PENDIDIKAN
(Studi kasus di SMK QOMARUL HIDAYAH GONDANG TUGU TRENGGALEK)
PROPOSAL TESIS
Diajukan kepada
Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Diponegoro Tulungagung
Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program
Magister Manajemen Pendidikan Islam
Oleh:
FAJRUL MURSHID
NIM: 2022.080.012
Tahun 2024
MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU SARANA DAN PRASARANA
PENDIDIKAN
(Studi kasus di SMK QOMARUL HIDAYAH GONDANG TUGU TRENGGALEK)
PROPOSAL TESIS
Diajukan kepada
Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama Islam(STAI) Diponegoro Tulungagung
Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program
Magister Manajemen Pendidikan Islam
Oleh:
FAJRUL MURSHID
NIM: 2022.080.012
Tahun 2024
i
HALAMAN PERSETUJUAN
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt, atas rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa
diperuntukkan kepada hamba-hamban-Nya. Salawat serta salam kepada Rosululloh saw, dan
sahabat- sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti risalahnya.
Setelah melalui serangkaian kegiatan dan bimbingan akhirnya penulis dapat
menyelesaikan proposal tesis yang berjudul “ MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU
SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN(Studi kasus di SMK QOMARUL
HIDAYAH GONDANG TUGU TRENGGALEK)”. Tak lupa penulis sampaikan ucapan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berjasa hingga terselesesaikannya proposal ini.
Demikian penyusunan proposal ini, penulis sangat mengharapkan adanya saran atau
kritik yang sifatnya membangun, demi kebaikan dalam penyusunan tesis tersebut.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman Sampul........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN...................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iii
DAFTAR ISI................................................................................................. iv
A . Konteks Penelitian.....................................................................................1
B. Fokus Penelitian ........................................................................................3
C. Tujuan Penelitian........................................................................................4
D . Kegunaan Penelitian .................................................................................4
1. Manfaat Secara Teoritis .................................................................4
2. Manfaat Secara Praktis ..................................................................4
E. Penegasan Istilah .......................................................................................5
1. Definisi Konseptual........................................................................5
2. Definisi Operasional ......................................................................6
F . Tinjauan Pustaka ......................................................................................6
1. Tinjauan Teoritis ...........................................................................6
2. Tinjauan Empiris ..........................................................................10
G . Kerangka Pikir Penelitian .......................................................................12
H . Metode Penelitian ...................................................................................13
I. Sistematika Pembahasan............................................................................20
DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA .........................................................21
iv
A. Konteks Penelitian
Pendidikan Nasional diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan
sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga
negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas, sehingga mampu dan
proaktif menjawab tantangan jaman yang selalu berubah. Kualitas manusia yang
dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu
menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas
manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang
bermutu.1
Penyelenggaraan pendidikan tidak lepas dari peran kepala sekolah. Berdasarkan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010 tentang penugasan guru
sebagai kepala sekolah atau madrasah yang terdapat pada pasal 1 menyebutkan, bahwa
jabatan kepala sekolah diduduki oleh guru yang mendapat tugas tambahan menjadi
kepala sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah harus profesional sebagai guru sekaligus
sebagai kepala sekolah dengan derajat profesionalitas tertentu.2
Berdasar Permendiknas No. 13 Tahun 2007 tentang kompetensi kepala sekolah
dinyatakan bahwa terdapat beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala
sekolah. Kompetensi tersebut meliputi: kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial,
kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial. Kompetensi
manajerial merupakan kompetensi yang salah satunya membahas tentang pengelolaan
sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal.3
Menurut Mulyasa jika merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah atau
Madrasah, menyebutkan bahwa kepala sekolah harus mampu berfungsi sebagai
edukator, manager, administrator, supervisor, leader, inovator, motivator, dan
entrepreneur. Kepala sekolah dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin sebuah
sekolah harus mampu mengelola semua sumber daya pendidikan yang dimiliki.4
Seorang kepala sekolah sebagai manajer dituntut harus mampu memiliki
kesiapan manajerial dalam mengelola sekolah. Kemampuan manajerial yang
dimaksudkan di sini yang mengarah pada fungsi-fungsi manajemen. Menurut George F.
Terry, fungsi-fungsi manajemen terdiri dari perencanaan (planning), mengorganisasikan
(organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling).5 Dengan
kemampuan semacam itu, diharapkan setiap pimpinan mampu menjadi pendorong dan
1
UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003.
2
Permendikbud No. 28 Tahun 2010
3
Permendiknas No. 13 tahun 2007.
4
Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2011), 98.
5
Noer Rohmah dan Zaenal Fanani, Pengantar Manajemen Pendidikan: Konsep
dan Aplikasi Fungsi Manajemen Pendidikan Perspektif Islam (Malang: Madani, 2007),
2.
