Anda di halaman 1dari 31

1.

Makanan enteral per pernyakit


Definisi
Nutrisi enteral merupakan terapi pemberian nutrisi lewat saluran cerna dengan
menggunakan selang khusus (feeding tube). Cara pemberiannya bisa melalui jalur
hidung lambung (nasogastric tube) atau hidung-usus (nasoduodenal tube atau
nasojejunal route). Pemberian nutrisi enteral juga bisa dilakukan dengan cara bolus
atau cara infus lewat pompa infus enteral.

Jenis
Ada beberapa jenis makanan enteral, tergantung pada komposisi dan
tujuannya. Beberapa contoh adalah:

● Formula enteral polimerik: mengandung protein utuh dan zat gizi lain dalam
bentuk kompleks.
● Formula enteral modular: mengandung satu atau beberapa zat gizi dalam
bentuk sederhana, seperti karbohidrat, protein, lemak, atau vitamin.
● Formula enteral elemental: mengandung protein hidrolisat atau asam amino
bebas dan mudah dicerna.
● Formula enteral spesifik: disesuaikan dengan kondisi kesehatan tertentu,
seperti diabetes, gagal ginjal, atau alergi.

Indikasi dukungan asuhan gizi enteral menurut keadaan penyakit


Pemberian nutrisi enteral diberikan pada pasien yang memerlukan asupan
nutrisi dengan saluran cerna yang masih berfungsi dengan baik. Pemberian diet
dengan nutrisi enteral kepada pasien diberikan jika terjadi penurunan tingkat
kesadaran, tidak mampu makan sendiri. Berikut dijelaskan beberapa indikasi
dukungan asuhan gizi enteral menurut keadaan penyakit.
1) Fistula gastrointestinal
Melalui perbaikan status gizi dan pencegahan morbiditas serta
mortalitas akibat kehilangan cairan, ketidakseimbangan elektrolit, dan
malnutrisi. Asuhan gizi enteral berhasil diberikan kepada pasien dengan
keluaran fistula yang terjadi di ileum distal atau kolon. Penelitian
menunjukkan, bahwa pemberian nutrisi enteral secara fistuloklisis aman
dilakukan, efektif, dan menjadi alternative yang murah dibandingkan gizi
parenteral pada pasien tertentu.
2) Pankreatitis akut
Pemberian nutrisi enteral pada pasien dengan pankreatitis akut,
menjadi standar asuhan karena berhubungan dengan semakin sedikitnya
kejadian hiperglikemia dan komplikasi sepsis, memperpendek hari rawatan,
hilangnya respon fase akut sebagaimana yang diukur dengan protein reaktif-C.
3) Penyakit radang usus
Penyakit radang usus mencakup penyakit crohn (Crohn’s desease) dan
kolitis ulseratif, UC). Pemberian nutrisi enteral merupakan bentuk dukungan
gizi yang paling cocok bagi pasien UC. Pemberian nutrisi enteral pada kondisi
ini dapat mempertahankan status gizi dengan risiko komplikasi sepsis yang
lebih rendah.
4) Penyakit hati
Pasien dengan penyakit hati berisiko mengalami ensefalopati hepatica
yaitu suatu keadaan terjadinya masalah metabolik yang ditandai dengan
peningkatan kadar sirkulasi asam amino aromatik (Aromatic Amino Acid,
AAA) dan penurunan asam amino rantai cabang (branched chain amino acid,
BCAA) dalam plasma.
Formula enteral yang ditambah BCAA bermanfaat secara teoritis
sebagai formula standar yang dapat meningkatkan keseimbangan nitrogen
untuk mencegah kelebihan jumlah asam amino aromatic (AAA).
Formula gizi enteral yang kaya ditambahkan dengan BCAA sebaiknya
diberikan kepada pasien dengan ensefalopati hepatica kronis yang tidak
mampu mentoleransi sumber protein standar.
Selain itu, pemberian nutrisi enteral segera pasca-operasi pada pasien
yang menjalani transplantasi hati lebih dianjurkan karena dapat mempercepat
membaiknya keseimbangan nitrogen dan berkurangnya infeksi. Penambahan
prebiotik dan probiotik dalam nutrisi enteral pasca-operasi juga dapat
menurunkan laju infeksi dibandingkan dengan pemberian nutrisi enteral saja.
5) Penyakit kritis yang memerlukan alat bantu pernapasan
Pemberian nutrisi yang dibatasi pada pasien dengan penyakit kritis
sering dianjurkan karena pasien memulainya dengan gizi parenteral untuk
menghindari komplikasi kelebihan pemberian makan. Pemberian makanan
pada pasien kritis yang mempertimbangkan toleransi pemberian juga harus
memperhatikan kerusakan yang mungkin timbul akibat kekurangan kalori
yang terus terjadi, hal ini dapat dibuktikan dengan infeksi dan komplikasi
total, lama rawat inap (LOS) di Intensive Care Unit (ICU) dan penggunaan
alat bantu pernapasan.
6) Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu keadaan yang secara metabolik mengalami
peningkatan pengeluaran energi. Seiring dengan terjadinya peningkatan
pengeluaran energi, pasien dengan luka bakar juga harus mendapatkan
peningkatan asupan. Penelitian menunjukkan, pasien luka bakar yang
mendapatkan nutrisi enteral sebesar 30 kkal/kg BBI, secara signifikan
menurunkan angka kematian dan kejadian sepsis. Pemberian nutrisi enteral
yang diperkaya dengan glutamin dapat mempercepat penyembuhan luka.
7) Kehamilan
Terdapat hubungan langsung antara gizi maternal selama kehamilan
dan berat badan janin. Dukungan gizi dianjurkan pada wanita yang mengalami
kehilangan berat badan akibat hiperemesis gravidarum, yang tidak juga
membaik dengan terapi anti-emesis, hidrasi intravena, dan modifikasi diet.
Gizi enteral merupakan rute dukungan gizi yang lebih disukai dan telah
terbukti memicu kenaikan berat badan serta mengontrol gejala mual dan
muntah pada pasien.
8) Gangguan makan
Anoreksia nervosa merupakan gangguan makan yang dapat
menyebabkan malnutrisi. Dukungan gizi enteral dianjurkan pada pasien yang
gagal meningkatkan berat badan melalui nutrisi oral. Pemberian nutrisi enteral
melalui Nasogastrik Tube (NGT), lebih efektif dibandingkan pemberian nutrisi
secara oral.
9) Human Immunodeficiensy Virus (HIV)/ Acquired Immunodeficiency
Syndrom (AIDS)
Penggunaan pengobatan antiretrovirus yang sangat sering diberikan
pada pengobatan pasien dengan HIV, pengobatan tersebut berhasil
menurunkan insiden infeksi oportunistik, namun memberikan efek terhadap
penurunan berat badan secara drastis. Sebesar 22-23% pasien dengan infeksi
HIV mengalami sindrom penyusutan otot (wasting), salah satu penyebab
kematian. Diare dan dugaan malabsorpsi seharusnya tidak menghalangi
suplemen oral dan gizi enteral. Pada kasus diare kronis, formula yang
diberikan bersama dengan trigliserida rantai-sedang sebagai sumber lemak
telah terbukti mengurangi frekuensi buang air besar dan memperbaiki
konsistensi tinja.
10) Kanker
Pasien kanker yang belum dapat mengkonsumsi makanan secara oral,
umumnya masih membutuhkan gizi enteral jangka panjang akibat adanya
disfagia persisten sehingga gizi enteral tersebut tidak hanya berperan sebagai
tambahan, melainkan sebagai intervensi gizi yang utama untuk
mempertahankan hidup.
11) Gangguan neurologi
Gangguan neurologi seperti stroke, cedera otak traumatik, dan cedera
sum-sum tulang makan dapat menggangu fisiologi normal. Dukungan gizi
sering diusulkan jika terjadi penurunan tingkat kesadaran, tidak mampu makan
sendiri, atau risiko aspirasi akibat disfagia yang mengahalangi asupan gizi oral
yang adekuat. Rowan et al melaporkan bahwa pemberian gizi enteral dini
aman dilakukan bahkan pada tahap akut cedera sum sum tulang belakang.
Permulaan gizi enteral dalam 72 jam sejak masuk rumah sakit telah terbukti
memperpendek lama rawat inap pada pasien stroke.

