Anda di halaman 1dari 47

TUGAS AKHIR

PERENCANAAN PEMBANGUNAN RUMAH LAYAK HUNI TIPE 36


BAGI MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI PROVINSI
KALIMANTAN BARAT

Disusun oleh :

IMAM BISMANTORO

20190110032

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2023
DAFTAR ISI
TUGAS AKHIR..................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 5
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 6
1.3 Lingkup Penelitian ...................................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ............................ 8
2.1 Tinjauan Pustaka......................................................................................... 8
2.2 Landasan Teori .......................................................................................... 12
2.2.1 Managemen Proyek ......................................................................................... 12
2.2.2 Rencana Anggaran Biaya (RAB) ........................................................................ 12
2.2.3 Rumah Layak Huni (RLH) .................................................................................. 15
2.2.4 Rumah Tahan Gempa (RTH) ............................................................................. 18
2.2.5 Status Pekerjaan ............................................................................................... 32
2.2.6 Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Pendapatan ............................................ 33
2.2.7 Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) ..................................................... 34
2.2.8 Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Sejahtera dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan
Perumahan (FLPP) ..................................................................................................... 35
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 39
3.1 Materi Penelitian ....................................................................................... 39
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... 39
3.3 Aplikasi Penunjang.................................................................................... 40
3.3.1 AutoCAD ........................................................................................................... 40
3.3.2 Microsoft Excel ................................................................................................. 40
3.4 Tahapan Penelitian .................................................................................... 41
3.5 Analisi Data ................................................................................................ 42
3.5.1 Data Primer ...................................................................................................... 42

i
3.5.2 Data Sekunder .................................................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 45

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pondasi Batu Kali ......................................................................... 20


Gambar 2.2 Dimensi dan Tulangan Balok Pengikat/Sloof ............................... 21
Gambar 2.3 Dimensi dan Tulangan Kolom...................................................... 21
Gambar 2. 4 Dimensi dan Tulangan Balok Keliling/ Ring .............................. 22
Gambar 2.5 Kuda – Kuda Kayu ....................................................................... 23
Gambar 2.6 Detail Kuda – Kuda Kayu ............................................................ 24
Gambar 2.7 Tulangan pada Gunung – gunung/ Ampig ................................... 25
Gambar 2.8 Detail Pertemuan Antara Ikatan Angin dengan Ampig................. 26
Gambar 2.9 Detail Dinding .............................................................................. 27
Gambar 2.10 Hubungan Antara Pondasi dengan Balok Pengikat .................... 28
Gambar 2.11 Hubungan Antara Kolom dan Balok Pengikat ........................... 29
Gambar 2.12 Hubungan Antara Kolom dengan Dinding ................................. 29
Gambar 2.13 Hubungan Antara Kolom dengan Balok Keliling ...................... 30
Gambar 2.14 Hubungan Antara Balok Keliling dengan Kuda – Kuda ............ 30
Gambar 2.15 Angkur pada Gunung – Gunung ................................................ 31
Gambar 3.1 Peta Wilayah Kota Pontianak, Kalimantan Barat......................... 39
Gambar 3.2 Logo Aplikasi AutoCAD .............................................................. 40
Gambar 3. 3 Logo Aplikasi Microsoft Excel .................................................... 40

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Batasan Penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah .............. 35


Tabel 2.2 Batsan Harga Jual Rumah Umum Tapak.......................................... 37
Tabel 2.3 Batasan Luas Tanah dan Lantai Rumah Umum dan Tapak .............. 38

iv
5

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu kebutuhan pokok yang harus dimiliki seseorang dalam hidup
adalah pemenuhan atas tempat tinggal yang layak. Menurut data dari Badan
Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2022 persentase rumah tangga di Indonesia
yang memiliki akses terhadap hunian yang layak dan terjangkau adalah sebesar
60,66%, artinya masih ada kurang lebih 39,34% rumah tangga di Inodnesia
yang belum memiliki akses terhadap hunian yang layak.
Untuk Provinsi Kalimantan Barat, pada tahun 2022, menurut data dari
Badan Pusat Statistik (BPS) persentase rumah tangga yang memiliki akses
terhadap hunian yang layak dan terjangkau adalah sebesar 60,74%, dengan kata
lain masih ada kurang lebih 39,26% masyarakat Kalimantan Barat yang belum
memiliki akses terhadap hunian yang layak.
(Terate Sari dkk., 2022.) dalam jurnal yang berjudul “ Tingkat Kepemilikan
Rumah di Indonesia” menyatakan bahwa hasil survei properti residential yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI), dalam kurun waktu 5 tahun (2014-2019),
harga rumah mengalami peningkatan sebesar 82,18%, sedangkan dalam kurun
waktu yang relatif sama Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) mencatat bahwa
rata – rata peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP) hanya sebesar 63,07%.
Dari data di atas bisa terlihat bahwa kenaikan harga rumah lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat penghasilan atau pendapatan masyarakat, atau
dengan kata lain tingkat daya beli masyarakat terhadap harga rumah masih
belum terjangkau atau tidak terjangkau.
Pemerintah melalui beberapa lembaga perbankan telah berusaha
memberikan solusi untuk menyelesaiakan permasalahan tersebut, salah
satunya dengan menghadirkan sistem pembayaran rumah dengan sistem kredit
atau biasa disebut dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Selanjutnya, untuk mereduksi persentase angka rumah tangga yang belum
memiliki akses terhadap rumah layak huni, melalui Peraturan Presiden
(Perpres) No. 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka
6

Menengah Nasional Tahun 2020 – 2024, Presiden menetapkan beberapa target


capaian, target capaian yang terkait dengan pembahasan rumah layak huni
adalah, Presiden menetapkan target yaitu 70% Rumah Tangga di Indonesia di
tahun 2024 diharapkan memiliki hunian yang layak.
Untuk merealisasikan target tersebut pemerintah membuat beberapa
program bantuan , diantaranya ialah program bantuan perumahan swadaya.
Didalam program bantuan perumahan swadaya tersebut dilaksanakan beberapa
kegiatan, salah satunya yaitu kegiatan Klinik Rumah Swadaya. Didalam
lingkup layanan kegiatan Klinik Rumah Swadaya inilah perencanaan rumah
layak huni dengan beberapa tipe luas rumah di rencanakan, baik untuk
perencanaan design dan biayanya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, didapatkan beberapa rumusan
masalah antara lain sebagai berikut :
1. Bagaimana sebenarnya kriteria rumah sehingga sebuah rumah bisa
dikatakan sebagai rumah layak huni ?
2. Berapa nilai total dari rencana anggaran biaya untuk pembangunan rumah
layak huni tipe 36 di wilayah Kalimantan Barat ?
3. Bagaimana tingkat daya beli masyarakat di Kalimantan Barat terhadap
harga rumah layak huni tipe 36 dengan menggunakan sistem pembayaran
KPR ?

1.3 Lingkup Penelitian


Penelitian dibatasi oleh beberapa hal, sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Harga Satuan Upah dan Bahan
Kontruksi untuk wilayah Kota Pontianak. .
2. Design rumah layak huni digunakan rumah tapak tipe 36 m2.
3. Masyarakat yang menjadi subjek penelitian merupakan masyarakat dari
kalangan buruh dan non buruh (pekerja bebas)
4. Sistem pembayaran yang digunakan adalah Kredit Pembelian Rumah (KPR)
.
7

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, di dapatkan beberapa tujuan penelitian
sebgai berikut :
1. Menganalisis design rumah layak huni tipe 36
2. Menghitung Rencana Anggran Biaya (RAB) sebagai harga jual rumah
layak huni tipe 36
3. Menganalisis kemampuan daya beli masyarakat di Kalimantan Barat
terhadap rumah layak huni tipe 36 dengan sistem Kredit Pembelian Rumah
(KPR)

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat yang bisa diperoleh dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Masyarakat menjadi lebih teredukasi tentang rumah yang layak huni.
2. Memberikan pertimbangan keputusan kepada masyarakat khususnya
masyarakat di Kalimantan Barat, ketika ingin membeli rumah dengan
sistem pembayaran KPR.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


(Permata Sari dkk., 2021) telah melakukan penelitian dengan judul
“Analisis Perbandingan Rencana Anggaran Biaya Berdasarkan Metode SNI
dengan Perhitungan Kontraktor”. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
membandingkan dua metode dalam perhitungan rencanana anggaran biaya dan
untuk mengetahui metode mana yang lebih ekonomis dalam perhitungan
rencana anggaran biaya. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah
perhitungan rencana anggran biaya dengan metode SNI sebesar Rp
434.036.466,44 dan Metode Perhitungan menurut Kontraktor sebesar Rp
413.042.396,47. Selisih harga dari perhitungan dengan menggunakan metode
SNI dengan perhitungan menurut Kontraktor sebesar Rp 20.994.069,97, dan
untuk persentase selisih perhitungannya adalah sebesar 4,83%. Sehingga
Perhitungan Anggaran Biaya Menurut Kontraktor lebih ekonomis
dibandingkan dengan Metode SNI.

