Anda di halaman 1dari 21

PETUNJUK ANESTESI UNTUK

TRANSPLANTASI HATI
Edisi ke 1 : Juli 2008
Edisi ke 2 : September 2008
Edisi ke 3 : Mei 2010
Edisi ke 4 : Maret 2012
Edisi ke 4-1 : April 2012
Edisi ke 5 : Maret 2019

Departemen Anestesiologi
Rumah Sakit Universitas Kyoto
Fakultas Kedokteran

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................3


BAB I PERSIAPAN ANESTESI .........................................................................................4
A. Tabel Pengenceran Obat dan Daftar Tilik ..............................................................4
B. Obat-obatan dan Troli Obat...................................................................................4
C. Monitor ................................................................................................................. 4
D. Jalur Infus .............................................................................................................. 5
E. Sikuit Flushing ........................................................................................................6
F. Persipan Obat ........................................................................................................6
G. Persiapan Lain ........................................................................................................7
BAB II PELAKSANAAN ANESTESI ...................................................................................8
A. Induksi Anestesi .....................................................................................................8
B. Prosedur Operasi .................................................................................................10
C. Manajemen Intraoperatif ....................................................................................12
D. Manajemen Pascaoperasi ....................................................................................17
BAB III HAL-HAL LAIN YANG PERLU DIPERHATIKAN ....................................................18
A. Komplikasi selama Operasi ..................................................................................18
B. Inkompatibilitas Golongan Darah ........................................................................19
C. Hepatitis Fulminan ...............................................................................................20
D. Transplantasi Donor Mati Batang Otak ................................................................21
E. Sindroma Hepatopulmoner .................................................................................21
F. Hipertensi Pulmonal ............................................................................................21

2
KATA PENGANTAR

Rumah Sakit Universitas Kyoto adalah rumah sakit melakukan banyak prosedur
transplantasi hati. Untuk itu ada banyak kesempatan bagi para pengajar bidang anestesiologi
untuk berlatih dan mendapatkan pengalaman anestesi pada operasi transplantasi hati. Operasi
transplantasi hati ini secara fisik sangat berat karena membutuhkan waktu lama, namun di sisi
lain banyak hal yang bisa dipelajari. Sehingga berlatihlah dengan penuh semangat.
Transplantasi hati yang dilakukan di sini mencakup transplantasi sebagian hati donor
hidup, transplantasi hati donor mati batang otak dan transplantasi domino. Sebagian besar
transplantasi hati di Jepang adalah transplantasi donor hidup. Meskipun buku petunjuk ini
ditulis untuk transplantasi donor hidup, namun tidak ada perbedaan signifikan dalam
manajemen anestesinya dengan transplantasi donor mati batang otak.
Operasi transplantasi hati dilakukan pada rentang usia pasien yang sangat lebar mulai
umur 0 sampai dengan 70 tahun. Buku petunjuk ini memperkirakan pasien pediatrik dengan
berat badan kurang dari 10 kg, tetapi jika ragu-ragu pada saat persiapan pelaksanaannya
silakan meminta saran dokter pembimbing.

3
BAB II
PERSIAPAN ANESTESI

Pertama kali, pastikan apakah transplantasi dilakukan pada pasien dengan golongan darah
kompatibel atau inkompatibel.

A. Tabel Pengenceran Obat dan Daftar Tilik


Tekan enter pada “shared folder” dan “anesthesia department” di AppList dan
buka program “Liver Transplant Check Sheet” dan “Liver Transplant Drug Dilution Table”.
Tabel pengenceran obat tersedia untuk pasien dewasa dan pediatrik, jadi pilih salah satu.
Masukkan berat badan pasien kemudian cetak kedua dokumen tersebut.
B. Obat-obatan dan Troli Obat
Obat dan alat anestesi untuk transplantasi hati sudah tersedia di ruang operasi.
Ambil set transplatasi A dan B.
C. Monitor
Tidak ada rekomendasi monitoring khusus untuk operasi transplantasi hati.
Transplantasi hati di Amerika Serikat sering menggunakan monitoring kateter arteri
pulmonal (PAC), pengukuran cardiac output melalui tekanan arterial dan Transesofageal
Echokardiografi (TEE). Penjelasan masing-masing alat tersebut sebagai berikut:
1. Kateter arteri pulmonal (PAC)
Dapat mengukur tekanan arteri pulmonal dan menghitung cardiac output, namun
bisa terjadi komplikasi yang berat dalam pemasangannya.
2. Pengukuran melalui tekanan arteri
Simpel dan komplikasinya ringan, tapi tidak bisa menghitung cardiac output pada
pasien sirosis. Stroke Volume Variant (SVV) dapat dipakai sebagai indikator pemberian
infus.
3. Transesofageal Echokardiografi (TEE)
Sangat baik dalam mengevaluasi hemodinamik tapi memerlukan ketrampilan
khusus dalam pengoperasiannya. Jumlah alatnya juga terbatas.

