Anda di halaman 1dari 120

PERAN KUASA HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA

PERTANAHAN MELALUI MEDIASI DI KANTOR KEMENTERIAN


AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL
(ATR / BPN)
(Studi pada Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia (PCI))

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh


Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Ilmu Hukum
Program Kekhususan Hukum Perdata

Diajukan oleh :
Rosida Bekti
NIM : 30302000351

PROGRAM STUDI (S.1) ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA)

SEMARANG

2023
PERAN KUASA HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA
PERTANAHAN MELALUI MEDIASI DI KANTOR KEMENTERIAN
AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL
(ATR / BPN)
(Studi pada Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia (PCI))

Diajukan oleh :
Rosida Bekti
NIM : 30302000351

Telah disetujui:
Pada tanggal 25 Juli 2023
Dosen Pembimbing :

Dr. Lathifah Hanim, S.H., M.Hum., M.Kn


NIDN. 06-2102-7401

ii
PERAN KUASA HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA
PERTANAHAN MELALUI MEDIASI DI KANTOR KEMENTERIAN
AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL
(ATR / BPN)
(Studi pada Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia (PCI))

Dipersiapkan dan disusun oleh :


Rosida Bekti
NIM : 30302000351

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji


Pada tanggal, …………….
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat dan lulus
Dewan Penguji:
Ketua

Prof. Dr. Widhi Handoko, S.H., Sp.N


NIDK : 16-8896-1600-17
Anggota Anggota

Dr. Hj. Siti Rodhiyah Dwi Istinah, S.H., M.H. Dr. Lathifah Hanim, S.H., M.Hum., M.Kn
NIDN 06-1306-6101 NIDN. 06-2102-7401

Dekan Fakultas Hukum


Universitas Islam Sultan Agung

Dr. Bambang Tri Bawono, S.H., M.H.


NIDN : 06-0707-7601

iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

“Harus ada spasi agar tulisan bisa terbaca, harus ada jeda agar kalimat bisa tereja,

harus ada henti agar langkah salah dapat diperbaiki, mari terus mendewasa, agar

mengerti kapan harus berhenti dan kapan melangkah lagi.”

-Ustadzah Halimah Alaydrus-

PERSEMBAHAN:

Skripsi ini Penulis persembahkan untuk;

- Kedua keluarga tercinta yaitu Bapak

Harto, Ibu Narti, Nenek Pariyem, Kakak

Khusnul Salamah dan Wahid

Kurniawan.

- Almamater Fakultas Hukum Unissula

iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Rosida Bekti

NIM : 30302000351

Program Studi : S-1 llmu Hukum

Fakultas : Hukum

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi saya dengan judul “Peran Kuasa

Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Mediasi di Kantor

Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR /

BPN) (Studi pada Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia

(PCI))” benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bebas dari peniruan hasil

karya orang lain. Kutipan pendapat dan tulisan orang lain ditunjuk sesuai dengan

cara-cara Penulisan karya ilmiah yang berlaku.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan dalam skripsi ini

terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap

melanggar peraturan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Semarang, 25 Juli 2023


Yang menyatakan

Rosida Bekti
NIM. 30302000351

v
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNGGAH KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Rosida Bekti

NIM : 30302000351

Program Studi : S-1 llmu Hukum

Fakultas : Hukum

Dengan ini menyerahkan karya ilmiah berupa Skripsi dengan judul:

“Peran Kuasa Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui


Mediasi di Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan
Pertanahan Nasional (ATR / BPN) (Studi pada Lembaga Bantuan Hukum
Protect Center Indonesia (PCI))”

Dan menyetujuinya menjadi hak milik Universitas Islam Sultan Agung serta
memberikan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif untuk disimpan, dialihmediakan,
dikelola dalam pangkalan data, dan dipublikasinya di internet atau media lain
untuk kepentingan akademis selama tetap mencantumkan nama Penulis sebagai
pemilik Hak Cipta.

Pernyataan ini saya buat dengan sungguh-sungguh. Apabila dikemudian hari


terbukti ada pelanggaran Hak Cipta/Plagiarisme dalam karya ilmiah ini, maka
segala bentuk tuntutan hukum yang timbul akan saya tanggung secara pribadi
tanpa melibatkan pihak Universitas Islam Sultan Agung.

Semarang, 25 Juli 2023


Yang menyatakan

Rosida Bekti
NIM. 30302000351

vi
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT, telah melimpahkan

Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Peran Kuasa Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Pertanahan

Melalui Mediasi di Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan

Pertanahan Nasional (ATR / BPN) (Studi pada Lembaga Bantuan Hukum

Protect Center Indonesia (PCI))”

Sholawat serta salam Penulis sampaikan kepada junjungan Nabi besar

Muhammad SAW yang dinantikan syafaatnya di yaumul akhir. Adapun tujuan

penulisan guna memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum

Strata Satu (S-1) serta merupakan persyaratan akhir Penulis untuk menyelesaikan

Program Studi Ilmu Hukum di Universitas Islam Sultan Agung Semarang

(UNISSULA).

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik atas bantuan dari

banyak pihak, dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati dan penuh rasa

hormat ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan bantuan secara moril dan materiil baik secara langsung maupun tidak

langsung.

Ucapan terimakasih ini Penulis sampaikan kepada;

1. Kedua orang tua Penulis Bapak Harto dan Ibu Narti tercinta, yang selalu ada

dan memberikan dukungan untuk Penulis dalam keadaan apapun.

vii
2. Bapak Prof. Dr. H. Gunarto, SH, SE, Akt, M.Hum, selaku Rektor Universitas

Islam Sultan Agung Semarang.

3. Bapak Dr. Bambang Tri Bawono, S.H., M.H selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

4. Ibu Dr. Widayati, S.H., M.H., S.H selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

5. Bapak Dr. Arpangi, S.H., M.H selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

6. Bapak Dr. Achmad Ariffulloh., S.H., M.H selaku Ketua Prodi dan Ibu Ida

Musofiana, S.H., M.H selaku Sekretaris Prodi Fakultas Hukum Universitas

Islam Sultan Agung Semarang.

7. Ibu Dr. Lathifah Hanim, S.H., M.Hum., M.Kn selaku dosen pembimbing yang

banyak memberi arahan dan nasehat kepada Penulis dalam penyusunan

skripsi ini.

8. Bapak Dr. R. Sugiharto, SH., MH selaku Dosen Wali yang memberikan saran,

bimbingan dan motivasi.

9. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Fakultas Hukum yang sabar dalam

menyampaikan ilmu dan membantu Penulis selama berkuliah di Unissula.

10. Terimakasih kepada Bapak Dr. Ahmad Hadi Prayitno, S.H., M.H., CPCLE.

selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia (CPI)

yang telah bersedia untuk menjadi narasumber dalam penelitian ini.

viii
11. Terimakasih kepada Moh Adib Ulil Fahmi, S.H. selaku Advokat di Lembaga

Bantuan Hukum Protect Center Indonesia (CPI) yang telah bersedia untuk

berdiskusi mengenai penelitian ini.

12. Terimakasih kepada sahabatku tersayang Anna Cumill, SR ANALOG (Repi,

Risma, Lupi, Tania, Adell, Septin, Putri, dan Arum), dan teman – teman

seperjuangan Mahasiswa Hukum Angkatan 2020 serta semua pihak yang tak

dapat disebutkan satu persatu.

13. Last but not least, untuk diri Penulis sendiri Rosida Bekti. Terimakasih sudah

menjadi orang yang selalu berpikiran positif, selalu semangat berjuang dan

jangan lupa selalu beribadah dan bersyukur.

Penulis berharap adanya kritik dan saran guna memperbaiki skripsi ini

agar menjadi lebih baik, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

penulis, pembaca serta pihak-pihak yang berkepentingan.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Semarang, 25 Juli 2023


Yang menyatakan

Rosida Bekti
NIM : 30302000351

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .............................................................. v
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNGGAH KARYA ILMIAH ...... vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
ABSTRAK ........................................................................................................ xiv
ABSTRACT ......................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 7
D. Kegunaan Penelitian ............................................................................................ 8
E. Terminologi ........................................................................................................... 9
F. Metode Penelitian ............................................................................................... 13
G. Sistematika Penulisan ........................................................................................ 19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 21
A. Tinjauan Tentang Kuasa Hukum ...................................................................... 21
1. Pengertian Kuasa .......................................................................................... 21
2. Pengertian Kuasa Hukum ............................................................................ 23
B. Tinjauan Tentang Tanah dan Hukum Tanah.................................................... 24
1. Pengertian Tanah .......................................................................................... 24
2. Pengertian Pendaftaran Tanah .................................................................... 26
3. Pengertian Hukum Tanah ............................................................................ 27

x
C. Tinjauan Tentang Sengketa Pertanahan ........................................................... 28
1. Pengertian Sengketa ..................................................................................... 28
2. Pengertian Sengketa Tanah ......................................................................... 29
3. Faktor Penyebab Timbulnya Sengketa ...................................................... 31
4. Penyelesaian Sengketa ................................................................................. 32
D. Tinjauan Tentang Mediasi ................................................................................. 35
1. Pengertian Mediasi ....................................................................................... 35
2. Model Mediasi .............................................................................................. 39
3. Tujuan dan Manfaat Mediasi ...................................................................... 42
4. Macam Mediasi ............................................................................................ 42
5. Mediasi dalam Islam .................................................................................... 43
E. Tinjauan Tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan
Nasional (ATR / BPN) ...................................................................................... 45
1. Pengertian Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan
Nasional (ATR / BPN) ................................................................................. 45
2. Tugas dan Fungsi Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan
Pertanahan Nasional (ATR / BPN)............................................................. 46
3. Visi dan Misi Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan
Nasional (ATR / BPN) ................................................................................. 47
F. Tinjauan Tentang Lembaga Bantuan Hukum ................................................. 45
1. Pengertian Lembaga Bantuan Hukum ....................................................... 45
2. Tugas Lembaga Bantuan Hukum ............................................................... 51
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 53
A. Peran Kuasa Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui
Mediasi Di Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan
Pertanahan Nasional .......................................................................................... 53
B. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pertanahan Antar Orang Perorangan
Melalui Mediasi di Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan
Pertanahan Nasional (ATR / BPN) .................................................................. 70
C. Kendala dan Solusi Kuasa Hukum dalam Penyelesaian Sengketa
Pertanahan Melalui Mediasi di Kementerian Agraria dan Tata Ruang /
Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN)...................................................... 88

xi
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 98
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 98
B. Saran..................................................................................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Skema Struktur Organisasi Kementerian Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional .................................................. 68

Gambar 3.2. Skema Mekanisme Mediasi di Kantor ATR / BPN Berdasarkan


Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan
Pertanahan Nasional ........................................................................ 83

Gambar 3.3. Skema Mekanisme Mediasi di Kantor ATR / BPN Berdasarkan Hasil
Wawancara dengan LBH Protect Center Indonesia ........................ 86

xiii
ABSTRAK
Penyelesaian sengketa pertanahan di luar pengadilan biasanya dilakukan di
Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR /
BPN), salah satunya yaitu melalui mediasi. Pada Pasal 44 ayat (2) Peraturan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11
Tahun 2016 jo. Nomor 21 Tahun 2020 menjelaskan bahwa ketika para pihak tidak
dapat hadir karena suatu alasan kesehatan atau alasan lain yang sah, maka mediasi
dapat diwakili oleh kuasa hukum yang telah diberi kewenangan dalam memutus
atas persetujuan pihak yang bersengketa. Oleh karena itu pada penelitian ini
Penulis bertujuan untuk mengetahui peran kuasa hukum dalam proses mediasi,
mekanisme mediasi, kendala, dan solusi kuasa hukum dalam proses mediasi.
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
metode yuridis sosiologis. Metode penelitian ini dilakukan dengan cara studi
lapangan secara langsung pada Lembaga Bantuan Hukum Protect Center
Indonesia (PCI) dengan Surat Keputusan Hukum dan HAM RI No. AHU-
005678.AH.01.07. Tahun 2022. melalui wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran kuasa hukum dalam proses
mediasi yaitu untuk memberikan pendampingan hukum, menganalisis risiko,
melindungi dan mewakili kepentingan klien. Mekanisme mediasinya diatur dalam
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 jo. Nomor 21 Tahun 2020 yaitu mulai
dari pengkajian kasus, gelar awal, penelitian, ekspos hasil penelitian, rapat
koordinasi, gelar akhir, dan penyelesaian kasus yang bersangkutan. Sedangkan
kendala yang dialami kuasa hukum yaitu ketidakseimbangan kekuatan,
ketidakpastian hukum, ketegangan antar pihak, dan negosiasi yang sulit. Untuk
mengatasinya, kuasa hukum dapat menggunakan pendekatan yang proaktif,
menjalin komunikasi yang baik dengan pihak lain, mempersiapkan diri dengan
baik sebelum mediasi, dan berkolaborasi dengan klien untuk mengembangkan
strategi yang efektif.
Kata Kunci : Sengketa Pertanahan, Mediasi, Kuasa Hukum

xiv
ABSTRACT
Settlement of land disputes outside the court is usually carried out at the
Office of the Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning / National Land
Agency (ATR / BPN), one of which is through mediation. Article 44 paragraph (2)
of the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head
of the National Land Agency Number 21 of 2020 explains that when the parties
are unable to attend due to health reasons or other valid reasons, mediation can
be represented by attorneys who have been authorized to decide upon the
approval of the disputing parties. Therefore in this study the author aims to
determine the role of attorneys in the mediation process, mediation mechanisms,
constraints, and solutions of attorneys in the mediation process.
The research method used by the authors in this study is the sociological
juridical method. This research method was carried out by means of field studies
directly at the Protect Center Indonesia Legal Aid Institute (PCI) with the RI Law
and Human Rights Decree No. AHU-005678.AH.01.07. Year 2022. through
interviews.
The results of the study show that the role of attorneys in the mediation
process is to provide legal assistance, analyze risks, protect and represent the
interests of clients. The mediation mechanism is regulated in the Regulation of the
Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of the National Land
Agency of the Republic of Indonesia Number 21 of 2020, namely starting from
case studies, initial titles, research, exposure of research results, coordination
meetings, final titles, and settlement of the cases in question. While the obstacles
experienced by attorneys are power imbalances, legal uncertainty, tensions
between parties, and difficult negotiations. To overcome this, attorneys can use a
proactive approach, establish good communication with other parties, prepare
well before mediation, and collaborate with clients to develop effective strategies.
Keywords: Land Disputes, Mediation, Attorney

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanah memiliki hubungan erat dengan kehidupan manusia yang

dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan filosofinya, Tuhan

menciptakan manusia dari tanah, hidup di tanah dan kembali ke tanah.

Bahkan menurut semua agama ketuhanan, Tuhan pertama kali

menciptakan manusia dari tanah. Oleh karena itu, tanah memegang

peranan yang sangat penting dalam kehidupan dan penghidupan manusia.

Namun, seiring dengan sejarah yang baik tentang eratnya hubungan antara

tanah dan manusia, banyak juga peristiwa berdarah yang terjadi dalam

kehidupan modern akibat sengketa tanah. 1

Peran tanah dalam jangka Panjang yaitu untuk memenuhi berbagai

kebutuhan akan meningkat, baik sebagai tempat tinggal maupun tempat

bisnis. Dengan demikian, akan ada peningkatan kebutuhan akan dukungan

berupa jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Untuk

memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, perangkat

hukum yang tertulis, lengkap, dan jelas harus tersedia dan dilaksanakan

secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuan tersebut. 2

Mengingat pentingnya peran tanah dalam kehidupan manusia, maka

diperlukan peraturan yang mengatur tentang kepemilikan tanah,

1
Umar Ma’ruf, 2014, Hak Menguasai Negara Atas Tanah & Asas-asas Hukum Pertanahan,
UNISSULA PRESS, Semarang, hal 2.
2
Amienullah, 2017, “Penyelesaian Sengketa Tanah Oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional
(Studi, Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Semarang)”. Undergraduate thesis Fakultas
Hukum UNISSULA. Semarang, hal 3.

1
2

penggunaan tanah dan juga segala perilaku yang terkait. Hal ini untuk

menghindari masalah atau perselisihan yang berkaitan dengan

penggunaan, kepemilikan dan kegiatan ilegal. Sehubungan dengan itu,

kepastian hukum di bidang pertanahan akan menjadi lebih penting. Salah

satu upaya pemerintah untuk memberikan kepastian hukum adalah

pendaftaran tanah sebagai pelaksanaan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1960.3

Keberadaan tanah yang terbatas memicu perebutan terhadap hak

atas tanah yang pada akhirnya muncul sengketa tanah yang berkelanjutan.

Bagi pemilik tanah rela melakukan apa saja untuk mempertahankan tanah

yang dimilikinya. Terlebih saat ini tanah memiliki nilai ekonomi yang

tinggi yang semakin hari nilai tanah semakin meningkat. Hal ini

menyebabkan timbul fenomena sosial yang berupa beberapa konflik yang

muncul akibat dari adanya perbedaan pendapat maupun perbedaan

kepentingan. Dalam hal ini, hukum memiliki peran penting dalam

penyelesaian konflik tersebut.4 Terlebih dalam urusan pertanahan, manusia

menjadi sangat sensitif dalam mempertahankan hak-hak kepemilikannya.

Dilakukannya pendaftaran tanah maka kemudian dikeluarkan

sertifikat sebagai bukti kepemilikan atas tanah tersebut. Adanya sertifikat

tanah tersebut, pemilik tanah dapat menggunakan dan memanfaatkan hak

3
Koentarto, 2016, “Peranan Kementerian Agraria Dan Tata Ruang Badan Pertanahan
Nasional Dalam Menanggulangi Sengketa Penanganan Kasus Pertanahan Di Kabupaten
Banyumas”. Thesis Fakultas Hukum UNISSULA. Semarang. hal 2.
4
Sari Wahyuni Amklien, 2019, “Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Jalur Non Litigasi
Di Badan Pertanahan Nasional Kota Jakarta Selatan”. Skripsi Fakultas Hukum Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Jakarta, hal 1.
3

atas tanah yang dimilikinya secara penuh. Dan untuk menjamin kepastian

hukum pada hak atas kepemilikan tanah tersebut diatur di dalam UUPA.

Hukum menjadi bagian dari pranata sosial yang memiliki hak

mengatur serta menciptakan ketertiban dan keteraturan terhadap segala

gejala sosial yang berpotensi munculnya konflik. Sebuah konflik antar

manusia dapat berkembang atau berubah menjadi suatu sengketa apabila

pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan keprihatinannya atau

ketidakpuasannya terhadap kerugian yang dialaminya. Hal ini disampaikan

baik secara langsung kepada pihak yang menyebabkan kerugian maupun

kepada pihak lain terkait. 5

Sebagai akibat dari dinamika ekonomi, sosial, dan politik yang

terjadi di Indonesia, kasus sengketa pertanahan dapat dikatakan tidak

pernah surut, bahkan cenderung meningkat dalam kompleksitas dan

jumlah masalahnya.6 Sengketa pertanahan terdiri dari berbagai jenis

meliputi sengketa hak kepemilikan, sertifikat ganda, penyerobotan tanah,

dan masih banyak lagi. Sengketa pertanahan ini menjadi salah satu

permasalahan yang tidak ada habisnya untuk dibahas. Undang-undang di

Indonesia yang mengatur perihal sengketa pertanahan ini yaitu Undang-

Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria

yang diketahui sebagai Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

5
Rachmadi Usman, 2003, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Mandar Maju,
Bandung, hal 1.
6
Maria SW Sumardjono, Nurhasan Ismail, dan Isharyanto, 2008, Mediasi Sengketa Tanah,
Gramedia, Jakarta, hal 3.
4

Pasal 16 UUPA mengatur mengenai hak-hak atas tanah yang

diberikan kepada warga negara yang utama antara lain hak milik, hak guna

bangunan, hak guna usaha, hak sewa, hak pakai, hak memungut hasil, hak

membuka tanah, dan sebagainya. Selain itu terdapat hak-hak yang bersifat

sementara antara lain hak gadai, hak menumpang, hak sewa pertanian, hak

usaha bagi hasil yang diatur dalam Pasal 53 UUPA.7

Setiap perselisihan terkait dengan gagasan tentang Negara Kesatuan

Republik Indonesia, yang merupakan negara hukum yang berorientasi

pada kesejahteraan umum, seperti yang dimaksudkan dalam Undang-

Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam bentuk negara ini,

masyarakat selalu menuntut hak dan kewajiban terhadap pemerintah.

