Anda di halaman 1dari 31

ANALISIS PERUBAHAN DAN SEJARAH KOTA SURABAYA

“STASIUN WONOKROMO”

Dosen Pengampu :
Fairuz Mutia, S.T., M.T.

Disusun Oleh :
1. Muhammad Gilang Zain Assalam .…………………..…………………. (21051010024)
2. Luqmanul Hakim ………………………………..………………..…….. (21051010046)
3. Ahmad Doni Trikarna ……….…………………………………..……… (21051010071)
4. Muhammad Mahar Iman Wijaya ………………………………..……… (21051010078)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


FAKULTAS ARSITEKTUR DAN DESAIN
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
TAHUN AJARAN 2022/2023
PENDAHULUAN

Di Kota Surabaya terdapat beberapa stasiun kelas besar, salah satunya yaitu Stasiun Wonokromo
yang terletak di Kecamatan Wonokromo, stasiun ini termasuk dalam Daerah Operasi VIII
Surabaya dan merupakan bagian dari wilayah kerja Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Jawa
Timur. Pada data pertumbuhan penumpang dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2020,
penumpang di Stasiun Wonokromo mengalami peningkatan sebesar 23%. Selain potensi
peningkatan penumpang kereta api yang terus bertambah di Kota Surabaya akibat banyaknya
kegiatan dari segi ekonomi, industri, dan pariwisata yang berpusat pada ibu kota provinsi Jawa
Timur ini, peningkatan juga terjadi pada ruas jalan yang ada pada Kota Surabaya sehingga
permasalahan kemacetan sudah menjadi permasalahan lama yang terus berusaha diatasi hingga
saat ini.

GARIS WAKTU KOTA WONOKROMO

Perkembangan Kota Wonokromo dalam hal ini lebih berfokus pada pasar dan stasiun sebagai
salah satu fasilitas umum yang terdapat di Kota Wonokromo. Wonokromo Awalnya merupakan
sebuah desa yang terletak di luar kota Surabaya. Namun, seiring dengan perkembangan kota,
Wonokromo menjadi bagian dari wilayah Kota Surabaya. Kota Surabaya sendiri memiliki
sejarah yang panjang sebagai salah satu pusat perdagangan dan pelabuhan penting di Indonesia.

Pada masa kolonial Belanda, Surabaya merupakan salah satu pusat perdagangan utama di Hindia
Belanda. Hal ini membuat Surabaya mengalami perkembangan yang pesat, termasuk juga
wilayah Wonokromo. Banyaknya aktivitas ekonomi dan kegiatan perdagangan di Surabaya turut
mempengaruhi perkembangan Wonokromo.

Selama periode kemerdekaan Indonesia, Surabaya menjadi salah satu pusat perlawanan terhadap
penjajahan Belanda. Peristiwa penting seperti Pertempuran Surabaya pada tahun 1945 terjadi di
kota ini. Meskipun Wonokromo sendiri tidak secara khusus disebutkan dalam konteks peristiwa
ini, namun sebagai bagian dari Surabaya, Wonokromo turut merasakan dampak dari perjuangan
tersebut.

Seiring dengan perkembangan ekonomi dan pertumbuhan penduduk, Wonokromo mengalami


transformasi menjadi sebuah kawasan perkotaan yang padat. Infrastruktur dan fasilitas umum
seperti jalan raya, gedung perkantoran, dan perumahan terus berkembang di wilayah ini.
Wonokromo juga memiliki akses yang baik ke bandara internasional Juanda, yang berperan
penting dalam pertumbuhan ekonomi kota ini.

PASAR WONOKROMO

Pasar Wonokromo adalah salah satu pasar tradisional yang terletak di kawasan Wonokromo,
Surabaya, Indonesia. Pasar ini memiliki sejarah yang cukup panjang dan telah menjadi pusat
perdagangan yang penting bagi masyarakat sekitar. Pasar Wonokromo didirikan pada tahun
1955. Pada awalnya, pasar ini merupakan pasar kecil yang terdiri dari beberapa pedagang yang
menjajakan barang-barang dagangan mereka di tepi jalan. Namun, seiring berjalannya waktu,
pasar ini berkembang menjadi pasar yang lebih besar dan lebih teratur.

Pasar Wonokromo dikenal sebagai tempat yang ramai dengan berbagai jenis pedagang dan
produk yang ditawarkan. Di pasar ini, pengunjung dapat menemukan berbagai macam bahan
makanan seperti sayuran, buah-buahan, daging, ikan, dan rempah-rempah. Selain itu, pasar ini
juga menjual pakaian, peralatan rumah tangga, dan barang-barang kebutuhan sehari-hari lainnya.
Selain menjadi pusat perdagangan, Pasar Wonokromo juga memiliki nilai historis yang penting.
Pada masa penjajahan Belanda, pasar ini menjadi salah satu tempat pertemuan dan pergerakan
para pejuang kemerdekaan. Pasar Wonokromo juga menjadi saksi peristiwa-peristiwa sejarah
penting, termasuk perjuangan rakyat dalam merebut kemerdekaan Indonesia.

Hingga saat ini, Pasar Wonokromo tetap menjadi pusat kegiatan perdagangan yang sibuk. Pasar
ini terus melayani kebutuhan masyarakat sekitar dan menjadi tempat berkumpulnya para
pedagang dan pembeli. Meskipun pasar modern dan mal telah bermunculan di Surabaya, Pasar
Wonokromo tetap memiliki tempat yang istimewa dalam sejarah dan kehidupan masyarakat
setempat.