4
Saat ini PAC adalah alat monitor pilihan pertama pada pasien dengan hipertensi
pulmonal dan gagal jantung. Pengukuran cardiac output melalui tekanan arteri (FloTrac)
kadang kala terpilih untuk kasus-kasus lain. Konsultasikan dengan pembimbing untuk
perencanaan monitor yang digunakan.
JIka menggunakan PAC, siapkan monitor Vigilance II. Jika menggunakan FloTrac
siapkan monitor Vigileo. Kedua alat tersebut berada di ruang operasi atau di ruang
persiapan.

D. Jalur Infus
1. Jalur standar
a. Jalur vena dari bangsal
b. Jalur vena yang lebih besar (dewasa 16G, pediatrik 20G)
c. Jalur vena sentral
Tiga jalur tersebut merupakan jalur standar. Siapkan dengan cairan infus ringer
bikarbonat. Jika diperkirakan terjadi perdarahan masif, buat lagi satu jalur vena perifer
(dari tungkai atas atau kepala). Jika menggunakan PAC, jalur tersebut juga bisa dipakai
untuk transfusi.
Jalur vena sentral. Gunakan kateter antimikroba buatan COOK. Lumen proksimal
untuk pengukuran tekanan vena sentral, lumen tengah untuk jalur cairan infus
sedangkan lumen distal untuk cadangan jalur cairan infus.
Sheath. Masukkan sheath saaat menggunakan PAC. Lokasi insersi yang biasa
digunakan adalah vena jugularis interna kanan.
Akses darah. Jika memerlukan hemodialisis selama operasi, masukkan akses vena
sentral melalui vena femoralis atau vena kava inferior. Jika vena kava inferior atau vena
femoralis akan digunakan sebagai sumber graft, tanyakan kepada dokter bedah tentang
pembuluh darah lain yang masih bisa digunakan.
2. Alat transfusi darah
a. Hotline. Jika hanya ada sedikit air yang berputar di Hotline, isi ulang dengan air steril
lalu sambungkan sirkuitnya.

5
b. Level 1. Gunakan Level 1 jika memerlukan transfusi dalam jumlah besar. Sirkuit
untuk Level 1 berada di ruang preparasi. Sama seperti Hotline, isi ulang air jika hanya
ada sedikit air di alat tersebut.
c. Penghangat transfusi darah. Siapkan sirkuit penghangat.
E. Sirkuit flushing
a. Jalur tekanan standar
Satu set sirkuit untuk pengukuran tekanan darah arteri dan vena sentral. Pada
pasien dewasa siapkan satu sirkuit tambahan untuk pengukuran tekanan vena porta.
Jika menggunakan FloTrac diperlukan satu sirkuit khusus yang tersedia di ruang
preparasi.
b. Jalur insersi PAC
Siapkan sirkuit untuk pengukuran tekanan arteri, tekanan atrium kanan (RAP) dan
tekanan arteri pulmonal (PAP). Pada pasien dewasa diperlukan tambahan satu
sirkuit lagi untuk pengukuran tekanan vena porta. FloTrac tidak perlu digunakan jika
sudah menggunakan insersi PAC.
F. Persiapan Obat
1. Obat induksi
Propofol 1% 20 ml
Rocuronium 50 mg atau 100 mg
2. Obat maintenans
Remifentanil 5 mg dalam NaCl 50 ml (untuk pediatrik, 10 ml larutan ini diencerkan 5
kali, 1mg/50ml)
Rocuronium 25 mg (untuk pediatrik diencerkan 5 kali)
3. Obat vasoaktif
Epinefrin 1 mg/NaCl 10 ml (pada pediatrik 1 ml larutan ini dimasukkan dalam spuit
1cc)
Efedrin 40 mg/NaCl 10 ml (pada pediatrik 1 ml larutan ini dimasukkan dalam spuit
1cc)
Siapkan obat ini sebelum reflow:

6
4. Sebelum reflow
Solmecort 10 mg/kgBB, Ulinastatin 0,5 x 10.000 unit/kgBB

5. Analgesik pascaoperasi
Fentanil (dosis obat menyesuaikan).
6. Sedasi pascaoperasi
Dexmedetomidin (200 mcg/NaCl 50 ml)
Pada pediatrik pemberiannya dimulai saat operasi.
G. Persiapan Lainnya
1. Echokardiografi portabel dengan probe linier untuk melihat pembuluh darah.
2. Syringe pump 6 buah.