Pemberian Nutrisi Enteral


Pemberian nutrisi ini secara sederhana dapat dijelaskan bahwa nutrisi enteral
diberikan kepada pasien dengan indikasi tidak dapat makan, tidak cukup makan, atau
tidak boleh makan. Terdapat beberapa hal yang menentukan keberhasilan dalam
pemberian nutrisi enteral ini, yaitu perlindungan jalan napas untuk meminimalkan
risiko aspirasi, kemampuan gastrointestinal yang baik untuk menghindari lambatnya
proses pencernaan makanan yang dapat menyebabkan muntah, panjang usus halus
minimum adalah 100 cm untuk menyerap nutrisi enteral yang baik, katup oleocecal
yang utuh untuk meningkatkan penyerapan zat gizi melalui penundaan waktu singgah
usus.
Pemilihan Formula Enteral
Peran utama ahli gizi/dietisien sebagai pemberi asuhan nutrisi secara enteral
adalah memilih formula enteral yang tepat. Proses monitoring dan evaluasi yang
dilakukan kepada pasien dengan nutrisi enteral berfungsi untuk memperhitungkan
kebutuhan pasien. Berikut dijelaskan komposisi zat gizi dalam formula enteral,
sebagai berikut:
a) Karbohidrat
Kandungan karbohidrat maksimal dalam formula enteral sangat beragam jika
dikaitkan dengan proporsi zat gizi makro lain yang telah dimodifikasi. Sumber
karbohidrat pada nutrisi enteral beragam seperti glukosa oligo sakarida, malto
dekstrin, pati jagung, sukrosa, fruktosa. Laktosa sudah tidak digunakan lagi
karena intoleransi laktosa sering terjadi pada pasien dewasa. Jumlah minimum
kandungan karbohidrat pada nutrisi enteral sebesar 30% (umumnya untuk
pasien diabetes) dan maksimal sebesar 80% dalam formula rendah lemak.
b) Protein
Umumnya protein pada susu formula berasal dari biji kedelai atau kasein.
Jumlah protein dalam formula enteral sangat bervariasi, sebesar <5% hingga
>25% kalori. Protein dalam gizi enteral berasal dari berbagai sumber, seperti
kedelai, kasein, dan albumin telur.
c) Lemak
Kebutuhan lemak pada pasien dengan nutrisi enteral sebesar 15-25 gram
perhari yang digunakan untuk penyerapan vitamin larut lemak, dan sekitar
3-4% kalori berasal dari asam linoleat yang dapat mencegah defisiensi asam
lemak essensial. Kandungan lemak dalam formula enteral sering kali jauh
lebih tinggi dibandingkan kebutuhan minimalnya.
d) Serat
Upaya penambahan serat kedalam formula enteral dilakukan untuk menambah
kepadatan feses. Formula enteral mengandung serat terlarut dan tidak terlarut.
Serat terlarut dimetabolisme oleh bakteri kolon untuk membentuk asam lemak
rantai pendek; asetat, butirat, dan propionate yang berfungsi untuk mengurangi
angka kejadian diare.
e) Vitamin dan mineral
Sebagian formula enteral mengandung vitamin dan mineral yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan. Dalam situasi ketidakadekuatan volume dan tidak
terdapatnya kandungan vitamin dan mineral, tambahan terhadap zat gizi
tersebut perlu dilakukan untuk mencukupi kekurangan terhadap jenis vitamin
dan mineral tersebut.

Formula Enteral
a) Makanan cair jernih
Makanan cair jernih adalah makanan yang disajkan dalam bentuk
cairan jernih pada suhu ruang dengan kandungan sisa (residu) minimal dan
tembus pandag bila diletakkan dalam wadah bening. Jenis cairan yang
diberikan tergantung pada keadaan penyakit atau jenis operasi yang dijalani. -
● Tujuan
1. Memberikan makanan dalam bentuk cair, yang memenuhi
kebutuhan cairan tubuh yang mudah diserap dan hanya sedikit
meninggalkan sisa (residu)
2. Mencegah dehidrasi dan menghilangkan rasa haus.
● Syarat
1. Makanan diberikan dalam bentuk cair jernih yang tembus
pandang
2. Bahan makanan hanya terdiri dari sumber karbohidrat
3. Tidak merangsang saluran cerna dan mudah diserap
4. Sangat rendah sisa (residu)
5. Diberikan hanya selama 1-2 hari
6. Porsi kecil dan diberikan sering
● Indikasi pemberian
Makanan cair jernih diberikan kepada pasien sebelum dan sesudah
operasi tertentu, keadaan mual atau muntah, dan sebagai makanan
tahap awal pasca pendarahan saluran cerna. Nilai gizinya sangat
rendah karena hanya terdiri dari sumber karbohidrat.
● Bahan makanan yang boleh diberikan
Bahan makanan yang boleh diberikan antara lain teh, sari buah, sirup,
air gula, kaldu jernih, serta cairan mudah cerna seperti cairan yang
mengandung maltodekstrin. Makanan dapat ditambah dengan
suplemen energi tinggi dan rendah sisa.

b) Makanan Cair Penuh


Makanan cair penuh adalah makanan yang berbentuk cair atau semi
cair pada suhu ruang dengan kandungan serat minimal dan tidak “tembus
pandang” bila diletakkan dalam wadah bening.
● Tujuan
1. Memberikan makanan dalam bentuk cair dan setengah cair
yang memenuhi kebutuhan gizi
2. Meringankan kerja saluran cerna
● Syarat diet
1. Tidak merangsang saluran cerna
2. Bila diberikan lebih dari 3 hari harus dapat memenuhi
kebutuhan energi dan protein
3. Kandungan energi minimal 1 kkal/ml. Konsentrasi cairan dapat
diberikan secara bertahapa dari ½ , ¾ sampai penuh.
4. Berdasarkan masalah pasien, dapat diberikan formula rendah
atau bebas laktosa formula dengan asam lemak rantai sedang
(MCT), formula dengan protein yang terhidrolisa, formula
tanpa susu, formula dengan serat, dan sebagainya.
5. Untuk memenui kebutuhan vitamin dan mineral dapat
diberikan tambahan ferosulfat, vitamin B kompleks, dan
vitamin C.
6. Sebaiknya osmolaritas <400 Mosml
● Macam makanan cair penuh dan indikasi pemberian
Makanan cair penuh diberikan kepada pasien yang mempunyai
masalah untuk mengunyah, menelan, atau mencernakan makanan
padat, misalnya pada operasi mulut atau tenggorokan, atau pada
kesadaran menurun. Makanan ini dapat diberikan melalui oral, pipa,
atau enteral (nasogastrik tube (NGT), secara bolus atau drip (tetes).
Ada dua golongan makanan cair penuh, yaitu formula rumah
sakit (FRS) dan formula komersial (FK).
1. Formula Rumah Sakit (FRS)
Ada 4 macam formula rumah sakit dengan indikasi
pemberian seperti: Jenis formula rumah sakit dan indikasi
pemberian:

2. Formula Komersial
Berikut dijelaskan beberapa jenis formula komersial,
dan indikasi pemberian sebagai berikut.
c) Makanan Cair Kental
Makanan cair kental adalah makanan yang mempunyai konsistensi
kental atau semi padat pada suhu kamar yang tidak membutuhkan proses
mengunyah dan mudah telan. Menurut keadaan penyakit, makanan cair kental
dapat diberikan langsung kepada pasien dengan perpindahan dari makanan
cair penuh ke makanan saring.
● Tujuan
Memberikan makanan yang tidak membutuhkan proses
mengunyah, mudah telan, dan mencegah terjadinya aspirasi serta dapat
memenuhi kebutuhan gizi.
● Syarat diet
1. Mudah ditelan dan tidak merangsang saluran cerna
2. Cukup energi dan protein
3. Diberikan bertahap menuju makanan lunak
4. Porsi diberikan kecil dan sering
● Indikasi pemberian
Makanan ini diberikan kepada pasien tidak mampu mengunyah dan
menelan, serta untuk mencegah aspirasi (cairan masuk ke dalam cairan
nafas), seperti pada penyakit yang disertai peradangan, ulkus
peptikum, atau gangguan struktural, atau motorik pada rongga mulut.
Refesensi : Buku Panduan Asuhan Gizi Nutrisi Enteral, Instalasi Gizi RSUD M.
NATSIR Solok

2. Resume dm

Definisi
Jurnal of Health Education, FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEPATUHAN DALAM PENGELOLAAN DIET PADA PASIEN RAWAT JALAN
DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI KOTA SEMARANG

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar
glukosa darah (gula darah) melebihi normal yaitu kadar gula darah sewaktu sama atau lebih
dari 200 mg/dl, dan kadar gula darah puasa di atas atau sama dengan 126 mg/dl (Misnadiarly,
2006). DM dikenal sebagai silent killer karena sering tidak disadari oleh penyandangnya dan
saat diketahui sudah terjadi komplikasi (Kemenkes RI, 2014).