(Bunga Rahmasari Suhartono dkk., 2022) melakukan penelitian dengan


judul “Studi Analisis Membangun Rumah Sederhana Dengan Dinding Bata
Merah dan Bahan Alternatif ”. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah
untuk membandingkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dari dinding bata
merah, bata ringan, dan dinding sistem komponen pada rumah tipe 36. Dalam
penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan menganalisis data
sekunder dan jurnal penelitian sebelumnya. Kemudian hasil dari penelitian ini
adalah biaya untuk pekerjaan dinding bata merah adalah Rp30.446.739,42,
dinding bata ringan sebesar Rp27.043.107,71, dan dinding sistem komponen
sebesar Rp23.864.251,23. Dari data diatas dapat dapat disimpulkan bahwa
rumah komponen merupakan alternatif rumah layak huni dengan kelebihan
tahan gempa, kokoh, ringan dengan harga yang relatif lebih murah.

8
Penelitian yang dilakukan oleh (Pahlevi & Novita Sari, 2020) yang berjudul
“Perencanaan Anggaran Biaya Rumah Type Sederhana Menggunakan Analisa
Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) SNI 2017-2018” merupakan penelitian yang
bertujuan untuk menghitung besar nilai dari rencana anggaran biaya untuk
rumah tipe 86 di Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah. Metode yang
digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan metode RAB dan dihitung
dengan bantuan sofware Microsoft Excel. Kemudian berdasarkan analisis
didapatkan hasil bahwa biaya yang dibutuhkan untuk membangun rumah satu
lantai tipe 86 di Kota Semarang senilai Rp381.781.487,96.

Pada penelitian yang dilakukan oleh (Sadilah dkk., 2023; Saptaningtyas


dkk., 2015) yang berjudul “Perbandingan RAB antara Pekerjaan Dinding
Menggunakan Ferosemen dan Batako Pada Rehabilitasi Rumah Sederhana”
merupakan penelitian yang bertujuan untuk membandingkan nilai RAB dari
pekerjaan dinding dengan menggunakan ferosemen dan batako. Kemudian
hasil yangdidapatkan dari analisis yang dilakukan pada RAB pekerjaan
rehabilitasi rumah sederhana dengan menggunakan batako adalah sebesar
Rp11.144.000,00 sementara untuk ferosemen didapatkan hasil sebesar
Rp9.329.500,00. Sehingga di dapatkan selisih sebesarRp1.818.500,00 dengan
rehabilitasi menggunakan ferosemen biaya lebih ekonomis dibandingkan
dengan menggunakan batako.

(Winarno, 2018) melakukan penelitian dengan judul “Evaluasi Program


Penyediaan Rumah Layak Huni Bagi Masyarakat Miskin di Kabupaten
Belitung”. Tujuan dengan dilakukannya penelitian tersebut adalah untuk
mengetahui kesesuaian sasaran program dan mekanisme bantuan penyediaan
rumah layak huni di Kabupaten Belitung. Kemudian metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, melalui penjelasan
suatu fenomena secara mendalam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa bantuan penyediaan rumah layak huni bagi masyarakat di Kabupaten
Belitung sudah sesuai sasaran, namun masih perlu untuk dilakukan penelitian
lebih lanjut mengenai pengelolaan rumah layak huni pasca pembangunan.

9
(Ayunani dkk., 2021) melakukan penelitian dengan judul “Penurunan
Angka Kemiskinan Melalui Rehabilitasi Sosial Program Rumah Layak Huni
Sehat di Kecamatan Monano Kabupaten Gorontalo Utara”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui penurunan angka kemiskinan melalui rehabilitasi
sosial program rumah layak huni sehatdi Kecamatan Monano Kabupaten
Gorontalo Utara. Penenlitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatifyang bersifat deskriptif analisis. Kemudian hasil yang diperoleh dari
penelitian ini menunjukkan bahwa program pembangunan rumah layak huni
sehat di Kecamatan Monano Kabupaten Gorontalo Utara belum signifikan
dalam menurunkan angka kemiskinan karena program pembangunan rumah
layak huni sehat merupakan program bantuan dalam peningkatan kesejahteraan
sosial yang berupaya membuat hidup lebih baik dan meningkatkan kualitas
hidup lebih baik.

Penelitian yang dilakukan oleh (Agus dkk., 2020) dengan judul “Efektifitas
Implementasi Program Perumahan Bersubsidi Bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah Kota Pekanbaru (Studi Kasus : Kecamatan Tenayan
Raya) merupakan sebuah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat
efektivitas program perumahan bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan
rendah di Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru. Kemudian pendekatan
yang digunkan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif
yang didukung oleh data dari hasil kuesioner, wawancara, dan obsercasi
lapangan, serta data dari kajian dokumendan telaah pustaka. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan secara umum efektifitas Implementasi Program
Perumahan Bersubsidi bagi MBR memperoleh nilai sebesar 80%, yang berarti
sudah bisa dikatakan cukup efektif.

(Roeskamto & Atmadja, 2022) melakukan penelitian dengan judul


“Pergerakan Harga Rumah di Indonesia: Analisis Sisi Permintaan”. Penelitian
tersebut bertujuan untuk mengobservasi pengaruh variabel – variabel
permintaan seperti pendapatan masyarakat, jumlah pembeli, harga apartemen,
ekspektasi harga rumah, dan juga suku bunga KPR terhadap harga rumah
residensial di Indonesia pada periode 2012 -2018. Data – data yang digunakan
adalah data sekunder harga properti residensial, harga apartemen, ekspektasi

10
harga rumah, dan suku bunga KPR dari Bank Indonesia, PDB per kapita dan
jumlah pembeli potensial diproxi dengan jumlah angkatan kerja dari Badan
Pusat Statistik. Periodisasi data adalah tahun 2012-2018. Pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan metode indeks berantai sederhana (chain
index) yang dibobot berdasarkan bobot kota. Hasil yang didapatkan setelah
dilakukannya penelitian tersebut menunjukkan bahwa suku bunga KPR,
pendapatan masyarakat dan ekspetasi harga rumah berpengaruh negatif
terhadap harga properti residensial, sedangkan bertambahnya jumlah pembeli
meningkatkan harga rumah residensial.

(Silviana, 2021) melakukan penelitian dengan judul “Kontruksi Rumah


Tahan Gempa pada KPR Komersil (Non-Subsidi) Perumahan Daerah Miruk”
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengenal lebih jauh
tentang kontruksi rumah tahan gempa pada KPR Komersil (non-subsidi)
perumahan Derah Mirik. Kemudian Metode penelitian yang digunakan adalah
metode kualitatif berupa studi pustaka dan observasi lapangan. Dari penelitian
yang sudah dilakukan didapat kesimpulan bahwa dilihat dari denah, lokasi
bangunan, pondasi dan rangka yang digunakan pada perumahan KPR sebagai
acuan bangunan tahan gempa; terdapat beberapa bagian struktur yang tidak
memenuhi pedoman bangunan tahan gempa, yaitu. Jarak antar sengkang tidak
memenuhi SNI yaitu maksimal 15 cm, namun jarak antar sengkang yang
dipasang di lapangan berjarak sekitar 20 cm. Hal ini bisa mempengaruhi
kekakuan suatu komponen struktur, karena semakin rapat jarak antar tulangan
sengkangnya maka semakin baik pula beton disekitarnya. Selain itu, di lokasi
terlihat bahwa ujung besi tidak ditekuk untuk menimbulkan efek penahan atau
angkur. Pembengkokan sengkang bukan merupakan kait seismik 135°, tetapi
dibengkokkan secara normal pada sudut 90° dengan perpanjangan lurus 10 cm.
Namun pada kolom dan dinding terdapat angkur yang memperkuat sambungan
antara dinding bata dengan kolom, sehingga tidak terpisah jika terjadi gempa;
dan. Pada prinsipnya pembangunan perumahan KPR non-subsidi di kawasan
Miruk sudah sesuai dengan prinsip rumah tahan gempa, karena pad komponen
strukturnya sudah dipasang secara kesatuan dan tidak bekerja sendiri-sendiri,

11
namun ada beberapa bagian detail struktur yang tidak terpenuhi., sehingga
kekuatan rumah tidak maksimal dalam menahan beban gempa.