STASIUN WONOKROMO

Stasiun Wonokromo awalnya dibangun pada tahun 1878 oleh pemerintah Hindia Belanda

sebagai bagian dari jalur kereta api yang menghubungkan Surabaya dengan Malang. Stasiun ini

berperan sebagai pintu gerbang utama untuk memasuki Surabaya dari arah selatan.

Pada awalnya, Stasiun Wonokromo hanya memiliki bangunan sederhana dan fasilitas yang

terbatas. Namun, seiring perkembangan waktu dan pertumbuhan lalu lintas kereta api, stasiun ini

mengalami beberapa kali renovasi dan perluasan.

Selama masa penjajahan Belanda, Stasiun Wonokromo menjadi salah satu tempat penting dalam

sejarah pergerakan nasional. Banyak pemimpin perjuangan kemerdekaan Indonesia seperti

Soekarno, Mohammad Hatta, dan para pejuang lainnya pernah menggunakan stasiun ini sebagai

titik awal perjalanan mereka dalam melaksanakan tugas-tugas revolusioner.

Selama perjalanan sejarahnya, Stasiun Wonokromo mengalami beberapa perubahan nama. Pada

tahun 1942, selama pendudukan Jepang, stasiun ini berganti nama menjadi Stasiun Tawang.

Namun, setelah Indonesia meraih kemerdekaan pada tahun 1945, stasiun ini kembali diberi nama

Stasiun Wonokromo.

A. ANALISIS KONDISI IKLIM MIKRO AREA


1. SUHU RERATA
Musim panas berlangsung selama 1,7 bulan, dari 25 September sampai 17
November, dengan suhu tertinggi harian rata-rata di atas 33°C. Bulan terpanas
dalam setahun di Kota Surabaya adalah Oktober, dengan rata-rata suhu terendah
34°C dan tertinggi 25°C.
Sumber : Weatherspark.com
Musim dingin berlangsung selama 2,7 bulan, dari 30 Desember sampai 21 Maret,
dengan suhu tertinggi harian rata-rata di bawah 32°C. Bulan terdingin dalam
setahun di Kota Surabaya adalah Februari, dengan rata-rata terendah 25°C dan
tertinggi 31°C.
Standar kenyamanan termis di Indonesia yang berpedoman pada standar Amerika
[ANSI/ASHRAE 55-1992] merekomendasikan suhu nyaman 22.5o-26oC To, atau
disederhanakan menjadi 24 o C + 2 oC To, atau rentang antara 22 oCTo hingga 26
o CTo. Menunjukkan bahwa suhu Kota Surabaya pada 25°C termasuk dalam
klasifikasi kenyamanan termal manusia.

Sumber : Weatherspark.com
Suhu rata-rata di Surabaya berkisar antara 27 hingga 32 derajat Celcius sepanjang
tahun, dengan musim kemarau yang lebih hangat dan musim hujan yang sedikit
lebih sejuk. Fluktuasi suhu ini mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan kesehatan
penduduk, dan perubahan iklim perlu diperhatikan, yang dapat mempengaruhi
suhu ekstrem di masa depan.
Karakterisasi ringkas dari seluruh tahun suhu rata-rata per jam. Sumbu horizontal
adalah hari dalam setahun, sumbu vertikal adalah jam dalam sehari, dan warna
adalah suhu rata-rata untuk jam dan hari itu.

2. KONDISI AWAN
Pada Kota Surabaya, presentase ratarata langit yang tertutup awan mengalami
variasi musiman secara signifikan sepanjang tahun.
Masa cuaca lebih cerah setiap tahun di Kota Surabaya dimulai sekitar 5 Mei dan
berlangsung selama 5,2 bulan yang berakhir sekitar 13 Oktober.
Bulan paling cerah dalam setahun di Kota Surabaya adalah Agustus, dimana
rata-rata langit cerah, sebagian besar cerah, atau berawan sekitar 46%.

Sumber : Weatherspark.com
Sumber : Weatherspark.com
Keadaan tutupan awan di Kota Surabaya berimplikasi pada suhu udara, curah
hujan, intensitas sinar UV, aktivitas manusia, serta pemahaman dan pemodelan
iklim. Pemantauan dan analisis tutupan awan secara terus-menerus membantu
memahami dan memprediksi cuaca dan perubahan iklim di wilayah tersebut.

Sumber : Weatherspark.com
Masa lebih berawan tahun ini dimulai sekitar 13 Oktober dan berlangsung selama
6,8 bulan yang berakhir sekitar 5 Mei.
Bulan paling berawan dalam setahun di Kota Surabaya adalah Januari, dengan
rata-rata langit mending atau sebagian besar berawan 90% sepanjang waktu.

3. CURAH HUJAN
Untuk menunjukkan variasi dalam bulan-bulan dan bukan hanya total bulanan,
kami menunjukkan curah hujan yang terakumulasi selama periode 31-hari
bergeser yang berpusat di sekitar setiap hari dalam setahun. Kota Surabaya
mengalami variasi musiman ekstrim dalam curah hujan bulanan.
Sumber : Weatherspark.com
Curah hujan di Kota Surabaya menunjukkan musim hujan yang teratur dengan
curah hujan yang bervariasi. Pengelolaan hujan lebat yang baik dan pemantauan
sistem drainase penting untuk mengurangi dampak banjir dan memastikan kota
berfungsi dengan baik.