1
penegak disiplin bagi para karyawannya agar mereka mampu menunjukkan
produktivitas kerjanya dengan baik.6
Kemudian menurut Hersey dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas manajerial
diperlukan tiga macam bidang keterampilan, yaitu: technical, human, dan conceptual.
Dengan memiliki ketiga keterampilan dasar tersebut, kepala sekolah dapat
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan ketentuan sehingga dapat
mencapai tujuan pendidikan yang bermutu. Maka dari itu kemampuan manajerial kepala
sekolah ditandai oleh kemampuan untuk mengambil keputusan (decision making) dan
tindakan secara tepat, akurat, dan relevan.7
Ketiga kemampuan manajerial kepala sekolahtersebut ditandai dengan
kemampuan dalam merumuskan program kerja, meng-koordinasikan pelaksanaan
program kerja, baik dengan dewan guru maupun dengan yang lainnya yang terkait dalam
pendidikan suatu kemampuan dalam melakukan evaluasi terhadap program kerja
sekolah yang telah dilaksanakan.8
Menurut Sudibyo, kepala madrasah sangat menentukan keberhasilan
pelaksanaan visi misi madrasah melalui langkah-langkah manajemen yang
dilakukannya. Manajemen pendidikan dimaknai sebagai aktifitas memadukan sumber
sumber pendidikan agar terpusat dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditentukan. Yang dimaksud sumber-sumber pendidikan di sini adalah ketenagaan, dana,
sarana, dan prasarana termasuk informasi. Dengan demikian maka kemampuan seorang
manajer dalam menjalankan tugas manajerial adalah memadukan sumber daya tersebut
yang meliputi proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian
dalam upaya mencapai tujuan madrasah.9
Kepala madrasah sebagai pengelola sekaligus pendidik memiliki tugas
untuk selalu meningkatkan mutu atau kualitas lembaganya dari segi delapan standar
pendidikan nasional yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan untuk mewujudkan visi
misi madrasah yakni menghasilkan output pendidikan yang unggul baik secara kualitas
maupun kuantitas. Hal ini tidak dipungkiri dari delapan standar pendidikan nasional
tersebut, standar sarana prasarana pendidikan merupakan komponen penting yang harus
ditingkatkan mutunya sebab merupakan alat pendidikan yang menentukan efektif
tidaknya pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada madrasah selain juga didukung
oleh pendidik, peserta didik dan kurikulum.10
Sarana pendidikan mencakup semua peralatan dan perlengkapan yang secara
langsung menunjang proses pendidikan seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta
media pengajaran. Adapun prasarana pendidikan mencakup semua peralatan dan
6
Wahyosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah (Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2011), 94-95.
7
Ibid, 95.
8
Atep Yogaswara,“Kontribusi Manajerial Kepala Sekolah dan Sistem Informasi
Kepegawaian Terhadap Kinerja Mengajar Guru (Analisis Deskriptif pada Sekolah
Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Purwakarta Kabupaten Purwakarta)”, Jurnal
Penelitian Pendidikan Vol. 11 No.2 Oktober 2010, 62-63.
9
Daryanto, Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pembelajaran (Yogyakarta:
Gava Media, 2011), 153.
10
Ibid, 153.
2
perlengkapan yang secara tidak langsung menunjang proses pendidikan seperti halaman,
kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah.11
Menurut peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2007 pasal 1 menyatakan
bahwa standar sarana dan prasarana sekolah untuk SD/MI, SMP/Madrasah Tsanawiyah,
SMA/MA mencakup kriteria minimum sarana dan kriteria minimum untuk prasarana.
Kriteria sarana dan prasarana pendidikan meliputi: ruang kelas, ruang perpustakaan,
ruang pimpinan, ruang guru, ruang TU, tempat beribadah, ruang bimbingan konseling,
ruang UKS, ruang OSIS, jamban, gudang, ruang sirkulasi, tempat olahraga.12
Sistem penjaminan mutu merupakan kegiatan yang sistemik dan terpadu pada
penyelenggaraan pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan di satuan pendidikan
secara berkelanjutan, pencapaian standar, kepuasan pengguna hasil pendidikan baik
internal maupun eksternal. Kegiatan ini dilakukan oleh satuan pendidikan,
penyelenggara program/satuan pendidikan, pemerintah daerah, dunia usaha dan
masyarakat. Pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan terutama berada pada
satuan/program pendidikan, dan penyelenggara satuan/program pendidikan
berkewajiban menyediakan dan memberikan bantuan dalam pemenuhan standar.13
Sehingga dapat dipahami setiap lembaga pendidikan harus memenuhi kebutuhan standar
dan meningatkan mutu seluruh standar pendidikan nasional, termasuk mutu standar
sarana prasarana yang notabene akan meningkatkan kepuasan pelanggan baik peserta
didik, orangtua, pendidik dan tenaga pendidik.
