Anda di halaman 1dari 8

Nama : Lilis Safitri

NPM : CG191120554
Kelas : 19-SH3
Mata Kuliah : Riset PR dan Analisis Media

TUGAS 2 : TEKNIK PENARIKAN SAMPEL

1. Sampel Acak Sederhana (simple random sampling)

Simple random sampling adalah suatu sample yang terdiri atas sejumlah elemen yang
dipilih secara acak,dimana setiap elemen atau anggota populasi memiliki kesempatan
yang sama untuk terpilih menjadi sampel.

Menurut Para Ahli:

• Menurut Sugiyono (2001:57) teknik simple random sampling adalah teknik


pengambilan sampel dari anggota populasi yang dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.
• Menurut Kerlinger (2006:188), simple random sampling adalah metode
penarikan dari sebuah populasi atau semesta dengan cara tertentu sehingga
setiap anggota populasi atau semesta tadi memiliki peluang yang sama untuk
terpilih atau terambil.
• Menurut Margono (2004: 126) menyatakan bahwa simple random sampling
adalah teknik untuk mendapatkan sampel yang langsung dilakukan pada unit
sampling. Dengan demikian setiap unit sampling sebagai unsur populasi yang
terpencil memperoleh peluang yang sama untuk menjadi sampel atau untuk
mewakili populasi. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap
homogen.

Peneliti dapat menggunakan simple random sampling dalam penelitiannya jika:

• Terbatasnya pengetahuan terhadap unsurunsur populasi. Tidak terdapat


pengetahuan sebelumnya yang dapat digunakan untuk menilai derajat
keseragaman populasi.
• Berdasarkan pengetahuan atau pengalaman yang ada, belum ada suatu
prosedur penarikan sampel tandingan yang lebih efisien daripada simple
random sampling.

- TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL DALAM SAMPLE RANDOM SAMPLING

1. Lotere Cara lotere dapat dilakukan pada elemen populasi yang jumlahnya
relatif sedikit (100 atau kurang).

2. Kalkulator Tekan tombol Ran # untuk mengeluarkan angka acak.

3. Komputer Misal melalui Excel dengan menggunakan fungsi =RAND() atau


=RANDBETWEEN()

4. Menggunakan Tabel Angka Random (TAR).

Contoh Kasus :

+ Menggunakan Lotere

Misalkan seorang peneliti ingin mengetahui pandangan anak-anak jalanan


terhadap kehidupan sosial mereka di Kota Bandung. Jumlah anak jalanan di
Kota Bandung tercatat 95 anak. Untuk menghemat waktu dan biaya si peniliti
akan mengambil 20 anak sebagai sampelnya dengan cara acak. Maka yang
dilakukan oleh si peneliti adalah:

a. Membuat 95 potongan kertas yang diberi nomor dari 1 sampai 95.


b. Kertas dilipat dan dimasukkan ke dalam kotak atau gelas yang diberi
lubang kecil di penutupnya.
c. Kotak/gelas dikocok, lalu diambil satu potong setiap kali pengocokan.
d. Angka atau nomor yang tertera dalam kertas tersebut dilihat dan dicatat
angkanya sampai dengan pengocokan ke-20. Misalkan yang terambil adalah
angka 35, maka elemen populasi yang terpilih adalah nomor 35.
2. Sampel Acak Sistematis (systematic sampling)

Sampel acak sistematis (systematic random sampling) ialah suatu metode pengambilan
sampel, dimana hanya unsur pertama saja dari sampel dipilih secara acak, sedangkan
unsur-unsur selanjutnya dipilih secara sistematis menurut pola tertentu.

Sampel sistematis seringkali menghasilkan kesalahan sampling (sampling error) yang


lebih kecil, disebabkan anggota sampel menyebar secara merata di seluruh propinsi.
Ada pendapat bahwa pengambilan sampel dengan metode ini tidak acak, karena yang
diambil secara acak unsur pertama saja, sedangkan unsur selanjutnya diurutkan
berdasarkan interval yang sudah tertentu dan tetap.

Karena itu, untuk dapat mempergunakan metode ini, harus dipenuhi beberapa syarat
yakni (1) populasi harus besar, (2) harus teredia daftar kerangka sampel, (3). populasi
harus bersifat homogen.

Contoh Kasus :

Jika suatu penelitian memiliki total anggota populasi sebanyak 5000 orang dengan
sample yang dikehendaki adalah 200 sample saja, maka setiap sample elemen populasi
akan ditandai dengan nomor urut mulai dari 0001 hingga 5000.

Dengan penomoran tersebut, maka guna menentukan jarak interval dari sample satu
dan sample berikutnya berlaku rumus K = N/n.