(Maskur, 2022) telah melakukan penelitian dengan judul “Analisis Estimasi


Biaya Pembangunan Rumah Ekonomis dan Ramah Lingkungan Untuk
Masyarakat Berpenghasilan Rendah”. Tujuan dari dilakukannya penelitian
tersebut adalah untuk memberikan gambaran kepada masyarakat khususnya
masyarakat berpenghasilan rendah terkait estimasi biaya untuk pembangunan
rumah yang ekonomis dan ramah lingkungan. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan menganalisis harga satuan dan juga gambar teknik
untuk mendapatkan volume pekerjaan. Kemudian hasil yang didapat dari
penelitian ini adalah bahwa untuk dapat membangun rumah tinggal yang
ekonomis dan ramah lingkungan dibutuhkan biaya sebesar Rp88.054.00,-.

2.2 Landasan Teori


Untuk memahami maksud dari penelitian ini maka terlebih dahulu
diperlukan beberapa landasan teori, berikut merupakan beberapa landasan teori
tersebut :
2.2.1 Managemen Proyek
Teori mengenai managemen proyek ini penting untuk diketahui dalam
sebuah proyek, baik itu proyek kontruksi maupun non kontruksi karena
merupakan teori dasar untuk berikutnya melaksanakan sebuah proyek.
Manajemen proyek dapat dimaknai sebagai rangkaian kegiatan dengan
karakteristik, dikelola dengan pengetahuan tertentu secara terencana,
dilaksanakan secara sistematik untuk mewujudkan suatu tujuan yang telah
disepakati, dengan mengerahkan berbagai sumber daya, serta dibatasi oleh
dimensi lingkup, biaya, mutu, dan waktu.(Zulfiar, 2022, hlm. 5)
2.2.2 Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Teori tentang Rencana Anggaran Biaya (RAB) ini penting untuk diketahui
karena merupakan bagian pokok dalam penelitian ini. Rencana Anggaran
Biaya itu sendiri termasuk didalam bagian perencanaan proyek kontruksi, jadi
sebelum proyek kontruksi dilaksanakan, maka terlebih dahulu dihitung

12
Rencana Anggran Biayanya terlebih dahulu. Agar dalam pelaksanaan nantinya
tidak terjadi masalah terutama dalam hal anggaran.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2023 Tentang Pedoman Penyusunan
Perkiraan Biaya Pekerjaan Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum Dan
Perumahan Rakyat, perkiraan biaya pekerjaan kontruksi bidang pekerjaan
umum dan perumahan rakyat yang selanjutnya disebut dengan perkiraan biaya
pekerjaan adalah perhitungan biaya komponen tenaga kerja, bahan, dan alat
yang dibutuhkan serta telah ditambah biaya penerapan sistem manajemen
keselamatan kontruksi bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat.
(Alfin & Sugiyanto, 2022) menyatakan dokumen Rencana Anggaran Biaya,
terdiri daftar rekapitulasi biaya suatu proyek, yang kemudian diuraikan dengan
volume dan harga satuan pekerjaan, harga satuan upah, jumlah dan harga
satuan bahan, analisa harga satuan pekerjaan, administrasi dan umum, serta
manajemen.
Kemudian (Kubro, 2022) menjelaskan bahwa prinsip perhitungan RAB
adalah sebagai berikut :
RAB = ∑ ( Volume masing – masing Pekerjaan x Harga Satuan Pekerjaan )
Dimana volume tiap pekerjaan didapatkan dari hasil analisis gambar
desain ( atau sering disebut gambar bestek). Kemudian terdapat lima unsur
dalam perhitungan RAB yakni biaya material, biaya pekerja, biaya alat, dan
biaya tak terduga dan keuntungan.
(Elviranto dan Wulfram dalam Wira dkk., 2021) menerangkan urutan
dalam menyusun Rencana Anggran Biaya adalah sebagai berikut :
a. Persiapan Gambar Kerja
Gambar kerja dipersiapkan untuk kemudian menjadi persyaratan
dalam pembuatan Izin Menderikan Bangunan (IMB), dan Surat Perjanjian
Kontrak Kerja (SPK). Dan nantinya juga dibutuhkan dalam penyusunan
RAB.
b. Penyusunan Item Pekerjaan dan Perhitungan Volume Pekerjaan.
Pada tahap ini diuraikan item-item pekerjaan yang nantinya akan
dikerjakan, penguraian pekerjaan disajikan dalam bentuk pokok -pokok

13
pekerjaan yang mendeskripsikan lingkup besar pekerjaan. Kemudian
setelah item pekerjaan diuraikan, langkah berikutnya adalah menghitung
volume tiap item pekerjaan, satuan yang digunakan dalam menghitung
volume pekerjaan secara umum dapat menggunakan satuan berupa m2, m3
dan unit atau buah.
c. Penyusunan Daftar Harga Satuan
Daftar harga satuan yang harus disusun antara lain harga satuan upah,
bahan atau material, dan juga alat. Harga satuan tersebut dibuat oleh
seorang Quantity of Surveyor (QS) dengan hati-hati karena harus
mempertimbangkan banyak faktor lainnya.
d. Penyusunan Daftar Analisa Harga Satuan Pekerjaan
Analisa Harga Satuan Pekerjaan merupakan sebuah gabungan harga
satuan upah, material atau bahan, dan juga sewa alat berat yang dikalikan
dengan koefisien masing – masing harga satuan untuk nantinya
mendapatkan harga per satuan volume pekerjaan.
e. Penyusunan Harga Satuan Pekerjaan
Harga Satuan Pekerjaan merupakan hasil dari penjumlahan harga
bahan dan upah tenaga kerja berdasarkan hasil perhitungan analisis harga
satuan pekerjaan
f. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Kemudian setelah mendapatkan hasil perhitungan volume dari setiap
item pekerjaan dan juga harga satuannya,maka langkah selanjutnya adalah
mengkalikan kedua hal tersebut sehingga didapatkan harga atau biaya
untuk setiap pekerjaan yang akan dikerjakan.
g. Penyusunan Rekapitulasi dari Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Langkah terkhir dalam penyusuan Rencana Anggran Biaya (RAB)
adalah dengan merekap atau menjumlahkan seluruh biaya atau harga untuk
setiap item pekerjaan yang nantinya akan menghasilkan biaya atau harga
total untuk menjalan suatu proyek

14
2.2.3 Rumah Layak Huni (RLH)
(Kristiana Widiawati MT., 2022) menyatakan, secara teknis terdapat tiga
faktor sebuah rumah bisa dikatakan sebagai rumah yang layak huni, tiga faktor
tersebut antara lain :
a. Faktor Keselamatan
Bangunan bisa dikatakan memiliki aspek keselamatan jika suatu
bangunan rumah tersebut dapat memberikan rasa aman bagi penghuninya
dan lingkungan sekitar rumah tersebut. Aspek yang paling menentukan
dalam keselamatan bangunan rumah ini adalah struktur bangunan rumah.
Struktur Bangunan rumah harus mampu menahan beban – beban yang ada,
baik itu beban hidup maupun beban mati, serta beban lain yang
ditimbulkan oleh kondisi alam seperti beban angin, gempa, banjir, dll.
b. Faktor Kesehatan
Selain faktor keselamatan, faktor lain yang harus dipenuhi rumah
layak huni adalah faktor kesehatan. Faktor Kesehatan ini berkaitan dengan
sistem penghawaan dan pencahayaan yang optimal. Kemudian juga akses
untuk sanitasi juga harus mudah dijangkau, dan juga penggunaan material
bangunan yang tidak menggangu kesehatan penguni rumah
c. Faktor Kenyamanan
Faktor terakhir yang harus dipenuhi sebagai rumah layak huni adalah
faktor kenyamanan. Faktor Kenyaman ini berkaitan dengan kenyaman
sirkulasi atau ruang gerak untuk penhuninya. Kemudian kenyaman suhu
ruangan juga harus diperhatikan, artiya rumah harus bisa menjadi
pelindungdari cuaca panas maupun dingin. Kemudian kenyamanan
pandangan juga harus diperhatikan, artinya suatu rumah layak huni harus
bisa menjaga privasi bagi para penguhinya tanpa perlu khawatir terlihat
dari luar rumah.

