Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ASPEK KESEHATAN GEDUNG DAN PEMUKIMAN

Diajukan untuk memenuhi Tugas pada mata kuliah Kesehatan Lingkungan Dasar.

Dosen Pengampu : Yulia Kharina Ashar, S. KM., M. KM

Kelas : IKM-6 Semester 3 (tiga)

Disusun Oleh :

Syari Masdelina (0801223337)


Syifana Nadia Raisya (0801221078)
Windi Zahrani (0801221087)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, rasa syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena
dengan bantuan-Nya yang telah memberikan kami kemudahan dan kelancaran untuk
menyelesaikan makalah mata kuliah Kesehatan Lingkungan Dasar yang berjudul “Aspek
Kesehatan Gedung Dan Pemukiman” ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Tanpa rahmat,
ridho, dan bantuan-Nya, kami tidak akan dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Dalam penulisan ini kami menyadari bahwasannya makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan didalamnya. Kami juga ingin berterima kasih
kepada Ibu yang telah memberikan kami tugas ini dan senantiasa mendoakan kami agar dapat
menyelesaikan tugas makalah ini dengan sebaik mungkin. Oleh karena itu, kami mengharapkan
banyak kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya dari para pembaca dan Ibu Dosen
nantinya.

Semoga makalah dengan judul diatas ini dapat memberikan pengalaman dan
pembelajaran kepada kami para penulis dan para pembaca nantinya. Kami juga berharap apa
yang akan kami bahas disini nantinya dapat diamalkan didalam kehidupan masyarakat sehari-
hari.

Medan, 15 November 2023

Pemakalah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. 2


DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ..3
BAB I ............................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Masalah........................................................................................................................... 5
BAB II .......................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN .......................................................................................................................................... 6
2.1 Persyaratan Rumah Sehat.......................................................................................................... 6
2.1.1. Definisi Rumah .................................................................................................................... 6
2.1.2. Definisi Rumah Sehat ......................................................................................................... 6
2.1.3. Faktor- Faktor Rumah Sehat ........................................................................................... 10
2.1.4. Manfaat Rumah Sehat ...................................................................................................... 11
2.2 Pencemaran Gedung Dan Pemukiman Yang Tidak Sehat .................................................... 12
2.2.1. Masalah Pencemaran Gedung Dan Pemukiman Tidak Sehat ...................................... 12
2.2.2. Sindroma Gedung Sakit ................................................................................................... 14
2.3 Dampak Gedung Dan Pemukiman Tidak Sehat .................................................................... 15
BAB III....................................................................................................................................................... 18
PENUTUP .................................................................................................................................................. 18
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 19
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Faktor terbesar yang mempengaruhi kesehatan adalah lingkungan.Kesehatan lingkungan


pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaanlingkungan yang optimal sehingga
berpengaruh positif terhadapTerwujudnya status kesehatan yang optimal pula. Ruang
lingkuplingkungan yang paling dekat dengan kegiatan manusia adalah rumah.Setiap manusia
dimanapun berada membutuhkan tempat untuk tinggalyang disebut rumah (Mukono, 2000).

Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan hutan lindung, baik yang
berupa kawasan perkotaan atau pedesaan. Pemukiman berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU
RI No. 4/1992). Kawasan pemukiman didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama
sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, tempat bekerja
yang memberi pelayanan dan kesempatan kerja terbatas yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan. Satuan lingkungan pemukiman adalah kawasan perumahan dalam
berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan
terstuktur yang memungkinkan pelayanan dan pengelolaan yang optimal.

Prasarana lingkungan pemukiman adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang


memungkinkan lingkungan pemukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Prasarana utama
meliputi jaringan jalan, jaringan pembuangan air limbah dan sampah, jaringan pematusan air
hujan, jaringan pengadaan air bersih, jaringan listrik. telepon, gas, dan sebagainya. Jaringan
primer prasarana lingkungan adalah jaringan utama yang menghubungkan antara kawasan
pemukiman atau antara kawasan pemukiman dengan kawasan lainnya: Jaringan sekunder
prasarana lingkungan adalah jaringan cabang dari jaringan primer yang melayani kebutuhan di
dalam satu satuan lingkungan pemukiman.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa- apa saja persyaratan dari rumah sehat ?
2. Bagaimana cara pencemaran Gedung dan pemukiman yang tidak sehat ?
3. Bagaimana dampak dari Gedung dan pemukiman yang tidak sehat ?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa- apa saja persyaratan dari rumah sehat ?
2. Untuk mengetahui bagaimana cara pencemaran Gedung dan pemukiman yang tidak sehat ?
3. Untuk mengetahu dampak dari Gedung dan pemukiman yang tidak sehat ?
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Persyaratan Rumah Sehat
2.1.1. Definisi Rumah
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana
pembinaan keluarga, identitas status sosial, serta sebagai aset bagi pemiliknya. Jenis rumah
antara lain rumah komersil, rumah swadaya, rumah-rumah umum, rumah khusus, dan rumah
negara. Rumah dapat berbentuk rumah tunggal, rumah susun, dan rumah deret.
Rumah yang dibangun sebaiknya memperhatikan lokasi lahan yang akan didirikan, yaitu
tidak berpotensi menimbulkan hahaya antara lain, di bawah jembatan, daerah saluran udara
tegangan ekstra tinggi (SUTET), daerah aliran sungai, daerah rawan hencana tanah longsor
dan hanjir dan sebagainya.
Rumah yang akan dihuni sebaiknya memenuhi persyaratan keselamatan bangonan,
kecukupan minimum luas bangunan dan kesehatan penghuni. Keselaman bangunan meliputi
konstruksi rangka kaut dinding, utup, plafon kuat dan tidak mudah robob, lantai tidak licin,
pencahayaan alami cukup untuk masuk ke dalam rumah, dan bahan bangunan yang tidak
membahayakan penghuninya (Puspawati, C, dkk.2019).
2.1.2. Definisi Rumah Sehat
Rumah sehat merupakan rumah yang menjadikan penghuninya bisa meningkatkan serta
membina raga psikologis ataupun sosial keluarga (Kementerian Pekerjaan Umum serta
Perumahan Rakyat, 2017). Rumah dibilang sehat bila penuhi keinginan fisiologis (sebagai
contoh pencerahan, penghawaan, ruang aksi yang lumayan, bebas dari keributan yang
mengusik), penuhi keinginan intelektual (sebagai contoh privaci yang memadai, komunikasi
yang baik antar anggota keluarga). penuhi persyaratan persyaratan infeksi penyakit (sebagai
contoh penyediaan air bersih, pengelolaan buangan serta kotoran rumah tangga, kepadatan
hunian, cahaya mentari pagi yang memadai, serta terlindungnya makanan dan minuman dari
kontaminasi), tidak hanya itu memenuhi persyaratan terhadap kecelakaan (sebagai contoh
batasan jalur, gedung yang kuat, tidak gampang dibakar, serta tidak licin) (Depkes RI, 2002;
Natalina, Rochmawati and Elly, 2015).
Rumah sehat menurut Kasjono, 2011 adalah tempat berlindung/ bernaung dan tempat
untuk beristirahat sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik Rohani
maupun social.
Adapun ketentuan persyaratan Kesehatan rumah tinggal menurut Kepmenkes No.
829/Menkes/5k/VII/1999 adalah sebagai berikut :
1. Bahan bangunan
a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat membahayakan
kesehatan, antara lain : debu total kurang dari 150 µg/m2, asbestos kurang dari 0,5
serat/m3 per 24 jam, plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg bahan.
b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme patogen.
2. Komponen dan penetapan ruangan
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan.
b. Dinding rumah memiliki ventilasi, kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan
mudah dibersihkan.
c. Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.
d. Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir.
e. Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya.
f. Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.
3. Pencahayaan
a. Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak
menyilaukan mata.
4. Kualitas udara
a. Suhu udara nyaman antara 18–30oC.
b. Kelembaban udara 40–70%.
c. Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam.
d. Pertukaran udara 5 kaki3/menit/penghuni.
e. Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam.
f. Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3.
5. Ventilasi
a. Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.
6. Vector penyakit
a. Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.
7. Penyediaan air
a. Tersedia sarana penydiaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/orang/hari.
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan Kesehatan air bersih atau air minum
menurut Permenkes no. 416 tahun 1990 dan Kepmenkes no. 907 tahun 2002.
8. Sarana penyimpanan makanan
a. Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman.
9. Pembuangan limbah
a. Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah.
b. Limbah padat harus dikelolah dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak
mencemari permukaan tanah dan air tanah.
10. Kepadatan hunian
a. Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 ornag tidur.