7
BAB II
PELAKSANAAN ANESTESI

A. Induksi Anestesi
1. Memasukkan pasien ke ruang operasi.
Pasien masuk ke ruang operasi jam 08.30. Pada sebagian besar kasus, pasien
sudah mempunyai satu jalur infus intravena. Ganti cairan infus dengan larutan ringer
bikarbonat. Pasang EKG, probe pulse oksimeter dan manset pengukur tekanan darah.
2. Induksi anestesi
Setelah monitor terpasang, pasien mulai diberikan suplementasi oksigen.
Berikan injeksi remifentanil 0,05 mcg. Intubasi dilakukan saat relaksasi otot tercapai
dengan rocuronium.
3. Jalur vaskuler
a. Memasang jalur arteri (dewasa 22G, pediatrik 24G).
b. Memasang jalur vena (dewasa 16G sebanyak dua jalur, pediatrik 18-20G sebanyak
satu jalur).
c. Memasang jalur vena sentral. Pasang kateter arteri pulmonalis bersamaan dengan
pemasangan kateter vena sentral.
d. Memasang sonde lambung.
e. Memasang monitor BIS.
f. Lakukan pemeriksaan ronsen untuk memastikan posisi ujung kateter vena sentral,
posisi pipa endotrakheal dan posisi sonde lambung. Segera perbaiki jika ditemukan
masalah.
g. Pengaturan posisi tubuh saat operasi.
4. Jalur vena sentral.
Sambungkan cairan ringer bikarbonat melalui threeway. Berikan obat-obatan yang
diberikan secara kontinu melalui jalur ini.

8
5. Jalur kateter Swan-Ganz
a. Sambungkan kateter dengan transduser dan monitor Vigilance.
b. Kalibrasi SvO2.
Tempatkan kursor pada SvO2 dan klik untuk masuk ke layar pengaturan. Pilih
“kalibrasi” kemudian pilih “penyerapan” yang muncul setelah beberapa detik.
Kateter akan mengambil sampel darah di arteri pulmonalis dan melakukan analisis
gas sehingga diperoleh SvO2. Masukkan Hg dan tekan “kalibrasi” untuk
menyelesaikan.
c. Tekan tombol kedua dari kanan untuk memulai pengukuran CO.
6. Pemerikasaan intraoperatif
Lakukan pemeriksaan darah rutin, analisis gas darah dan fungsi koagulasi.
Pemeriksaan pertama dilakukan sebelum induksi anestesi, selanjutnya dilakukan setiap
satu jam. Tidak ada aturan khusus tentang interval pemeriksaan koagulasi, tetapi
biasanya dilakukan saat sebelum induksi, saat fase tanpa hati dan setelah reflow.
a. Pemeriksaan koagulasi
Koagulasi diukur dengan alat bernama COAG2 yang berada di ruang ICU. Masukkan
darah ke dalam tabung spitz hitam sampai garis yang ditentukan (sekitar 1,8 ml).
Lakukan pemisahan plasma dengan alat sentrifugal. Gunakan alat pencegah tusukan
jarum saat memindah darah dari jarum suntik ke tabung spitz.
b. Prosedur pengoperasian COAG2.
1) Periksa dan registrasi nomor lot.
a) Keluarkan kotak kartu pengukuran (untuk PT dan APTT) dari kulkas kecil di
sebelah kanan alat ukur. Kotak berisi kartu untuk pengukuran (dalam
kantong alumunium) dan kartu lot (seperti kartu ATM).
b) Pada permukaan kantong alumunium tercetak nomor lot yang terdiri dari
kombinasi huruf besar dan angka.
c) Nyalakan saklar utama di bagian belakang COAG2 untuk memulai
pemanasan. Karena nomor lot yang digunakan akan tercetak, maka periksa
kembali apakah nomor tersebut sesuai dengan nomor kartu yang digunakan.

9
Setelah beberapa saat, tampilan layar akan berubah menjadi “masukkan
kartu”.
d) Jika nomor lot tidak sesuai, lakukan registrasi ulang. Tekan tombol “ESC”
untuk masuk ke layar menu. Buka kartu lot kedua dan masukkan ke dalam
slot pembaca kartu. Setelah mengkonfirmasi isi layar yang ditampilkan, tekan
tombol “ENT”. Sekali digunakan, mesin akan mengingat nomor lot sehingga
penyetelan ini tidak diperlukan lagi sampai ada perubahan nomor lot yang
digunakan.
2) Pengukuran
a) Pastikan layar manampilkan “masukkan kartu”. Setelah itu, masukkan kartu
PT ke dalam slot. Saat tampilan layar berubah dari “tunggu sebentar”
menjadi “masukkan sampel” teteskan 25 mcl plasma darah pada bulatan
kartu menggunakan pipet. Hati-hati jangan sampai kartu menyentuh ujung
chip.
b) Saat pengukuran selesai, mesin akan mencetak hasilnya. Lanjutkan dengan
pengukuran APTT. Bawa hasil pengukuran ke ruang operasi dan masukkan
datanya secara manual.

