Anda di halaman 1dari 46

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik FTT


5.1.1 Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)
Analisa kadar asam lemak bebas bertujuan untuk mengetahui adanya
hidrolisis komponen lipid menjadi asam lemak bebas. Kadar asam lemak bebas
yang tinggi dapat menjadi indikasi telah terjadi hidrolisis pada lipid. Kadar ALB
menandakan adanya proses pengolahan yang kurang baik, adanya aktifitas
enzim lipase, atau adanya reaksi hidrolitik pada lipid (Akoh dan Min, 2008).

Tabel 5.1 Rerata Kadar Asam Lemak Bebas


Sumber ALB (%) Literatur (%)
FTT DALMS 4,29 ± 0,03 2,14 *
Mi Instan 4,51 ± 0,05 2,21 **
Roti Tawar 1,12 ± 0,01 2,78***
Biskuit 4,88 ± 0,03 2,66 *
Sumber : * = Firmansyah, 2016; **=Rosanti, 2016; ***=Yunita, 2016

Kadar ALB dari FTT DALMS adalah 4,29 ± 0,03 %, dan pada produk
pangan, kandungan ALB tertinggi ada pada biskuit dan terendah ada pada roti
tawar. Kandungan ALB pada FTT DALMS di penelitian ini lebih tinggi dari pada
literatur. Kadar ALB mi instan dan biskuit pada penelitian ini lebih tinggi dari
pada literature, sedangkan kadar ALB roti tawar pada penelitian ini lebih rendah
dari pada literatur.
Kadar asam lemak bebas ditentukan dengan mengukur berapa banyak
natrium hidroksida (NaOH) 0,1N yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak
pada sampel lemak atau minyak. Dalam penelitian ini asam lemak bebas
dinyatakan dalam bentuk asam palmitat (Rohman, 2013).
Hidrolisi komponen lipid dipengaruhi oleh pemanasan, adanya air, terpapar
udara, penyimpanan yang kurang baik dan enzim tertentu. Kandungan air dalam
bahan pangan menyebabkan terhidrolisisnya lipid. Salah satu bahan dalam
pembuatan ketiga produk makanan adalah air. Paparan udara dan suhu tinggi

54
selama proses pengolahan produk pangan menyebabkan meningkatnya kadar
asam lemak bebas (Gunawan et al., 2003). Roti tawar dan biskuit diolah
menggunakan suhu tinggi (180°C) selama 45 menit dan 25 menit. Kadar ALB
pada biskuit lebih tinggi dibandingkan dengan roti tawar. Semakin lama
pemanasan seharusnya akan menyebabkan kerusakan lemak yang lebih tinggi.
Kadar ALB pada biskuit lebih tinggi dari pada roti tawar dimungkinkan karena
sebagian besar bahan pangan yang digunakan untuk membuat biskuit
merupakan sumber lemak dibandingkan dengan bahan yang digunakan untuk
membuat roti tawar. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Firmansyah
(2016) menunjukkan, biskuit memiliki kandungan lemak sebesar 27,98%. Nilai
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan lemak dari roti tawar, yaitu
5,25% (Yunita, 2016). Sedangkan mi instan memiliki kadar lemak sebesar
20,23% (Rosanti, 2016). Kadar lemak yang tinggi pada biskuit dapat menjadi
salah satu penyebab biskuit memiliki kadar ALB paling tinggi dibandingkan
dengan mi instan dan roti tawar.
Mi instan memiliki kadar ALB yang lebih tinggi dibandingkan roti tawar dan
sedikit lebih rendah dari biskuit. Selain kadar lemak mi instan yang cukup tinggi,
salah satu tahapan pembuatan mi instan yaitu proses penggorengan juga dapat
menyebabkan tingginya kadar ALB pada mi instan. Proses pengolahan pangan
dengan deep frying bisa meningkatkan kadar ALB dengan signifikan. Minyak
goreng yang digunakan dalam proses menggoreng kan terhidrolisis karena
rusaknya ikatan rangkap akibat suhu tinggi, terpapar dengan udara dan reaksi
dengan air pada bahan makanan. Minyak goreng akan terserap pada makanan
yang digoreng dan akan meningkatkan kadar ALB pada makanan (Eldin dan
Pokorni, 2005). Penyimpanan makanan mengandung lemak yang kurang baik
akan meningkatkan kerusakan komponen lemak dalam bahan makanan.
Semakin lama disimpang kerusakan lemak juga akan semakin tinggi. Selain
karena penyimpanan yang kurang baik, proses pengolahan juga berpengaruh
terhadap kadar ALB dari masing-masing produk.

5.1.2 Total Oksidasi


Oksidasi pada lipid bisa diketahui dengan menganalisa bilangan peroksida
dan p-anisidin sebagain indikator terjadinya oksidasi primer dan sekunder. Total

55
oksidasi dapat diketahui dengan menggandakan nilai bilangan peroksida dan
ditambah dengan nilai bilangan p-anisidin.
Bilangan peroksida merupakan indikator awal untuk mengetahui adanya
kerusakan pada minyak atau lemak. Minyak atau lemak yang teroksidasi akan
menghasilkan peroksida yang merupakan produk dari oksidasi primer (Ketaren,
2005). Adanya oksigen akan menyebabkan terbentuknya hidroksiperoksida.
Hidroksiperoksida mudah terdekomposisi menjadi asam-asam hidroksi, asam-
asam keton dan aldehid. Penyebab dekomposisi hidroksiperoksida diantaranya
peningkatan suhu, adanya logam, adanya enzim-enzim tertentu, dan radiasi
(Tranggono dan Setiaji, 1986).

Tabel 5.2 Nilai Bilangan Peroksida, p-anisidin dan Total Oksidasi


Sumber Bilangan Peroksida Bilangan p-anisidin Total Oksidasi
(mEq/kg)
Hasil Literatur Hasil Literatur Hasil Literatur
FTT DALMS 3,45 ± 0,15 3,06* 3,64 ± 0,22 3,08* 10,55 ± 0,11 9,20*
Mi Instan 3,12 ± 0,11 0,52** 1,74 ± 0,08 3,25** 7,99 ± 0,14 4,29**
Roti Tawar 1,62 ± 0,04 0,82*** 1,01 ± 0,06 2,28*** 4,27 ± 0,01 3,92***
Biskuit 3,53 ± 0,09 2,16* 2,94 ± 0,04 2,79* 10,01 ± 0,14 7,10*
Sumber : * = Firmansyah, 2016; **=Rosanti, 2016; ***=Yunita, 2016

Bilangan peroksida FTT DALMS pada penelitian ini adalah 3,45±0,15


mEq/kg dan lebih tinggi dibandingkan dengan literatur. Bilangan peroksida pada
produk pangan yang paling tinggi adalah pada biskuit yaitu 3,53±0,09 mEq/kg dan
yang paling rendah adalah pada roti tawar yaitu 1,62±0,04 mEq/kg. Hasil analisa
bilangan peroksida mi instan, roti tawar, dan biskuit pada penelitian ini lebih
tinggi dibandingkan dengan literatur. Adanya oksigen dan paparan cahaya
meningkatkan terbentuknya peroksida. Selama proses pembuatan mi instan, roti
tawar, dan biskuit, paparan oksigen dan cahaya tidak dapat terhindarkan.
Pengolahan dengan suhu tinggi juga meningkatkan oksidasi pada lemak.
Roti tawar dan biskuit dipanggang pada suhu yang sama dengan waktu yang
berbeda. Roti tawar dipanggang lebih lama dibandingkan biskuit. Walaupun
demikian, nilai bilangan peroksida biskuit lebih tinggi dibandingkan dengan roti
tawar. Hal ini dapat disebabkan karena biskuit memiliki kandungan lemak lebih
tinggi dibandingkan dengan roti tawar. Pada penelitian sebelumnya yang

56
dilakukan oleh Firmansyah (2016) menunjukkan biskuit memiliki kadar lemak
27,98% dan lebih tinggi dibandingkan dengan roti tawar yang hanya 5,25%
(Yunita, 2016). Kadar lemak yang tinggi pada biskuit disebabkan karena bahan
baku pembuatan biskuit mengandung lebih banyak sumber lemak dibandingkan
dengan roti tawar.
Mi instan memiliki nilai bilangan peroksida lebih rendah dibandingkan
biskuit dan lebih tinggi dibandingkan dengan roti tawar. Berbeda dengan proses
pembuatan biskuit dan roti tawar yang menggunakan suhu tinggi dalam waktu
lama, proses pembuatan mi instan menggunakan suhu tinggi dengan waktu
yang lebih pendek. Walaupun demikian, nilai bilangan peroksida mi instan lebih
tinggi dari pada roti tawar. Hal ini dapat disebabkan salah satunya karena mi
instan memiliki kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan roti tawar.
Penelitian sebelumnya menyatakan, kadar lemak mi instan adalah 20,23%
(Rosanti, 2016). Disamping itu, proses pengolahan mi instan dengan
menggoreng dapat meningkatkan bilangan peroksida pada mi instan. Minyak
yang digunakan untuk menggoreng akan teroksidasi karena pemanasan, dan
peroksida yang terbentuk dapat terserap pada mi instan, dan meningkatkan nilai
bilangan peroksida pada mi instan.
Senyawa aldehid sebagai hasil oksidasi sekunder dapat dianalisa dengan
menghitung bilangan p-anisidin. Analis bilangan p-anisidin dilakukan untuk
mengetahui jumlah senyawa-senyawa aldehid primer dan sekunder hasil dari
dekomposisi peroksida dan untuk mengetahui derajat kerusakan lipid karena
oksidasi (Lawson, 1995). Bilangan p-anisidin FTT DALMS pada penelitian ini
adalah 3,64 ± 0,22, nilai ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan literatur.
Bilangan p-anisidin terendah pada produk pangan adalah pada roti tawar, yaitu
1,01±0,06. Sedangkan bilangan p-anisidin tertinggi adalah pada biskuit, yaitu
2,94±0,04. Nilai bilangan p-anisidin biskuit pada penelitian ini lebih tinggi
dibandingkan dengan literatur. Sedangkan nilai bilangan p-anisidin roti tawar dan
mi instan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan literatur.
Seperti halnya nilai bilangan peroksida, jumlah lemak dalam masing-masing
produk pangan mempengaruhi nilai p-anisidin pada masing-masing produk. Mi
instan dan biskuit memiliki kadar lemak yang cukup tinggi, tetapi perbedaan cara
pengolahan pada keduanya menyebabkan nilai bilangan p-anisidin pada kedua

57
produk berbeda. Proses pengolahan biskuit menggunakan suhu tinggi dengan
waktu yang lebih lama dibandingkan dengan mi instan. Semakin lama terpapar
pada suhu tinggi, maka kerusakan lemak pada bahan pangan akan semakin
tinggi.
Nilai total oksidasi pada biskuit adalah yang paling tinggi dan total oksidasi
roti tawar adalah yang paling rendah. Biskuit dibuat dengan menggunakan
bahan baku yang banyak mengandung lemak dibandingkan dengan mi instan
dan roti tawar. Bahan baku pembuatan biskuit yang tinggi kandungan lemak
diantaranya rumbutter, margarin, kuning telur, dan susu. Sedangkan roti tawar
hanya menggunakan margarin dan telur, mi instan hanya menggunakan telur
sebagai bahan baku mengandung tinggi lemak. Hal ini dapat menjadi salah satu
penyebab tingginya kadar lemak pada biskuit yang mempengaruhi nilai total
oksidasi dari biskuit.
Proses pengolahan ketiga produk menggunakan suhu tinggi, sehingga
beresiko merusak ikatan rangkap pada lipid. Roti tawar dipanggang dalam oven
suhu 180°C dengan waktu yang paling lama dibandingkan dengan biskuit.
Walaupun demikian total oksidasi roti tawar lebih rendah dibandingkan dengan
biskuit. Hal ini dapat disebabkan karena kadar lemak pada biskuit lebih tinggi
dibandingkan dengan roti tawar, sehingga jumlah lemak yang teroksidasi juga
lebih banyak. Mi instan memiliki nilai total oksidasi lebih rendah dibadingkan
biskuit, hal ini dapat disebakan karena proses pengolahan mi instan yang hanya
sebentar terpapar suhu tinggi dibandingkan dengan roti tawar dan biskuit.
Faktor lain yang dapat menyebabkan tingginya nilai total oksidasi dari
biskuit adalah bentuk dari biskuit yang pipih dan memiliki luas permukaan yang
lebar. Lipid pada biskuit akan lebih mudah teroksidasi apabila terpapar udara
dan sinar (Kumar et al., 2014). Selain itu proses penyimpanan dari biskuit yang
kurang baik dapat menjadi salah satu alasan tingginya nilai total oksidasi biskuit.

5.1.3 Komponen Bioaktif


Komponen bioaktif pada FTT dari DALMS adalah vitamin E, skualen dan
fitosterol. DALMS sebagai bahan baku pembuatan FTT mengandung vitamin E
dalam bentuk tokoferol dan tokotrienol. Kandungan tokotrienol adalah yang
paling tinggi dibandingkan dengan tokoferol. Penelitian pada beberapa sumber

58
DALMS menunjukkan, total vitamin E sebanyak 64,70-280,63 ppm. Kadar
fitosterol pada DALMS mencapai 407,00-6.011,72 ppm, dan skualen mencapai
462,87-2.767,08 ppm (Estiasih et al., 2013). Proses saponifikasi DALMS akan
meningkatkan kadar bioaktif karena hilangnya asam lemak oleh reaksi
penyabunan.