Menurut Winslow serta APHA, rumah sehat wajib melengkapi beberapa persyaratan antara
lain (Budiman and Suyono, 2010):

a. Melengkapi Keperluan Fisiologis


1) Punya pencahayaan yang cukup, baik cahaya matahari maupun cahaya lampu.
Pencahayaan yang sesuai persyaratan sebesar 60-120 lux. Luas jendela setidaknya
10%-20% dari luas lantai.
2) Ventilasi yang cukup guna proses sirkulasi udara di ruangan. Kelayakan udara dalam
ruangan yang sesuai persyaratan ialah temperatur 18°C 30°C, kelembaban udara
40%-70%. Ukuran ventilasi yang sesuai persyaratan ialah 10% luas lantai.
3) Tidak terganggu oleh suara-suara yang berasal dari luar maupun dari dalam rumah
(termasuk radiasi).
4) Punya tempat bermain yang cukup bagi anak- anak serta belajar.
b. Melengkapi Keperluan Psikologis
1) Terjaminnya ketenangan serta kebebasan setiap penghuni rumah.
2) Mempunyai ruangan berkumpul bagi penghuni rumah.
3) Keadaaan lingkungan rumah yang sesuai, homogen, tidak terlalu ada perbedaan
tingkat yang ekstrem di lingkungan, seperti tingkat ekonomi.
4) Punya kamar mandi serta WC punya sendiri.
5) Jumlah kamar tidur serta pengaturannya wajib disesuaikan dengan umur serta jenis
kelaminnya. Orang tua serta anak dibawah 2 tahun boleh satu kamar. Anak. diatas 10
tahun dipisahkan antara laki-laki serta perempuan. Anak umur 17 tahun ke atas
diberi kamar sendiri.
6) Jarak antara tempat tidur setidaknya 90 cm guna terjaminnya keleluasaan bergerak,
bernapas serta guna memudahkan membersihkan lantai.
7) Ukuran ruang tidur anak yang berumur < 5 tahun sebesar 4,5 m, serta umurnya > 5
tahun ialah 9 m³. Artinya dalam sebuah ruangan anak yang berumur 5 tahun ke
bawah. diberi kebebasan menggunakkan volume ruangan 1,5x1x3 m³, serta > 5
tahun menggunakan ruangan 3x1x3 m³.
8) Punya halaman yang bisa ditanami pepohonan.
9) Hewan/ternak yang dimungkinkan akan membuat ruangan kotor serta ribut/bising
sebaiknya dipindahkan dari rumah serta dibuat kandang tersendiri serta gampang
dibersihkan.
c. Pencegahan Penularan Penyakit
1) Tersedianya air bersih untuk kebutuhan minum yang melengkapi persyaratan
Kesehatan.
2) Tidak memberi kesempatan serangga (nyamuk, lalat). tikus, serta binatang lainnya
bersarang di dalam serta di sekitar rumah.
3) Pembangunan kotoran/tinja serta air limbah melengkapi persyaratan Kesehatan.
4) Pembangunan sampah pada tempat yang baik, kuat serta hygiene.
5) Luas kamar tidur sebaiknya 3,5 m2 perorang serta tinggi langit- langit sebaiknya 2,75
m. Ruangan yang terlalu luas akan menyebabkan gampang masuk angin, tidak
nyaman secara psikologis, sedangkan apabila terlalu sempit akan menyebabkan
sesak napas serta memudahkan penularan penyakit karena terlalu dekat kontak.
6) Tempat masak serta penyimpana makanan wajib bersih serta bebas dari pencemaran
ataupun gangguan serangga, tikus serta debu.
d. Pencegahan Terjadinya Kecelakaan
1) Ventilasi yang cukup guna mengeluarkan gas ataupun racun dari dalam ruangan serta
menggantinya dengan udara segar.
2) Cukup cahaya dalam ruangan guna mencegah bersarangnya serangga ataupun tikus,
mencegah terjadinya kecelakaan dalam rumah karena gelap.
3) Bahan bangunan ataupun kontruksi rumah wajib melengkapi persyaratan bangunan
sipil, terdiri dari bahan yang baik serta kuat.
4) Jarak ujung atap dengan ujung atap tetangga setidaknya 3 lebar halaman antara atap
tersebut setidaknya sama dengan tinggi atap tersebut. Hal ini tidak berlaku bagi
perumahan yang bergandengan (couple).
5) Rumah sebaiknya jauh dari rindangan pohon-pohon besar yang rapuh/gampang
patah.
6) Hindari penyimpanan benda-benda tajam serta obat- obatan ataupun racun
sembarangan apabila di dalam rumah ada anak kecil.
7) Pemasangan instalasi listrik (kabel-kabel, stop kontak, fitting) wajib melengkapi