JENIS
Agustini Putri, Ni Made Dilla and Kusumayanti, Gusti Ayu Dewi and Wiardani, Ni Komang
(2020) TINJAUAN KASUS TINGKAT PENERIMAAN DIET DAN LAMA RAWAT INAP
PASIEN DIABETES MELITUS DI RSUD WANGAYA DENPASAR. Diploma thesis, Jurusan
Gizi.

Klasifikasi Diabetes Melitus berdasarkan etiologi menurut Perkeni (2015) adalah sebagai
berikut :
a. Diabetes melitus (DM) tipe 1 Diabetes Melitus yang terjadi karena kerusakan atau
destruksi sel beta di pancreas kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang
terjadi secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun dan idiopatik.

b. Diabetes melitus (DM) tipe 2 Penyebab Diabetes Melitus tipe 2 seperti yang diketahui
adalah resistensi insulin. Insulin dalam jumlah yang cukup 7 tetapi tidak dapat bekerja secara
optimal sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi di dalam tubuh. Defisiensi insulin
juga dapat terjadi secara relatif pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 dan sangat mungkin
untuk menjadi defisiensi insulin absolut.

c. Diabetes melitus (DM) tipe lain Penyebab Diabetes Melitus tipe lain sangat bervariasi. DM
tipe ini dapat disebabkan oleh efek genetik fungsi sel beta, efek genetik kerja insulin,
penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati pankreas, obat, zat kimia, infeksi, kelainan
imunologi dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan Diabetes Melitus.

d. Diabetes melitus Gestasional adalah diabetes yang muncul pada saat hamil. Keadaan ini
terjadi karena pembentukan beberapa hormone pada ibu hamil yang menyebabkan resistensi
insulin (Tandra, 2018).

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


LESTARI1 , ZULKARNAIN1* , ST. AISYAH SIJID1, Diabetes Melitus: Review Etiologi,
Patofisiologi, Gejala, Penyebab, Cara Pemeriksaan, Cara Pengobatan dan Cara Pencegahan

Etiologi dari penyakit diabetes yaitu gabungan antara faktor genetik dan faktor
lingkungan. Etiologi lain dari diabetes yaitu sekresi atau kerja insulin, abnormalitas
metabolik yang menganggu sekresi insulin, abnormalitas mitokondria, dan sekelompok
kondisi lain yang menganggu toleransi glukosa. Diabetes mellitus dapat muncul akibat
penyakit eksokrin pankreas ketika terjadi kerusakan pada mayoritas islet dari pankreas.
Hormon yang bekerja sebagai antagonis insulin juga dapat menyebabkan diabetes (Putra,
2015).
Resistensi insulin pada otot adalah kelainan yang paling awal terdeteksi dari diabetes
tipe 1 (Taylor, 2013). Adapun penyebab dari resistensi insulin yaitu: obesitas/kelebihan berat
badan, glukortikoid berlebih (sindrom cushing atau terapi steroid), hormon pertumbuhan
berlebih (akromegali), kehamilan, diabetes gestasional, penyakit ovarium polikistik,
lipodistrofi (didapat atau genetik, terkait dengan akumulasi lipid di hati), autoantibodi pada
reseptor insulin, mutasi reseptor insulin, mutasi reseptor aktivator proliferator peroksisom
(PPAR γ), mutasi yang menyebabkan obesitas genetik (misalnya: mutasi reseptor
melanokortin), dan hemochromatosis (penyakit keturunan yang menyebabkan akumulasi besi
jaringan) (Ozougwu et al., 2013).
Pada diabetes tipe I, sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun,
sehingga insulin tidak dapat diproduksi. Hiperglikemia puasa terjadi karena produksi glukosa
yang tidak dapat diukur oleh hati. Meskipun glukosa dalam makanan tetap berada di dalam
darah dan menyebabkan hiperglikemia postprandial (setelah makan), glukosa tidak dapat
disimpan di hati. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak akan dapat
menyerap kembali semua glukosa yang telah disaring. Oleh karena itu ginjal tidak dapat
menyerap semua glukosa yang disaring. Akibatnya, muncul dalam urine (kencing manis).
Saat glukosa berlebih diekskresikan dalam urine, limbah ini akan disertai dengan ekskreta
dan elektrolit yang berlebihan. Kondisi ini disebut diuresis osmotik. Kehilangan cairan yang
berlebihan dapat menyebabkan peningkatan buang air kecil (poliuria) dan haus (polidipsia).
Kekurangan insulin juga dapat mengganggu metabolisme protein dan lemak, yang
menyebabkan penurunan berat badan. Jika terjadi kekurangan insulin, kelebihan protein
dalam darah yang bersirkulasi tidak akan disimpan di jaringan. Dengan tidak adanya insulin,
semua aspek metabolisme lemak akan meningkat pesat. Biasanya hal ini terjadi di antara
waktu makan, saat sekresi insulin minimal, namun saat sekresi insulin mendekati,
metabolisme lemak pada DM akan meningkat secara signifikan. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah pembentukan glukosa dalam darah, diperlukan peningkatan

DIAGNOSA DAN HASI; LAB TERBAIT


Agustini Putri, Ni Made Dilla and Kusumayanti, Gusti Ayu Dewi and Wiardani, Ni Komang
(2020) TINJAUAN KASUS TINGKAT PENERIMAAN DIET DAN LAMA RAWAT INAP
PASIEN DIABETES MELITUS DI RSUD WANGAYA DENPASAR. Diploma thesis, Jurusan
Gizi.

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan


glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
plasma darah vena. Pemantauan hasil 9 pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas
dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang Diabetes
Melitus.
Kecurigaan adanya Diabetes Melitus perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti
(Perkeni, 2015):
a. Keluhan klasik Diabetes Melitus: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulva pada wanita
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria Diabetes
Melitus digolongkan kedalam kelompok prediabetes yang meliputi: 10 toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

a. Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara
100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam
b. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -jam setelah
TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa.
c. Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
d. Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c yang
menunjukkan angka 5,7-6,4%.
FAKTOR RESIKO
Nurul Husnah1 , Hapsari Sulistya Kusuma2 HUBUNGAN PENGETAHUAN DIIT
DENGAN SISA MAKANAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUANG
RAWAT INAP RSI “SULTAN HADLIRIN” JEPARA

Menurut Kemenkes (2013), faktor risiko DM dibagi menjadi :

1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi


a. Usia Di negara berkembang penderita diabetes mellitus berumur antara 45-64 tahun
dimana usia tergolong masih sangat produktif. Umur merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi kesehatan (Soegondo, 2011). Notoatmodjo (2012)
mengungkapkan pada aspek psikologis dan mental taraf berfikir seseorang semakin
matang dan dewasa. Menjelaskan bahwa makin tua umur seseorang maka proses
perkembangannya mental bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu
bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur
belasan tahun.
b. Riwayat keluarga dengan DM (anak penyandang DM) Menurut Hugeng dan Santos
(2017), riwayat keluarga atau faktor keturunan merupakan unit informasi pembawa
sifat yang berada di dalam kromosom sehingga mempengaruhi perilaku.
repository.unimus.ac.id 9 Adanya kemiripan tentang penyakit DM yang di derita
keluarga dan kecenderungan pertimbangan dalam pengambilan keputusan adalah
contoh pengaruh genetik. Responden yang memiliki keluarga dengan DM harus
waspada. Resiko menderita DM bila salah satu orang tuanya menderita DM adalah
sebesar 15%. Jika kedua orang-tuanya memiliki DM adalah 75% (Diabetes UK,
2010).

c. Riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir bayi > 4000 gram atau pernah
menderita DM saat hamil (DM Gestasional) Pengaruh tidak langsung dimana
pengaruh emosi dianggap penting karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan dan
pengobatan. Aturan diit, pengobatan dan pemeriksaan sehingga sulit dalam
mengontrol kadarbula darahnya dapat memengaruhi emosi penderita (Nabil, 2012).

2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi


a. Overweight/berat badan lebih (indeks massa tubuh > 23kg/m2 ) Salah satu cara
untuk mengetahui kriteria berat badan adalah dengan menggunakan Indeks Masa
Tubuh (IMT). Berdasarkan dari BMI atau kita kenal dengan Body Mass Index diatas,
maka jika berada diantara 25-30, maka sudah kelebihan berat badan dan jika berada
diatas 30 sudah termasuk obesitas.

