Dasar Hukum Dan Hikmah Kewarisan Islam
Dasar Hukum Dan Hikmah Kewarisan Islam
Disusun oleh:
Kelompok 1
2024
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum islam mencakup seluruh aspek dalam kehidupan manusia, baik urusan
di dunia maupun urusan di akhirat. Hukum-hukum ini semua juga berlandaskan
pada al qur’an dan as-sunnah yang kita jadikan sebagai pedoman dalam kehidupan
kita, dari lahir hingga meninggal. Salah satu permasalahan yang kita tinggalkan
disaat kita meninggal pun ada hukum-hukum yang mengaturnya, yaitu mengenai
peralihan harta yang diwariskan kepada kerabat saudara terdekat atau biasa disebut
juga kewarisan. Keberadaan hukum-hukum waris sangatlah penting untuk
mengatur distribusi harta peninggalan tentang siapa yang berhak menerimanya dan
mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang setelah
meninggal serta akibatnya bagi para ahli waris.
Kewarisan islam menjadi salah satu topik yang begitu jarang dibahas. Bahkan,
orang biasanya menghindari pembicaraan tentang warisan, terutama jika orang
tuanya masih hidup dan sehat. Selain dianggap tabu, seluruh rumah tangga bisa
saja ragu untuk mengajukan pembagian warisan berdasarkan hukum kewarisan
Islam. Bahkan sekarang, ketika kita membicarakan tentang warisan mungkin
sebagian cerita yang kita dengar berkaitan dengan sengketa atau perebutan harta
warisan antar sesama keluarga.
Dan kita juga harus bisa memahami apa saja hikmah dibalik adanya
pembahasan dan ilmu kewarisan dalam islam. Inilah yang harus dipelajari dan
dipahami agar memudahkan kita dalam mempelajari topik-topik pembahasan yang
berkaitan berikutnya.
BAB II
َص ۡيب ِم َّما ت ََر َك ۡال َوا ِل ٰد ِن َ َِص ۡيب ِم َّما ت ََر َك ۡال َوا ِل ٰد ِن َو ۡاۡلَ ۡق َرب ُۡونَ َو ِللن
ِ سا ٓ ِء ن ِ ِل ِلر َجا ِل ن
1
ً َص ۡيبًا َّم ۡف ُر ۡو
ضا ِ َو ۡاۡلَ ۡق َرب ُۡونَ ِم َّما قَ َّل ِم ۡنهُ اَ ۡو َكث ُ َر ؕ ن
Artinya: “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan
kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang
telah ditetapkan.” Kandungan dari ayat tersebut, secara umum menetapkan adanya
bagian warisan yang dapat diterima oleh laki-laki maupun perempuan tanpa
terkecuali.
Sehingga ayat-ayat ini yang menjadi dasar hukum utama dalam hal kewarisan
dalam islam. Berikut tiga ayat al-qur’an yang membahas hukum kewarisan dalam
islam secara terperinci:
1
Maimun Nawawi, Pengantar Hukum Kewarisan Islam, (Surabaya: Pustaka Radja, 2016), hlm. 20.
1. Surat An-Nisa’ ayat 11:
Pada ayat di atas juga memaparkan bagian bapak dan ibu dalam beberapa
kondisi, yaitu kondisi ada ahli waris anak atau tidak ada, yang berimplikasi pada
ketentuan bagian yang diperoleh oleh masing-masing bapak atau ibu.
۞ ف َما ت ََر َك اَ ۡز َوا ُج ُك ۡم ا ِۡن لَّ ۡم َي ُك ۡن لَّ ُه َّن َولَد فَا ِۡن َكانَ لَ ُه َّن َولَد فَلَـ ُك ُم ُ َۡولَـ ُك ۡم ِنص
الربُ ُع ِم َّما ت ََر ۡكت ُ ۡم
ُّ ص ۡينَ بِ َها اَ ۡو دَ ۡين َولَ ُه َّنِ صيَّة ي ُّۡو ِ الربُ ُع ِم َّما ت ََر ۡكنَ ِم ۡن بَعۡ ِد َو
ُّ
ِ ا ِۡن لَّ ۡم يَ ُك ۡن لَّ ُك ۡم َولَد فَا ِۡن َكانَ لَـ ُك ۡم َولَد فَلَ ُه َّن الث ُّ ُم ُن ِم َّما ت ََر ۡكت ُ ۡم ِم ۡن بَعۡ ِد َو
صيَّة
ث َك ٰللَةً اَ ِو امۡ َراَة َّولَه اَخ اَ ۡو ا ُ ۡخت فَ ِل ُك ِل ُ ص ۡونَ ِب َها اَ ۡو دَ ۡين َوا ِۡن َكان ََر ُجل ي ُّۡو َر ُ ت ُ ۡو
2
Muhammad Ali Al-Sabouni, Hukum Kewarisan Menurut Al-Qur,an dan Sunnah, (Jakarta: Dar Al-
Kutub Al-Islamiyah, 2005), hlm. 14.