Dalam menjaga harmonisasi sosial, masyarakat melakukan upaya dengan

mempercepat penyelesaian sengketa. Sengketa dalam bidang pertanahan

ini dapat dilakukan dengan jalur pengadilan (litigasi) dan juga jalur di luar

pengadilan (non litigasi).

Penyelesaian sengketa pertanahan apabila dalam upaya penyelesaian

sengketa diluar pengadilan tidak tercapai kesepakatan maka akan

dilakukan upaya penyelesaian melalui jalur pengadilan. Penyelesaian

sengketa pertanahan di luar pengadilan biasanya dilakukan di Kantor

Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR /

BPN). Badan Pertanahan Nasional memiliki wewenang dalam

7
Fahrian Naufal, 2021, “Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Mediasi Di Kantor
Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Pati (Studi Kasus Sengketa Tanah di Desa Sumbersari
Kecamatan Kayen Kabupaten Pati)”, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung,
Semarang, hal3
5

menyelesaikan sengketa pertanahan melalui non litigasi. Hal ini diatur

dalam Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 20 tahun 2015 tentang Badan

Pertanahan Nasional.

Badan Pertanahan Nasional (BPN) berperan dalam membantu dan

melayani masyarakat dalam mendapatkan haknya di bidang pertanahan.

Menurut Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan

Pertanahan Nasional (BPN), BPN mendapatkan tugas untuk melakukan

pengkajian dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan. Dan untuk

menjalankan amanat tersebut, Badan Pertanahan Nasional menerbitkan

Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 34 Tahun 2007

tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah

Pertanahan, yang kemudian disempurnakan dengan Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan

Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan. 8

Penyelesaian sengketa melalui non litigasi / lembaga di luar

peradilan diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Undang-Undang Arbitrase

dan APS). Alternatif penyelesaian sengketa melalui lembaga di luar

pengadilan ini terdiri dari penyelesaian di luar pengadilan dengan

menggunakan beberapa metode yaitu konsultasi, negosiasi, mediasi,

konsiliasi, atau penilaian ahli.9

8
Maria S.W. Sumardjono, 2008, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya.
Penerbit Buku Kompas, Jakarta, hal 7.
9
Frans Hendra Winarta, 2011, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional dan
Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, hal 7-8.
6

Upaya yang dapat dilaksanakan yaitu melalui mediasi di

Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR /

BPN) ini dapat memberikan penentuan hasil akhir sesuai dengan

kesepakatan bersama kedua belah pihak tanpa adanya paksaan. Pada upaya

penyelesaian melalui mediasi ini juga memiliki kelebihan pada hasil akhir

yaitu win-win solution yang dipercaya dapat memberikan keuntungan bagi

kedua belah pihak. Namun untuk mencapai hasil akhir yang memberikan

keuntungan ini tidak terlepas dari peran kuasa hukum para pihak yang

ditugaskan untuk mendampingi dalam mediasi. Pada Pasal 44 ayat (2)

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 11 Tahun 2016 jo. Nomor 21 Tahun 2020 berisi tahap

proses mediasi yang menjelaskan bahwa ketika para pihak tidak dapat

hadir karena suatu alasan kesehatan atau alasan lain yang sah, maka

mediasi dapat diwakili oleh kuasa hukum yang telah diberi kewenangan

dalam memutus atas persetujuan pihak yang bersengketa.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian lebih lanjut mengenai permasalahan tersebut dan menyusunnya

dalam bentuk skripsi dengan judul “Peran Kuasa Hukum Dalam

Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Mediasi di Kantor

Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

(ATR/BPN) (Studi pada Lembaga Bantuan Hukum Protect Center

Indonesia (PCI))”.
7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas terdapat beberapa

permasalahan yang dapat dikemukakan dalam rumusan masalah sebagai

berikut :

1. Apa saja peran kuasa hukum dalam penyelesaian sengketa pertanahan

melalui mediasi di kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang /

Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN)?

2. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa pertanahan antara orang

perorangan melalui mediasi di kantor Kementerian Agraria dan Tata

Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN)?

3. Apa saja kendala dan solusi kuasa hukum dalam penyelesaian sengketa

pertanahan melalui mediasi di Kementerian Agraria dan Tata Ruang /

Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN)?

C. Tujuan Penelitian

Terkait dengan rumusan masalah diatas maka tujuan yang hendak

dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui peran kuasa hukum dalam penyelesaian sengketa

pertanahan melalui mediasi di kantor Kementerian Agraria dan Tata

Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN).

2. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian sengketa pertanahan antara

orang perorangan melalui mediasi di kantor Kementerian Agraria dan

Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN).


8

3. Untuk mengetahui kendala dan solusi kuasa hukum dalam penyelesaian

sengketa pertanahan melalui mediasi di Kementerian Agraria dan Tata

Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN).

D. Kegunaan Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik

secara teoritis maupun praktis dalam pengembangan ilmu hukum

kedepannya.

1. Secara Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

perkembangan ilmu hukum khususnya hukum perdata, agrarian,

serta alternative dispute resolution.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan,

memperluas cakrawala berpikir penulis, serta meningkatkan

kemampuan penulis dalam melakukan penelitian yang dilakukan

secara literatur dan didukung dengan adanya wawasan yang telah

didapat selama kuliah.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

penegak hukum, mahasiswa, pemerintah, dan masyarakat dalam

melaksanakan penyelesaian sengketa pertanahan. Khususnya manfaat

kepada masyarakat yang terlibat dalam sengketa pertanahan. Sehingga

diharapkan penulisan skripsi ini dapat dijadikan acuan dalam

penyelesaian sengketa pertanahan yang dilaksanakan melalui proses


9

non litigasi (mediasi) yang dilakukan di Kementerian Agraria dan Tata

Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN).

E. Terminologi

1. Peran

Peran dapat diartikan sebagai suatu konsep mengenai apa yang

dapat dilakukan oleh individu atau organisasi dalam masyarakat.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), peran merupakan

seperangkat tingkah seseorang yang diharapkan dimiliki oleh orang

yang berkedudukan di masyarakat. Peran menurut Oemar Hamalik

merupakan pola tingkah laku tertentu yang menjadi ciri khas dari

semua petugas dalam suatu pekerjaan atau jabatan tertentu.10

Sedangkan menurut Anton Moelyono, peran yaitu suatu hal yang dapat

diartikan memiliki arti positif yang dapat mempengaruhi sesuatu yang

lain.11

2. Kuasa Hukum

Kuasa hukum dalam profesi hukum bertugas mewakili atau

mendampingi pihak yang berperkara yang biasanya diwakili oleh

advokat. Kuasa hukum ini memiliki tanggung jawab untuk

mendampingi pihak-pihak yang bersengketa dalam beracara baik di

pengadilan maupun di luar pengadilan. Pendampingan ini dilakukan

10
Oemar Hamalik. (2007). Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan. Jakarta: Bumi Aksara
11
Muhammad Mamduh Muzakki, 2017, “Peranan Kantor Pertanahan Kota Semarang dalam
Menyelesaikan Sengketa Tanah dengan Mediasi”. Thesis Fakultas Hukum UNISSULA, Semarang,
hal 9.
10

atas dasar kesepakatan yang dibuat oleh semua pihak yang terlibat dan

tertuang dalam surat kuasa khusus.12

3. Sengketa Pertanahan

Sengketa pertanahan merupakan perselisihan pertanahan yang

terjadi antara orang perseorangan, badan hukum maupun lembaga.

Sengketa tanah terdiri dari sengketa administratif, sengketa perdata,

sengketa pidana yang terkait dengan pemilikan, pemanfaatan,

pendaftaran, transaksi, penguasaan, penjaminan dan juga sengketa hak

ulayat.13 Sengketa pertanahan dapat diartikan sebagai perselisihan

tanah antara orang perseorangan, badan hukum, atau antar Lembaga

yang tidak menimbulkan dampak luas.14

4. Penyelesaian Sengketa Pertanahan

Penyelesaian sengketa Pertanahan dapat dilakukan melalui

beberapa cara, antara lain:

a. Jalur Pengadilan

Penyelesaian sengketa pertanahan melalui jalur pengadilan

ini dapat ditempuh para pihak dengan cara menyampaikan suatu

bentuk gugatan tertulis kepada kepaniteraan Pengadilan Negeri

12
Rahmad Hidayat, “Perbedaan Advokat, Pengacara, Konsultan, Penasehat dan Kuasa
Hukum, Apa Bedanya?”, https://www.kitapunya.net/perbedaan-advokat-dan-pengacara/ diakses
tanggal 25 Juni 2023 pkl. 19.20
13
Marsella, 2015. Perspektif Penanganan Sengketa Pertanahan Di Badan Pertanahan
Nasional. Jurnal Hukum Universitas Medan, Vol. 2, No.2, hal 103-104.
14
Bernadetha Aurelia Oktavira, “Begini Tahapan Penanganan Sengketa dan Konflik
Pertanahan”, https://www.hukumonline.com/klinik/a/begini-tahapan-penanganan-sengketa-dan-
konflik-pertanahan-lt600684253965f diakses tanggal 04 Mei 2023 pkl. 09.12.
11

setempat yang memiliki wewenang memeriksa dan mengadili

perkara tersebut.

b. Jalur di Luar Pengadilan / Alternative Dispute Resolution (ADR)

Penyelesaian sengketa dengan Luar Pengadilan / Alternative

Dispute Resolution (ADR) sering disebut dengan non litigasi.

Penyelesaian sengketa pertanahan di luar pengadilan / Alternative

Dispute Resolution (ADR) sering menjadi jalur utama yang

ditempuh para pihak untuk menyelesaikan sengketa pertanahan

karena dianggap lebih mudah dan cepat dan tidak mengeluarkan

terlalu banyak biaya apabila dibandingkan dengan penyelesaian

sengketa melalui jalur pengadilan. 15

5. Mediasi

Mediasi merupakan suatu proses penyelesaian sengketa dimana

para pihak yang bersengketa dalam penyelesaian sengketanya

memanfaatkan bantuan pihak ketiga yang sifatnya independen (netral).

Pihak ketiga ini menjadi penengah yang disebut sebagai mediator ini

tidak memiliki kekuatan atau pun kewenangan dalam mengambil

keputusan yang sifatnya mutlak. Dalam penyelesaian sengketa dengan

cara mediasi ini harus dari kesepakatan kedua belah pihak dalam

memilih seseorang sebagai seorang mediator. 16

15
Fingli Wowor, 2014, Fungsi Badan Pertanahan Nasional Terhadap Penyelesaian Sengketa
Tanah. Lex Privatum, Vol. II, No. 2, hal 97.
16
Muhammad Mamduh Muzakki, Op Cit., hal 11
12

6. Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

(ATR / BPN)

Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan

Nasional merupakan suatu Lembaga Kementerian yang berada di

bawah dan bertanggung jawab terhadap Presiden. Kementerian Agraria

dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional ini dipimpin oleh

Menteri Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional. Pada

tingkat Kabupaten atau Kota, Kementerian Agraria Dan Tata Ruang

Badan Pertanahan Nasional ini sering disebut Kantor Pertanahan.

Badan Pertanahan Nasional merupakan lembaga pemerintah non

departemen yang mempunyai tugas dalam bidang pertanahan. Unit

kerja Badan Pertanahan Nasional yaitu kantor wilayah Badan

Pertanahan Nasional (BPN) pada tiap-tiap Provinsi dan di daerah

Kabupaten atau Kota yang berwenang melakukan pendaftaran hak atas

tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah tersebut. 17

7. Lembaga Bantuan Hukum

Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011, Lembaga

Bantuan Hukum (LBH) adalah salah satu pemberi bantuan hukum

yang menurut Pasal 1 angka 3 didefinisikan sebagai pemberi bantuan

hukum sebagai lembaga bantuan hukum atau organisasi

kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum. Sementara itu,

17
Koentarto, Op. Cit., hal 12
13

bantuan hukum adalah layanan hukum yang diberikan secara gratis

kepada penerima bantuan hukum oleh pemberi bantuan hukum.18

F. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu cara untuk melakukan sesuatu

yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dengan

menggunakan pikiran secara seksama untuk dapat mencapai suatu tujuan

dengan cara mencari, mencatat, merumuskan, dan juga menganalisis19.

Dan dalam mengungkap sebuah permasalahan dan melakukan

pembahasan dalam penulisan dan penelitian diperlukan data atau informasi

yang akurat. Maka dari itu dalam penelitian ini penulis menggunakan

metode penelitian sebagai berikut :

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam

penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis

sosiologis adalah metode penelitian yang menekankan pada

pengetahuan hukum secara empiris dengan cara terjun langsung ke

objeknya. Pendekatan yuridis sosiologis merupakan metode penelitian

dengan cara mengidentifikasi dan juga mengkonsepsikan hukum

sebagai institusi sosial yang riil dan fungsional dalam sistem


20
kehidupan yang nyata.

18
Arasy Pradana A. Azis, “Tugas dan Pelaksanaan LBH serta Bedanya dengan Advokat”,
https://www.hukumonline.com/klinik/a/lbh-dan-advokat-lt5dd288eab690c/, diakses tanggal 22
Agustus 2023 pkl. 14.27.
19
Cholid Narbuko dan Abu A, 2003, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 1.
20
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Press, Jakarta,
hal 51.
14

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

spesifikasi secara deskriptif yaitu penulis menggambarkan secara rinci

dan sistematis mengenai hal-hal yang berhubungan dengan peran

kuasa hukum dalam penyelesaian sengketa pertanahan melalui proses

non litigasi (mediasi) di kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang /

Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN). Dalam hal ini hasil

penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas dan

dapat memberikan data sedetail mungkin mengenai kenyataan secara

obyektif.

3. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data

Dalam penelitian ini, jenis data yang penulis gunakan adalah

data primer dan data sekunder.

1) Data Primer

Data primer merupakan sumber data yang diperoleh dari

studi lapangan secara langsung yang berupa data-data atau

informasi yang didapat dari Lembaga Bantuan Hukum Protect

Center Indonesia (PCI) melalui wawancara. Wawancara

merupakan cara yang tepat untuk penulis dapat memperoleh

keterangan atau informasi secara langsung mengenai

permasalahan yang ada dari narasumber terkait.


15

2) Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui

studi keputusan yaitu melalui teknik pengumpulan data dengan

cara mencari dan membaca literatur dan dokumen yang

berhubungan dengan masalah yang akan diteliti dari

perpustakaan. Data sekunder meliputi dokumen-dokumen

resmi, buku-buku, hasil penelitian, dan sebagainya. Data

sekunder ini terdiri dari :

a) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang

mempunyai otoritas yang bersifat autoritatif. Bahan hukum

primer ini terdiri dari perundang-undangan, risalah dalam

pembuatan peraturan perundang-undangan dan juga

putusan hakim.21 Adapun bahan hukum primer yang

digunakan penulis dalam penelitian ini sebagai berikut :

(1) Undang-Undang Dasar 1945;

(2) Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.

(3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

(4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa;

(5) Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat;

21
Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, hal 141.
16

(6) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan

Hukum;

(7) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah;

(8) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan

Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan;

(9) Peraturan Presiden Nomor 20 tahun 2015 tentang

Badan Pertanahan Nasional;

(10) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor

11 Tahun 2016 jo. Nomor 21 Tahun 2020 tentang

Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan

(11) Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2020 tentang

Badan Pertanahan Nasional;

(12) Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021 tentang

Pendaftaran Tanah;

b) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang

diperoleh untuk memperkuat data yang diperoleh dari data

primer. Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang

hukum yang meliputi jurnal nasional, jurnal internasional,

buku literatur hukum, jurnal penelitian hukum, laporan


17

penelitian hukum, serta laporan media cetak maupun media

elektronik.

c) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang dapat

memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum

tersier ini meliputi kamus hukum, Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI), kamus Bahasa Inggris, dan juga

ensiklopedia.

4. Metode Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan metode sebagai

berikut :

a. Studi Kepustakaan

Studi ini menjadi awal dari setiap penelitian hukum baik yang

dilakukan secara normatif maupun empiris. Studi kepustakaan

yaitu suatu metode pengumpulan data dengan cara mempelajari

buku-buku kepustakaan dalam memperoleh data sekunder yang

dilakukan dengan cara mempelajari bahan hukum tersebut.

b. Studi Lapangan

Penulis menggunakan metode wawancara dalam studi ini.

Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data yang

dilakukan melalui tatap muka serta tanya jawab antara peneliti

dengan narasumber terkait. Melalui wawancara ini, peneliti dapat


18

mendapat informasi dan data dengan cara mewawancari seorang

narasumber atau lembaga yang berkaitan dengan penyelesaian

sengketa tanah yaitu narasumber dari salah satu kuasa hukum dari

Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia (PCI).

5. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian ini bertempat di Kantor Lembaga Bantuan

Hukum Protect Center Indonesia (PCI) yang berlokasi di Jl. Supriyadi

N. 21-G, Kelurahan Kalicari, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang,

Provinsi Jawa Tengah. Adapun alasan terpilihnya Kantor Lembaga

Bantuan Hukum Protect Center Indonesia (PCI) sebagai lokasi

penelitian yaitu karena pada penelitian ini penulis berfokus pada peran

kuasa hukum dalam penyelesaian sengketa pertanahan melalui non

litigasi yang dimana pada kantor Lembaga Bantuan Hukum Protect

Center Indonesia (PCI) juga memberikan pelayanan hukum dalam

menangani kasus sengketa pertanahan melalui mediasi.

6. Metode Analisis Data

Setelah data yang diperoleh peneliti diolah, maka selanjutnya

dilakukan analisis data secara kualitatif. Data kemudian disusun secara

sistematis dan dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan

terhadap permasalahan yang dibahas. Penelitian dengan metode

analisis kualitatif ini menghasilkan data deskriptif yaitu apa saja

informasi maupun data yang dinyatakan oleh narasumber diteliti dan

dinyatakan secara apa adanya.


19

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan karya ilmiah (skripsi) ini digunakan sebagai

gambaran secara umum untuk memudahkan pemahaman penulis dan

pembaca. Karya ilmiah ini dibagi menjadi 4 bab, dengan rincian sebagai

berikut :

BAB I : Pendahuluan

Dalam bab ini penulis menguraikan latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, terminologi, metode penelitian, jadwal

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Dalam bab ini penulis menjelaskan pengertian secara

umum mengenai pertanahan, peran kuasa hukum dalam

penyelesaian sengketa petanahan, dan menjelaskan

gambaran umum mengenai proses penyelesaian sengketa

melalui mediasi. Penulis juga menjelaskan tinjauan secara

umum terhadap pengertian sengketa tanah, faktor

terjadinya sengketa pertanahan, cara penyelesaian

sengketa tanah, serta faktor penghambat pelaksanaan

sengketa pertanahan tersebut.

BAB III : Hasil Penelitian dan Pembahasan


20

Dalam bab ini penulis membahas rumusan masalah yang

meliputi peran kuasa hukum dalam proses penyelesaian

sengketa tanah melalui non litigasi (mediasi), proses

pelaksanaan penyelesaian sengketa tanah melalui non

litigasi (mediasi) serta apa saja faktor penghambat dalam

pelaksanaan penyelesain sengketa tanah melalui mediasi

tersebut.