Sumber : Weatherspark.com
Curah hujan sepanjang tahun in Kota Surabaya. Bulan dengan curah hujan
terbanyak di Kota Surabaya adalah Januari, dengan rata-rata curah hujan 277
milimeter. Bulan dengan curah hujan paling sedikit di Kota Surabaya adalah
Agustus, dengan curah hujan rata-rata 8 milimeter. Rerata curah hujan per tahun
adlaah 121.5 milimeter.

PERBANDINGAN CURAH HUJAN DENGAN BEBERAPA KOTA LAIN


a. Jakarta
Sumber : Weatherspark.com
Untuk menunjukkan variasi dalam bulan-bulan dan bukan hanya total
bulanan, kami menunjukkan curah hujan yang terakumulasi selama periode
31-hari bergeser yang berpusat di sekitar setiap hari dalam setahun. Jakarta
mengalami variasi musiman ekstrim dalam curah hujan bulanan. Curah hujan
sepanjang tahun in Jakarta. Bulan dengan curah hujan terbanyak di Jakarta
adalah Januari, dengan rata-rata curah hujan 290 milimeter. Bulan dengan
curah hujan paling sedikit di Jakarta adalah Agustus, dengan curah hujan
rata-rata 48 milimeter.
Curah hujan di Jakarta cukup tinggi, terutama saat musim hujan. Rata-rata
curah hujan tahunan di Jakarta bisa lebih dari 1800 mm. Jakarta juga dikenal
sering mengalami banjir akibat curah hujan yang tinggi, kepadatan penduduk,
dan sistem drainase yang buruk. Rerata curah hujan per tahun adalah 137.5
milimeter.
b. Denpasar

Sumber : Weatherspark.com
Untuk menunjukkan variasi dalam bulan-bulan dan bukan hanya total
bulanan, kami menunjukkan curah hujan yang terakumulasi selama periode
31-hari bergeser yang berpusat di sekitar setiap hari dalam setahun. Kota
Denpasar mengalami variasi musiman ekstrim dalam curah hujan bulanan.
Curah hujan sepanjang tahun in Kota Denpasar. Bulan dengan curah hujan
terbanyak di Kota Denpasar adalah Januari, dengan rata-rata curah hujan 261
milimeter.
Bulan dengan curah hujan paling sedikit di Kota Denpasar adalah Agustus,
dengan curah hujan rata-rata 16 milimeter. Rerata curah hujan per tahun
adalah 106,5 milimeter
Urutan rerata curah hujan dari ketiga kota dari yang tertinggi adalah Jakarta,
Surabaya lalu Denpasar dengan curah hujan yang terendah.
4. KECEPATAN ANGIN

Sumber : Weatherspark.com
Bagian ini membahas vektor angin rata-rata per jam dengan area luas (kecepatan
dan arah) di 10 meter di atas permukaan tanah. Angin yang dialami di lokasi
tertentu sangat bergantung pada topografi lokal dan faktor lainnya, dan kecepatan
dan arah angin seketika sangat bervariasi daripada rata-rata per jam. Rata-rata
kecepatan angin per jam di Kota Surabaya mengalami variasi musiman signifikan
sepanjang tahun.
Sumber : Weatherspark.com
Masa yang lebih berangin dalam setahun berlangsung selama 4,6 bulan, dari 27
Mei sampai 15 Oktober, dengan kecepatan angin rata-rata lebih dari 11,2
kilometer per jam. Bulan paling berangin dalam setahun di Kota Surabaya adalah
Agustus, dengan kecepatan angin rata-rata per jam 14,0 kilometer per jam. Masa
angin lebih tenang dalam setahun berlangsung selama 7,4 bulan, dari 15 Oktober
sampai 27 Mei. Bulan paling tidak berangin dalam setahun di Kota Surabaya
adalah November, dengan kecepatan angin rata-rata per jam 8,7 kilometer per jam.
5. ARAH ANGIN
Angin paling sering bertiup dari timur selama 8,0 bulan, dari 25 Maret hingga 24
November, dengan persentase tertinggi 75% pada tanggal 14 Mei. Angin paling
sering bertiup dari barat selama 4,0 bulan, dari 24 November hingga 25 Maret,
dengan persentase tertinggi 67% pada tanggal 1 Januari.

Sumber : Weatherspark.com

Tergantung pada musim, topografi dan pengaruh iklim setempat, angin sedang
hingga kuat terjadi di Surabaya. Memantau dan menganalisis kecepatan angin
membantu memahami pola angin, memprediksi cuaca, dan memengaruhi banyak
aspek kehidupan sehari-hari di kota.
6. KELEMBABAN UDARA
tingkat kenyamanan kelembapan pada titik embun, karena ini menentukan apakah
keringat akan menguap dari kulit, sehingga mendinginkan tubuh. Titik embun
yang lebih rendah terasa lebih kering dan titik embun yang lebih tinggi terasa
lebih lembab. Tidak seperti suhu, yang biasanya sangat bervariasi antara malam
dan siang, titik embun cenderung berubah lebih lambat, jadi meskipun suhu bisa
turun pada malam hari, hari yang lembab biasanya diikuti dengan malam yang
lembab.

