LANDASAN TEORI
7
Universitas Kristen Petra
2.1.2 Jenis-jenis Etika Bisnis
2.1.2.1 Etika Utilitarianisme
Etika Utilitarianisme menurut John S. Mill dalam buku kamus filsafat
mengatakan bahwa etika utilitarianisme merupakan teori etika yang mengatakan
bahwa hal-hal yang baik merupakan hal yang bermanfaat, berguna, dan
menguntungkan. Sebaliknya hal-hal yang jahat dan tidak baik merupakan hal-hal
yang merugikan, tidak bermanfaat dan tidak menguntungkan, dari karena itu baik
atau buruknya sesuatu ditentukan berdasarkan manfaat yang diperoleh, berguna
atau tidak berguna dan menguntungkan atau tidak menguntungkan (Bagus, 2000).
Etika Utilitarianisme mengungkapkan bahwa suatu tindakan dikatakan baik jika
mampu memberikan manfaat bukan kepada satu atau dua masyarakat saja
melainkan masyarakat besar. Perumusan etika utilitarisme yang terkenal adalah
the greatest happiness of the greatest number. (Bertens,2000).
8
Universitas Kristen Petra
pengintegrasian dari sesuatu, dimana selama pengintegrasian tersebut sesuatu itu
berpindah dari suatu kebersamaan yang tak tertentu, yang tanpa gabungan, ke
dalam suatu keanekaragaman tertentu, yang menampakkan hubungan dan di mana
gerak yang menyertainya juga mengalami perubahan yang sama (Hadiwijono,
2011).
9
Universitas Kristen Petra
melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri (dalam Fahmi, 2013). Atas dasar itu,
etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik, dan watak yang
kuat dari pelaku (Sutrisna, 2010). Atau sebagaimana dikatakan Immanuel Kant,
kemauan baik harus dinilai baik pada dirinya sendiri terlepas dari apapun juga
(dalam Sutrisna, 2010). Menurut Sutrisna (2010) Ada tiga prinsip yang harus
dipenuhi dalam menerapkan teori deontologi, yaitu:
a. Supaya suatu tindakan punya nilai moral, maka tindakan itu harus
dijalankan berdasarkan aturan, prosedur, atau kewajiban.
b. Nilai moral dari suatu tindakan tidak ditentukan oleh tujuan atau hasil
yang dicapai, melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong
seseorang untuk melakukan tindakn tersebut.
c. Sebagai konsekuensi dari dua prinsip tersebut, kewajiban adalah hal yang
penting dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada
hukum moral universal.
Dalam uraian teori etika bisnis maka, dalam penelitian ini menegaskan
memakai teori deontologi. Hal ini terbukti bahwa deontologi memiliki banyak
kelebihan dibandingkan teori-teori etika yang lain. Dalam suatu perbuatan pasti
ada konsekuensinya, dalam hal ini konsekuensi perbuatan tidak boleh menjadi
pertimbangan. Perbuatan menjadi baik bukan dilihat dari hasilnya melainkan
karena perbuatan tersebut wajib dilakukan. Deontologi menekankan perbuatan
tidak dihalalkan karena tujuannya. Tujuan yang baik tidak menjadi perbuatan itu
juga baik. Dalam hal ini, tidak boleh melakukan suatu perbuatan jahat agar
sesuatu yang dihasilkan itu baik. Misalkan tidak boleh mencuri, berdusta untuk
membantu orang lain, mencelakai orang lain melalui perbuatan ataupun ucapan,
karena dalam teori deontologi kewajiban itu tidak bisa ditawar lagi karena ini
merupakan suatu keharusan dan memiliki pendirian yang teguh pada prinsip yang
taat.
10
Universitas Kristen Petra
Prinsip otonomi: sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil
keputusan berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang dianggap baik
untuk dilakukan.
Prinsip kejujuran: terkait dengan kepercayaan. Kejujuran relevan dalam
bisnis berkaitan dengan pemenuhan syarat-syarat kontrak atau
perjanjian, penawaran barang dan jasa yang meliputi mutu dan harga
yang sebanding, dan hubungan kerja internal.