Fasilitas pendidikan di sebuah lembaga madrasah merupakan satu bagian penting
yang perlu diperhatikan. Pasalnya, keberadaan sarana dan prasarana ini menunjang
kegiatan akademik dan non akademik SDM peserta didik serta mendukung terwujudnya
proses belajar mengajar dan evaluasi belajar/ujian yang kondusif. Salah satu fasilitas
yang perlu dilengkapi adalah ruang laboratorium, hal ini merupakan prasarana
pendidikan yang secara tidak langsung menunjang proses pendidikan di madrasah.
Berdasarkan observasi dan wawancara dengan kepala madrasah dan
beberapa guru di SMK 2 QOMARUL HIDAYAH Gondang, Tugu, Trenggalek
didapatkan bahwa dengan kemampuan pengelolaan fungsi manajemen yang dilakukan
kepala madrasah yang baru memimpin tahun ajaran 2017/2018 menghasilkan
peningkatan mutu pendidikan dari tahun sebelumnya, terutama dalam hal sarana
prasarana pendidikan.
Berangkat dari latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
lebih mendalam dengan judul “MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU SARANA
DAN PRASARANA PENDIDIKAN( Studi kasus di SMK 2 QOMARUL
HIDAYAH GONDANG TUGU TRENGGALEK’’.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan paparan pada latar belakang di atas, maka secara umum peneliti
ingin mengungkap bagaimana manajemen peningkatan mutu sarana dan prasarana
pendidikan di SMK 2 QOMARUL HIDAYAH Gondang Tugu Trenggalek. Mengingat
11
Qomar dan Mujamil, Manajemen Pendidikan Islam (Malang: Erlanga, 2007),
170-171.
12
Permendiknas No. 24 tahun 2007.
13
Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, (Bandung: Rosdakarya,
2012), 10-11.
3
luasnya masalah dan cakupan pembahasan, serta terbatasnya waktu dan dana, maka
penelitian ini peneliti fokuskan dengan rumusan masalah-masalah sebagaimana berikut:
1. Bagaimana kepala madrasah merencanakan program peningkatan mutu
sarana prasarana pendidikan di SMK 2 QOMARUL HIDAYAH Gondang
Tugu Trenggalek?
2. Bagaimana kepala madrasah melakukan pengorganisasian dalam
peningkatan mutu sarana prasarana pendidikan di SMK 2 QOMARUL
HIDAYAH Gondang Tugu Trenggalek?
3. Bagaimana kepala madrasah melakukan pelaksanakan dalam peningkatan
mutu sarana prasarana pendidikan di SMK 2 QOMARUL HIDAYAH
Gondang Tugu Trenggalek?
4. Bagaimana kepala madrasah melakukan pengendalian dalam peningkatan
mutu sarana dan prasarana pendidikan di SMK 2 QOMARUL HIDAYAH
Gondang Tugu Trenggalek?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian di atas, maka tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menganalisis, memahami, dan
mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan perencanaan program peningkatan mutu sarana dan
prasarana pendidikan di SMK 2 QOMARUL HIDAYAH Gondang Tugu
Trenggalek.
2. Untuk menjelaskan pengorganisasian kepala sekolah dalam manajemen
peningkatan mutu sarana dan prasarana pendidikan di SMK 2 QOMARUL
HIDAYAH Gondang Tugu Trenggalek.
3. Untuk menjelaskan pelaksanaan kepala sekolah dalam manajemen
peningkatan mutu sarana dan prasarana pendidikan di SMK 2 QOMARUL
HIDAYAH Gondang Tugu Trenggalek.
4. Untuk menjelaskan pengendalian kepala sekolah dalam manajemen
peningkatan mutu sarana dan prasarana pendidikan di SMK 2 QOMARUL
HIDAYAH Gondang Tugu Trenggalek.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaaan dari penelitian baik secara teoritis maupun secara
praktis diuraikan sebagai berikut:
1. Manfaat Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih
pemikiran bagi pengembangan teori-teori yang ada. Di samping itu,
hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan bagi dunia pendidikan
dalam mengembangkan konsep dan teori ilmu pendidikan khususnya
teori-teori ilmu strategi kepala madrasah dalam meningkatkan prestasi
non akademik peserta didik.
E. Penegasan Istilah
1. Definisi Konseptual
Untuk memudahkan dalam pembahasan ini, kiranya perlu lebih
dahulu dijelaskan mengenai istilah yang akan dipakai untuk proposal
tesis yang berjudul “MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU
SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN(Studi kasus di SMK 2
QOMARUL HIDAYAH GONDANG TUGU TRENGGALEK)”.
a. Manajemen
Menurut Kusnadi Manajemen adalah setiap kerjasama
dua orang atau lebih guna mencapai tujuan bersama dengan
cara yang efektif dan efisien.14
b. Mutu
Mutu merupakan derajat/tingkat karakteristik yang
melekat pada produk yang mencukupi persyaratan /
keinginan. Maksud derajat / tingkat berarti selalu ada
peningkatan setiap saat. Sedangkan karakteristik berarti hal-
hal yang dimiliki produk, yang terdiri dari karakteristik fisik,
karakteristik perilaku dan karakteristik sensori.15
14
Kusnadi, dkk, Pengantar Manajemen, (Bandung: Unibraw Malang, 1999),
hlm. 3.