BAB IV : Penutup

Dalam bab ini penulis memberikan kesimpulan terhadap

hasil penelitian dan juga saran yang berkaitan dan

ditunjukkan pada pihak terkait.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kuasa Hukum

1. Pengertian Kuasa

Pengertian kuasa secara umum terdapat dalam Pasal 1792 KUH

Perdata yang menyatakan bahwa "Pemberian kuasa adalah suatu

persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada

seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya

menyelenggarakan suatu urusan". Pemberian kuasa dapat dilakukan

secara khusus, artinya hanya untuk satu atau lebih kepentingan, atau

dapat dilakukan secara umum, artinya mencakup segala kepentingan

pemberi kuasa. Menurut Pasal 1792 KUHPerdata, pemberian kuasa

(lastgeving) mengandung unsur:

a. persetujuan;

b. memberikan otoritas untuk menjalankan suatu tugas; dan

c. atas nama pemberi kuasa.

Sumber utama kuasa yaitu mutlak dari pergaulan sehari-hari antar

manusia. Lalu lintas pergaulan hukum telah memperkenalkan dan

membenarkan pemberian kuasa mutlak untuk menghindari

ketidakpastian pemberian kuasa, yang dihubungkan dengan hak

pemberi kuasa untuk mencabut secara sepihak dan hak penerima kuasa

untuk melepas secara sepihak. Perjanjian kuasa seperti ini, yang

disebut sebagai "kuasa mutlak", mengandung ketentuan bahwa

21
22

pemberi kuasa tidak dapat mencabut kembali kuasa yang telah

diberikan kepada penerima kuasa, dan ketika pemberi kuasa meninggal

dunia, perjanjian pemberian kuasa tidak mengakhiri.22

Salah satu karakteristik perjanjian kuasa adalah sebagai berikut:23

a. Penerima kuasa langsung memiliki kapasitas untuk berfungsi

sebagai wakil pemberi kuasa.

b. Pemberian kuasa bersifat konsensual. Perjanjian atau

persetujuan kuasa adalah konsensual, artinya:

1) Hubungan pemberian kuasa, yang melibatkan pemberi dan

penerima kuasa

2) Hubungan hukum dituangkan pada perjanjian pemberian

kuasa, yang dibuat sebagai persetujuan di antara kedua belah

pihak.

3) Pernyataan kehendak yang jelas dari kedua belah pihak harus

menjadi dasar pemberian kuasa.

c. Berkarakter garansi-kontrak, yaitu tanggung jawab pemberi

mandat tersebut menjadi tanggung jawab pemberi kuasa sesuai

dengan asas garansi-kontrak yang dijelaskan dalam Pasal 1806

KUH Perdata.

22
M.Yahya Harahap, 2012, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, hal 2.
23
Lainul Arifah, 2018, “Kedudukan Hukum Terhadap Penggunaan Kuasa Mutlak Dalam
Pemindahan Hak Atas Tanah Dikantor Notaris/Ppat Paulus Manaek Simbolon”, Doctoral
dissertation Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Riau, hal 20.
23

2. Pengertian Kuasa Hukum

Kuasa menurut hukum juga disebut sebagai legal mandatory

(legal representative) atau vertegenwoording. Menurut undang-

undang, artinya yaitu seseorang atau badan hukum dengan sendirinya

berhak bertindak sebagai wakil orang atau badan hukum tersebut tanpa

memerlukan surat kuasa. Orang-orang yang memiliki status dan

kapasitas sebagai kuasa menurut hukum tidak memerlukan surat kuasa

secara tertulis dari pemerintah atau instansi yang bersangkutan. 24

Sedangkan kuasa hukum pada umumnya yaitu seseorang yang

menerima kuasa dari pihak lain melalui surat yang disebut suara kuasa

khusus. Pihak yang menjalankan suatu perkara, baik di dalam atau di

luar pengadilan, akan memberikan wewenang kuasanya kepada

seseorang untuk mewakili pihak yang berperkara melalui surat kuasa

khusus ini. Surat kuasa khusus ini akan menjelaskan wewenang kuasa

hukum.25

Advokat sebagai kuasa hukum didefinisikan sebagai seorang yang

melakukan advokasi, yaitu upaya atau upaya untuk memfasilitasi dan

memperjuangkan hak dan kewajiban klien seseorang atau kelompok

24
Sofie Widyana P, “Apa itu Kuasa Hukum”, https://suduthukum.com/2015/01/apa-itu-kuasa-
hukum.html, diakses tanggal 4 Juli 2023 pkl. 20.24.
25
Muhammad Dzakaria, “Apa Perbedaan Konsultan Hukum, Advokat dan Kuasa Hukum?”,
https://www.senangberbagi.id/apa-perbedaan-konsultan-hukum-advokat-dan-kuasa-hukum/,
diakses tanggal 4 Juli 2023 pkl. 20.47.
24

26
orang. Kewajiban advokat menurut Undang-Undang No. 18 Tahun

2003 tentang Advokat yaitu :

a. Orang yang berprofesi sebagai advokat, baik di dalam maupun di

luar pengadilan, yang memenuhi persyaratan berdasarkan

ketentuan Undang-Undang ini dianggap sebagai advokat.

b. Jasa Hukum adalah layanan yang diberikan oleh advokat kepada

klien, seperti konsultasi, bantuan hukum, kuasa, mewakili,

mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lainnya

untuk kepentingan klien.

Dalam profesi hukum, kuasa hukum bertugas mewakili atau

mendampingi pihak berperkara, yang biasanya diwakili oleh

advokat. Untuk memastikan bahwa kualitas kuasa hukum tidak

diragukan lagi, yang dapat mendampingi pihak berperkara harus

memenuhi syarat dan ketentuan yang diatur dalam perundang-

undangan.

B. Tinjauan Tentang Tanah dan Hukum Tanah

1. Pengertian Tanah

Tanah merupakan lapisan permukaan bumi yang terdiri dari

campuran mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang

tersementasi yang terikat secara kimia, ditambah zat cair dan gas yang

mengisi ruang kosong di antara partikel padat. Tanah adalah akumulasi

partikel mineral dengan ikatan partikel lemah yang terbentuk karena


26
Kristi Mutiara Sambe, et al., 2023, Tinjauan Yuridis Proses Mediasi di Pengadilan Negeri,
Lex Privatum, Vol. 11, No. 4, hal 7.
25

pelapukan batuan. Terdapat dua alasan mengapa ikatan partikel tanah

lemah yaitu karena material organik di antaranya atau karbonat dan

oksida yang tersenyawa di antaranya.27

Salah satu faktor yang menentukan stratifikasi sosial dalam

sosiologi adalah tanah. Hal ini terjadi karena tanah adalah sesuatu yang

berharga. Selama ada sesuatu yang dihargai dalam masyarakat dan

setiap masyarakat pasti memiliki sesuatu yang dihargainya benda

tersebut akan menjadi bibit yang menumbuhkan sistem berlapis-lapis

dalam masyarakat tersebut.28

Hukum tanah dalam UUPA menetapkan batasan resmi untuk

istilah "tanah" dalam arti yuridis, seperti yang ditunjukkan dalam Pasal

4 ayat (1), bahwa :“Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai

yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak

atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada

dan dipunyai oleh, orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama

dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”.

Pengertian tanah diatas dapat disimpulkan bahwa saat ini tanah

menjadi kebutuhan dasar bagi setiap orang sebagai tempat tinggal atau

sebagai tempat untuk melakukan berbagai hal aktifitas lain.

Pertumbuhan penduduk dan kebutuhan tanah juga semakin meningkat,

namun ketersediaan tanah relatif tetap dan bahkan berkurang.

27
Muchlisin Riadi, “Definisi, Jenis dan Klasifikasi Tanah” https://www.kajianpustaka.com
/2021/04/definisi-jenis-dan-klasifikasi-tanah.html diakses tanggal 03 Juni 2023 pkl. 07.12.
28
Julius Sembiring, 2011, Tanah dalam perspektif filsafat ilmu hukum. [DUMMY] Jurnal
Mimbar Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Vol. 23, No. 2, hal 397.
26

Sehingga untuk memenuhi kebutuhan mengenai tanah dapat

menimbulkan masalah dalam masyarakat, yang kemudian disebut

sebagai sengketa tanah.

2. Pengertian Pendaftaran Tanah

Pendaftaran tanah diartikan sebagai rangkaian kegiatan

pemerintah yang dilakukan terus menerus dan teratur yang meliputi

pengumpulan, pembukuan, pengolahan, penyajian, dan pemeliharaan

data fisik maupun yuridis berupa peta dan daftar bidang-bidang tanah

dan satuan rumah susun. Dengan pendaftaran tanah, akan

mempermudah seseorang dalam memperoleh informasi tentang

kepemilikan tanah, hak apa yang terikat, luas tanah, lokasi tanah itu

berada, dan apakah masih memiliki beban hak-hak tanggungan. 29

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997,

pendaftaran tanah adalah kumpulan tindakan yang dilakukan oleh

pemerintah secara konsisten, berkelanjutan, dan sistematis. Proses ini

terdiri dari pengumpulan, pengolahan, pembukuan, penyajian, dan

penyimpanan data fisik dan yuridis terkait tanah terdata.

Pendaftaran tanah juga dijelaskan di dalam Pasal 1 (9) Peraturan

Pemerintah No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas

Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah yaitu sebagai

berikut:

29
Boedi Harsono, 1997, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukkan Undang-Undang
Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya. Universitas Trisakti, Jakarta, hal 420.
27

“Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan


oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan
teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam
bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang Tanah, Ruang Atas
Tanah, Ruang Bawah Tanah dan satuan-satuan rumah susun,
termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang
Tanah, Ruang Atas Tanah, Ruang Bawah Tanah yang sudah ada
haknya dan hak milik atas Satuan Rumah Susun serta hak-hak
tertentu yang membebaninya.”

Tujuan utama dari pendaftaran tanah dalam Pasal 3 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, adalah memberikan kepastian dan

perlindungan hukum kepada pemegang hak atas bidang tanah, unit

perumahan, dan hak-hak lain yang terkait untuk membuktikan

kepemilikan yang sah.

Pendaftaran tanah ini penting bagi masyarakat karena dengan ini

pihak yang memiliki tanah memperolehnya kepastian hukum.

Kepastian hukum ini menjadi suatu perlindungan hukum terhadap

tindakan yang sewenang-wenang atau melanggar hak-hak seseorang.

Dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib karena

tujuan dari kepastian hukum yaitu untuk ketertiban umum.

3. Pengertian Hukum Tanah

Hukum Tanah merupakan hukum yang mencakup semua

peraturan hukum yang mengatur lembaga hukum, hubungan, dan hak

atas tanah. Tanah dalam ruang lingkup agraria diartikan sebagai bagian

dari bumi yang kemudian disebut sebagai permukaan bumi. Penjelasan

tanah sebagai bagian dari bumi ini disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1)
28

UUPA, yaitu “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang

dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas

permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan

dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan

orang-orang lain serta badan-badan hukum”.30

C. Tinjauan Tentang Sengketa Pertanahan

1. Pengertian Sengketa

Sengketa dapat terjadi di mana saja dan dengan siapa saja. Hal

ini termasuk sengketa antara individu dengan individu, antara

kelompok dengan kelompok, antara perusahaan dengan perusahaan,

antara perusahaan dengan negara, dan sebagainya. Klasifikasi

sengketa pertanahan yang sering terjadi di Kantor Badan Pertanahan

Nasional antara lain sebagai berikut: 31

a. Sengketa pertanahan yang bersifat politis atau strategis.

Sengketa jenis ini biasanya ditandai dengan hal-hal berikut:

melibatkan masyarakat secara keseluruhan, menimbulkan

keresahan dan kerawanan masyarakat, menimbulkan

ketidakpercayaan kepada pemerintah atau penyelenggara negara,

dan mengganggu penyelenggaraan pembangunan.

30
Urip Santoso, 2012, Hukum Agraria: kajian komprehensif, Prenada Media, Jakarta, hal 10.
31
Sariana Asri dan Sabri Samin, 2020, Penyelesaian Sengketa Hak atas Tanah di Kecamatan
Kajang. Siyasatuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Siyasah Syar'iyyah, Vol. 1, No.3, hal 568-569
29

b. Sengketa pertanahan yang bersifat administratif

Sengketa administratif biasanya disebabkan oleh penetapan

hak yang salah, keliru, atau tidak cermat oleh pejabat administrasi

(Badan Pertanahan Nasional). Akibatnya, penyelesaiannya dapat

dilakukan secara administrasi, yaitu dengan pembatalan, kesalahan,

atau perbaikan keputusan pejabat administrasi yang tidak

memuaskan para pihak. Jika tidak, keberatan tersebut dapat

diajukan atau dituntut ke badan peradilan oleh pihak yang

bersangkutan.

Sengketa terjadi ketika satu pihak merasa dirugikan oleh pihak

lain dan menyampaikan ketidakpuasan tersebut kepada pihak kedua.

Sengketa muncul dalam kasus di mana ada perbedaan pendapat.

Dalam hukum, khususnya hukum kontrak, yang dimaksud dengan

sengketa adalah perselisihan yang terjadi antara dua atau lebih pihak

karena pelanggaran terhadap kesepakatan yang ditetapkan dalam suatu

kontrak, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Dengan kata lain,

pihak-pihak atau salah satu pihak telah melakukan kesalahan.

2. Pengertian Sengketa Tanah

Menurut Peraturan Menteri Menteri Agraria dan Tata

Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Tentang Penanganan dan

Penyelesaian Kasus Pertanahan., sengketa pertanahan yaitu

perselisihan tanah antara orang perseorangan, badan hukum, atau

lembaga yang tidak akan memberikan dampak luas.


30

Menurut Rusmadi Murad, sengketa tanah merupakan sengketa

hukum yang bermula dari pengaduan orang atau badan hukum yang

menunjukkan ketidaksetujuan dan tuntutan hak atas tanah, termasuk

status, prioritas, dan kepemilikan. Tujuan dari pengaduan ini adalah

untuk mencapai penyelesaian administrasi yang sesuai dengan

peraturan yang berlaku.32

Beberapa contoh sengketa tanah yaitu warisan, penerbitan

sertifikat, peralihan hak atas tanah seperti hibah atau jual beli, dan

pembebasan tanah untuk kepentingan umum. Sumber sengketa tanah

biasanya terbagi menjadi 5 (lima) kategori:

a. Kebijakan pemerintah pada masa Orde Baru;

b. Tumpang tindih peraturan perundang-undangan tentang sumber

daya agraria;

c. Tumpang tindih penggunaan tanah;

d. Kualitas sumber daya manusia aparat pelaksana; dan

e. Perubahan pandangan masyarakat tentang penguasaan tanah.33

Sengketa hukum tanah biasanya dimulai dengan pengaduan

suatu pihak (individu atau badan hukum) yang menyatakan

ketidaksepakatan dan tuntutan hak atas tanah terkait dengan status,

prioritas, dan kepemilikan tanah. Tujuan dari pengaduan ini adalah

untuk penyelesaian administratif yang sesuai dengan peraturan yang

berlaku. Sengketa biasanya dimulai ketika satu pihak merasa dirugikan

32
Andi Hamzah, 1991, Hukum Pertanahan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hal 47.
33
Muhamad Rasyad, 2019, Pembuatan Akta Perdamaian Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah
Ulayat Melalui Notaris di Kabupaten Agam. Soumatera Law Review, Vol. 2, No. 1, hal 141-142.
31

oleh pihak lain.hal ini dimulai dengan ketidakpuasan yang tertutup dan

subjektif. Sengketa tanah dapat dialami oleh individu maupun

kelompok. Karena terjadi konflik interes yang kemudian muncul

ketidakpuasan dan tidak ada kesepakatan antara pihak-pihak yang

bersengketa maka proses sengketa berlanjut.

3. Faktor Penyebab Timbulnya Sengketa

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan konflik pertanahan yaitu

keterbatasan jumlah tanah yang tersedia, variasi dalam struktur

penguasaan tanah, pemahaman yang berbeda tentang arti penguasaan

tanah, dan ketidaksinkronisasian antara undang-undang dengan

keadaan di lapangan, seperti manipulasi yang terjadi pada masa lalu

yang menyebabkan gugatan muncul kembali pada era reformasi saat

ini. Selain itu, ada dualisme kewenangan (pusat-daerah) tentang urusan

pertanahan, dan konflik antara pusat dan daerah. 34

Menurut Bernhard Limbong dalam bukunya yang berjudul

Konflik Pertanahan, terdapat dua hal penting dalam sengketa

pertanahan yaitu sengketa pertanahan secara keseluruhan dan sengketa

pertanahan secara khusus. Seperti yang dijelaskan dalam Keputusan

BPN RI nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan

Dan Penyelesaian Masalah Pertanahan.35

34
Sariana Asri dan Sabri Samin, Op. Cit., hal 567.
35
Bimbingan Skripsi dan Thesis Hukum, Penyelesaian Sengketa Tanah dan Sertifikat Gklien
Oleh BPN, http://thesis-hukum.blogspot.com/2015/02/penyelesaian-sengketa-tanah-dan.html
diakses tanggal 11 Juni 2023 pkl. 19.05.
32

Faktor penyebab terjadinya sengketa diatas, dapat disimpulkan

bahwa tanah merupakan suatu objek yang sangat sensitif. Sehingga

semua orang akan melakukan usaha semaksimal mungkin dalam

mempertahankan hak-haknya, terlebih hak atas tanah yang dimiliki.

4. Penyelesaian Sengketa

a. Penyelesaian Sengketa melalui Litigasi

Litigasi adalah proses penyelesaian sengketa yang

dilaksanakan di pengadilan, di mana semua pihak yang bersengketa

berhadapan satu sama lain di pengadilan untuk mempertahankan

hak-haknya di muka pengadilan. Hasil akhir dari proses penyelesaian

sengketa melalui litigasi adalah keputusan yang menetapkan win-

lose solution. 36

Prosedur litigasi ini memiliki sifat yang lebih formal dan

teknis, biasanya menghasilkan kesepakatan kesepakatan menang

kalah. Sehingga jalur penyelesaian ini sering menimbulkan masalah

baru, penyelesaian masalah lebih lambat, biaya yang dibutuhkan

mahal, dan dapat menimbulkan konflik di antara para pihak yang

bersengketa. Hal ini lah yang akhirnya membuat masyarakat mulai

mencari cara lain untuk menyelesaikan sengketa. Cara ini adalah

penyelesaian sengketa di luar proses peradilan formal, yang dikenal

sebagai "Alternative Dispute Resolution" atau ADR.37

36
Rosita, 2017, Alternatif Dalam Penyelesaian Sengketa (Litigasi dan Non Litigasi). Al-
Bayyinah Journal of Islamic Law-ISSN, Vol. 6, No. 2, hal 99-113.
37
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal 234.
33

b. Penyelesaian Sengketa melalui Non-Litigasi

Penyelesaian sengketa non-litigasi adalah penyelesaian

sengketa alternatif atau Alternative Dispute Resolution (ADR).

Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase

dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, ADR merupakan metode

penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang diputuskan oleh

kedua belah pihak dengan menghindari penyelesaian sengketa

secara litigasi di pengadilan.