Menurut Nabil (2012), ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi
berat badan yaitu :
1) Makan dengan porsi yang lebih kecil
2) Ketika makan diluar rumah, berikan sebagian porsi untuk anda untuk teman atau
anggota keluarga yang lain.
3) Awali dengan makan buah atau sayuran setiap kali anda makan.
4) Ganti snack tinggi kalori dan tinggi lemak dengan snack yang lebih sehat.
repository.unimus.ac.id 10

b. Aktifitas fisik kurang Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur sangat
bermanfaat bagi setiap orang karena dapat meningkatkan kebugaran, mencegah
kelebihan berat badan, meningkatkan fungsi jantung, paru dan otot serta
memperlambat proses penuaan. Olahraga harus dilakkan secara teratur. Macam dan
takaran olahraga berbeda menurut usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan kondisi
kesehatan. Jika pekerjaan sehari-hari seseorang kurang memungkinkan gerak fisik,
upayakan berolahraga secara teratur atau melakukan kegiatan lain yang setara.
Kurang gerakatau hidup santai merupakan faktor pencetus diabetes (Nabil, 2012).

c. Merokok Penyakit dan tingginya angka kematian (Hariadi S, 2008). Hasil uji
statistik menunjukkan ada hubungan antara merokok dengan kejadian DM tipe (p =
0,000). Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Houston yang juga mendapatkan bahwa
perokok aktif memiliki risiko 76% lebih tinggi terserang DM Tipe 2 dibanding
dengan yang tidak (Irawan, 2010). Dalam asap rokok terdapat 4.000 zat kimia
berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan
yang bersifat karsinogenik.

d. Hipertensi (TD > 140/90 mmHg) Jika tekanan darah tinggi, maka jantung akan
bekerja lebih keras dan resiko untuk penyakit jantung dan diabetes pun lebih tinggi.
Seseorang dikatakan memiliki tekanan darah tinggi apabila berada dalam kisaran >
140/90 mmHg. Karena tekanan darah tinggi sering kali tidak disadari, sebaiknya
selalu memeriksakan tekanan darah setiap kali melakukan pemeriksaan rutin (Nabil,
2012).

KOMPLIKASI
Agustini Putri, Ni Made Dilla and Kusumayanti, Gusti Ayu Dewi and
Wiardani, Ni Komang (2020) TINJAUAN KASUS TINGKAT PENERIMAAN DIET
DAN LAMA RAWAT INAP PASIEN DIABETES MELITUS DI RSUD WANGAYA
DENPASAR. Diploma thesis, Jurusan Gizi.

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan komplikasi


akut dan kronis. Adapun beberapa komplikasi Diabetes Melitus yaitu Sindrom
hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing, lemas, gemetar,
pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi gelap), keluar keringat
dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Apabila tidak segera
ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian. Hipoglikemia lebih
sering terjadi pada penderita diabetes tipe 1, yang dapat dialami 1 – 2 kali perminggu.
Kemudian Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara
tibatiba. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi, dan konsumsi
obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia,
kelelahan yang parah (fatigue), dan pandangan kabur. Hiperglikemia dapat dicegah
dengan kontrol kadar gula darah yang ketat. Kemudian Komplikasi Makrovaskular
yang mana terdiri dari tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang
pada penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner (Coronary Heart Disease),
penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer (Peripheral
Vascular Disease). Walaupun komplikasi makrovaskular dapat juga terjadi pada DM
tipe 1, namun yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular ini adalah
penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau
kegemukan. Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar risikonya pada penderita
diabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap jantung sangat penting dilakukan,
termasuk pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan lipid darah. Penderita
diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari 130/80 mm Hg.
Penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidupnya, termasuk mengupayakan berat
badan ideal, diet dengan gizi seimbang, berolah raga secara teratur, tidak merokok,
mengurangi stress dan lain sebagainya. Kemudian Komplikasi Mikrovaskular terjadi
pada penderita diabetes tipe 1. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein
yang terglikasi (termasuk HbA1c) 1menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi
makin lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah
kecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler,
antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati. Disamping karena kondisi
hiperglikemia, ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Salah satu
bentuk pencegahan yaitu dengan kontrol kadar gula darah yang ketat.

Tujuan Diet
Agustini Putri, Ni Made Dilla and Kusumayanti, Gusti Ayu Dewi and
Wiardani, Ni Komang (2020) TINJAUAN KASUS TINGKAT PENERIMAAN DIET
DAN LAMA RAWAT INAP PASIEN DIABETES MELITUS DI RSUD WANGAYA
DENPASAR. Diploma thesis, Jurusan Gizi.

Tujuan diet penyakit Diabetes Melitus adalah membatu pasien memperbiki kebiasaan
makan dan olahraga untuk mendapatkan control metabolic yang lebih baik dengan
cara (Almatsier, 2008):
1) Mempertahakan kadar glukosa darah supaya mendekati normal dengan
menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin (endogenous atau exogenous),
dengan obat penurun glukosa oral dan aktivitas fisik.
2) Mencapai dan mempertahakan kadar lipida serum normal
3) Memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal.
4) Menghindari atau menangani komplikasi akut pasien yang menggunakan indsulin
seperti hipoglikemia, komplikasi jangka pendek, dan jangka lama serta masalah yang
berhubungan dengan latihan jasmani.
5) Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal
Syarat Diet
Agustini Putri, Ni Made Dilla and Kusumayanti, Gusti Ayu Dewi and
Wiardani, Ni Komang (2020) TINJAUAN KASUS TINGKAT PENERIMAAN DIET
DAN LAMA RAWAT INAP PASIEN DIABETES MELITUS DI RSUD WANGAYA
DENPASAR. Diploma thesis, Jurusan Gizi

Syarat – syarat Diet Penyakit Diabetes Melitus adalah (Almatsier, 2008):


1) Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan untuk metabolisme
basal sebesar 25-30 kkla/kg BB normal, ditambah kebutuhan untuk aktivitas fisik dan
keadaan khusus, misalnya kehamilan atau laktasi serta ada tidaknya komplikasi.
Makanan dibagi dalam 3 porsi besar, yaitu makan pagi (20%), siang (30%), dan sore
(25%), serta 2-3 prosi kecil untuk makanan selingan (masing-masing 10-15%).
2) Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total.
3) Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total, dalam bentuk
< 10% dari kebutuhan energi total berasal dari lemak jenuh, 10% dari lemak tidak
jenuh ganda, sedangkan sisanya dari lemak tidak jenuh tunggal. Asupan kolesterol
makanan dibatasi yaitu < 300 mg perhari.
4) Kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari kebutuhan energi total, yaitu 60- 70%. 14
5) Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak diperbolehkan kecuali
jumlahnya sedikit sebagai bumbu. Bila kadar glukosa darah sudah terkendali,
diperbolehkan mengkonsumsi gula murni sampai 5% dari kebutuhan energi total.
6) Penggunaan gula alternative dalam jumlah terbatas. Gula alternative adalah bahan
pemanis selain sakarosa. Ada dua jenis gula alternative yaitu yang bergizi dan yang
tidak bergizi. Gula alternative bergizi adalah fruktosa, gula alkohol berupa sorbitol,
manitol, dan silitol, sedangkan gula alternatif tak bergizi adalah aspartame dan
sakarin. Fruktosa dalam jumlah 20% dar kebutuhan energi total dapat meningkatkan
kolesterol dan LDL, sedangkan gula alkohol dalam jumlah berlebihan mempunyai
laksatif.
7) Asupan serat dianjurkan 25 g/hari dengan menggunakan serat larut air yang
terdapat di dalam sayur dan buah. Menu seimbang rata-rata memenuhi kebutuhan
serat sehari.
8) Pasien Diabetes Melitus dengan tekanan darah normal diperbolehkan
mengkonsumsi natrium, yaitu 3000 mg/hari. Apabila mengalami hipertensi, asupan
garam harus dikurangi.
9) Cukup vitamin dan mineral. Apabila asupan dari makan cukup, penambahan
vitamin dan mineral dalam bentuk suplemen tidak diperlukan.

Jenis Diet dan Indikasi Pemberian

Diet yang digunakan sebagai bagian dari pentalaksanaan Diabetes Melitus


dikontrol berdasarkan kandungan energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Sebagai
pedoman dipakai 8 jenis Diet Dieabetes Melitus yaitu jenis diet I 15 (1110 kkal), diet
II (1300 kkal), diet III (1500 kkal), diet IV (1700 kkal), diet V (1900 kkal), diet VI
(2100 kkal), diet VII (2300 kkal), diet VIII (2500 kkal) (Almatsier, 2008).
3. Resume ns, batu ginjal
SINDROM NEFROTIK
a. Definisi (PILIH 1 AJA YAAAAAAA)
Sindrom nefrotik adalah keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya
permeabilitas kapiler glomerulus terhadap protein. Sindrom nefrotik ditandai
oleh proteinuria (kebocoran protein dalam urin) lebih dari 3,5 g /hari, sehingga
menyebabkan hipoalbuminemia (penurunan kadar albumin dalam darah) dan
edema yang biasanya sangat berat. Dasar patogenesisnya adalah cedera pada
glomerulus yang menyebabkan permeabilitas MBG terhadap makromolekul
membesar.
Ref : I Made Nasar, dkk. 2010. Buku Ajar Patologi II. Jakarta : CV Sagung
Seto.

