Anda di halaman 1dari 12

Tugas UTS: Paper Literature Review

Nama : Annisa Rachman Supartono


NIM/Prodi/Fakultas : 24022006/Studi Pembangunan/SAPPK
Mata Kuliah : Tata Kelola Lingkungan (SP5104)

Topik Literatur : Masalah dan Isu Pengelolaan SDA dan


Lingkungan
Judul Buku : Earth Wars ̶ Pertempuran Memperebutkan
Sumber Daya Global
Judul BAB : BAB I ̶ Empat Kebutuhan Pokok Pangan,
Air, Energi, Logam
Nama Penulis : Geoff Hiscock
Nama Penerbit : John Wiley & Sons Singapore Pte. Ltd.
Tahun Terbit : 2012

1. Ringkasan Bacaan

Makanan, energi, air, dan logam: Jaga pasokan keempat kebutuhan pokok tersebut,
sediakan udara bersih serta pengaturan yang harmonis, dan ̶ ketiadaan bencana besar ala
film Hollywood 2012 ̶ maka dunia pun akan damai selamanya. Namun, tentu saja itu
hanyalah teori di atas kertas untuk sekedar membangun optimisme di abad 21. Pada
kenyataannya, kesinambungan pasokan keempat kebutuhan pokok itu jauh dari
meyakinkan. Persaingan antarnegara adidaya, lonjakan permintaan atas komoditas inti,
peningkatan standar hidup bagi ratusan orang yang ingin menikmati kenyamanan mobil,
TV, komputer, atau ponsel pertama mereka ̶ atau bagi miliaran orang yang lebih miskin
agar dapat menikmati makanan harian kedua mereka ̶ tidak bisa dipungkiri bahwa tekanan
terhadap sumber daya bumi yang terbatas itu meningkat dengan pesat. Tidak ada katup
pengaman yang mudah untuk dilepaskan. 1,3 miliar orang di Cina, 1,2 miliar di India, dan
ratusan juta lainnya di negara-negara berkembang dengan tingkat ekonomi yang tumbuh
pesat seperti Brazil, Rusia, Indonesia, Turki, Meksiko, Polandia, Nigeria, dan Vietnam tidak
ingin hasil jerih payah mereka dihalangi. Mereka menginginkan apa yang dinikmati
konsumen di Amerika Utara, Eropa, dan Jepang. Itulah sebabnya pertempuran besar untuk
menguasai sumber daya dunia benar-benar terjadi dan sedang berlangsung saat ini.
Ada banyak barisan dalam perang ini. Salah satunya dimulai jauh di padang gurun
pedalaman Australia Barat. Seribu kilometer (600 mil) sebelah timur laut melalui jalan darat
dari ibu kota negara bagian Perth terdapat Gunung Weld, sisa gunung berapi yang meletus
ribuan tahun yang lalu. Di titik pusatnya, yang mungkin berdiamter tiga kilometer (2 mil),
terdapat pipa yang kaya carbonatite, bantuan induk yang menyimpan suatu material yang
jauh lebih berharga. Gunung Weld dapat dikategorikan sebagai “zona panas”, sebuah
daerah di luar teritori Cina yang menjadi pusat penyimpanan kandungan tambang yang
mungkin paling penting: 24 juta ton sumber daya tanah langka (rare earths resource), yang
menghasilkan 1,9 juta ton oksidasi dari elemen tersebut. Lebih penting lagi, pada
pertengahan 2012, tempat itu akan menjadi salah satu tambang baru pertama yang
memasok sumber daya tanah langka di luar wilayah Cina dalam satu dekade. Para pencari
keberuntungan dari Inggris, Amerika, dan Cina datang dalam jumlah ribuan pada akhir
abad kesembilan belas untuk mencari emas di daerah tersebut. Seratus tahun kemudian,

