Anda di halaman 1dari 5

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Nama :

Npm :

Kelas :

PRODI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BENGKULU

2024
1. Apa isi deklarasi PBB 10 desember 1945 ?
2. isi kapres nomor 50 tahun 1993 ?
3. UU no 39 tahun 1999 komnasham?
4. bagaimana kasus di timor-timor?
5. pokja HAM jatuhnya orde?
6. kepres 50 tahun 1953 ?
7. isi kapres 181 tahun 1998 ?
8. perlindungan anak indonesia kepres 77 tahun 2003?

Pembahasan

1. Deklarasi PBB pada 10 Desember 1945 merupakan dokumen yang menetapkan tujuan dan
prinsip-prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa. Beberapa poin penting di dalamnya adalah:
1. Mempromosikan perdamaian dan keamanan internasional.
2. Mengembangkan hubungan persahabatan antara negara-negara yang berdaulat.
3. Mendorong kerja sama internasional dalam menyelesaikan masalah ekonomi, sosial,
budaya, dan kemanusiaan.
4. Menegakkan hak asasi manusia dan memajukan kesejahteraan seluruh umat manusia.
5. Menyediakan platform bagi negara-negara anggota untuk berunding dan menyelesaikan
sengketa internasional secara damai.

Ini adalah inti dari Deklarasi PBB yang menjadi dasar bagi pembentukan dan aktivitas
Perserikatan Bangsa-Bangsa.

2. Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 adalah tentang Pengangkatan Anggota Dewan
Pertimbangan Agung. Isinya mungkin mencakup prosedur, syarat, dan kriteria untuk
pengangkatan anggota Dewan Pertimbangan Agung, serta informasi tentang siapa yang
diangkat sebagai anggota. Saya tidak memiliki akses langsung ke seluruh isi keputusan
tersebut. Jika Anda memerlukan informasi lebih lanjut, saya dapat mencoba
mencarinya untuk Anda.
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 adalah tentang Hak Asasi Manusia. Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan
UU tersebut untuk melindungi, menghormati, dan memajukan hak asasi manusia di
Indonesia. Beberapa poin penting dalam UU tersebut termasuk:
1. Pembentukan Komnas HAM sebagai lembaga independen yang bertanggung jawab
langsung kepada Presiden.
2. Tugas Komnas HAM meliputi pemantauan, penelitian, penyuluhan, mediasi, dan
advokasi dalam bidang hak asasi manusia.
3. Komnas HAM memiliki wewenang untuk menyelidiki, mengkaji, dan memberikan
rekomendasi terkait pelanggaran hak asasi manusia.
4. Perlindungan bagi anggota Komnas HAM dari tindakan hukum yang dilakukan dalam
menjalankan tugasnya.

UU ini merupakan landasan hukum bagi Komnas HAM dalam menjalankan perannya dalam
memastikan penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.