Prinsip keadilan: prinsip ini menuntut agar setiap orang diperlakukan
secara adil sesuai dengan criteria yang rasional objektif dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Prinsip saling menguntungkan: dalam bisnis kompetitif, tetap harus
diupayakan terjadinya win-win solution.
Prinsip integritas moral: sebagai tuntutan moral dalam diri pelaku bisnis
atau perusahaan, agar dalam menjalankan bisnisnya senantiasa menjaga
nama baik perusahaan.
11
Universitas Kristen Petra
aturan (hukum) perilaku dibuat dan laksanakan, atau aturan (norma) etika
tersebut diwujudkan dalam bentuk aturan hukum (Arman, 2011).
Sebagai kontrol terhadap individu. Pelaku dalam bisnis yaitu melalui
penerapan kebiasaan atau budaya moral atas pemahaman dan
penghayatan nilai-nilai dalam prinsip moral sebagai inti kekuatan suatu
perusahaan dengan mengutamakan kejujuran, bertanggung jawab,
disiplin, berperilaku tanpa diskriminasi (Arman, 2011).
Etika bisnis hanya bisa berperan dalam suatu komunitas moral, tidak
merupakan komitmen individual saja, tetapi tercantum dalam suatu
kerangka sosial (Arman, 2011).
12
Universitas Kristen Petra
Etika bisnis menyadarkan para pebisnis tentang adanya dimensi etis yang
melekat dalam perusahan yang dibangun.
Etika bisnis memampukan para pebisnis untuk membuat pertimbangan-
pertimbangan moral dan pertimbangan-pertimbangan ekonomis secara
memadai.
Etika bisnis memberi arah yang tepat bagi para pebisnis ketika akan
menerapkan pertimbangan-pertimbangan moral-etis dalam setiap
kebijakan dan keputusan bisnis demi tercapainya tujuan yang
ditargetkan.
13
Universitas Kristen Petra
Relationship pricing adalah penetapan harga berdasarkan upaya yang
menarik, mempertahankan, dan meningkatkan relasi dengan para
konsumen, seperti:
a. Long-term contracts
Penetapan harga berdasarkan kontrak dengan insentif harga dan
non harga kepada pelanggan agar mereka bersedia mengikat diri
pada relasi jangka panjang.
b. Price bundling
Strategi penetapan harga dengan menjual satu jasa atau lebih dalam
satu paket. Harga satu paket harus lebih murah daripada harga total
masing-masing item bila dijual terpisah.
c. Efficiency pricing
Strategi penetapan harga melalui pemahaman, pengelolaan, dan
penekanan biaya. Sebagian atau keseluruhan penghematan biaya
akan diteruskan kepada para pelanggan dalam bentuk harga yang
lebih murah.
Metode penetapan harga konvensional dalam sektor jasa, yaitu:
a. Cost-based pricing, yaitu metode penetapan harga berdasarkan
perhitungan biaya-biaya finansial.
b. Competition-based pricing, yaitu strategi ini berfokus pada harga
ditetapkan oleh perusahaan-perusahaan lain dalam industri atau
pasar yang sama.
c. Demand-based pricing (value-based pricing), yaitu menetapkan
harga konsisten dengan persepsi pelanggan terhadap nilai.
14
Universitas Kristen Petra
a. Hakikat dan pengertian kejujuran adalah terbuka, tanpa kedok, atau
tidak berusaha menyembunyikan keaslian diri sendiri.
b. Kejujuran dalam berbisnis dimana dibutuhkan pebisnis yang seluruh
hidup dan perilakunya terarah kepada tujuan bisnis yang sebenarnya
bukan terhadap keuntungan semata.
Berbisnis secara adil
Keadilan secara hakiki merupakan norma yang menuntut agar dalam
mencapai tujuan-tujuan tertentu termasuk dalam dunia bisnis, seseorang
tidak boleh mengorbankan hak-hak dan kepentingan orang lain.
