Anda di halaman 1dari 3

Santo Yoseph dari Leonissa

Eufranio Desiderio, Joseph Desideri, Joseph of Leonissa


St. Yohanes dari Leonissa (San Guiseppe da Leonessa) terlahir dengan
nama Eufranio Desiderio dalam sebuah keluarga Kristen yang saleh pada
tahun 1556, di Leonissa, wilayah Abruzzi di kerajaan Napoli Italia.
Ayahnya bernama Yohanes Desiderio dan ibunya adalah Francesca
Paulina. Berkat bimbingan kedua orang tuanya yang penuh iman, Eufranio
yang masih kecil itu telah melakukan kesalehan yang sedemikian besar,
sehingga pada umurnya yang masih sangat muda itu dia menjauhkan diri
dari hari-hari pesta tertentu dan dengan senang hati melakukan ulah-ulah
kesalehan.
Kemudian, sewaktu melanjutkan studinya di Viterbo, dia sedemikian
menarik perhatian dan kekaguman banyak orang karena kerajinan dan
ketekunannya serta kehidupannya yang penuh dengan kebajikan,
sehingga seorang bangsawan di kota itu menawarkan anak gadisnya untuk
dinikahinya, disertai dengan sejumlah mas kawin yang berlimpah-limpah.
Tetapi Eufranio telah mengambil suatu pilihan yang lebih mulia. Dia
meninggalkan sekolah dan masuk Ordo Fransiskan di antara para Kapusin
di Leonissa, pada tahun 1573 dan dia mengambil nama: Yoseph. Di sini
dia menemukan kebahagiaan dan kedamaian dalam hal-hal yang paling
tidak disukai oleh orang-orang muda: mati-raga dan penitensi.
Sebagai seorang biarawan Kapusin, Yoseph menjalani hidup matiraga
dengan sangat keras, sehingga saudara-saudara dalam biaranya
menjulukinya sebagai "Brother Ass"; karena walaupun baru berusia muda,
namun ia dapat menjalankan pantangan yang besar seperti biarawan-
biarawan yang sudah berumur. Yoseph serangkali mengatakan ke
tubuhnya, "tidak ada kebutuhan untuk memperlakukan engkau seperti
seekor kuda kerajaan. Engkau harus puas menjadi keledai yang buruk."
Bilikny di biara hanyalah sebuah sel (kamar) yang sederhana sekali,
sedemikian kecil dan sempit sehingga hampir-hampir dia tidak dapat
berdiri, duduk atau berbaring di situ. Tempat tidurnya hanyalah lantai tanah
dengan sebongkah kayu sebagai bantalnya. Dia lebih memilih makan
makanan yang orang lain tidak dapat atau tidak mau memakannya, seperti
kacang-kacangan yang basi dan roti yang sudah berjamur. Kendati
kesibukan dan jerih payah tugas berkhotbahnya, dia tetap sedemikian
menjalani ulah tapa dan mati-raganya, bahkan sesudah tugas berkhotbah
itu dipercayakan padanya. Dengan karya-karya ulah tapa dan penitensi,
dia berusaha untuk merebut kambali untuk Tuhan, jiwa-jiwa yang tidak
dapat digerakkan oleh kata-katanya.
Pada tahun 1587, Yoseph diutus oleh Ordonya untuk pergi ke
Konstantinopel agar dapat melayani orang-orang Kristen yang ditahan di
sana. Tiba di sana dia dan teman-temannya kemudian tinggal di distrik
Galata di sebuah bekas biara Benediktin yang sudah ditinggalkan
penghuninya. Keberadaan mereka menarik perhatian pemerintah Turki,
yang kemudian datang bersama pasukan dalam jumlah besar untuk
melihat kegiatan para misionaris baru itu. St.Yoseph sangat prihatin
dengan keadaan para tawanan Kristen yang dipekerjakan secara paksa
menjadi pendayung di galley angkatan laut Kekaisaran Ottoman.
Pemerintah Turki yang menjadi geram dengan kegiatan para misionaris ini
kemudian menangkap dan menyiksanya dengan keji. Tangan dan kaki
kanannya ditusuk dengan pengait yang tajam, kemudian ia digantungkan
pada sebuah tiang gantungan. Dibawahnya mereka menyalakan api yang
tidak begitu besar, dengan maksud untuk membakarnya hidup-hidup
secara pelahan-lahan dan kemudian sedikit demi sedikit membuat ia sesak
nafas. Pada hari ke empat, secara ajaib Yoseph dibebaskan oleh seorang
malaikat dan diperintahkannya supaya kembali ke Italia.
Sejak waktu kembali ke Italia, Yoseph tanpa kenal lelah menjelajahi
segenap kampung-kampung dan kota-kota di wilayah Umbria. Ia berusaha
keras mengenyahkan penyakit masyarakat pada jaman itu, seperti dansa-
dansa seronok dan sandiwara-sandiwara mesum yang liar.
St.Yoseph sangat lemah-lembut dan rendah hati. Setiap bertemu dengan
orang lain, sinar matanya yang penuh kelembutan akan meluluhkan
kekerasan hati seseorang. Tidak heran jika Yoseph memperoleh simpati
dari banyak orang dan dapat menjadi juru damai bagi mereka yang sedang
bertikai. Secara menakjubkan Yoseph dapat mendamaikan orang-orang
yang telah bertahun-tahun hidup saling bermusuhan. Demikian juga
rekonsiliasi di dalam keluarga-keluarga dan kelompok-kelompok yang telah
lama saling menjauhkan diri. Seringkali, sewaktu bekerja atau berdoa, dia
tiba-tiba saja masuk ke alam ekstase. St.Yoseph melakukan banyak
mukjizat, dan dikaruniai anugerah penglihatan dan kemampuan untuk
membaca hati orang.
Orang Kudus ini juga mampu meramalkan hari kematiannya. Ia berpulang
pada tanggal 4 Februari 1612, di biara Amatrice. Jenazahnya dibawa dan
disemayamkan di kota kelahirannya, Leonissa.

Anda mungkin juga menyukai