4. Kasus kekerasan terhadap perempuan di Timor Timur (sekarang Timor Leste) berkaitan
dengan periode konflik yang berlangsung di wilayah tersebut, terutama selama masa
pendudukan Indonesia dari tahun 1975 hingga 1999. Selama periode ini, terjadi berbagai
pelanggaran hak asasi manusia, termasuk kekerasan seksual dan gender terhadap
perempuan.Beberapa kasus yang terjadi meliputi pemerkosaan, pelecehan seksual, dan
penahanan ilegal yang melibatkan perempuan. Kekerasan tersebut sering kali terjadi dalam
konteks konflik bersenjata, di mana perempuan menjadi korban karena berbagai alasan,
termasuk upaya intimidasi, hukuman, atau bentuk kontrol yang dilakukan oleh pihak-pihak
yang terlibat dalam konflik.Organisasi hak asasi manusia dan lembaga internasional telah
mendokumentasikan banyak kasus kekerasan terhadap perempuan di Timor Timur selama
masa konflik. Setelah kemerdekaan Timor Leste pada tahun 2002, upaya untuk mengatasi
dampak trauma dan memberikan keadilan bagi korban kekerasan terus dilakukan, meskipun
tantangannya tetap besar.Pemerintah Timor Leste, dengan dukungan komunitas
internasional dan organisasi non-pemerintah, terus bekerja untuk memperkuat sistem
perlindungan dan penegakan hukum guna mencegah kekerasan terhadap perempuan,
memberikan dukungan bagi korban, dan mengadili pelaku kejahatan seksual. Hal ini
merupakan langkah penting dalam membangun masyarakat yang aman dan berkeadilan bagi
seluruh warga Timor Leste, termasuk perempuan dan anak-anak.
5. “Pokja HAM Jatuhnya Orde" merujuk pada Tim Pencari Fakta (TPF) yang dibentuk pada
tahun 1998 untuk menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi selama masa
transisi politik di Indonesia, terutama seputar jatuhnya rezim Orde Baru pada tahun yang
sama. TPF ini disebut "Pokja HAM" karena singkatan dari "Kelompok Kerja Hak Asasi
Manusia".Pokja HAM ini bertugas untuk menyelidiki berbagai kejadian yang terjadi selama
periode transisi politik tersebut, termasuk tindak kekerasan, pelanggaran hak asasi manusia,
dan pembunuhan yang terjadi pada saat demonstrasi dan kerusuhan yang mengakibatkan
jatuhnya Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto.Hasil penyelidikan Pokja HAM
ini kemudian dijadikan dasar untuk menuntut pertanggungjawaban atas pelanggaran hak
asasi manusia yang terjadi selama masa transisi politik tersebut. Meskipun demikian,
implementasi dari rekomendasi yang dihasilkan oleh Pokja HAM ini masih menjadi
perdebatan di Indonesia, dan proses penegakan hukum terhadap pelanggaran hak asasi
manusia tersebut belum sepenuhnya terwujud.
6. Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1953 adalah tentang Pembentukan Badan Koordinasi
Pemasyarakatan. Badan Koordinasi Pemasyarakatan ini bertugas untuk mengoordinasikan
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pemasyarakatan di Indonesia, termasuk
peningkatan pengawasan terhadap narapidana, pemasyarakatan, dan reintegrasi sosial.
Badan ini juga bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan lembaga
pemasyarakatan di seluruh wilayah Indonesia.
7. Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998 adalah tentang Pembentukan Tim Pencari
Fakta (TPF) untuk mengusut tragedi kerusuhan di Jakarta pada Mei 1998. Ini adalah
keputusan yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie.Isinya, secara
garis besar, adalah pembentukan TPF untuk menyelidiki penyebab, kronologi, dan pihak-
pihak yang terlibat dalam kerusuhan yang terjadi di Jakarta pada bulan Mei 1998. TPF
tersebut bertugas untuk melakukan investigasi menyeluruh, mengumpulkan bukti-bukti, dan
memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai tindakan selanjutnya yang perlu
diambil berdasarkan hasil penyelidikan mereka.Keputusan ini menjadi langkah awal dalam
usaha pemerintah untuk mengungkap kebenaran dan mencari keadilan atas peristiwa
tragis tersebut.
8. Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2003 adalah tentang Tim Koordinasi Nasional
Perlindungan Anak. Keputusan ini dikeluarkan dalam rangka meningkatkan perlindungan
anak di Indonesia. Beberapa poin utama dalam keputusan ini antara lain:
a. Pembentukan Tim Koordinasi Nasional Perlindungan Anak (TKNPA) sebagai
lembaga koordinasi yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan perlindungan
anak di tingkat nasional.
b. Menetapkan struktur organisasi dan tugas TKNPA, termasuk fungsi koordinasi,
pembinaan, pengendalian, evaluasi, dan monitoring terhadap pelaksanaan kebijakan
perlindungan anak.
c. Memberikan mandat kepada TKNPA untuk bekerja sama dengan instansi pemerintah,
lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga internasional dalam upaya perlindungan
anak.Keputusan ini menjadi landasan bagi upaya pemerintah Indonesia dalam
meningkatkan perlindungan anak, mengkoordinasikan berbagai kegiatan dan program
yang terkait dengan perlindungan anak, serta memastikan bahwa hak-hak anak
dihormati dan dilindungi secara efektif.

Anda mungkin juga menyukai