ث ِم ۡن بَعۡ ِد ُ ُس فَا ِۡن َكانُ ۡوا اَ ۡكثَ َر ِم ۡن ٰذ ِل َك فَ ُه ۡم
ِ ُش َر َكا ٓ ُء فِى الثُّل ُّ احد ِم ۡن ُه َما ال
ُ سد ِ َو
3 ۡ
ع ِل ۡيم َح ِليم
َ ُّللا
ٰ ّللا َوِ ٰ َصيَّةً ِمن ِ ضآر َو َ صيَّة ي ُّۡوصٰ ى ِب َها اَ ۡو دَ ۡين غ َۡي َر ُم ِ َو
Pada ayat di atas menjelaskan yaitu hak bagian suami ketika istrinya
meninggal dunia terlebih dahulu dengan memperhatikan kondisi yang berbeda
antara sang istri meninggalkan anak dengan tidak meninggalkan anak. Begitu pula
sebaliknya, menjelaskan hak bagian istri ketika ditinggal mati suaminya yang juga
memperhatikan kondisi dan keberadaan anak-anak yang ditinggalkan.
Lebih lanjut ayat ini juga menegaskan ketentuan kalalah. Yaitu seseorang
(baik laki-laki maupun perempuan) yang meninggal dalam kondisi tidak
mempunyai bapak dan tidak ada anak, namun mempunyai saudara laki-laki atau
perempuan seibu. Maka masing-masing untuk saudara bagian seperenam. Dan jika
saudara laki-laki atau perempuan lebih dari seorang, maka mereka Bersama-sama
memperoleh bagian sepertiga harta tanpa membedakan jenis kelamin.
س لَه َولَد َّولَه ا ُ ۡخت َ ّللاُ ي ُۡفتِ ۡي ُك ۡم فِى ۡالـ َك ٰللَ ِة ا ِِن امۡ ُرؤا َهلَ َك لَ ۡـي
ٰ يَ ۡست َۡفت ُ ۡون ََك قُ ِل
ف َما ت ََر َك َو ُه َو َي ِرث ُ َها ا ِۡن لَّ ۡم َي ُك ۡن لَّ َها َولَد فَا ِۡن َكانَـتَا ۡاثنَت َۡي ِن فَلَ ُه َماُ ۡفَلَ َها نِص
سا ٓ ًء فَ ِللذَّ َك ِر ِم ۡث ُل َح ِظ ۡاۡلُ ۡنثَيَ ۡي ِن يُبَيِ ُن
َ ِالثُّلُ ٰث ِن ِم َّما ت ََر َك َوا ِۡن َكانُ ۡوا ا ِۡخ َوة ً ِر َج ًاۡل َّون
4 ۡ
َ ّللاُ ِب ُك ِل ش َۡىء
ع ِليم ٰ َضلُّ ۡوا َو
ِ ّللاُ لَـ ُك ۡم اَ ۡن تٰ
Ayat di atas kembali menjelaskan mengenai kalalah dan bagian saudara
perempuan sekandung jika sendirian, begitu juga bagian saudara baik laki-laki
maupun perempuan dengan pembagian 2:1 untuk seorang perempuan.
3
Ibid., hlm. 15.
4
Ibid., hlm. 16
Ayat-ayat yang telah disebutkan tadi akan terus digunakan sebagai sumber
hukum dalam persoalan kewarisan dalam islam. Walaupun hanya terdiri beberapa
ayat saja, namun semuanya telah mencakup pokok-pokok Ilmu Faraidh dan dasar-
dasar hukum kewarisan.
Selanjutnya, ada penyebab mengapa ayat-ayat alqur’an ini bisa turun dan hal
tersebut terdapat beberapa riwayat yang menjelaskannya, yaitu:
ِۡ ۡۡاَلُنۡثَيَي
ن ِ ّۡللاُۡفِىۡۡاَوۡ ََل ِد ُك ۡم ِللذَّ َك ِر
ۡ ۡمثۡلُۡ َح ِظ ٰۡ صيۡ ُك ُم
ِ ۡيُو
"Allah telah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan
untuk anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua
orang anak perempuan."(Q.S. [04] An-Nisa': 11).