Sumber : Weatherspark.com
Tingkat kelembaban yang dirasakan di Kota Surabaya, yang diukur dengan
persentase waktu di mana tingkat kenyamanan kelembaban lembab dan panas,
menyesakkan, atau menyengsarakan, tidak bervariasi secara signifikan sepanjang
tahun, tetap dalam rentang 4% dari 96%.
Surabaya memiliki kelembapan yang relatif tinggi sepanjang tahun, sebagian
besar karena lokasinya yang berada di pesisir. Kelembaban di Surabaya
dipengaruhi oleh musim, waktu, dan faktor iklim setempat.
7. ORIENTASI MATAHARI
Durasi hari di Kota Surabaya tidak banyak berbeda sepanjang tahun, tetap dalam
32 menit dari 12 jam sepanjang hari. Pada tahun 2023, hari terpendek adalah 21
Juni, dengan 11 jam, 42 menit siang hari; hari terpanjang adalah 22 Desember,
dengan 12 jam, 33 menit siang hari.
Sumber : Weatherspark.com
Matahari terbit paling awal berada pada 05.00 hari 14 November, dan matahari
terbit terakhir 43 menit lebih lambat pada pukul 05.42 pada 18 Juli. Matahari
terbenam paling awal adalah pada pukul 17.18 tanggal 26 Mei, dan matahari
terbenam paling telat adalah 37 menit lebih lambat pada pukul 17.55 tanggal 30
Januari.

Sumber : Weatherspark.com
Surabaya memiliki sinar matahari yang melimpah sepanjang tahun. Durasi
penyinaran matahari yang terus menerus, intensitas penyinaran matahari yang
tinggi, dan pola pergerakan matahari yang mengikuti pola umum yang terdapat di
daerah tropis.
8. TOPOGRAFI
koordinat geografis Kota Surabaya adalah -7,249° lintang, 112,751° bujur, dan 8
m ketinggian.
Topografi dalam 3 kilometer dari Kota Surabaya hanya berisi variasi sederhana
ketinggian, dengan perubahan ketinggian maksimum 33 meter dan ketinggian
rata-rata di atas permukaan laut 6 meter. Dalam 16 kilometer juga berisi hanya
variasi sederhana pada ketinggian (131 meter). Dalam 80 kilometer hanya berisi
variasi ketinggian menengah (3.338 meter).
Area dalam 3 kilometer dari Kota Surabaya dicakup oleh permukaan buatan
(99%), dalam 16 kilometer oleh air (41%) dan permukaan buatan (37%), dan
dalam 80 kilometer oleh air (48%) dan lahan pertanian (25%).

RAMBU-RAMBU (SIGNAGE)
Tanda- tanda petunjuk jalan, arah kesuatu kawasan tertentu pada jalan tol atau di jalan kawasan
pusat kota semakin membuat semarak atmosfir lingkungan kota tersebut.

Rambu-rambu yang dirancang dengan baik turut mendukung karakter dari penampilan gedung
sekaligus menghidupkan jalanan, selain memberikan informasi barang dan jasa bisnis pribadi.
PRESERVASI DAN KONSERVASI (PRESERVATION AND CONCERVATION)
Konservasi suatu individual bangunan harus selalu dikaitkan dengan keseluruhan kota. Konsep
tentang konservasi kota memperhatikan aspek seperti bangunan-bangunan tunggal, struktur dan
gaya arsitektur, hal yang berkaitan dengan kegunaan, umur bangunan atau kelayakan bangunan.

Preservasi meliputi menjaga dan melestarikan bangunan kuno dari kerusakan, pembongkaran
dan perubahan apapun. Dalam preservasi tidak boleh mengganti elemen aslinya dengan lainnya.

Dengan kondisi eksisting fasilitas pelayanan penumpang di Stasiun Wonokromo masih terdapat
beberapa fasilitas yang belum memenuhi standar pelayanan minimal stasiun dan belum adanya
kesepakatan yang baik, sehingga kemungkinan akan mempengaruhi kepuasan penumpang dalam
menggunakan fasilitas tersebut. pelayanan Kepuasan penumpang . dan evaluasi sangat penting
karena fasilitas tersebut ditujukan untuk penggunaan sendiri oleh penumpang dan peraturan yang
menjamin pelayanan yang baik kepada publik adalah wajib bagi operator atau fasilitas.
Oleh karena itu, diperlukan fasilitas pelayanan dan pemeliharaan yang memadai untuk
keberlangsungan kawasan stasiun Wonokromo.

AKTIVITAS PENDUKUNG (ACTIVITY SUPPORT)


Aktivitas pendukung adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung
ruang publik suatu kawasan kota. Bentuk, lokasi dan karakter suatu kawasan yang memiliki ciri
khusus akan berpengaruh terhadap fungsi, penggunaan lahan dan kegiatan-kegiatannya.

- Layout Stasiun Wonokromo Setelah Adanya Perbaikan -

UPAYA PENINGKATAN INTEGRASI MODA DALAM MENDUKUNG


PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT (TOD)
Untuk mendukung pengembangan Transit Oriented Development (TOD) pada kawasan
Stasiun Wonokromo diperlukan upaya peningkatan fasilitas, antara lain:

1. Kajian Pengembangan Tempat Pemberhentian Kendaraan Penumpang


Umum (Halte atau Shelter)

Penyelenggaraan halte atau shelter dimaksudkan sebagai tempat pemberhentian


kendaraan bermotor umum untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.
Dalam konteks penyediaan, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pembangunan halte atau shelter adalah Volume lalu lintas, sarana angkutan
umum, tata guna lahan, geometric jalan dan persimpangan, status dan fungsi
jalan.

Perencanaan desain halte/shelter di kawasan Stasiun Wonokromo disesuaikan


dengan ketersediaan lahan yang ada yaitu 8 meter x 3 meter x 3 meter.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 02 Tahun 2018,
disebutkan bahwa ruang gerak manusia adalah 1,08 m2 sehingga halte/shelter
yang dirancang dapat menampung 22 orang pada kondisi biasa (penumpang
dapat menunggu dengan nyaman).

