Anda di halaman 1dari 14

Apakah Anda penasaran dengan jenis pekerjaan di bidang pertambangan?

Masih banyak orang


yang awam tentang pekerjaan di bidang pertambangan. Namun, hal yang mereka ketahui pasti
adalah bekerja di pertambangan pasti menghasilkan banyak uang, karena memang orang-orang
tertentu saja yang bisa.

Bekerja di tambang memang banyak sekali keuntungannya, mulai dari gaji tinggi, fasilitas
tempat tinggal, makan, dan lain sebagainya dapat dinikmati. Namun, ada salah satu sudut yang
tidak diketahui oleh orang banyak, yakni kesulitan bekerja di tambang karena resikonya yang
besar. Maka dari itu, setidaknya Anda mengetahui jenis pekerjaan di bidang pertambangan yang
selama ini biasa terjadi di Indonesia.

Baca Juga: Jenis Usaha Pertambangan Emas Di Indonesia

Daftar Jenis Pekerjaan di Bidang Pertambangan

Ada berbagai macam jenis pekerjaan yang bisa Anda jumpai di pertambangan. Tentu saja
pekerjaan tersebut memiliki job desk-nya masing-masing, dengan risiko yang berbeda. Berikut
ini adalah penjabaran jenis pekerjaan di bidang pertambangan untuk Anda ketahui:

1. Teknisi atau Operator

Anda pasti tahu, bahwa di daerah pertambangan apapun jenisnya dibutuhkan beraneka macam
alat berat yang harus dioperasikan untuk kebutuhan pertambangan. Maka dari itu, pada
pertambangan dibutuhkan teknisi atau disebut juga dengan operator, yang bertugas untuk
mengoperasikan alat berat.

Tidak hanya itu saja, para teknisi atau operator diwajibkan untuk memahami aneka prosedur
ekskavasi. Hal tersebut bertujuan agar penggalian lokasi tambang dapat berjalan dengan lancar.
Untuk gajinya, setiap jenis petambangan memiliki nilainya sendiri-sendiri karena memang
lokasinya, tingkat kesulitan, dan risikonya tidak sama.

2. Insinyur Pertambangan

Jenis pekerjaan di bidang pertambangan yang tidak kalah penting dari teknisi atau operator
adalah insinyur pertambangan. Di bidang ini, insinyur memiliki tugas yakni melakukan
pengembangan terhadap model pembangunan dan akses pada aktivitas pertambangan. Tak hanya
itu saja, insinyur pertambangan juga berperan penting dalam hal perencanaan serta pengawasan
terhadap seluruh fasilitas yang berkaitan dengan pertambangan.

3. Ahli Lingkungan

Seringkali terdengar, bahwasannya aktivitas pertambangan memberikan dampak pada


lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, di bidang pertambangan sangat dibutuhkan adanya ahli
lingkungan, yang dinilai sangat penting. Pasalnya, ahli lingkungan akan berperan dalam
mengawasi potensi yang ditimbulkan oleh pertambangan terhadap kerusakan lingkungan sekitar.
Sebagai seorang ahli atau specialis lingkungan, maka sangat penting sekali untuk memastikan
bahwa flora, fauna, kondisi tanah, dan elemen-elemen penting tidak terganggu oleh proses
penambangan. Tak hanya itu saja, seorang ahli lingkungan juga memiliki peran khusus terhadap
pengendalian polusi di sekitar lingkungan pertambangan.

4. Ahli Pemasaran

Selain ahli lingkungan, pekerjaan di bidang pertambangan yang sama pentingnya adalah ahli
pemasaran. Pasalnya, jika usaha tanpa ada ahli pemasaran, maka hasil pertambangan yang digali
setiap harinya akan berakhir percuma.

Sebagai ahli pemasaran, ia bertugas untuk memastikan bahwa perusahaan pertambangan dengan
klien alias orang-orang yang membutuhkan hasil tambang dapat menjalin kerja sama yang baik
dan juga menguntungkan.

5. Ahli Keuangan

Pekerjaan yang kelima adalah ahli keuangan. Sama hal perusahaan di bidang lainnya, usaha di
bidang tambang juga sangat membutuhkan ahli keuangan, guna mengelola dan mengawasi arus
keuangan perusahaan pertambangan. Dengan ahli keuangan, maka perusahaan juga dapat
mengetahui seberapa besar pengeluaran dan pemasukan yang didapatkan, sehingga perusahaan
dapat mengendalikannya.