Penyelesaian sengketa alternatif atau Alternative Dispute

Resolution (ADR) terdiri dari beberapa alternatif, antara lain:

1) Arbitrase

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30

Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa, arbitrase atau dikenal sebagai wasit, merupakan

metode penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum

yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara

tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

2) Negosiasi

Negosiasi menurut Ficher dan Ury sebagaimana dikutip

oleh Nurnaningsih Amriani (2012: 23), merupakan komunikasi

dua arah yang dimaksudkan untuk mencapai kesepakatan


34

ketika kedua belah pihak memiliki kepentingan yang sama

maupun berbeda.38

3) Mediasi

Mediasi merupakan negosiasi yang melibatkan pihak ketiga

yang mahir dalam proses mediasi yang dapat membantu para

pihak dalam situasi konflik untuk mengkoordinasikan tindakan

sehingga proses tawar menawar lebih efektif. 39

4) Konsiliasi

Konsiliasi adalah tahap berikutnya dari mediasi. Mediator

kemudian beralih menjadi konsiliator. Dalam situasi seperti ini,

konsiliator berperan lebih aktif dalam mencari dan menawarkan

penyelesaian sengketa kepada para pihak. Solusi yang dibuat

konsiliator akan dianggap sebagai solusi jika semua pihak

dapat setuju. Kesepakatan yang dicapai bersifat final dan

mengikat kedua belah pihak.40

5) Penilaian ahli

Penilaian ahli yaitu Para pihak menyelesaikan sengketa

dengan meminta pendapat atau penilaian ahli tentang masalah

yang sedang terjadi.41

38
Nurnaningsih Amriani, 2012, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 12.
39
Nurnaningsih Amriani, Op. Cit., hal 28
40
Ibid, hal 34
41
Mohammad Kamaluddin, 2022, Tinjauan Yuridis Tugas Mediator Pasal 14 Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016: Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan Dalam
Penyelesaian Sengketa Perceraian, Actual, Vol. 12, No. 1, hal 39.
35

6) Pencari fakta

Pencari fakta merupakan salah satu penyelesaian sengketa

dengan meminta bantuan tim yang terdiri dari berbagai ahli

berjumlah ganjil yang melakukan penyelidikan atau penemuan

fakta-fakta yang diharapkan dapat menyelesaikan sengketa.42

Untuk menghadapi sengketa pertanahan, masyarakat

memiliki banyak pilihan untuk menyelesaikan konfliknya. Baik

diluar pengadilan maupun di luar pengadilan. Namun, pada

prakteknya upaya penyelesaian sengketa non litigasi atau

penyelesaian sengketa diluar pengadilan lah yang lebih

menguntungkan antar pihak.

D. Tinjauan Tentang Mediasi

1. Pengertian Mediasi

Mediasi menurut Pasal 1 Ayat 11 Peraturan Menteri Agraria dan

Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun

2016 jo. Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian

Kasus Pertanahan adalah metode penyelesaian kasus dengan cara

proses perundingan dalam memperoleh kesepakatan yang dilakukan

oleh para pihak yang difasilitasi oleh kantor pertanahan sesuai

kewenangannya yang dibantu mediator pertanahan. Secara etimologis,

istilah "mediasi" berasal dari kata Latin "mediare", yang berarti berada

di tengah, dan istilah Inggris "mediation", yang berarti penyelesaian

42
Ibid, hal 39
36

perselisihan yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau

penyelesaian perselisihan yang melibatkan pihak ketiga sebagai

penengah. Sedangkan secara terminologi, mediasi berarti bertindak

sebagai pihak ketiga dalam proses menjalankan tugas untuk menengahi

dan menyelesaikan konflik atau sengketa antara dua atau lebih pihak.43

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mediasi

adalah proses yang melibatkan pihak ketiga sebagai penasihat dalam

upaya menyelesaikan perselisihan. Secara konseptual, istilah "mediasi"

berasal dari kata "perantaraan" dalam bahasa Inggris, yang berarti

"perantaraan"; "medio" dalam bahasa Belanda berarti "pertengahan",

dan "mediasi" dalam kamus bahasa Indonesia berarti "menengah".44

Secara umum, salah satu penyelesaian sengketa alternatif adalah

mediasi. Menurut definisi para ahli di atas, mediasi adalah upaya

penyelesaian sengketa di mana pihak ketiga yang ditunjuk hanya

diizinkan untuk membantu mencapai kesepakatan bersama.45

Mediasi adalah proses penyelesaian masalah di mana pihak luar

yang tidak memihak dan netral bekerja sama dengan pihak yang

bersengketa untuk membantu mencapai kesepakatan yang memuaskan.

Mediator tidak memiliki wewenang untuk memutuskan sengketa

43
Si Manis, Pengertian Mediasi : Dasar Hukum, Tujuan, Jenis, Tahapan dan Contoh Mediasi,
https://www.pelajaran.co.id/mediasi-adalah/ diakses tanggal 11 Juni 2023 pkl. 15.43.
44
Edi As’adi, 2012, Hukum Acara Perdata dalam Perspektif Mediasi (ADR) di Indonesia,
Gaha Ilmu, Yogyakarta, hal 3.
45
Muhammad Reza Fahlevi, 2023, Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Jalur Mediasi
(Studi Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Besar), Doctoral dissertation, UIN Ar-Raniry
Banda Aceh, Banda Aceh, hal 28-29.
37

antara pihak; sebaliknya, para pihak memberi kuasa kepada mediator

untuk membantu menyelesaikan sengketa.46

Seseorang mediator membantu pihak-pihak yang bersedia

merangkai suatu kesepakatan yang memandang ke depan, memenuhi

kebutuhan-kebutuhannya dan memenuhi standar kejujuran para pihak

sendiri. Seperti halnya para hakim dan arbiter, mediator harus tidak

berpihak dan netral, serta tidak mencampuri untuk memutuskan dan

menetapkan suatu keluaran substantif, para pihak sendiri memutuskan

apakah para pihak akan setuju atau tidak, serta proses mediasi tertutup.

dengan kecuali berdasarkan Perma Nomor 1 Tahun 2008, dengan hasil

akhir berupa kesepakatan atau gagal.47

Mediasi adalah metode alternatif penyelesaian masalah yang

melibatkan bantuan pihak ketiga (mediator). Proses ini disepakati oleh

kedua belah pihak dan bertujuan untuk mencapai solusi (perdamaian)

yang menguntungkan kedua belah pihak. Pihak-pihak yang

bersengketa harus menyetujui mediator untuk berpartisipasi dalam

penyelesaian sengketa. Hasil dari proses mediasi dituangkan dalam

kesepakatan tertulis, yang merupakan kesepakatan akhir dan mengikat

kedua belah pihak untuk tidak melakukan48 Banyak pihak setuju

bahwa mediasi adalah proses penyelesaian dengan bantuan pihak

46
Gary Goodpaster, 1993, Negosiasi dan Mediasi:Sebuah Pedoman Negosiasi dan
Penyelesaian Sengketa Melalui Negosiasi, ELIPS Project, Jakarta, hal 201
47
Duana Karomi, 2015, Implementasi Mediasi dalam Penanganan dan Penyelesaian Kasus
Pertanahan (Studi Di Kantor Pertanahan Yogyakarta), Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta, hal 23.
48
Rahmadi Usman, 2012, Mediasi Di Pengadilan Dalam Teori Dan Praktik, Sinar Grafika,
Jakarta, hal 24.
38

ketiga. Pihak ketiga membantu para pihak menemukan masalah dan

membuat proposal.49

Menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008,

"Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa

yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih

besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan

dan memenuhi rasa keadilan." Sedangkan Gary Goodpaster

menjelaskan mediasi sebagai proses negosiasi pemecahan masalah di

mana pihak luar yang tidak memihak dan netral bekerja dengan pihak

yang bersengketa untuk membantu dalam mencapai kesepakatan

perjanjian yang memuaskan.50

Sejak tiga dekade terakhir, mediasi telah menjadi metode

penyelesaian konflik yang berkembang pesat di berbagai belahan

dunia. Mediasi digunakan dalam sistem peradilan, bukan hanya di luar

pengadilan oleh swadaya masyarakat dan lembaga swasta. Di tengah

kerusakan mekanisme peradilan di seluruh dunia, kemajuan dalam

mediasi menarik51.

Mediasi dapat disimpulkan sebagai proses penyelesaian konflik

dengan melibatkan pihak ketiga yang tidak berafiliasi (mediator) yang

tidak dapat membuat keputusan dan membantu kedua belah pihak yang

bersengketa mencapai penyelesaian atau solusi yang disepakati.

49
R.M. Gatot P. Soemartono, 2006, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, hal 119.
50
Khotibul Umam, 2010, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Pustaka Yustisia,
Yogyakarta, hal 11.
51
Fatahillah A. Syukur, 2012, Mediasi Yudisial Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, hal 1.
39

Mediator yaitu seseorang yang memiliki sertifikat mediator yang

ditunjuk oleh pihak ketiga atau hakim, bertindak sebagai pihak netral

dan membantu pihak yang berkonflik dalam proses perundingan untuk

mencapai penyelesaian sengketa tanpa memutuskan atau memaksakan

penyelesaian masalah.

Beberapa karakteristik yang membedakan mediasi dari metode

penyelesaian sengketa lainnya adalah sebagai berikut:52

a. Dalam setiap proses mediasi, ada metode di mana para pihak atau

perwakilannya berusaha berbicara dan bernegosiasi untuk

mencapai keputusan yang disepakati oleh semua pihak.

b. Mediasi dapat didefinisikan secara singkat sebagai proses

pengambilan keputusan dengan bantuan pihak tertentu (dibantu

dalam pengambilan keputusan atau dibantu dalam perundingan).

c. Meskipun ini tampaknya terlalu menyederhanakan proses mediasi,

mediasi juga dapat didefinisikan sebagai suatu sistem di mana

mediator mengatur proses perundingan dan para pihak bertanggung

jawab atas hasil akhir.

2. Model Mediasi

Beberapa model mediasi yang harus diperhatikan oleh

masyarakat dan praktisi mediasi. Menurut Lawrence Boulle, profesor

hukum di Bond University dan associate director of the Dispute

Resolution Center, model-model ini didasarkan pada model klasik,


52
Syahrizal Abbas, 2009, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 28-30.
40

tetapi berbeda dalam hal tujuan yang ingin dicapai serta cara mediator

melihat posisi dan peran mereka. Menurut Boulle, ada empat model

mediasi yaitu sebagai berikut:53

a. Settlement Mediation

Settlement mediation atau mediasi kompromi, adalah mediasi

untuk mendorong penyelesaian tuntutan kedua belah pihak yang

sedang bertikai. Dalam model mediasi ini, tipe mediator yang

diharapkan adalah yang berstatus tinggi meskipun tidak terlalu

mahir dalam proses dan pendekatan mediasi. Mediator dapat

menentukan batas bawah pihak yang berselisih dan secara

persuasif mendorong keduanya untuk mencapai kesepakatan.

b. Facilitative Mediation

Facilitative mediation memiliki tujuan untuk menghindarkan

pihak yang berselisih dari posisi mereka dan secara tegas

menegosiasikan kebutuhan dan kepentingan mereka dari hak-hak

legal kedua pihak. Mediasi fasilitatif, juga dikenal sebagai mediasi

berbasis kepentingan (interest-based) dan penyelesaian masalah,

dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang sama. Dalam model ini,

mediator harus mahir dalam proses dan menguasai teknik mediasi,

meskipun penguasaan materi tentang hal-hal yang

dipersengketakan tidak terlalu penting. Dalam hal ini, mediator

harus dapat memimpin proses mediasi, mendorong percakapan

53
Susanti Adi Nugroho, 2009, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, Edisi
Pertama, Cetakan ke-1 Telaga Ilmu Indonesia, Jakarta, hlm. 62.
41

konstruktif antara pihak yang bersengketa, meningkatkan upaya

negosiasi, dan akhirnya mencapai kesepakatan.

c. Transformative Mediation

Transformative mediation atau mediasi terapi dan

rekonsiliasi, adalah jenis mediasi yang menekankan untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong munculnya

masalah di antara pihak yang berselisih dan mengupayakan

peningkatan hubungan di antara mereka melalui pengakuan dan

pemberdayaan satu sama lain sebagai dasar untuk penyelesaian

atau penyelesaian pertikaian yang ada. Dalam model ini, mediator

harus dapat menggunakan terapi dan teknik profesional sebelum

dan selama proses mediasi, serta melalui pemberdayaan dan

pengakuan mengangkat masalah relasi dan hubungan.

d. Evaluative Mediation

Evaluative mediation atau mediasi normative, adalah model

mediasi yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan berdasarkan

hak-hak legal para disputants dalam wilayah yang diantisipasi oleh

pengadilan. Dalam hal ini, mediator harus memiliki keahlian dan

pengetahuan tentang bidang yang dipersengketakan. Namun, tidak

perlu mahir dalam teknik mediasi. Mediator dapat memberikan

informasi, rekomendasi, dan persuasi kepada pihak yang berselisih,

serta membuat perkiraan tentang hasil yang akan dicapai.


42

3. Tujuan dan Manfaat Mediasi

Mediasi memiliki beberapa tujuan dan manfaat, seperti:54

a. Menemukan solusi dan menghidupkan kembali perasaan;

b. Menghapus kesalahpahaman;

c. Menentukan prioritas utama; dan

d. Menemukan area yang dapat disepakati dan menyatukan area

tersebut menjadi solusi yang dibuat oleh masing-masing pihak.

4. Macam Mediasi

Mediasi memiliki beberapa macam untuk penyelesaian konflik

yaitu sebagai berikut:55

a. Mediasi dalam Sistem Peradilan

Pasal 130 HIR menyatakan bahwa proses mediasi dalam

sistem peradilan menghasilkan akta persetujuan damai secara

tertulis atau akta persetujuan damai. PERMA No. 1 tahun 2008

menyatakan:

“Jika mediasi menghasilkan kesepakatan, para pihak dengan

bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan

yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak. Kesepakatan

tersebut wajib memuat klausul-klausul pencabutan perkara atau

pernyataan perkara telah selesai (Pasal 17 ayat (1) dan (6)).”

54
Ibid, diakses 11 Juni 2023 pkl. 16.07.
55
Ibid, diakses 11 Juni 2023 pkl. 16.36.
43

b. Mediasi Di luar Pengadilan

Mediasi di luar pengadilan adalah bagian dari adat istiadat

atau budaya daerah tertentu, yang memiliki nama dan prosedur

yang berbeda sesuai dengan budaya dan perilaku masyarakat.

Masyarakat cenderung memilih demikian sampai saat ini.

c. Mediasi-Arbitrase

Mediasi arbitrase merupakan jenis penyelesaian sengketa

alternatif di mana mediasi dan arbitrase digabungkan untuk

menyelesaikan setiap masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh

para pihak.

d. Mediasi Ad-Hoc dan Mediasi Kelembagaan

Pasal 6 ayat 4 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menjelaskan bahwa

mediasi ad-hoc menetapkan mediator untuk penyelesaian

perselisihan, apakah itu permanen atau sementara. Sedangkan

mediasi kelembagaan, di sisi lain, adalah mediasi yang berlangsung

atau melembagakan di mana lembaga mediasi menyediakan

layanan mediator untuk membantu para pihak.

5. Mediasi dalam Islam

Dalam sejarah peradaban Islam, kata "salm" digunakan untuk

menggambarkan perdamaian, yang berarti memutus atau

menyelesaikan persengketaan. Dalam literatur fikih, istilah "salm"

dikaitkan dengan transaksi, perkawinan, peperangan, dan


44

pemberontakan. Dengan kata lain, "salm" merujuk pada perjanjian

yang ditetapkan untuk menyelesaikan perselisihan. Dalam kitab Al-

Hujurat, ayat 9–10, Allah berfirman :56

‫علَى ٱ ْْل ْخ َر ٰى فَ ٰقَتِلوا‬ ْ َ ‫َان مِ نَ ٱ ْلمؤْ مِ نِينَ ٱ ْقتَت َلوا فَأ‬


ْ ‫صلِحوا َب ْينَه َما ۖ فَإِن َبغ‬
َ ‫َت ِإ ْحدَ ٰىه َما‬ َ ‫َو ِإن‬
ِ ‫طآئِفَت‬

َ َّ ‫صلِحوا َب ْينَه َما ِبٱ ْل َعدْ ِل َوأ َ ْقسِط ٓوا ۖ ِإ َّن ٱ‬


‫ّلل يحِ ب‬ ْ َ ‫ت فَأ‬ ِ َّ ‫ِى َء ِإلَ ٰ ٓى أ َ ْم ِر ٱ‬
ْ ‫ّلل ۚ فَإِن فَا ٓ َء‬ ٓ ‫ٱلَّتِى ت َ ْبغِى َحتَّ ٰى تَف‬

َ‫ٱ ْلم ْقسِطِ ين‬

Artinya: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu

berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau

yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang

melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada

perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya

menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya

Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”

َ‫ّلل لَ َعلَّك ْم ت ْر َحمون‬ ْ َ ‫ِإنَّ َما ٱ ْلمؤْ مِ نونَ ِإ ْخ َوة فَأ‬


َ َّ ‫صلِحوا َبيْنَ أ َخ ََويْك ْم ۚ َوٱتَّقوا ٱ‬

Artinya: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab

itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu

dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”

Ayat tersebut menyatakan bahwa konflik atau sengketa harus

diselesaikan dengan damai dengan asas keadilan. Jika orang yang

bersengketa diberi hak sesuai dengan ajaran Alquran dan Hadits Nabi

Muhammad SAW, keadilan akan tegak. Sebaliknya, orang yang

bersengketa akan hancur dan zalim jika keadilan tidak ditegakkan dan

56
M. Faqieh Amrullah, Op. Cit., hal 78
45

orang yang bersengketa diberi hak tidak berdasarkan ketentuan yang

sah dan benar.

Beberapa firman Allah dan ajaran Rasul diatas kemudian dapat

disimpulkan bahwa dalam menghadapi suatu permasalahan atau

konflik haruslah dengan kepala dingin dan tidak saling menghakimi.

Dengan adanya mediasi ini akan memberikan kedudukan sejajar antar

pihak dan nantinya dapat menghasilkan keputusan yang adil.

E. Tinjauan Tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan

Pertanahan Nasional (ATR / BPN)

1. Pengertian Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan

Pertanahan Nasional (ATR / BPN)

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan

Nasional (ATR/BPN) menurut Pasal 1 Ayat 15 Peraturan Menteri

Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor

21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus

Pertanahan merupakan adalah kementerian yang diberi wewenang

untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

agraria/pertanahan dan tata ruang.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang di Indonesia pada awalnya

dikenal sebagai Badan Pertanahan Nasional. Perubahan nama ini yaitu

sejak pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Namanya hanya diubah

menjadi Kementerian Agraria dan Tata Ruang, dengan kewenangan

tambahan untuk mengurusi tata ruang. Namun tidak mengubah tugas,


46

fungsi, atau kewenangan Badan Pertanahan Nasional sendiri. Dengan

demikian, perubahan nama tersebut tidak menghilangkan kewenangan

BPN dalam urusan pertanahan.57

2. Tugas dan Fungsi Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan

Pertanahan Nasional (ATR / BPN)

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 48 Tahun 2020 tentang

Badan Pertanahan Nasional menetapkan posisi dan fungsi BPN.