- Tampak atas Kawasan Stasiun Wonokromo setelah adanya usulan Halte -

- Visualisasi Desain Halte Stasiun Wonokromo -


- Layout Jaringan Jalan di Kawasan Stasiun Wonokromo setelah adanya
pengembangan kawasan Transit Oriented Development -

2. Pengembangan Fasilitas Pejalan Kaki (Trotoar)


Salah satu fasilitas yang juga harus diperhatikan yaitu jalur pejalan kaki
yang mana jalur pejalan kaki harus dipisahkan dari jalur kendaraan. Di
kawasan Stasiun Wonokromo belum tersedia fasilitas pejalan kaki
sehingga rawan terjadi crossing dan conflict antara arus pejalan kaki dan
arus kendaraan yang akan masuk dan keluar stasiun. Untuk itu diperlukan
rekomendasi fasilitas pejalan kaki dengan lebar trotoar yang sesuai dengan
arus pejalan kaki dengan memperhatikan kondisi tata guna lahan yang ada.

Kebutuhan lebar trotoar di atas berdasarkan arus pejalan kaki


menunjukkan kawasan Stasiun Wonokromo memutihkan lebar trotoar 1,55
meter. Trotoar ini akan diletakkan di depan kawasan Stasiun Wonokromo
agar tidak terjadi crossing arus pejalan kaki dengan kendaraan. Untuk
Penyediaan jalur pejalan kaki yang memadai di mana pada trotoar juga
disediakan marka pedestrian dan fasilitas pejalan kaki bagi penyandang
disabilitas seperti jalur braille penyandang tunanetra.
- Visualisasi Desain Fasilitas Pejalan Kaki (Trotoar) -

B. ANALISIS TATA GUNA LAHAN DALAM RADIUS SESUAI REGULASI

Menurut Anthony J. Catanese dalam bukunya yang berjudul Perencanaan Kota,


tata guna lahan adalah salah satu faktor penentu utama dalam pengelolaan
lingkungan. Keseimbangan antara kawasan budidaya dan kawasan konservasi
merupakan kunci dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Tata guna lahan (land use) adalah suatu upaya dalam merencanakan penggunaan
lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan
fungsi fungsi tertentu, misalnya fungsi pemukiman, perdagangan, industri.

Tata guna lahan pada kawasan wonokromo dalam radius 200 m dari sekeliling
stasiun wonokromo

Dibawah ini adalah rencana pola ruang pada daerah wonokromo


1. PERWUJUDAN RENCANA POLA RUANG
1. Perwujudan Zona Lindung
Penetapan dan perlindungan kawasan sempadan sungai, sempadan SUTT/SUTET,
dan sempadan rel kereta api, Pengoptimalan ruang terbuka hijau berupa taman
dan lapangan, jalur hijau, dan makam, Pengembangan RTH publik dan privat
minimum 30% dari luas kawasan.

2. Perwujudan Zona Budidaya


Peningkatan kualitas hunian kawasan perumahan padat, Pengembangan
perumahan kepadatan sedang, Penyediaan sarana dan prasarana pendukung
perumahan pada perumahan baru, Penataan dan pengembangan kawasan
perdagangan dan jasa skala regional/kota/UP, Penataan dan pengembangan
kawasan perdagangan dan jasa skala lokal/lingkungan, Penyediaan dan
pemeliharaan fasilitas kantor pemerintah, Penyediaan dan pemeliharaan sarana
pelayanan umum, Pengendalian pengembangan industri.

C. ANALISIS SIRKULASI DAN KONEKTIVITAS EKSISTING DALAM RADIUS

Dalam radius yang telah dianalisis terdapat bangunan cagar budaya yakni
Statiun Wonokromo surabaya. Sehingga pada kawasan situs dan/atau bangunan cagar
budaya, maka GSB dapat disesuaikan dengan kondisi eksisting dengan tetap
mempertimbangkan rekomendasi Tim Cagar Budaya.

Dari hasil analisis sirkulasi dan konenktivitas eksisting didapatkan beberapa


sirkulasi di antaranya Jalan raya utama,jalan llingkukan dan jalur kereta api. Pada
peraturan tataguna lahan di Surabaya khususnya wilayah Wonokromo di dapatkan
beberapa sistem sirkulasi diantaranya:
1. Sistem jaringan jalan meliputi:
a. Jalan Manyar
b. Jalan stasiun Gubeng
c. Jalan Mayjen Prof.Dr.Moestopo
d. Jalan Dharmahusada
e. Jalan Dharmawangsa
f. Jalan airlangga
g. Jalan Biliton
h. Jalan kusuma Bangsa
i. Jalan sulawesi
j. Jalan kertajaya
k. Jalan raya gubeng
Merah : Jalan utama Hijau : Jalan lingkungan/pedestrian

Foto dilapangan

Jalan lingkungan Jalan raya utama Jalur pedestrian

Jalan lingkungan yang menyambungkan tiap blok dari rumah warga hanya dapat
dilalui 2 motor saja,dapat dikatakan bahwa jalan tersebut terlalu sempit serta banyak dari
masyarakat yang memarkirkan kendaraan mereka seperti sepeda motor di jalan tepat di depan
rumah dari masyarakat tersebut.
Jalan lingkungan yang sempit Jalan kumuh Kondisi jalur pedestrian