15
Menurut Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan
Perencanaan Pembangunan Nasioanal (BAPPENAS) melalui metadata
indikator Sustainable Development Goals (SDGs) Indonesia dalam Pilar
Pembangunan Lingkungan menerangkan bahwa terdapat 4 (empat) kriteria
yang wajib terpenuhi kelayakannya, dan juga ditambahkan 2(dua) kriteria yang
nantinya akan terus dikawal, keenam hal tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Ketahanan Bangunan (Durabel Housing)
Ketahanan Bangunan yang dimaksud yaitu bahan bangunan atap,
dinding dan lantai rumah harus memenuhi syarat antara lain :
1. Bahan bangunan atap rumah terluas dapat menggunakan genteng,
kayu/sirap, dan seng.
2. Bahan bangunan dinding rumah terluas dapat menggunakan
tembok/GRC board, plesteran anyaman bambu/kawat,
kayu/papan, dan batang kayu.
3. Bahan bangunan lantai rumah terluas dapat menggunakan
marmer/granit, keramik, parket/vinil/karpet, ubin/tegel/teraso,
kayu/papan, dan semen/bata merah.
b. Kecukupan Luas tempat Tinggal (Sufficient Living Space)
Kecukupan Luas tempat tinggal perkapita minimal yang disyaratkan
adalah ≥ 7,2 m2
c. Memiliki Akses Air Minum (Access to Improved Water)
Sumber untuk air minum dapat berasal dari leding meteran (keran
individual), leding eceran, keran umum (koomunal), hidran umum,
penampungan air hujan (PAH), sumur bor/pompa, sumur terlindung, dan
mata air terlindung. Kemudian untuk rumah tangga yang akes air minum
didapat dari air minum kemasan dapat dikategorikan memiliki akses air
minum yang layak jika sumber air untuk masak dan MCK-nya
menggunakan sumber air minum terlindung.

16
d. Memiliki Akses Sanitasi Layak (Access to Adequate Sanitation)
Fasilitas sanitasi yang yang memenuhi kelayakan bangunan atas dan
bawah, adalah sebagai berikut : fasilitas sanitasi berupa kloset leher angsa,
dan tempat pembungan akhir tinjanya berupa tangki septik (septic tank)
atau Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL), dan fasilitas sanitasi tersebut
dapat digunakan oleh rumah tangga itu sendiri, atau bersama dengan
rumah tangga lain tertentu. Dan khusu untuk rumah tangga yang berada di
perdesaan, tempat pembuangan akhir tinja yang berupa lubang tanah dapat
dikategorikan sebagai sanitasi yang layak.
Kemudian dua komponen yang nantinya akan terus dikawal adalah
sebagai berikut :
a. Keamanan bermukim dengan proksi berupa bukti kepemilikan tanah
bangunan tempat tinggal.
Rumah tangga yang dikategorikan memiliki keamanan bermukim
adalah jika jenis bukti kepemilikan rumah/bangunan berupa Serifikat Hak
Milik (SHM) atas nama Anggota Rumah Tangga (ART), SHM bukan atas
nama ART, Sertifikat selain SHM (Sertfikat Hak Guna Bangunan
(SHGB), dan Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRC)). Adapun
Surat bukti lainnya berupa (Girik, Letter C, dll), masih dikategorikan bukti
kepemilikan yang kurang aman.
b. Hunian yang Terjangkau.
Hunian dapat didefinisikan terjangkau apabila pengeluaran hunian,
baik itu berupa sewa dan cicilan rumah, tidak melebihi dari 30%. Untuk
saat ini perhitungan keterjangkauan masih terbatas pada rumah tangga
dengan kategori dewa. Sementara, untuk rumah tangga yang menghuni
milik sendiri maka diasumsikan terjangkau.

17
Sedangkan dalam Lampiran ke- II Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia No.29/PRT/M/2018 tentang
Standar Teknis Standar Pelayanan Minimal Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat menerangkan bahwa kualitas rumah layak huni dengan spesifikasi
sesuai Norma, Standar, Prosedur,dan Kriteria (NSPK) yang ada harus
memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Memenuhi persyaratan keselamatan bangunan yang meliputi struktur
bawah/pondasi, struktur tengah/kolom dan balok, serta struktur atas;
b. Menjamin kesehatan meliputi pencahayaan, penghawaan dan sanitasi;
c. Memenuhi kecukupan luas minimum sebesar 9 m2/orang.
2.2.4 Rumah Tahan Gempa (RTH)
Menurut Lampiran ke- II Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Republik Indonesia No.29/PRT/M/2018 tentang Standar
Teknis Standar Pelayanan Minimal Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
salah satu kriteria suatu rumah bisa dikatakan sebagai rumah yang layak huni
adalah rumah tersebut memenuhi persyaratan keselamatan bangunan.
Keselamatan bangunan tersebut dapat diartikan suatu rumah harus mampu
bertahan dari berbagai kemungkinan bahaya yang bisa menjadikan rumah
tersebut kolaps. Salah satu faktor yang bisa menjadikan suatu rumah tersebut
hancur adalah bencana alam berupa gempa bumi, oleh karena itu untuk
mencegah terjadinya kehancuran rumah tersebut maka dibuatlah suatu istilah
yaitu rumah tahan gempa.
Di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Republik Indonesia No.05/PRT/M/2016 tentang Izin Menderikan Bangunan
Gedung diterangkan bahwa terdapat 4 (empat) pokok persyaratan rumah tahan
gempa, keempat hal tersebut adalah : Kualitas bahan bangunan yang baik,
Keberadaan dan dimensi struktur yang sesuai, Seluruh elemen struktur utama
tersambung dengan baik; dan Mutu pengerjaan yang baik. Berikut penjelasan
dari keempat diatas :

18
a. Bahan Bangunan
Pemelihan bahan atau material yang digunakan untuk pngerjaan suatu
bangunan rumah tahan gempa haruslah bahan bangunan yang berkualitas
baik dan pengerjaanya pun harus dengan benar.
1) Beton
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pembuatan material
beton, antara lain sebagai berikut :
• Komposisi campuran beton terdiri atas 1semen : 2 pasir : 3
kerikil : 0,5 air.
• Dimensi atau ukuran kerikil yang baik untuk digunakan
maksimum berukuran 20 mm dengan gradasi yang baik.
• Kemudian, semen yang digunakan adalah semen tipe 1 dan
juga berstandar Nasional Indonesia (SNI)
2) Mortar
Komposisi campuran untuk bisa menghasilkan mortar yang baik
adalah, 1 semen : 4 pasir bersih : air secukupnya. Dan pasir yang
digunakan harus terhindar dari kandungan lumpur, karena lumpur
bisa menggangu ikatan antar material.
3) Batu Pondasi
Batu pondasi yang bisa digunakan adalah batu kali atau batu
gunung, batu kali yang digunakan juga harus memiliki banyak
sudut, agar ikatan dengan mortar nantinya menjadi kuat.
4) Batu Bata
Karakteristik batu bata yang baik untuk digunakan adalah : bagian
tepi lurus dan tajam, tidak banyak retakan, tidak mudah patas, dan
dimensi tidak terlalau kecil dan seragam. Dimensi batu bata yang
baik untuk digunakan berkisar 20 x 10 x 5 cm.
5) Kayu
Kriteria kayu berkualitas baik antara lain adalah : keras, kering,
berwarna gelap, tidak ada retakan, dan lurus.

19
b. Struktur Utama
Struktur utama suatu bangunan rumah tahan gempa terdiri atas :
pondasi, balok pengikat/sloof, kolom, balok keliling/ring, dan struktur
atap. Semua komponen struktur utama diatas harus memperhatikan
dimensi yang digunakan dan metode pengerjaan yang benar. Berikut
penjelasan komponen struktur utama :
1. Pondasi
Dikarenakan pondasi merupakan suatu komponen struktur utama
yang bersentuhan langsung dengan tanah, maka jenis atau
karakteristik tanah juga mempengaruhi suatu model atau design
suatu pondasi. Untuk karakteristik tanah yang keras, maka dapat
digunakan pondasi batu kali, dimensi yang digunakan bisa dilihat
digambar berikut.

Gambar 2.1 Pondasi Batu Kali


Sumber : Permen PUPR No.05/PRT/M/2016
2. Balok Pengikat / Sloof
Berikut spesifikasi balok pengikat yang dapat digunakan :
• Dimensi balok pengikat 15 x 20 cm;
• Diameter tulangan utama menggunakan besi 10 mm;
• Diameter tulangan begel / sengkang menggunakan besi 8mm;
• Jarak antar tulangan begel / sengkang 15 cm; dan
• Tebal selimut beton dari sisi terluar tul. Begel 1,5 cm.

20
Gambar 2.2 Dimensi dan Tulangan Balok Pengikat/Sloof
Sumber : Permen PUPR No.05/PRT/M/2016
3. Kolom
Spesifikasi kolom yang dapat digunakan anatara lain sebagai
berikut :
• Dimensi kolom 15 x 15 cm;
• Diamter tulangan utama menggunakan besi 10 mm
• Diameter tulangan begel/sengkang menggunakan besi 8
mm;
• Jarak antar tulangan begel/sengkang 15 cm; dan
• Tebal selimut beton dari sisi terluar begel 1,5 cm.