Menurut Perpres Nomor 48 Tahun 2020, Badan Pertanahan Nasional

(BPN) ditugaskan untuk "melaksanakan tugas pemerintahan di bidang

pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Untuk melakukan tugasnya, BPN menjalankan sebelas fungsi, antara

lain sebagai berikut :58

a. Penyusunan dan penetapan kebijakan pertanahan;

b. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan untuk pengukuran,

pemetaan, dan survei;

c. Perumusan dan penerapan kebijakan yang berkaitan dengan

penetapan hak tanah, pendaftaran tanah, dan pemberdayaan

masyarakat;

d. Perumusan dan pelaksanaan aturan untuk redistribusi tanah,

pemberdayaan tanah masyarakat, penatagunaan tanah, penataan

57
Ninik Hartariningsih, 2020, Peranan Badan Pertanahan Nasional/Agraria dan Tata Ruang
Dalam Penyelesaian Sertifikat Gklien Di Kabupaten Banyumas, Cakrawala Hukum: Majalah
Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma, Vol. 22. No. 1, hal 80-86.
58
Cicik Novita, “Apa Itu BPN: Dasar Hukum, Fungsi, Tugas Badan Pertanahan Nasional”,
https://tirto.id/apa-itu-bpn-dasar-hukum-fungsi-tugas-badan-pertanahan-nasional-gwDx diakses
taggal 11 Juni 2023 pkl. 12.22.
47

tanah sesuai rencana tata ruang, dan penataan wilayah pesisir,

pulau-pulau kecil, perbatasan, dan area tertentu;

e. Pembuatan dan pelaksanaan kebijakan yang berkaitan dengan

pengadaan dan pengembangan tanah;

f. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan yang mengatur pengelolaan,

kepemilikan dan penggunaan tanah sesuai dengan rencana tata

ruang;

g. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan yang berkaitan dengan

penyelesaian dan pencegahan sengketa dan konflik serta perkara

pertanahan;

h. Mengawasi pelaksanaan tugas di lingkungan sekitar BPN;

i. Melakukan koordinasi tugas, pembinaan, dan dukungan

administrasi kepada seluruh unit organisasi di BPN;

j. Mengelola data dan informasi berkelanjutan tentang lahan pertanian

dan pertanahan;

k. Melakukan penelitian dan pengembangan pertanahan;

l. Implementasi pengembangan sumber daya manusia pertanahan.

3. Visi dan Misi Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan

Pertanahan Nasional (ATR / BPN)

Visi dan Misi Badan Pertanahan Nasional yaitu “Menjadi

Lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat,serta keadilan dan berkelanjutan

sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik


48

Indonesia." Sedangkan misi dari Badan Pertanahan Nasional adalah

untuk mengembangkan dan menerapkan politik dan kebijakan

pertanahan yang bermaksud untuk:59

1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menciptakan sumber

kemakmuran rakyat baru, mengurangi kemiskinan dan perbedaan

pendapatan, dan memastikan ketahanan pangan;

2. Meningkatkan tatanan kehidupan bersama yang lebih adil dan

bermartabat dalam hal kepemilikan, pemilikan, penggunaan, dan

pemanfaatan tanah (P4T);

3. Menciptakan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan

mengatasi berbagai sengketa, konflik, dan perkara pertanahan di

seluruh negeri dan mengatur sistem hukum dan pengelolaan

pertanahan sehingga tidak menimbulkan sengketa, konflik, atau

perkara di kemudian hari.

4. Keberlanjutan sistem masyarakat, kebangsaan, dan kenegaraan

Indonesia dengan memberikan akses luas kepada tanah sebagai

sumber kesejahteraan bagi generasi berikutnya. menguatkan

lembaga pertanahan agar sesuai dengan semangat, jiwa, prinsip,

dan aturan yang terkandung dalam UUPA serta aspirasi umum

rakyat.

59
Sariana Asri dan Sabri Samin, Op. Cit., hal 564.
49

F. Tinjauan Tentang Lembaga Bantuan Hukum

1. Pengertian Lembaga Bantuan Hukum

Lembaga bantuan hukum menurut Adnan Buyung Nasution


adalah program yang bersifat kultural dan struktural dengan tujuan
mengubah tatanan masyarakat yang lebih nyaman bagi golongan
mayoritas. Oleh karena itu, bantuan hukum tidak mudah. Ia
merupakan tindakan untuk membebaskan masyarakat dari belenggu
sistem penindasan politik, ekonomi, dan sosial. Lembaga bantuan
hukum merupakan lembaga non-profit yang didirikan untuk
memberikan bantuan hukum kepada orang-orang yang
membutuhkannya, tetapi tidak mampu, serta orang-orang yang tidak
memahami hukum. Meskipun bantuan hukum saja tidak cukup,
gerakan bantuan hukum kita harus merebut Hak Asasi Manusia rakyat
miskin yang telah ditawan oleh orang kaya selama bertahun-tahun.60

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun


2011 tentang Bantuan Hukum, mendefinisikan bantuan hukum sebagai
jasa hukum yang diberikan secara gratis oleh pemberi bantuan hukum
kepada penerima bantuan hukum. Penerima bantuan hukum adalah
individu atau kelompok orang miskin, dan pemberi bantuan hukum
adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang
bertanggung jawab untuk memberikan bantuan hukum.

Menurut Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun


2011 tentang Bantuan Hukum, bantuan hukum yang diberikan kepada
Penerima Bantuan Hukum mencakup menjalankan kuasa,
mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan
hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum. Ada
dua jenis bantuan hukum yaitu bantuan hukum di dalam persidangan

60
Mustika Prabaningrum Kusumawati, 2016, Peranan dan Kedudukan Lembaga Bantuan
Hukum sebagai Access to Justice bagi Orang Miskin. Arena Hukum, Vol. 9, No. 2, hal. 197-198.
50

yang dikenal sebagai litigasi, dan bantuan hukum di luar persidangan


yang dikenal sebagai non-litigasi.

Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 5 ayat (1)


Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum,
undang-undang ini memberikan perlindungan hukum bagi lembaga
bantuan hukum yang memberikan bantuan hukum untuk memastikan
akses yang adil dan merata ke pengadilan bagi setiap individu atau
kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara
layak dan mandiri.

Sebagai pemberi bantuan hukum menurut Pasal 1 angka 3


Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum,
lembaga bantuan hukum (LBH) harus memenuhi syarat-syarat
berikut:

a. berbadan hukum;

b. terakreditasi berdasarkan Undang-Undang ini;

c. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;

d. memiliki pengurus; dan

e. memiliki program bantuan hukum.

Bantuan hukum melalui jalur litigasi adalah proses penyelesaian


perkara di pengadilan yang menggunakan pendekatan hukum oleh
lembaga penegak hukum yang berwenang sesuai dengan undang-
undang. 61Bantuan hukum non-litigasi adalah cara penyelesaian di luar
persidangan yang menggunakan mekanisme yang ada di masyarakat,
seperti musyawarah, perdamaian, kekeluargaan, penyelesaian adat,
dan sebagainya. Ketika upaya penyelesaian damai dan kekeluargaan
tidak berhasil, bantuan hukum litigasi atau jalur persidangan dianggap

61
Bambang Sutiyoso, 2008, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Gama
Media, Yogyakarta, hlm. 13.
51

sebagai solusi terakhir. Bantuan hukum litigasi ini diberikan dalam


kasus pidana ketika terdakwa menghadapi ancaman hukuman penjara
lebih dari lima tahun. Ini memberikan jaminan hak-hak bagi terdakwa
yang telah dilindungi oleh undang-undang, bahkan di tingkat
penyidikan, seperti mendapatkan penasihat hukum. Pasal 56 (1) UU
Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberikan hak ini.62

2. Tugas Lembaga Bantuan Hukum

Lembaga bantuan hukum memainkan peran penting dalam


menyediakan akses ke keadilan bagi masyarakat yang tidak mampu
karena mereka memberikan solusi dari tingkat konsultasi hingga
pendampingan masyarakat di luar pengadilan (non-litigasi) dan di
tingkat pengadilan (litigasi). Oleh karena itu, diharapkan bahwa
lembaga bantuan hukum juga dapat melaksanakan fungsi
pendampingan masyarakat di luar pengadilan.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau kode etik


advokat, pemberi bantuan hukum tidak dapat dituntut secara perdata
maupun pidana karena memberikan bantuan hukum yang menjadi
tanggung jawabnya, baik di dalam maupun di luar pengadilan.63

Menurut Pasal 10 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011


tentang Bantuan Hukum, pemberi bantuan hukum harus melakukan
kewajiban sebagai berikut:

a. melaporkan kepada menteri tentang program bantuan hukum;

b. melaporkan setiap penggunaan anggaran negara untuk bantuan


hukum yang diatur oleh undang-undang ini;

62
Ibid, hal. 201
63
Jecika Anatasya Siwi, 2020, Peran Lembaga Bantuan Hukum Ditinjau Dari Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum. Lex Et Societatis, Vol. 8, No.
4, Hal. 86
52

c. menyelenggarakan pelatihan dan pendidikan bantuan hukum bagi


paralegal, advokat, dosen, mahasiswa fakultas hukum yang
direkrut sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 huruf a; dan

d. menjaga kerahasiaan data, informasi, dan/atau keterangan yang


diberikan kepada klien mereka.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Peran Kuasa Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Pertanahan

Melalui Mediasi Di Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang /

Badan Pertanahan Nasional

Penelitian ini berdasarkan wawancara dengan bapak Ahmad Hadi

Prayitno selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect Center

Indonesia (PCI) dengan Surat Keputusan Hukum dan HAM RI No. AHU-

005678.AH.01.07. Tahun 2022. Lembaga Bantuan Hukum ini beralamat di

Jl. Supriyadi 21g Kel. Kalicari, Kec. Pedurungan, Kota Semarang. Bapak

Ahmad Hadi Prayitno ini merupakan seorang advokat yang juga

merangkap sebagai mediator non hakim. 64

Mediasi di Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan

Pertanahan Nasional (ATR / BPN) atau lembaga lainnya, keberadaan

kuasa hukum tidak selalu menjadi keharusan. Mediasi adalah proses yang

secara prinsip melibatkan pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa atau

perselisihan untuk berinteraksi secara langsung dalam mencapai suatu

kesepakatan yang pada prosesnya dibantu oleh mediator. Mediasi

seringkali digunakan sebagai upaya untuk mencapai penyelesaian yang

lebih cepat, lebih efisien, dan lebih kolaboratif daripada harus melalui

proses peradilan formal.

64
Hasil wawancara dengan Ahmad Hadi Prayitno, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect
Center Indonesia (PCI) di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia (PCI), pada
tanggal 5 Juli 2023.

53
54

Terdapat banyak kasus, pihak yang terlibat dalam mediasi dapat

memilih untuk menghadiri mediasi tanpa kehadiran kuasa hukum. Ini

terutama berlaku dalam kasus yang lebih sederhana atau ketika pihak-

pihak yang terlibat merasa dapat mengatasi mediasi secara langsung tanpa

dukungan kuasa hukum. Beberapa orang bahkan memilih untuk mewakili

diri sendiri dalam mediasi.

1. Syarat Menjadi Kuasa Hukum dalam Proses Mediasi di Kantor

Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan

Nasional (ATR / BPN)

Mediasi yang pada prosesnya melibatkan kuasa hukum akan

didampingi oleh advokat sebagai pemberi jasa hukum. Pada Pasal 1

ayat (1) Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat,

advokat diartikan sebagai seseorang yg berprofesi untuk memberikan

jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang dengan

syarat memenuhi ketentuan undang-undang. Syarat-syarat menjadi

Kuasa Hukum menurut Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2003 Tentang Advokat untuk dapat diangkat menjadi Advokat

harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Warga negara Republik Indonesia;

b. Bertempat tinggal di Indonesia;

c. Tidak memiliki status sebagai pegawai negeri atau sebagai

pejabat negara;

d. Berusia sekurang-kurangnya dua puluh lima tahun;


55

e. Berijazah sarjana pendidikan tinggi hukum sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);

f. Lulus ujian Organisasi Advokat;

g. Magang pada kantor Advokat sekurang-kurangnya dua tahun

secara terus menerus;

h. Tidak pernah dipidana atas tindak pidana kejahatan dengan

pidana penjara lima tahun atau lebih;

i. Berperilaku baik, bertanggung jawab, adil, jujur, dan

mempunyai integritas yang tinggi.

Secara umum, seseorang memberi kuasa kepada orang lain

untuk melakukan sesuatu. Kuasa diberikan sesuai dengan beberapa

ketentuan, seperti :

a. Berdasarkan Pasal 1793 KUH Perdata, kuasa dapat diberikan

dan diterima dalam akta umum, baik dalam tulisan di bawah

tangan maupun lisan. Selain itu, penerimaan kuasa dapat terjadi

secara diam-diam dan didasarkan pada pelaksanaan kuasa oleh

orang yang menerimanya.

b. Berdasarkan Pasal 1795 KUH Perdata, pemberian kuasa dapat

dilakukan secara khusus, yaitu hanya untuk satu atau lebih

tujuan tertentu, atau secara keseluruhan, yaitu untuk memenuhi

semua tujuan si pemberi kuasa.

c. Menurut Pasal 1796 KUH Perdata, pemberian kuasa yang

didefinisikan secara umum hanya mencakup tindakan


56

pengurusan. Suatu pemberian kuasa dengan tegas diperlukan

untuk memindahtangankan barang, meletakkan hipotik di

atasnya, membuat perdamaian, atau tindakan lain yang hanya

dapat dilakukan oleh seorang pemilik.

Pasal 20 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala

Badan Pertanahan Nasional Tentang Penanganan dan Penyelesaian

Kasus Pertanahan menjelaskan bahwa pihak Kementerian, Kantor

Wilayah dan/atau Kantor Pertanahan yang menjadi kuasa hukum dalam

Penanganan Perkara di lembaga peradilan menggunakan surat kuasa

khusus. Surat kuasa khusus dapat diberikan kepada:

a. Pejabat dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri di Ditjen

VII Kementerian dengan surat kuasa khusus dari Menteri;

b. Pejabat dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri yang

bekerja di Kantor Wilayah dengan surat kuasa khusus dari

Kepala Kantor Wilayah;

c. Pegawai dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri yang

bekerja di Kantor Pertanahan dengan surat kuasa khusus dari

Kepala Kantor Pertanahan;

d. Dalam beberapa kasus, kuasa khusus juga dapat diberikan

kepada Jaksa Pengacara Negara, pengacara profesional dari

kantor hukum dan/atau lembaga hukum, serta pengacara sipil.


57

2. Peran Kuasa Hukum dalam Proses Mediasi di Kantor

Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan

Nasional

Berdasarkan wawancara dengan bapak Ahmad Hadi Prayitno

selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia

(PCI), dalam proses mediasi yang dilakukan di Kantor Kementerian

Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN)

atau lembaga manapun, peran kuasa hukum dapat bervariasi

tergantung pada situasi dan kebutuhan para pihak yang terlibat dalam

mediasi. Berikut ini adalah beberapa peran yang bisa dimainkan oleh

kuasa hukum dalam proses mediasi di Kantor Kementerian Agraria dan

Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN) :65

a. Memberikan penasehatan hukum

Kuasa hukum dapat memberikan pengetahuan, pemahaman

tentang hukum dan prosedur yang terkait dengan masalah tanah

atau pertanahan yang sedang dimediasi. Advokat dapat

menjelaskan hak-hak dan kewajiban hukum yang relevan bagi

klien, serta membantu klien memahami implikasi hukum dari

keputusan yang diambil selama mediasi.

65
Hasil wawancara dengan Ahmad Hadi Prayitno, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect
Center Indonesia (PCI) di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia (PCI), pada
tanggal 5 Juli 2023.
58

b. Mewakili kepentingan klien

Kuasa hukum bertanggung jawab untuk mewakili dan

memperjuangkan kepentingan klien selama mediasi. Para advokat

dapat membantu klien untuk menyampaikan keinginan dan tujuan

kepada pihak lain yang terlibat dalam mediasi. Selain itu, kuasa

hukum dapat membantu klien dalam merumuskan strategi

negosiasi yang efektif dan mengupayakan kesepakatan yang

menguntungkan bagi klien.

c. Memfasilitasi komunikasi

Komunikasi yang efektif antara pihak-pihak yang terlibat

sangat penting. Kuasa hukum dapat berperan sebagai mediator atau

fasilitator dalam menjembatani komunikasi antara klien dan pihak

lain. Advokat dapat membantu mengklarifikasi masalah,

mengurangi ketegangan, dan mengarahkan diskusi agar berjalan

secara konstruktif.

d. Menganalisis dan mengevaluasi risiko

Kuasa hukum memiliki pengetahuan yang mendalam tentang

hukum dan dapat membantu klien untuk menganalisis dan

mengevaluasi risiko yang terkait dengan penyelesaian suatu

permasalahan melalui mediasi. Advokat dapat memberikan saran

tentang kemungkinan hasil dari persidangan atau arbitrase jika

dimungkinkan mediasi tidak berhasil, serta membantu klien dalam


59

mengambil keputusan yang tepat berdasarkan pertimbangan hukum

dan risiko yang ada.

e. Mendokumentasikan kesepakatan

Mediasi yang berhasil mencapai kesepakatan antara pihak-

pihak yang terlibat, kuasa hukum dapat membantu dalam

menyusun dan mendokumentasikan kesepakatan tersebut. Advokat

dapat memastikan bahwa kesepakatan yang dicapai mencerminkan

kepentingan dan niat klien secara jelas dan dilindungi secara

hukum.

Peran kuasa hukum dalam mediasi dapat bervariasi tergantung

pada kebijakan dan praktik yang berlaku di Kantor Kementerian

Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN)

atau lembaga lainnya. Oleh karena itu, penting bagi pihak yang

terlibat untuk memahami peran yang diharapkan dari kuasa hukum

para pihak dan berkomunikasi secara terbuka untuk memastikan

kolaborasi yang efektif selama proses mediasi.

3. Keuntungan Memiliki Kuasa Hukum Selama Proses Mediasi

Berdasarkan wawancara dengan bapak Ahmad Hadi Prayitno

selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia

(PCI), penting untuk diingat bahwa keputusan untuk menggunakan

atau tidak menggunakan kuasa hukum dalam mediasi adalah suatu

keputusan strategis yang harus dipertimbangkan dengan hati-hati.

Meskipun kehadiran kuasa hukum tidak diwajibkan, ada beberapa


60

keuntungan dalam memiliki pendamping hukum selama proses

mediasi di Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan

Pertanahan Nasional (ATR / BPN) :66

a. Pengetahuan dan pengalaman hukum

Kuasa hukum memiliki pengetahuan dan pengalaman yang

mendalam dalam hukum tanah dan proses mediasi. Advokat dapat

memberikan informasi yang berharga dan memberikan

pemahaman tentang hak-hak, kewajiban, dan risiko hukum yang

terkait dengan kasus klien.

b. Penasehatan hukum

Kuasa hukum dapat memberikan nasihat hukum yang

objektif dan membantu klien dalam merumuskan strategi negosiasi

yang efektif. Advokat dapat membantu klien memahami implikasi

hukum dari keputusan yang diambil selama mediasi dan membantu

klien membuat keputusan yang tepat berdasarkan pengetahuan

hukum yang dimiliki.

c. Mewakili kepentingan pihak yang bersangkutan

Kuasa hukum akan menjadi pembela kepentingan pihak

yang bersangkutan selama proses mediasi berlangsung. Kuasa

hukum akan membantu memperjuangkan hak-hak dan tujuan pihak

yang bersangkutan dalam mencapai kesepakatan yang

menguntungkan ketika mediasi.

66
Hasil wawancara dengan Ahmad Hadi Prayitno, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect
Center Indonesia (PCI) di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia (PCI), pada
tanggal 5 Juli 2023.
61

d. Fasilitasi komunikasi

Kuasa hukum dapat membantu dalam menjembatani

komunikasi antara klien dan pihak lain yang terlibat dalam

mediasi. Advokat dapat membantu mengurangi ketegangan dan

menjamin bahwa komunikasi berjalan secara efektif.

