Anda di halaman 1dari 8

BUDAYA ORGANISASI SEKOLAH

pengertian organisasi informal, norma, nilai, ideologi, dan yang muncul


sistem. Popularitas istilah "budaya organisasi" sebagian disebabkan oleh fungsi
tion dari sejumlah buku populer tentang perusahaan bisnis yang sukses itu
muncul pada tahun 1980an (Peters dan Waterman, 1982; Deal dan Kennedy, 1982;
Aduh, 1981). Tema dasar dari semua analisis ini adalah bahwa organisasi yang efektif
Perusahaan memiliki budaya perusahaan yang kuat dan khas dan merupakan fungsi dasar
kepemimpinan eksekutif adalah membentuk budaya organisasi.
Definisi Budaya Organisasi Gagasan tentang budaya membawa serta kompleksitas dan
kebingungan konseptual.
Tidak ada definisi utuh mengenai budaya dari antropologi; sebaliknya, kami menemukan
banyak definisi yang beragam. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika hal itu terjadi
Budaya organisasi sekolah adalah cara berpikir, nilai, norma, dan perilaku yang dianut oleh

anggota sekolah, termasuk siswa, guru, staf, dan manajemen. Budaya ini mencerminkan

identitas, tujuan, dan sikap sekolah terhadap pendidikan, pembelajaran, serta interaksi sosial

di dalamnya. Budaya organisasi sekolah dapat mempengaruhi cara sekolah beroperasi,

mengambil keputusan, berkomunikasi, dan merespon perubahan. Budaya yang positif dapat

meningkatkan motivasi siswa, kerjasama antar staf, dan kualitas pendidikan secara

keseluruhan.

Perilaku dalam organisasi dipengaruhi oleh budaya organisasi


yang terdiri dari simbol, artefak, nilai-nilai bersama, dan asumsi
dasar.
Tentu, berikut adalah penjabaran lebih detail tentang bagaimana perilaku dalam organisasi
dipengaruhi oleh budaya organisasi yang mencakup simbol, artefak, nilai-nilai bersama, dan
asumsi dasar:
1. Simbol:

- Simbol-simbol seperti logo, slogan, atau citra merepresentasikan identitas organisasi.


Mereka dapat mempengaruhi perilaku karyawan dengan menciptakan rasa afiliasi dan
kebanggaan terhadap organisasi.

- Simbol juga dapat menjadi pedoman bagi karyawan tentang norma dan nilai-nilai yang
dijunjung tinggi oleh organisasi.

2. Artefak:

- Artefak meliputi struktur fisik dan hal-hal yang terlihat dalam organisasi, seperti desain
kantor, peraturan, dan sistem kerja.

- Tata letak kantor yang terbuka mungkin mendorong kolaborasi dan komunikasi yang lebih
terbuka, sedangkan peraturan yang ketat dapat memengaruhi kedisiplinan dan perilaku
konformitas karyawan.

3. Nilai-nilai Bersama:

- Nilai-nilai yang diadopsi bersama oleh organisasi menjadi panduan moral bagi karyawan.
Misalnya, jika organisasi mementingkan integritas, karyawan cenderung menunjukkan
perilaku yang jujur dan etis.

- Nilai-nilai bersama menciptakan identitas dan budaya yang khas, memengaruhi seleksi
karyawan, serta memandu pengambilan keputusan dan tindakan sehari-hari.

4. Asumsi Dasar:

- Asumsi dasar mencakup keyakinan dan prasangka yang mendasari pemikiran dan perilaku
individu dalam organisasi.

- Misalnya, asumsi tentang sejauh mana otoritas harus dipatuhi atau tentang bagaimana
konflik seharusnya dihadapi dapat memengaruhi cara karyawan berinteraksi dan
menyelesaikan masalah.
Budaya organisasi yang terdiri dari simbol, artefak, nilai-nilai bersama, dan asumsi dasar
membentuk lingkungan kerja yang khas dan memengaruhi cara karyawan berperilaku,
berinteraksi, dan membuat keputusan dalam organisasi tersebut.

Budaya organisasi memberikan perekat sosial yang mengikat


anggota organisasi bersama-sama.

Benar, budaya organisasi berperan sebagai perekat sosial yang mengikat anggota organisasi
bersama-sama. Hal ini dapat dijelaskan dengan beberapa cara:

1. Identitas Bersama: Budaya organisasi menciptakan identitas bersama di antara anggota


organisasi. Ketika anggota merasa bahwa mereka berbagi nilai-nilai, norma, dan tujuan yang
sama, mereka cenderung merasa terikat satu sama lain dalam mencapai tujuan organisasi.

2. Kepatuhan terhadap Norma: Budaya organisasi menetapkan norma dan etika yang
dijunjung tinggi dalam organisasi. Anggota yang merasa terikat pada budaya ini cenderung
mematuhi norma-norma tersebut, sehingga menciptakan kohesi internal.

3. Komunikasi yang Terbuka: Dalam budaya yang mendorong komunikasi terbuka dan
kolaborasi, anggota organisasi lebih mungkin untuk berbagi informasi dan pengalaman. Hal
ini memperkuat hubungan antara anggota dan meningkatkan perekatan sosial.

4. Pengembangan Kepercayaan: Budaya yang mengutamakan kepercayaan dan saling


mendukung membantu anggota organisasi untuk membangun hubungan yang kuat satu sama
lain. Kepercayaan ini menjadi landasan perekatan sosial yang kuat.

Dengan demikian, budaya organisasi bukan hanya tentang norma dan nilai-nilai, tetapi juga
tentang bagaimana anggota organisasi merasa terhubung satu sama lain. Ini menciptakan
perekatan sosial yang memengaruhi perilaku, komunikasi, dan kolaborasi dalam konteks
organisasi.

Budaya organisasi yang kuat dapat meningkatkan efektivitas


organisasi.
Tentu, budaya organisasi yang kuat dapat memiliki dampak positif terhadap efektivitas
organisasi. Ini bisa dijabarkan sebagai berikut:

1. Karyawan yang Berkomitmen: Budaya organisasi yang kuat menciptakan identitas


bersama dan nilai-nilai bersama. Ini dapat memotivasi karyawan untuk lebih berkomitmen
terhadap organisasi dan tujuannya. Karyawan yang berkomitmen cenderung bekerja lebih
keras dan lebih lama, yang dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas pekerjaan.

2. Kepatuhan terhadap Norma: Budaya organisasi yang kuat menetapkan norma dan etika
yang dijunjung tinggi. Ini mengarah pada perilaku karyawan yang lebih konsisten dengan
nilai-nilai organisasi. Kepatuhan terhadap norma ini dapat mengurangi konflik dan
meningkatkan efisiensi dalam organisasi.

3. Kolaborasi yang Meningkat: Budaya yang mendorong kerja sama dan komunikasi terbuka
dapat meningkatkan kolaborasi di antara anggota organisasi. Kolaborasi yang efektif
memungkinkan organisasi untuk mengatasi tantangan dan mengejar peluang dengan lebih
baik.

4. Rekrutmen dan Pemeliharaan Bakat: Budaya yang kuat dapat menarik bakat yang sesuai
dengan nilai-nilai organisasi. Ini berarti organisasi lebih mungkin untuk merekrut individu
yang berpotensi besar dan mempertahankan karyawan yang bernilai. Hal ini penting untuk
pertumbuhan jangka panjang.
5. Penyelarasan dengan Tujuan Organisasi: Budaya yang kuat seringkali menciptakan
pemahaman yang mendalam tentang tujuan organisasi. Ini membantu karyawan untuk
bergerak dalam arah yang sama dan bekerja menuju visi bersama.

6. Adaptabilitas yang Lebih Baik: Budaya yang kuat tidak selalu statis; itu bisa beradaptasi
dengan perubahan lingkungan. Ini berarti organisasi dapat lebih mudah beradaptasi dengan
perubahan dalam pasar dan mengambil keputusan yang lebih cepat dan tepat.

Secara keseluruhan, budaya organisasi yang kuat menciptakan lingkungan di mana karyawan
merasa terhubung, terinspirasi, dan mendukung tujuan bersama. Ini, pada gilirannya, dapat
meningkatkan efektivitas organisasi dengan berbagai cara, termasuk meningkatkan
produktivitas, memperkuat kolaborasi, dan mengurangi konflik.

Budaya organisasi tercermin dalam norma-norma, nilai-nilai


bersama, dan asumsi dasar.

Budaya organisasi tercermin dalam norma-norma, nilai-nilai bersama, dan asumsi dasar
dengan cara berikut:

1. Norma-Norma: Norma-norma dalam budaya organisasi adalah aturan tak tertulis yang
mengatur perilaku karyawan dan interaksi di lingkungan kerja. Budaya organisasi yang
mendorong kerja keras dan kedisiplinan, misalnya, akan mencerminkan norma-norma yang
menghargai kehadiran tepat waktu dan tugas yang selesai. Sebaliknya, budaya yang
mendorong inovasi dan eksperimen akan memiliki norma-norma yang lebih terbuka terhadap
risiko dan pengejaran ide-ide baru.