Baca Juga: Inilah Pekerjaan Tambang yang Berisiko Tinggi

Setidaknya ada 5 jenis pekerjaan di bidang pertambangan yang memiliki kesulitan dan kelebihan
masing-masing. Perlu Anda ingat, bahwa setiap pekerjaan pasti ada konsekuensi dan resikonya,
tanpa terkecuali pekerjaan di bidang tambang di atas. Jika Anda tertarik dengan informasi-
informasi mengenai emas atau pertambangan emas, Anda bisa membaca artikel-artikel dari PT.
Agincourt Resource di sini.

Laporan PT. Timah 2014/ Annual Report

PT TIMAH menginisiasi budaya efisiensi di segala bidang, dan berhasil menurunkan beban
biaya produksi per ton produk secara substansial, untuk mendukung peningkatan profitabilitas
usaha, kini, maupun di masa mendatang.

Peran sebagai korporasi yang mampu mengelola sumber daya timah Indonesia dengan efektif
dan efisien serta siap menjadikan Indonesia sebagai barometer perdagangan timah berskala
global serta memberikan benefit optimal bagi pembangunan bangsa

Implementasi program efisiensi dannnaiknya volume produksi berkontribusi terhadap

naiknya laba bersih perusahaan sebesar 10% mencapai Rp. 638 miliar.
Menunjukkan komitmen terhadap upaya memperbaiki kualitas lingkungan, PT
TIMAH merealisasikan beragam program pengelolaan lingkungan, sekaligus
meningkatkan unjuk kerja seluruh fasilitas produksi.
PT TIMAH berkomitmen penuhuntuk mendukung pengembangan kesejahteraan
komunitas sekitar melalui pelaksanaan program-program pengembangan
kemasyarakatan baik dalam kerangka PKBL maupun program lain yang sejenis.
PT TIMAH telah berhasil menambah 546 mitra binaan baru, sehingga total mitra binaan
menjadi 7.117 mitra binaan, membantu pembangunan beragam infrastruktur dasar dan
merealisasikan program kesehatan dan pendidikan. Hasilnya, Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) masyarakat di wilayah pengelolaan meningkat, menunjukkan kenaikan
taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.

5. Pencegahan Pekerja Anak dan Pelarangan Kerja Paksa


Syarat usia minimal calon karyawan di PT TIMAH adalah 18 tahun. Hal ini juga ditegaskan
dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Periode 2013 – 2015 BAB II Pasal 9 ayat 4: “ Tenaga
kerja yang dapat diterima sebagai calon karyawan berusia serendah-rendahnya 18 (delapan
belas) tahun”. Juga disebutkan dalam SK Direksi No. 2070/Tbk/SK-0000/2013-S11.2 tanggal 31
Desember 2013 yang menegaskan“ Persyaratan usia untuk pengangkatan karyawan yang
berasal dari peserta Management Trainee menjadi Karyawan Tetap, minimal
berusia 19 (sembilan belas) tahun”.

Persyaratan ini juga diberlakukan pada mitra-kontraktor kerja sama penambangan. Persyaratan
tersebut dipegang teguh dan dipantau secara seksama, sehingga selama periode pelaporan
tidak ada anak di bawah umur yang dipekerjakan oleh Perseroan maupun oleh para vendor
pertambangan.

PT TIMAH melengkapi sistem kerja gilir (shift work) pada beberapa bagian operasionalnya.
Kebutuhan shift disesuaikan dengan kondisi di lapangan, sementara kelebihan waktu kerja
diperhitungkan sebagai kerja lembur sebagaimana tercantum dalam PKB dan sesuai Undang-
undang. Setiap karyawan juga diberi kesempatan untuk beristirahat pada jam tertentu. Seluruh
aturan tersebut ditujukan untuk mencegah dan meniadakan tindakan yang dikategorikan kerja
paksa.

6. Penghormatan kepada Hak Penduduk Pribumi


PT TIMAH senantiasa menghormati hak-hak penduduk setempat, sehingga selama periode
pelaporan, tidak terjadi insiden ataupun kekerasan yang melibatkan Perseroan. Demikian juga
tidak ada penolakan masyarakat sekitar terhadap kegiatan operasional PT TIMAH.