D. ANALISIS VEGETASI, RUANG TERBUKA HIJAU, DAN RUANG TERBUKA


BIRU EKSISTING
1. Analisis Vegetasi dan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Analisis vegetasi, dan RTH jika hanya dilihat dari peta maka akan sangat jarang
terlihat. Akan tetapi berdasarkan pengecekan ke lapangan banyak ditemui
vegetasi vegetasi, dan juga ruang terbuka hijau berupa taman dan terdapat
beberapa kebun. wilayah yang kami survey bernama kampung hijau pertamina.
2. Analisis Ruang Terbuka Biru (RTB)
Ruang Terbuka Biru memiliki fungsi vital sebagai pencegah banjir di kala
penghujan dan lumbungnya air saat kemarau. Ruang Terbuka Biru merupakan
hamparan badan air mulai dari unit terkecil di pekarangan rumah seperti kolam,
balong, atau empang hingga skala besar seperti embung, danau, waduk, aliran
irigasi, drainase, kanal, dan sungai. RTB pada daerah stasiun wonokromo yang
paling berdampak ialah ruang terbukabiru berupa sungai yaitu Kali Jagir yang
memiliki Pintu air yang disebut sebagai Jagirburg. Ruang terbuka yang
merupakan campuran dari elemen softscape dan hardscape serta ruang terbuka
biru berupa perairan sungai ialah Jasa Tirta sebagai penjaga pintu air di Kali Jagir
merupakan ruang terbuka yang terdiri dari elemen elemen dalam ruang terbuka
hijau, ruang terbuka non hijau, maupun ruang terbuka biru.
E. IDENTIFIKASI KDB, KLB, GSB, GSJ, LUAS LANTAI KOTOR/GFA,
KETINGGIAN BANGUNAN, DSB.
1. Identifikasi Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka persentase perbandingan antara
luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah
perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan
dan lingkungan.
● KDB 0% - 60% berada pada jalan koridor Jalan Raya Wonokromo dan
Jalan Stasiun Wonokromo yaitu Kantor Pegadaian dan BNI KCP
Wonokromo.

● KDB 60% - 80% yaitu bangunan yang diperuntukkan untuk fasilitas


perdagangan dan jasa, serta pertokoan yang dimiliki oleh penduduk sekitar
dan Masjid Sabilillah

● KDB 80% - 100% yaitu bangunan yang banyak dijumpai dipermukiman


dan toko-toko kecil yang berada di sekitar Jalan Jagir Wonokromo Wetan,
dan juga pusat perdagangan yaitu Darmo Trade Center
2. Identifikasi Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka persentase perbandingan antara
luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah
perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan.
- Tabel Ketentuan Umum KDB dan KLB Bangunan Peraturan Walikota Surabaya
No : 75 Tahun 2014 -

3. Identifikasi Garis Sempadan Bangunan (GSB)


Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah garis khayal yang ditarik dari bangunan
terluar sejajar dengan garis jalan, tepi sungai/danau, dan merupakan batas antara
bagian kavling yang boleh dan tidak boleh dibangun. Garis Sempadan Bangunan
(GSB) adalah garis yang tidak boleh dilampaui oleh denah bangunan ke arah
Garis Sempadan Pagar (GSP) yang ditetapkan dalam rencana kota.
● Pada jalan lingkungan yang lebarnya lebih dari 2 m (dua meter) sampai
dengan 4 m (empat meter), maka panjang Garis Sempadan Bangunan
(GSB) ditetapkan 2 m (dua meter). Berdasarkan survey primer yang telah
di lakukan, permukiman penduduk sangat padat sehingga masyarakat di
wilayah tersebut tidak mempunyai GSB yang lebih dari empat meter.
Sedangkan untuk GSB pada daerah perdagangan dan jasa mempunyai
GSB yang bervariasi, mulai 0 hingga 2 meter.

● Pada jalan lingkungan yang lebarnya lebih dari 4 m (empat meter) sampai
dengan 6 m (enam meter), maka panjang Garis Sempadan Banguan (GSB)
ditetapkan 3 m (tiga meter). Berdasarkan survey primer yang telah
dilakukan jarang ditemukannya bangunan dengan GSB lebih dari 3 meter.
Hanya beberapa bangunan saja seperti Darmo Trade Center (DTC) dan
juga kantor pegadaian.
4. Identifikasi Garis Sempadan Jalan (GSJ)
Garis Sempadan Jalan (GSJ) adalah garis batas luar pengaman untuk dapat
mendirikan bangunan di kiri dan kanan jalan di luar Ruang Milik Jalan dan di luar
Ruang Pengawasan Jalan, yang berguna untuk mempertahankan daerah
pandangan bebas bagi para pengguna jalan. Jarak Garis Sempadan Jalan untuk
komplek perumahan antara kapling yang satu dengan kapling lainnya tidak
kurang dari 2 (dua) meter diukur dari tepi badan jalan.

Perumpamaan sekitar Area Wonokromo tertulis bahwa untuk Garis Sempadan


Jalan (GSJ) 1,5 meter. Berarti dari tepi jalan ke arah halaman sudah ditetapkan
sebagai lahan rencana pelebaran jalan. Bila ada penduduk mendirikan lahan di
area GSJ tersebut, akan terkena tindak pidana atau bahkan bisa terkena
pergusuran lahan pada saat aktivitas pelebaran jalan terjadi. GSJ dibuat untuk
menjaga keberadaan jalur untuk instalasi listrik, air, serta saluran-saluran
pembuangan yang berada di depan rumah.

5. Ketinggian Bangunan
● Pada pemanfaatan lahan untuk permukiman ditemukan bangunan dengan
ketinggian 1-2 lantai yaitu rumah-rumah di kawasan jagir Wonokromo dan
sekitarnya.