Keterangan dari rumus tersebut adalah:

K: jarak interval
N: jumlah populasi
n: jumlah sample

Dengan rumus di atas, maka jarak interval pada contoh penelitian adalah K = 5000/200,
didapatkan angka 25. Dengan demikian, maka 25 menjadi jarak interval untuk
pengambilan sample.
Jika sample pertama yang didapatkan secara acak adalah populasi nomor 0002, maka
sample berikutnya adalah nomor 0027 dengan jarak 25. Perhitungan dilakukan terus
menerus hingga (n) atau jumlah sample terpenuhi sesuai yang dibutuhkan, yaitu 200
buah sample dalam kasus ini.

Dengan penggunaan systematic sampling, maka proses pengambilan sample bisa


dilakukan dengan cara yang sederhana dan tergolong mudah. Teknik ini bisa menjadi
opsi yang tepat, terutama untuk penelitian dengan jumlah populasi yang cenderung
besar.

Deskripsi: systematic sampling adalah salah satu teknik sample yang cukup mudah
dilakukan. Teknik ini menggunakan jarak interval dalam proses pengambilan sample.

3. Sampel Acak Stratifikasi Proporsional (Proportionate stratified random sampling)

Proportionate stratified random sampling adalah pengambilan sampel dari anggota


populasi secara acak dan berstrata secara proporsional, dilakukan sampling ini apabila
anggota populasinya heterogen (tidak sejenis). Proportionate stratified random
sampling ini dilakukan dengan cara membuat lapisan-lapisan (strata), kemudian dari
setiap lapisan diambil sejumlah subjek secara acak. Jumlah subjek dari setiap lapisan
(strata) adalah sampel penelitian(sugiyono,2009).

Dikenal juga dengan sampling acakan dengan stratifikasi. Dalam teknik ini, populasi
biasanya digolongkan menurut cirri-ciri tertentu dan sesuai dengan keperluan
penelitian. Penggolongan itulah yang disebut dengan stratifikasi. Biasanya
penggolongan dilakukan menurut jenis kelamin, pendidikan dan lain-lain. Setelah itu
penentuan sample ditiap kelompok akan dilakukan secara acak(Kasiram,2010).

Kelemahan dari teknik ini adalah makin banyak ciri-ciri yang dimasukkan sebagai dasar
stratifikasi, maka makin sedikit jumlah sampel dalam tiap subkategori. Menurut
pendapat saya, teknik sampling ini memperbesar kesempatan terjadinya kesalahan
dalam penelitian. Peneliti harus melakukan stratifikasi dan untuk itu peneliti diharuskan
untuk mengenal tentang populasi terlebih dahulu untuk memperoleh keterangan yang
rinci menyangkut subkategori yang dijadikan dasar stratifikasi. Jika peneliti tidak bisa
memperoleh keterangan dengan baik, maka kemungkinan klasifikasi tersebut
mengandung kelemahan yang mengakibatkan kesalahan penafsiran(Sugiyono,2009).
Teknik ini dapat digunakan jika populasi tidak homogen dan proporsional.

Contoh: suatu perusahaan mempunyai pegawai dengan latar belakang pendidikan S1:
30. S2: 40, SMA: 80. Jumlah sampel yang harus diambil adalah meliputi strata
pendidikan diambil perwakilan sesuai kebutuhan.

4. Sampel acak stratifikasi tidak proporsional (disproportionate stratified random


sampling)

Disproportionate Stratified Random Sampling, adalah teknik menentukan jumlah


sampel, jika populasi berstrata tetapi kurang proporsional(Prasetyo,2010).

Sampling ini hampir sama dengan sampling stratifikasi, bedanya proporsi subkategori-
kategorinya tidak didasarkan atas proporsi yang sebenarnya dalam populasi. Hal ini
dilakukan karena subkategori tertentu terlampau sedikit jumlah sampelnya. Misal, kita
mengambil populasi tenaga pengajar yang terdiri atas guru besar, lector kepala, lector,
lector muda, dan asisten. Sampel dapat diambil secara merata yakni untuk masing-
masing(Kasriam,2006).

Bila jumlah sampel cukup besar, maka kepincangan sampling dengan sendirinya teratasi.
Sampling ini tidak memakan banyak waktu dibandingkan dengan sampling secara
proporsional. Sedangkan kelemahan sampling jenis adalah proporsi tiap kategori yang
sebenarnya menurut populasi jadi terganggu(Kasiram,2010).

Dikenal dengan sampling acakan tidak proporsional berdasarkan stratifikasi. Jika dilihat
dari namanya sekilas sama dengan teknik sampling yang kedua yang telah dijabarkan
diatas. Tetapi sebenarnya teknik ini memiliki perbedaan yaitu proporsi subkategori tidak
berdasarkan atas proporsi yang ada dalam populasi, hal ini dikarenakan subkategori
terlalu sedikit jumlah sampelnya(Prasetyo,2010)

Kelemahan dari teknik ini adalah kemungkinan terdapat subkategori yang terlalu besar
atau terlalu kecil jumlahnya jika dibandingkan dengan proporsi populasi yang
sebenarnya. Menurut pendapat saya, hal itu dapat membuat populasi menjadi
terganggu. Selain itu seharusnya peneliti harus dapat mempertanggung jawabkan hasil
penelitiannya dengan cara menghindari kesalahan tentang pengklasifikasian
populasi(Usman,2006).
Digunakan untuk menentukan jumlah sampel bila populasi kurang proporsional.