Sindrom nefrotik adalah kondisi abnormal yang ditandai oleh defisiensi


albumin dalam darah dan proteinuria masif akibat perubahan permeabilitas
atau kerusakan membran nefron dan kapiler glomerulus. Pada sindrom
nefrotik terjadi proteinuria (>3,5 g/hari), hiperlipidemia, hipoalbuminemia
(<3,5 g/dL) disertai edema, hiperkoagulasi, dan metabolisme tulang yang
abnormal.
Ref : Persatuan Ahli Gizi & Asosiasi Dietisien Indonesia. 2019. Penuntun Diet
dan Terapi Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

b. Jenisnya
1. Sindrom nefrotik primer
Disebabkan terutama oleh penyakit ginjal intrinsik, seperti nefropati
membranosa, nefropati perubahan minimal, dan glomerulosklerosis
fokal. Glomerulosklerosis fokal bawaan/keturunan dapat terjadi karena
mutasi genetik pada protein podosit, seperti podocin, nefrin, atau
protein saluran kation.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Penyebab sekunder mungkin termasuk penyakit sistemik, seperti lupus,
diabetes mellitus, dan amiloidosis.
Ref : Carolina T, Khalid B. 2023. Sindrom Nefrotik. Amerika Serikat :
StatPearls (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470444/)

c. Patof
Kapiler glomerulus dilapisi oleh endotelium, yang terletak di membran basal
glomerulus, ditutupi oleh epitel glomerulus, atau podosit, yang menyelubungi
kapiler dengan perluasan seluler kapiler yang membentuk filter glomerulus.
Biasanya, protein yang lebih besar (lebih besar dari 69 kD) tidak difiltrasi.
Pada orang sehat, hilangnya albumin plasma melalui filtrasi glomerulus
kurang dari 0,1%. Perubahan glomerulus yang dapat menyebabkan proteinuria
adalah kerusakan pada membran basal glomerulus, permukaan endotel, atau
podosit.
Albumin merupakan penyusun utama proteinuria, terhitung 85%. Albumin
membawa muatan negatif, hilangnya muatan negatif membran glomerulus
dapat menyebabkan albuminuria. Defek umum pada permeabilitas glomerulus
berhubungan dengan proteinuria non selektif yang menyebabkan kebocoran
glomerulus berbagai protein dari plasma.
Ref : Carolina T, Khalid B. 2023. Sindrom Nefrotik. Amerika Serikat :
StatPearls (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470444/)

d. Nilai biokimia terkait


1. Hb
2. Albumin
3. Profil lipid
4. Ureum
5. Kreatinin
6. Gula darah
7. HbA1c
8. Natrium
9. Kalium
10. Status inflamasi (CRP)

e. Faktor risiko
Lebih dari 95% kasus sindrom nefrotik berasal dari 3 penyakit sistemik, yaitu
diabetes melitus, SLE, dan amiloidosis. Penyebab yang lain adalah penyakit
yang terutama berasal dari ginjal sendiri yaitu minimum change disease,
membranous nephropathy, focal glomerulosclerosis, dan
membranoproliferative glomerulonephritis. Meskipun fungsi ginjal dapat
memburuk selama perjalanan penyakit ini, tetapi tidak selamanya konsisten.
Ref : Persatuan Ahli Gizi & Asosiasi Dietisien Indonesia. 2019. Penuntun Diet
dan Terapi Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

f. Komplikasi
1. Hipokalsemia dan kelainan tulang
2. Hiperlipidemia dan aterosklerosis
3. Hipertensi akibat berkurangnya fungsi ginjal dan retensi cairan
4. Edema usus dapat menyebabkan gangguan penyerapan yang
mengakibatkan malnutrisi
5. Asites dan efusi pleura
6. Edema umum
7. Gangguan pernapasan
8. Sepsis
9. Peritonitis
10. Pertumbuhan terhambat
Ref : Carolina T, Khalid B. 2023. Sindrom Nefrotik. Amerika Serikat :
StatPearls (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470444/)

g. Tujuan diet
1. Memenuhi kebutuhan energi agar tercapai keseimbangan nitrogen
positif
2. Mengganti kehilangan protein terutama albumin
3. Memenuhi kebutuhan zat gizi lain guna mencegah dan mengurangi
kerusakan jaringan tubuh
4. Mengontrol hipertensi
5. Membantu menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh
6. Membantu mencapai dan mempertahankan kadar lipid darah normal

h. Prinsip diet
1. Energi sesuai kebutuhan
2. Protein diutamakan bernilai biologi tinggi
3. Tinggi kalium jika menggunakan diuretik
4. Lemak sedang, dengan komposisi rendah lemak jenuh dan rendah
kolesterol
5. Kebutuhan vitamin dan mineral berdasarkan analisis asupan zat gizi
dan data biokimia
6. Perhatikan penambahan suplemen kalsium, fosfor, Fe, vitamin B
kompleks, vit C, vit D, dan zink

i. Makro mikro nutrien


1. Kebutuhan energi cukup, yaitu 35 kkal/kgBB/hari
2. Kebutuhan protein sedang, yaitu 0,8-1 g/kgBB/hari
3. Kebutuhan lemak sedang, yaitu <30% dari total kalori
4. Kebutuhan natrium dibatasi kurang dari 2g/hari untuk membantu
mengontrol hipertensi dan edema
5. Penambahan zat besi, kalsium, dan vit D dibutuhkan untuk mencapai
kadar serum normal. Penambahan suplemen kalsium dianjurkan tidak
lebih dari 2000 mg/hari.
6. Pembatasan fosfor 12 mg/kgBB/hari
7. Pastikan pasien memenuhi asupan vit B kompleks dan vit C
8. Suplemen zink mungkin dibutuhkan karena berikatan dengan albumin

BATU GINJAL
a. Definisi
Batu ginjal (nephrolithiasis) di dalam saluran kemih adalah massa keras,
seperti batu, yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan dapat
menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan saluran kemih, atau infeksi.
Batu ginjal dapat terbentuk dimana saja dari saluran kencing. Batu terbentuk
dari kalsium, fosfat, atau kombinasi asam urat yang biasanya larut dalam urin.
Ref : Yuli Yanti, dkk. 2018. Ilmu Penyakit dan Penunjang Diagnostik.
Tangerang : IN Media.

b. Jenisnya
➢ Batu kalsium, terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau
campuran dari kedua unsur tersebut.
➢ Batu oksalat, terjadi karena meningkatnya absorpsi oksalat dalam usus
akibat penyakit ileum (enterik), asupan oksalat yang meningkat, atau
kelainan kongenital.
➢ Batu asam urat, 75-80% terdiri atas asam urat murni, sisanya
merupakan campuran asam urat dan kalsium oksalat.
➢ Batu sistin, karena kelainan dalam absorpsi sistin di mukosa usus.
➢ Batu struvit (batu infeksi), terbentuknya batu ini disebabkan oleh
adanya infeksi saluran kemih. Kuman golongan pemecah urin
menghasilkan enzim urease dan merubah urin menjadi basa.
➢ Batu xanthin, terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi
enzim xanthin oksidase yang mengkatalisis perubahan hipoxanthin
menjadi xanthin dan xanthin menjadi asam urat.
➢ Batu silikat, pemakaian antisida yang mengandung silikat yang
berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama.
Ref : Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta : CV Sagung
Seto.