Lalu Nabi Muhammad saw mengutus seseorang kepada paman kedua putri
Sa'ad memerintahkannya agar memberikan harta warisan Sa'ad kepada kedua
putrinya sebanyak dua pertiga, dan kepada istrinya seperdelapan, sedangkan
sisanya boleh diambilnya.5
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ayat mawaris ini turun berkenaan
dengan Abdurrahman bin Tsabit, saudara Hassan bin Tsabit (penyair).
Abdurrahman wafat dan meninggalkan ahli waris seorang istri yang bernama
Ummu Kahhah dan lima orang saudara perempuan. Akan tetapi, para ahli waris
laki-laki dari kerabatnya mengambil seluruh harta warisan Abdurrahman. Maka
Ummu Kahhah melaporkan hal itu kepada Nabi Muhammad saw kemudian
turunlah ayat mawaris (HR. Ibnu Jarir).6
َ ع ْن أَبِي ِه
ع ْن اب ِْن َ اوس ُ طَ سى ب ُْن ِإ ْس َما ِعي َل َحدَّثَنَا ُو َهيْب َحدَّثَنَا اب ُْن
َ َحدَّثَنَا ُمو
َ ِسلَّ َم َقا َل أَ ْل ِحقُوا ْال َف َرائ
ض َ ع َل ْي ِه َو َّ صلَّى
َ ُّللا َ ع ْن ُه َما
َ ِ ع ْن النَّ ِبي َّ ي
َ ُّللا َ ضِ عبَّاس َر َ
َ ِبأ َ ْه ِل َها فَ َما َب ِق
ي فَ ُه َو ِِل َ ْولَى َر ُجل ذَ َكر
7
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma’il telah menceritakan
kepada kami Wuhaib telah menceritakan kepada kami Ibnu Thawus dari ayahnya
dari Ibnu Abbas RA dari Nabi SAW. bersabda: "Berikanlah faraid (bagian-bagian
5
Ibid., hlm. 27.
6
Ibid., hlm. 28.
7
Maimun Nawawi, op.cit., hlm. 26.
yang telah ditentukan) kepada yang berhak, dan selebihnya berikanlah kepada
laki-laki dari keturunan laki-laki yang terdekat." (HR. Bukhari dan Muslim).
َعثْ َمان
ُ ع ْن
َ ،ع ِن اب ِْن ِش َهاب َ ، قال َحدَّثَنَا َما ِلك، َحدَّثَنَا َم ْعن،ي ُّ ار
ِ صَ َحدَّثَنَا اِل َ ْن
ت ْال َجدَّة ُ ِإلَى أَبِي بَ ْكر
ِ قَا َل َجا َء،صةَ ب ِْن ذُ َؤيْب َ ،َشة
َ ع ْن قَبِي َ ب ِْن ِإ ْس َحاقَ ب ِْن خ ََر
سو ِل ُ ش ْيء َو َما لَ ِك فِي
ُ سنَّ ِة َر َ ّللاِ َّ ب َ تَ ْسأَلُهُ ِم
ِ قَا َل فَقَا َل لَ َها َما لَ ِك فِي ِكتَا. يراثَ َها
َ َّسأ َ َل الن
اس فَقَا َل َ َّار ِج ِعي َحتَّى أَ ْسأ َ َل الن
َ َ ف. اس ْ َش ْيء ف َ ّللا صلى هللا عليه وسلم ِ َّ
. ُس
َ سد َ ّللا صلى هللا عليه وسلم فَأ َ ْع
ُّ طاهَا ال ِ َّ سو َل َ ش ْعبَةَ َح
ُ ض ْرتُ َر َ ْال ُم ِغ
ُ يرة ُ ب ُْن
ي فَقَا َل ِمثْ َل َما
ُّ ار
ِ صَ ام ُم َح َّمدُ ب ُْن َم ْسلَ َمةَ اِل َ ْن َ فَقَا َل أَبُو بَ ْكر ه َْل َم َع َك
َ َغي ُْر َك فَق
8
ش ْع َبةَ فَأ َ ْنفَذَهُ لَ َها أَبُو َب ْكر َ قَا َل ْال ُم ِغ
ُ يرة ُ ب ُْن
8
Ibid., hlm. 33.