standar PLN.
8) Apabila ada tangga naik/turun, lebar anak tangga setidaknya 25 cm, tinggi anak
tangga sebaiknya 18 cm. kemiringan tangga antara 30° 36°. Tangga wajib diberi
pegangan yang kuat serta aman.
2.1.3. Faktor- Faktor Rumah Sehat
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam membangun rumah adalah sebagai berikut:
a. Faktor Lingkungan (Alam)
Lingkungan yang dimaksud termasuk lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Hal ini
menyangkut kondisi lingkungan alam dan sosial di sekitar rumah yang akan didirikan
(Maharak dan Chayatin, 2009).
b. Tingkat Kemarin Ekonomi
Individu yang ingin membangun suatu rumah tentunya akan mengukur tingkat
kemampuan ekonominya, terutama menyangkut kesiapan finansial. Hal-hal yang perlu
menjadi perhatian tiap-tiap individu dalam masyarakat yang akan membangun rumah
adalah diperlukan pemeliharaan rumah tersebut sehingga dapat dipergunakan dalam
waktu yang cukup lama bahkan dapat dinikmati oleh anak cucunya (Mobarak dan
Chayatin, 2009).
c. Kemajuan Teknologi
Saat ini teknologi perumahan sudah begitu modern, namun rumah yang modern belum
tentu sesuai dengan selera individu di masyarakat. Teknologi modern selain
membutuhkan biaya dan perawatan yang juga mahal juga diperlukan pengetahuan yang
cukup agar mengerti tentang teknologi tersebut. Teknologi yang tinggi jika diterapkan di
daerah tertentu belum tentu sesuai (Mubarak dan Chayatin, 2009).
d. Kebijaksanaan (Peraturan) Pemerintah Menyangkut Tata Guna Tanah
Peraturan pemerintah terkait tata guna bangunan jika tidak dibuat secara tegas dan jelas
dapat menyebabkan gangguan ekosistem seperti banjir, pemukiman kumah, dan lain-lain
(Muhurak dan Chayatin. 2009).
2.1.4. Manfaat Rumah Sehat
a. Memberi perlindungan dari penyakit menular, mencakup pelayanan air bersih, sanitasi,
persampahan, drainase, hygiene perseorangan dan pemukiman, keamanan makanan,
bangunan yang aman terhadap tranmisi penyakit.
b. Meningkatkan perlindungan terhadap kecelakaan dan penyakit kronis dengan
memperbaiki kontruksi dan bahan bangunan rumah, pencemaran di dalam rumah,
penggunaan rumah sebagai tempat kerja.
c. Memberi perlindungan terhadap penyakit kejiwaan dengan mengurangi tekanan jiwa
dan social akibat rumah.
d. Meningkatkan kesehatan dalam lingkungan perumahan dengan memperhatikan
ketersediaan pelayanan keperluan sehari-hari dan pekerjaan dekat rumah.
e. Meningkatkan pemanfaatan rumah sehingga dapat meningkatkan kesehatan, yaitu
pemanfaatan rumah dapat memberi dampak kesehatan yang maksimum pada
penghuninya.
f. Memberi perlindungan terhadap populasi yang menyanding resiko tinggi, yakni anak-
anak dan wanita, masyarakat dengan rumah substandard, masyarakat yang tersisih dan
mobil, manula, penderita penyakit kronis dan yang cacat.
g. Penyebarluasan pentingnya aspek kesehatan rumah sehingga yang berwenang dapat
memasukkan aspek-aspek kesehatan tersebut ke dalam kebijakan Pembangunan
pemukiman.
h. Meningkatkan kebijakan sosial ekonomi yang menunjang tata guna tanah dan
pemukiman sehingga kesehatan fisik, mental dan sosial dicapai secara maksimal.
i. Meningkatkan proses pembangunan sosial ekonomi; mulai dari perencanaan,
pengelolaan, pengaturan tata guna tanah daerah urban, peraturan pemukiman, desain dan
konstruksi rumah, pelayanan terhadap masyarakat dan pemantauan yang kontinu.
j. Meningkatan penyuluhan serta kualitas profesi kesehan masyarakat dan profesi yang
membangun pemukiman; penyediaan perumahan dan penggunaan rumah untuk
meningkatkan kesehatan.
k. Meningkatkan partisipasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pemukimum secara
swadaya, gotong royong dan koperatif (Slamet, 2011).

2.2 Pencemaran Gedung Dan Pemukiman Yang Tidak Sehat


2.2.1. Masalah Pencemaran Gedung Dan Pemukiman Tidak Sehat
Pencemaran gedung dan pemukiman yang tidak sehat dapat menyebabkan berbagai
masalah kesehatan dan lingkungan. Pencemaran pada gedung dan pemukiman ini dapat
mengakibatkan kondisi tidak sehat bagi penghuninya. Berikut adalah beberapa contoh
dampak pencemaran gedung dan pemukiman yang tidak sehat:
a. Masalah kesehatan :
• Pencemaran udara dalam gedung seperti asap rokok, pestisida, dan bahan pembersih
ruangan dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti iritasi mata, hidung, dan
tenggorokan, sakit kepala, dan bahkan kanker.
• Pemukiman kumuh yang padat dan tidak memiliki akses yang memadai ke udara
bersih dan sanitasi dapat menyebabkan penyebaran penyakit seperti diare, kolera,
dan hepatitis A.
b. Masalah lingkungan :
• Pemukiman kumuh yang tidak teratur dan tidak memiliki fasilitas pengelolaan
sampah yang mampu menyebabkan pencemaran lingkungan seperti banjir,
penumpukan sampah, dan polusi udara.
• Pencemaran gedung seperti limbah padat yang tidak dikelola dengan baik dapat
mencemari permukaan tanah dan air tanah.

Ada beberapa cara Untuk mencegah pencemaran gedung dan pemukiman yang tidak
sehat, diperlukan upaya-upaya seperti:

a. Penataan lingkungan :
• Pemerintah dapat melakukan penataan lingkungan permukiman kumuh dengan
melakukan penataan lingkungan serta penyediaan rumah layak huni dan
berkelanjutan.
b. Pengelolaan sampah :
• Pemerintah dapat meningkatkan pengelolaan sampah dengan menyediakan fasilitas
pengelolaan sampah yang memadai dan mengedukasi masyarakat tentang cara
membuang sampah yang benar.
c. Pengendalian polusi :
• Pemerintah dapat melakukan pengendalian polusi udara dalam gedung dengan
membatasi penggunaan bahan kimia berbahaya dan memperbaiki ukuran.
d. Peningkatan akses terhadap air bersih dan sanitasi :
• Pemerintah dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi
dengan menyediakan fasilitas yang memadai dan mengedukasi masyarakat tentang
pentingnya menjaga kebersihan.
• Dengan melakukan upaya-upaya tersebut diharapkan dapat mencegah pencemaran
gedung dan pemukiman yang tidak sehat serta meningkatkan kesehatan dan kualitas
lingkungan hidup masyarakat.

Sarana lingkungan pemukiman adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk


penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Contoh sarana
lingkungan pemukiman adalah fasilitas pusat perbelanjaan, pelayanan umum, pendidikan
dan kesehatan, tempat peribadatan, rekreasi dan olah raga, pertamanan, pemakaman.
Selanjutnya istilah utilitas umum mengacu pada sarana penunjang untuk pelayanan
lingkungan pemukiman, meliputi jaringan air bersih, listrik, telepon, gas, transportasi, dan
pemadam kebakaran. Utilitas umum membutuhkan pengelolaan profesional dan
berkelanjutan oleh suatu badan usaha.
2.2.2. Sindroma Gedung Sakit