c. Patof
Batu saluran kemih biasanya timbul karena adanya kerusakan pada sistem
keseimbangan organ ginjal kita. Dua aktivitas yang berlawanan pada fungsi
ginjal yaitu ginjal harus mengolah air, dan ginjal juga harus mengekskresikan
materi yang derajat kelarutannya rendah. Dua aktivitas berlawanan ini harus
diseimbangkan dalam adaptasi terhadap diet, iklim dan aktivitas (Wortmann,
2012). Secara teori batu saluran kemih terbentuk di saluran kemih terutama
daerah-daerah yang sering mengalami penghambatan aliran urin (Purnomo,
2011). Ada beberapa teori yang menerangkan proses pembentukan batu
saluran kemih.
1. Teori supersaturasi
Kalsium, oksalat dan fosfat membentuk banyak senyawa kompleks
terlarut yang stabil dengan komposisinya terdiri atas zat itu sendiri dan
substansi urin lainnya. Akibatnya, aktivitas ion bebas dari zat itu lebih
rendah dari pada konsentrasi kimiawinya, dan hanya dapat diukur
melalui teknik tidak langsung. Penurunan ligan seperti sitrat dapat
meningkatkan aktivitas ion tanpa mengubah konsentrasi kalsium dalam
urin. Supersaturasi urin dapat ditingkatkan melalui dehidrasi atau
melalui ekskresi yang berlebihan dari pada kalsium, oksalat, fosfat
sistin atau asam urat. Selain itu pH urin juga perlu diperhatikan karena
fosfat dan asam urat merupakan asam lemah yang akan meningkatkan
konsentrasi pada pH yang rendah (Wortmann, 2012). Inisiasi dan
pembentukan batu ini menggambarkan bahwa pembentukan
kristal-kristal diawali dari dalam ginjal. Agar kristal terbentuk urin
harus jenuh sehubungan dengan materi batu yang akan terbentuk, hal
inilah yang disebut supersaturasi. Tingkat kejenuhan ini berkorelasi
dengan pembentukan batu, maka menurunkan tingkat kejenuhan ini
efektif untuk mencegah kekambuhan batu (Worcester et al, 2008).
2. Nukleasi
Batu terbentuk di dalam saluran kemih karena adanya inti batu
(nucleus). Partikel yang kelewat supersaturasi akan mengalami
pengendapan dan memulai nukleasi sehingga akhirnya membentuk
batu (Purnomo, 2011)
3. Penghambat kristalisasi
Inti yang stabil harus tumbuh dan berkelompok untuk membentuk
sebuah batu yang mempunyai arti klinis. Urin mempunyai banyak
inhibitor poten pada proses pertumbuhan dan pengelompokan kalsium
oksalat dan kalsium fosfat, tetapi tidak berfungsi untuk penghambatan
asam urat, sistin atau struvit. Pirofosfat anorganik adalah inhibitor
poten untuk kalsium fosfat dari pada kalsium oksalat. Glikoprotein
menghambat pembentukan kalsium oksalat (Favus et al, 2000).
Ref : Isti S, Nitta I, Dewi K. 2018. Bahan Ajar Gizi : Dietetik Penyakit Tidak
Menular. BPPSDM Kesehatan

d. Nilai biokimia terkait


➢ Kalsium urin lebih besar dari 250-300 mg/24 jam
➢ Oksalat urin melebihi 45 gram per hari
➢ Uric acid melebihi 850 mg/24 jam
➢ pH urin

e. Faktor risiko
Batu ginjal sering terjadi di antara usia 30-50 tahun, lebih dominan pada
laki-laki, dengan tingkat kekambuhan yang tinggi. Faktor resiko batu ginjal
meliputi riwayat keluarga, kondisi penyakit tertentu, seperti hiperkalsiuria,
hiperurikosuria, hiperoksaluria, dan rendahnya volume urine dan pH urine.
Frekuensi peningkatan diabetes, obesitas, dan sindrom metabolik
mengakibatkan peningkatan jumlah nefrolitiasis pada wanita dewasa. Obesitas
diduga pencetus terkuat terbentuknya kembali batu ginjal.

f. Komplikasi
Batu ginjal yang tidak kunjung keluar dapat menjadi obstruktif dan
selanjutnya dapat menyebabkan gagal ginjal akut, atau dapat juga menjadi
sarang infeksi yang pada akhirnya dapat berakibat fatal. Beberapa komplikasi
dapat timbul akibat batu ginjal, dan selanjutnya batu yang menyebabkan
penyumbatan. Ini termasuk:
➢ Pembentukan abses
➢ Urosepsis
➢ Pembentukan fistula urin
➢ Jaringan parut dan stenosis ureter
➢ Perforasi ureter
➢ Hilangnya fungsi ginjal akibat obstruksi yang berkepanjangan
Ref : Leila N, Nilmarie G. 2023. Nefrolitiasis. Amerika Serikat : Penerbitan
StatPearls (www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559227/)

g. Tujuan diet
Mencegah atau memperlambat terbentuknya batu ginjal.

h. Prinsip diet
➢ Diet Batu Kalsium :
1. Energi dan protein sesuai kebutuhan
2. Lemak normal, asupan lemak Omega-3 (EPA dan DHA)
mampu menurunkan kalsium dalam urine
3. Natrium sedang untuk mencegah hiperkalsiuria
4. Kalsium normal sesuai AKG, pembatasan kalsium tidak
disarankan karena dapat menyebabkan keseimbangan kalsium
negatif, kecuali pada hiperkalsiuria tipe 2
5. Tinggi serat larut air untuk mengikat kalsium dan mengurangi
penyerapannya
6. Tinggi kalium untuk menurunkan kalsium urine
7. Tinggi cairan
8. Tidak perlu rendah fosfat
➢ Diet Batu Oksalat :
1. Energi dan protein sesuai kebutuhan
2. Lemak normal, asupan lemak Omega-3 (EPA dan DHA)
mampu menurunkan kalsium dalam urine
3. Oksalat rendah, dengan membatasi makanan tinggi oksalat
harus disertai dengan peningkatan asupan kalsium
4. Tinggi serat tidak larut air karena dapat mengikat kalsium
5. Natrium rendah
6. Cairan tinggi
➢ Diet Batu Asam Urat :
1. Energi, protein, dan lemak sesuai kebutuhan, hindari asupan
protein yang melebihi AKG
2. Cairan tinggi
3. Natrium sesuai kebutuhan
4. Kalium tinggi
➢ Diet Batu Sistin :
1. Membatasi protein hewani (sumber sistin dan metionin)
2. Tinggi konsumsi sumber sitrat dan malat (sayuran dan buah)
3. Tinggi cairan
4. Natrium rendah

i. Makro mikro nutrien


➢ Diet Batu Kalsium :
1. Energi cukup
2. Protein 0,8-1 g/kgBB/hari
3. Lemak normal, 15-25% dari kebutuhan energi total
4. Natrium sedang, yaitu 2300 mg
5. Kalsium 1000 mg (<50 tahun) dan 1200 mg (>50 tahun)
6. Kalium >4700 mg/hari
7. Oksalat rendah, dengan membatasi makanan tinggi oksalat
8. Serat tidak larut air tinggi
9. Fosfat cukup 2,5-4,5 mg/dL
10. Cairan lebih dari 2,5 liter/hari, separuhnya air putih
➢ Diet Batu Oksalat :
1. Energi cukup
2. Protein 0,8-1 g/kgBB/hari, hindari asupan protein melebihi
AKG
3. Lemak normal, 15-25% dari kebutuhan energi total
4. Kalsium 1000 mg (<50 tahun) dan 1200 mg (>50 tahun).
Dianjurkan dibagi dalam beberapa waktu dalam jumlah kecil
dan frekuensi sering setiap makan.
5. Oksalat rendah
6. Natrium rendah (NaCl <4g)
7. Vit B6 dianjurkan mengonsumsi 2-10 mg/hari
8. Suplemen vit C tidak lebih dari 90 mg/hari
9. Cairan lebih dari 2,5 liter/hari, separuhnya air putih
➢ Diet Batu Asam Urat :
1. Energi cukup
2. Protein 0,8-1 g/kgBB/hari, hindari asupan protein melebihi
AKG
3. Lemak normal, 15-25% dari kebutuhan energi total
4. Natrium <2300 mg
5. Kalium >4700 mg/hari
6. Cairan lebih dari 2,5 liter/hari, separuhnya air putih
➢ Diet Batu Sistin :
1. Energi cukup
2. Protein 0,8-1 g/kgBB/hari, hindari asupan protein melebihi
AKG. Batasi protein hewani sumber sistin dan metionin
3. Lemak normal, 15-25% dari kebutuhan energi total
4. Natrium <2300 mg
5. Kalium >4700 mg/hari
6. Cairan lebih dari 4 liter/hari, separuhnya air putih
4. GONDOK DAN GOUT