Artinya: Telah menceritakan kepada kami al-Anshari; telah menceritakan kepada
kami Ma’an; telah menceritakan kepada kami Malik bin Shihab dari ‘Usman bin
Ishaq bin Kharasyah dari Qabishah bin Dzu’ib ia berkata: Seorang nenek
mendatangi Abu Bakar untuk bertanya mengenai bagiannya dalam harta warisan
dari cucunya, Abu Bakar menjawab: “bagianmu tidak disebutkan di dalam al-
Qur’an sedikitpun, dan tidak pula di dalam sunnah Rasulullah SAW, pulanglah
dulu, nanti saya akan bertanya kepada orang lain terlebih dahulu tentang hal ini”.
Mughirah bin Syu’bah berkata: “saya pernah menghadiri Nabi memberikan hak
nenek seperenam”. Abu Bakar berkata: “Apakah ada orang lain selain kamu yang
menyaksikannya”. Muhammad Bin Maslamah berdiri dan berkata seperti yang
dikatakan Mughirah. Maka Abu Bakar akhirnya memberikan hak warisan untuk
nenek itu”. (HR. At-Tirmizi)
Salah satu contoh yaitu pendapat Umar ibn al-Khattab yang menetapkan suatu
kasus kewarisan dalam hal bertemunya saudara laki-laki atau saudara perempuan
seibu dengan saudara laki-laki dan perempuan sekandung dalam satu kasus
warisan.10 Bagian saudara laki-laki dan bagian saudara perempuan sekandung
memperoleh bagian sisa (ashabah). Oleh karena bagian sisa, maka kemungkinan
9
Ibid., hlm. 36.
10
Ibid., hlm. 37.
harta akan terbagi habis oleh bagian saudara atau saudari seibu, sehingga saudara/i
sekandung tidak memperoleh bagian sama sekali. Kasus seperti ini dikenal dengan
musharakah atau mushtarikah.
Maka dalam kasus seperti ini, Umar ibn al-Khattab menetapkan pembagian di
antara saudara seibu dan saudara sekandung baik laki-laki maupun perempuan
dengan jalan berbagi sama di antara mereka dalam bagian sepertiga tanpa
membedakan jenis kelamin.11 Alasannya, di antara saudara/i seibu dan saudara/i
sekandung, sama-sama berasal dari ibu yang sama, sehingga dalam hal ini tidak
boleh saling menutupi satu sama lain. Kasus penyelesaian seperti ini dikenal dalam
istilah fiqh dengan ‘umariyatain.
11
Ibid.
2. Menjaga harta warisan hingga sampai kepada ahli waris yang berhak
menerima.
3. Adanya keberlanjutan harta dalam setiap generasi.
4. Menghindari persoalan sengketa warisan, persoalan kewarisan sering memicu
adanya sengketa harta yang berujung mengakibatkan terjadinya pertengkaran
dan permusuhan yang berkepanjangan dalam suatu keluarga.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dasar hukum kewarisan dalam islam merupakan poin penting bagi kita dalam
mempelajari dan memahami ilmu kewarisan islam. Dasar hukum juga menjadi
dasar bagi kita dalam menjalani aturan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pada hal kewarisan islam, dasar hukumnya adalah berdasarkan Al-Qur'an dan
as-sunnah. Ini telah menjadi ketetapan dari Allah SWT dan rasulnya yang diatur
dengan rapi dan adil tanpa mengabaikan hak seorang pun. Walaupun demikian,
perkembangan masyarakat menjadi menjadi sebuah permasalahan baru yang
menimbulkan persoalan-persoalan yang tidak dibahas di dalam al-qur’an dan as-
sunnah.
Dan dari sini diperlukannya dasar hukum lain yang dapat dijadikan sebagai
rujukan yaitu pendapat para sahabat atau disebut qaul shahabi. Akhirnya segala hal
mengenai kewarisan dapat terselesaikan dengan adil dan bijaksana sama seperti
halnya yang bersumber dari al-qur’an dan as-sunnah.
Mengenai hikmah adanya kewarisan islam, begitu banyak dapat dirasakan
oleh seluruh umat, seperti keadilan yang merata dan terpenuhinya hak-hak bagi
ahli waris, juga dengan adanya kewarisan dalam islam menjadi kunci untuk
terjaganya hubungan tali persaudaraan antar kerabat dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA