Diajukan untuk memenuhi Tugas pada mata kuliah Kesehatan Lingkungan Dasar.
Disusun Oleh :
T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, rasa syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena
dengan bantuan-Nya yang telah memberikan kami kemudahan dan kelancaran untuk
menyelesaikan makalah mata kuliah Kesehatan Lingkungan Dasar yang berjudul “Aspek
Kesehatan Gedung Dan Pemukiman” ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Tanpa rahmat,
ridho, dan bantuan-Nya, kami tidak akan dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dalam penulisan ini kami menyadari bahwasannya makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan didalamnya. Kami juga ingin berterima kasih
kepada Ibu yang telah memberikan kami tugas ini dan senantiasa mendoakan kami agar dapat
menyelesaikan tugas makalah ini dengan sebaik mungkin. Oleh karena itu, kami mengharapkan
banyak kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya dari para pembaca dan Ibu Dosen
nantinya.
Semoga makalah dengan judul diatas ini dapat memberikan pengalaman dan
pembelajaran kepada kami para penulis dan para pembaca nantinya. Kami juga berharap apa
yang akan kami bahas disini nantinya dapat diamalkan didalam kehidupan masyarakat sehari-
hari.
Pemakalah
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan hutan lindung, baik yang
berupa kawasan perkotaan atau pedesaan. Pemukiman berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU
RI No. 4/1992). Kawasan pemukiman didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama
sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, tempat bekerja
yang memberi pelayanan dan kesempatan kerja terbatas yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan. Satuan lingkungan pemukiman adalah kawasan perumahan dalam
berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan
terstuktur yang memungkinkan pelayanan dan pengelolaan yang optimal.
PEMBAHASAN
2.1 Persyaratan Rumah Sehat
2.1.1. Definisi Rumah
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana
pembinaan keluarga, identitas status sosial, serta sebagai aset bagi pemiliknya. Jenis rumah
antara lain rumah komersil, rumah swadaya, rumah-rumah umum, rumah khusus, dan rumah
negara. Rumah dapat berbentuk rumah tunggal, rumah susun, dan rumah deret.
Rumah yang dibangun sebaiknya memperhatikan lokasi lahan yang akan didirikan, yaitu
tidak berpotensi menimbulkan hahaya antara lain, di bawah jembatan, daerah saluran udara
tegangan ekstra tinggi (SUTET), daerah aliran sungai, daerah rawan hencana tanah longsor
dan hanjir dan sebagainya.
Rumah yang akan dihuni sebaiknya memenuhi persyaratan keselamatan bangonan,
kecukupan minimum luas bangunan dan kesehatan penghuni. Keselaman bangunan meliputi
konstruksi rangka kaut dinding, utup, plafon kuat dan tidak mudah robob, lantai tidak licin,
pencahayaan alami cukup untuk masuk ke dalam rumah, dan bahan bangunan yang tidak
membahayakan penghuninya (Puspawati, C, dkk.2019).
2.1.2. Definisi Rumah Sehat
Rumah sehat merupakan rumah yang menjadikan penghuninya bisa meningkatkan serta
membina raga psikologis ataupun sosial keluarga (Kementerian Pekerjaan Umum serta
Perumahan Rakyat, 2017). Rumah dibilang sehat bila penuhi keinginan fisiologis (sebagai
contoh pencerahan, penghawaan, ruang aksi yang lumayan, bebas dari keributan yang
mengusik), penuhi keinginan intelektual (sebagai contoh privaci yang memadai, komunikasi
yang baik antar anggota keluarga). penuhi persyaratan persyaratan infeksi penyakit (sebagai
contoh penyediaan air bersih, pengelolaan buangan serta kotoran rumah tangga, kepadatan
hunian, cahaya mentari pagi yang memadai, serta terlindungnya makanan dan minuman dari
kontaminasi), tidak hanya itu memenuhi persyaratan terhadap kecelakaan (sebagai contoh
batasan jalur, gedung yang kuat, tidak gampang dibakar, serta tidak licin) (Depkes RI, 2002;
Natalina, Rochmawati and Elly, 2015).
Rumah sehat menurut Kasjono, 2011 adalah tempat berlindung/ bernaung dan tempat
untuk beristirahat sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik Rohani
maupun social.
Adapun ketentuan persyaratan Kesehatan rumah tinggal menurut Kepmenkes No.
829/Menkes/5k/VII/1999 adalah sebagai berikut :
1. Bahan bangunan
a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat membahayakan
kesehatan, antara lain : debu total kurang dari 150 µg/m2, asbestos kurang dari 0,5
serat/m3 per 24 jam, plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg bahan.
b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme patogen.
2. Komponen dan penetapan ruangan
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan.
b. Dinding rumah memiliki ventilasi, kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan
mudah dibersihkan.
c. Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.
d. Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir.
e. Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya.
f. Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.
3. Pencahayaan
a. Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak
menyilaukan mata.
4. Kualitas udara
a. Suhu udara nyaman antara 18–30oC.
b. Kelembaban udara 40–70%.
c. Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam.
d. Pertukaran udara 5 kaki3/menit/penghuni.
e. Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam.
f. Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3.
5. Ventilasi
a. Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.
6. Vector penyakit
a. Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.
7. Penyediaan air
a. Tersedia sarana penydiaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/orang/hari.
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan Kesehatan air bersih atau air minum
menurut Permenkes no. 416 tahun 1990 dan Kepmenkes no. 907 tahun 2002.
8. Sarana penyimpanan makanan
a. Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman.
9. Pembuangan limbah
a. Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah.
b. Limbah padat harus dikelolah dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak
mencemari permukaan tanah dan air tanah.
10. Kepadatan hunian
a. Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 ornag tidur.
Menurut Winslow serta APHA, rumah sehat wajib melengkapi beberapa persyaratan antara
lain (Budiman and Suyono, 2010):
Ada beberapa cara Untuk mencegah pencemaran gedung dan pemukiman yang tidak
sehat, diperlukan upaya-upaya seperti:
a. Penataan lingkungan :
• Pemerintah dapat melakukan penataan lingkungan permukiman kumuh dengan
melakukan penataan lingkungan serta penyediaan rumah layak huni dan
berkelanjutan.
b. Pengelolaan sampah :
• Pemerintah dapat meningkatkan pengelolaan sampah dengan menyediakan fasilitas
pengelolaan sampah yang memadai dan mengedukasi masyarakat tentang cara
membuang sampah yang benar.
c. Pengendalian polusi :
• Pemerintah dapat melakukan pengendalian polusi udara dalam gedung dengan
membatasi penggunaan bahan kimia berbahaya dan memperbaiki ukuran.
d. Peningkatan akses terhadap air bersih dan sanitasi :
• Pemerintah dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi
dengan menyediakan fasilitas yang memadai dan mengedukasi masyarakat tentang
pentingnya menjaga kebersihan.
• Dengan melakukan upaya-upaya tersebut diharapkan dapat mencegah pencemaran
gedung dan pemukiman yang tidak sehat serta meningkatkan kesehatan dan kualitas
lingkungan hidup masyarakat.
Sindroma Gedung Sakit (Sick Building Syndrome) adalah kumpulan gejala yang dialami
oleh seseorang yang bekerja di kantor atau tinggal di apartemen dengan bangunan tinggi
dimana di dalamnya terjadi gangguan sirkulasi udara yang menyebabkan keluhan iritasi dan
kering pada mata, kulit, hidung, tenggorokan disertai sakit kepala, pusing, rasa mual,
muntah, bersin dan kadang disertai nafas sesak. Keluhan ini biasanya tidak terlalu berat
walaupun bisa menetap sampai 2 minggu, sehingga akan berpengaruh terhadap
produktivitas kerja (Aditama, 1992; Mukono, 2000). Istilah Sindroma Gedung Sakit
pertama kali diperkenalkan oleh para ahli dari negara Skandinavia pada awal tahun 1980-an.
Istilah ini kemudian dipakai secara luas dan kini telah tercatat berbagai laporan tentang
terjadinya Sindroma Gedung Sakit dari berbagai negara di Eropa, Amerika dan bahkan dari
negara Singapura. Penyebab terjadinya Sindroma Gedung Sakit berkaitan sangat erat
dengan ventilasi udara ruangan yang kurang memadai karena kurangnya udara segar masuk
ke dalam ruangan gedung, distribusi udara yang kurang merata, serta kurang baiknya peraw
atan sarana ventilasi. Dilain pihak, pencemaran udara dari dalam gedung itu sendiri yang
berasal dari misalnya asap rokok, pestisida, bahan pembersih ruangan, dan sebagainya.
Bahan pencemar udara yang mungkin ada dalam ruangan dapat berupa gas CO, CO 2,
beberapa jenis bakteri, jamur, kotoran binatang, formaldehid dan berbagai bahan organik
lainnya yang dapat menimbulkan efek iritasi pada selaput sendir dan kulit. Keluhan yang
timbul dap at berupa mata pedih, hidung berlendir (running nose) dan bersin, kulit kering
dan luka, sakit kepala, serta badan terasa lemah (Aditama, 1992; Sanropie, 1992; Mukono,
2000).
Selanjutnya Kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality) sebenarnya ditentukan
secara sengaja ataupun tidak sengaja oleh penghuni ruangan itu sendiri. Ada gedung yang
secara khusus diatur, baik suhu maupun frekuensi pertukaran udaranya dengan memakai
peralatan ventilasi khusus, ada pula yang dilakukan dengan mendayagunakan keadaan cuaca
alamiah dengan mengatur bagian gedung yang dapat dibuka. Kualitas udara dalam ruangan
juga dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban yang dapat mempengaruhi kenyamanan
dan kesehatan penghuninya. Dengan demikian kualitas udara tidak bebas dalam ruangan
sangat bervariasi. Apabila terdapat udara yang tidak bebas dalam ruangan, maka bahan
pencemar udara dalam konsentrasi yang cukup memiliki kesempatan untuk memasuki tubuh
penghuninya.
Sumber pencemaran udara dalam ruangan menurut penelitian The National Institute of
Occupational Safety and Health (NIOSH) dirinci menjadi 5 sumber (Aditama, 1992)
meliputi :
1. pencemaran akibat kegiatan penghuni dalam gedung seperti asap rokok, pestisida, bahan
pembersih ruangan.
2. pencemaran dari luar gedung meliputi masuknya gas buangan kendaraan bermotor,
cerobong asap dapur karena penempatan lokas i lubang ventilasi yang tidak tepat.
3. pencemaran dari bahan bangunan ruangan seperti formaldehid, lem, asbestos, fibreglass,
dan bahan lainnya.
4. pencemaran mikroba meliputi bakteri, jamur, virus atau protozoa yang dapat
diketemukan di saluran udara dan alat pendingin ruangan beserta seluruh sistemnya.
5. kurangnya udara segar yang masuk karena gangguan ventilasi udara dan kurangnya
perawatan sistem peralatan ventilasi.