GONDOK
Definisi
Gondok adalah suatu kondisi ketika muncul benjolan di leher akibat kelenjar tiroid yang
membesar. (Sumber: Nur, Samsu. 2018. Patogenesis Penyakit Gondok. Malang:UB Press)
Jenis
a. Gondok difus
Jenis gondok ini terjadi ketika kelenjar tiroid mengalami pembengkakan seluruhnya
dan terasa halus saat disentuh.
b. Gondok multinodular
Beberapa gumpalan yang disebut nodul bisa muncul pada kedua sisi tiroid, sehingga
kelenjar jadi membengkak.
c. Nodul tiroid tunggal
Pada kasus ini, satu nodul tiroid muncul pada salah satu sisi kelenjar tiroid.
Kebanyakan nodul bersifat jinak sehingga tidak akan mengarah pada kanker.
d. Postpartum Thyroiditis
Timbul pada 5-10% wanita pada 3-6 bulan pertama setelah melahirkan dan terjadi
selama kurang lebih 1-2 bulan. Umumnya kelenjar akan kembali normal secara
perlahan-lahan.
(Sumber: Nur, Samsu. 2018. Patogenesis Penyakit Gondok. Malang:UB Press)

Patofisiologi
Pada penderita gondok kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya,
disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel,
sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran
kelenjar dan juga setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya 5-15 kali lipat.
Pada pasien gondok, konsentrasi TSH menurun karena ada sesuatu yang menyerupai TSH
(Thyroid Stimulating Hormone) yaitu antibodi imunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid
Stimulating Immunoglobulin). Itulah yang menyebabkan TSH nya menurun dan TSI nya
meningkat. Di samping itu, kelenjar tiroid dipaksa mensekresikan hormon di luar batas,
sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut sel sel sekretori kelenjar tiroid membesar.
(Sumber: Nur, Samsu. 2018. Patogenesis Penyakit Gondok. Malang:UB Press)

Nilai biokimia terkait

Pemeriksaan Nilai Normal

Hemoglobin 12-16 g/dL

Hematokrit 37- 43%

Leukosit 4.000 - 10.000/mm³

Limfosit 20- 35 %

Neutrofil 50-56%

Eosinofil 1- 4 %

Monosit 2-8 %

Kolesterol total < 200 mg/dL

TG 140 mg/dL

TSH 0,4- 4,5 µIU/mL

(Sumber: Sa’pang, Martien., Anugrah Novianti. 2021. Asuhan Gizi Pada Gangguan
Endokrin. Surabaya: Pustaka Aksara)

Faktor resiko

- Kekurangan iodium (gondok hipotiroid), kelebihan iodium (hipertiroid)


- Riwayat kesehatan pribadi atau anggota keluarga dengan penyakit autoimun.
- Kehamilan dan menopause. Hormon yang diproduksi pada masa kehamilan yaitu
human chorionic gonadotropin (HCG) bisa menyebabkan tiroid semakin berkembang.
- Obat-obatan tertentu, termasuk obat penekan sistem imun, antiretroviral (ARV), obat
jantung, dan obat untuk penyakit mental.
- Peradangan
​ Tiroiditis adalah radang yang menyebabkan nyeri dan pembengkakan pada tiroid.
Kondisi ini bisa menyebabkan gangguan produksi tiroksin, baik kelebihan atau
kekurangan.
- Penyakit Graves
​ Gondok terkadang muncul ketika kelenjar tiroid menghasilkan terlalu banyak hormon
tiroid (hipertiroidisme). Pada penyakit Graves, antibodi yang dihasilkan malah keliru
menyerang kelenjar tiroid sehingga kelenjar ini memproduksi tiroksin secara
berlebihan. Hal ini dapat membuat tiroid membengkak.

​ (Sumber: Djokomoeljanto. Faktor resiko Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme,
Hipertiroidisme. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing)

Komplikasi
a. krisis tirotoksik (thyroid storm/storma tiroid), yaitu pembengkakan di bawah jakun
atau laring.
b. Eksoftalmus. Eksoftalmus merupakan kondisi yang mana salah satu atau kedua bola
mata menonjol keluar, hal ini dapat disebabkan oleh pembengkakan dari jaringan
halus dalam kantung mata.
c. Penyakit Jantung
d. Limfoma atau kanker kelenjar getah bening
e. oftalmopati graves,
f. dermopati graves,
g. infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid.
h. Kanker tiroid

(Sumber: Aru, W.S., Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S.K., Siti, S. Komplikasi Penyakit
Kelenjar Tiroid. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing)

Tujuan diet

- memberikan energi cukup untuk memperbaiki status gizi


- meningkatkan asupan iodium (untuk gondok hipotiroid), membatasi asupan iodium
(hipertiroid)
- mencegah kerusakan jaringan
- Mencegah komplikasi
- mengoptimalkan berat badan (jika status gizi nya underweight atau overweight)
- mengurangi gejala yang ada, seperti melancarkan BAB dan menurunkan kolesterol
(tergantung kasusnya nanti)
- Meningkatkan pengetahuan pasien terkait pola makan dan pola hidup sehat melalui
edukasi gizi

(Sumber: Djokomoeljanto,W.S., Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S.K., Siti, S. Kelenjar
Tiroid, Hipotiroidisme, Hipertiroidisme. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing)

Prinsip diet

Gondok Hipertiroid

- Diet TKTP rendah garam,


- Asupan Energi Protein Lemak Kh cukup,
- Asupan rendah natrium dan yodium
- Beberapa makanan yang dianjurkan yaitu makanan yang banyak mengandung
selenium, tirosin, dan antioksidan. Beberapa di antaranya yakni bayam, wortel, buah
jeruk, pir, apel, almond,daging sapi.
- Beberapa makanan yang harus dihindari/dibatasi yaitu jenis pangan yang berasal dari
laut, jeroan, makanan yang tinggi iodium, makanan instan atau produk makanan
kaleng, teh, kopi

Gondok Hipotiroid

- Asupan energi, protein, lemak, karbo sesuai kebutuhan


- Kebutuhan vitamin dan mineral cukup
- Beberapa makanan yang dianjurkan yaitu makanan yang mengandung banyak iodium
(makanan yang berasal dari laut), selenium (sayur bayam), kalsium (susu rendah
lemak, susu skim) dan serat (jagung, buah apel, dll)
- beberapa makanan yang harus dihindari /dibatasi yaitu jeroan, makanan
berminyak/bersantan, tahu, tempe, kacang-kacangan, minuman berenergi,
mengandung pemanis buatan, soda, kopi, sayuran mentah seperti kubis putih, kubis
merah, brokoli, dan kol.
(Sumber: Sa’pang, Martien., Anugrah Novianti. 2021. Asuhan Gizi Pada Gangguan
Endokrin. Surabaya: Pustaka Aksara)

Makro dan Mikro Nutrien

Makro: Karbohidrat, Lemak, protein sesuai kebutuhan

Mikro: Natrium, Iodium, Kalium, Fe, Vitamin A, Vitamin C, Serat (berdasarkan AKG)

(Sumber: Sa’pang, Martien., Anugrah Novianti. 2021. Asuhan Gizi Pada Gangguan
Endokrin. Surabaya: Pustaka Aksara)

GOUT
Definisi
Gout adalah gangguan metabolik yang mengakibatkan asam urat berlebih dalam darah,
sehingga terjadi pembentukan kristal asam urat. (Sumber: Ardhiatma, Rosita, Lestariningsih.
2017. Gangguan metabolik Gout arthritis Pada Lansia :Volume 2. Salemba: Medika)

Jenis
a. gout asimptomatik
Gout asimptomatik adalah peningkatan kadar asam urat yang tidak disertai gejala atau
tanda penyakit akibat peningkatan produksi, menurunnya ekskresi asam urat, atau
kombinasi dari keduanya.
b. artritis gout akut
Radang sendi pada fase artritis gout akut bersifat sangat mendadak dan yang timbul
sangat cepat dalam waktu singkat.Pada kondisi ini, penderita tidak merasakan adanya
gejala serius. Namun, biasanya akan merasa nyeri yang hebat saat bangun tidur.
Gejala lainnya adalah pembengkakan, rasa hangat, dan kemerahan pada sendi serta
demam, menggigil, dan kelelahan.
c. interkritikal gout
Fase ini dapat berlangsung bertahun-tahun disertai dengan serangan akut yang
semakin sering muncul hingga diakhiri dengan pembentukan tophus yang menandai
fase kronis
d. Gout Kronis dengan Pembentukan Tophus (Chronic Topaseous Gouthy
Arthropathy/ CTGA)
terbentuk tophus dapat terletak di sekitar sendi, wilayah subkutan, atau pada sendi.
Tophus dapat menyebabkan erosi sendi, tulang rawan, tulang subkondral, tulang, dan
tendon di sekitarnya.