Tata Kelola Lingkungan | 1


para pencari keberuntungan ini, baik besar maupun kecil mematok klaim atas persil-persil
tanah kaya nikel, bijih besi, tembaga, dan seng.
Kini ada pemikat baru-unsur tanah langka: 17 unsur kimia yang suatu hari dapat
terbukti sebagai bonanza pertambangan terbesar dari semuanya. Unsur-unsur ini-
scandium, yttrium, dan 15 lanthanides seperti lanthanum dan cerium-belum dianggap
penting dalam benak masyarakat. Tapi dalam pertempuran yang sedang berlangsung
untuk menguasai sumber-sumber daya dunia yang paling berharga: unsur tanah langka
dan logam langka berdampingan bersama minyak, gas, uranium, batu bara, bijih besi,
tembaga, dan emas sebagai bahan yang harus dimiliki negara, perusahaan, dan
konsumen. Unsur tanah langka terdapat di segala sesuatu yang teknologinya sedang hot:
baterai untuk mobil hibrida dan listrik, iPad, iPod, Blackberry, dan ponsel cerdas lainnya,
televisi LED, lampu hemat energi, laser, lensa kamera, magnet permanen, kaca yang
sangat bias, katalis perengkah cairan untuk penyulingan minyak, converter katalis untuk
knalpot kendaraan bermotor, mesin sinar-X, fosfor, memori komputer, perangkat militer
yang canggih seperti kacamata penglihatan malam dan sistem rudal terpandu, dan lain-
lain.
Pada bulan Desember 2010, Departemen Energi AS memublikasikan laporan Critical
Materials Strategy-nya yang menemukan lima logam tanah langka ̶ dysprosium,
neodymium, terbium, europium, and yttrium, serta logam langka olahan indium ̶ ̶ sebagai
pasokan “paling penting” untuk Amerika Serikat selama lima tahun ke depan. Mendapatkan
kepastian pasokan unsur tanah langka telah menghantui pikiran para politisi, penjelajah
barang tambang dan investor di seluruh dunia, terutama setelah Cina ̶ yang menyumbang
97 persen produksi global ̶ mengurangi ekspornya pada tahun 2010 dan lagi pada tahun
2011 untuk menegaskan bahwa kebutuhan pengguna domestik lebih diprioritaskan dari
pada ekspor.
Produsen elektronik dan peralatan presisi Jepang khususnya sangat tergantung pada
unsur tanah langka. Meskipun mereka mampu mendaur ulang sebagian dari limbah
komputer, ponsel, dan perangkat elektronik lainnya, sebagian besar pasokan diperoleh dari
Cina. Bahkan, sekitar 50 dan 60 persen ekspor unsur tanah langka Cina ditujukan ke
pembeli Jepang. Tetapi pada bulan September 2010, para konsumen ini mengalami
sesuatu yang mirip dengan “gejolak minyak” mini. Pasokan mereka dari Cina melambat
sampai hampir terhenti, tercekik oleh semacam birokrasi ganda yang diterapkan oleh
Jepang sendiri sebagai hambatan non-tarif terhadap impor yang tidak diinginkan. Tidak
ada larangan ekspor, kata pemerintah Cina, namun hasilnya sama: pengiriman terhenti,
dan industri elektronik Jepang menjadi sangat cemas. Kesalahan Jepang adalah
menangkap nakhoda sebuah kapal nelayan Cina yang bertabrakan dengan dua kapal
penjaga pantai Jepang di dekat gugusan kepulauan tak berpenghuni di laut Cina Timur.
Pulau-pulau itu, yang dikenal di Jepang sebagai Senkaku dan di Cina sebagai Diaoyu,
merupakan wilayah konflik dan diklaim kedaulatannya oleh kedua belah pihak. Bahwa ada
potensi kekayaan minyak dan gas di perairan sekitarnya menambahkan dimensi lain dalam
sengketa ekonomi mereka.
Salah satu hasil dari konfrontasi itu adalah kesepakatan cepat yang diajukan rumah
dagang Jepang Aojitz untuk membentuk aliansi strategis dengan pemilik unsur tanah
langka Gunung Weld, sebuah perusahaan pertambangan kecil Australia bernama Lynas
Corp. Hal itu menjadikan Gunung Weld sebagai salah satu penanda global untuk unsur
tanah langka. Selain Cina, yang lain adalah Afrika Selatan, Amerika Serikat, India,
Mongolia, Kirgizstan, Vietnam, Kanada, Brazil, Swedia, dan Greenland, yang menunjukkan
bahwa unsur tanah langka tidaklah selangka yang disiratkan oleh namanya. Namun
mereka sulit untuk ditambang secara ekonomis. Banyak deposit yang ditemukan memiliki
konsentrasi di bawah yang kelayakan. Lainnya berada pada lokasi yang sulit atau
berlingkungan sensitif. Jangka waktu suatu tambang untuk mencapai tahap produksi bisa
memakan waktu hingga satu dekade, ditambah pengolahan bijih logam tanah langka yang
kotor, yang membutuhkan banyak air dan menyisakan banyak kerusakan yang harus
dibereskan. Polusi adalah masalah besar, dan hanya sedikit pemerintah siap untuk
menjalankan proyek baru karena isu-isu lingkungan.