B. Prosedur Operasi
1. Fase Pengangkatan (dari insisi kulit sampai dengan pemotongan vena porta).
Setelah kulit diinsisi dilanjutkan pengangkatan hati, pembukaan bagian porta
hepatika, pemotongan saluran bilier dan arteri hepatika, pembukaan vena porta dan
vena hepatika. Langkah terakhir adalah pemotongan vena porta dan vena hepatika
diikuti dengan pengangkatan hati.
Apabila sirkulasi kolateral kurang berkembang, klem vena porta akan
meningkatkan tekanan vena porta sehingga menyebabkan kongesti usus. Untuk
mencegah hal tersebut, jika pengambilan graft tertunda dilakukan pengangkatan hati
dengan menyisakan vena porta kiri atau kanan dan vena hepatika kemudian dilakukan
anastomosis vena porta dengan vena kava inferior. Pada pasien dewasa, kateter

10
dimasukkan ke dalam vena mesenterika untuk mengukur tekanan vena porta. Kateter
dihubungkan dengan monitor invasif sehingga dapat terus memonitor tekanan vena
porta.
2. Fase Tanpa Hati (dari pemotongan vena porta sampai dengan reflow vena porta).
Persipaan pembuatan graft vena hepatika dilakukan di meja belakang (back-
table). Sebelum hati dimasukkan, vena kava inferior diklem. Pada pasien dewasa, vena
kava inferior diklem sebagian sedangkan pada pasien pediatrik vena kava inferior diklem
semuanya. Setelah itu graft langsung dimasukkan dan dilakukan anastomosis vena
hepatika. Setelah anastomosis vena hepatika selesai dilakukan, klem vena kava inferior
dilepaskan
Selanjutnya dilakukan anastomosis vena porta. Setelah anastomosis vena porta
selesai dilakukan, klem vena hepatika dan vena porta dilepaskan sehingga menghasilkan
reflow aliran darah.
3. Fase Pasca-tanpa Hati (dari reflow sampai dengan selesai operasi).
Setelah reflow dilakukan anastomosis arteri hepatika. Setelah anastomosis
selesai dilakukan, aliran darah hepatik dievaluasi dengan echocardiografi. Jika tekanan
portal terlalu tinggi, aliran darah portal diturunkan dengan melakukan splenektomi.
Sebaliknya jika aliran darah portal terlalu rendah dilakukan pemotongan sirkulasi
kolateral.
Setelah itu dilakukan rekonstruksi saluran bilier. Pada pasien dengan kelainan
tanpa bilier (seperti atresia bilier) dilakukan anastomosis antara saluran bilier dengan
jejenum. Untuk selain kelainan tersebut dilakukan anastomosis saluran bilier dengan
saluran bilier.
Langkah terakhir adalah pembuatan gastrostomi dan penutupan dinding
abdomen.

11
C. Manajemen Intraoperatif
1. Manajemen anestesi
a. Induksi anestesi
(dosis obat hanya sebagai panduan, harap disesuaikan dengan kasus)
Remifentanil : 0,05 mcg
Propofol : 1-1,5 mg/kgBB
Rocuronium : 0,9 mg/kgBB
b. Maintenans anestesi
Propofol : 0,05-0,3 mcg (disesuaikan dengan tekanan darah)
Desfluran : 4-6 volum% (disesuaikan dengan nilai BIS 40-60)
Rocuronium : 0,36 mg/kgBB/jam
c. Analgesia Pascaoperasi
Fentanil mulai dosis 3,3 mcg/kgBB/jam mulai diberikan sejak mulainya
anastomosis saluran bilier kemudian dikurangi menjadi 0,5 mcg/kgBB/jam setelah 2
jam dan diteruskan sampai periode pascaoperasi dengan dosis yang sama. Saat
operasi hampir selesai, pasien pediatrik mulai diberikan Propofol (mulai dari dosis 1-
3 mg/kgBB/jam) dan midazolam (0,1 mg/kgBB/jam).
2. Pemberian obat rutin
a. Antibiotik
Antibiotik yang diresepkan oleh dokter bedah diantar ke kamar operasi.
Dalam banyak kasus sering digunakan Ampisilin dan Sefotaksim. Dokter bedah
melarutkan antibiotik dosis awal. Dua dosis awal dapat diberikan secara bersamaan
atau berurutan, tetapi interval antara dua dosis awal harus didikusikan dengan
dokter bedah. Ikuti setiap perintah khusus dari dokter bedah terkait dengan
pemberian antibiotik.
b. Tentang reflow
Saat anastomosis vena hepatika selesai dilakukan dan mulai anastomosis
vena porta, berikan metil prednisolon 10 mg/kgBB dan ulinastatin 5000 unit/kgBB.
Pada pasien dengan AT-III rendah praoperasi diberikan obat AT-III 1500-2000 unit