Tabel 5.3. Komponen Bioaktif Pada DALMS dan FTT DALMS


Komponen DALMS FTT Literatur (ppm)
Bioaktiff (ppm) (ppm) DALMS* FTT* DALMS** FTT**
Total Vitamin E 248,26 7.584,25 195,60 196.000,00 1.491,93 77.147,91
α-tokoferol - - 37,81 3.145,80 - -
α-tokotrienol 14,97 457,59 35,81 6.546,40 997,67 51.589,44
δ-tokotrienol 42,65 1.302,96 4,54 4.429,60 120,65 6.238,85
γ-tokotrienol 190,64 5.823,70 117,44 5.478,20 373,61 19.319,61
Total Tokotrienol 248,26 7.584,25 157,79 16.454,20 1.491,93 77.147,91
Total Fitosterol 14.038,95 428.870,68 7.476,56 5.500,00 6.987,96 361.347,79
Stigmasterol 3.780,03 115.780,19 1.788,39 - 419,03 21.667,89
Kampesterol 3.605,20 110.133,86 1.774,94 1.331,00 1.258,10 65.058,32
β-sitostrerol 6.643,72 202.956,63 3.913,23 4.167,90 5.310,83 274.623,79
Skualen 21.249,69 649.149,01 2.373,27 323.000,00 10.172,59 165.979,43
Sumber: *=Rhitmayanti, 2014; **= Firmansyah, 2016

Kadar komponen bioaktif DALMS pada penelitian ini paling tinggi adalah
skualen dan paling rendah adalah vitamin E. Kadar fitosterol dan skualen pada
penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan literatur. Setelah dilakukan
saponifikasi, kadar komponen bioaktif pada FTT DALMS meningkat
dibandingkan dengan DALMS.
Komponen bioaktif FTT DALMS dengan jumlah tertinggi pada penelitian ini
adalah skualen, yaitu 649.149,01 ppm. Kadar vitamin E adalah yang terendah,
yaitu 7.584,25 ppm. Seperti halnya penelitian yang dilakukan Firmansyah (2016)
kandungan α-tokoferol pada penelitian ini tidak dapat terdeteksi. Kadar vitamin E
pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan literatur, tetapi kadar
fitosterol dan skualen pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan
literatur (Tabel 5.3).
Perbedaan kadar komponen bioaktif DALMS dan FTT DALMS pada
penelitian ini dengan literatur dapat disebabkan karena perbedaan bahan baku
yang digunakan. Proses penyimpanan dari DALMS sebelum disaponifikasi dan

59
proses penyimpanan FTT DALMS sebelum dianalisa juga dapat menyebabkan
perbedaan kadar komponen bioaktif pada penelitian ini.

Tabel 5.4. Komponen Bioaktif Pada Mi Instan, Roti Tawar dan Biskuit Fortifikasi
FTT DALMS
Komponen Mi Instan (ppm) Roti Tawar (ppm) Biskuit (ppm)
Bioaktif Hasil Literatur* Hasil Literatur** Hasil Literatur***
1% 2% 1% 0,5 % 1% 0,5 %
Total Vitamin E 136,83 304,10 386,50 646,80 409,53 405,58
α-tokoferol - - - - - -
α-tokotrienol 16,75 126,00 19,89 6,90 43,67 147,19
δ-tokotrienol 13,96 178,70 15,59 639,90 39,13 190,30
γ-tokotrienol 106,12 - 351,02 - 326,73 68,09
Total Tokotrienol 136,83 304,70 386,50 646,80 409,53 405,58
Total Fitosterol 32.666,19 14.282,10 24.671,12 1.564,90 51.558,89 6.613,62
Stigmasterol 8.171,04 9.187,70 4.436,84 918,80 15.323,24 5.848,46
Kampesterol 13.874,85 3.819,90 1.911,71 382,00 4.835,46 143,97
β-sitostrerol 10.620,30 1.274,50 18.322,57 264,10 31.400,19 621,09
Skualen 1.935,44 79.934,80 1.767,75 562,9 237,87 3.284,50
Sumber: *=Rosanti, 2016;**=Yunita, 2016;***=Firmansyah, 2016

Kadar vitamin E dan skualen mi instan fortifikasi FTT DALMS pada


penelitian ini lebih rendah dari penelitian yang dilakukan oleh Rosanti (2016).
Sedangkan kadar fitosterol mi instan fortifikasi FTT DALMS pada penelitian ini
lebih tinggi. Kadar fitosterol dan skualen roti tawar fortifikasi FTT DALMS pada
penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Yunita (2016). Kadar vitamin E dan fitosterol biskuit fortifikasi FTT DALMS pada
penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Firmansyah (2016).
Komponen bioaktif yang paling banyak pada mi instan, roti tawar dan biskuit
setelah fortifikasi 1% FTT DALMS adalah fitosterol. Kandungan skualen dan
vitamin E jauh lebih rendah dibandingkan dengan fitosterol. Fitosterol dapat
teroksidasi terutama karena paparan suhu tinggi dan waktu penyimpanan yang
terlalu lama. Faktor lain penyebab oksidasi fitosterol adalah komposisi matriks
lemak, adanya ion logam, paparan sinar, pigmen, dan adanya pro-oksidasi.
Namun, derajat oksidasi fitosterol cukup rendah. Fitosterol yang teroksidasi
setelah proses pengolahan rata-rata adalah < 2% dari jumlah fitosterol awal
(Botelho et al., 2014). Kandungan fitosterol tertinggi ada pada biskuit,
sedangkan yang terendah adalah pada roti tawar. Proses pembuatan roti tawar

60
dengan pemanasan suhu tinggi (180°C) dengan waktu yang lama dapat menjadi
penyebab rendahnya kadar fitosterol dibandingkan dengan produk yang lain.
Selain itu proses fermentasi dapat menyebabkan adanya udara dalam roti yang
dapat menyebabkan oksidasi pada fitosterol. Menurut FDA (2010)
mengkonsumsi 2.000 mg/hari fitosterol dapat menurunkan kadar LDL-c dalam
darah. Dengan mengkonsumsi 100 g mi instan, roti tawar, dan biskuit fortifikasi
FTT DALMS dapat memenuhi 163%, 123%, dan 257% kebutuhan fitosterol
untuk menurunkan kadar LDL-c darah.
Kadar vitamin E yang rendah dapat disebabkan karena proses pengolahan
produk pangan tersebut. Pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat
menyebabkan hilangnya vitamin E dalam produk pangan. Selain pengolahan
dengan suhu tinggi, vitamin E dapat hilang karena terpapar sinar, pH alkali,
reaksi lipoksidase, adanya logam tertentu dan adanya radikal bebas.
Pengolahan dengan cara menggoreng juga menyebabkan tingginya degradasi
vitamin E (Eitenmiller et al., 2000). Kandungan vitamin E tertinggi ada pada
biskuit dan yang terendah adalah pada mi instan. Proses pembuatan mi instan
melalui dua kali proses pemanasan, yaitu pengukusan kemudian penggorengan.
Seperti pada penjelasan diatas, pengolahan pangan dengan cara digoreng
dapat menyebabkan hilangnya vitamin E. Proses pengolahan mi instan dengan
menggoreng menjadi salah satu faktor rendahnya kadar vitamin E pada mi
instan. Menurut National Institutes of Health USA (2016) kebutuhan vitamin E (α-
tokoferol) orang dewasa adalah 15 mg/hari. Tokotrienol memiliki bioavailabilitas
sebesar 50% dibandingkan dengan tokoferol (Eitenmiller et al., 2000).
Mengkonsumsi 100 g mi instan, roti tawar, dan biskuit fortifikasi FTT DALMS
dapat memenuhi 46%, 126%, dan 133% kebutuhan vitamin E dalam sehari.
Skualen adalah suatu senyawa yang memiliki derajat ketidakjenuhan yang
tinggi. Keberadaan skualen sebagai senyawa tunggal akan sangat tidak stabil
dan mudah teroksidasi. Suhu tinggi, paparan sinar dan adanya air merupakan
penyebab oksidasi pada skualen (Spanova dan Daum, 2011). Sama halnya
dengan vitamin E, rendahnya kadar skualen pada mi instan, roti, dan biskuit
fortifikasi FTT dapat disebabkan karena proses pengolahan dari masing-masing
produk yang menggunakan suhu tinggi.

61
5.2 Perubahan Berat Badan Tikus Selama Masa Pemeliharaan
Berat badan tikus ditimbang setiap akhir minggu untuk melihat perubahan
berat badan selama masa pemeliharaan. Selama masa adaptasi (minggu -2) seluruh
kelompok tikus diberi pakan AIN-93M. Kemudian setelah masa adaptasi selesai,
kelompok tikus hiperkolesterolemia diberi diet atherogenik selama 14 hari. Diakhir
minggu pemberian diet atherogenik (minggu ke-0) terlihat berat badan tikus
meningkat dari berat awal, hanya berat badan kelompok tikus hiperkolesterolemia
kontrol (K8) yang turun (Gambar 5.1).

350.00
Rerata Berat Badan Tikus (g)

300.00 K1
K2
250.00
K3

200.00 K4
K5
150.00 K6
K7
100.00
K8
-2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8
Minggu

Gambar 5.1. Grafik Perubahan Berat Badan Tikus Selama Masa Pemeliharaan
Keterangan: K1= kontrol normal+AIN-93M, K2= hiperkolesterolemia+mi instan, K3=
hiperkolesterolemia+roti tawar, K4= hiperkolesterolemia+biskuit, K5=
hiperkolesterolemia+mi instan fortifikasi 1% FTT, K6= hiperkolesterolemia+roti
tawar fortifikasi 1% FTT, K7 =hiperkolesterolemia+biskuit fortifikasi 1% FTT,
K8=hiperkolesterolemia+AIN-93M.

Dari grafik perubahan berat badan tikus (Gambar 5.1) terlihat terjadi
peningkatan berat badan pada akhir masa pemeliharaan dibandingkan dengan awal
masa pemeliharaan. Beberapa kelompok tikus terjadi fluktuatif perubahan berat
badan, tetapi seluruh kelompok mengalami peningkatan berat badan dibandingkan
dengan awal masa pemeliharaan. Peningkatan berat badan pada tikus menandakan
bahwa tikus dalam keadaan baik selama masa pemeliharaan. Analisa sidik ragam
(α=0,05) pada rerata berat badan diakhir masa pemeliharaan menunjukkan tidak

62
ada pengaruh yang nyata antara kelompok perlakuan dengan rerata berat badan
(p=0,235).

Tabel 5.5 Perubahan Berat Badan Tikus Selama Masa Pemeliharaan


Kelompok Perlakuan Rerata BB Rerata Perubahan
Awal BB Akhir (%)
(g) (g)
Kontrol normal+AIN-93M 192,60 246,20 28.48
Hiperkolesterolemia+mi instan 209,20 263,62 23.35
Hiperkolesterolemia+roti tawar 177,20 233,00 31.84
Hiperkolesterolemia+biskuit 189,00 206,40 10.37
Hiperkolesterolemia+mi instan FTT 200,20 230,40 15.20
Hiperkolesterolemia+roti tawar FTT 199,00 271,40 37.03
Hiperkolesterolemia+biskuit FTT 189,60 203,40 8.24
Hiperkolesterolemia+AIN-93M 203,00 254,40 26.60
Keterangan : nilai yang disertai dengan notasi yang berbeda menunjukkan
perbedaan nyata menurut uji Duncan (α=005).

Kelompok tikus dengan peningkatan berat badan tertinggi adalah pada


kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar fortifikasi 1% FTT.
Peningkatan berat badan pada kelompok ini mencapai 37,03% dibandingkan
dengan berat awal. Peningkatan berat badan terendah adalah pada kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan biskuit fortifikasi 1% FTT, yaitu 8,24%
dibandingkan dengan berat badan awal (Tabel 5.5).
Asupan pakan berhubungan langsung dengan berat badan. Karbohidrat yang
berlebihan akan dirubah menjadi trigliserida dan disimpan dalam jaringan adiposa.
Asupan karbohidrat yang berlebih akan mencegah pemecahan lemak dan lemak
akan disimpan juga dalam jaringan adiposa. Penumpukan lemak akan
menyebabkan naiknya berat badan (Indra, 2006).

5.3 Rerata Asupan Pakan Selama Masa Pemeliharaan


Jumlah sisa pakan mulai dihitung pada minggu dimulainya pemberian
perlakuan. Jumlah sisa pakan dihitung setiap hari dan dirata-rata per kelompok
setiap minggunya. Jumlah pakan yang dimakan setiap minggunya berbeda setiap
kelompok. Perbedaan jenis pakan menyebabkan perbedaan jumlah pakan yang
dimakan.

63
21.00

18.00
K1
Rerata Asupan Pakan (g) 15.00 K2

12.00 K3
K4
9.00
K5
6.00 K6

3.00 K7
K8
0.00
1 2 3 4 5 6 7 8
Minggu

Gambar 5.2 Grafik Perubahan Rerata Asupan Pakan Selama Masa Pemeliharaan

Keterangan: K1 =kontrol normal+AIN-93M, K2 =hiperkolesterolemia+mi instan, K3


=hiperkolesterolemia+roti tawar, K4 =hiperkolesterolemia+biskuit, K5
=hiperkolesterolemia+mi instan fortifikasi 1% FTT, K6 =hiperkolesterolemia+roti
tawar fortifikasi 1% FTT, K7 =hiperkolesterolemia+biskuit fortifikasi 1% FTT,
K8=hiperkolesterolemia+AIN-93M.