Sindroma Gedung Sakit (Sick Building Syndrome) adalah kumpulan gejala yang dialami
oleh seseorang yang bekerja di kantor atau tinggal di apartemen dengan bangunan tinggi
dimana di dalamnya terjadi gangguan sirkulasi udara yang menyebabkan keluhan iritasi dan
kering pada mata, kulit, hidung, tenggorokan disertai sakit kepala, pusing, rasa mual,
muntah, bersin dan kadang disertai nafas sesak. Keluhan ini biasanya tidak terlalu berat
walaupun bisa menetap sampai 2 minggu, sehingga akan berpengaruh terhadap
produktivitas kerja (Aditama, 1992; Mukono, 2000). Istilah Sindroma Gedung Sakit
pertama kali diperkenalkan oleh para ahli dari negara Skandinavia pada awal tahun 1980-an.
Istilah ini kemudian dipakai secara luas dan kini telah tercatat berbagai laporan tentang
terjadinya Sindroma Gedung Sakit dari berbagai negara di Eropa, Amerika dan bahkan dari
negara Singapura. Penyebab terjadinya Sindroma Gedung Sakit berkaitan sangat erat
dengan ventilasi udara ruangan yang kurang memadai karena kurangnya udara segar masuk
ke dalam ruangan gedung, distribusi udara yang kurang merata, serta kurang baiknya peraw
atan sarana ventilasi. Dilain pihak, pencemaran udara dari dalam gedung itu sendiri yang
berasal dari misalnya asap rokok, pestisida, bahan pembersih ruangan, dan sebagainya.
Bahan pencemar udara yang mungkin ada dalam ruangan dapat berupa gas CO, CO 2,
beberapa jenis bakteri, jamur, kotoran binatang, formaldehid dan berbagai bahan organik
lainnya yang dapat menimbulkan efek iritasi pada selaput sendir dan kulit. Keluhan yang
timbul dap at berupa mata pedih, hidung berlendir (running nose) dan bersin, kulit kering
dan luka, sakit kepala, serta badan terasa lemah (Aditama, 1992; Sanropie, 1992; Mukono,
2000).

Selanjutnya Kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality) sebenarnya ditentukan
secara sengaja ataupun tidak sengaja oleh penghuni ruangan itu sendiri. Ada gedung yang
secara khusus diatur, baik suhu maupun frekuensi pertukaran udaranya dengan memakai
peralatan ventilasi khusus, ada pula yang dilakukan dengan mendayagunakan keadaan cuaca
alamiah dengan mengatur bagian gedung yang dapat dibuka. Kualitas udara dalam ruangan
juga dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban yang dapat mempengaruhi kenyamanan
dan kesehatan penghuninya. Dengan demikian kualitas udara tidak bebas dalam ruangan
sangat bervariasi. Apabila terdapat udara yang tidak bebas dalam ruangan, maka bahan
pencemar udara dalam konsentrasi yang cukup memiliki kesempatan untuk memasuki tubuh
penghuninya.

Sumber pencemaran udara dalam ruangan menurut penelitian The National Institute of
Occupational Safety and Health (NIOSH) dirinci menjadi 5 sumber (Aditama, 1992)
meliputi :

1. pencemaran akibat kegiatan penghuni dalam gedung seperti asap rokok, pestisida, bahan
pembersih ruangan.
2. pencemaran dari luar gedung meliputi masuknya gas buangan kendaraan bermotor,
cerobong asap dapur karena penempatan lokas i lubang ventilasi yang tidak tepat.
3. pencemaran dari bahan bangunan ruangan seperti formaldehid, lem, asbestos, fibreglass,
dan bahan lainnya.
4. pencemaran mikroba meliputi bakteri, jamur, virus atau protozoa yang dapat
diketemukan di saluran udara dan alat pendingin ruangan beserta seluruh sistemnya.
5. kurangnya udara segar yang masuk karena gangguan ventilasi udara dan kurangnya
perawatan sistem peralatan ventilasi.