Gambar 2.3 Dimensi dan Tulangan Kolom


Sumber : Permen PUPR No.05/PRT/M/2016

21
4. Balok Keliling/ Ring
Berikut spesifikasi balok keliling yang dapat digunakan :
• Dimensi balok keliling/ ring 12 x 15 cm;
• Diameter tulangan utama menggunakan besi 10 mm;
• Diameter tulangan begel/ sengkang menggunakann besi 8
mm;
• Jarak antar tulangan begel/ sengkang 15cm;
• Tebal selimut beton dari sisi terluar begel 1,5 cm.

Gambar 2. 4 Dimensi dan Tulangan Balok Keliling/ Ring


Sumber : Permen PUPR No.05/PRT/M/2016
Ketentuan untuk penekukan bagian ujung tulangan begel pada
komponen struktur balok pengikat/ sloof, kolom, dan balok
keliling/ ring diwajibkan ditekuk paling sedikit 5 cm dengan
derajat sudut penekukan adalah sebesar 135, tujuan dilakukannya
hal tersebut adalah agar memperkuat ikatan dengan tulangan
utama.

22
5. Struktur Atap
Fungsi dari adanya struktur atap ini adalah untuk menompang
seluruh beban yang ada diatas struktur atap itu sendiri. Komponen
penyusun struktur atap terdiri atas kuda-kuda ; gunung – gunung/
ampig, dan ikatan angin. Berikut penjelasan dari komponen –
komponen tersebut :
• Kuda – Kuda
Fungsi utama dengan adanya komponen kuda – kuda ini
adalah sebagai pendukung atap. Panjang bentang kuda –
kuda berkisar 12 m, dengan tebal kayu berkisar 8 cm.
Komponen kuda – kuda ini diletakkan diatas dua kolom
yang bersebrangan sebagai tumpuan kuda – kuda tersebut.
Berikut gambaran detail kuda – kuda tersebut :

Gambar 2.5 Kuda – Kuda Kayu


Sumber : Permen PUPR No.05/PRT/M/2016

23
Gambar 2.6 Detail Kuda – Kuda Kayu
Sumber : Permen PUPR No.05/PRT/M/2016
Kemudian, untuk memperkuat antar ikatan kuda – kuda
dapat digunakan plat baja dengan ketebalan 4 mm dan lebar
40 mm, dengan baut pengait ukuran 10 mm. atau bisa juga
menggunakan papan dengan ketebalan 20 mm dan lebar
100 mm.
• Gunung – gunung/ Ampig
Gunung – gunung/ Ampig ini merupakan komponen
struktur atap yang terbuat dari beton bertulang. Spesifikasi
gunung – gunung/ Ampig antara lain, berdimensi 15 x 12
cm, tulangan utama dan begel/ sengkang menggunakan
ukuran besi masing – masing 10 mm dan 8 mm, dengan
tebal selimut beton 10 mm.

24
Gambar 2.7 Tulangan pada Gunung – gunung/ Ampig
Sumber : Permen PUPR No.05/PRT/M/2016
Kemudian, kompisisi campuran untuk membuat gunung –
gunung/ amping ini terdiri atas susunan batu bata yang
direkatkan dengan mortar dengan perbangdingan kompisisi
mortar 1 semen : 4 pasir: air secukupnya) dan kemudian
dilakukan pemlesteran. Untuk meminimalkan dampak
apabila gunung – gung/ ampig roboh maka dapat juga
digunakan bahan yang lebih ringan seperti, papan dan
Glassfibre Reinforced Cement (GRC).

25
• Ikatan Angin
Komponen Ikatan Angin ini berfungsi untuk mengikat
antar kuda – kuda, antar gunung – gunung/ ampig, atau
antar kuda – kuda dengan gunung – gunung/ ampig, agar
seluruh komponen struktur atap tersebut dapat tetap kokoh
apabila nantinya ada guncangan. Komponen Ikatan Angin
dapat digunakan kayu dengan dimensi 6/12 cm, dengan
baut pengikutan ukuran diameter 10 mm. Berikut gambaran
komponen ikatan angin yang dimaksud :

Gambar 2.8 Detail Pertemuan Antara Ikatan Angin dengan


Ampig
Sumber : Permen PUPR No.05/PRT/M/2016

26
6. Dinding
Fungsi dinding ini adalah sebagai pembatas, dan dinding ini tidak
digunakan untuk menompang sebuah beban apapun. Kemudian
komponen penyusun dinding terdiri atas pasangan batu bata yang
kemudian direkatkan dengan spesi/siar dengan kompisisi
campuran yang dapat digunakan terdiri atas 1 semen : 4 pasir : air
secukupnya Kemudian luas maksimal untuk komponen dinding ini
dianjurkan tidak lebih dari 9 m2 dan itu artinya jarak maksimal
antar kolom adalah adalah 3 m. Kemudian untuk memperkuat
dinding, dapat dilakukan pemlesteran dengan campuran mortar
adalah 1 semen : 4 pasir : air secukupnya, dengan ketebalan plester
kurang lebih 2 cm.

Gambar 2.9 Detail Dinding


Sumber : Permen PUPR No.05/PRT/M/2016
c. Hubungan Antar Komponen Struktur
Seluruh komponen struktur harus saling terhubung agar proses
penyaluran beban terjadi secara sempurna. Selain itu, komponen struktur
bangunan harus bersifat daktail atau elastis, agar komponen struktur dapat
bertahan apabila mengalami perubahan bentuk ketika terjadi bencana alam
seperti gempa bumi. Berikut merupakan jenis – jenis hubungan antar
komponen struktur :

27
1) Hubungan Antara Pondasi dengan Balok Pengikat
Hubungan antara pondasi dengan balok pengikat/ sloof dilakukan
dengan menanamkan angkur besi dengan jarak paling jauh tiap
angkur adalah 1 m Berikut gambaran penanaman angkur pada
pondasi dan balok pengikat/ sloof.

Gambar 2.10 Hubungan Antara Pondasi dengan Balok Pengikat


Sumber : Permen PUPR No.05/PRT/M/2016
2) Hubungan Antara Balok Pengikat dengan Kolom
Untuk hubungan antara balok pengikat dengan kolom dilakukan
dengan cara meneruskan tulangan kolom dan membengkokkan ke
dalam balok pengikat. Panjang terusan paling pendek 40 x diameter
tulangan yang digunakan, atau 40 cm ( 40 x 10 mm). Berikut
gambaran hubungan antara balok pengikat dengan kolom.

28
Gambar 2.11 Hubungan Antara Kolom dan Balok Pengikat
Sumber : Permen PUPR No.05/PRT/M/2016
3) Hubungan Antara Kolom dengan Dinding
Hubungan antara kolom dengan dinding adalah dengan cara
memberi angkur untuk setiap enam lapis batu bata. Kemudian
angkur yang digunakan adalah angkur dengan diameter 10 mm,
dan panjang minimal 40 cm. Berikut merupakan gambaran
hubungan antara kolom dengan dinding.

Gambar 2.12 Hubungan Antara Kolom dengan Dinding


Sumber : Permen PUPR No.05/PRT/M/2016

29
4) Hubungan Antara Kolom dengan Balok Keliling.
Hubungan antara kolom dengan balok keliling/ ring dilakukukan
dengan cara meneruskan tulangan kolom dan membengkokkan ke
dalam balok keliling/ ring dengan panjang terusan minimal 40 x
diamter tulangan yang digunakan, atau 40 cm (40 x 10 mm).
Berikut gambaran hubungan antara kolom dengan balok keliling.

Gambar 2.13 Hubungan Antara Kolom dengan Balok Keliling


Sumber : Permen PUPR No.05/PRT/M/2016
5) Hubungan Antara Balok Keliling dengan Kuda – Kuda
Hubungan antara balok keliling dengan kuda – kuda dilakukan
dengan cara pengikatan anatar kedua komponen tersebut.
Pengikatan tersebut dilakukan dengan cara pengangkuran dengan
baut dengan diameter paling kecil adalah 10 mm.

Gambar 2.14 Hubungan Antara Balok Keliling dengan Kuda –


Kuda
Sumber : Permen PUPR No.05/PRT/M/2016

30
6) Angkur Gunung – Gunung
Komponen gunung – gunung agar tetapstabil haruslah di beri
angkur pada setiap 6 lapis batu bata. Dan angkur yang digunakan
minimal berdiameter 10 mm, dan panjang minimal 40 cm.