Jumlah pakan yang dimakan pada beberapa kelompok terlihat fluktuatif. Tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar fortifikasi 1% FTT DALMS (K6)
memiliki rata-rata jumlah pakan yang dimakan yang selalu tinggi setiap minggunya
dibandingkan dengan kelompok lain (Gambar 5.2). Pada hasil sebelumnya tikus
pada kelompok K6 juga memiliki peningkatan berat badan yang paling tinggi
dibandingkan dengan kelompok yang lain. Jumlah asupan pakan yang tinggi
berkaitan dengan peningkatan berat badan pada kelompok ini.
Rerata asupan pakan tertinggi adalah pada kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar fortifikasi 1% FTT DALMS, yaitu
15,96 g/hari. Rerata asupan pakan tertinggi berikutnya adalah pada kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar tanpa fortifikasi. Produk roti tawar
sepertinya paling digemari oleh tikus dibandingkan dengan mi instan, biskuit dan
pakan standar AIN-93M (Tabel 5.6). Hasil analisa sidik ragam (α=0,05) menunjukkan
kelompok perlakuan berpengaruh terhadap rerata asupan pakan tikus (p=0,000).
Analisa lanjut menggunanakan uji Duncan (α=0,05) menunjukkan kelompok dengan

64
rerata asupan pakan tertinggi adalah kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi
pakan roti tawar fortifikasi 1% FTT DALMS dan terendah adalah kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan mi instan tanpa fortifikasi. Kelompok tikus
normal dan tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan AIN-93M memiliki rerata
asupan pakan yang tidak berbeda nyata.

Tabel 5.6 Rerata Asupan Pakan Selama Masa Pemeliharaan


Kelompok Standar Sisa Pakan yang
Perlakuan Pakan Pakan Dimakan
g/ekor/hr g/ekor/hr g/ekor/hr
Kontrol normal+AIN-93M 20 9,06 10,95 b
Hiperkolesterolemia+mi instan 20 10,78 9,22 a
Hiperkolesterolemia+roti tawar 20 6,90 13,10 c
Hiperkolesterolemia+biskuit 20 10,48 9,52 ab
Hiperkolesterolemia+mi instan FTT 20 10,70 9,30 ab
Hiperkolesterolemia+roti tawar FTT 20 4,35 15,96 d
Hiperkolesterolemia+biskuit FTT 20 9,60 10,40 b
Hiperkolesterolemia+AIN-93M 20 9,22 10,78 b
Keterangan : nilai yang disertai dengan notasi yang berbeda menunjukkan
perbedaan nyata menurut uji Duncan (α=005).

Makanan merupakan sumber energi yang dibutuhkan untuk menjalankan


metabolisme basal, untuk tumbuh dan berkembang, serta untuk melakukan aktifitas
fisik. Keseimbangan antara energi yang masuk dan yang keluar perlu dijaga.
Kekurangan asupan energi akan menyebabkan kekurangan berat badan, gangguan
pertumbuhan dan mudah terkena penyakit infeksi. Kelebihan asupan energi akan
menyebabkan kegemukan, gangguan fungsi tubuh dan meningkatkan resiko terkena
penyakit kronis (Almatsier, 2009).
Jumlah asupan pakan juga akan mempengaruhi kandungan bioaktif yang
masuk terutama pada tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan fortifikasi FTT.
Semakin banyak jumlah pakan yang dimakan, semakin banyak bioaktif yang masuk
ke dalam tubuh. Dari data rerata asupan pakan dan kadar bioaktif pada masing-
masing produk pangan yang difortifikasi FTT DALMS dapat diketahui jumlah bioaktif
yang masuk dalam tubuh pada kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi
pakan produk pangan yang difortifikasi FTT DALMS. Kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan mi instan fortifikasi 1% FTT DALMS memiliki
asupan vitamin E, fitosterol, dan skualen sebesar 1,27 mg, 303,79 mg, 17,99 mg per

65
hari. Tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar fortifikasi 1% FTT
DALMS memiliki asupan vitamin E, fitosterol, dan skulalen sebesar 4,85 mg, 393,74
mg, dan 28,2 mg per hari. Sedangkan tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan
biskuit fortifikasi FTT DALMS mendapatkan asupan vitamin E, fitosterol, dan skualen
sebesar 4,25 mg, 536,2 mg, dan 2,47 mg per hari. Jumlah bioaktif yang masuk ke
dalam tubuh akan berpengaruh pada efek hipokolesterolemia dari masing-masing
produk pangan.

5.4 Perubahan Profil Lipid Selama Masa Pemeliharaan


5.4.1 Kadar Total Kolesterol Darah
Kolesterol merupakan komponen seperti lemak yang dibutuhkan tubuh
sebagai bagian dari membran sel, bahan sintesis asam empedu dan hormon
(Jehle, 2002). Metabolisme kolesterol tergantung pada asupan kolesterol dari
makanan, sintesis kolesterol dalam tubuh dan ekskresi kolesterol (Morgan et al.,
2016). Asupan kolesterol yang tinggi akan menyebabkan penumpukan kolesterol
di dalam tubuh. Selama 14 hari, tikus kelompok hiperkolesterolemia diberi
tambahan diet atherogenik untuk mengkondisikan hiperkolesterolemia. Diet
atherogenik yang diberikan menyebabkan tingginya kadar total kolesterol darah
pada kelompok tikus hiperkolesterolemia dibandingkan dengan kelompok tikus
normal.
Kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar fortifikasi
1% FTT memiliki penurunan kadar total kolesterol yang paling banyak. Pada
akhir masa pemeliharaan, kadar total kolesterol pada kelompok ini mendekati
kadar total kolesterol tikus normal. Kadar total kolesterol tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan biskuit fortifikasi 1% FTT adalah yang
terendah berikutnya. Sedangkan kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi
pakan mi instan fortifikasi 1% FTT memiliki kadar total kolesterol yang hampir
sama dengan kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar
dan biskuit tanpa fortifikasi FTT (Gambar 5.3).

66
250.00 K1

Rerata Kadar Total Kolesterol


200.00 K2
K3
150.00

(mg/dl)
K4
100.00
K5
50.00 K6

0.00 K7

0 4 8 K8
Minggu

Gambar 5.3 Grafik Penurunan Kadar Total Kolesterol Darah Akibat Pemberian
Pakan Mi Instan, Roti Tawar dan Biskuit Dengan dan Tanpa Fortifikasi FTT

Keterangan: K1=kontrol normal+AIN-93M, K2=hiperkolesterolemia+mi instan


fortifikasi 1% FTT, K3=hiperkolesterolemia+roti tawar fortifikasi 1% FTT,
K4=hiperkolesterolemia+biskuit fortifikasi 1% FTT, K5=hiperkolesterolemia+mi
instan, K6=hiperkolesterolemia+roti tawar, K7=hiperkolesterolemia+biskuit,
K8=hiperkolesterolemia+AIN-93M.

Kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan mi instan, roti tawar


dan biskuit fortifikasi 1% FTT DALMS memiliki penurunan kadar total kolesterol
yang lebih banyak dibandingkan dengan kelompok tikus hiperkolesterolemia
yang biberi pakan produk sejenis tanpa fortifikasi FTT DALMS, seperti yang
terlihat pada gambar 5.4. Kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan
roti tawar fortifikasi 1% FTT memiliki kadar total kolesterol yang mendekati
kadar total kolesterol kelompok tikus normal pada minggu akhir masa
pemeliharaan (Gambar 5.4 (2)). Rerata kadar total kolesterol pada minggu ke-4
baik kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan produk dengan
fortifikasi FTT DALMS maupun tanpa FTT memiliki penurunan kadar total
kolesterol yang hampir sama. Penurunan drastis kadar total kolesterol pada
kelompok tikus yang diberi pakan produk pangan dengan fortifikasi FTT DALMS
terjadi setelah minggu ke-4 sampai minggu ke-8.

67
1 2

Gambar 5.4 Grafik Penurunan Kadar Total Kolesterol Darah Berdasarkan


Produk Pangan yang Diberikan

Keterangan: 1= perbandingan penurunan total kolesterol akibat pemberian pakan mi


instan dan mi instan fortifikasi 1% FTT, 2= perbandingan penurunan total kolesterol
akibat pemberian pakan roti tawar dan roti tawar fortifikasi 1% FTT, 3= perbandingan
penurunan total kolesterol akibat pemberian pakan biskuit dan biskuit fortifikasi 1%
FTT

Kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan mi instan, roti tawar


dan biskuit fortifikasi 1% FTT mengalami penurunan kadar total kolesterol
sebesar 35,41%, 48,45% dan 44,70% di akhir masa pemeliharaan. Kelompok
tikus hiperkolesterolemia kontrol memiliki kadar total kolesterol yang tetap tinggi
dan justru meningkat 1,63% pada akhir masa pemeliharaan (Tabel 5.7). Hasil uji
sidik ragam (α=005) menunjukkan kelompok perlakuan berpengaruh nyata
terhadap rerata kadar total kolesterol darah (p=0,000). Analisa lanjut dengan uji
Duncan (α=0,05) menunjukkan kadar total kolesterol darah terendah adalah
pada kelompok tikus normal dan tertinggi adalah kelompok tikus
hiperkolesterolemia kontrol. Rerata kadar total kolesterol darah kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar fortifikasi 1% FTT adalah yang
paling mendekati rerata kadar total kolesterol tikus normal.

68
Tabel 5.7 Perubahan Kadar Total Kolesterol Darah Akibat Pemberian Pakan Mi
Instan, Roti Tawar dan Biskuit Dengan dan Tanpa Fortifikasi FTT

Kelompok Perlakuan Minggu ke-0 Minggu ke-4 Minggu ke-8 Perubahan


(mg/dl) (mg/dl) (mg/dl) (%)
Kontrol normal+AIN-93M 91.82±2,20 a 92,02±2,40 a 95,21±3,17 a 3.69
Hiperkolesterolemia+mi instan 199.04±5,17 b 167,30±2,05 b 142,11±8,05 e -26.23
Hiperkolesterolemia+roti tawar 196.01±8,13 b 160,91±2,87 b 125,78±6,69 d -35.83
Hiperkolesterolemia+biskuit 194.23±7,50 b 162,13±4,28 b 126,61±3,76 d -34.81
Hiperkolesterolemia+mi instan FTT 197.80±9,92 b 163,80±7,98 b 127,77±4,94 d -35.41
Hiperkolesterolemia+roti tawar FTT 198.49±7,59 b 165,63±6,50 b 102,31±4,02 b -48.45
Hiperkolesterolemia+biskuit FTT 196.98±3,78 b 165,93±2,81 b 108,93±4,46 c -44.70
Hiperkolesterolemia+AIN-93M 199.73±2,03 b 200,15±2,11 c 202,98±1,99 f 1.63
Keterangan : nilai yang disertai dengan notasi yang berbeda menunjukkan
perbedaan nyata menurut uji Duncan (α=005).
Data disajikan dengan ±SD. Tanda (-) menandakan adanya penurunan dan (+)
menandakan adanya kenaikan.

Kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan produk pangan


dengan dan tanpa fortifikasi FTT sama-sama mengalami penurunan kadar
kolesterol darah. Penurunan kadar kolesterol darah pada kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan produk pangan tanpa fortifikasi dapat
disebabkan karena perbedaan komposisi gizi pada masing-masing produk
pangan. Kandungan lemak pada produk pangan berpengaruh pada kadar
kolesterol darah. Penelitan sebelumnya oleh Firmansyah (2016), Yunita (2016),
dan Rosanti (2016) menunjukkan roti tawar memiliki kadar lemak terendah
dibandingkan dengan mi instan dan biskuit. Penurunan kadar total kolesterol
darah pada kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan produk
pangan fortifikasi FTT selain dipengaruhi oleh jumlah komponen gizi pada
masing-masing produk pangan, juga dipengaruhi oleh jumlah komponen bioaktif
yang ada pada masing-masing produk pangan. Kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar fortifikasi 1% FTT memiliki
rerata asupan pakan yang paling tinggi (15,96 g). Asupan pakan yang tinggi
akan berpengaruh terhadap jumlah bioaktif yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini
menyebabkan penurunan kadar total kolesterol pada kelompok ini lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok yang lain.
Kolesterol bersama dengan asam lemak hasil dari pencernaan lemak
akan masuk dalam peredaran dalam bentuk kilomikron. Trigliserida akan
dihidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol. Sementara kolesterol akan

69
membentuk LDL-c yang sebagian akan kembali ke hati (Crook, 2012). Apabila
asupan kolesterol terlalu tinggi, maka tidak smua LDL-c akan bisa kembali ke
hati, sehingga akan menyebabkan tingginya kadar total kolesterol di dalam
darah.
Fitosterol dan fitostanol sudah dikenal sebagai komponen yang memiliki
efek hipokolesterolemik apabila dikonsumsi. Mengkonsumsi 2 g fitosterol atau
fitostanol terbukti dapat menurunkan penyerapan kolesterol dalam darah
(Zampelas, 2014). Mekanisme penurukan kadar kolesterol dalam darah oleh
fitosterol adalah kemampuan fitosterol untuk berkompetisi dengan kolesterol
untuk diserap. Adanya fitosterol akan mengganggu penyerapan kolesterol,
sehingga kolesterol akan terbuang (Stock, 2014).
Di dalam usus, fitosterol berkompetisi dengan kolesterol dalam pembuatan
misel bersama dengan asam empedu. Fitosterol lebih banyak diambil untuk
membentuk misel dengan asam empedu dibandingkan dengan kolesterol (Carr
et al., 2010). Kompetisi antara fitosterol dan kolesterol ini dapat menurunkan
penyerapan kolesterol hingga 60% (Normen et al., 2004).
Fitosterol juga menurunkan ekspersi dari scavenger reseptor class B type
1 (SR-B1) yang ada pada mikro vili usus. SR-B1 merupakan protein pertama
yang berperan dalam mediasi penyerapan kolesterol dari saluran pencernaan.
Menurunnya aktifitas SR-B1 pada vili usus dapat menurunkan kadar kolesterol di
dalam plasma (Park et al., 2013).
Penelitian pada tikus yang diberi diet tinggi kolesterol dan fitosterol 5
mg/ml menunjukkan, tikus dengan penambahan fitosterol dalam dietnya memiliki
kadar kolesterol darah lebih rendah 21,6% dibandingkan dengan kelompok
kontrol (Awaisheh et al., 2013). Penelitian yang dilakukan pada pasien
hiperkolesterolemia dengan memberikan kapsul fitosterol sebanyak 1,3 g/hari
mampu menurunkan 5% kadar total kolesterol walaupun tanpa adanya diet
khusus (Acuff et al., 2007). Penelitian pada pasien nonalcoholic fatty liver
disease (NAFLD) yang diberi 1,8 g/hari fitosterol yang mengandung 64% β-
sitosterol, 23% β-sitostanol, 5% kampesterol, 3% kampestanol, 1% stigmasterol,
dan 0,2% brassicasterol selama 4 minggu dapat menurunkan 5,16% kadar total
kolesterol dibandingkan dengan kelompok kontrol (Chen et al., 2015).