● Pada Pemanfaatan lahan untuk fasilitas umum ditemukan bangunan


dengan ketinggian 2 lantai yaitu Stasiun Wonokromo dan Masjid
Sabilillah yang terletak di samping Darmo Trade Center.
● Pada Pemanfaatan lahan Perdagangan dan Jasa ditemukan bangunan
dengan ketinggian 1 lantai (Ruko di Stasiun Wonokromo dan Bank BNI),
2 Lantai (Kantor Pegadaian), 9 Lantai (Darmo Trade Center Wonokromo)
Sebagai pusat perdagangan dan jasa di Wonokromo serta menjadi
landmark dan pusat kegiatan di Kawasan Wonokromo.

Dalam menentukan ketinggian bangunan yang akan didirikan diatur


sebagaimana pada peraturan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
(KKOP). Undang-Undang Nomor 1. Tahun 2009 tentang Penerbangan
menetapkan untuk menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan,
Bandar Udara dilengkapi dengan Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan (KKOP). Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
(KKOP) adalah wilayah daratan dan/atau perairan serta ruang udara di
sekitar bandar udara yang digunakan untuk kegiatan operasi penerbangan
dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan.

Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) sebagaimana


dimaksud dalam UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan tersebut
terdiri atas :
1. Kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas (approach and
take-off area) adalah suatu kawasan perpanjangan kedua ujung
landas pacu, di bawah lintasan pesawat udara setelah lepas landas
atau akan mendarat, yang dibatasi oleh ukuran panjang dan lebar
tertentu.
2. Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan adalah : sebagian dari
kawasan pendekatan yang berbatasan langsung dengan
ujung-ujung landas pacu dan mempunyai ukuran tertentu, yang
dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
3. Kawasan di bawah permukaan transisi, adalah bidang dengan
kemiringan tertentu sejajar dan berjarak tertentu dari sumbu
landas pacu, pada bagian bawah dibatasi oleh titik perpotongan
dengan garis-garis datar yang ditarik tegak lusrus, dan pada bagian
atas dibatasi oleh garis perpotongan dengan permukaan horizontal
dalam.
4. Kawasan di bawah permukaan horizontal-dalam, adalah bidang
datar di atas dan di sekitar Bandar udara yang dibatasi oleh radius
dan ketinggian dengan ukuran tertentu untuk kepentingan pesawat
udara melakukan terbang rendah pada waktu akan mendarat atau
setelah lepas landas.
5. Kawasan di bawah permukaan krucut, adalah bidang dari suatu
krucut yang bagian bawahnyadibatasi oleh garis perpotongan
dengan horizontal dalam dan bagian atasnya dibatasi oleh garis
perpotongan dengan permukaan horizontal luar, masing-masing
dengan radius dan ketinggian tertentu dihitung dari titik referensi
yang ditentukan.
6. Kawasan di bawah permukaan horizontal-luar, adalah bidang datar
di sekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian
dengan ukuran tertentu untuk kepentingan keselamatan dan
efisiensi operasi penerbangan, antara lain, pada waktu pesawat
udara melakukan pendekatan untuk mendarat dan gerakan setelah
tinggal landas atau gerakan dalam hal mengalami kegagalan dalam
pendaratan.
7. Kawasan di sekitar penempatan alat bantu navigasi penerbangan,
adalah kawasan di sekitar penempatan alat bantu navigasi
penerbangan di dalam dan/atau di luar daerah lingkungan kerja
bandar udara, yang penggunaannya harus memenuhi persyaratan
tertentu guna menjaminkinerja/efisiensi alat bantu navigasi
penerbangan dan keselamatan penerbangan.
Batas Ketinggian Bangunan dalam KKOP
1. Pada kawasan ancangan pendaratan dan tinggal landas :
batas-batas ini ditentukan oleh ketinggian terendah dari
pertampalan (superimpose) permukaan pendekatan dan lepas
landas, permukaan horizontal dalam, permukaan kerucut dan
permukaan horizontal luar pada kawasan keselamatan operasi
penerbangan.
2. .Pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan, batas-batas ini
ditentukan oleh kemiringan 2% atau 2,5%, atau 3.33% atau 4 %
atau 5% (sesuai kalsifikasi landas pacu) arah keatas dan keluar
dimulai dari ujung permukaan utama pada ketinggian
masing-masing ambang landas pacu sampai dengan ketinggian
(45+H) meter diatas elevasi ambang landas pacu terendah
sepanjang jarak mendatar 3.000 meter dari permukaan utama
melalui perpanjangan garis tengah landas pacu.
3. Pada kawasan di bawah permukaan horizontal-dalam : batas-batas
ini ditentukan (45+H) meter diatas elevasi ambang landas pacu
terendah.
4. Pada kawasan di bawah permukaan horizontal-luar : batas-batas
ini ditentukan (150+H) meter diatas elevasi ambang landas pacu
terendah.
5. Pada kawasan di bawah permukaan krucut : batas-batas ini
ditentukan oleh kemiringan 5% arah keatas dan keluar, dimulai
dari tepi luar kawasan di bawah permukaan horizontal-dalam
pada ketinggian (45+H) meter diatas elevasi ambang landas
pacu terendah sampai ketinggian (80+H) atau (100+H) atau
105+H) atau (120+H) atau (145+H) (sesuai klasifikasi landas
pacu).
6. Pada kawasan di bawah permukaan transisi : batas ini ditentukan
oleh kemiringan 14,3% atau 20% (sesuai klasifikasi landas
pacu) arah keatas dan keluar, dimulai dari sisi panjang dan
pada ketinggian yang sama seperti permukaan utama dan
permukaan pendekatan menerus sampai memotong permukaan
horizontal dalam pada ketinggian (45+H) meter diatas elevasi
ambang landas pacu terendah.