15
Rudi Suardi, 2004, Sistem Manajemen Mutu ISO 9000:2000 Penerapannya
Untuk Mencapai TQM, Jakarta: PPM, hlm. 3.
5
kerja, misalnya; ruang, buku, meja, perlengkapan kantor atau
alat untuk menyelesaikan pekerjaan dan sebagainya.16
d. Pendidikan
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani
“Paedagogie” yang akar katanya “Pais” yang berarti anak
dan “again” yang artinya membimbing. Jadi “paedagogie”
berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Dalam bahasa
Inggris, pendidikan diterjemahkan menjadi “education”.
“education” berasal dari bahasa Yunani “educare” yang
berarti membawa keluar yang tersimpan dalam jiwa anak,
untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang.17
2. Definisi Operasional
Berdasarkan penegasan konseptual diatas, maka dalam penelitian
“Manajemen Peningkatan Mutu Sarana dan Prasarana Pendidikan”
adalah segala bentuk pengaplikasian fungsi manajamen
dalam meningkatkan mutu sarana dan prasarana pendidikan di SMK 2
QOMARUL HIDAYAH Gondang Tugu Trenggalek.
F. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Teoritis
a. Konsep Tentang Manajemen Peningkatan Mutu
Keberhasilan memilih dan menetapkan strategi secara tepat
dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan sangatlah urgen. Ada
beberapa strategi pilihan menurut Mulyasana yang dikutip Noer
Rahmah, yang dapat dipergunakan oleh pengambil keputusan dalam
meningkatkan mutu pendidikannya, yaitu:
Pertama, strategi bertahan, yakni dilakukan oleh lembaga yang
sedang menghadapi krisis, baik krisis dari banyak kelemahan
organisasi ataupun krisis dari luar lembaga. Kedua, strategi bertahan
total, yakni dikonsentrasikan pada perbaikan yang lemah dan yang
kuat dipertahankan.
Ketiga, stratregi penyelamatan. Strategi yang dilakukan oleh
lembaga yang terancam bangkrut. Tindakannya adalah
mengutamakan pada penyembuhan, konsentrasi pada sumber
masalah, memperkuat kontrol, menerapkan manajemen resiko,
memperkokoh persatuan, tidak orientasi pada keuntungan dan
sebagainya.
Keempat, strategi mempertahankan kehidupan lembaga. Pola ini
dilakukan oleh suatu lembaga pendidikan yang dianggap mampu
menutupi kelemahan sekaligus meningkatkan komponen yang
16
Manajemen Sarana Prasarana Perkantoran, (UGM Yogyakarta, 2013), hal
122-134.
17
Syafril dan Zelhendri Zen, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Depok: Kencana,
2017), 26.
6
dianggap kuat.Langkah-langkahnya adalah melakukan langkah asal
bisa bertahan tapi tetap mencari peluang untuk keluar dari masalah,
kontrol ketat,menerapkan manajemen resiko, menekankan pada
program darurat,memperkokoh persatuan, tidak orientasi pada
keuntungan, masihmenghindari kompetisi dan menitik beratkan pada
program jangka pendek.18
Kelima, strategi penyesuaian. Strategi untuk melakukan
penyesuaian terhadap tuntutan perubahan baik perubahan global,
nasional maupun regional. Keenam, strategi yang berorientasi pada
persaingan. Dilakukan karena semua komponen lembaga sudah kuat.
Ketujuh, strategi bersaing total, menekankan pada kelemahan
pesaing. Kedelapan, strategi tiga kekuatan, menempatkan pesaing
ditengah karena sudah dikelilingi kekuatan yang unggul. Kesembilan,
strategi sektor kunci, strategi yang menggunakan kunci untuk satu-
satunya dijadikan alat bersaing. Kesepuluh, Door to door system,
yakni penguasaan pangsa pasardilakukan dari pintu ke pintu
konsumen.
Pada sisi lain strategi yang juga bisa dilakukan kepala sekolah
untuk meningkatkan mutu pendidikan antara lain: (1) meningkatkan
profesionalisme dan kesejahteraan guru (2) peningkatan materi
pendidikan (3) peningkatan pemakaian metode (4) peningkatan
sarana prasarana pendidikan (5) membangkitkan motivasi belajar.19
18
Noer Rohmah dan Zaenal Fanani, Pengantar Manajemen Pendidikan, 213
19
Ibid, 123.
20
Muhammad Thoyib, Manajemen Mutu Program PendidikanTinggi Islam
dalam Konteks Otonomi Perguruan Tinggi: Studi Kualitatif Pada UII Yogyakarta dan
UNMUH Yogyakarta (Ponorogo: STAIN Press, 2014), 56
21
Ibid, 56-58.