70
Skualen dapat menurunkan kadar kolesterol dengan menurunkan aktifitas
dari stearoyl-CoA desaturase-1 (SDC-1) yang berperan dalam sintesis
pospolipid, trigliserida dan kolesterol-ester (Hoang et al., 2016). Skualen dapat
menurunkan aktifitas dari 3-hydroxy-3methylglutaryl coenzyme A (HMG-CoA).
HMG-CoA berperan dalam sintesis kolesterol, sehingga penghambatan aktifitas
HMG-CoA dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah maupun hati.
Skualen juga diduga mengganggu penyerapan kolesterol di sistem pencernaan .
Pemberian 200 mg/kg skualen yang berasal dari amaranth pada tikus
hiperkolesterpolemia dapat menurunkan kadar total kolesterol 22% setelah 7
hari pemberian (Shin et al., 2004).
Kandungan vitamin E dalam FTT DALMS juga berperan dalam
menurunkan kadar total kolesterol. Kandungan vitamin E dalam FTT DALMS
didominasi oleh tokotrienol. Sama halnya dengan skualen, tokotrienol dapat
menghambat aktifitas dari HMG-CoA. Penelitian pada pasien
hiperkolesterolemia yang diberikan suplemen tocotrienol rich fraction (TRF) 100
mg/hari mengalami penurunan kadar total kolesterol sebesar 20% (Qureshi et
al., 2002). Kolesterol selain didapat dari makanan, tubuh juga bisa mensintesis
kolesterol melalui endogenous pathway. Penurunan aktifitas SDC-1 dan HMG-
CoA dapat menurunkan akumulasi kolesterol baik dalam plasma maupun di
dalam hati. Dengan menurunnya produksi kolesterol di dalam hati, hati akan
lebih banyak menyerap kolesterol yang ada di dalam plasma, sehingga kadar
kolesterol dalam darah bisa turun.

5.4.2 Kadar Trigliserida Darah


Sebagian besar lemak dalam makanan ada dalam bentuk trigliserida.
Tubuh menyimpan lemak terutama dalam bentuk trigliserida. Kilomikron yang
membawa trigliserida dari pencernaan akan melepaskan trigliserida untuk
dipecah oleh lipoprotein lipase. Asam lemak hasil pemecahan akan diambil oleh
otot atau dibentuk kembali menjadi trigliserida dan disimpan di dalam jaringan
adiposa. Hati juga mensintesis VLDL dengan kandungan trigliserida tinggi
(Almatsier, 2009). Konsumsi lemak dalam jumlah yang tinggi akan menyebabkan
kenaikan kadar trigliserida darah dan menumpuknya trigliserida baik dalam hati
maupun jaringan adiposa. Pemberian diet aterogenik pada kelompok tikus

71
hiperkolesterolemia menyebabkan meningkatnya kadar trigliserida darah setelah
14 hari.

150.00 K1

Rerata Kadar Trigliserida (mg/dl)


120.00 K2
K3
90.00 K4
K5
60.00
K6
30.00 K7
K8
0.00
0 4 8
Minggu
Gambar 5.5 Grafik Penurunan Kadar Trigliserida Darah Akibat Pemberian Pakan Mi
Instan, Roti Tawar dan Biskuit Dengan dan Tanpa Fortifikasi FTT

Keterangan: K1= kontrol normal+AIN-93M, K2= hiperkolesterolemia+mi instan, K3=


hiperkolesterolemia+roti tawar, K4= hiperkolesterolemia+biskuit, K5=
hiperkolesterolemia+mi instan fortifikasi 1% FTT, K6= hiperkolesterolemia+roti tawar
fortifikasi 1% FTT, K7= hiperkolesterolemia+biskuit fortifikasi 1% FTT, K8=
hiperkolesterolemia+AIN-93M.

Pada 4 minggu awal pemberian perlakuan, kadar trigliserida kelompok


hiperkolesterolemia yang diberi pakan mi instan fortifikasi 1% FTT adalah yang
paling tinggi penurunannya. Setelah minggu ke-4 kadar trigliserida darah
kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar fortifikasi 1%
FTT mengalami penurunan kadar trigliserida yang paling tinggi dibandingkan
dengan kelompok lain, disusul dengan kelompok tikus hiperkolesterolemia yang
diberi pakan biskuit fortifikasi 1% FTT. Sedangkan kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan mi instan fortifikasi 1% FTT tidak terlalu
banyak turun dibandingkan dengan 4 minggu sebelumnya. Kadar trigliserida
darah di akhir masa pemeliharaan juga hampir sama dengan kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar dan biskuit tanpa fortifikasi FTT.

72
1 2

Gambar 5.6 Grafik Penurunan Kadar Trigliserida Darah Berdasarkan Produk


Pangan yang Diberikan

Keterangan: 1= perbandingan penurunan trigliserida akibat pemberian pakan mi


instan dan mi instan fortifikasi 1% FTT, 2= perbandingan penurunan trigliserida
akibat pemberian pakan roti tawar dan roti tawar fortifikasi 1% FTT, 3= perbandingan
penurunan trigliserida akibat pemberian pakan biskuit dan biskuit fortifikasi 1% FTT

Kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan mi instan, roti tawar


dan biskuit fortifikasi 1% FTT DALMS memiliki penurunan kadar trigliserida
darah yang lebih banyak dibandingkan dengan kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan produk sejenis tanpa fortifikasi FTT
(Gambar 5.6). Diakhir masa pemeliharaan penurunan kadar trigliserida tertinggi
adalah pada kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar
fortifikasi 1% FTT DALMS. Kadar trigliserida pada kelompok ini paling
mendekati kadar trigliserida kelompok tikus normal diakhir masa pemeliharaan
(Gambar 5.6 (2)).

73
Tabel 5.8 Perubahan Kadar Trigliserida Darah Akibat Pemberian Pakan Mi
Instan, Roti Tawar dan Biskuit Dengan dan Tanpa Fortifikasi FTT

Kelompok Perlakuan Minggu ke-0 Minggu ke-4 Minggu ke-8 Perubahan


(mg/dl) (mg/dl) (mg/dl) (%)
Kontrol normal+AIN-93M 69.93±4,76 a 70.13±5,10 a 72,36±3,69 a 3.48
Hiperkolesterolemia+mi instan 131.97±5,19 b 123,43±8,38 c 115,43±6,21 d -10.32
Hiperkolesterolemia+roti tawar 133.28±3,52 b 126,69±1,63 c 99,17±8,87 c -25.59
Hiperkolesterolemia+biskuit 136.64±2,49 bc 127,53±4,82 c 102,02±3,94 c -25.34
Hiperkolesterolemia+mi instan FTT 134.89±2,27 b 110,29±3,41 b 102,47±4,74 c -24.03
Hiperkolesterolemia+roti tawar FTT 136.64±2,27 bc 125,69±2,60 c 80,75±4,08 b -40.90
Hiperkolesterolemia+biskuit FTT 140.29±2,33 c 126,53±3,47 c 87,04±3,57 b -37.96
Hiperkolesterolemia+AIN-93M 135.77±2,96 bc 136,23±3,15 d 138,88±2,51 e 2.29
Keterangan : nilai yang disertai dengan notasi yang berbeda menunjukkan
perbedaan nyata menurut uji Duncan (α=005).
Data disajikan dengan ±SD. Tanda (-) menandakan adanya penurunan dan (+)
menandakan adanya kenaikan.

Kelompok tikus normal dan kelompok tikus hiperkolesterolemia kontrol


mengalami peningkatan kadar trigliserida 3,48% dan 2,29% diakhir masa
pemeliharaan. Penurunan kadar trigliserida tertinggi ada pada kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar fortifikasi 1% FTT DALMS, dan
disusul kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan biskuit fortifikasi
1% FTT DALMS. Pemberian pakan roti tawar dan biskuit fortifikasi FTT DALMS
mampu menurunkan 40,90% dan 37,96% kadar trigliserida darah pada tikus
hiperkolesterolemia (Tabel 5.8). Hasil analisa sidik ragam (α=0,05) menunjukkan
kelompok perlakuan berpengaruh secara nyata terhadap rerata kadar trigliserida
darah (p=0,000). Analisa lanjut dengan uji Duncan (α=0,05) menunjukkan kadar
trigliserida kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar
fortifikasi FTT DALMS tidak berbeda nyata dengan kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan biskuit fortifikasi FTT DALMS. Kedua
kelompok ini memiliki kadar trigliserida darah yang paling mendekati kadar
trigliserida kelompok tikus normal.
Kelompok tikus yang memiliki asupan pakan tertinggi pada kelompok tikus
yang diberi pakan produk pangan fortifikasi FTT DALMS adalah pada kelompok
tikus yang diberi pakan roti tawar (15,96 g) dan disusul dengan biskuit (10,40 g).
Kedua kelompok ini juga memiliki penurunan kadar trigliserida darah yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok lain. Asupan pakan berhubungan dengan
jumlah bioaktif dari FTT DALMS yang masuk ke dalam tubuh. Banyak sedikitnya

74
kadar bioaktif yang masuk dalam tubuh akan berpengaruh pada penurunan
kadar trigliserida darah.
Selain perannya dalam menurunkan kadar total kolesterol, komponen
bioaktif dalam FTT DALMS juga dapat menurunkan kadar trigliserida darah.
Penelitian oleh Awaisheh et al. (2013) pada tikus yang diberi diet tinggi
kolesterol dan fitosterol 5 mg/ml menunjukkan penurunan kadar trigliserida darah
sebesar 17,1%. Penelitian pada pasien hiperkolesterolemia menunjukkan
adanya penurunan kadar trigliserida darah sebesar 9% setelah diberikan
suplemen fitosterol 1,3 g/hari selama 28 hari (Acuff et al., 2007).
Skualen berperan dalam menurunkan kadar trigliserida darah dengan
meningkatkan aktifasi proliferator-active-receptor-alpha (PPAR-α) yang ada di
dalam hati. Peningkatan PPAR-α akan menstimulasi FATD4 sebagai transporter
asam lemak untuk membawa asam lemak plasma kembali ke hati (Hoang et al.,
2016). Pemberian 200 mg/kg skualen yang berasal dari amaranth pada tikus
yang diberi diet tinggi kolesterol dapat menurunkan kadar trigliserida darah
sebesar 14% setelah 7 hari pemberian. Kandungan vitamin E berupa tokotrienol
pada FTT DALMS juga dapat menurunkan kadar trigliserida darah. Penelitian
menggunakan suplementasi 100 mg/hari TRF pada pasien hiperkolesterolemia
dapat menurunkan 12% kadar trigliserida darah (Qureshi et al., 2002).
Kadar trigliserida darah tidak secara langsung mempengaruhi terjadinya
aterosklerosis. Kadar trigliserida yang tinggi dalam darah tanpa ada kenaikan
kadar total kolesterol dan tidak ada penurunan kadar HDL-c tidak akan
berpengaruh terhadap kejadian aterosklerosis (Slamet, 1996). Kadar trigliserida
darah menjadi berbahaya karena residu dari VLDL dan kilomokron. VLDL dan
kilomokron yang kehilangan trigliserida setelah pemisahan oleh lipoprotein lipase
akan menyisakan komponen tinggi kolesterol IDL dan LDL yang akan
meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis (Sitopoe, 1992).

5.4.3 Kadar LDL-c Darah


Kilomikron dan VLDL yang telah kehilangan trigliserida akan menyisakan
komposisi kaya kolesterol. Komposisi ini kemudian akan membetuk LDL-c yang
sebagian besar terdiri dari kolesterol. Kadar LDL-c yang tinggi dalam darah
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya aterosklerosis. Kadar LDL-c yang

75
tinggi ditambah dengan adanya radikal bebas akan mempercepat terjadinya
aterosklerosis (Ballantyne, 2015). Peningkatan kadar total kolesterol darah akan
dibarengi dengan peningkatan kadar LDL-c darah. Kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi diet aterogenik selama 14 hari selain mengalami
peningkatan kadar total kolesterol dan trigliserida, juga mengalami peningkatan
LDL-c dalam darah.
Kelompok tikus hiperkolesterolemia kontrol memiliki kadar LDL-c yang
terus tinggi hingga akhir masa pemeliharaan. Kadar LDL-c darah pada tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar fortifikasi 1% FTT DALMS
adalah yang drastis penurunannya dibandingkan dengan kelompok lain. Pada
akhir masa pemeliharaan kadar LDL-c tikus pada kelompok ini yang paling
mendekati kelompok tikus normal

100.00
K1
Rerata Kadar LDL-c (mg/dl)

80.00 K2

60.00 K3
K4
40.00
K5
20.00
K6
0.00 K7
0 4 8
K8
Minggu
Gambar 5.7 Grafik Penurunan Kadar LDL-c Darah Akibat Pemberian Pakan Mi
Instan, Roti Tawar dan Biskuit Dengan dan Tanpa Fortifikasi FTT

Keterangan: K1= kontrol normal+AIN-93M, K2= hiperkolesterolemia+mi instan, K3=


hiperkolesterolemia+roti tawar, K4= hiperkolesterolemia+biskuit, K5=
hiperkolesterolemia+mi instan fortifikasi 1% FTT, K6= hiperkolesterolemia+roti tawar
fortifikasi 1% FTT, K7= hiperkolesterolemia+biskuit fortifikasi 1% FTT, K8=
hiperkolesterolemia+AIN-93M.