4. Cara Kuasa Hukum Menjalankan Peran dalam Proses Mediasi

Berdasarkan wawancara dengan bapak Ahmad Hadi Prayitno

selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia

(PCI), kuasa hukum memiliki peran penting dalam menjaga

kepentingan dan hak-hak klien selama proses mediasi di Kantor

Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

(ATR / BPN). Berikut adalah beberapa cara di mana kuasa hukum

menjalankan peran tersebut:67

a. Representasi klien

Kuasa hukum secara aktif mewakili dan membela

kepentingan klien sepanjang proses mediasi. Para advokat

bertindak sebagai perwakilan hukum klien dan bertujuan untuk

memastikan bahwa klien diperlakukan secara adil dan

mendapatkan hasil yang menguntungkan.

b. Memberikan nasihat hukum

Kuasa hukum memberikan nasihat hukum kepada klien

sepanjang proses mediasi. Advokat akan membantu klien

67
Hasil wawancara dengan Ahmad Hadi Prayitno, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect
Center Indonesia (PCI) di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia (PCI), pada
tanggal 5 Juli 2023.
62

memahami hak-haknya, mengevaluasi risiko dan konsekuensi dari

setiap keputusan yang diambil, serta memberikan informasi yang

diperlukan untuk membuat keputusan yang terinformasi.

c. Mempersiapkan klien untuk mediasi

Kuasa hukum membantu klien mempersiapkan diri untuk

mediasi dengan cara menjelaskan proses mediasi, hak-hak klien,

dan harapan yang realistis. Advokat akan membantu klien dalam

memahami langkah-langkah yang akan diambil selama mediasi

dan mempersiapkan argumen dan bukti yang kuat untuk

mendukung posisi klien.

d. Melakukan negosiasi dengan pihak lain

Kuasa hukum berperan sebagai perwakilan klien dalam

negosiasi dengan pihak lain yang terlibat dalam mediasi. Advokat

menggunakan keterampilan negosiasi untuk melindungi

kepentingan klien, menjelaskan posisi klien secara efektif, dan

mencari solusi yang saling menguntungkan.

e. Melindungi privasi klien

Kuasa hukum menjaga kerahasiaan dan privasi klien

sepanjang proses mediasi. Kuasa hukum harus memastikan bahwa

informasi sensitif yang dibagikan oleh klien hanya diungkapkan

kepada pihak lain yang terlibat dalam mediasi sesuai dengan aturan

dan persetujuan yang berlaku.


63

f. Memantau kepatuhan

Kuasa hukum memastikan bahwa pihak lain dan mediator

mematuhi prosedur dan aturan yang berlaku dalam mediasi. Jika

ada pelanggaran atau ketidakadilan yang terjadi, kuasa hukum akan

mengambil tindakan yang sesuai untuk melindungi kepentingan

klien dan memastikan kepatuhan terhadap proses mediasi yang adil

dan transparan.

Berdasarkan wawancara dengan bapak Ahmad Hadi Prayitno

selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia

(PCI), kuasa hukum memiliki peran penting dalam membantu klien

untuk mempersiapkan dan menghadapi mediasi di Kantor

Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

(ATR / BPN). Berikut adalah beberapa cara di mana kuasa hukum

dapat memberikan bantuan kepada klien yang bersangkutan dalam

pelaksanaan mediasi di Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang /

Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN):68

a. Penjelasan proses mediasi

Kuasa hukum akan menjelaskan kepada klien tentang

proses mediasi secara keseluruhan, termasuk langkah-langkah

yang akan diambil, tahapan-tahapan yang perlu dilalui, dan

harapan yang harus dimiliki. Kuasa hukum akan membantu klien

dalam memahami tujuan dan manfaat mediasi, serta memberikan

68
Hasil wawancara dengan Ahmad Hadi Prayitno, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect
Center Indonesia (PCI) di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia (PCI), pada
tanggal 5 Juli 2023.
64

informasi tentang prosedur mediasi yang diterapkan di Kantor

Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan

Nasional (ATR / BPN).

b. Evaluasi kekuatan dan kelemahan kasus

Kuasa hukum akan melakukan analisis menyeluruh

terhadap kasus klien yang bersangkutan untuk menilai kekuatan

dan kelemahan yang ada. Advokat akan meninjau bukti-bukti

yang relevan, dokumen-dokumen, dan informasi lainnya yang

terkait dengan sengketa tanah atau pertanahan yang sedang

dimediasi. Dengan pemahaman yang mendalam tentang kasus,

kuasa hukum dapat membantu klien mempersiapkan argumen

yang kuat dan mempertimbangkan strategi negosiasi yang efektif.

c. Pemantapan posisi klien

Kuasa hukum akan membantu klien untuk mengklarifikasi

dan merumuskan posisi pihak terkait dengan perselisihan yang

sedang dimediasi. Advokat akan mendengarkan kekhawatiran dan

keinginan klien, serta membantu dalam menentukan tujuan dan

kepentingan yang ingin dicapai melalui mediasi. Kuasa hukum

akan membantu klien dalam menyusun argumen yang kuat untuk

mendukung posisi pihak yang bersangkutan.

d. Negosiasi dan penyelesaian

Kuasa hukum akan membantu klien dalam merancang

strategi negosiasi yang efektif dan mempertimbangkan opsi


65

penyelesaian yang mungkin. Kuasa hukum akan membantu klien

untuk memahami konsekuensi hukum dari setiap tawaran atau

kesepakatan yang diajukan, serta memberikan nasihat hukum

terkait dengan keputusan yang harus diambil.

e. Persiapan dokumen dan bukti

Kuasa hukum akan membantu klien dalam menyusun dan

mempersiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk

mediasi, seperti pernyataan klaim, tanggapan, atau bukti-bukti

yang relevan. Advokat akan memastikan bahwa dokumen-

dokumen tersebut disusun dengan tepat dan memadai untuk

memperkuat argumen klien dalam mediasi.

f. Pendampingan selama mediasi

Selama sesi mediasi, kuasa hukum akan mendampingi klien

untuk memberikan dukungan dan penasehatan hukum yang

kontinu kepada klien. Advokat akan membantu klien dalam

berkomunikasi dengan pihak lain yang terlibat, merumuskan

tanggapan yang efektif, dan mempertimbangkan tawaran-tawaran

yang diajukan.

Dalam menjaga kepentingan dan hak-hak klien selama mediasi

di Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan

Nasional (ATR / BPN), kuasa hukum berkomitmen untuk melindungi

klien dengan memanfaatkan pengetahuan hukum dan keterampilan

negosiasi yang dimiliki. Meskipun kehadiran kuasa hukum tidak


66

diwajibkan dalam mediasi di Kantor Kementerian Agraria dan Tata

Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN), namun memiliki

pendampingan hukum dapat memberikan keuntungan signifikan

dalam melindungi kepentingan klien dan memastikan bahwa proses

mediasi berjalan dengan baik. Sebaiknya klien mempertimbangkan

situasi klien secara khusus dan berkonsultasi dengan kuasa hukum

untuk mendapatkan nasihat hukum yang sesuai dengan kasus pihak

yang bersengketa.

5. Struktur Organisasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan

Pertanahan Nasional (ATR / BPN)

Struktur organisasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang /

Badan Pertanahan Nasional adalah sebagai berikut:

a. Kepala BPN

Kepala Badan Pertanahan Nasional memiliki tanggung

jawab atas semua operasi dan kegiatan BPN.

b. Deputi Bidang Pengadaan Tanah dan Pemberdayaan Masyarakat

Bertanggung jawab atas pengadaan tanah untuk

pembangunan, penataan, dan pemberdayaan masyarakat di

bidang pertanahan.

c. Deputi Bidang Penataan Ruang

Bertanggung jawab atas perencanaan, kontrol, dan

pengawasan tata ruang di Indonesia.

d. Deputi Bidang Administrasi Pertanahan


67

Bertanggung jawab atas administrasi pertanahan yang

meliputi pendaftaran, pengukuran, pemetaan, dan informasi

pertanahan.

e. Deputi Bidang Keuangan dan Umum

Bertanggung jawab atas bagian keuangan, administrasi

umum, dan sumber daya manusia di Badan Perbendaharaan

Negara.

f. Deputi Bidang Pendaftaran Tanah dan Informasi Pertanahan

Bertanggung jawab atas registrasi tanah, pembuatan

sertifikat, dan penyediaan informasi pertanahan kepada publik.

g. Deputi Bidang Pengembangan Pertanahan dan Penilaian

Melakukan penilaian aset pertanahan dan

mengembangkan kebijakan dan program pertanahan.

h. Inspektorat Utama

Inspektorat utama ini memiliki tugas yaitu melakukan

pengawasan internal atas semua operasi BPN.

i. Staf Ahli Kepala BPN

Memberikan masukan dan saran kepada Kepala BPN

tentang program dan kebijakan pertanahan.

Untuk lebih jelasnya mengenai struktur organisasi Kantor

Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

(ATR / BPN), penulis sajikan dalam bentuk skema di bawah ini :


68

Gambar 3.1. Skema Struktur Organisasi Kementerian Menteri

Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Sumber : Situs web resmi Kantor Kementerian Agraria dan Tata

Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN)

Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

memiliki salah satu unit kerja yang kemudian disebut sebagai kasi

sengketa tanah. Kasi sengketa tanah adalah salah satu unit kerja di

bawah Badan Pertanahan Nasional (BPN), atau ATR/BPN, yang

bertanggung jawab untuk menangani sengketa atau konflik terkait

kepemilikan, penggunaan, atau hak atas tanah. Dalam konteks ini,

"kasi" adalah singkatan dari "kantor sektor agraria", yang merupakan

unit kerja di bawah BPN.

Kasi Sengketa Tanah sangat membantu dalam penyelesaian

sengketa tanah. Ini dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti

ketidakjelasan batas-batas tanah, klaim kepemilikan ganda, pemalsuan


69

dokumen tanah, atau masalah lain yang berkaitan dengan hak atas

tanah. Sebagian besar, upaya penyelesaian sengketa tanah dilakukan

untuk menghindari proses hukum yang lebih lama dan mahal. Beberapa

tanggung jawab umum yang dipegang oleh Kasi Sengketa Tanah

meliputi:

f. Pemberitahuan dan Pemeriksaan Pengaduan

Menerima pengaduan atau permohonan dari pihak-pihak

yang terlibat terkait sengketa tanah, baik secara tertulis maupun

secara langsung.

g. Data dan Penelitian

Melakukan pendataan dan penelitian tentang klaim atau

sengketa yang diajukan. Pemeriksaan dokumen tanah, pemeriksaan

lapangan, dan pengumpulan informasi yang relevan adalah bagian

dari ini.

h. Mediasi dan Penyelesaian

Berfungsi sebagai perantara antara pihak yang bersengketa

untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.

Tujuannya adalah untuk mencapai kesepakatan damai tanpa

melewati proses pengadilan.

i. Penilaian dan Rekomendasi

Setelah pemeriksaan dan mediasi selesai, Kasi Sengketa

Tanah dapat memberikan rekomendasi tentang metode

penyelesaian sengketa yang dianggap paling efektif.


70

j. Pengawasan Pelaksanaan Keputusan

Kasi Sengketa Tanah memiliki wewenang untuk mengawasi

pelaksanaan tindakan yang disepakati oleh pihak-pihak yang

bersengketa jika kesepakatan atau keputusan telah dicapai.

k. Konsultasi dan Pembelajaran

Memberikan konsultasi kepada masyarakat terkait masalah

tanah dan hak atas tanah serta memberikan pengetahuan untuk

mencegah sengketa tanah di masa depan.

B. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pertanahan Antar Orang

Perorangan Melalui Mediasi di Kantor Kementerian Agraria dan

Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN)

1. Klasifikasi Sengketa Pertanahan

Dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria dan Tata

Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor Nomor 11 Tahun

2016 jo. Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian

Kasus Pertanahan mengklasifikasikan kasus sengketa dan konflik

menjadi tiga (3) kategori antara lain:

a. Kasus berat adalah kasus yang melibatkan banyak pihak, memiliki

banyak aspek hukum yang kompleks, dan dapat menyebabkan

konflik sosial, ekonomi, politik, dan keamanan;

b. Kasus Sedang adalah kasus antar pihak yang dimensi hukum

dan/atau administrasinya cukup jelas dan penyelesaiannya tidak

menimbulkan masalah sosial, ekonomi, politik, atau keamanan.


71

c. Kasus Ringan adalah kasus pengaduan atau permohonan petunjuk

yang berkaitan dengan masalah administratif dan memerlukan surat

petunjuk penyelesaian yang diberikan kepada pengadu atau

pemohon.

2. Persiapan Kuasa Hukum Sebelum Melakukan Mediasi

Berdasarkan wawancara dengan bapak Ahmad Hadi Prayitno

selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia

(PCI), sebelum memasuki mediasi di Kantor Kementerian Agraria dan

Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN) atau lembaga

sejenisnya, kuasa hukum dapat melakukan persiapan yang meliputi

langkah-langkah berikut:69

a. Memahami kasus klien

Kuasa hukum akan mempelajari secara mendalam kasus

klien, termasuk informasi tentang sengketa tanah atau pertanahan

yang sedang dimediasi, kronologi peristiwa, dokumen-dokumen

yang terkait, dan bukti-bukti yang ada. Advokat dalam hal ini akan

membantu klien dalam menyampaikan semua informasi yang

relevan untuk memahami dengan baik posisi klien.

b. Menganalisis aspek hukum

Kuasa hukum akan menelaah aspek hukum yang terkait

dengan kasus klien, termasuk peraturan-peraturan dan hukum yang

berlaku di bidang pertanahan atau properti. Advokat akan

69
Hasil wawancara dengan Ahmad Hadi Prayitno, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect
Center Indonesia (PCI) di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia (PCI), pada
tanggal 5 Juli 2023.
72

mengevaluasi kekuatan dan kelemahan kasus klien berdasarkan

hukum yang berlaku dan mempersiapkan argumen yang kuat.

c. Mengidentifikasi tujuan klien

Kuasa hukum akan berdiskusi dengan klien untuk memahami

tujuan yang ingin dicapai dalam mediasi. Advokat akan membantu

klien dalam merumuskan tujuan yang realistis dan

mempertimbangkan berbagai opsi penyelesaian yang mungkin.

d. Mempersiapkan argumen

Berdasarkan pemahaman tentang kasus klien, kuasa hukum

akan mempersiapkan argumen yang kuat dan alasan-alasan

pendukung untuk membela posisi klien dalam mediasi. Advokat

yang bersangkutan akan mempersiapkan dokumen-dokumen yang

relevan, seperti pernyataan klaim atau tanggapan, dan

mengidentifikasi bukti-bukti yang mendukung kasus klien.

e. Menganalisis risiko dan konsekuensi

Kuasa hukum akan membantu klien memahami risiko-risiko

yang terkait dengan kasus yang dialami dan konsekuensi hukum

yang mungkin timbul dari berbagai hasil mediasi. Kuasa hukum

akan memberikan nasihat hukum mengenai tawaran atau

penyelesaian yang diajukan oleh pihak lain dan membantu klien

dalam mempertimbangkan implikasi hukum dari keputusan yang

diambil selama mediasi.


73

f. Mempraktikkan peran dalam mediasi

Kuasa hukum dapat melakukan simulasi mediasi dengan

klien untuk membantu klien dalam memahami proses mediasi,

mempersiapkan argumen, dan mengasah keterampilan komunikasi

dan negosiasi. Hal ini dapat membantu klien merasa lebih siap dan

percaya diri dalam menghadapi mediasi.

Penting bagi kuasa hukum untuk mempelajari kebijakan dan

prosedur mediasi yang berlaku di Kantor Kementerian Agraria dan

Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN) dan

memastikan bahwa para pihak memenuhi persyaratan yang ditetapkan

untuk partisipasi dalam mediasi tersebut. Perlu digaris bawahi bahwa

persiapan yang dilakukan oleh kuasa hukum dapat bervariasi

tergantung pada kebutuhan dan kompleksitas kasus yang sedang

dimediasi. Setiap kasus memiliki karakteristik unik, dan maka dari itu

kuasa hukum akan menyesuaikan setiap perkara.

3. Cara Kuasa Hukum Berinteraksi dalam Proses Mediasi

Berdasarkan wawancara dengan bapak Ahmad Hadi Prayitno

selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia

(PCI), dalam mediasi di Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang /

Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN) atau lembaga sejenisnya,

kuasa hukum dapat berinteraksi dengan mediator dan pihak lain yang
74

terlibat dalam mediasi dalam beberapa cara. Berikut adalah beberapa

contoh interaksi tersebut:70

a. Komunikasi dengan mediator

Kuasa hukum dapat berkomunikasi secara langsung dengan

mediator sebelum, selama, dan setelah sesi mediasi. Kuasa hukum

pada hal ini dapat berdiskusi mengenai peraturan mediasi, jadwal,

dan persiapan yang diperlukan. Kuasa hukum dapat memberikan

informasi tambahan tentang kasus klien kepada mediator,

menjelaskan posisi klien, atau memberikan klarifikasi atas masalah

hukum yang mungkin timbul.

b. Penjelasan posisi dan kepentingan klien

Kuasa hukum akan berkomunikasi dengan mediator dan

pihak lain yang terlibat dalam mediasi untuk menjelaskan posisi

klien Advokat dan kepentingan yang ingin dicapai. Advokat akan

mempresentasikan argumen dan fakta-fakta yang mendukung

posisi klien dengan tujuan mempengaruhi pandangan mediator dan

pihak lain dalam mencapai kesepakatan yang adil.

c. Memberikan informasi dan argument

Kuasa hukum akan menyampaikan informasi, argumen, dan

bukti-bukti yang relevan kepada mediator dan pihak lain yang

terlibat. Advokat akan menggunakan keterampilan komunikasi dan

negosiasi untuk menggambarkan secara persuasif alasan mengapa

70
Hasil wawancara dengan Ahmad Hadi Prayitno, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect
Center Indonesia (PCI) di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia (PCI), pada
tanggal 5 Juli 2023.
75

posisi klien layak diperhatikan dan didukung. Kuasa hukum juga

dapat merespon argumen yang diajukan oleh pihak lain dan

menjelaskan pada klien terhadap pernyataan atau tawaran yang

dibuat.

d. Mengoordinasikan komunikasi dengan klien

Kuasa hukum akan menjadi perantara antara klien dan

mediator serta pihak lain yang terlibat. Advokat akan membantu

mengoordinasikan komunikasi yang efektif, memastikan bahwa

pesan dan informasi yang disampaikan oleh klien diterima dengan

jelas dan akurat. Kuasa hukum akan membantu klien dalam

merespons pertanyaan atau permintaan informasi dari mediator

atau pihak lain dengan cara yang sesuai.

e. Menjaga kerjasama yang baik

Kuasa hukum berperan dalam menjaga hubungan yang baik

dan kerjasama dengan mediator dan pihak lain yang terlibat dalam

mediasi. Advokat akan berusaha untuk menjalin hubungan yang

profesional dan saling menghormati agar mediasi dapat berjalan

dengan lancar. Kuasa hukum juga akan menghindari konflik yang

tidak perlu dan berupaya untuk mencapai kesepakatan yang saling

menguntungkan dengan bantuan mediator.

Interaksi kuasa hukum dengan mediator dan pihak lain dalam

mediasi dapat bervariasi tergantung pada aturan dan praktik yang

berlaku di Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan


76

Pertanahan Nasional (ATR / BPN) atau lembaga yang bersangkutan.

Penting bagi kuasa hukum untuk memahami peraturan dan etika

mediasi yang berlaku serta menjalankan peran dengan integritas dan

profesionalisme.