12
setelah reflow. Pada pasien dengan HBV diberikan Hebsbulin 10.000 unit sebelum
reflow.
3. Pengaturan sirkulasi darah
a. Kondisi hiperdinamik
Sirkulasi pada pasien sirosis biasanya dalam keadaan hiperdinamik. Pada
pasien sirosis, pembuluh darah abdomen mengalami vasodilatasi karena kegagalan
metabolisme agen vasodilator. Akibat penurunan resistensi vaskuler, cairan akan
ektravasasi ke ekstravaskuler menyebabkan meningkatnya cairan ekstraseluler. Hal
ini menyebabkan peningkatan refleks baroreseptor yang menyebabkan dominasi
saraf simpatis. Ini disebut keadaan hiperdinamik. Dalam keadaan hiperdinamik
terjadi peningkatan curah jantung. Cardiac Index seringkali meningkat lebih dari 4
kali lipat dan SVRI turun sampai kurang dari 500 sebelum dimulainya operasi. EDVI
sering menunjukkan nilai yang sangat tinggi. Sebaliknya pembuluh darah ekstra-
abdominal seperti arteriol ginjal dan pembuluh darah serebral berada dalam
keadaan vasokonstriksi berlebih sehingga terjadi penurunan perfusi ginjal dan otak.
Selain itu, terjadi penurunan respon terhadap kondisi hipovolemik akibat
perdarahan dll yang menyebabkan mudah terjatuh dalam kondisi syok. Pemberian
vasopresor dan albumin direkomendasikan sebagai cara untuk mengatasi kondisi
ini. Di institusi kami, vasopresor pilihan pertama adalah fenilefrin. Namun jika
efeknya tidak cukup kami akan menggunakan noradrenalin atau vasopresin. Selain
itu, kardiotonik seperti dopamin dan dobutamin dapat digunakan.
b. Sirosis kardiomiopati
Ketika sirosis berkembang lebih lanjut, akan terjadi keadaan yang disebut
sirosis kardiomiopati. Hal ini ditandai dengan berkurangnya kontraktilitas miokard,
disfungsi diastolik dan pemanjangan interval QT. Keadaan ini bila ditambahkan
dengan kondisi hiperdinamik akan memperburuk ketidakstabilan sirkulasi.

13
Manajemen sirkulasi darah
a. Fase pengangkatan
Tekanan darah cenderung turun akibat klem vena porta dan akibat
perdarahan saat pengangkatan hati. Penanganan pertama adalah dengan resusitasi
cairan (termasuk albumin) dan transfusi darah. Jika SVRI terus turun dapat diberikan
vasopresor sejak awal. Jika kenaikan tekanan darah tidak memadai pertimbangkan
pemberian inotropik seperti dopamin dan dobutamin. Pertimbangkan pemberian
HANP jika volume urin sedikit.
b. Fase tanpa hati
Jika tekanan darah turun akibat perdarahan, klem vena porta atau klem
IVC, jangan gunakan kristaloid seperti Ringer Laktat tetapi gunakan koloid seperti
voluven, albumin 5%, PRC atau FFP. Jika tekanan darah turun signifikan karena klem
IVC maka klem dilepas sementara sambil meningkatkan dosis norepinefrin.
Kemudian setelah itu bisa dilakukan klem IVC kembali. Ketika anastomosis vena
hepatika selesai, klem dapat dipindahkan dari IVC ke vena hepatika. IVC akan
menyambung kembali dan tekanan darah akan pulih. Proses ini membutuhkan
waktu sekitar 20 menit tergantung penyakitnya.
Ketika anastomosis vena porta selesai selanjtnya dilakukan reflow. Pada
fase ini dapat terjadi penurunan tekanan darah sementara. Hal ini disebut sindroma
reflow yang biasanya dapat diatasi dengan bolus efedrin atau fenilefrin. Dalam
beberapa kasus mungkin diperlukan bolus epinefrin.
c. Fase setelah tanpa hati
Reflow menurunkan tekanan vena porta dan menurunkan perdarahan.
Karena darah yang berada di vaskuler intraperitoneal akan mengalir melalui vena
porta, tekanan darah akan meningkat. Pada saat ini tetesan cairan infus dapat
dikurangi dan dosis obat vasoaktif diturunkan.