Berbisnis secara bertanggungjawab
Pebisnis bebas memilih dan menetapkan siapa yang seharusnya menjadi
mitra bisnisnya. Semuanya dilakukan berdasarkan pilihan dan
kehendaknya. Seorang pebisnis yang beretika memang bebas, tetapi
dalam kebebasannya juga harus selalu siap untuk
mempertanggungjawabkan semua akibat atau dampak yang timbul atas
penggunaan kebabasan tersebut.
Berbisnis di antara hak dan kewajiban
Dalam dunia bisnis, hak dan kewajiban bersifat normative atau
konsekuensinya harus ditaati oleh semua pihak. Perlu ditegaskan bahwa
penegakkan hak dan kewajiban semua pihak dalam perusahaan
merupakan unsur pokok yang menentukan kenyamanan dan kepastian
dalam praksis bisnis.
15
Universitas Kristen Petra
kesempatan yang sama tanpa memandang suku, jenis kelamin, atau faktor lainnya
yang tidak relevan (Bertens, 2013).
Menurut badan penelitian, pengembangan dan informasi kementrian
tenaga kerja dan transmigrasi (2013), masalah ketenagakerjaan yang sering terjadi
adalah masalah pelatihan keterampilan kerja, penempatan tenaga kerja, hubungan
industrial dan jamsostek, serta pengawasan ketenagakerjaan. Sehingga dibuatlah
arahan kebijakan bidang ketenagakerjaan 2014-2019 berdasarkan undang-undang
Republik Indonesia No. 3 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, berikut adalah
arahan kebijakan bidang ketenagakerjaan 2014-2019:
Pelatihan keterampilan kerja
Untuk mewujudkan pelatihan keterampilan kerja sebagai gawe nasional
dalam meningkatkan skill dan attitude tenaga kerja agar menjadi human
capital yang handal, maka kebijakan pelatihan keterampilan kerja yang
dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi harus
dilandaskan pada filosofi bermanfaat dan integratif.
Penempatan tenaga kerja
Untuk mencapai penciptaan dan perluasan kesempatan kerja yang
memadai dari aspek jumlah, dan layak dari aspek penghasilan dan standar
kerja baik di dalam maupun di luar negeri, serta terjadinya peningkatan
keterampilan tenaga kerja Indonesia melalui alih keterampilan dari TKA,
maka kebijakan penempatan tenaga kerja yang harus dilaksanakan oleh
Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Hubungan industrial dan jamsostek
Untuk mencapai hubungan industrial yang harmonis melalui High Road
Industrial Relation System, yang menjamin adanya fleksibilitas pasar kerja
tanpa mengabaikan supremasi nilai kemanusiaan, maka kebijakan
hubungan industrial yang harus dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasiharus didasarkan pada filosofi dan visi
menciptakan High Road Industrial Relation System, yang menjamin
terciptanya hubungan industrial yang harmonis, yakni:
a. Pengupahan
Menegaskan kepastian kebijakan pengupahan.
16
Universitas Kristen Petra
Memberi pemahaman kepada seluruh pihak terkait agar
melakukan penentuan upah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Mengevaluasi peraturan-peraturan daerah yang teridentifikasi
menimbulkan kemelut dalam penentuan upah minimum.
Evaluasi ini harus dilakukan oleh Biro Hukum.
Bersama dengan pemerintah daerah memberi pencerahan
kepada perusahaan mengenai unsur kesejahteraan pekerja, yang
tidak hanya didasarkan pada upah.
b. Pemborongan dan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan
lain (outsourcing).
Menunjukkan komitmen untuk menjamin kesejahteraan,
keberlangsungan pekerjaan, dan jaminan sosial bagi pekerja
dalam kegiatan pemborongan dan penyerahan sebagian
pekerjaan kepada perusahaan lain.
Mengambil keputusan yang tegas dalam penegakan hukum
terkait pelaksanaan kegiatan pemborongan dan penyerahan
sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain.
Mengambil langkah yang tegas terhadap kontroversi dalam
pelaksanaan kegiatan pemborongan dan penyerahan sebagian
pekerjaan kepada perusahaan lainkarena terbitnya
Permenakertrans No 19 Tahun 2012, Surat Edaran Menteri
Tenaga Kerja No 4 Tahun 2013.
c. Jaminan sosial
Menyarankan agar PT JAMSOSTEK pro-aktif melakukan
sosialisasi mengenai program jamiman sosial bagi tenaga kerja.