F. KESIMPULAN

Potensi yang dimiliki wilayah wonokromo sangatlah besar, contohnya ialah sebagai objek
wisata seperti Kebun Binatang Surabaya. Hal tersebut dibantu juga dengan adanya
Stasiun Wonokromo sebagai penunjang aktivitas transportasi. Akan tetapi kondisi
eksisting daerah wilayah radius 200-400 m dari titik pusat area Stasiun Wonokromo
belum cukup ideal dalam penataan kawasannya, dilihat dari area vegetasi, Ruang Terbuka
HIjau, Ruang Terbuka Biru, identifikasi tata guna lahan masih belum sesuai dengan
standar yang harus diterapkan pada wilayah Kota Surabaya. Oleh karena itu, perlu
diberikan solusi berupa perbaikan dalam perancangan kota daerah wilayah Stasiun
Wonokromo berupa konsep desain yang mampu menjawab permasalahan yang ada, mulai
dari identifikasi tata guna lahan, perbaikan RTH dan RTB, sirkulasi jalan dan konektivitas
per wilayah yang berbasis pada kondisi analisa tapak. Terdapat juga faktor eksternal yaitu
permasalahan banjir, kepadatan permukiman yang bisa menjadi permukiman kumuh.

Untuk stasiun wonokromo sendiri masih terdapat beberapa fasilitas yang belum
memenuhi standar pelayanan minimal stasiun dan belum adanya kesepakatan yang baik,
sehingga kemungkinan akan mempengaruhi kepuasan penumpang dalam menggunakan
fasilitas tersebut. Apabila kepuasan penumpang rendah akan dapat mempengaruhi
banyaknya pengunjung yang tiba dan pergi dari stasiun wonokromo. Hal tersebut tidak
langsung akan menghambat potensi yang dimiliki wilayah wonokromo. Oleh karena itu
untuk mendukung pengembangan pada kawasan Stasiun Wonokromo diperlukan upaya
peningkatan fasilitas seperti Halte atau Shelter dan juga fasilitas pejalan kaki (trotoar).
Dengan begitu akan sangat membantu arus sirkulasi penumpang dan pengunjung stasiun
wonokromo.

DAFTAR PUSTAKA

[1] 2019. “Peraturan Menteri Nomor 63 tahun 2019 Tentang Standar Pelayanan
Minimum Angkutan Orang dengan Kereta Api”.
[2] Ayuningtias, S. H., & Karmilah, M. "Penerapan Transit Oriented Development
(TOD) Sebagai Upaya Mewujudkan Transportasi Yang Berkelanjutan". Jurnal
Teknik Sipil, Vol. 24, No. 1, (2019): 45–66.
[3] Cahya A, Rosa Asiga, Ria R. “Integrasi Antarmoda Dengan Penerapan
Transit-Oriented Development Pada Kawasan Kota Lama Semarang.” Jurnal
Wahana Teknik Sipil, Vol. 32, No. 2, (2020): 113–24.
[4] Susanti, A., Aryani Soemitro, R. A., & Suprayitno, H. "Identifikasi Kebutuhan
Fasilitas Bagi Penumpang di Stasiun Kereta Api Berdasarkan Analisis Pergerakan
Penumpang". Jurnal Manajemen Aset Infrastruktur & Fasilitas, Vol. 2, No. 1,
(Maret 2018): 23–34.
[5] Kota Surabaya. 2018. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 8 Tahun 2018 Tentang
Rencana Detail Tentang Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kota
Surabaya Tahun 2018-2038Hadi Susilo Arifin, 2014, Revitalisasi Ruang Terbuka
Biru Sebagai Upaya Manajemen Lanskap Pada Skala Bio-Regional, Institut
Pertanian Bogor, Darmaga-Bogor 16680
[6] Muhammad Ramdhan & Ismail Adiyaksa Ntoma, 2022, Deteksi Dan Analisis
Pemanfaatan Ruang Terbuka Biru Di Wilayah Utara Jakarta, 1 Peneliti pada Badan
Riset dan Inovasi nasional (BRIN) 2 Analis Kebijakan pada Pusat Riset Kelautan,
BRSDM – KKP
[7] Armijon, April 2019, Jurnal Rekayasa, Vol. 23, No. 1, Analisis dan Identifikasi
Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Non Alami di Perkotaan
Kabupaten/Kota
[8] Wasisa, K.P., Hidayati, I.N., Murti, B.S. and Heru, S., 2016. Integrasi Algoritma
Lacunarity dan Analisis Penajaman Citra Worldview 3 untuk Penentuan Prioritas
dan Jenis Tindak Penanganan Kawasan Kumuh (Kasus di Kecamatan Wonokromo,
Kota Surabaya). Jurnal Bumi Indonesia, 5(3), p.228391.
[9] Arsip PD Pasar Surya ”Penggolongan dan Jenis Pasar di Surabaya” Data pasar dinas
pasar surya tahun 1960 Dinas Pasar Surya tahun 1970-1980: Kolonial Tijdschrift,
1913
[10] Pemerintah Kota Surabaya, Perencanaan Kawasan Pasar Wonokromo Surabaya.
Surabaya (2016)

Anda mungkin juga menyukai