14
4. Manajemen koagulasi
Perdarahan tidak akan berhenti jika fungsi koagulasi buruk. Sebaliknya, jika
fungsi koagulasi terlalu baik akan mengakibatkan trombosis pada graft. Untuk itu
diperlukan pengaturan koagulasi yang tepat. Secara umum, fungsi koagulasi akan
menurun seiring perdarahan atau reflow. Jika fungsi koagulasi sudah diperkirakan buruk
sebelum operasi seperti pada kasus sirosis, dapat diberikan FFP sehingga INR PT dapat
tercapai 2,0 sampai 2,5.
Jika fungsi hati normal seperti pada penyakit hati metabolik, dapat diberikan
heparin kontinu dengan target APTT 60 detik. Setelah konsultasi dengan ahli bedah,
pada pasien dewasa biasanya diberikan dosis awal heparin 5000 unit/hari.
Jika pencegah thrombosis (AT-III) pada graft rendah, akan mudah terbentuk
thrombus pada graft meskipun fungsi koagulasi menurun. Ahli bedah akan meminta
untuk memberikan AT-III setelah reflow.
5. Transfusi darah
Jika terjadi anemia berat, hantaran oksigen ke graft akan berkurang. Sebaliknya
jika darah terlalu kental akan menyebabkan hambatan aliran darah pada graft yang
memudahkan terbentuknya trombus. Pada transplantasi hati, target hematokrit adalah
25-30%.
Cell saver tidak digunakan secara rutin karena risiko infeksi seperti cholangitis
dan peritonitis, kemungkinan terjadinya tusukan saluran cerna selama transfusi pada
pediatrik dan komplikasi karsinoma hepatoseluler. Namun jika terjadi perdarahan yang
sangat banyak, cell saver dapat digunakan dengan menambahkan alat khusus seperti
filter. Dalam penggunaannya pastikan saluran cerna tidak rusak. Di masing-masing
rumah sakit sudah tersedia aturan khusus tentang masa kadaluwarsa darah cell saver.
Darah di kantong darah tidak langsung ditransfusikan tetapi dimasukkan dulu ke dalam
spuit 50 ml dan diberikan melalui filter dan penghangat.

15
6. Keseimbangan asam-basa dan elektrolit
a. Kalium
Hiperkalemia dapat terjadi akibat penurunan fungsi ginjal, imbalans
elektrolit dan asam-basa, penurunan urin output dan transfusi darah dalam jumlah
besar.
Jika menggunakan filter kalium saat transfusi darah, aliran cairan infus yang
diberikan setelah transfusi dapat membawa kalium yang menempel di filter masuk
ke vaskuler sehingga dapat menyebabkan hiperkalemia. Tidak boleh memberikan
cairan infus di antara transfusi darah.
Jika terjadi hiperkalemi naikkan ventilasi sehingga seperti alkalosis
respiratorik. Jangan gunakan furosemid. Saat melakukan transfusi gunakan filter
kalium. Berikan perhatian khusus pada pasien pediatrik karena mudah terjadi
kenaikan kadar kalium.
Jika fungsi ginjal sudah buruk sebelum operasi mungkin diperlukan CHDF
selama operasi.
b. Kalsium
Produk darah mengandung asam sitrat dalam jumlah besar. Asam sitrat
berfungsi sebagai penyerap kalsium yang mencegah koagulasi pada produk darah.
Oleh sebab itu, kadar kalsium akan turun jika dilakukan transfusi dalam jumlah
besar. Calcium glukonas dapat diberikan sesuai kebutuhan.
c. Asidosis
Perdarahan banyak dan disfungsi sirkulasi akan menghasilkan asam laktat
dalam jumlah besar. Sayangnya laktat ini tidak dapat dimetabolisme karena
penurunan fungsi hati. Hal ini menyebabkan terjadinya asidosis laktat. Konsentrasi
laktat akan menurun perlahan setelah reflow. Asidosis laktat dapat diatasi dengan
hiperventilasi namun kadang dibutuhkan koreksi dengan natrium bikarbonat.
d. Magnesium
Hipomagnesia disebabkan oleh terapi diuretik sebelum operasi.
Hipomagnesia dapat menyebabkan aritmia seperti takiaritmia. Berikan Magnesium

16
jika pemeriksaan sebelum operasi menunjukkan kadar magnesium rendah atau EKG
menunjukkan pemanjangan interval QT.
e. Glukosa
Banyak pasien yang mengalami hipoglikemi selama operasi. Hati berperan
sebagai penampung glukosa. Klem terhadap vena porta menghambat pengambilan
glukosa menuju darah sehingga mudah terjadi hipoglikemi. Hal ini dapat diatasi
dengan memberikan glukosa 50%. Setelah reflow kadar glukosa biasanya meningkat.