2. Nilai-Nilai Bersama: Nilai-nilai bersama dalam budaya organisasi mencerminkan prinsip-


prinsip etika dan moral yang dianggap penting oleh organisasi dan anggotanya. Misalnya,
jika nilai bersama adalah integritas, maka organisasi akan mendorong tindakan jujur,
transparansi, dan kejujuran di antara karyawannya. Nilai-nilai ini mencerminkan apa yang
dianggap penting oleh organisasi dan menciptakan kerangka etika bagi tindakan karyawan.

3. Asumsi Dasar: Asumsi dasar adalah keyakinan yang mendasari cara orang berpikir dan
bertindak dalam organisasi. Budaya organisasi yang didasarkan pada asumsi-asumsi dasar
tertentu akan mencerminkan cara orang dalam organisasi memahami hal-hal seperti hierarki,
keadilan, atau tujuan organisasi. Misalnya, jika asumsi dasar adalah bahwa keputusan
manajemen selalu benar, ini akan memengaruhi perilaku karyawan dalam merespons arahan
manajemen.

Jadi, norma-norma, nilai-nilai bersama, dan asumsi dasar adalah komponen utama yang
membentuk budaya organisasi, dan mereka mencerminkan cara unik di mana organisasi
memandang dan mengarahkan perilaku, etika, serta pemikiran karyawan. Budaya ini
memainkan peran kunci dalam membentuk identitas dan karakter organisasi secara
keseluruhan.

Budaya organisasi dapat diubah dengan strategi perubahan norma.

Budaya organisasi dapat diubah dengan strategi perubahan norma melalui langkah-langkah
berikut:

1. Identifikasi Norma-Norma yang Harus Diubah:

- Langkah pertama adalah mengidentifikasi norma-norma yang perlu diubah untuk


mencapai tujuan perubahan. Ini bisa melibatkan penilaian mendalam terhadap budaya
organisasi yang ada dan mengidentifikasi norma-norma yang mungkin menghambat
pertumbuhan atau inovasi.

2. Komunikasi Visi Perubahan:


- Penting untuk mengkomunikasikan visi perubahan kepada seluruh organisasi. Ini harus
menjelaskan mengapa perubahan diperlukan, bagaimana norma-norma baru akan
mendukung tujuan organisasi, dan apa manfaatnya bagi karyawan.

3. Keterlibatan Karyawan:

- Melibatkan karyawan dalam proses perubahan adalah kunci. Mereka harus merasa
memiliki perubahan tersebut dan memiliki kesempatan untuk memberikan masukan. Ini
dapat dilakukan melalui kelompok kerja, wawancara, atau survei.

4. Pemimpin yang Mengepalai Perubahan:

- Pemimpin organisasi harus memimpin dengan contoh dan mendukung perubahan ini.
Mereka harus mempraktikkan norma-norma baru dan mendukung karyawan dalam
mengikuti contoh tersebut.

5. Pendidikan dan Pelatihan:

- Pelatihan dapat membantu karyawan memahami norma-norma baru dan bagaimana


mengimplementasikannya dalam pekerjaan sehari-hari. Ini juga dapat membantu dalam
mengatasi hambatan perubahan.

6. Insentif dan Pengakuan:

- Memberikan insentif dan pengakuan kepada karyawan yang mengikuti norma-norma


baru dapat memberikan dorongan positif. Ini dapat berupa penghargaan, promosi, atau
pengakuan publik.

7. Evaluasi dan Penyesuaian:

- Terus memantau dan mengevaluasi efektivitas perubahan. Jika norma-norma baru tidak
memberikan hasil yang diinginkan, maka perlu ada penyesuaian strategi.

Perubahan norma dalam budaya organisasi memerlukan waktu dan kesabaran. Hal ini juga
membutuhkan komitmen dari seluruh organisasi, terutama dari pihak pimpinan. Dengan
strategi yang tepat dan keterlibatan karyawan yang kuat, budaya organisasi dapat diubah
untuk menciptakan lingkungan yang lebih adaptif dan sesuai dengan visi dan tujuan
organisasi.

Kelompok 5

1. Firman Rival Ferdinand

23060230065

2. Ferdin Izzi Ardiansyah

23060230241

3.Adimas KA Pradana

23060230198

4. Luthfi Naufal Ahnaf

23060230240

5. Achmad Yaasin Al Mubarok

23060230204

Anda mungkin juga menyukai