Gambar 2.15 Angkur pada Gunung – Gunung


Sumber : Permen PUPR No.05/PRT/M/2016
d. Mutu Pekerjaan
Salah satu aspek yang ikut menentukan suatu rumah bisa dikatakan
sebagai rumah yang tahan gempa adalah ketika mutu pekerjaan
diperhatikan dengan baik. Kemudian dalam bangunan rumah tahan
gempa material yang paling banyak digunakan adalah material beton.
Berikut merupakan hal – hal yang perlu diperhatikan agar mutu beton
tetap terjaga :
1) Memastikan bekisting/cetakan beton dalam kondisi yang benar-
benar rapat dan kokoh.
2) Kemudian pada saat pengecoran kolom dilakukan dengan bertahap
setiap 1 m.
3) Adukan pada proses pengecoran harus dipastikan kepadatannya,
artinya dipastikan tidak ada rongga udara yang mengisi dalam
cetakan. Hal tersebut untuk menghindari adanya keroposan pada
bagian beton nantinya.
4) Kemudian, proses pelepasan bekesting/cetakan minimal dilakukan
3 hari setelah dilakukan pengecoran.

31
2.2.5 Status Pekerjaan
Status pekerjaan ini penting untuk diketahui lebih jelas karena selama kita
hanya membagai status pekerjaan menjadi dua, yaitu orang yang bekerja, dan
orang yang tidak bekerja. Sedangkan, menurut Badan Pusat Statistik Indonesia,
(BPS) status pekerjaan adalah jenis kedudukan seseorang dalam melakukan
pekerjaan di suatu unit usaha/ kegiatan. Kemudian status pekerjaan menurut
BPS, dapat dibedakan menjadi 7 kategori, berikut penjelasannya :
a. Berusaha Sendiri
Berusaha atau bekerja sendiri artinya seluruh resiko secara ekonomis
adalah tanggung jawab pribadi, dan tidak menggunakan orang lain
sebagai pekerja untuk dibayar maupun tidak dibayar.
b. Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar
Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar artinya seluruh
resiko secara ekonomis adalah tanggung jawab pribadi, dan
menggunakan orang lain sebagai pekerja/ buruh tak dibayar dan atau
buruh/ pekerja tidak tetap.
c. Berusaha sendiri dibantu buruh tetap/ buruh dibayar
Berusaha sendiri dibantu buruh tetap/ buruh dibayar artinya seluruh
resiko secara ekonomis adalah tanggung jawab pribadi, dan
menggunakan paling sedikit satu orang lain sebagai pekerja tetap yang
dibayar/ buruh.
d. Pegawai/Karyawan/Buruh
Pegawai/Karyawan/Buruh adalah orang yang menerima upah/ gaji
baik berupa uang maupun barang dan bekerja secara tetap kepada
perseorangan maupun kepada instansi/kantor/perusahaan
e. Pekerjaan bebas di bidang pertanian
Pekerja bebas di bidang pertanian adalah orang yang bekerja secara
tidak tetap ( memiliki lebih dari satu majikan dalam sebulan terakhir)
dengan menerima upah atau imbal balik berupa uang maupun barang
(dengan sistem pembayaran harian maupun borongan) dari
persorangan ataupun dari majikan atau instusi di bidang usaha
pertanian. Usaha dibidang pertanian yang dimaksud antara lain :

32
pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan,
perikanan dan perburuan, termasuk juga jasa pertanian
f. Majikan
Majikan adalah orang yang memberikan suatu pekerjaan untuk orang
lain, dengan pembayaran yang disepakati.
g. Pekerja bebas di bidang nonpertanian
Pekerja bebas di bidang non pertanian adalah orang yang bekerja
secara tidak tetap ( memiliki lebih dari satu majikan dalam sebulan
terakhir) dengan menerima upah atau imbal balik berupa uang maupun
barang (dengan sistem pembayaran harian maupun borongan) dari
persorangan ataupun dari majikan atau instusi di bidang usaha
nonpertanian. Usaha dibidang non pertanian yang dimaksud anatar lain
sebagai berikut : usaha di bidang pertambangan, industri, listrik, gas
dan air, sektor kontruksi/ bangunan, sektor perdagangan, sektor
angkutan, pergudangan dan komunikasi, sektor keuangan, asuransi,
usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan, sektor jasa
kemasyarakatan, sosial dan perorangan.
h. Pekerja keluarga/ tak dibayar
Pekerja keluarga/ tak dibayar adalah orang yang berusaha membantu
orang lain dengan tidak mendapat gaji/ upah, baik berupa uang maupun
barang. Pekerja keluarga terdiri dari : anggota rumah tangga dari orang
yang dibantunya ( istri, anak,dll), dan orang yang bukan anggota rumah
tangga tetapi keluarga dari orang yang dibantunya.
2.2.6 Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Pendapatan
Pengertian tentang upah minimum provinsi (UMP) dan juga pendapatan
ini masih belum terdefinisi secara jelas, bahkan di masyarakat cenderung lebih
disamakan definisinya. Padahal, definisi mengenai upah minimum provinsi
(UMP) dan juga pendapatan menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS)
mempunya definisi yang berbeda. Menurut Badan Pusat Statistik dalam
publikasi tentang Statistik Pendapatan tahun 2022 berikut penjelasan mengenai
Upah Minimum Provinsi (UMP) dan juga pendapatan.

33
a. Upah Minimum Provinsi (UMP)
Menurut Badan Pusat Statistik, Upah Minimum Provinsi (UMP)
adalah bayaran yang diterima oleh pekerja yang berstatus sebagai
buruh/pegawai/karyawan yang penetapan nilainya diatur oleh
Provinsi. Ketetapan nilai Upah Minimum Provinsi ini ditetapkan/
dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi melalui Keputusan
Gubernur masih – masing Provinsi.
b. Pendapatan
Menurut Badan Pusat Statistik, pendapatan adalah suatu imbalan baik
berbentuk uang maupun barang yang dibayarkan oleh perusahaan/
kantor/majikan kepada pekerja yang berstatus non-buruh, yaitu
seseorang yang berusaha sendiri dan pekerja bebas. Dan nilai dari
pendapatan ini tidak ada suatu aturan yang mengaturnya.
2.2.7 Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
Dalam Undang – Undang Republik Indonesia No 1 tahun 2011 tentang
perumahan dan kawasan Permukiman di jelaskan bahwa Masyarakat
Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya disingkat MBR ini adalah
masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat
dukungan atau bantuan dari pemerintah untuk memperoleh rumah.
Kemudian, batasan minimal penghasilan masyarakat berpenghasilan
rendah dijelaskan di dalam Keptusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat No.22/KPTS/M/2023 tentang Besaran Penghasilan Masyarakat
Berpenghasilan Rendah dan Batasan Luas Lantai Rumah Umum dan Rumah
Swadaya. Penjelasan tentang batasan penghasilan MBR dapat dilihat dalam
tabel di bawah ini. .

34
Penghasilan Per Bulan Paling Banyak (RP)
Umum Satu Orang
Wilayah
Untuk Peserta
Tidak Kawin Kawin
Tapera
Jawa, Sumatera,
Kalimantan,
Sulawesi,
Kepulauan
Bangka Belitung,
Kepulauan Riau, 7.000.000 8.000.000 8.000.000
Maluku, Maluku
Utara, Bali, Nusa
Tenggara Timu,
Nusa Tenggara
Barat.
Papua, Papua
Barat, Papua
Tengah, Papua
Selatan, Papua 7.500.000 10.000.000 10.000.000
Pegunungan, dan
Papua Barat
Daya

Tabel 2.1 Batasan Penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah


Sumber : Keputusan Menteri PUPR No. 22/KPT/M/2023 tahun 2023
2.2.8 Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Sejahtera dan Fasilitas Likuiditas
Pembiayaan Perumahan (FLPP)
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Republik Indonesia No. 35 tahun 2021 tentang Kemudahan dan Bantuan
Pemilikan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah, Kredit Pemilikan
Rumah Sejahtera yang selanjutnya disebut KPR Sejahtera merupakan kredit
atau pembiayaan pemelikan rumah dengan dukungan fasilitas likuiditas
pembiayaan perumahan yang diterbitkan oleh bank pelaksana.