4. Cara Kuasa Hukum dalam Membantu Klien dalam Proses Mediasi

Berdasarkan wawancara dengan bapak Ahmad Hadi Prayitno

selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia

(PCI), kuasa hukum dapat membantu klien dalam menjalani proses

negosiasi dan mencapai kesepakatan dalam mediasi di Kantor

Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

(ATR / BPN) dengan beberapa cara sebagai berikut:71

a. Penyusunan strategi negosiasi

Kuasa hukum akan bekerja sama dengan klien untuk

merumuskan strategi negosiasi yang efektif. Advokat akan

menganalisis kebutuhan dan kepentingan klien serta merancang

pendekatan yang sesuai. Kuasa hukum akan membantu klien untuk

mengidentifikasi tujuan yang realistis dan mempertimbangkan

opsi-opsi yang dapat menghasilkan solusi yang saling

menguntungkan.

b. Evaluasi risiko dan keuntungan

Kuasa hukum akan memberikan analisis mendalam mengenai

risiko dan keuntungan dari berbagai kemungkinan hasil negosiasi.

71
Hasil wawancara dengan Ahmad Hadi Prayitno, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect
Center Indonesia (PCI) di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia (PCI), pada
tanggal 5 Juli 2023.
77

Advokat akan membantu klien memahami implikasi hukum dari

setiap tawaran atau kesepakatan yang diajukan oleh pihak lain.

Kuasa hukum akan memberikan nasihat hukum kepada klien untuk

membantu dalam membuat keputusan yang terinformasi dan

mengelola risiko dengan baik.

c. Komunikasi yang efektif

Kuasa hukum akan menjadi perantara antara klien dan pihak

lain yang terlibat dalam mediasi. Advokat akan menyampaikan

pesan-pesan klien dengan jelas dan akurat serta merespons

komunikasi dari pihak lain dengan tepat. Kuasa hukum akan

menggunakan keterampilan komunikasi yang baik untuk

membangun hubungan yang produktif dan saling menghormati

dengan pihak lain.

d. Mempersiapkan argumen dan bukti

Kuasa hukum akan membantu klien dalam menyusun

argumen yang kuat dan mengumpulkan bukti-bukti yang

mendukung posisi pihak terkait. Advokat akan mempersiapkan

dokumen-dokumen yang relevan dan menjadikannya sebagai alat

negosiasi yang efektif. Kuasa hukum akan menggunakan bukti-

bukti tersebut untuk mempengaruhi klien dengan pihak lain dan

membantu mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi klien.


78

e. Membantu klien dalam membuat keputusan

Kuasa hukum akan memberikan penasehatan hukum kepada

klien selama proses negosiasi. Advokat akan membantu klien

memahami konsekuensi hukum dari setiap pilihan yang tersedia.

Kuasa hukum akan membantu klien dalam mempertimbangkan

alternatif, mengevaluasi penawaran yang diajukan, dan membuat

keputusan yang tepat berdasarkan informasi yang ada.

f. Menyusun kesepakatan yang sah

Apabila kesepakatan tercapai, kuasa hukum akan membantu

klien dalam menyusun dokumen kesepakatan yang sah secara

hukum. Advokat akan memastikan bahwa kesepakatan tersebut

mencerminkan tujuan dan kepentingan klien serta melindungi hak-

hak pihak yang bersangkutan. Kuasa hukum akan membantu klien

dalam memahami isi kesepakatan dan implikasinya.

Peran kuasa hukum dalam membantu klien menjalani proses

negosiasi dan mencapai kesepakatan dalam mediasi di BPN sangat

penting. Advokat membawa pengetahuan hukum, pengalaman, dan

keterampilan komunikasi yang dapat membantu klien meraih hasil

yang diinginkan.

5. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Mediasi

a. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Mediasi

Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan


79

Dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016 jo. Nomor 21

Tahun 2020 Tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus

Pertanahan penanganan sengketa dan konflik di Kementerian

Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN)

dilakukan melalui beberapa tahapan yang dilakukan secara

berurutan antara lain :

1) Pengkajian kasus

Pengkajian kasus ini dilakukan untuk memudahkan

dalam memahami kasus yang sedang ditangani. Hasil dari

pengkajian kasus ini menjadi dasar untuk melaksanakan gelar

kasus awal. Pengkajian kasus dituangkan dalam bentuk telaah

staf yang terdiri dari :

a) judul;

b) pokok permasalahan dengan menguraikan subjek

sengketa, tuntutan pihak pengadu, letak, luas dan status

objek kasus;

c) riwayat kasus;

d) data atau dokumen yang tersedia;

e) klasifikasi kasus; dan

f) hal lain yang dianggap penting


80

2) Gelar awal

Gelar awal dilakukan dengan beberapa tujuan antara

lain sebagai berikut:

a) menentukan instansi, lembaga, atau pihak yang memiliki

kewenangan atau kepentingan dalam kasus yang sedang

ditangani;

b) merumuskan strategi penanganan;

c) menetapkan syarat-syarat peraturan yang dapat

diterapkan;

d) mengidentifikasi data yuridis, fisik, lapangan, dan bahan

yang diperlukan lainnya;

e) membuat rancangan penelitian; dan

f) menetapkan tujuan dan batas waktu penyelesaian

Gelar awal dipimpin oleh Direktur, Kepala Bidang V,

atau Kepala Seksi V, tergantung pada tugas dan fungsi.

Sedangkan hasil dari gelar awal ini digunakan sebagai dasar

beberapa hal sebagai berikut:

a) mengirimkan surat kepada instansi lain untuk

menyelesaikan kasus jika kasus tersebut berada di bawah

kewenangan instansi lain;

b) mengirimkan surat kepada Kepala Kantor Wilayah

dan/atau Kepala Kantor Pertanahan mengenai

pelaksanaan Penanganan dan Penyelesaian Kasus;


81

c) membuat tanggapan atau tanggapan kepada pelapor; atau

d) membuat laporan penelitian sebagai dasar untuk

melakukan penelitian.

d. Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh petugas penelitian sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

disertai surat tugas dan surat pengantar. Hasil penelitian

ditulis dalam berita acara penelitian yang ditandatangani oleh

petugas dan disetujui oleh Kepala Kantor Wilayah, Kepala

Kantor Pertanahan, atau pejabat yang mewakili. Hasil

penelitian menguraikan jenis masalah, akarnya, pokoknya,

riwayat kasus, gambaran kondisi lapangan, posisi atau status

hukum masing-masing pihak dalam penelitian hukum atau

peraturan perundang-undangan, dan masalah hambatan. Hasil

penelitian juga mencakup saran untuk penyelesaian masalah

tambahan.

3) Ekspos hasil Penelitian

Ekspos hasil penelitian ini untuk memberikan informasi

dan bahan yang menjelaskan status hukum Produk Hukum

dan posisi hukum masing-masing pihak. Gelar akhir dibuat

setelah hasil penelitian disampaikan dan cukup data untuk

membuat keputusan.
82

4) Rapat Koordinasi

Proses penyelesaian kasus, rapat koordinasi dilakukan

untuk mendapatkan masukan dari ahli atau organisasi atau

lembaga terkait. Dalam beberapa kasus, rapat koordinasi

menghasilkan kesimpulan, yang kemudian ditindaklanjuti

dengan hasil akhir.

5) Gelar akhir

Gelar akhir di Kantor Pertanahan dilakukan di hadapan

Kepala Kantor Pertanahan untuk menghasilkan keputusan

tentang penyelesaian kasus dan surat usulan tentang

penyelesaian kasus. Hasil gelar akhir ini dituangkan pada

Berita Acara Gelar Akhir yang berisi kesimpulan dan

rekomendasi.

6) Penyelesaian Kasus

Tahap penyelesaian kasus ini dilakukan beberapa upaya

dengan tujuan untuk mencari jalan keluar atas konflik yang

dialami para pihak. Pada proses ini dibantu dengan mediator

sebagai fasilitator.

Agar lebih jelas tentang mekanisme penyelesaian sengketa

pertanahan melalui mediasi di Kantor Kementerian Agraria dan

Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN) sesuai

dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016 jo. Nomor 21 Tahun


83

2020 Tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan,

penulis sajikan dalam skema di bawah ini :

Gambar 3.2. Skema Mekanisme Mediasi di Kantor ATR / BPN

Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang /

Kepala Badan Pertanahan Nasional

Sumber : Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 2020 Tentang

Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan

e. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pertanahan

Melalui Mediasi Berdasarkan Hasil Wawancara

Berdasarkan wawancara dengan bapak Ahmad Hadi Prayitno

selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect Center

Indonesia (PCI), proses mediasi terdiri dari beberapa tahap antara

lain sebagai berikut72:

72
Hasil wawancara dengan Ahmad Hadi Prayitno, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect
Center Indonesia (PCI) di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia (PCI), pada
tanggal 5 Juli 2023.
84

1) Membuat surat kuasa

Sebelum dilakukan pendampingan hukum, kuasa

hukum harus memiliki surat kuasa khusus yang menunjukkan

bahwa klien telah sepakat menyerahkan kuasanya terhadap

advokat yang bersangkutan untuk melakukan pendampingan

hukum.

2) Memeriksa pengaduan klien

Pada tahap ini, kuasa hukum harus mengumpulkan

keterangan mengenai kronologi permasalahan pada klien. Hal

ini bertujuan agar kuasa hukum dapat mengetahui apa yang

harus dilakukan dalam melakukan pendampingan hukum

terhadap klien yang bersangkutan.

3) Membuat surat pengaduan

Setelah mendapatkan keterangan dari klien, kuasa

hukum bertugas untuk membuat surat pengaduan yang

nantinya akan dikirimkan ke Kantor Badan Pertanahan

Nasional yang berwenang. Surat pengaduan ini sesuai dengan

keterangan yang telah klien jelaskan.

4) Tanda terima

Setelah dilakukan pengaduan dengan mengirimkan

surat pengaduan, pihak Badan Pertanahan Nasional akan

memberikan surat tanda terima sebagai bukti bahwa


85

pengaduan telah disampaikan kepada Badan Pertanahan

Nasional.

5) Panggilan

Panggilan ini dilakukan paling lambat dua (2) minggu

dari pengaduan, apabila dalam kurun waktu dua minggu

belum mendapat panggilan, maka dilakukan pengaduan ulang

dalam jangka waktu tiga bulan.

6) Proses mediasi

Tahap mediasi, pada mediasi sendiri pada awalnya

yaitu permintaan keterangan dari masing-masing pihak secara

terpisah oleh mediator. Apabila kedua belah pihak telah

memberikan keterangan, kemudian dipertemukan untuk

mendapatkan solusi bersama.

Selanjutnya mekanisme penyelesaian sengketa pertanahan

melalui mediasi di Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang /

Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN) sesuai dengan hasil

wawancara bapak Ahmad Hadi Prayitno selaku Direktur Lembaga

Bantuan Hukum Protect Center Indonesia (PCI), penulis sajikan

dalam skema di bawah ini :


86

Gambar 3.2. Skema Mekanisme Mediasi di Kantor ATR / BPN

Berdasarkan Hasil Wawancara

(Sumber : hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Hadi

Prayitno selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect Center

Indonesia)

b. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Mediasi

Berdasarkan Hasil Wawancara

Dalam mekanisme penyelesaian sengketa melalui mediasi

ATR/BPN, berikut adalah langkah-langkah umum:

1) Permohonan Mediasi

Pihak yang terlibat dalam sengketa pertanahan dapat

mengajukan permohonan mediasi kepada ATR atau BPN.


87

Permohonan ini biasanya berisi informasi tentang pihak-pihak

yang terlibat, deskripsi singkat sengketa, dan alasan mereka

ingin mencoba penyelesaian melalui mediasi.

2) Pendahuluan dan Persiapan

ATR/BPN akan melakukan tahap pendahuluan setelah

permohonan diterima untuk memahami sengketa dan

menyiapkan proses mediasi. ATR/BPN akan meminta informasi

dari pihak-pihak yang terlibat lainnya.

3) Pilihan Mediator

ATR/BPN akan membantu pihak yang terlibat memilih

mediator yang netral dan berpengalaman dalam penyelesaian

sengketa. Mediator berfungsi sebagai pihak ketiga dan

membantu dalam komunikasi dan negosiasi.

4) Sesi Mediasi

Pertemuan mediasi akan diadakan di tempat yang netral

dan nyaman. Mediator akan membantu pihak-pihak yang

bersengketa berbicara satu sama lain. Tujuannya adalah untuk

mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi semua pihak

yang terlibat.

5) Negosiasi dan Kesepakatan

Selama sesi mediasi, pihak-pihak akan berbicara tentang

masalah yang menjadi sengketa, menyampaikan pendapat

mereka, dan mencari solusi. Mediator akan membantu


88

mengarahkan percakapan ke arah yang produktif dan membantu

proses negosiasi. Semua pihak dapat mencapai kesepakatan

mengenai penyelesaian sengketa jika mereka mencapai

konsensus.

6) Membuat Kesepakatan

Setelah pihak-pihak mencapai kesepakatan, perjanjian

tertulis akan dibuat yang mencakup detail solusi yang

disepakati. Perjanjian ini memiliki kekuatan hukum dan dapat

digunakan untuk menyelesaikan sengketa.

7) Pelaksanaan Kesepakatan

Pihak-pihak harus melaksanakan janji sesuai dengan isi

perjanjian setelah perjanjian dicapai. Ini dapat mencakup

tindakan tertentu, seperti pengalihan hak atas tanah, pembayaran

ganti rugi, atau tindakan lain yang disepakati.

6. Contoh Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Mediasi

Salah satu contoh sengketa pertanahan yang ditangani oleh

Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia (PCI) yaitu

sengketa terhadap dugaan penyerobotan tanah pada SHM No. 00480

seluas 302 m2, yang terletak di Jl. Raya Tanjung Pasir No. 54 RT 02

RT 04, Desa Tegal Angus, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten

Tangerang, Banten.

Kronologi singkatnya yaitu pada tahun 2019 Klien/Pengadu

berniat ingin membeli tanah yang terletak di Jl. Raya Tanjung Pasir
89

No. 54 RT 02 RW 04, Desa Tegal Angus, Kecamatan Teluk Naga,

Kabupaten Tangerang, Banten kepada Teradu II dengan luas 302 m2

dan kesepakatan harga Rp. 550.000.000,-. Namun kemudian pada

pertengahan tahun 2020 Teradu II menunjukan kepada Klien/Pengadu

lokasi, bangunan serta fotocopy SHM No. 00480 yang merupakan

legalitas dari tanah yang akan dibeli dan menjelaskan secara gamblang

luas tanah tersebut yaitu 302 m2 serta dijelaskan batas-batasnya;

Tanggal 09 Oktober 2020 Klien/Pengadu membeli tanah melalui

Teradu II seluas 302 m2 di Jalan Raya Tanjung Pasir No. 54, RT 002

RW 004, Kelurahan Tegal Angus, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten

Tangerang, Banten dengan kesepakatan harga senilai Rp.

550.000.000,-. Setelah pelunasan tersebut selanjutnya dilaksanakan

Akta Jual Beli Nomor 120/2021 dihadapan Pejabat Pembuatan Akta

Tanah (PPAT) Karman, S.H., M.Kn. terhadap objek jual beli yang

berada di Jalan Raya Tanjung Pasir No. 54, RT 002 RW 004, Desa

Tegal Angus, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tagerang Banten

tertanggal 01 Maret 2021.

Permasalahan muncul disebabkan oleh adanya perbedaan luas

lahan yang tercantum di SHM berbeda dengan luas tanah sebenarnya.

Luas tanah yang tercantum di SHM 00480 yaitu 302 m2 sedangkan

luas tanah pada fakta di lapangan adalah seluas ± 200 m2. Dan

diketahui telah berdiri bangunan berupa Toko Bangun Jaya disebelah

Utara obyek tanah yang merupakan hak milik dari Teradu I, diduga
90

didirikan bangunan tersebut sebelum terjadinya jual beli antara

Klien/Pengadu dan Teradu II.

Dikarenakan hal tersebut Pengadu mengalami kerugian tanah

yang telah dibelinya. Sehingga Pengadu menduga telah terjadi

penyerobotan tanah atas obyek pada SHM No. 00480 yang terletak di

Desa Tegal Angus, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tagerang.

Apabila benar telah adanya dugaan penyerobotan tanak maka Pengadu

dirugikan atas perbuatan para Teradu dalam perkara ini dengan

pembelian tanah senilai Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta

rupiah) dengan luas 302 m2 namun pada faktanya hanyalah seluas ±

200 m2.

Sebagaimana diketahui, luas tanah merupakan hal yang

menentukan atas harga Jual dalam suatu obyek jual beli. Sehingga

apabila terdapat perbedaan luas tanah yang sebenarya di lapangan

dengan luas tanah di Sertilkat Hak Milik, maka Pengadu merasa

dirugikan dengan harga jual beli yang telah dilakukan antara Pengadu

dan Teradu Il. Pada sengketa ini setelah melalui proses mediasi yaitu

dihitung 60 hari dari Pengaduan ke BPN, para pihak dipaggil untuk

Klarifikasi, dilanjutkan 60 hari lagi Mediasi I, karena dalam mediasi II

belum ada kesepakatan berlanjut sampai Mediasi III. Namun pada

sengketa pertanahan ini tidak dapat terselesaikan di tahap mediasi,

sehingga dilanjutkan ke persidangan. Karena mediasi tidak berhasil

dari BPN kemudian mengeluarkan produk yang disebut Surat Hasil


91

Mediasi dan Rekomendasi untuk tahap selanjutnya. Surat ini dapat

digunakan untuk Laporan Kepolisian jika ada tindak pidannya, bisa

untuk bahan diajukan gugatan Perdata.

C. Kendala dan Solusi Kuasa Hukum dalam Penyelesaian Sengketa

Pertanahan Melalui Mediasi di Kementerian Agraria dan Tata Ruang

/ Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN)

1. Kendala dan Solusi Kuasa Hukum dalam Penyelesaian Sengketa

Pertanahan Melalui Mediasi

Berdasarkan wawancara dengan bapak Ahmad Hadi Prayitno

selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia

(PCI), dalam mediasi di Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan

Pertanahan Nasional (ATR / BPN) atau lembaga sejenisnya, kuasa

hukum dapat menghadapi beberapa kendala atau tantangan yang dapat

mempengaruhi jalannya proses mediasi. Beberapa kendala tersebut

termasuk:73

a. Ketidakseimbangan kekuatan

Dalam beberapa kasus, salah satu pihak mungkin memiliki

kekuatan atau sumber daya yang lebih besar daripada pihak lain.

Hal ini dapat menciptakan ketidakseimbangan dalam negosiasi

dan memberikan keuntungan yang tidak proporsional pada pihak

yang lebih kuat. Kuasa hukum harus mengatasi kendala ini

dengan menggunakan strategi negosiasi yang cerdas,

73
Hasil wawancara dengan Ahmad Hadi Prayitno, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect
Center Indonesia (PCI) di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia (PCI), pada
tanggal 5 Juli 2023.
92

mempersiapkan argumen yang kuat, dan mencari cara untuk

menyeimbangkan kekuatan dalam mediasi.

b. Ketidakpastian hukum

Ada situasi di mana hukum atau regulasi yang berlaku

dalam pertanahan dapat menjadi tidak jelas atau ambigu. Hal ini

dapat menyulitkan kuasa hukum dalam memberikan nasihat

hukum yang pasti kepada klien. Untuk mengatasi tantangan ini,

kuasa hukum harus melakukan penelitian hukum yang teliti,

berkonsultasi dengan ahli hukum yang kompeten, dan

menggunakan pendekatan yang berbasis pada prinsip-prinsip

hukum yang umum diterima.

c. Ketegangan antara pihak-pihak yang terlibat

Dalam mediasi, pihak-pihak yang terlibat mungkin

memiliki perbedaan pendapat, ketegangan, atau konflik yang

kompleks. Kuasa hukum harus dapat mengelola ketegangan ini

dan menciptakan lingkungan mediasi yang kooperatif. Advokat

dapat melakukan ini dengan menggunakan keterampilan

komunikasi yang efektif, menjaga suasana yang kondusif untuk

dialog, dan mengarahkan diskusi menuju pemecahan masalah

yang konstruktif.

d. Negosiasi yang sulit

Tidak semua mediasi berjalan mulus, dan negosiasi dapat

menjadi sulit ketika pihak-pihak terlibat memiliki perspektif yang


93

kuat dan sulit untuk mencapai kesepakatan yang saling

menguntungkan. Kuasa hukum harus memiliki keterampilan

negosiasi yang kuat untuk mengatasi tantangan ini. Advokat dapat

mencoba pendekatan alternatif, seperti mencari opsi kreatif,

mengajukan pertanyaan yang membantu menggali minat masing-

masing pihak, atau mempertimbangkan penyelesaian sengketa

melalui opsi lain, seperti arbitrase.