Meningkatkan koordinasi dengan SKPD ketenagakerjaan
tentang kepesertaan jamsostek.
Mengupayakan implementasi SJSN dalam waktu secepatnya
untuk memecahkan permasalahan kesejahteraan pekerja/buruh,
pesangon, outsourcing, dll).
17
Universitas Kristen Petra
Penerapan prinsip keadilan yang proporsional bagi kontribusi
Pemerintah, Pengusaha, dan Pekerja dalam kebijakan SJSN.
d. Revitalisasi serikat pekerja kelembagaan hubungan industrial
Bersama dengan pemerintah daerah meningkatkan
profesionalisme serikat pekerja/buruh.
Bersama dengan pemerintah daerah melakukan bimbingan
mengenai budaya pekerja terhadap serikat pekerja/buruh.
Meningkatkan kemampuan pemerintah daerah untuk
menentukan representasi serikat pekerja/buruhyang sah dalam
hubungan Tripartit dalam menentukan kebijakan
ketenagakerjaan.
Meningkatkan ketegasan aparat ketertiban dan keamanan
terhadap tindakan anarkis.
Pengawasan ketenagakerjaan
Untuk mewujudkan pengawasan ketenagakerjaan yang berfungsi sebagai
pengawal pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan,
maka kebijakan pengawasan ketenagakerjaan yang harus dilakukan oleh
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi harus dilandaskan pada
filosofi pengawasan ketenagakerjaan yang kuat, kompeten, professional,
bermartabat, dan mengglobal.
18
Universitas Kristen Petra
Memenuhi standar minimal kondisi kerja dan sistem pengupahan serta
jaminan sosial.
19
Universitas Kristen Petra
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Terkait dengan Penerapan Etika Bisnis
Michaelson Cornwell, B Svensson, G., & Wood, G.
Penulis
Moral Luck and Business Peran Etika Kristen, Islam, A Conceptual Framework of
Judul
berpendapat bahwa jika penggerak utama etika dalam kerja konseptual etika
seseorang tidak dapat posisi etika konsumen. perusahaan dan bisnis di
menjelaskan dimana level seluruh organisasi dalam hal
moral seseorang. struktur etis , proses etis dan
kinerja etis.
orang itu harus memberikan konsumen karena tingkat memberikan dukungan tentang
pertimbangan risiko moral relativisme dan idealisme. bagaimana mengembangkan,
dalam penilaian moral yang c. Relativisme dan idealisme mengelola dan mengevaluasi
akan didapat dalam tersebut adalah ideologi bisnis yang etis dalam praktek
penugasanya nanti terkait Barat yang kurang optimal organisasi. Etika bisnis di
imbalan ekonomi mengenai dalam mengidentifikasi seluruh organisasi bergantung
episode di mana posisi etis dari agama- pada struktur etika yang ada.
keberuntungan moral yang agama Timur. Organisasi yang saling
nantinya akan memainkan tergantung dan secara implisit
peran. bertanggungjawab bersama
untuk kinerja etis di seluruh
organisasi.
20
Universitas Kristen Petra
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang telah membahas etika bisnis
seperti jurnal yang berjudul “Moral Luck and Business Ethic” yang menyatakan
bahwa di dalam bisnis sebuah pujian dan anggapan seseorang tentang moral yang
terdapat dalam bisnis umumnya dapat mempengaruhi seseorang untuk
memberikan penilaian moral (Michaelson, 2008).
Berdasarkan jurnal tentang peran etika Kristen, Islam, Budha, dan
Khonghuchu (Confucius) terhadap etika konsumen menurut Cornwell (2005)
bahwa, sulit menilai peran agama dalam mempengaruhi konsumen karena tingkat
relativisme dan idealism yang dianut (ideologi). Dimana ideologi barat yang
kurang optimal dalam mengidentifikasi posisi etis dari agama-agama timur.
