dokter berdasarkan respons pasien terhadap pengobatan dan
kondisi medisnya. Penting untuk tidak mengubah dosis obat tanpa
persetujuan atau arahan dokter, karena hal tersebut dapat

1
berdampak negatif pada efektivitas pengobatan dan kesehatan
secara keseluruhan.
Jika ada kekhawatiran atau pertanyaan tentang dosis pemakaian
suatu obat, disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter atau
profesional medis untuk mendapatkan informasi yang tepat dan
sesuai dengan kebutuhan individu.

8. Persediaan dan Cara Penyimpanan Obat di Pasaran


Cara penyimpanan dan bentuk sediaan obat pencahar yang
beredar di pasaran dapat bervariasi tergantung pada merek dan
jenis obat. Namun, secara umum, penyimpanan obat harus
dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas
terapi obat serta disusun secara alfabetis.

Beberapa bentuk sediaan obat pencahar yang umum dijumpai di


pasaran antara lain tablet, kapsul, sirup, dan suppositoria.
1.Sebaiknya, simpan obat pencahar pada suhu ruangan yang
sejuk dan kering, serta jauh dari paparan sinar matahari
langsung
2.pastikan juga untuk menyimpan obat pencahar di tempat yang
tidak dapat dijangkau oleh anak-anak
3.Sebelum menggunakan obat pencahar, pastikan untuk
membaca petunjuk penggunaan dan dosis yang tertera pada
kemasan obat atau sesuai dengan resep dan saran dokter

1
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
,

Anda mungkin juga menyukai