D. Manajemen Pascaoperasi
1. Persiapan pemindahan pasien
a. Setelah operasi selesai posisikan pasien seperti awal sebelum operasi.
b. Ronsen dada dan abdomen akan diambil untuk memeriksa posisi kateter. Pipa
endotrakheal tidak diekstubasi di ruang operasi, sehingga pasien ditranspor ICU
dalam keadaan terintubasi. Transpor ke ICU dilakukan dengan bantuan ventilasi
sirkuit Jackson Reese yang dihubungkan dengan tabung oksigen. Hubungi dokter
yang bertugas di ICU sebelum transpor.
2. Sambungkan pipa endotracheal ke ventilator segera setelah sampai di ICU. Monitor
pasien dilanjutkan menggunakan mesin Vigilance.
3. Masukkan kartu COAG2 ke dalam kulkas dan matikan mesin COAG2.

17
BAB III
HAL-HAL LAIN YANG PERLU DIPERHATIKAN

A. Komplikasi Selama Operasi


1. Perdarahan masif
Perdarahan masif dapat terjadi karena penurunan fungsi koagulasi, kenaikan
tekanan vena porta dan perkembangan sirkulasi kolateral. Pada pasien dengan riwayat
operasi, kolangitis dan riwayat laparotomi, perdarahan dapat meningkat secara
signifikan karena ada adhesi. Total perdarahan sering mencapai lebih dari 5000 cc. Jika
diprediksi terjadi perdarahan masif, perlu memastikan beberapa jalur intravena untuk
mengamankan jalur transfusi darah.
2. Kegagalan fungsi koagulasi
Saat terjadi perdarahan banyak di fase tanpa hati, faktor-faktor koagulasi ikut
hilang, fungsi koagulasi menurun dan fungsi hemostasis akan berhenti total. Hal ini
mengakibatkan perdarahan lebih banyak lagi di medan operasi yang memicu lingkaran
setan fungsi koagulasi yang lebih buruk. Jika perdarahan mengganggu fungsi koagulasi
dan perdarahan menjadi sulit dihentikan, jangan memberikan transfusi FFP atau
trombosit secara gegabah. Dalam keadaan ini sebaiknya berkoordinasi dengan dokter
bedah untuk menentukan kapan dilakukan kontrol perdarahan. Sebelum reflow selesai,
dokter bedah lebih baik memprioritaskan penyelesaian reflow dahulu sebelum
melakukan kontrol perdarahan. Kontrol perdarahan dapat dilakukan setelah reperfusi
dan anastomosis arteri selesai. Transfusi produk darah disesuaikan waktunya sehingga
efek puncak koagulasi tercapai pada fase ini dan dapat membantu kesuksesan dokter
bedah dalam melakukan kontrol perdarahan. Dalam kasus seperti itu, sejumlah besar
FFP, TC dan kalsium diberikan bersama dengan PRC dengan maksud "merekonstruksi
sistem koagulasi" daripada "menambah faktor koagulasi". Perlu diperhatikan masalah
hipotermia yang dipicu oleh transfusi faktor koagulasi.

18
3. Emboli udara
Vena hepatika atau vena kava inferior dapat rusak selama manipulasi di sekitar
vena hepatika. Hal ini mengakibatkan udara dapat masuk ke pembuluh darah. Tanda
yang muncul adalah penurunan tajam EtCO2, SpO2 dan tekanan darah. Segera laporkan
tanda-tanda ini ke dokter bedah dan meminta mereka menghentikan masuknya udara
dari medan operasi. Penting untuk diperhatikan pada pasien dengan sindroma
hepatopulmoner dengan pintasan intrapulmoner, udara dapat bermigrasi ke jantung kiri
dan menyebabkan emboli arteri koroner dan pembuluh darah otak.
4. Kebocoran vena
Meskipun kejadiannya jarang, dapat terjadi kebocoran pembuluh darah vena.
Jika sejumlah besar darah dan kalsium yang ditransfusikan bocor keluar dari vena, akan
terjadi nekrosis di jaringan sekitarnya dan ini sangat berbahaya. Anda harus sering
memeriksa kebocoran.
5. Tusukan arteri
Kesalahan tusukan arteri yang terjadi saat pemasangan kateter vena sentral atau
kateter arteri pulmonalis dapat menjadi sumber perdarahan saat operasi berlangsung.
Meskipun seolah perdarahan dapat dihentikan saat terjadinya tusukan, titik tusukan ini
dapat berdarah lagi saat penurunan fungsi koagulasi selama operasi. Penting untuk
diperhatikan bahwa darah akan mengendap di rongga pleura atau rongga mediastinum
sehingga seringkali tidak kita sadari. Jika terjadi tusukan arteri, lebih aman meminta
bedah vaskuler untuk memperbaiki dinding arteri yang tertusuk.