(Sumber: Price, S. A., & Wilson, L. M. 2014. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Volume 2. (H. Hartanto, Ed.) (6th ed.). Jakarta: EGC) dan (Sumber: Huriawati,
Natalia S., Pita W., Dewi A.M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Dalam.
2018. Penerbit Buku Kedokteran: EGC)

Patofisiologi
- Gout asimptomatik.

terjadi akibat konsumsi bahan makanan tinggi purin. Selain itu, juga dapat terjadi
akibat gangguan atau penyakit yang memicu peningkatan cell-turnover dan kerusakan
sel tubuh yang memicu pengeluaran dan metabolisme DNA, RNA, ATP, GTP, c-AMP,
dan NADH sebagai sumber purin endogen. Purin dimetabolisme menjadi xanthine,
kemudian xanthine oleh xanthine oxidase dimetabolisme menjadi asam urat. 30%
asam urat diekskresikan lewat pencernaan ke dalam feses, sisanya diekskresikan oleh
ginjal lewat urine. Beberapa mutasi genetik, penggunaan obat-obatan, peningkatan
kadar timbal, laktat, dan keton dalam darah mengakibatkan penurunan kemampuan
ginjal untuk mengekskresikan asam urat ke dalam urine. Terlebih manusia tidak
memiliki enzim urikase yang berfungsi memecah asam urat menjadi allantoin dan
substansi lain yang larut dalam urine. Semua hal ini mengakibatkan penumpukan dan
peningkatan kadar asam urat dalam darah.

- Gout Akut (Acute Flare)

Ketika kadar asam urat dalam serum sudah terlalu jenuh (lebih dari 6,8 mg/dL), mulai
terbentuk deposisi monosodium urat yang dapat terakumulasi menjadi kristal asam
urat. Terbentuknya kristal asam urat memicu aktivasi inflamasi nucleotide-binding
and oligomerization domain-like receptor, leucine-rich repeat and pyrin-domain
containing 3 (NLRP3), yang kemudian memediasi produksi sitokin proinflamasi IL-β.
Kristal ini juga menstimulasi kedatangan neutrofil untuk fagositosis kristal, kemudian
melepaskan IL-6 dan TNF-α. Kehadiran mediator inflamasi ini memicu kalor,
eritema, edema, nyeri tekan, dan turunnya fungsi gerak sendi karena
ketidaknyamanan.

- Interkritikal Gout (Interval)

Ketika serangan akut mereda setelah pemberian analgesik atau kolkisin, penderita
memasuki fase remisi. Fase ini bersifat asimtomatik, namun kadar asam urat penderita
masih tinggi. Jika pasien belum diberi terapi penurun asam urat, fase ini dapat
dihentikan oleh serangan akut baru yang mungkin akan terjadi semakin sering. Fase
ini dapat berlangsung bertahun-tahun hingga diakhiri dengan pembentukan tophus
yang menandai fase kronis.[5,6]

- Gout Kronis dengan Pembentukan Tophus (Chronic Topaseous Gouthy


Arthropathy/ CTGA)

Proses inflamasi sistemik ini termasuk merusak semakin banyak sendi, sehingga
semakin banyak sendi yang mengalami peradangan (poliartritis). Dalam fase ini,
terbentuk tophus yaitu massa dari akumulasi kristal monosodium urat yang dapat
terletak di sekitar sendi, wilayah subkutan, atau pada sendi. Tophus dapat
menyebabkan erosi sendi, tulang rawan, tulang subkondral, tulang, dan tendon di
sekitarnya. Komplikasi dan kelainan yang dapat menyertai meliputi kelainan
parenkim ginjal berupa nefropati urat, batu urat pada ginjal, hipertensi, aterosklerosis
jantung dan otak, diabetes mellitus, dan hiperlipidemia.

(Sumber: Huriawati, Natalia S., Pita W., Dewi A.M. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Dalam. 2018. Penerbit Buku Kedokteran: EGC )

Nilai biokimia terkait

Pemeriksaan Nilai Normal

Hemoglobin 12-14 g/dL


Asam urat 2,4 - 5,7 mg/dL

Kolesterol total <200 mg/dL

Trigliserida 40 - 155 mg/dL

LDL <130 mg/dL

HDL 35 - 55 mg/dL
(Sumber: Ambarwati, Rina. 2016. Dietetika Lanjut Kasus Gout. Yogyakarta: Universitas
Muhammadiyah Press)

Faktor resiko
a. riwayat keluarga (genetik),
b. kegemukan (obese),
c. umur & jenis kelamin,
d. makanan yang mengandung banyak purin
e. Diet: Makan daging merah dan kerang meningkatkan risiko.
f. Alkohol: Bagi kebanyakan orang, mengkonsumsi lebih dari dua gelas minuman keras
sehari dapat meningkatkan risiko gout.
g. Soda: Fruktosa dalam soda manis baru-baru ini terbukti meningkatkan risiko asam
urat.
h. Kondisi kesehatan lainnya: Kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, diabetes, dan
penyakit jantung dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit ini.

(Sumber: Ardhiatma, Rosita, Lestariningsih. 2017. Gangguan metabolik Gout arthritis Pada
Lansia :Volume 2. Salemba: Medika)

Komplikasi

Beberapa komplikasi tersebut adalah:

● Kemunculan benjolan keras (tofus)


Tofus atau tofi terbentuk akibat adanya penumpukan kristal asam urat di bawah kulit.
Benjolan ini bisa muncul di jari, tangan, siku, kaki, dan di sekitar mata kaki. Tofus
bisa membengkak dan mengeras saat serangan asam urat terjadi.
● Kerusakan sendi permanen
Pada sejumlah kasus, serangan asam urat bisa terjadi beberapa kali dalam setahun.
Bila dibiarkan tidak tertangani, kondisi tersebut dapat menyebabkan pengeroposan
dan kerusakan pada sendi.
● Penyakit batu ginjal
Asam urat tidak hanya bisa mengkristal di dalam sendi, tetapi juga di ginjal. Oleh
karena itu, penderita gout lebih berisiko mengalami penyakit batu ginjal, terutama jika
tidak mendapatkan pengobatan yang tepat.
● Terjadinya timbunan mikro-kristal urat dibawah kulit.
● Gagal ginjal, karena terbentuknya batu urat dalam ginjal atau terjadinya endapan
mikro kristal urat pada saluran rambut (tubulus) ginjal.
● Timbulnya penyakit kronis lain seperti darah tinggi/hipertensi dan penyakit jantung
koroner.
● Aterosklerosis jantung dan otak

(Sumber: Ardhiatma, Rosita, Lestariningsih. 2017. Gangguan metabolik Gout arthritis Pada
Lansia :Volume 2. Salemba: Medika)

Tujuan diet

1. Menurunkan kadar asam urat dalam plasma darah


2. Meningkatkan keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Mencegah komplikasi dan kerusakan jaringan akibat gout
4. Memperbaiki pola makan yang sehat dengan perubahan perilaku makan secara
berangsur

(Sumber: Ambarwati, Rina. 2016. Dietetika Lanjut Kasus Gout. Yogyakarta: Universitas
Muhammadiyah Press)

Prinsip diet

1. Energi sesuai kebutuhan


2. Kebutuhan protein cukup, yaitu 15-20% dari kebutuhan energi total
3. Kebutuhan lemak cukup yaitu 20% dari kebutuhan energi total
4. Karbohidrat cukup yaitu 60-65% dari kebutuhan energi total
5. Bahan makanan yang dianjurkan yaitu daging ayam, ikan mas, ikan lele (selain ikan
laut), telur, tempe, tahu
6. Hindari bahan makanan sumber protein yang mengandung purin tinggi ( >100 mg/
100 g) seperti seafood, ikan laut, jeroan, beberapa jenis ikan asin
7. Batasi makanan yang menghasilkan sisa asam tinggi, seperti kornet dan makanan
kaleng lainnya, alkohol
8. Bahan makanan yang mengandung tinggi cairan seperti melon, semangka, blewah,
labu siam
9. Cairan tinggi yaitu 2,5 liter/hari (lihat di AKG)
10. Vitamin, mineral, serat (fiber) cukup

(Sumber: Ambarwati, Rina. 2016. Dietetika Lanjut Kasus Gout. Yogyakarta: Universitas
Muhammadiyah Press)

Makro dan Mikro Nutrien

Makro: Karbohidrat, Lemak, protein sesuai kebutuhan

Mikro: Natrium, Vitamin A, Vitamin C, Serat (berdasarkan AKG)

(Sumber: Sa’pang, Martien., Anugrah Novianti. 2021. Asuhan Gizi Pada Gout Arthritis .
Surabaya: Pustaka Aksara)

Anda mungkin juga menyukai