2.3 Dampak Gedung Dan Pemukiman Tidak Sehat


Perumahan kumuh dapat mengakibatkan berbagai dampak. Dari segi pemerintahan,
pemerintah dianggap dan dipandang tidak cakap dan tidak peduli dalam menangani
pelayanan terhadap masyarakat. Sementara pada dampak sosial, dimana sebagian masyarakat
kumuh adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan kemampuan ekonomi menengah ke
bawah dianggap sebagai sumber ketidakteraturan dan ketidakpatuhan terhadap norma-norma
sosial.
Penduduk di permukiman kumuh cenderung memiliki latar belakang sosial ekonomi-
pendidikan yang rendah, keahlian terbatas dan kemampuan adaptasi lingkungan (kota) yang
kurang memadai, tingkat ekonomi rendah dapat dilihat sebagai keadaan masyarakat dengan
tingkat ekonominya masih lemah. dan ditambah dengan kebijakan pemerintah yang
umumnya diarahkan untuk memecahkan permasalahan jangka pendek. Sehingga kebijakan
tersebut belum berhasil memecahkan kelompok ekonomi rakyat bawah. Disamping itu juga
pengaruh keadaan luar negeri, antara lain dari segi pendanaan pembangunan. Di samping itu
pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah tidak sesuai dengan kemampuan
masyarakat untuk berpartisipasi, sehingga manfaat pembangunan tidak menjangkau mereka.
Permukiman kumuh umumnya di pusat-pusat perdagangan, seperti pasar kota,
perkampungan pinggir kota, dan disekitar bantaran sungai kota Perhatian utama pada
penghuni permukiman ini adalah kerja keras mencari nafkah atau hanya sekedar memenuhi
kebutuhan sehari-hari agar tetap bertahan hidup, dan bahkan tidak sedikit warga setempat
yang menjadi pengangguran. Sehingga tanggungjawab terhadap disiplin lingkungan, norma
sosial dan hukum, kesehatan, solidaritas sosial, tolong menolong. menjadi terabaikan dan
kurang diperhatikan.
Oleh karena para pemukim pada umumnya terdiri dari golongan- golongan yang tidak
berhasil mencapai kehidupan yang layak, maka tidak sedikit menjadi pengangguran,
gelandangan, pengemis, yang sangat rentan terhadap terjadinya perilaku menyimpang dan
berbagai tindak kejahatan, baik antar penghuni itu sendiri maupun terhadap masyarakat
lingkungan sekitarnya.
Wujud perilaku menyimpang di permukiman kumuh ini berupa perbuatan tidak disiplin
lingkungan seperti membuang sampah dan kotoran di sembarang tempat. Bagi kalangan
remaja dan pengangguran, biasanya penyimpangan perilakunya berupa mabuk-mabukan,
minum obat terlarang,pelacuran, adu ayam, bercumbu di depan umum, memutar blue film,
begadang dan berjoget di pinggir jalan dengan musik keras sampai pagi. mencorat-coret
tembok/bangunan fasilitas umum, dan lain-lain.
Dampak dari adanya permukiman kumuh dapat dikategorikan sebagai berikut yaitu
pertama dampak fisik kepada lingkungan atau alam yaitu lingkungan menjadi rusak,
contohnya adalah banyaknya penduduk di permukimam kumuh yang membuang sampah
sembarangan sehingga lingkungan menjadi rusak. Selain itu, sampah yang banyak dibuang
tersebut mengakibatkan banyaknya bermunculan berbagai penyakit yang dapat menyerang
masyarakat dan akibat buruknya penyakit tersebut dapat mengakibatkan kematian. Tempat
pembuangan sampah yang tidak terpelihara dan banyak penduduk yang tidak memiliki tong
sampah mengakibatkan banyaknya timbulan sampah yang ada dipermukiman kumuh (Crysta
dan Budisusanto, 2017)
Kedua adalah dampak sosial. adapun dampak sosial yang dapat hadir di permukiman
kumuh yaitu pertama kemiskinan, hal ini dapat terjadi karena kemampuan atau skill tidak
dimiliki masyarakat sehingga mereka berada pada garis kemiskinan. Selain itu adalah
rendahnya pendidikan, dapat diartikan bahwa ekonomi yang rendah mengakibatkan banyak
penduduk yang tidak bersekolah. Pendidikan penduduk di permukiman kumuh didominasi
mereka yang memiliki pendidikan rendah, hal itu berdampak pada pola pikir mereka yang
tidak peduli akan kebersihan lingkungan, selain itu juga. pendidikan yang rendah tersebut
dapat mempengaruhi jenis pekerjaan dan pendapatan pendudukan di permukiman kumuh
(Wimardana dan Setiawan, 2016). Kondisi pekerjaan penduduk di permukiman kumuh
didominasi mereka yang bekerja pada sektor informal seperti buruh, hal tersebut terjadi
karena pendidikan dan skill yang mereka miliki rendah (Krisnajayanti dan Zain, 2014).
Ketiga, banyaknya terjadi kriminalitas, hal ini karena ekonomi yang rendah juga
mengakibatkan masyarakat melakukan pencurian untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka
sehari-hari. Penyalahgunaan narkoba, kenakalan remaja, premanisme adalah bentuk
penyimpangan sosial yang terjadi di permukiman kumuh (Sukmaniar dkk, 2021a), hal
tersebut terjadi karena pendidikan yang rendah serta kemiskinan.
Keempat adalah terjadinya keretakan rumah tangga, dapat diartikan bahwa kesulitan
hidup dapat menyebabkan pasangan suami istri tidak dapat mempertahankan pernikahan
karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari perlu uang, namun yang terjadi adalah
pekerjaan tidak dimiliki oleh kepala keluarga. Pada permukiman kumuh terdapat bencana
sosial yaitu keretakan rumah tangga (Saputra dkk, 2022).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Rumah sehat adalah lingkungan tempat tinggal yang memenuhi standar tertentu untuk
mendukung kesehatan fisik dan mental penghuninya. Ini mencakup aspek-aspek seperti
kondisi struktural yang baik, ventilasi yang baik, sanitasi yang layak, keamanan yang
memadai, sumber air bersih, dan perlindungan dari elemen lingkungan yang berpotensi
membahayakan kesehatan. Rumah sehat memberikan tempat yang aman, nyaman, dan
mendukung kesejahteraan bagi penghuninya.
upaya pencegahan pencemaran gedung dan pemukiman yang tidak sehat melibatkan
langkah-langkah seperti penataan lingkungan, pengelolaan sampah, pengendalian polusi, dan
peningkatan akses terhadap air bersih dan sanitasi. Selain itu, penanganan Sindroma Gedung
Sakit melibatkan perhatian terhadap ventilasi yang memadai, manajemen kualitas udara
dalam ruangan, dan identifikasi serta pengurangan sumber pencemaran di dalam gedung.
Dengan melakukan langkah-langkah ini, diharapkan dapat meningkatkan kesehatan dan
kualitas lingkungan hidup masyarakat secara keseluruhan.
Dampak dari adanya permukiman kumuh dapat dikategorikan sebagai berikut yaitu
pertama dampak fisik kepada lingkungan atau alam yaitu lingkungan menjadi rusak,
contohnya adalah banyaknya penduduk di permukimam kumuh yang membuang sampah
sembarangan sehingga lingkungan menjadi rusak.Tempat pembuangan sampah yang tidak
terpelihara dan banyak penduduk yang tidak memiliki tong sampah mengakibatkan
banyaknya timbulan sampah yang ada dipermukiman kumuh.Kedua adalah dampak sosial.
adapun dampak sosial yang dapat hadir di permukiman kumuh yaitu pertama kemiskinan, hal
ini dapat terjadi karena kemampuan atau skill tidak dimiliki masyarakat sehingga mereka
berada pada garis kemiskinan.Ketiga, banyaknya terjadi kriminalitas, hal ini karena ekonomi
yang rendah juga mengakibatkan masyarakat melakukan pencurian untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka sehari-hari.Keempat adalah terjadinya keretakan rumah tangga,
dapat diartikan bahwa kesulitan hidup dapat menyebabkan pasangan suami istri tidak dapat
mempertahankan pernikahan karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari perlu uang,
namun yang terjadi adalah pekerjaan tidak dimiliki oleh kepala keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Elvira, VIVI FILIA., (2023). BUKU AJAR SANITASI PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN.
CV BUDI UTAMA.
SARI, NILA PUSPITA., (2022). KESEHATAN LINGKUNGAN PEMUKIMAN DAN
PERKOTAAN. PT. GLOBAL EKSEKUTIF TEKNOLOGI.
Delyuzir, R. D. (2020). Analisa rumah sederhana sehat terhadap kenyamanan ruang (studi
kasus: rumah tipe 18/24, 22/60, 36/72 di DKI Jakarta). Arsitekta: Jurnal Arsitektur dan
Kota Berkelanjutan, 2(02), 15-27.
Rahmah, Umi Dyah Muji Nur., Astuti Dwi., Kurniawan,Tri Puji., (2015). Hubungan
karakteristik kepala keluarga dengan rumah sehat di Desa Duwet Kecamatan Baki
Kabupaten Sukoharjo (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Aditama,T.Y. (1992). Kesehatan gedung dan pemukiman . Jakarta : Arcan.
Azwar, A. (1996). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Mutiara Sumber Widya.
Anonim. (1997). Lingkungan Pemukiman tidak Sehat. Jakarta : Ditjen Cipta Karya
Departemen Pekerjaan Umum R.I.
Wahyu Saputra dkk., (2022). Pemukiman Kumuh Perkotaan:Penyebab,Dampak dan
Solusi,Enviromental Science journal. Vol 1(1) 14-15
Dwi Apriliani dkk., (2022). Faktor- Faktor Penyebab Tumbuhnya Pemukiman Kumuh Di
Kelurahan Kentang Kota Palembang. Ruas(Review of Urbanism and Architectural
studies). Vol.20(2) 81-82.
Erni Suherni., (2007). “Menemukali Agihan Permukiman Kumuh di Perkotaan Melalui
Interpretasi Citra Penginderaan Jauh”, Jurnal Geografi. Vol.4 No 2.

Anda mungkin juga menyukai