35
Kemudian masih dalam Permen yang sama, dalam Pasal 3 ayat (1)
Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dijelaskan tujuan FLPP ini
adalah untuk menyediakan dana dalam mendukung pembiayaan perumahan
bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Kemudian dalam Pasal 4
ayat (2) dijelaskan bahwa pengendalian Fasilitas Likuiditas Pembiayaan
Perumahan (FLPP) dilaksanakan oleh BP Tapera ( Badan Pengelola Tabungan
Perumahan Rakyat dan Direktur Jendral
Di dalam website resmi BP Tepera dijelaskan beberapa kemudahan dalam
Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) adalah antara lain sebagai
berikut:
a. Suku Bunga yang ditetapkan adalah suku bunga fix rate sebesar 5%
selama jangka waktu pengkreditan.
b. Tenor atau jangka waktu pinjaman adalah 20 tahun
c. Uang Muka atau DP mulai dari 1% dari harga jual rumah.
d. Bebas dari premi asuransi jiwa, kebakaran, dan juga PPn
e. Mendapatkan Subsidi Bantuan Uang Muka sebesar Rp4.000.000,-
untuk masyarakat yang tinggal di luar Provinsi Papua dan Papua Barat,
sedangkan untuk Provinsi Papua, dan Papua Barat mendapatkan
bantuan sebesar Rp10.000.00,-.
Kemudian, syarat – syarat penerima Fasilitas Likuiditas Pembiayan
Perumahan (FLPP), adalah sebagai berikut :
a. Berkewarganegaraan Indonesia
b. Sebelumnya belum pernah menerima bantuan atau subsidi
pembiayaan perumahan dari Pemerintah denganbentuk KPR atau jenis
kredit lainnya.
c. Orang dengan status belum kawin atau pasangan suami istri
d. Belum pernah atau tidak memiliki rumah
e. Mempunyai penghasilan tetap atau tidak tetap dengan jumlah
maksimal sebesar Rp8.000.000/bulan, berdasarkan Keputusan
Menteri PUPR No. 22/KPT/M/2023 tahun 2023.

36
Selanjutnya, dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat No. 995/KPTS/M/2021 tentang Batasan Penghasilan Tertentu, Suku
Bunga/Marjin Pembiayaan Bersubsidi, Masa Subsidi, Jangka Waktu
Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah, Batasan Luas Tanah, Batasan Luas
Lantai, Batasan Harga Jual Rumah Umum Tapak Dan Satuan Rumah Susun
Umum, Dan Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka, dijelaskan batasan harga
jual rumah umum tapak dan batasan luas tanah, luas lantai rumah umum tapak,
yang dapat dilihat dalam tabel berikut.

Harga Jual Paling


No. Wilayah
Banyak (Rp)
Jawa (kecuali Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi) dan Sumatera
1 150.500.000
(kecuali Kep. Riau, Bangka Belitung,
Kepulauan Mentawai)
Kalimantan (kecuali Kabupaten
2. Murung Raya dan Kabupaten 164.500.000
Mahakam Ulu)
Sulawesi, Bangka Belitung,
3. Kepulauan Mentawai, dan Kepulauan 156.500.000
Riau (kecuali Kepulauan Anambas)
Maluku, Maluku Utara, Bali dan Nusa
Tenggara, Jabodetabek (Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi),
4. 168.000.000
Kepulauan Anambas, Kabupaten
Murung Raya, dan Kabupaten
Mahakam Ulu
5. Papua dan Papua Barat 219.000.000

Tabel 2.2 Batsan Harga Jual Rumah Umum Tapak


Sumber : Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No.
995/KPTS/M/2021

37
Luas Lantai Rumah
Luas Tanah (M2)
(M2)
No. Jenis Rumah
Paling Paling Paling Paling
Rendah Tinggi Rendah Tinggi
1. Rumah Umum Tapak 60 200 21 36

Tabel 2.3 Batasan Luas Tanah dan Lantai Rumah Umum dan Tapak
Sumber : Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No.
995/KPTS/M/2021
Kemudian, dalam webiste resmi Otoritas Jasa Keuangan Republik
Indonesia menyarankan bahwa sebaiknya alokasi pendapatan, gaji/ upah untuk
mengkredit atau mencicil sebuah rumah sebaiknya tidak melebihi dari 30%-
35% dari penghasilan atau gaji orang tersebut. Maksud dari aturan tersebut agar
kebutuhan hidup lainnya dari seseorang tersebut tidak terganggu hanya karena
semua penghasilan dialokasikan untuk membayar kredit rumah.

38
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Materi Penelitian


Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat daya beli
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) terhadap harga jual rumah layak
huni tipe 36 dengan menggunakan skema pembayaran Kredit Pemilikan
Rumah (KPR) sejahtera di daerah Kota Pontianak, Kalimantan Barat.
Penelitian ini mengacu pada beberapa peraturan ataupun keputusan Menteri
terkait. Dan pengambilan data pada penelitian ini didapatkan dari beberapa
website resmi Pemerintah atau lembaga terkait dan kemudian dilakukan
simulasi untuk mendapatkan data akhir yang nantinya akan dijadikan bahan
untuk menyimpulkan hasil dari penelitian ini.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan dengan studi kasus yang berada di daerah Kota
Pontianak, Kalimantan Barat, dengan rentang waktu penelitian dari tanggal 16
Februari 2023 – 30 Juni 2023.

Gambar 3.1 Peta Wilayah Kota Pontianak, Kalimantan Barat


Sumber : Google Maps

39
40

3.3 Aplikasi Penunjang


3.3.1 AutoCAD

Gambar 3.2 Logo Aplikasi AutoCAD


Sumber : Google Image
Aplikasi AutoCAD dalam penelitian ini digunakan untuk membuat design
rumah layak huni tipe 36 dengan mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia No.29/PRT/M/2018
tentang Standar Teknis Standar Pelayanan Minimal Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Republik Indonesia No.05/PRT/M/2016 tentang Izin Menderikan
Bangunan Gedung

3.3.2 Microsoft Excel

Gambar 3. 3 Logo Aplikasi Microsoft Excel


Sumber : Google Image
Aplikasi Microsoft Excel dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui
harga jual rumah layak huni tipe 36 melalui hasil analisis rencana anggaran
biaya yang dibuat berdasarkan design rumah layak huni tipe 36 , dan juga
digunakan untuk simulasi Kredit Pemilikan Rumah .
41

3.4 Tahapan Penelitian


Untuk menggambarkan tahapan pada penelitian ini, dibuatkan bagan alir
atau flowchart. Berikut merupakan bagan alir atau flowchart yang dimaksud.

Mulai

Identifikasi Masalah

Studi Pustaka

Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder


1. Harga Satuan Bahan dan Upah
1. Gambar Rencana Rumah
2. Analisa Harga Satuan Pekerjaan
Layak HuniTipe 36 (AHSP)
2. Volume Pekerjaan 3. Pendapatan Pekerja Bebas
3. Hasil Rekapitulasi RAB 4. Upah Minimum Provinsi (UMP)
Prov. Kalimantan Barat
atau Harga Jual Rumah
5. Suku Bunga KPR Sejahtera

A
42

Simulasi Kredit Pemilikan


Rumah (KPR)

Kesimpulan dan Saran

Selesai

ii
3.5 Analisi Data
3.5.1 Data Primer
Data Primer dalam penelitian ini antara lain adalah, gambar rencana rumah
layak huni tipe 36, volume pekerjaan, hasil rekapitulasi Rencana Anggran
Biaya (RAB) atau harga jual rumah layak huni. Berikut penjelasan dari data –
data tersebut.
a. Gambar Rencana Rumah Layak Huni tipe 36
Gambar rencana rumah layak huni adalah data yang di peroleh dengan
cara mendesign gambar rumah layak huni dengan bantuan aplikasi
Autocad . Kemudian acuan atau landasan yang digunakan adalam
merancang gambar rencana rumah layak huni adalah Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
No.29/PRT/M/2018 tentang Standar Teknis Standar Pelayanan
Minimal Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
No.05/PRT/M/2016 tentang Izin Menderikan Bangunan.
43