Perseroan mempunyai visi untuk menjadi perusahaan yang berkomitmen untuk


memberdayakan masyarakat melalui kemitraan, kerja sama yang berkelanjutan, berinisiatif
dalam memberdayakan masyarakat menuju kemandirian dan menjaga kualitas lingkungan
sekitar. Seluruh komitmen tersebut berupaya diwujudkan dengan melibatkan peran serta
masyarakat sekitar sebagai subyek pelaku.
Dalam pelaksanaan operasi tambang, mulai dari proses pengadaan lahan, penambangan
hingga penutupan tambang, Perseroan senantiasa melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat,
baik dalam membicarakan proses penggantian lahan dan tanaman, menentukan tempat
relokasi hunian maupun pencarian nafkah, hingga merealisasikan program penghijauan
maupun melaksanakan program CSR.

Salah satu kebijakan pokok dalam kegiatan pengembangan


komunitas PT TIMAH adalah berupaya melibatkan partisipasi
masyarakat sekitar. Hal ini dimaksudkan agar kehadiran
Perseroan dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
mereka. Pelibatan tersebut juga dimaksudkan agar masyarakat
penerima manfaat tidak hanya merasa sebagai obyek, tapi juga
sebagai subyek, pemilik dari program yang tengah dijalankan,
sehingga turut bertanggung jawab atas keberhasilannya
Ringkasan
Summary
• Pemulihan ekonomi global ditengah kondisi pandemi yang masih melanda, membuat produksi komoditas primer tidak dapat
mengimbangi naiknya permintaan, mengakibatkan melonjaknya berbagai harga komoditas primer, seperti: timah,
nikel, batubara, CPO dan lain-lain. The recovery of the global economy in the midst of a pandemic which is still hitting makes the
primary commodity production unable to keep up with the rising demand, causing the soaring prices of the various kinds of the
primary commodities, among others: tin, nickel, coal, CPO, and others.

• Harga logam timah sepanjang tahun 2021 cenderung meningkat, hingga memecahkan harga tertinggi sepanjang
sejarah pada angka US$41.000/ton. Harga ini masih cenderung meningkat di awal tahun 2022. The price of tin metal throughout
2021 has a tendency to increase, even hitting the highest price in history at the US$41.000/tonnes. This price tends to keep
increasing in early 2022.

• Perseroan mencatatkan penurunan volume penjualan logam timah sebesar 52% namun mencatatkan kenaikan rata-rata harga
jual sebesar 89%, sehingga nilai pendapatan secara keseluruhan hanya turun sebesar 4%, senilai Rp14,61 triliun. The Company
recorded a decrease in sales volume of tin by 52% but recorded an increase in the average selling price of 89%, so that the overall
revenue value only decreased by 4%, amounting to Rp14.61 trillion.

• Perseroan mampu menurunkan beban pokok hingga 21%, mengelola biaya SGA dan menurunkan beban bunga, sehingga
pada akhirnya mencatatkan kenaikan laba bersih sebesar Rp1,30 triliun, melonjak 487% dari rugi sebesar Rp340,60 miliar.
The Company was able to reduce cost of goods up to 21%, manage SGA costs and reduce interest expenses, so that in the end it
recorded an increase in net profit of Rp1.30 trillion, up 487% from a loss of Rp340.60 billion.

• Perseroan tengah merealisasikan investasi pembangunan tanur TSL Ausmelt berkapasitas 40.000 ton crude tin per tahun yang
ditargetkan beroperasi pada Semester 2 - 2022. The company is currently investing in the construction of the TSL Ausmelt furnace
with a capacity of 40,000 tonnes of crude tin per year which is targeted to operate in Semester 2 - 2022.
25-29 hari2 besar
PERTAMBANGAN timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terhitung sangat banyak dan
semakin merajalela setiap harinya.

Para pengusaha tambang, khususnya tambang timah, terus bebas mengeksploitasi bumi dari hasil
kekayaan alam di provinsi ini.

Menurut Bambang Yunianto (2009) menyatakan bahwa : Dalam setahun saja, pertambangan
timah di Kepulauan Bangka Belitung terhitung bisa mencapai hasil 120 ton timah.

Kegiatan penambangan timah telah lama ada di Bangka Belitung, dilakukan baik secara legal
maupun illegal oleh masyarakat setempat. Ditambah lagi, penambangan timah mengakibatkan
terurainya merkuri (Hg) yang unsurnya terkandung di kolong-kolong eks penambangan. Ini tentu
saja berbahaya bagi kesehatan manusia.

Lingkungan “dirusak” dan masyarakat “dibungkam” paksa demi terlaksananya komoditi


prioritas yang menjadi backbone income bagi Indonesia, khususnya di Negeri Laskar Pelangi.

Yang menjadi masalah utamanya ialah terdapat lubang bekas tambang yang dibiarkan terbuka
begitu saja tanpa adanya proses reklamasi.

Reklamasi seharusnya dilakukan pada tempat bekas pertambangan agar daerah tersebut bisa
dimanfaatkan kembali untuk hal lain. Dan jika tidak dilakukan, seharusnya pelaku diberi sanksi
dan hukuman sesuai dengan aturan yang berlaku.
Lingkungan dan tanah yang awalnya subur dan indah, bahkan dulunya menjadi objek wisata,
telah berubah menjadi lubang besar merusak pemandangan dan yang pasti merusak lingkungan
serta ekosistem yang ada di Kepulauan Bangka Belitung.

Tak hanya sampai di situ, penambangan timah yang awalnya hanya dilakukan di daratan,
sekarang telah merambah ke pesisir pantai. Dilansir dari kompasiana.com, Selasa (07/11/2017),
degradasi dan kondisi di pesisir pantai di Kepulauan Bangka Belitung terancam kerusakan
karena semakin maraknya kegiatan penambangan timah di perairan pesisir seperti aktivitas
perusahaan-perusahaan tambang timah, Tambang Inkovensional (TI) apung, kapal hisap dan
kapal keruk setelah kondisi penambangan timah di darat semakin sulit.

Penulis merasakan sendiri dampak negatif dari pertambangan timah di pesisir pantai ini, karena
rumah penulis berada tepat di daerah pesisir pantai Kampung Tanjung Laut, Muntok, Bangka
Barat.

Di sekitar laut Kampung Tanjung Laut, terdapat kurang lebih 20 kapal hisap yang melakukan
kegiatan penambangan timah. Mereka melakukan aktivitas setiap hari dan penulis yang sedang
bersantai melihat laut, melihat dengan mata kepala sendiri saat mereka membuang limbah
produksi mereka di laut. Sehingga air kotor itu terbawa gelombang ke pesisir pantai.

Air laut yang awalnya bersih dan jernih serta awalnya menjadi objek untuk healing masyarakat
setempat berubah menjadi kotor dan berubah warna menjadi cokelat susu. Lingkungan pesisir
yang awalnya bersih sekarang banyak sampah-sampah yang berserakan setiap harinya.

Air bersih masyarakat Kampung Tanjung Laut pun menjadi tercemar serta ekosistem laut
menjadi rusak. Padahal, rata-rata mata pencaharian masyarakat Kampung Tanjung Laut adalah
seorang nelayan.

Namun sampai saat ini, belum adanya upaya dari pengusaha pertambangan timah serta
pemerintah setempat dalam menyelesaikan perkara ini. Masyarakat pun tidak berani
menyuarakan kondisi tersebut.

Padahal kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan alam, karena manusia sangat
membutuhkan lingkungan untuk kebutuhannya. Maka dari itu, kita harus bijak dalam
memanfaatkan sumber daya alam dengan sebaik mungkin.

Pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, terdapat 127 pasal dengan perlindungan serta
pengelolaan lingkungan hidup sebagai fokus utamanya. Secara garis besar, Undang-Undang ini
berisikan upaya sistematis dan terpadu untuk melestarikan lingkungan serta sebagai upaya
pencegahan terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup.

Seharusnya, pemerintah perlu ada evaluasi secara bertahap dan menyeluruh terkait sharing profit
dan strategi pemulihan ekosistem yang tergolong sudah rusak akibat penambangan secara liar,
sehingga perlu adanya langkah nyata dan utama dari berbagai pihak untuk mengembalikan
keadaan lingkungan hidup seperti sedia kala.
Dampak Penambangan TI Bagi Masyarakat
Istilah TI sebagai kepanjangan dari Tambang Inkonvensional sudah sangat dikenal di kalangan rakyat
Kepulauan Bangka Belitung. Ini merupakan sebutan untuk penambangan timah dengan memanfaatkan
peralatan mekanis sederhana, yang biasanya bermodalkan antara 10 juta sampai 15 juta rupiah. Untuk
skala penambangan yang lebih kecil lagi, biasanya disebut Tambang Rakyat (TR). TI sebenarnya dimodali
oleh rakyat dan dikerjakan oleh rakyat juga. Secara legal formal TI sebenarnya adalah kegiatan
penambangan yang melanggar hukum karena memang umumnya tidak memiliki izin penambangan.

Pada awalnya TI "dipelihara" oleh PT. Tambang Timah ketika perusahaan itu masih melakukan kegiatan
penambangan darat di Kepulauan Bangka Belitung. TI sebetulnya muncul karena dulu PT. Tambang
Timah melihat daerah-daerah yang tidak ekonomis untuk dilakukan kegiatan pendulangan oleh PT.
Tambang Timah sendiri. Oleh karena itulah, kepada pengelola TI diberikan peralatan pendulangan
mekanis yang sederhana. Peralatan yang dibutuhkan memang tidak terlalu rumit, cukup dengan
ekskavator, pompa penyemprot air, dan menyiapkan tempat pendulangan pasir timah. Metodenya pun
sederhana, tanah yang diambil dengan ekskavator kemudian ditempatkan di tempat pendulangan, dan
kemudian dibersihkan dengan air. Lapisan tanah yang benar-benar berupa tanah, dengan sendirinya
akan hanyut terbawa air, dan tersisa biasanya adalah batu dan pasir timah.

Pada mulanya pengelola TI melakukan kegiatan di dalam areal kuasa penambangan (KP) PT. Tambang
Timah dan kalau sudah habis mereka bisa pindah ke tempat lain yang ditentukan oleh PT. Tambang
Timah. Akan tetapi, setelah masuk di era reformasi, dari tahun 1998 ke atas, masyarakat mulai mencari-
cari lokasi di luar KP PT. Tambang Timah sehingga jumlah TI berkembang pesat menjadi ribuan. Mereka
kini di luar kontrol karena menambang kebanyakan di luar KP PT. Tambang Timah.

Kegiatan pertambangan inkonvensional timah di Pulau Bangka dalam setahun terakhir makin
memprihatinkan. Seiring dengan itu pembangunan smelter (pabrik pengolahan menjadi timah balok)
juga mengalami peningkatan sangat tajam. Meruyaknya smelter menjadi ancaman besar terjadinya
pencemaran lingkungan. Hal ini dikarenakan smelter-smelter baru tersebut kurang mempertimbangkan
sisi lingkungan. Kerusakan akibat kegiatan penambangan ilegal dengan mudah ditemukan, seperti di
kawasan Kecamatan Belinyu.

1. Lubang Tambang

Sebagian besar pertambangan mineral di Indonesia dilakukan dengan cara terbuka. Ketika selesai
beroperasi, perusahaan meninggalkan lubang-lubang raksasa di bekas areal pertambangannya. Lubang-
lubang itu berpotensi menimbulkan dampak lingkungan jangka panjang, terutama berkaitan dengan
kualitas dan kuantitas air. Air lubang tambang mengandung berbagai logam berat yang dapat merembes
ke sistem air tanah dan dapat mencemari air tanah sekitar. Potensi bahaya akibat rembesan ke dalam air
tanah seringkali tidak terpantau akibat lemahnya sistem pemantauan perusahaan-perusahaan
pertambangan tersebut. Di pulau Bangka dan Belitung banyak di jumpai lubang-lubang bekas galian
tambang timah (kolong) yang berisi air bersifat asam dan sangat berbahaya.
2. Air Asam Tambang

Air asam tambang mengandung logam-logam berat berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dalam
jangka panjang. Ketika air asam tambang sudah terbentuk maka akan sangat sulit untuk
menghentikannya karena sifat alamiah dari reaksi yang terjadi pada batuan. Sebagai contoh,
pertambangan timbal pada era kerajaan Romawi masih memproduksi air asam tambang 2000 tahun
setelahnya. Air asam tambang baru terbentuk bertahun-tahun kemudian sehingga perusahaan
pertambangan yang tidak melakukan monitoring jangka panjang bisa salah menganggap bahwa batuan
limbahnya tidak menimbulkan air asam tambang. Air asam tambang berpotensi mencemari air
permukaan dan air tanah. Sekali terkontaminasi terhadap air akan sulit melakukan tindakan
penanganannya.

3. Tailing

Tailing dihasilkan dari operasi pertambangan dalam jumlah yang sangat besar. Sekitar 97 persen dari
bijih yang diolah oleh pabrik pengolahan bijih akan berakhir sebagai tailing. Tailing mengandung logam-
logam berat dalam kadar yang cukup mengkhawatirkan, seperti tembaga, timbal atau timah hitam,
merkuri, seng, dan arsen. Ketika masuk kedalam tubuh makhluk hidup logam-logam berat tersebut akan
terakumulasi di dalam jaringan tubuh dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan.
Akibat aktifitas liar ini, banyak program kehutanan dan pertanian tidak berjalan, karena tidak jelasnya
alokasi atau penetapan wilayah TI. Aktivitas TI juga mengakibatkan pencemaran air permukaan dan
perairan umum. Lahan menjadi tandus, kolong-kolong (lubang eks-tambang) tidak terawat, tidak adanya
upaya reklamasi/ rehabilitasi pada lahan eks-tambang, terjadi abrasi pantai dan kerusakan cagar alam,
yang untuk memulihkannya perlu waktu setidaknya 150 tahun secara suksesi alami.

Hutan menjadi korban, alam pun mengamuk!

Legalitas pemanfaatan lahan yang tidak berkelanjutan dan pengeksploitasian sumber daya alam
yang berlebihan tanpa mengindahkan keseimbangan ekosistem merupakan salah satu pemicu
kerusakan lingkungan di Bangka Belitung. Keadaan ini merupakan imbas dari krisis ekonomi
berkepanjangan yang berakibat pada krisis sosial. Selain itu pelaksanaan otonomi daerah yang
kurang siap mengakibatkan eksploitasi sumberdaya yang tidak berkelanjutan. Pada akhirnya,
aktifitas yang tidak lepas dari urusan ekosistem alam inipun membuat imbas berupa kerusakan
lingkungan tatanan ekosistem pulau Bangka khususnya daerah yang mengalami degradasi
kualitas dan kuantitas lahan yang telah mencakup luas ke beberapa aspek ekosistem Bangka pada
umumnya, yakni khususnya wilayah hutan di Bumi Serumpun Sebalai ini. Tidak dapat
dipungkiri bahwa kegiatan TI di Pulau Bangka telah memacu pertumbuhan ekonomi yang pesat.
Namun, bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan TI. Aktivitas pertambangan yang
dilakukan secara sporadis dan massal itu juga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang
dahsyat. Sebagian besar penambang menggunakan peralatan besar sehingga dengan mudah
mencabik-cabik permukaan tanah. Sisa pembuangan tanah dari TI menyebabkan pendangkalan
sungai.

Kerusakan yang ditimbulkan TI tidak hanya terjadi di lokasi penambangan wilayah daratan.
Seperti yang diinformasikan sebelumnya, bahwasanya kerusakan alam bahkan terjadi hingga ke
pantai (masyarakat Bangka menyebutnya TI Apung), tempat bermuara sungai-sungai yang
membawa air dan lumpur dari lokasi TI. Di kawasan pantai, hutan bakau di sejumlah lokasi
rusak akibat limbah penambangan TI. Selain itu di wilayah pesisir pantai, beroperasi juga
tambang rakyat menggunakan rakit, drum-drum bekas, mesin dongfeng dan pipa paralon, yang
mengapung. Para buruh menyelam ke dasar laut, mengumpulkan sedikit demi sedikit timah.

Bekas-bekas penambangan TI umumnya dibiarkan saja sebagaimana adanya, tanpa adanya


upaya mereklamasi. Dengan luasan wilayah penambangan antara dua sampai lima hektar,
bolong-bolong pada permukaan tanah yang mereka gali merupakan pemandangan yang tampak
mengenaskan. Penambangan timah inkonvensional di Kecamatan Belinyu kini masih terus
berlangsung, termasuk di kawasan hutan lindung. Salah satunya adalah di kawasan hutan lindung
Gunung Pelawan. Penambang secara sembunyi-sembunyi tetap menambang timah di kawasan
terlarang tersebut. TI juga merusak daerah aliran sungai, kawasan sempadan pantai, hutan
lindung, dan hutan produksi. Lubang-lubang bekas penambangan tandus karena tidak
direklamasi.

Perusakan hutan karena tambang membuat banyak wilayah kekeringan hebat pada musim
kemarau. Jika dilihat dari udara sebelum mendarat di Bandara Depati Amir, wajah bumi Bangka
Belitung dipenuhi kawah dan lubang menganga. Lubang-lubang itu terisi air hujan dan menjadi
tempat subur perkembangan nyamuk anofeles. Akibatnya, penularan penyakit malaria di Pulau
Bangka cukup tinggi.

Pemulihan dan Pemanfaatan Lahan Bekas Penambangan Timah


Kegiatan penambangan timah di Indonesia berlangsung sejak abad 17 (Sujitno, 1996), di Pulau
Bangka dimulai tahun 1711, di Singkep tahun 1812 dan di Belitung tahun 1852. Sebelum era
otonomi daerah, penambangan timah di Pulau Bangka dan Belitung dilakukan oleh PT. Kobatin
yang memulai eksploitasi pada tahun 1973. Sementara itu PT. Timah (Persero) Tbk mewarisi
sejarah panjang usaha pertambangan timah di Indonesia yang sudah berlangsung lebih dari 200
tahun (laporan kerja praktek mahasiswa Universitas Sriwijaya PT.Timah Tbk dan PT. Kobatin
tahun 2008). Setelah berlakunya era otonomi daerah, aktivitas Tambang Inkonvensional (TI)
merajalela, berdasarkan data dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung, ada 1.315 TI di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Timah Tbk pada
tahun 2015, jumlah ini belum termasuk TI diluar IUP PT. Timah Tbk.

Tidak mengherankan, akibat dari penambangan timah meninggalkan ribuan hektare lahan bekas
penambangan yang berupa tanah timbunan maupun gundukan pasir tailing yang sangat miskin
unsur hara serta kolong. Karena pada prakteknya suatu lokasi yang telah digali tidak dapat 100%
ditimbun kembali, sehingga diperkirakan kurang lebih 30 persen lokasi galian tersebut akan
berbentuk kolong.

Pada tahun 2014, Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
mengeluarkan data inventarisasi kerusakan lingkungan, total kelas tingkat lahan kritis yaitu
1.675.240,51 Ha dengan kriteria lahan kritis dan potential kritis sebesar 15,15% dan 37,28%,
44,54% berupa lahan agak kritis serta 10,79% berupa lahan tidak kritis dan lainnya. Tingkat
kekritisan lahan ini hanya mencapai 10,20 % dari luas daratan Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Tetapi yang menjadi masalah bukanlah ukuran persentase luas lahan rusak yang hanya
sedikit, namun bahaya nyata, yaitu kerusakan lingkungan yang sudah sampai tahap tidak dapat
termanfaatkan.

Pirwanda, 2015, aktivitas TI telah merubah peruntukan penggunaan lahan sebesar 9.62 % dari
arahan fungsi kawasan Rencana Tata Ruang Kabupaten Belitung (2005-2014). Dampak lainnya
pada kolong tempat penambangan tersebut yang terkontaminasi jenis logam berat antara lain
ferum (Fe), timbal (Pb), dan arsen (As) sudah melebihi ambang batas normal yaitu lebih dari 4
ppm yang berbahaya bagi kesehatan. Belum lagi pencemaran aliran sungai yang menyebabkan
kualitas air menjadi kotor dan mengalami pendangkalan serta semakin meningkatnya lahan kritis
sehingga tidak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.

Sementara itu dalam Buku Data Statistik Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung Tahun 2015, jumlah kolong ada 192 kolong dengan luas 1 Ha hingga 22 Ha. Kolong-
kolong tersebut ada yang sudah dimanfaatkan dan belum dimanfaatkan.

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan dengan tambahan beberapa literatur termasuk kerja
praktek mahasiswa, diketahui bahwa untuk memanfaatkan lahan bekas tambang, harus ada upaya
pemulihan lahan yang telah rusak agar dapat berfungsi optimal melalui kegiatan reklamasi dan
revegetasi serta kajian-kajian untuk meningkatkan unsur hara tanah bekas penambangan tersebut.

Pada umumnya, tahapan kegiatan reklamasi yang dilakukan oleh PT. Timah Tbk dan PT.
Kobatin yang telah berakhir kontrak karyanya di tahun 2013, yaitu menentukan luas dan lokasi
lahan yang akan direklamasi, penataan lahan untuk persiapan proses penanaman, penanaman
covercrop, penanaman tanaman utama, dan pemeliharaan.

Kegiatan penataan lahan memperhatikan rona awal lahan yang akan direklamasi, yang terdiri
dari penimbunan kolong dan perataan tanah timbunan. Untuk menambah kandungan organik
pada tumpukan timbunan yang miskin unsur hara, dapat dilakukan dengan menyebarkan jenis
tanaman yang mudah tumbuh, yaitu jenis kacang-kacangan yang disebut cover crop plant.
Sementara itu dalam desain teknis penanaman tanaman utama, tahapan krusialnya adalah
pemberian lapisan atas dengan top soil (tanah berhumus) dan penambahan kompos dengan
lubang tanam ± 0,5 m untuk menetralkan keasaman tanah.

Jenis-jenis tanaman reklamasi yang bervariasi dan produktif dan dapat menghasilkan dalam
waktu 5-6 tahun, pada umumnya berupa tanaman kayu seperti Karet, Jambu Mete, Mahoni,
Sengon, Acasia, Gaharu dan Durian Lokal.

Sementara itu, untuk memulihkan lahan bekas tambang lainnya dapat dilakukan dengan
meningkatkan unsur hara tanah. Pada saat acara Gelar Teknologi Rehabilitasi Lahan Bekas,
Kepala Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian Tambang Timah di Kabupaten
Bangka Tengah, Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M. Agr., mengatakan, kunci dari rehabilitasi lahan
bekas tambang adalah penambahan bahan C organik, karena lapisan tanah atas bekas
penambangan memiliki kadar C organik sangat rendah, sehingga penambahan unsur hara mutlak
untuk dilakukan. Pupuk kandang yang berasal dari kotoran ternak dapat menjadi salah satu cara
untuk meningkatkan unsur hara tersebut. Penerapan model pengembangan lahan bekas tambang
yang terintegrasi dengan komoditas pertanian dan ternak, merupakan rekomendasi kebijakan
yang dapat dilakukan. Selain meningkatkan kesuburan tanah, dapat bernilai secara finansial bila
dikembangkan oleh masyarakat.

Sandy tailing timah mengandung bahan organik yang rendah, dengan kisaran 0,1-2%
(Palaniappan 1972 dalam Ang 1994), namun akan mengalami peningkatan sejalan dengan
waktu. Hal ini disebabkan adanya vegetasi perintis yang tumbuh di tailing-tailing yang sudah
lama. Meskipun demikian, pada tailing umur 20 tahun, bahan organik hanya mencapai 3,5%.
Lahan sandy tailing timah PT Koba Tin di Bangka Tengah yang berumur lebih dari 15 tahun,
kandungan bahan organik sangat rendah (0,27%) (Santi 2005). Di T.B. 1,9 PT Timah Kabupaten
Bangka kandungan bahan organik relatif lebih tinggi yaitu 2,33% sementara humic tailing
tergolong sedang (7,2%) (Hanura 2005).

Tidak semua wilayah bekas tambang dapat ditanami, karena sebagian dari daerah tersebut
terdapat kolong-kolong air yang sangat dalam yang mencapai puluhan meter. Untuk menangani
wilayah Kolong ini, perlu dianalisa keasaman air (PH air) terlebih dahulu. Kemudian dilakukan
penetralan keasaman air dengan cara memproses pengendapan secara bertahap melalui beberapa
pond. Biasanya pada air kolong baru stabil selama 6 tahun pasca penambangan, namun hal ini
tetap tergantung dari pertumbuhan vegetasi di sekitar kolong.

Pada daerah kolong ini juga diamati terdapat atau tidaknya ikan alami yang hidup, seperti ikan
gabus dan ikan toman. Biasanya, budidaya ikan yang digunakan adalah ikan nila merah. Daerah
kolong dengan karekteristik ini juga dijadikan sebagai tempat pemancingan. Seperti yang
dilakukan oleh PT.Timah baru-baru ini yang menyebarkan bibit ikan Nila Merah di Kolong Desa
Bencah. Selain itu, air kolong juga dijadikan sebagai sumber air baku.

Anda mungkin juga menyukai