Pada grafik (Gambar 5.7) terlihat bahwa kelompok tikus


hiperkolesterolemia yang diberi pakan mi instan dan biskuit fortifikasi FTT
DALMS memiliki rerata kadar LDL-c yang hampir sama dengan kelompok
hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar dan biskuit tanpa fortifikasi.
Walaupun demikian, dibandingkan dengan kelompok tikus hiperkolesterolemia

76
yang diberi pakan produk pangan serupa tanpa fortifikasi FTT DALMS, kadar
LDL-c kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan mi instan, roti tawar
dan biskuit fortifikasi FTT DALMS memiliki kadar LDL-c darah yang lebih
rendah.

1 2

Gambar 5.8 Grafik Penurunan Kadar LDL-c Darah Berdasarkan Produk Pangan
yang Diberikan

Keterangan: 1= perbandingan penurunan LDL-c akibat pemberian pakan mi instan


dan mi instan fortifikasi 1% FTT, 2= perbandingan penurunan LDL-c akibat
pemberian pakan roti tawar dan roti tawar fortifikasi 1% FTT, 3= perbandingan
penurunan LDL-c akibat pemberian pakan biskuit dan biskuit fortifikasi 1% FTT

. Pada grafik (Gambar 5.8) terlihat bahwa pada empat minggu pertama
kelompok tikus yang diberi pakan produk pangan dengan fortifikasi FTT DALMS
maupun yang tanpa FTT DALMS memiliki penurunan LDL-c yang hampir sama.
Tetapi pada empat minggu terakhir kelompok tikus hiperkolesterolemia yang
diberi pakan produk pangan fortifikasi FTT DALMS memiliki penurunan kadar
LDL-c yang lebih tinggi. Rerata kadar LDL-c pada kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar fortifikasi 1% FTT DALMS

77
memiliki kadar LDL-c yang sama dengan kelompok tikus normal (Gambar 5.8
(2)).

Tabel 5.9 Perubahan Kadar LDL-c Darah Akibat Pemberian Pakan Mi Instan, Roti
Tawar dan Biskuit Dengan dan Tanpa Fortifikasi FTT

Kelompok Perlakuan Minggu ke-0 Minggu ke-4 Minggu ke-8 Perubahan


(mg/dl) (mg/dl) (mg/dl) (%)
Kontrol normal+AIN-93M 30.84±3,70 a 31,60±3,32 a 29,89±3,50 a -3.07
Hiperkolesterolemia+mi instan 71.52±2,91 bc 47,74±3,97 bc 44,66±2,01 d -35.81
Hiperkolesterolemia+roti tawar 69.90±2,09 b 45,93±2,13 b 37,09±1,43 bc -46.93
Hiperkolesterolemia+biskuit 73.80±2,67 cd 50,37±2,87 cd 39,30±1,65 bc -46.74
Hiperkolesterolemia+mi instan FTT 73.94±1,60 cd 50,53±1,70 cd 38,33±1,80 bc -48.15
Hiperkolesterolemia+roti tawar FTT 75.15±2,05 d 52,18±3,00 d 31,83±1,89 a -57.64
Hiperkolesterolemia+biskuit FTT 75.69±1,55 d 52,51±1,96 d 36,12±1,33 b -52.27
Hiperkolesterolemia+AIN-93M 75.96±1,29 d 76,21±1,70 e 77,64±2,21 e 2.22
Keterangan : nilai yang disertai dengan notasi yang berbeda menunjukkan
perbedaan nyata menurut uji Duncan (α=005).
Data disajikan dengan ±SD. Tanda (-) menandakan adanya penurunan dan (+)
menandakan adanya kenaikan.

Kadar LDL-c kelompok hiperkolesterolemia kontrol mengalami kenaikan


sebanyak 2,22% diakhir masa pemeliharaan. Kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan mi instan, roti tawar dan biskuit fortifikasi
FTT DALMS mengalami penurunan LDL-c darah lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan produk serupa
tanpa fortifikasi FTT. Kadar LDL-c darah kelompok tikus hiperkolesterolemia
yang diberi pakan mi instan, roti tawar dan biskuit fortifikasi 1% FTT menurun
sebanyak 48,15%, 57,64% dan 52,27% diakhir masa pemeliharaan (Tabel 5.9).
Hasil analisa sidik ragam (α=005) menunjukkan kelompok perlakuan
berpengaruh nyata terhadap kadar LDL-c darah (p-0,000). Analisa lanjut dengan
uji Duncan (α=0,05) menunjukkan penurunan kadar LDL-c tertinggi adalah pada
kelompok hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar fortifikasi 1% FTT
DALMS. Rerata kadar LDL-c darah kelompok tersebut tidak berbada nyata
dengan kelompok tikus normal diakhir masa pemeliharaan.
Penurunan kadar LDL-c darah dipengaruhi oleh jumlah bioaktif yang
masuk dari pakan yang sudah difortifikasi dengan FTT DALMS. Semakin banyak
pakan yang dikonsumsi maka penurunan kadar LDL-c darah juga semakin
tinggi. Kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar fortifikasi

78
FTT DALMS memiliki kadar LDL-c darah yang tidak berbeda nyata dengan
kelompok tikus normal. Hal ini dapat disebabkan karena asupan pakan dari
kelompok ini tertinggi dibandingkan dengan kelompok lain, sehingga jumlah
bioaktif yang masuk juga lebih banyak. Semakin banyak biaotif yang masuk ke
dalam tubuh, penurunan LDL-c akan lebih maksimal.
Kadar LDL-c yang tinggi dalam darah beresiko untuk mengalami oksidasi.
Antioksidan diperlukan untuk mencegah terjadinya oksidasi pada LDL-c dan juga
pada membran lipid bilayer pada sel endotel pembuluh darah. Antioksidan akan
membantu mengurangi resiko terjadinya aterosklerosis. Vitamin E merupakan
antioksidan. Disamping fungsinya sebagai antioksidan, vitamin E juga memiliki
kemampuan menurunkan kadar LDL-c dalam darah. Penelitian yang dilakukan
oleh Qureshi et al (2002) menunjukkan suplementasi TRF sebanyak 100 mg/hari
pada pasien dengan hiperkolesterolemia dapat menurunkan kadar LDL-c darah
sebanyak 25%.
Kandungan fitosterol dalam FTT DALMS dapat menurunkan kadar
kolesterol dengan menghambat penyerapan kolesterol (Stock, 2014). Asupan
kolesterol yang rendah dari makanan akan menurunkan kadar total kolesterol
dan akan secara langsung menurunkan kadar LDL-c darah. Tikus yang diberi
diet tinggi kolesterol dan 5 mg/ml fitosterol memiliki kadar LDL-c darah 25,1%
lebih rendah dari pada kelompok kontrol (Awaisheh et al., 2013). Pasien
hiperkolesterolemia tanpa diet khusus yang diberi suplemen fitosterol 1,3 g/hari
memiliki kadar LDL-c 7% lebih rendah setelah 21 hari (Acuff et al., 2007). Kadar
LDL-c pada pasien dengan gangguan hati menurun 8,67% setelah diberi
suplemen fitosterol sebanyak 1,8 g/hari (Chen et al., 2015).
Konsumsi lemak dan kolesterol yang tinggi akan menyebabkan
peningkatan LDL-c di dalam darah. kadar LDL-c yang terlalu tinggi akan
menyebabkan menurunnya sintesis LDL reseptor. LDL-c yang tinggi didalam
darah akan menarik makrofag untuk memakan LDL-c dan membentuk sel busa
dalam lapisan intima pembuluh darah dengan bantuan CD36 dan SR-A yang
tidak membutuhkan reseptor apolipoprotein tertentu. Makrofag akan semakin
sensitif apabila LDL sudah teroksidasi (Moffart, dan Stanford, 2006). Membatasi
konsumsi lemak dan kolesterol adalah cara utama untuk mencegah terjadinya
aterosklerosis. Mengkonsumsi fitosterol dapat membantu mencegah penyerapan

79
kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Antioksidan juga
diperlukan untuk mencegah oksidasi karena adanya radikal bebas. Komponen
bioaktif pada FTT DALMS seperti skualen dan vitamin E merupakan antioksidan
alami. Pencegahan oksidasi LDL-c dapat menurunkan resiko terjadinya
aterosklerosis.

5.4.4 Kadar HDL-c Darah


HDL-c darah diproduksi di hati dan usus halus. HDL-c memiliki fungsi
untuk membawa kolesterol dan fosfolipida kembali ke hati. HDL-c memiliki efek
yang berkebalikan dengan LDL-c. kadar HDL-c yang tinggi dalam darah akan
menurunkan resiko aterosklerosis (Almatsier, 2009). Kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi diet aterogenik selama 14 hari mengalami
penurunan kadar HDL-c darah. Setelah 8 minggu diberikan perlakuan sesuai
kelompok masing-masing kelompok tikus hiperkolesterolemia kontrol (K8) tidak
mengalami peningkatan kadar HDL-c, sedangkan kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang lain mengalami peningkatan kadar HDL-c dalam darah.

90.00
K1
Rerata Kadar HDL-c (mg/dl)

80.00
70.00 K2
60.00 K3
50.00
K4
40.00
30.00 K5
20.00
K6
10.00
0.00 K7
0 4 8 K8
Minggu
Gambar 5.9 Grafik Peningkatan Kadar HDL-c Akibat Pemberian Pakan Mi
Instan, Roti Tawar dan Biskuit Dengan dan Tanpa Fortifikasi FTT

Keterangan: K1= kontrol normal+AIN-93M, K2= hiperkolesterolemia+mi instan, K3=


hiperkolesterolemia+roti tawar, K4= hiperkolesterolemia+biskuit, K5=
hiperkolesterolemia+mi instan fortifikasi 1% FTT, K6= hiperkolesterolemia+roti tawar
fortifikasi 1% FTT, K7= hiperkolesterolemia+biskuit fortifikasi 1% FTT, K8=
hiperkolesterolemia+AIN-93M.

80
Selain menurunkan kadar total kolesterol, trigliserida dan LDL-c darah,
FTT DALMS dapat meningkatkan kadar HDL-c darah. Peningkatan HDL-c dapat
menurunkan resiko terjadinya aterosklerosis. Peningkatan paling tinggi adalah
kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar fortifikasi 1%
FTT DALMS, dan diikuti oleh kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi
pakan biskuit fortifikasi 1% FTT DALMS. Peningkatan HDL-c pada kelompok
tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan mi instan fortifikasi 1% FTT DALMS
tidak sebanyak kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar
dan biskuit fortifikasi FTT, bahkan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok
tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar tanpa fortifikasi FTT
DALMS. Namun, secara keseluruhan kelompok tikus hiperkolesterolemia yang
diberi pakan produk dengan fortifikasi 1% FTT DALMS memiliki peningkatan
HDL-c lebih tinggi dibandingkan dengan produk serupa yang tanpa fortifikasi
FTT DALMS (Gambar 5.9).

1 2

Gambar 5.10 Grafik Peningkatan Kadar HDL-c Darah Berdasarkan Produk


Pangan yang Diberikan

Keterangan: 1= perbandingan peningkatan HDL-c akibat pemberian pakan mi instan


dan mi instan fortifikasi 1% FTT, 2= perbandingan peningkatan HDL-c akibat
pemberian pakan roti tawar dan roti tawar fortifikasi 1% FTT, 3= perbandingan
peningkatan HDL-c akibat pemberian pakan biskuit dan biskuit fortifikasi 1% FTT

81
Kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan mi instan dengan
dan tanpa fortifikasi FTT DALMS memiliki peningkatan HDL-c darah yang tidak
berbeda nyata. Berbeda dengan kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi
pakan roti tawar dan biskuit fortifikasi 1% FTT DALMS. Pada empat minggu
pertama, peningkatan tidak berbeda dengan kelompok tikus hiperkolesterolemia
yang diberi pakan produk tanpa fortifikasi FTT DALMS. Pada empat minggu
terakhir peningkatan kedua kelompok ini lebih signifikan dibandingkan dengan
kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan produk serupa tanpa
fortifikasi FTT DALMS (Gambar 5.10).

Tabel 5.10 Perubahan Kadar HDL-c Darah Akibat Pemberian Pakan Mi Instan, Roti
Tawar dan Biskuit Dengan dan Tanpa Fortifikasi FTT

Kelompok Perlakuan Minggu ke-0 Minggu ke-4 Minggu ke-8 Perubahan


(mg/dl) (mg/dl) (mg/dl) (%)
Kontrol normal+AIN-93M 82.35±2,34 b 81,55±2,70 c 79,56±2,51 f -3.39
Hiperkolesterolemia+mi instan 25.33±1,43 a 48,26±1,52 b 53,20±3,62 b 102.24
Hiperkolesterolemia+roti tawar 25.47±1,33 a 48,06±1,22 b 60,44±2,62 c 137.33
Hiperkolesterolemia+biskuit 25.61±0,69 a 48,22±1,49 b 55,00±2,51 b 114.80
Hiperkolesterolemia+mi instan FTT 24.78±2,26 a 46,98±2,36 b 53,23±1,76 b 114.87
Hiperkolesterolemia+roti tawar FTT 25.74±2,15 a 48,22±2,08 b 73,82±1,69 e 186.76
Hiperkolesterolemia+biskuit FTT 24.78±2,21 a 46,98±2,36 b 68,67±1,98 d 177.20
Hiperkolesterolemia+AIN-93M 25.88±1,59 a 25,89±1,78 a 25,00±2,32 a -3.41
Keterangan : nilai yang disertai dengan notasi yang berbeda menunjukkan
perbedaan nyata menurut uji Duncan (α=005).
Data disajikan dengan ±SD. Tanda (-) menandakan adanya penurunan dan (+)
menandakan adanya kenaikan.

Kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan mi instan, roti tawar


dan biskuit fortifikasi 1% FTT DALMS mengalami kenaikan kadar HDL-c darah
sebesar 114,87%, 186,76% dan 177,20% dari kadar HDL-c minggu ke-0.
Peningkatan tertinggi adalah pada kelompok tikus hiperkolesterolemia yang
diberi pakan roti tawar fortifikasi FTT DALMS (Tabel 5.10). Hasil analisa sidik
ragam (α=0,05) menunjukkan kelompok perlakuan berpengaruh nyata terhadap
kadar HDL-c darah (p=0,000). Analisa lanjut dengan uji Duncan (α=0,05)
menunjukkan kelompok tikus hiperkolesterolemia yang paling tinggi kenaikan
kadar HDL-c darah adalah kelompok tikus yang diberi pakan roti tawar fortifikasi
1% FTT DALMS. Di akhir masa pemeliharaan, kelompok tikus tersebut memiliki
kadar HDL-c darah yang paling mendekati kadar HDL-c darah tikus normal.

82
Peningkatan kadar HDL-c darah yang tinggi pada kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar fortifikasi FTT DALMS dapat
disebabkan karena asupan pakan pada kelompok ini yang tinggi. Kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan mi instan fortifikasi FTT memiliki asupan
pakan yang rendah dibandingkan dengan roti tawar dan biskuit fortifikasi FTT.
Hal ini bisa menjadi penyebab peningkatan HDL-c darah pada kelompok ini tidak
setinggi kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar dan
biskuit fortifikasi FTT DALMS.
Komponen bioaktif dalam FTT DALMS berperan dalam meningkatnya
kadar HDL-c pada kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan produk
pangan dengan fortifikasi 1% FTT. Penelitian lain pada tikus menunjukkan,
pemberian 1 g/kg bw skualen selama 11 minggu dapat meningkatkan kadar
HDL-c. Peningkatan HDL-c tidak diikuti dengan peningkatan kadar total
kolesterol darah. Peningkatan HDL-c berhubungan dengan adanya peningkatan
kolesterol teresterifikasi dan phosphatil-cholin tanpa adanya perubahan pada
APOA1 dan APOA4 (Gabas-Rivera et al., 2014). Pemberian 200 mg/kg skualen
yang berasal dari amaranth pada tikus hiperkolesterolemia dapat menigkatkan
45% kadar HDL-c setelah 7 hari (Shin et al., 2004).
Pemberian 1,3 g/hari suplemen fitosterol pada pasien hiperkolesterolemia,
tidak hanya menurunkan kadar total kolesterol, LDL-c dan trigliserida tetapi juga
meningkatkan 9% kadar HDL-c setelah 21 hari (Acuff et al., 2007).
HDL immature atau pre-beta1 HDL adalah HDL yang dibentuk dari Apo A-
1 yang berikatan dengan sedikit fosfolipid dan kolesterol. Pre-beta1 HDL
dilepaskan ke dalam darah oleh limfa dan masuk ke dalam sel-sel perifer dan
ateri untuk mengambil fosfolipid dan kolesterol dari dalam sel dengan bantuan
ABCA1. Pre-beta1 HDL berubah menjadi pre-beta2 HDL dengan bentuk yang
lebih solid. HDL menjadi ko-faktor dari enzim lecithin cholesterol acyltransferase
(LCAT) untuk membawa kolesterol yang telah dirubah menjadi kolesterol ester.
HDL kemudian akan membawa kolesterol ke dalam hati. HDL juga dapat
mencegah terjadinya aterosklerosis dengan mencegah oksidasi LDL dan
oksidasi membran sel. HDL mensistesis prostacyclin yang akan mecegah
agregrasi sel-sel darah dan mencegah sintesis endothelin-1 yang dapat
menyebabkan mitosis SMC dan anti vasodilatasi (Moffart, dan Stanford, 2006).

83
5.5 Rerata Kadar Kolesterol Feses dan Hati
Kadar kolesterol feses akan meningkat apabila terjadi penghambatan
penyerapan kolesterol di saluran pencernaan. Salah satu komponen bioaktif pada
FTT yaitu fitosterol dapat menjadi penghambat penyerapan kolesterol masuk ke
dalam tubuh. Kadar kolesterol hati yang rendah menandakan rendahnya akumulasi
kolesterol dalam hati.

70.00
58.56 f
60.00 55.58 e
Rerata Kadar Kolesterol Feses

51.29 d
47.17 c
50.00 40.16 b 43.49 b 43.58 b
(mg/100g)

40.00

30.00 24.91 a

20.00

10.00

0.00
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8

Gambar 5.11 Rerata Kadar Kolesterol Feses Akibat Pemberian Pakan Mi Instan,
Roti Tawar dan Biskuit Dengan dan Tanpa Fortifikasi FTT

Keterangan: K1= kontrol normal+AIN-93M, K2= hiperkolesterolemia+mi instan, K3=


hiperkolesterolemia+roti tawar, K4= hiperkolesterolemia+biskuit, K5=
hiperkolesterolemia+mi instan fortifikasi 1% FTT, K6= hiperkolesterolemia+roti tawar
fortifikasi 1% FTT, K7= hiperkolesterolemia+biskuit fortifikasi 1% FTT, K8=
hiperkolesterolemia+AIN-93M.
Nilai yang disertai dengan notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata
menurut uji Duncan (α=005).

Kadar kolesterol feses pada kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi


pakan produk fortifikasi FTT DALMS memiliki kadar kolesterol feses lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok yang diberi pakan produk serupa tanpa fortifikasi
FTT DALMS. Kadar kolesterol feses tertinggi adalah pada kelompok tikus normal.
Kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar fortifikasi 1% FTT
DALMS memiliki kadar kolesterol feses tertinggi dibanding kelompok tikus

84
hiperkolesterolemia yang lain, yaitu 55,58±1,89 mg/100g (Gambar 5.7). Hasil analisa
sidik ragam (α=0,05) menunjukkan bahwa kelompok perlakuan berpengaruh nyata
terhadap kadar kolesterol feses (p=0,000). Kadar kolesterol feses kelompok tkus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar fortifikasi 1% FTT DALMS adalah
yang paling tinggi dibanding kelompok tikus hiperkolesterolemia yang lain dan paling
mendekati kadar kolesterol tikus normal.

100.00
87.31 f
Rerata Kadar Kolesterol Hati (mg/100g)

80.00

57.98 e
60.00
46.12 d 46.38 d 46.38 d

40.00 34.20 b 38.14 c


29.47 a

20.00

0.00
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8

Gambar 5.12 Rerata Kadar Kolesterol Hati Akibat Pemberian Pakan Mi Instan, Roti
Tawar dan Biskuit Dengan dan Tanpa Fortifikasi FTT

Keterangan: K1= kontrol normal+AIN-93M, K2= hiperkolesterolemia+mi instan, K3=


hiperkolesterolemia+roti tawar, K4= hiperkolesterolemia+biskuit, K5=
hiperkolesterolemia+mi instan fortifikasi 1% FTT, K6= hiperkolesterolemia+roti tawar
fortifikasi 1% FTT, K7= hiperkolesterolemia+biskuit fortifikasi 1% FTT, K8=
hiperkolesterolemia+AIN-93M.
Nilai yang disertai dengan notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata
menurut uji Duncan (α=005).

Kadar kolesterol hati bergantung pada jumlah kolesterol yang terserap dari
makanan dan jumlah kolestesterol yang disintesis oleh hati. Kolesterol di dalam hati
akan digunakan untuk membuat asam empedu atau digabungkan membentuk VLDL
dan LDL-c. Tingginya kadar kolesterol dalam hati akan menyebabkan tingginya
produksi VLDL dan LDL-c untuk dilepas ke dalam peredaran darah. Kadar kolesterol
yang tinggi dalam hati juga akan menyebabkan turunnya aktifitas reseptor LDL. Dua

85
hal ini akan menyebabkan kadar kolesterol dalam peredaran darah menjadi naik
(Shepherd, 2001).
Kadar kolesterol hati paling rendah adalah pada kelompok tikus normal.
Kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan produk fortifikasi FTT DALMS
memiliki kadar kolesterol hati yang lebih rendah dibandingkan kelompok lain yang
diberi pakan produk serupa tanpa fortifikasi FTT DALMS. Kadar kolesterol hati
terendah pada kelompok tikus hiperkolesterolemia adalah kelompok tikus yang
diberi pakan roti tawar fortifikasi FTT, yaitu 34,19±2,91 mg/100g (Gambar 5.8). Hasil
analisa sidik ragam (α=0,05) menunjukkan kelompok perlakuan berpengaruh nyata
terhadap kadar kolesterol hati (p=0,001). Kadar kolesterol hati kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar fortifikasi 1% FTT DALMS adalah
yang paling rendah dan paling mendekati kadar kolesterol hati tikus normal.
Terjadi peningkatan kadar kolesterol feses dan penurunan kadar kolesterol
hati pada kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan produk pangan yang
difortifikasi 1% FTT DALMS dibandingkan dengan kelompok kontrol
hiperkolesterolemia. Kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar
fortifikasi 1% FTT DALMS memiliki kadar kolesterol feses tertinggi dan kadar
kolesterol hati terendah diikuti dengan kolompok tikus hiperkolesterolemia yang
diberi pakan biskuit fortifikasi 1% FTT DALMS. Kadar vitamin E, fitosterol, dan
skualen pada mi instan, roti tawar, dan biskuit fortifikasi FTT berbeda. Biskuit
fortifikasi FTT memilki kadar vitamin E dan fitosterol yang lebih tinggi dibandingkan
dengan mi instan dan roti tawar. Sedangkan kadar skualen tertinggi adalah pada mi
instan (Tabel 5.4). Walaupun demikian peningkatan kolesterol feses dan penurunan
kolesterol hati terbaik ada pada kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi
pakan roti tawar fortifikasi FTT. Hal ini dapat disebabkan karena asupan pakan pada
kelompok ini adalah yang paling tinggi (Tabel 5.6). Asupan pakan akan
berpengaruh pada jumlah bioaktif yang masuk ke dalam tubuh. Jumlah bioaktif yang
masuk akan berpengaruh pada kadar kolesterol feses dan hati.
Mengkonsumsi fitosterol dapat menurunkan kadar kolesterol dalam hati secara
signifikan. Penyerapan kolesterol yang terganggu menyebabkan kadar kolesterol
dalam hati rendah. Fitosterol juga meningkatkan aktifitas transporter ATP-binding
cassette (Abc) yang membawa kolesterol keluar dari entherocyte ke dalam lumen
sistem pencernaan (Alhazzaa et al., 2013).

86
Mekanisme fitosterol menurunkan kadar kolesterol hati berkaitan dengan
kinerja beberapa gen yang berhubungan dengan transportasi dan absorbsi
kolesterol di hati. Fitosterol meningkatkan aktifitas gen Abcg5 dan Abcg8 serta
menurunkan aktifitas gen Niemann Pick C1 Like 1 (NPC1L1). Abcg5 dan Abcg8
bekerja dalam keseimbangan transport kolesterol. Kerusakan pada gen tersebut
dapat menyebabkan akumulasi kolesterol dalam jaringan dan ekskresi kolesterol
yang rendah. Gen NPC1L1 merupakan gen yang meningkatkan absorbsi kolesterol
ke dalam jaringan. Dengan menurunkan aktifitas gen tersebut, maka akumulasi
kolesterol dalam jaringan dapat berkurang (Scoggan et al., 2009).
Sejalan dengan penelitian oleh Scoggan et al (2009), penelitian yang
dilakukan Park at al. (2013) menunjukkan fitosterol menurunkan aktifitas NPC1L1 di
sel HepG2. Selain di dalam hati, NPC1L1 juga terdapat pada mikro vili usus halus
dan berperan dalam penyerapan kolesterol dari intestinal. Dengan adanya fitosterol
aktifitas dari NPC1L1 diturunkan dan kolesterol akan banyak terbuang melalui feses.
Penelitian dengan menggunakan HepG2 sel juga dilakukan untuk
mengetahui efek skualen terhadap penurunan akumulasi kolesterol dan trigliserida di
dalam hati. Pemberian 100µM skualen pada sel HepG2 dapat menurunkan 22%
kadar kolesterol dan 35% kadar trigliserida di dalam hati. Skualen menurunkan
ekspresi gen stearoyl-CoA desaturase-1 (SDC-1) yang berperan dalam sintesis
pospolipid, trigliserida dan kolesterol-ester. Skualen meningkatkan oksidasi asam
lemak dan meningkatkan proses ketogenesis dalam hati, sehingga konsentrasi lipid
dalam sel dapat menurun (Hoang et al., 2016). Pada penelitian yang dilakukan oleh
Farvin et al. (2009), pemberian 2% skualen selama 45 hari pada tikus dapat
meningkatkan kadar kolesterol dalam feses lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok tikus yang diberikan simvastatin. Kadar kolesterol dalam hati tikus
hiperkolesterolemia yang diberikan 200 mg/kg skualen dari amaranth turun
sebanyak 27% setelah 7 hari perlakuan. Kadar kolesterol dalam feses juga lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Skualen diduga menggangu
penyerapan kolesterol di dalam sistem pencernaan, sehingga jumlah kolesterol yang
terbuang melalui feses menjadi meningkat (Shin et al., 2004).
Kandungan fitosterol dan skualen dalam produk pangan yang difortifikasi FTT
DALMS mampu meningkatkan kadar kolesterol feses dan menurunkan kadar
kolesterol hati. Kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar

87
fortifikasi FTT DALMS memiliki kadar kolesterol feses 223% lebih tinggi dan kadar
kolesterol hati 39% lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol
hiperkolesterolemia. Kadar kolesterol hati yang rendah dan tingginya kadar
kolesterol feses akan menurunkan kadar total kolesterol dalam darah. Hal yang
berbeda terjadi pada kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan mi instan
fortifikasi FTT DALMS. Kadar kolesterol feses pada kelompok ini tidak berbeda
nyata dengan kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan mi instan dan
biskuit tanpa fortifikasi FTT DALMS, bahkan lebih rendah dibanding dengan
kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar tanda fortifikasi FTT
DALMS. Kadar kolesterol hati juga tidak berbeda nyata dengan kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan produk pangan tanpa fortifikasi FTT DALMS.
Hal ini dapat menjadi penyebab penurunan profil lipid pada kelompok ini tidak
sebanyak penurunan profil lipid pada kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi
pakan roti tawar dan biskuit fortifikasi FTT DALMS.