b. Volume Pekerjaan
Volume pekerjaan merupakan data yang diperoleh dari hasil
menganalisis gambar desain rencana yang telah dibuat. Data volume
pekerjaan ini nantinya akan digunakan untuk menyusun Rencana
Anggran Biaya (RAB) Rumah layak huni.
c. Hasil Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya (RAB) atau Harga Jual
Rumah Layak Huni
Data hasil rekapitulasi RAB ini merupakan data jumlah semua harga
satuan pekerjaan yang ada di dalam RAB itu sendiri. Data hasil
rekapitulasi ini nantinya yang menjadi harga jual untuk rumah layak
huni.
3.5.2 Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini antara lain adalah, Harga Satuan Bahan
dan Upah, Analisa Harga Satuan Pekerjaan (AHSP), Pendapatan Pekerja Bebas
daerah Kalimantan Barat, Upah Minimum Provinsi (UMP) Kalimantan Barat,
Suku Bunga KPR. Berikut penjelasan masing – masing data.
a. Harga Satuan Bahan dan Upah
Data harga satuan bahan dan upah ini didapatkan dari peraturan daerah
masing – masing. Dalam penelitian ini data harga satuan bahan dan
upah didapatkan dari Peraturan Wali Kota Pontianak No.20 tahun 2022
tentang standar harga satuan dasar upah dan bahan kontruksi untuk
kegiatan pembangunan pemerintah Kota Pontianak Tahun Anggaran
2022.
b. Analisa Harga Satuan Pekerjaan (AHSP)
Untuk data Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) dalam penelitian
digunakan data yang didapatkan dari Peraturan Menteri PUPR No.1
Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan Perkiraan Biaya Pekerjaan
Kontruksi Bidang Pekerjaan Umum dan PerumahanRakyat.
44

c. Pendapatan Pekerja Bebas daerah Kalimantan Barat


Data pendapatan pekerja bebas dalam penelitian ini digunakan untuk
mengetahui tingkat daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
rumah layak huni. Data pendapatan pekerja bebas didapatkan dari
website resmi Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia.
d. Upah Minimum Provinsi (UMP) Kalimantan Barat
Data Upah Minimum Provinsi (UMP) Kalimantan Barat digunakan
untuk mengetahui tingkat daya beli masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan rumah layak huni. Data Upah Minimum Provinsi (UMP)
didapatkan dari Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Barat
No.1359/NAKERTRAN/2022 tentang Upah Minimum Provinsi
Kalimantan Barat Tahun 2023.
e. Suku Bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
Data suku bunga untuk KPR ini didapatkan dari Keputusan Menteri
PUPR No. 995/KPTS/M/2021 tentang Batasan Penghasilan Tertentu,
Suku Bunga/Marjin Pembiayaan Bersubsidi, Masa Subsidi, Jangka
Waktu Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah, Batasan Luas Tanah,
Batasan Luas Lantai, Batasan Harga Jual Rumah Umum Tapak Dan
Satuan Rumah Susun Umum, Dan Besaran Subsidi Bantuan Uang
Muka. Data suku bunga KPR ini nantinya digunakan dalam simulasi
Kredit Pemilikan Rumah untuk menentukan besar cicilan per bulan
yang harus dibayar masyarakat untuk melunasi pengkreditannya
tersebut.
45

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F., Fanny, S., & Muliana, R. (2020). Efektivitas Implementasi Program Perumahan
Bersubsidi Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Kota Pekanbaru (Studi Kasus :
Kecamatan Tenayan Raya). JURNAL SAINTIS, 20(02), 101–109.
https://doi.org/10.25299/saintis.2020.vol20(02).5710

Alfin, N., & Sugiyanto, S. (2022). ANALISA PERBANDINGAN ANGGARAN BIAYA METODE
SNI DAN BOW PADA PROYEK PEMBANGUNAN KANTOR OPERASI CEMENT MILL
TUBAN 3-4 PT. SEMEN INDONESIA (PERSERO) TBK. Rang Teknik Journal, 5(2), 248–
266. https://doi.org/10.31869/rtj.v5i2.3120

Analisis Membangun Rumah Sederhana Dengan Dinding Bata Merah Dan Bahan
Alternatif Bunga Rahmasari Suhartono, S., Andereas Guntoro, F., Susanto, H., Kunci,
K., & Alternatif, B. (2022). COMPOSITE : JOURNAL OF CIVIL ENGINEERING
UNIVERSITAS MERDEKA MALANG. Dalam COMPOSITE : JOURNAL OF CIVIL
ENGINEERING 2022 (Vol. 01).

Ayunani, Y. D., Bakri, B., & Dunggio, S. (2021). Penurunan Angka Kemiskinan Melalui
Rehabilitasi Sosial Program Rumah Layak Huni Sehat Di Kecamatan Monano
Kabupaten Gorontalo Utara. PROVIDER JURNAL ILMU PEMERINTAHAN, 1(1), 01–07.
https://doi.org/10.59713/projip.v1i1.35

KRISTIANA WIDIAWATI MT., S. P. (2022). INDIKATOR RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DALAM
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH. JURNAL
KEDIKLATAN WIDYA PRAJA, 2(1).
https://jurnal.bpsdmd.jatengprov.go.id/index.php/jwp/article/view/30

Kubro, N. H. (2022). Jurnal Teslink : Teknik Sipil dan Lingkungan ANALISIS RENCANA
ANGGARAN BIAYA PADA PERENCANAAN PEMBANGUNAN GEDUNG
LABORATORIUM TEKNIK SIPIL TIPE I. 4(2), 1–8.
https://doi.org/10.52005/teslink.v115i1.xxx

Maskur, A. (2022). ANALISIS ESTIMASI BIAYA PEMBANGUNAN RUMAH EKONOMIS DAN


RAMAH LINGKUNGAN UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH. Jurnal
Media Teknologi, 8(2), 75–88. https://doi.org/10.25157/jmt.v8i2.2665

Pahlevi, R., & Novita Sari, S. (2020). ANALISIS RENCANA ANGGARAN BIAYA (RAB) RUMAH
TIPE 86 DI SEMARANG JAWA TENGAH. EQUILIB, 01(01), 91–102.

Permata Sari, K., Arman, U. D., & Ridwan, M. (2021). ANALISIS PERBANDINGAN
RENCANA ANGGARAN BIAYA BERDASARKAN METODE SNI DENGAN PERHITUNGAN
KONTRAKTOR. Jurnal Teknologi Dan Sistem Informasi Bisnis, 3(1), 240–246.
https://doi.org/10.47233/jteksis.v3i1.222

Roeskamto, I. M., & Atmadja, A. S. (2022). PERGERAKAN HARGA RUMAH DI INDONESIA:


ANALISIS SISI PERMINTAAN. Dimensi Utama Teknik Sipil, 7(2), 53–59.
https://doi.org/10.9744/duts.7.2.53-59
46

Sadilah, I., Widaryanto, L. H., & Shulham, M. A. (2023). PERBANDINGAN RAB ANTARA
PEKERJAAN DINDING MENGGUNAKAN FEROSEMEN DAN BATAKO PADA
REHABILITASI RUMAH SEDERHANA. CIVeng: Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan,
4(2), 79. https://doi.org/10.30595/civeng.v4i2.17564

Saptaningtyas, R. S., Handayani, T., & Pradana Putri K, G. A. (2015). BAMBU SEBAGAI
SOLUSI UNTUK RUMAH LAYAK HUNI BAGI MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH
DENGAN POLA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA SETANGGOR KABUPATEN
LOMBOK TENGAH. Jurnal PEPADU, 2(2), 228–233.
https://doi.org/10.29303/jurnalpepadu.v2i2.321

Sari, K. T. & Wiguna, A. B. 2022. Tingkat Kepemilikan Rumah Di Indonesia. Contemporary


Studies in Economic, Finance, and Banking. Volume 01, Number 3, 466-479.
Universitas Brawijaya. http://dx.doi.org/10.21776/csefb.2022.01.3.09.

Silviana, M. (2021). KONSTRUKSI RUMAH TAHAN GEMPA PADA KPR KOMERSIL (NON-
SUBSIDI) PERUMAHAN DAERAH MIRUK. VARIASI : Majalah Ilmiah Universitas
Almuslim, 13(3). https://doi.org/10.51179/vrs.v13i3.853

Terate Sari, K., Ekonomi dan Bisnis, F., Terate Sari Ekonomi, K., Brawijaya, U., & Atu Bagus
Wiguna, I. (t.t.). PENULIS KORESPONDENSI TINGKAT KEPEMILIKAN RUMAH DI
INDONESIA. CONTEMPORARY STUDIES IN ECONOMIC, 1.
https://doi.org/10.21776/csefb.2022.01.3.09

Winarno, B. (2018). EVALUASI PROGRAM PENYEDIAAN RUMAH LAYAK HUNI BAGI


MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BELITUNG. Jurnal Pengembangan Kota, 6(1),
66. https://doi.org/10.14710/jpk.6.1.66-74

Wira, P., Tisano, M., Arsjad, T., & Walangitan, D. R. O. (2021). RENCANA ANGGARAN
BIAYA PADA JEMBATAN LATUPPA-BASTEM KECAMATAN MUNGKAJANG, KOTA
PALOPO. Jurnal Sipil Statik, 9(4), 763–770.

Zulfiar, M. H. (2022). Manajemen Kontruksi Lingkup Biaya Mutu dan Waktu. UMY Press.

Anda mungkin juga menyukai