Contohnya: Pegawai PT A memiliki 3 orang lulusan S3, 4 orang lulusan S2, 90 orang S1,
400 orang SMA, 600 oran SMP, maka khusus lulusan S3 dan S2 harus diambil semuanya
sebagai sampel karena kedua kelompok tersebut paling kecil dibandingkan dengan
kelompok lainnya.

5. Sampel Klaster (Cluster Sampling)

Area sampling ini merupakan sampling menurut daerah atau pengelompokannya.


Teknik klaster ini memilih sample berdasarkan pada kelompok, daerah, atau kelompok
subjek secara alami berkumpul bersama. Langkah-langkah dalam menggunakan teknik
klaser (Usman, 2006), yaitu:

- Identifikasi populasi yang hendak digunakan dalam studi


- Tentukan besar sampel yang digunakan
- Tentukan dasar logika untuk menentukan klaster
- Perkirakan jumlah rata-rata subjek yang ada pada setiap klaster
- Daftar semua objek dalam setiap klaser dengan membagi antara jumlah
sampel dengan jumlah klaster yang ada
- Secara random, pilih jumlah anggota sampel yang diinginkan untuk setiap
klaster
- Jumlah sampel adalah jumlah klaser dikalikan jumlah anggota populasi per
klaster

Teknik klaster atau yang sering disebut dengan area sampling ini mempunyai beberapa
keuntungan dan kelemahan (Kasiram, 2010), antara lain:

Keuntungan:

o teknik ini dapat digunakan peneliti yang melibatkan jumlah populasi yang
besar dan tersebar didaerah yang luas,
o pelaksanaanya lebih mudah, biaya yang digunakan lebih murah kerana
berpusat pada daerah yang terbatas,
o generalisasi yang diperoleh berdasarkan penelitian daerah-daerah
tertentu dapat berlaku pada daerah-daerah diluar sampel.
Kelemahan:

o jumlah individu dalam setiap daerah tidak sama.

Cluster berarti pengelompokan berdasarkan wilayah atau lokasi populasi. Teknik ini
dapat digunakan jika objek yang akan diteliti sangat luas. Peneliti dapat
menggunakan teknik ini dengan alasan jarak dan biaya serta peneliti tidak
mengetahui alamat dari populasi secara pasti.

Contohnya: satu kecamatan terdiri dari 15 desa, kemudian kita ambil hanya dua
desa. Teknik ini bisa disebut sebagai teknik sampling daerah.

6. Sampel Klaster Proporsional (Cluster Propotional Sampling)

Teknik stratifikasi ini harus digunakan sejak awal, ketika peneliti mengetahui bahwa
kondisi populasi terdiri atas beberapa anggota yang memiliki stratifikasi atau lapisan
yang berbeda antara satu dengan lainnya. Ketepatan teknik stratifikasi dapat
ditingkatkan dengan menggunakan proporsional besar kecilnya anggota lapisan dari
populasi ditentukan oleh besar kecilnya jumlah anggota populasi dalam lapisan yang
ada. Teknik stratifikasi ini mempunyai beberapa langkah (Kasiram, 2010), yaitu:

• Identifikasi jumlah total populasi


• Tentukan jumlah sampel yang diinginkan
• Daftar semua anggota yang termasuk sebagai populasi
• Pisahkan anggota populasi sesuai dengan karakteristik lapisan yang dimiliki
• Pilih sampel dengan menggunakan prinsip acak seperti yang telah dilakukan dalam
teknik random diatas
• Lakukan langkah pemilihan pada setiap lapisan yang ada, sampai jumlah sampel yang
ada.
Teknik ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan
gugus.

Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak yang distratifikasikan, di mana setiap
unsur dalam satu stratum memiliki karakteristik yang homogen (stratum A : laki-laki
semua, stratum B : perempuan semua), maka dalam sampel gugus, setiap gugus boleh
mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen.

• Contoh: Misalnya, dalam suatu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap
departemen terdapat banyak pegawai dengan karateristik yang berbeda-beda pula.
Beda jeni kelaminnya, beda tingkat pendidikannya, beda tingkat pendapatnya, beda
tingkat manajerialnya, dan perbedaan-perbedaan lainnya.

Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat penerimaan para pegawai terhadap suatu
strategi yang segera diterapkan perusahaan, maka peneliti dapat menggunakan cluster
propotional sampling untuk mencegah terpilihnya hanya dari satu atau dua departemen
saja.

Anda mungkin juga menyukai