Seperti pada penangan sengketa terakhir di kantor Protec Center

Indonesia, tentang penggantian lahan 20 Hektar yang belum diganti

oleh Pemprov Jawa Tengah kepada PT Perkebunan Panggoonng yang

dalam hal ini diwakili oleh Rubijianto selaku Direktur Umum. Pada

penanganan sengketa tersebut terdapat beberapa kendala. Untuk

mengatasi kendala-kendala ini, kuasa hukum dapat menggunakan

pendekatan yang proaktif, menjalin komunikasi yang baik dengan pihak

lain, mempersiapkan diri dengan baik sebelum mediasi, dan

berkolaborasi dengan klien untuk mengembangkan strategi yang efektif.

Para pihak juga dapat mencari bantuan dari mediator yang kompeten

atau ahli lain yang dapat memberikan wawasan dan penilaian objektif

dalam proses mediasi. Dengan pemahaman yang baik tentang kendala

yang mungkin muncul, kuasa hukum dapat mempersiapkan diri secara

optimal untuk menghadapinya dan mencapai hasil yang terbaik bagi

klien.
94

Agar lebih jelas tentang kendala kuasa hukum dan solusi dalam

penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi di Kantor

Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

(ATR / BPN), penulis sajikan dalam tabel di bawah ini :

No. Kendala-kendala Solusi Permasalahan

Ketidakseimbangan Menggunakan strategi negosiasi yang


1.
kekuatan cerdas, mempersiapkan argumen yang

kuat, dan mencari cara untuk

menyeimbangkan kekuatan dalam

mediasi.

Ketidakpastian Melakukan penelitian hukum dengan


2.
hukum teliti, berkonsultasi dengan ahli hukum

yang kompeten, dan menggunakan

pendekatan yang berbasis pada prinsip-

prinsip hukum yang umum diterima.

Ketegangan antara Dapat menggunakan keterampilan


3.
pihak-pihak yang komunikasi yang efektif, menjaga

terlibat suasana yang kondusif untuk dialog,

dan mengarahkan diskusi menuju

pemecahan masalah yang konstruktif.

Negosiasi yang sulit Melakukan pendekatan alternatif,


4.
seperti mencari opsi kreatif,
95

mengajukan pertanyaan yang

membantu menggali minat masing-

masing pihak, atau mempertimbangkan

penyelesaian sengketa melalui opsi

lain, seperti arbitrase.

2. Langkah Kuasa Hukum dalam Mengevaluasi Keberhasilan Proses

Mediasi

Berdasarkan wawancara dengan bapak Ahmad Hadi Prayitno

selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia

(PCI), kuasa hukum memiliki peran penting dalam mengevaluasi

keberhasilan mediasi dan memastikan bahwa keputusan yang diambil

sesuai dengan kepentingan klien. Berikut adalah beberapa langkah

yang dapat diambil:74

a. Menilai kesesuaian dengan tujuan klien

Kuasa hukum akan mengevaluasi kesepakatan yang dicapai

dalam mediasi dan memastikan bahwa keputusan tersebut sesuai

dengan tujuan dan kepentingan klien. Advokat akan

mempertimbangkan apakah kesepakatan tersebut memenuhi

kebutuhan klien, melindungi hak-hak pihak terkait, dan mencapai

hasil yang diinginkan.

b. Memeriksa keabsahan hukum


74
Hasil wawancara dengan Ahmad Hadi Prayitno, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Protect
Center Indonesia (PCI) di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Protect Center Indonesia (PCI), pada
tanggal 5 Juli 2023.
96

Kuasa hukum akan memeriksa keabsahan hukum dari

keputusan yang diambil dalam mediasi. Advokat akan memastikan

bahwa kesepakatan tersebut sesuai dengan aturan dan regulasi yang

berlaku di BPN atau lembaga sejenisnya. Jika diperlukan, kuasa

hukum dapat berkonsultasi dengan ahli hukum untuk memastikan

keabsahan hukum dari keputusan tersebut.

c. Mengevaluasi konsekuensi jangka Panjang

Kuasa hukum akan mempertimbangkan konsekuensi jangka

panjang dari keputusan yang diambil dalam mediasi. Advokat akan

menganalisis dampak keputusan tersebut terhadap hak-hak,

keuangan, reputasi, atau kepentingan jangka panjang klien. Jika

ada risiko atau keraguan, kuasa hukum akan memberikan nasihat

kepada klien mengenai implikasi jangka panjang dari keputusan

tersebut.

d. Membandingkan dengan alternatif

Kuasa hukum akan membandingkan keputusan yang dicapai

dalam mediasi dengan alternatif yang mungkin ada. Advokat akan

mempertimbangkan apakah keputusan tersebut lebih

menguntungkan dibandingkan dengan proses peradilan atau opsi

lain yang tersedia. Dalam hal ini, kuasa hukum akan

menginformasikan klien mengenai keuntungan dan kerugian dari

masing-masing alternatif.
97

e. Komunikasi dengan klien

Kuasa hukum akan berkomunikasi secara terbuka dengan

klien dan menjelaskan evaluasi mengenai keberhasilan mediasi dan

keputusan yang diambil. Advokat akan mendiskusikan implikasi

dari keputusan tersebut, memberikan nasihat hukum yang objektif,

dan memberikan rekomendasi yang sesuai dengan kepentingan

klien.

Dalam melakukan evaluasi tersebut, kuasa hukum akan

memastikan bahwa klien dilibatkan secara aktif dalam proses

pengambilan keputusan. Advokat akan mendengarkan kekhawatiran

dan keinginan klien serta bekerja sama untuk mencapai kesepakatan

yang paling menguntungkan bagi klien.


98

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan antara

lain sebagai berikut:

1. Peran kuasa hukum dalam proses mediasi di Kantor Kementerian

Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN),

sangatlah penting. Walaupun keberadaan kuasa hukum tidak selalu

menjadi keharusan, namun memiliki pendampingan hukum dapat

memberikan keuntungan signifikan dalam melindungi kepentingan

klien dan memastikan bahwa proses mediasi berjalan dengan baik.

Peran dari kuasa hukum pada proses mediasi yaitu untuk memberikan

penasehatan hukum, mewakili kepentingan klien, memfasilitasi

komunikasi, menganalisis dan mengevaluasi risiko, dan

mendokumentasikan kesepakatan.

2. Mekanisme penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi di

Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan

Nasional (ATR / BPN) dijelaskan pada Peraturan Menteri Agraria dan

Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 11 Tahun 2016 jo. Nomor 21 Tahun 2020. Tahapan yang

dilakukan dalam penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi

yaitu mulai dari pengkajian kasus, gelar awal, penelitian, ekspos hasil

98
99

penelitian, rapat koordinasi, gelar akhir, dan sampailah pada penyelesaian

kasus yang bersangkutan.

3. Kendala yang dihadapi oleh kuasa hukum dalam proses mediasi di

Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan

Nasional (ATR / BPN) yaitu ketidakseimbangan kekuatan,

ketidakpastian hukum, ketegangan antara pihak-pihak yang terlibat,

dan juga negosiasi yang sulit. Untuk mengatasi kendala-kendala ini,

kuasa hukum dapat menggunakan pendekatan yang proaktif, menjalin

komunikasi yang baik dengan pihak lain, mempersiapkan diri dengan

baik sebelum mediasi, dan berkolaborasi dengan klien untuk

mengembangkan strategi yang efektif. Dengan pemahaman yang baik

tentang kendala yang mungkin muncul, kuasa hukum dapat

mempersiapkan diri secara optimal untuk menghadapinya dan

mencapai hasil yang terbaik bagi klien.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti dapat memberikan

saran sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah, terutama untuk Kementerian Agraria dan Tata Ruang

/ Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN) sebaiknya lebih

meningkatkan lagi pelayanan dan kinerja BPN dalam mengurusi

pertanahan khususnya masalah sengketa pertanahan. Selain itu, BPN

juga diharapkan untuk lebih memperhatikan dan mempertimbangkan


100

upaya mediasi dan solusi yang ditawarkan untuk mempercepat

penyelesaian sengketa tanah melalui mediasi ini.

2. Bagi kuasa hukum yang telah diberi wewenang mendampingi serta

membantu klien dalam proses penyelesaian sengketa pertanahan

sebelum melakukan mediasi sebaiknya lebih teliti dalam

mempersiapkan argumen dengan melakukan penelitian hukum terlebih

dahulu. Dan ketika proses mediasi berlangsung lebih mengusahakan

komunikasi yang baik dengan pihak lain yang bersangkutan adan

menjaga suasana agar tetap kondusif dalam bermediasi.

3. Bagi masyarakat terutama para pihak yang bersengketa, meskipun

kehadiran kuasa hukum tidak diwajibkan dalam proses mediasi, namun

sebaiknya diusahakan untuk menghadirkan pendampingan hukum.

Karena pendamping hukum selama proses mediasi bagi pihak yang

terlibat dapat memberikan keuntungan signifikan dalam melindungi

kepentingan pihak yang bersangkutan dan memastikan bahwa proses

mediasi berjalan dengan baik. Kuasa hukum dapat menjadi pembela

kepentingan selama mediasi, dapat membantu dalam membuat

keputusan yang tepat berdasarkan pengetahuan hukum yang dimiliki,

dapat membantu dalam menjembatani komunikasi dengan pihak lain

yang terlibat dalam mediasi, serta dapat memberikan informasi yang

berharga dan pemahaman tentang hak-hak, kewajiban, dan risiko

hukum yang terkait dengan kasus yang sedang dialami.


101

DAFTAR PUSTAKA

A. Al-Quran
Qs. Hujurat : 9-10
B. Buku

Andi Hamzah, 1991, Hukum Pertanahan di Indonesia, Rineka Cipta,


Jakarta

Bambang Sutiyoso, 2008, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian


Sengketa, Gama Media, Yogyakarta.

Boedi Harsono, 1997, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukkan


Undang-Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya.
Universitas Trisakti, Jakarta.

Cholid Narbuko dan Abu A, 2003, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara,


Jakarta.

Edi As’adi, 2012, Hukum Acara Perdata dalam Perspektif Mediasi (ADR)
di Indonesia, Gaha Ilmu, Yogyakarta.

Fatahillah A. Syukur, 2012, Mediasi Yudisial Di Indonesia, Mandar Maju,


Bandung.

Frans Hendra Winarta, 2011, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase


Nasional dan Internasional, Sinar Grafika, Jakarta.

Gary Goodpaster, 1993, Negosiasi dan Mediasi:Sebuah Pedoman


Negosiasi dan Penyelesaian Sengketa Melalui Negosiasi, ELIPS
Project, Jakarta.

Khotibul Umam, 2010, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan,


Pustaka Yustisia,Yogyakarta.

M. Yahya Harahap, 2008, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta.

Maria S.W. Sumardjono, 2008, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi


Sosial dan Budaya. Penerbit Buku Kompas, Jakarta.

______, dkk, 2008, Mediasi Sengketa Tanah, Penerbit Buku Kompas,


Jakarta.

Nurnaningsih Amriani, 2012, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa


Perdata di Pengadilan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
102

Oemar Hamalik. (2007). Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan. Jakarta:


Bumi Aksara

Peter Mahmud Marzuki,2011, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta.

R.M. Gatot P. Soemartono, 2006, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia,


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Rachmadi Usman, 2003, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar


Pengadilan, Mandar Maju, Bandung.

______, 2012, Mediasi Di Pengadilan Dalam Teori Dan Praktik, Sinar


Grafika, Jakarta.

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit


Universitas Press, Jakarta.

Susanti Adi Nugroho, 2009, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian


Sengketa, Edisi Pertama, Cetakan ke-1 Telaga Ilmu Indonesia,
Jakarta, hal 62.

Syahrizal Abbas, 2009, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum


Adat, dan Hukum Nasional, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta.

Umar Ma’ruf, 2014, Hak Menguasai Negara Atas Tanah & Asas-asas
Hukum Pertanahan, UNISSULA PRESS, Semarang.

Urip Santoso, 2012, Hukum Agraria: kajian komprehensif, Prenada Media,


Jakarta.
C. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
103

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3


Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan
Kasus Pertanahan.
Peraturan Presiden Nomor 20 tahun 2015 tentang Badan Pertanahan
Nasional.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 11 Tahun 2016 jo. Nomor 21 Tahun 2020 tentang
Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan;
Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2020 tentang Badan Pertanahan
Nasional.
Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak
Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.

D. Jurnal dan Karya Ilmiah

Amienullah, 2017, “Penyelesaian Sengketa Tanah Oleh Kantor Badan


Pertanahan Nasional (Studi, Kantor Badan Pertanahan Nasional
Kota Semarang)”. Undergraduate thesis Fakultas Hukum
UNISSULA. Semarang

Duana Karomi, 2015, Implementasi Mediasi dalam Penanganan dan


Penyelesaian Kasus Pertanahan (Studi Di Kantor Pertanahan
Yogyakarta), Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta.

Fahrian Naufal, 2021, “Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui


Mediasi Di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Pati
(Studi Kasus Sengketa Tanah di Desa Sumbersari Kecamatan
Kayen Kabupaten Pati)”, Skripsi Fakultas Hukum Universitas
Islam Sultan Agung, Semarang.

Fingli Wowor, 2014, Fungsi Badan Pertanahan Nasional Terhadap


Penyelesaian Sengketa Tanah. Lex Privatum, Vol. II, No. 2

Jecika Anatasya Siwi, 2020, Peran Lembaga Bantuan Hukum Ditinjau


Dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011
Tentang Bantuan Hukum. Lex Et Societatis, Vol. 8, No. 4

Julius Sembiring, 2011, Tanah dalam perspektif filsafat ilmu hukum.


[DUMMY] Jurnal Mimbar Hukum Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada, Vol. 23, No. 2
104

Koentarto, 2016, “Peranan Kementerian Agraria Dan Tata Ruang Badan


Pertanahan Nasional Dalam Menanggulangi Sengketa Penanganan
Kasus Pertanahan Di Kabupaten Banyumas”. Thesis Fakultas
Hukum UNISSULA. Semarang.

Kristi Mutiara Sambe, et al., 2023, Tinjauan Yuridis Proses Mediasi di


Pengadilan Negeri, Lex Privatum, Vol. 11, No. 4

Lainul Arifah, 2018, “Kedudukan Hukum Terhadap Penggunaan Kuasa


Mutlak Dalam Pemindahan Hak Atas Tanah Dikantor Notaris/Ppat
Paulus Manaek Simbolon”, Doctoral dissertation Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Riau

M. Faqieh Amrullah, 2016, Mekanisme Penanganan Sengketa Tanah


Melalui Gelar Mediasi yang Diselenggarakan oleh Kantor Badan
Pertanahan Nasional Wilayah Jawa Tengah. Masters thesis,
Fakultas Hukum UNISSULA, Semarang.

Marsella, 2015. Perspektif Penanganan Sengketa Pertanahan Di Badan


Pertanahan Nasional. Jurnal Hukum Universitas Medan, Vol. 2,
No.2

Mohammad Kamaluddin, 2022, Tinjauan Yuridis Tugas Mediator Pasal 14


Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016: Tentang
Prosedur Mediasi Di Pengadilan Dalam Penyelesaian Sengketa
Perceraian, Actual, Vol. 12, No. 1

Muhamad Rasyad, 2019, Pembuatan Akta Perdamaian Dalam


Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat Melalui Notaris di Kabupaten
Agam. Soumatera Law Review, Vol. 2, No. 1

Muhammad Mamduh Muzakki, 2017, “Peranan Kantor Pertanahan Kota


Semarang dalam Menyelesaikan Sengketa Tanah dengan Mediasi”.
Thesis Fakultas Hukum UNISSULA, Semarang.

Muhammad Reza Fahlevi, 2023, Penyelesaian Sengketa Pertanahan


Melalui Jalur Mediasi (Studi Pada Kantor Pertanahan Kabupaten
Aceh Besar), Doctoral dissertation, UIN Ar-Raniry Banda Aceh,
Banda Aceh.

Mustika Prabaningrum Kusumawati, 2016, Peranan dan Kedudukan


Lembaga Bantuan Hukum sebagai Access to Justice bagi Orang
Miskin. Arena Hukum, Vol. 9, No. 2.

Ninik Hartariningsih, 2020, Peranan Badan Pertanahan Nasional/Agraria


dan Tata Ruang Dalam Penyelesaian Sertifikat Ganda Di
105

Kabupaten Banyumas, Cakrawala Hukum: Majalah Ilmiah


Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma, Vol. 22. No. 1

Rosita, 2017, Alternatif Dalam Penyelesaian Sengketa (Litigasi dan Non


Litigasi). Al-Bayyinah Journal of Islamic Law-ISSN, Vol. 6, No. 2

Sari Wahyuni Amanda, 2019, “Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui


Jalur Non Litigasi Di Badan Pertanahan Nasional Kota Jakarta
Selatan”. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Pembangunan
Nasional Veteran Jakarta, Jakarta.

Sariana Asri dan Sabri Samin, 2020, Penyelesaian Sengketa Hak atas
Tanah di Kecamatan Kajang. Siyasatuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Siyasah Syar'iyyah, Vol. 1, No.3
E. Internet

Arasy Pradana A. Azis, “Tugas dan Pelaksanaan LBH serta Bedanya


dengan Advokat”, https://www.hukumonline.com/klinik/a/lbh-dan-
advokat-lt5dd288eab690c/
Bernadetha Aurelia Oktavira, “Begini Tahapan Penanganan Sengketa dan
Konflik Pertanahan”, https://www.hukumonline.com/klinik/a/
begini-tahapan-penanganan-sengketa-dan-konflik-pertanahan-
lt600684253965f
Cicik Novita, “Apa Itu BPN: Dasar Hukum, Fungsi, Tugas Badan
Pertanahan Nasional”, https://tirto.id/apa-itu-bpn-dasar-hukum-
fungsi-tugas-badan-pertanahan-nasional-gwDx
Muchlisin Riadi, Definisi, “Jenis dan Klasifikasi Tanah”,
https://www.kajianpustaka.com/2021/04/definisi-jenis-dan-
klasifikasi-tanah.html
Muhammad Dzakaria, “Apa Perbedaan Konsultan Hukum, Advokat dan
Kuasa Hukum?”, https://www.senangberbagi.id/apa-perbedaan-
konsultan-hukum-advokat-dan-kuasa-hukum/
Rahmad Hidayat, “Perbedaan Advokat, Pengacara, Konsultan, Penasehat
dan Kuasa Hukum, Apa Bedanya?”,
https://www.kitapunya.net/perbedaan-advokat-dan-pengacara/
Si Manis, Pengertian Mediasi : Dasar Hukum, Tujuan, Jenis, Tahapan dan
Contoh Mediasi, https://www.pelajaran.co.id/mediasi-adalah/
Sofie Widyana P, “Apa itu Kuasa Hukum”,
https://suduthukum.com/2015/01/apa-itu-kuasa-hukum.html

Anda mungkin juga menyukai