Adapun penelitian Svensson, G., & Wood, G. (2011) dalam jurnal yang
berjudul “A Conceptual Framework of Corporate and Business Ethics Across
Organizations” yang menyatakan bahwa Etika bisnis di seluruh organisasi harus
dilihat secara terus-menerus. Etika mendukung dinamika kompleksitas, karena
memberikan dukungan tentang bagaimana mengembangkan, mengelola dan
mengevaluasi bisnis yang etis dalam praktek organisasi. Etika bisnis di seluruh
organisasi bergantung pada struktur etika yang ada. Hal ini dapat diartikan bahwa
adanya persepsi di pasar dan di masyarakat yang menentukan apa masalah harus
ditujukan untuk mencapai praktek bisnis yang etis didalam sebuah organisasi.
Persepsi ini mendasari masyarakat bahwa, masyarakat kemudian akan melakukan
apa yang penting untuk mengenali praktek bisnis yang etis di seluruh organisasi
tergantung pada tindakan staf dan perilaku. Karena itu, dibutuhkan struktur dan
proses pendukung.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu tersebut maka, penulis pun
menjadi tertarik untuk melakukan penelitian tentang etika bisnis. Namun, penulis
akan melakukan penelitian dengan menganalisis etika bisnis mana yang
diterapkan pada PT Maju Jaya di Pare, Kediri, Jawa Timur.
21
Universitas Kristen Petra
masyarakat dan etika pada hakekatnya lebih tinggi daripada hukum. Hal ini
terbukti dengan pendapat dari Arman (2011) bahwa, hukum akan mengkodifikasi
harapan dari etika dalam melaksanakan kegiatan bisnis. Meskipun disadari tidak
semua harapan etika tersebut dapat dipenuhi oleh hukum. Norma etika memang
bersifat dinamis, tetapi begitu etika dituangkan dalam ketentuan hukum sifat
dinamisnya menjadi berkurang/bahkan mungkin menjadi statis. Maka, hukum
tentunya harus memperhatikan pula apabila adanya perubahan-perubahan.
Menurut Arman (2011) bahwa etika bisnis memiliki peranan yang lebih
dibandingkan hukum, sebagai berikut:
Hukum sebagai salah satu sarana/alat pengawasan (social control) yang
efektif untuk mengendalikan praktek bisnis yang tidak sehat. Sebab
hukum menetapkan secara tegas apa yang harus dilakukan atau tidak
boleh dilakukan, serta bentuknya yang tertulis memberi rasa aman bagi
para pelaku bisnis, karena apabila terjadi pelanggaran sanksinya jelas.
Bisnis tidak bisa lepas dari faktor hukum, tetapi hukum saja belum
cukup untuk mengatur bisnis, dalam hal ini pula didukung faktor lain
seperti etika. Bahkan pada taraf normatif, etika mendahului hukum.
Mematuhi hukum dalam bisnis adalah suatu keharusan.
Etika bisnis mendasari terbentuknya hukum (substantif) bukan
sebaliknya hukum yang membentuk etika bisnis. Etika sebagai
bagian/cabang dari filafat (umum) yang mempelajari tentang tingkah
laku manusia mengenai baik dan buruknya dalam kehidupan
bermasyarakat.
Filsafat hukum mempelajari tentang hakekat hukum, juga merupakan
cabang filsafat (khusus). Keduanya (etika dan filsafat) pada dasarnya
sama-sama membahas mengenai aturan tingkah laku manusia dalam
kehidupan masyarakat dan dipraktekkan dalam kehidupan
bermasyarakat.
Etika berkaitan dengan tentang apa yang benar dan apa yang salah,
sedangkan hukum cenderung dapat ditafsirkan sebagai masalah legal
atau ilegal.
22
Universitas Kristen Petra
Tidak semua etika diatur secara penuh oleh hukum, karena etika terus
berkembang dalam kehidupan masyarakat yang mencerminkan
pemikiran etis masyarakat dalam membangun etika bisnis, sedangkan
hukum bersifat terbatas.
Namun demikian hukum harus dapat mengkodifikasikan harapan dari
etika, meskipun disadari bahwa tidak semua harapan etika tersebut dapat
dipenuhi seluruhnya oleh hukum.
23
Universitas Kristen Petra
2.6 Kerangka Berpikir
24
Universitas Kristen Petra