B. Inkompatibilitas Golongan Darah


1. Pengertian
Golongan darah dikatakan “cocok” jika donor dan resipien memiliki golongan
darah yang sama atau meskipun tidak sama tapi masih memungkinkan transfusi ke
resipien (misalnya: donor golongan O, resipien golongan A). Sebaliknya golongan darah
dikatakan “tidak cocok” jika tidak memungkinkan transfusi dari donor ke resipien
(misalnya: donor golongan A, resipien golongan B). Karena antigen ABO juga terdapat

19
pada endotel pembuluh darah graft, saat graft yang “tidak cocok” disambungkan ke
resipien, antibodi ABO resipien akan mengikat antigen di endotel pembuluh darah graft
dan mengakibatkan penolakan jaringan dan pembentukan trombus di graft.
2. Manajemen pada inkompatibilitas
Untuk menekan respon imun akibat inkompatibilitas golongan darah, diberikan
Rituximab sebelum operasi dan terapi untuk menurunkan kadar antibodi dengan
pertukaran plasma darah.
3. Transfusi selama operasi
Dalam kasus inkompatibilitas golongan darah, eritrosit diberikan kepada resipien
yang sama golongan darahnya, sedangkan FFP dan trombosit diberikan dari tipe AB yang
tidak mengandung antibodi AB. Untuk menghindari kesalahan pada kasus
inkompatibilitas ini, gantung kartu identifikasi golongan darah di tiang infus.

C. Hepatitis Fulminan
1. Kondisi praoperasi
Pada pasien dewasa sering didapatkan hepatitis B, hepatitis yang diinduksi obat
dan hepatitis autoimun. Pada pediatrik sering didapatkan hepatitis yang tidak diketahui
penyebabnya. Karena hati hampir tidak berfungsi, fungsi koagulasi menjadi sangat
buruk. Biasanya telah dilakukan pertukaran plasma darah dan HDF (hemodiafiltration)
berulang sebelum operasi. Sering juga dilakukan CHDF (continuous hemodiafltration).
2. Manajemen anestesi
Metode anestesi sama dengan operasi transplantasi hati biasa. Perlu
diperhatikan bahwa karena sirkulasi kolateral tidak terbentuk, selama klem vena porta
aliran darah balik akan berkurang sangat besar. Gliserol dapat diberikan saat operasi
pada kasus hipertensi serebral yang telah dikenali praoperasi. Jika CHDF telah dilakukan
sebelum operasi, lanjutkan selama operasi.

20
D. Transplantasi dari Donor Mati Batang Otak
Transplantasi dari pasien mati batang otak dapat dilakukan di RS Universitas Kyoto.
Prinsipnya tindakan ini adalah operasi emergensi. Operasi dimulai saat graft donor tiba
sehingga waktu mulai operasi menjadi tidak pasti. Perbedaan teknik bedah dari
transplantasi hati donor hidup adalah bahwa graft donor masih memiliki IVC (vena kava
inferior) sehingga IVC resipien disambung dengan IVC graft donor, tidak disambung dengan
vena hepatika graft donor. Ini adalah masalah titik anastomosis. Manajemen anestesi tidak
berbeda dengan transplantasi hati donor hidup.

E. Sindroma Hepatopulmoner
Adalah salah satu komplikasi sirosis. Terjadi penurunan oksigenasi karena
meningkatnya pintas intrapulmoner. Selama operasi digunakan PEEP untuk mencegah
komplikasi pernapasan seperti atelektasis. SpO2 dipertahankan sekitar 90-95% tergantung
nilai modal praoperasi. Perlu hati-hati bahwa jika udara memasuki pembuluh darah, udara
akan masuk ke sistem jantung kiri dan menyebabkan infark otak dan miokardium. Pasca
operasi, perdarahan otak sering terjadi dan prognosisnya buruk.

F. Hipertensi Pulmonal
Hipertensi portal dapat menyebabkan hipertensi pulmonal. MPAP (tekanan arteri
pulmonal rata-rata) kurang dari 35 mmHg tidak berbahaya. Pada pasien dengan MPAP 35-
45 mmHg angka kematian perioperatif sebesar 50-80%. Pada pasien dengan MPAP 45
mmHg atau lebih angka kematian perioperatif hampir 100%. Hal ini bisa diketahui lewat
ekokardiografi dan kateterisasi jantung praoperasi, meskipun keputusan akhirnya tetap
dapat dioperasi. Karena natrium epoprostenol seringnya sudah diberikan praoperasi,
pemberiannya diteruskan selama operasi. Beritahu ME sebelumnya tentang kemungkinan
terapi inhalasi dengan NO. Untuk hipertensi pulmonal selama operasi, digunakan
vasodilator dengan kontrol yang lebih baik berdasarkan data tekanan kateter arteri
pulmonalis.

21

Anda mungkin juga menyukai