5.6 Rerata Kadar Asam Empedu Feses dan Hati


Seperti yang telah disinggung sebelumnya, asam empedu diproduksi di dalam
hati. Hati menghasilkan 500-1000 ml empedu setiap harinya. Asam empedu
diperlukan dalam pencernaan dan penyerapan lemak (Syaifuddin, 2009). Kadar
asam empedu feses yang tinggi menandakan tidak banyak asam empedu yang
kembali dari saluran pencernaan. Semakin banyak asam empedu terbuang maka
semakin banyak tubuh akan memproduksi asam empedu untuk menggantikan asam
empedu yang terbuang. Bahan utama pembuatan asam empedu adalah kolesterol.
Kolesterol yang tidak larut dengan air akan diubah menjadi asam empedu yang larut
dalam air (Stamp dan Jenkins. 2008).
Kelompok tikus normal dan kelompok tikus hiperkolesterolemia kontrol
memiliki kadar asam empedu feses yang paling rendah. Kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan mi instan, roti tawar dan biskuit fortifikasi 1%
FTT DALMS memiliki kadar asam empedu feses yang tinggi dibandingkan tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan produk serupa tanpa fortifikasi FTT DALMS,
tikus hiperkolesterolemia kontrol dan tikus normal. Kadar asam empedu feses
kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar fortifikasi 1% FTT
DALMS adalah yang paling tinggi, yaitu 35,93±3,45 µM/100 g bw (Gambar 5.13).

88
Hasil analisa sidik ragam (α=0,05) menunjukkan kelompok perlakuan berpengaruh
nyata terhadap kadar asam empedu feses (p=0,000).

50.00
Rerata Kadar Asam Empedu Feses

40.00 35.94 e

30.07 d
(µM/100g bw)

30.00 26.35 c

20.00 15.91 b
14.22 b 12.82 b

10.00 8.22 a 7.10 a

0.00
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8

Gambar 5.13 Rerata Kadar Asam Empedu Feses Akibat Pemberian Pakan Mi
Instan, Roti Tawar dan Biskuit Dengan dan Tanpa Fortifikasi FTT

Keterangan: K1= kontrol normal+AIN-93M, K2= hiperkolesterolemia+mi instan, K3=


hiperkolesterolemia+roti tawar, K4= hiperkolesterolemia+biskuit, K5=
hiperkolesterolemia+mi instan fortifikasi 1% FTT, K6= hiperkolesterolemia+roti tawar
fortifikasi 1% FTT, K7= hiperkolesterolemia+biskuit fortifikasi 1% FTT, K8=
hiperkolesterolemia+AIN-93M.
Nilai yang disertai dengan notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata
menurut uji Duncan (α=005).

Sejalan dengan hasil kadar asam empedu feses, kadar asam empedu hati
pada kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar fortifikasi FTT
1% DALMS adalah yang tertinggi, yaitu 39,07±2,45 µM/100 g bw. Kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan mi instan, roti tawar dan biskuit fortifikasi 1%
FTT DALMS memiliki kadar asam empedu hati yang tinggi dibandingkan tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan produk serupa tanpa fortifikasi FTT DALMS
dan tikus hiperkolesterolemia kontrol (Gambar 5.14). Hasil analisa sidik ragam
(α=0,05) menunjukkan kelompok perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar
asam empedu hati (p=0,000). Analisa lanjut dengan uji Duncan menunjukkan kadar
asam empedu hati kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar
fortifikasi 1% FTT DALMS adalah yang tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan

89
kelompok tikus normal. Kadar asam empedu hati kelompok tikus hiperkolesterolemia
yang diberi pakan biskuit fortifikasi FTT DALMS tidak berbeda nyata dengan
kelompok tikus normal.

50.00
39.07 e
Rerata Kadar Asam Empedu Hati

40.00 36.49 de
32.71 cd
28.83 c
(µM/100g bw)

30.00
19.93 b 19.95 b
16.65 b
20.00

6.38 a
10.00

0.00
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8

Gambar 5.14 Rerata Kadar Asam Empedu Hati Akibat Pemberian Pakan Mi Instan,
Roti Tawar dan Biskuit Dengan dan Tanpa Fortifikasi FTT

Keterangan: K1= kontrol normal+AIN-93M, K2= hiperkolesterolemia+mi instan, K3=


hiperkolesterolemia+roti tawar, K4= hiperkolesterolemia+biskuit, K5=
hiperkolesterolemia+mi instan fortifikasi 1% FTT, K6= hiperkolesterolemia+roti tawar
fortifikasi 1% FTT, K7= hiperkolesterolemia+biskuit fortifikasi 1% FTT, K8=
hiperkolesterolemia+AIN-93M.
Nilai yang disertai dengan notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata
menurut uji Duncan (α=005).

Selain mempengaruhi ekskresi kolesterol feses, keberadaan komponen


bioaktif pada produk pangan yang difortifikasi FTT juga mempengaruhi sirkulasi
asam empedu. Tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan produk pangan fortifikasi
FTT memiliki kadar asam empedu feses yang tinggi. Hal ini menandakan asam
empedu tidak terserap kembali ke dalam sirkulasi. Efek dari terbuangnya asam
empedu, hati akan memproduksi asam empedu untuk menggantikan asam empedu
yang hilang. Kadar asam empedu hati pada kelompok tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan tanpa
fortifikasi FTT (Gambar 5.14).

90
Adanya fitosterol menyebabkan turunnya aktifitas NPC1L1 pada hati dan usus.
NPC1L1 mempengaruhi penyerapan kembali asam empedu melalui perannya dalam
keseimbangan gen Abcg5 dan Abcg8. Secara normal NPC1L1 dan Abcg5/g8 akan
menjaga agar asam empedu tidak banyak terbuang dan dapat kembali ke jaringan.
Penurunan aktifitas NPC1L1 dapat meningkatkan ekskresi asam empedu dan
meningkatkan aktifitas penyerapan kolesterol dari plasma ke dalam hati untuk
sintesis asam empedu (Park et al., 2013).
Selain fitosterol, skualen dapat meningkatkan ekskresi asam empedu pada
feses. Pemberian 0,1 ml/hari skualen dapat meningkatkan ekskresi asam empedu
feses setelah 7 hari (Nakamura et al., 1994). Pemberian 200 mg/kg skualen dari
amaranth pada tikus hiperkolesterolemia selama 7 hari dapat meningkatkan kadar
asam empedu dalam feses dibandingkan dengan kelompok kontrol. Mekanisme
skualen meningkatkan kadar asam empedu di dalam feses adalah dengan
mengganggu penyerapan kembali asam empedu di dalam sistem pencernaan (Shin
et al., 2004).
Diantara kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan mi intan, roti
tawar, dan biskuit yang difortifikasi FTT, peningkatan asam empedu feses dan asam
empedu hati yang paling tinggi adalah pada kelompok tikus hiperkolesterolemia
yang diberi pakan roti tawar fortifikasi FTT. Kadar vitamin E pada roti tawar lebih
rendah dibandingkan dengan biskuit. Kadar fitosterol pada roti tawar adalah yang
paling rendah dibandingkan dengan biskuit dan mi instan. Sedangkan kadar skualen
pada roti tawar lebih rendah dibandingkan dengan mi instan. Walapupun demikian
peningkatan kadar asam empedu feses dan hati pada kelompok ini adalah yang
terbaik dibandingkan dengan kelompok lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena
jumlah asupan pakan pada kelompok ini adalah yang tertinggi dibandingkan dengan
kelompok lainnya. Jumlah asupan pakan akan mempengaruhi jumlah komponen
bioaktif yang masuk ke dalam tubuh. Tingginya asupan pakan pada kelompok ini
menyebabkan jumlah komponen bioaktif yang masuk ke dalam tubuh juga lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok lain.
Efek dari tingginya kadar asam empedu feses akan menyebabkan hati
memproduksi lebih banyak asam empedu dan menyerap lebih banyak kolesterol dari
darah. kadar total kolesterol darah akan menurun seiring dengan banyaknya asam
empedu yang terbuang melalui feses.

91
5.7 Gambaran Histopatologi dan Rerata Ketebalan Intima Media Aorta
Akumulasi LDL-c dan tingginya radikal bebas dalam darah akan memicu
terbentuknya plak pada pembuluh darah. Pada penelitian ini diambil sampel aorta
untuk dilihat apakah pemberian diet atherogenik dapat menginduksi terbentuknya
plak pada aorta. Selain itu pemberian perlakuan dengan variasi produk pangan yang
difortifikasi FTT DALMS dapat mengurangi terjadinya aterosklerosis pada tikus
hiperkolesterolemia. Analisis histopatologi dilakukan untuk melihat morfologi sel-sel
pada aorta masing-masing kelompok perlakuan.

Gambar 5.15 Gambaran Gambar 5.16 Gambaran


Histopatologi Aorta Kelompok Tikus Histopatologi Aorta Kelompok Tikus
Normal. (perbesaran 400x) (scale Hiperkolesterolemia yang Diberi
bar: 20μm) Pakan Mi Instan. (perbesaran 400x)
Keterangan: TI= tunika Intima, TM= (scale bar: 20μm)
tunika media, TA= tunika advertisa Keterangan: TI= tunika Intima, TM=
tunika media, TA= tunika advertisa,
tanda → merah= sel busa, tanda →
hitam= nucleus tidak normal, tanda *=
penumpukan lemak (vakuolisasi)

92
Gambar 5.17 Gambaran Histopatologi Gambar 5.18 Gambaran Histopatologi
Aorta Kelompok Tikus Aorta Kelompok Tikus
Hiperkolesterolemia yang Diberi Pakan Hiperkolesterolemia yang Diberi Pakan
Roti Tawar. (perbesaran 400x) (scale bar: Biskuit. (perbesaran 400x) (scale bar:
20μm) 20μm)
Keterangan: TI= tunika Intima, TM= Keterangan: TI= tunika Intima, TM=
tunika media, TA= tunika advertisa, tanda tunika media, TA= tunika advertisa, tanda
→ merah= sel busa, tanda → hitam= → merah= sel busa, tanda → hitam=
nucleus tidak normal, tanda *= nucleus tidak normal, tanda *=
penumpukan lemak (vakuolisasi) penumpukan lemak (vakuolisasi)

Gambar 5.19 Gambaran Histopatologi Gambar 5.20 Gambaran Histopatologi


Aorta Kelompok Tikus Aorta Kelompok Tikus
Hiperkolesterolemia yang Diberi Pakan Hiperkolesterolemia yang Diberi Pakan
Mi Instan FTT. (perbesaran 400x) (scale Roti Tawar FTT. (perbesaran 400x)
bar: 20μm) (scale bar: 20μm)
Keterangan: TI= tunika Intima, TM= Keterangan: TI= tunika Intima, TM=
tunika media, TA= tunika advertisa, tanda tunika media, TA= tunika advertisa, tanda
→ hitam= elongated nuclei, tanda *= → merah= sel busa, tanda → hitam=
penumpukan lemak (vakuolisasi) elongated nuclei, tanda *= penumpukan
lemak (vakuolisasi)

93
Gambar 5.21 Gambaran Histopatologi Gambar 5.22 Gambaran Histopatologi
Aorta Kelompok Tikus Aorta Kelompok Tikus
Hiperkolesterolemia yang Diberi Pakan Hiperkolesterolemia yang Diberi Pakan
Biskuit FTT. (perbesaran 400x) (scale Standar. (perbesaran 400x) (scale bar:
bar: 20μm) 20μm)
Keterangan: TI= tunika Intima, TM= Keterangan: TI= tunika Intima, TM=
tunika media, TA= tunika advertisa, tanda tunika media, TA= tunika advertisa, tanda
→ hitam= elongated nuclei, tanda *= → merah= sel busa, tanda → hitam=
penumpukan lemak (vakuolisasi) nucleus tidak normal, tanda *=
penumpukan lemak (vakuolisasi)

Hasil histopatologi pada kelompok tikus normal (K1), terlihat aorta tikus dalam
keadaan normal. Tidak terlihat adanya sel busa, tidak terlihat adanya vakuolisasi,
tunika intima dan tunika media terlihat normal. Berbeda dengan kelompok tikus
hiperkolesterolemia kontrol (K8), dimana terlihat adanya sel busa dan mulai muncul
penebalan dibagian tunika intima yang menandakan mulai terbentuk plak
aterosklerosis. Terdapat banyak vakuolisasi atau penumpukan lipid di tunika media,
nucleus terlihat terdesak dan bentuknya tidak normal, tunika intima terlihat tidak
normal, dan thick elastic fibers terlihat tidak rapi dibeberapa bagian.
Histopatologi aorta kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan mi
instan, roti tawar dan biskuit tanpa fortifikasi FTT DALMS (K2, K3, K4) menunjukkan
masih banyak terdapat sel busa dan penumpukan lemak. Tunika intima dan tunika
media juga terlihat tidak normal dibeberapa bagian. Berbeda dengan kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan mi instan, roti tawar dan biskuit fortifikasi 1%
FTT DALMS (K5, K6, K7), Aorta pada kelompok ini terlihat mulai menyerupai aorta
tikus normal. Sel busa tidak banyak terlihat, tidak terlihat banyak nucleus yang

94
terdesak karena penumpukan lemak, dan penumpukan lemak jauh berkurang. Letak
sel juga terlihat lebih rapi dan halus. Penebalan dinding aorta mulai terlihat pada K8
sedangkan kelompok lain tidak terlihat ada penebalan dinding aorta dan
penyempitan lumen juga belum terlihat disemua kelompok perlakuan. Pemberian
diet atherogenik selama 14 hari belum cukup untuk menginduksi terjadinya
aterosklerosis pada kelompok tikus hiperkolesterolemia.

Tabel 5.11 Efek Pemberian Pakan Produk Pangan dengan dan Tanpa Fortifikasi
FTT DALMS Terhadap Terbentuknya Sel Busa, Penumpukan Lemak dan Plak

Kelompok Sel Penumpukan Plak Aterosklerosis


Busa Lemak
Kontrol normal+AIN-93M - - -
Hiperkolesterolemia+mi instan +++ +++ +
Hiperkolesterolemia+roti tawar ++++ ++++ -
Hiperkolesterolemia+biskuit ++ ++++ -
Hiperkolesterolemia+mi instan FTT - + -
Hiperkolesterolemia+roti tawar FTT + + -
Hiperkolesterolemia+biskuit FTT - + -
Hiperkolesterolemia+AIN-93M ++++ ++++ +

Secara alami sel-sel endotel memiliki kemampuan untuk meregulasi respon


pada pembuluh darah, mencegah terjadinya adesi dan mengatur perkembangan
pembuluh darah. Luka pada endotel akan merusak fungsi tersebut dan
menyebabkan endothelial dysfunction. Penyebab terjadinya endothelial dysfunction
adalah hiperkolesterolemia, diabet mellitus, kebiasaan merokok, hipertensi, dan
infeksi karena mikroorganisme. Akumulasi LDL-c akan menyebabkan LDL-c
menempel pada sel endotel pembuluh darah. Luka pada endotel dan LDL-c yang
menumpuk pada endotel menyebabkan tubuh memproduksi heparin. Heparin akan
menyebabkan pembuluh darah lebih rigid dan membuat fluiditas darah lebih tinggi.
Adanya heparin dimaksudkan untuk mencegah terjadinya aterosklerosis, tetapi
justru memperparah pembentukan aterosklerosis. LDL yang teroksidasi akan
mengaktifkan makrofag untuk memakan LDL teroksidasi. Makrofag kemudian
berubah menjadi sel busa. Adanya sel busa akan menstimuli migrasi dari smooth
muscle cells (SMC) ke dalam lapisan sub-epitel. Jaringan fibrosa akan muncul dan
terjadilah plak (Moffatt da Stamford, 2005).

95
120.00 104.24

Rerata Ketebalan Intima Media Aorta


100.00 91.58
83.73 87.15 88.12
82.41
75.68 74.74
80.00
(µm)
60.00

40.00

20.00

0.00
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8

Gambar 5.23 Rerata Ketebalan Intima Media Aorta Akibat Pemberian Pakan Mi
Instan, Roti Tawar dan Biskuit Dengan dan Tanpa Fortifikasi FTT

Keterangan: K1= kontrol normal+AIN-93M, K2= hiperkolesterolemia+mi instan, K3=


hiperkolesterolemia+roti tawar, K4= hiperkolesterolemia+biskuit, K5=
hiperkolesterolemia+mi instan fortifikasi 1% FTT, K6= hiperkolesterolemia+roti tawar
fortifikasi 1% FTT, K7= hiperkolesterolemia+biskuit fortifikasi 1% FTT, K8=
hiperkolesterolemia+AIN-93M.
Nilai yang disertai dengan notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata
menurut uji Duncan (α=005).

Ketebalan intima media aorta diukur dari lapisan tunika intima hingga lapisan
tunika media pada 4 sisi yang berbeda. Rerata ketebalan intima media aorta yang
paling besar adalah kelompok 4, yaitu 104,24 µm, sedangkan yang paling kecil
adalah kelompok 2, yaitu 74,74 µm. Kelompok lain memiliki rerata ketebalan intima
media aorta yang hampir sama (Gambar 5.15). Hasil analisa sidik ragam (α=0,05)
kelompok perlakuan berpengaruh nyata terhadap ketebalan intima media (p=0,000),
tetapi rerata ketebalan intima media kelompok tikus normal (K1) dan kelompok tikus
hiperkolesterolemia kontrol (K8) tidak berbeda nyata setelah diuji dengan uji lanjut
Duncan (α=0,05). Hal ini menunjukkan penebalan dinding aorta pada tikus
hiperkolesterolemia belum secara signifikan terjadi sampai pada akhir masa
pemeliharaan.
Salah satu faktor dari variasi ketebalan aorta adalah struktur myoelastic
(smooth muscle cells) dan kepadatan dari layer pada aorta. Derajat variasi pada
aorta bisa mencapai 18% (Davis et al., 2010). Pada penelitian ini kelompok tikus

96
hiperkolesterolemia yang diberi pakan biskuit fortifikasi 1% FTT DALMS (K4)
memiliki ketebalan intima media yang paling tinggi, tetapi pada hasil gambaran
histopatologi tidak terlihat adanya plak pada tunika intima dan aorta terlihat hampir
sama dengan tikus normal (K1). Hal ini dapat disebabkan karena struktur dari
myoelastic pada kelompok ini lebih tebal dibandingkan dengan kelompok lain.
Terdapat 6 derajat terjadinya aterosklerosis. Tipe 1, yaitu terjadinya
penumpukan lipid pada endotel. Tipe 2 apabila penumpukan semakin banyak dan
mulai terlihat sebagai titik-titik lemak. Pada tipe 3 sudah mulai terlihat adanya sel
busa. Tipe 4 menunjukkan akumulasi dari sel busa yang semakin banyak. Pada tipe
5 sudah terjadi migrasi dan proliferasi SMC yang membentuk lapisan disekitar
kumpulan lipid dan sel busa. Kolagen mulai disintesis sebagai respon adanya luka
pada sel dan jaringan karena akumulasi lipid. Kolagen membentuk plak yang keras.
Plak tersebut berisi lipid, makrofag yang mati dan sel mesenkim. Pada tipe 6 luka
pada pembuluh darah sudah lebih kompleks dan dapat terjadi pengelupasan plak
(Bourassa dan Tardif, 2006).
Vitamin E dan skualen merupakan antioksidan. Kedua komponen yang ada di
FTT DALMS ini berpotensi melindungi pembuluh darah dari kerusakan karena
radikal bebas. Pada gambar hasil histopatologi aorta tikus terlihat bahwa aorta tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan produk pangan fortifikasi 1% FTT (K2, K3, K4)
memiliki lebih sedikit sel busa dibandingkan dengan tikus hiperkolesterolemia yang
diberi pakan produk tanpa fortifikasi FTT (K5, K6, K7). Aorta juga terlihat menyerupai
aorta tikus normal. Vitamin E, fitosterol, dan skualen pada masing-masing produk
pangan memiliki jumlah yang berbeda. Kadar vitamin E tertinggi ada pada biskuit,
sedangkan kadar skualen tertinggi ada pada mi instan (Tabel 5.4). Pada gambaran
histopatologi aorta, tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan roti tawar FTT masih
terlihat adanya sel busa dibandingkan dengan kelompok tikus yang diberi pakan
biskuit dan mi instan FTT. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah bioaktif terutama
vitamin E dan skualen pada mi instan lebih rendah dibandingkan dengan biskuit dan
mi instan.
Vitamin E sebagai antioksidan dapat mencegah terjadinya aterosklerosis
dengan berbagai mekanisme. Tikus apolipoprotein E knock out (Apo-E KO) yang
diberikan 100 mg/kg vitamin E selama 6 minggu mengalami penurunan area
aterosklerosis sebesar 41%. Pemberian vitamin E dapat menurunkan kadar LDL

97
teroksidasi dan ekspresi gen CD36. Aktifasi CD36 dapat meningkatkan masuknya
LDL teroksidasi ke dalam makrofag yang dapat menimbulkan sel busa. Tikus
dengan suplementasi vitamin E memiliki ekspresi gen peroxisome proliferator
activated reseptor gamma (PPARγ), liver-x-receptor-α (LXRα), dan ABCA1 yang
tinggi. Peningkatan ekspresi gen PPARγ akan menstimulasi aktifasi LXRα. PPARα
dan LXRα secara bersama-sama menstimulasi peningkatan ekspresi gen ABCA1.
ABCA1 akan menghilangkan kolesterol dalam makrofag sehingga mencegah
munculnya sel busa (Tang et al., 2014). Penelitian pada tikus gemuk yang
hiperlipidemia yang diberi vitamin E menunjukkan penurunan area aterosklerosis
dibandingkan yang tidak diberikan vitamin E (Hasty et al., 2007).
Penelitian yang dilakukan Kirac et al. (2013) pada tikus yang diberi diet tinggi
kolesterol dan metionin menunjukkan peningkatan kadar kolesterol dan homosistein
dalam serum, sedangkan pada tikus yang diberi injeksi 50 mg/kg/hari vitamin E
disamping diet tinggi kolesterol dan metionin tidak menunjukkan adanya peningkatan
kolesterol dan homosistein dalam serum. Morfologi aorta pada tikus dengan
penambahan vitamin E menunjukkan, aorta tikus tidak berbeda dengan tikus kontrol.
Vitamin E dapat mencegah meningkatnya kadar homosistein dalam darah dan
mencegah terjadinya proliferasi smooth muscle cells (SMC). Kadar homosistein dan
kolesterol yang tinggi dalam darah dapat meningkatkan proliferasi SMC dan
meningkatkan stress oksidatif yang akan memperburuk aterosklerosis (Ozer et al.,
2003).
Skualen dapat mengurangi area aterosklerosis pada dosis 1g/kg/hari selama
10 minggu pada tikus ApoE-KO. Penghambatan pembentukan aterosklerosis pada
kelompok ini berhubungan dengan rendahnya akumulasi lipid pada hati. Dengan
turunnya lipid dalam hati, ApoA-1 dapat mencegah perubahan makrofag menjadi sel
busa dan mencegah terbentuknya aterosklerosis. Penurunan area aterosklerosis
oleh skualen pada penelitian ini tidak didukung dengan penurunan kadar kolesterol
dan trigliserida darah (Guillen et al., 2008).
Sebagai antioksidan skualen melindungi membran lipid bilayer dari kerusakan
karena radikal bebas. Skualen akan masuk ke dalam membran lipid bilayer dan
memperangkap radikal bebas. Adanya skualen dapat mencegah oksidasi lipid
karena radikal bebas (Farvin et al., 2007).

98
Penelitian pada tikus LDLr-KO yang diberikan diet tinggi kolesterol dan 2%
fitosterol memiliki kosentrasi plasma kolesterol yang rendah, luka pada dinding arteri
yang lebih kecil, kadar lipid pada dinding arteri yang rendah, dan hanya sedikit
makrofag yang terdeteksi ada di dinding arteri dibandingkan dengan kelompok
kontrol. Pemberian fitosterol membantu mengurangi timbulnya aterosklerosis pada
tikus LDLr-KO dengan diet tinggi kolesterol dbandingkan dengan tikus kontrol
(Bombo et al., 2013).
Endothelial progenitor cells (EPCs) memiliki fungsi penting dalam regenerasi
sel endotel. EPCs berfungsi memperbaiki dan menjaga sel-sel endotel. Penurunan
sirkulasi dari EPCs dapat meningkatkan resiko aterosklerosis di kemudian hari.
Fitosterol memiliki efek dapat meningkatkan sirkulasi EPCs pada pasien dengan
perlemakan hati, sehingga mengurangi resiko terjadinya aterosklerosis (Chen et al.,
2015).
Efek perbaikan aorta pada kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi
pakan produk fortifikasi FTT, tidak diikuti dengan hasil perhitungan ketebalan intima
media aorta. Intima media thickness (IMT) pada kelompok tikus normal (kontrol
negatif) dan tikus hiperkolesterolemia (kontrol positif) tidak berbeda secara nyata.
Kelompok tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan biskuit dan roti tawar fortifikasi
1% FTT DALMS memiliki nilai IMT lebih besar dari pada kelompok tikus
hiperkolesterolemia yang diberi pakan produk pangan yang sama tanpa fortifikasi
FTT DALMS. Walaupun demikian pada gambaran histopatologi terlihat kelompok
tersebut memiliki aorta yang menyerupai kelompok normal. Penebalan tunika intima
belum terlihat pada semua kelompok perlakuan, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pemberian diet aterogenik selama 14 hari belum mampu menginduksi terjadi
aterosklerosis.

99

Anda mungkin juga menyukai