7
pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya) setelah mereka
menyelesaikan pendidikan tingginya. Hasil langsung pendidikan
tinggi ini sebagai ukuran mutu pendidikannya yang meliputi aspek
kognitif maupun non kognitif, baik yang mudah diukur maupun yang
sukar diukur dan yang telah diperkirakan sebelumnya. Ukuran
tingkah laku anak didik tidak hanyaberupa skor tes tertulis tetapi juga
jenis tes lainnya dan juga hasil kuantifikasi pengukuran dengan alat-
alat ukur selain tes.
22
Sudarwan Danim, Manajemen dan Kepemimpinan Transformasional
keKepala Sekolahan: Visi dan Strategi Sukses Era Teknologi, Situasi Krisis dan
Internasional Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2009 ), 54-55.
23
Ibid, 55.
8
madrasah yang efektif. Madrasah yang efektif mempunyai
karakteristik sebagai berikut:24 Proses belajar mengajar mempunyai
efektivitas yang tinggi; Kepemimpinan kepala madrasah yang kuat;
Lingkup madrasah yang aman dan tertib; Pengelolaan tenaga
kependidikan yang efektif; Madrasah memiliki budaya mutu;
Madrasah memiliki team work yang kompak, cerdas, dan dinamis;
Madrasah memiliki kewenangan(kemandirian); partisipasi yang
tinggi dari warga madrasah dan masyarakat; memiliki keterbukaan
(transparan) manajemen; Madrasah memiliki kemampuan untuk
berubah (baik secara psikologi maupun secara fisik); melakukan
evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan.
Menurut Arcaro, visi mutu difokuskan pada lima hal yaitu:
pemenuhan kebutuhan konsumen, keterlibatan total komunitas dalam
program, pengukuran nilai tambah pendidikan, memandang
pendidikan sebagai suatu sistem, perbaikan berkelanjutan dengan
selalu berupaya keras membuat output pendidikan menjadi lebih
baik.25
24
Prim Masrokan Mutohar, Manajemen Mutu sekolah: Strategi Peningkatan
Mutu dan Daya Saing Lembaga Pendidikan Islam (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014),
129.
25
Noer Rohmah dan Zaenal Fanani, Pengantar Manajemen Pendidikan, 212
26
Peraturan Pemerintah Nomer 19 tahun 2005.
9
yang secara langsung menunjang proses pendidikan seperti gedung,
ruang kelas, meja kursi, serta media pengajaran. Adapun prasarana
pendidikan mencakup semua peralatan dan perlengkapan yang secara
tidak langsung menunjang proses pendidikan seperti halaman, kebun,
taman sekolah, jalan menuju sekolah.27
Pandangan yang lebih komprehensif dalam meningkatkan mutu
sarana prasarana, maka ada sistem penjaminan mutu yang harus
dilakukan oleh lembaga pendidikan. Standar mutu pendidikan sesuai
ISO 9001 tahun 2008 merujuk pada delapan standar pendidikan
nasional adalah untuk komponen standar sarana dan prasarana,
sasaran mutu meliputi semua bahan ajar yang diperlukan siswa
tersedia dan menambah sarana dan prasarana.28
Adapun daftar prasarana yang harus dimiliki Madrasah
Tsanawiyah atau SMP Berdasar Permendiknas No. 24 Tahun 2007
adalah ruang kelas, ruang perpustakaan, laboratorium IPA, ruang
pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, tempat beribadah, ruang
konseling, ruang UKS, ruang organisasi, ruang kesiswaan,
jamban/toilet, gudang, ruang sirkulasi, dan tempat bermain atau
ruang olahraga.29
Berdasar penjelasan di atas maka dapat dipahami, peningkatan
mutu sarana prasarana pendidikan di sekolah/madrasah harus
dilakukan karena sudah diatur dalam undang-undang pendidikan
Indonesia. Hal tersebut merupakan salah satu langkah strategis yang
harus diambil kepala sekolah/madrasah untuk mempertahankan
kualitas atau hasil pendidikan dan sekaligus untuk memenuhi
kepuasan pelanggan pendidikan baikpelanggan internal yang terdiri
dari siswa, guru, karyawan maupun pelanggan eksternal yang terdiri
dari orang tua dan masyarakat.
2. Tinjauan Empiris
Sehubungan dengan tema yang akan diteliti, maka disini telah
ditemukan penelitian sebelumnya yang mana ada kaitannya dengan apa yang
akan dibahas oleh peneliti. Beberapa penelitian terdahulu untuk
dijadikan referensi berfikir dan komparasi analisa diantaranya adalah:
a. Muhammad Muhtar, Prodi Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN)
Raden Intan Lampung dengan judul Tesis, Kemampuan Manajerial
KepalaMadrasah dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran di
Madrasah Tsanawiyah Nurul Islam Gunung Sari Ulu Belu Kab.
Tanggamus, dengan hasil penelitian sebagai berikut: tiga kecakapan
27
Ibrahim Bafadal, Manajemen Sarana Prasarana Pendidikan (Jakarta: Bumi
Aksara, 2010), 8.
28
Hari Suderadjat, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah;
Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Implementasi KBK, (Bandung: Cipta Lekas
Garafika, 2005), 1.
29
Jejen Musfah, Manajemen Pendidikan: Teori, Kebijakan dan Praktik (Jakarta:
Kencana, 2015), 230.
10
kepala madrasah terdiri dari ketrampilan kemanusiaan, ketrampilan
teknis dan ketrampilan kognitif pengajaran sudah baik. Namun mutu
pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah Nurul Islam Gunung Sari Ulu
Belu Kab. Tanggamus masih kurang baik dalam pelaksanaannya,
disebabkan guru masih menggunakan metode mengajar konvensional
seperti ceramah, kemauan yang kurang dalam membuat RPP dan
evaluasi pembelajaran, guru kurang memanfaatkan sumber belajar
dan sarana prasarana belajar dengan maksimal, dan juga dipengaruhi
oleh input siswa masuk sebagian berasal dari SD yang notabene
kemampuan agamanya tidak sama dengan MI. Disebabkan hal-hal
tersebutlah mutu pembelajarannya kurang bagus walaupun
kompetensi manajerial kepala madrasahnya sudah bagus.30
30
Muhammad Muhtar, Tesis judul: Kemampuan Manajerial Kepala Madrasah
dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran di MTs. Nurul Islam Gunung Sari Ulu Belu
Kab. Tanggamus, UIN Raden Intan Lampung, 2018.
31
Fairuzah El-Faradis, Tesis judul: Pengaruh Kompetensi Manajerial Kepala
Madrasah dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru di Tarbiyatul Muallimin Al-
Islamiyah (TMI) Putri Al-Amien Prenduan Sumenep Madura, UIN Maliki Malang,
2018.
11
perpustakaan yang tertata rapi dan indah, fasilitas perpustakaan yang
lengkap dan pustakawan yang ramah dan profesional, sedangkan
faktor penghambat adalah kebutuhan biaya yang besar untuk kegiatan
ini. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif.32
G. Kerangka Berpikir
Kerangka penelitian menjadi penting dalam suatu penelitian, karena
dapat memberi gambaran dalam alur berpikir peneliti. Adapun kerangka
berpikir penelitian ini dapat dilihat dari gambar ini:
Planning
Peningkatan
Mutu Sarana Organizing
Controlling
dan
Prasarana
Actuating
32
Galuh Eknasia Hapsari, “Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dalam
Peningkatan Efektivitas Perpustakaan Sekolah”, Jurnal Manajer Pendidikan, Volume
10, Nopember 2016, 520.
12
H. Metode Penelitian
2. Sumber Data
33
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 1982),
hal. 6.
34
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000),hal. 3.
35
Djam’an Satori dan Aan Komariah, Ridwan, (ed.), Metodologi Penelitian
Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal. 25
36
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2007),
hal. 7-8.
37
Ibid, 8.
13
Jenis sumber data dikelompokkan sebagai berikut:38
a. Narasumber
Jenis sumber data ini dalam penelitian pada umumnya
dikenal sebagai responden. Dalam kualitatif posisi nara sumber
sangat penting, sebagai individu yang memiliki informasi. Peneliti
dan narasumber memiliki posisi yang sama, dan narasumber bukan
sekedar memberikan tanggapan pada yang diminta peneliti, tetapi ia
bisa lebih memilih arah dan selera dalam menyajikan informasi yang
ia miliki.
38
Muhammad Tholchah Hasan, et. All, Metodologi Penelitian Kualitatif:
Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Surabaya: Vipress, 2003) hal. 111-113.
14
pengamatannya melalui hasil kerja panca indra mata serta
dibantu dengan panca indra lainnya”.39
Dari pemahaman observasi di atas, metode observasi
adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data penelitian, data penelitian tersebut dapat
diamati oleh peneliti.40
Dengan demikian pengertian observasi penelitian kualitatif
adalah pengamatan langsung terhadap objek untuk mengetahui
keberadaan objek, situasi, konteks dan maknanya dalam upaya
mengumpulkan data penelitian.41
Berdasarkan keterlibatan pengamatan dalam kegiatan-
kegiatan orang yang diamati, observasi dapat dibedakan
menjadi: observasi partisipan (participant observation) dan
observasi tak partisipan (nonparticipant observation).42
Jadi, jenis observasi yang peneliti lakukan dalam penelitian
ini adalah observasi partisipan. Menurut Sugiyono observasi
berperanserta (observasi partisipan) adal peneliti terlibat
dengan kegiatan sehari -hari orang yang sedang diamati atau
yang digunakan sebagai sumber dan penelitian.
Dimana peneliti melibatkan diri atau berinteraksi pada
kegiatan yang dilakukan subyek dalam lingkungannya dengan
mengumpulkan data secara sistematis dari data yang
diperlukan. Sehingga tidak dianggap orang asing, melainkan
sudah warga sendiri. Dengan metode observasi ini peneliti
gunakan untuk mengumpulkan data secara langsung dan detail
mengenai lokasi penelitian dan hal-hal yang berkenaan dengan
fasilitas atau sarana dan prasarana, kondisi bangunan, sejarah
berdirinya dan motivasi pendiri di SMK 2 QOMARUL
HIDAYAH.
b. Wawancara Mendalam
Metode pengumpulan data selanjutnya ialah dengan jalan
wawancara yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya
langsung kepada responden.
Pengertian wawancara menurut Abdurrahmat Fathoni,
wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses
tanya jawab lisan yang datang dari pihak yang mewawancarai
dan jawaban diberikan oleh yang diwawancarai.
39
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif
dan Kualitatif, (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), hal. 142.
40
Ibid, 142.
41
Ibid, 105.
42
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004),
hal. 69
15
Wawancara secara garis besar dibagi dua, yakni
wawancara tak terstruktur dan wawancara terstruktur.
Wawancara tak terstruktur seringjuga disebut wawancara
mendalam, wawancara kualitatif dan wawancara terbuka (open
ended interview); sedangkan wawancaraterstruktur sering juga
disebut wawancara baku (standardized interview), yang
susunan pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya(biasanya
tertulis) dengan pilihan-pilihan jawaban yang juga
sudahdisediakan.
Dalam pelaksanaan pengumpulan data di lapangan, peneliti
dapat menggunakan metode wawancara mendalam tidak
terstruktur. Wawancara mendalam merupakan suatu cara
mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung
bertatap muka dengan informan, dengan maksud mendapatkan
gambaran lengkap tentang topik yang diteliti.
Dalam melakukan wawancara peneliti tidak menggunakan
pedoman (guide) tertentu, dan semua pertanyaan bisa spontan
sesuai dengan apa yang dilihat, didengar, dirasakan pada saat
pewawancara bersama responden dalam hal ini Kepala
Sekolah, Wakil KepalaKesiswaan, Guru, Siswa dan
Wali/Orangtua Siswa di SMK 2 QOMARUL HIDAYAH.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data
yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian.
Dokumen yang diteliti dapat berupa berbagai macam, tidak
hanya dokumen resmi.
Dengan teknik dokumentasi ini, peneliti dapat memperoleh
informasi bukan dari orang sebagai narasumber, tetapi mereka
memperoleh informasi dari macaam-macam sumber tertulis
atau dari dokumen yang ada pada informan dalam bentuk
peninggalan budaya, karya seni, dan karya pikir.
Metode dokumen dalam penelitian kualitatif merupakan
pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara.
Studi dokumentasi yaitu mengumpulkan dokumen dan data-
data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu
ditelaah secara mendalam sehingga dapat mendukung dan
menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian.
Pada penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk
memperoleh data yang berupa dokumen atau catatan-catatan
yang ada di SMK 2 QOMARUL HIDAYAH Gondang Tugu
Trenggalek. Dokumen ini penulis gunakan untuk mendapatkan
data-data yang berupa catatan-catatan yang tersimpa n dari
dokumen-dokumen yang penulis perlukan untuk mendapatkan
informasi yang belum penulis dapati ketika melaksanakan
wawancara dan observasi.
4. Teknik Analisis Data
16
Data merupakan salah satu komponen riset, artinya tanpa data
tidak akan ada riset. Data yang akan dipakai dalam riset haruslah data
yang benar, karena data salah akan menghasilkan informasi yang salah.
“Data adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan
dasar kajian (analisis atau kesimpulan)”. Agar data yang diperoleh
mempuny ai makna, maka data tersebut perlu diolah dan disusun.
Penyusunan data dapat dilakukan dengan mengikuti urutan waktu
pengumpulan secara penuh atau sebagian saja.
Pengertian analisa data adalah proses yang memerlukan usaha
untuk secara formal mengidentifikasi tema-tema dan menyusun
hipotesa-hipotesa (gagasan-gagasan) yang ditampilkan oleh data, serta
upaya untuk menunjukkan bahwa tema dan hipotesa tersebut didukung
oleh data. Pembentukan hipotesa ini untuk membantu peneliti
memahami gejala yang sebelumnya tidak dimengerti. “Analisis data
yang dilakukan disesuaikan dengan tujuan penelitian”.
Merujuk pada pandangan Miles dan Huberman sebagaimana
dikutip oleh Wahidmurni, mereka menganggap bahwa analisis kualitatif
terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu:
reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Hal ini penulis uraikan sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, perumusan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi
data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi
selanjutnya (membuat ringkasan, mengkode, menulis memo dan lain
sebagainya). Reduksi data/proses transformasi ini berlanjut terus
sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.
b. Penyajian Data
Penyajian sebagai kumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan.
c. Menarik Kesimpulan
Kesimpulan-kesimpulan final mungkin tidak muncul sampai
pengumpulan data berakhir tergantung pada besarnya kumpulan -
kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya, penyimpanan, dan
metode pencarian ulang yang digunakan, kecakapan peneliti; tetapi
seringkali kesimpulan itu telah dirumuskan sejak awal, sekalipun
seorang peneliti menyatakan telah melanjutkannya secara induktif.
18
hanya datang sekali saja ke lapangan. Walaupun dengan dalih
bahwadalam waktu seharian itu dipadatkan waktu dan kumpulan
data sebanyaknya. Peneliti mesti memperpanjang pengamatan
karena kalau hanya datang sekali sulit memperoleh link dan
chemistry/engagement dengan informan. Perpanjangan pengamatan
memungkinkan terjadinya hubungan antara peneliti dengan
narasumber menjadi akrab, semakinterbuka, saling mempercayai
sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi dan peneliti
dapat memperoleh data secara lengkap.
Dalam pengumpulan data kualitatif, perpanjangan waktu dalam
penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan situasi dan kondisi di
lapangan serta data yang telah terkumpul. Dengan perpanjangan
waktu tersebut peneliti dapat meningkatkan derajat kepercayaan atas
data yang dikumpulkan, mempertajam rumusan masalah, dan
memperoleh data yang lengkap.
b. Triangulasi
Karena yang dicari adalah kata-kata, maka tidak mustahil ada
kata-kata yang keliru yang tidak sesuai antara yang dibicarakan
dengan kenyataan sesungguhnya. Hal ini bisa dipengaruhi oleh
kredibilitasinformannya, waktu pengungkapan, kondisi yang
dialami dansebagainya. Maka peneliti perlu melakukan Trianggulasi
yaitu pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara
dan waktu.
Dalam penelitian ini peneliti membandingkan data hasil
wawancara mendalam dengan data hasil observasi partisipan, serta
dari dokumen yang berkaitan. Selain itu peneliti menerapkan
trianggulasi dengan mengadakan pengecekan derajat kepercayaan
beberapa subyek penelitian selaku sumber data dengan metode yang
sama.
6. Tahap-Tahap Penelitian
b. Tahap Pelaksanaa
Mengumpulkan data-data di lokasi penelitian, dalam proses ini
penulis menggunakan metode observasi, wawancara dan
dokumentasi
d. Tahap Laporan
Pada tahap ini, peneliti membuat laporan tertulis dari hasil
penelitian yang telah dilakukan, kemudian ditulis dalam bentuk
tesis.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah penulisan dan pembahasan, maka harus digunakan
suatu sistematika tertentu. Dalam penulisan ini, penulis akan menggunakan
sistematika sebagai berikut: Bagian awal: yang meliputi halaman sampul,
halaman judul, persetujuan, pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar,
daftar isi, daftar tabel, daftar lampiran dan abstrak.
Bab I: Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, serta sistematika pembahasan.
Bab II: Kajian Pustaka meliputi konsep manajemen peningkatan mutu,
indikator mutu dan manajemen sarana dan prasarana pendidikan.
Bab III: Metode Penelitian meliputi jenis penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisis data serta teknik pemeriksaan keabsahan
data.
Bab IV: Hasil Penelitian meliputi data penelitian dan analisis data.
Bab V: Penutup meliputi kesimpulan dan saran.
20
DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA
21
Soekanto, Soerjono. 1982. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press.
Suardi, Rudi. 2004. Sistem Manajemen Mutu ISO 9000:2000 Penerapannya
Untuk Mencapai TQM, Jakarta: PPM.
Sudarwan Danim, Sudarwan. 2009. Manajemen dan Kepemimpinan
Transformasional keKepala Sekolahan: Visi dan Strategi Sukses Era
Teknologi, Situasi Krisis dan Internasional Pendidikan (Jakarta: Rineka
Cipta.
Suderadjat, Hari. 2005 Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah;
Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Implementasi KBK. Bandung:
Cipta Lekas Garafika.
Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Syafril dan Zelhendri Zen. 2017. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Depok:
Kencana.
Thoyib, Muhammad. 2014 Manajemen Mutu Program PendidikanTinggi Islam
dalam Konteks Otonomi Perguruan Tinggi: Studi Kualitatif Pada UII
Yogyakarta dan UNMUH Yogyakarta. Ponorogo: STAIN Press.
UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003.
Wahyosumidjo, 2011. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: Rajagrafindo
Persada.
Yogaswara, Atep “Kontribusi Manajerial Kepala Sekolah dan Sistem
Informasi Kepegawaian Terhadap Kinerja Mengajar Guru (Analisis
Deskriptif pada Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan
Purwakarta Kabupaten Purwakarta)”, Jurnal Penelitian Pendidikan Vol.
11 No.2 Oktober 2010, 62-63.
22