Tata Kelola Lingkungan | 2


Teknologi Energi Bersih
Salah satu alasannya adalah kebutuhan masa depan untuk teknologi energi bersih.
Cina, bersama dengan India, dengan cepat menjadi pemimpin global energi angin dan
surya. Turbin angin skala besar mengandalkan magnet permanen, yang dibangun dari
bahan-bahan penting seperti dysprosium, neodymium, praseodymium, dan samarium. Hal
yang sama berlaku pada lapisan film tipis yang digunakan dalam panel sel surya. Bahan
penting di situ adalah indium, gallium, dan tellurium.
Lynas bukan satu-satunya kandidat baru dalam percaturan tambang elemen langka.
Penambang Amerika Utara Ucore berharap bahwa Proyek Gunung Bokan-nya di Alaska,
mulai berproduksi pada tahun 2015. Perusahaan Kanada Great Western Minerals akan
dibuka lagi untuk sumber daya tanah langka, dengan produksi pertama kemungkinan pada
tahun 2013. Stans Energy memiliki rencana dan jadwal serupa bagi tambang Kutessay II
di Kirzigstan, sebuah produsen unsur tanah langka berat di era Soviet. Greenland Minerals
Energy, perusahaan tambang Australia lainnya, memiliki deposit multi-unsur tanah langka,
uranium, dan seng di proyek Kvanefield, di ujung barat daya Greenland. Perusahaan itu
mengatakan bahwa depositnya bisa menopang operasi tambang skala besar selama
beberapa dekade, dengan potensi untuk memasok 20 persen permintaan global atas unsur
tanah langka dengan biaya rendah karena pendapatan dari uranium dan seng. Tapi
Greenland adalah lingkungan yang sulit, dengan tantangan logistik tersendiri.
Jauh sebelum itu, pesaing AS ̶ tambang logam tanah langka Molycorp di Mountain
Pass, California ̶ akan kembali berproduksi setelah terhenti pada tahun 2002 di bawah
persaingan harga berat dari Cina dan regulasi lingkungan yang kian ketat. Pakar industri
Jack Lifton dari Technology Metals Research mengatakan bahwa tindakan apapun yang
diambil Amerika Serikat, fokusnya harus pada kemanan dan ketersediaan rantai pasokan
AS atas unsur tanah langka. “Amerika memiliki semua teknologi untuk mengubah
konsentrat bijih tanah langka, bahan pertama dalam rantai pasokan pengguna akhir produk
unsur tanah langka, menjadi magnet dan CFL (compact fluorescent lamp),” ujar Lifton.
Bagi para pemburu barang tambang, cerita serupa terjadi di Amerika Selatan, di mana
deposit lithium raksasa di salar-salar (ladang-ladang garam) pada dataran Andes
menyajikan apa yang beberapa analisis percaya sebagai kesempatan seumur hidup.
Lithium yang lunak dan berwarna putih keperakan adalah logam yang paling ringan. Logam
itu digunakan dalam keramik, gelas, pelumas, farmasi, dan yang terpenting, dalam baterai
lithium-ion yang memasok daya mulai dari jam tangan, smartphone, iPod, laptop sampai
mobil hibrida dan listrik penuh (EVS). Jika prakiraan jangka panjang benar, pada tahun
2020, hingga 25 persen dari mobil di pasar otomotif global adalah hibrida atau EVS. Yang
berarti pasar yang besar untuk baterai dan akibatya permintaan atas lithium, meskipun
persaingan pasokan cenderung ketat, dengan kelebihan pasokan mungkin setidaknya
hingga 2013.

Segitiga Lithium dari Andes


Sebenarnya, tidak ada kekurangan besar atas lithium, tetapi menambangnya secara
ekonomis dari ladang garam atau batuan keras bisa menjadi masalah lain. Pemasok di
Amerika Selatan, Amerika Serikat, Australia, dan Cina menggunakan berbagai sumber
daya dan teknik ekstraksi. Untuk saat ini, keuntungan ekonomis terdapat pada lithium yang
dihasilkan dari air asin, di mana daya penguapan matahari melakukan sebagian besar
pekerjaan. Di dataran Andes, di bagian dunia yang mendapat radiasi matahari secara
intens dan dikenal sebagai segitiga lithium, salar-salar putih yang membentang di seluruh
Boliviam Chili, dan Argentina dianggap sebagai sumber lithium air asin terkaya di dunia.
Salar-salar tersebut merupakan fokus perhatian dari investor, penambang, dan kelompok
industri global yang berhasrat untuk mendapatkan sebagian kontrol atas pasokan lithium
jika permintaan untuk kendaraan listrik (KL) melesat sesuai prediksi, dan jika pembuat
kendaraan listrik terus menggunakan lithium dalam baterai mereka. Menurut US Geological

Tata Kelola Lingkungan | 3


Survey, pasokan lithium global pada 2015 akan menjadi sekitar 250.000 ton LCE. Pasokan
lithium yang relatif berlimpah tidak menghentikan persaingan untuk sumber daya lithium
air garam di Amerika Selatan. Pemainnya banyak dan beragam, mencakup kepentingan
Eropa, Jepang, Korea, Cina, Amerika Utara, Brazil, dan Australia.

Pemasaran Ambisius Bolivia


Presiden Bolivia Evo Morales, yang membuat sejumlah perusahaan terbesar dunia
naik pitam ketika dia menasionalisasi sumber minyak dan gas negara itu setelah berkuasa
pada tahun 2006, telah secara konsisten menyatakan bahwa dia tidak ingin Bolivia hanya
sebagai titik awal dalam rantai pasokan lithium global; dia ingin mengembangkan industri
baterai dalam negeri dan mungkin juga pabrik untuk membuat kendaraan listrik. Dalam
pemasaran ambisiusnya kepada investor, Comibol mengatakan bahwa Bolivia memiliki 70
persen cadangan lithium dunia. Mereka mengatakan bahwa sebagai perbandingan, Chili
memiliki 30 juta ton, Cina 3 juta ton, Argentina 2 juta ton, dan sisanya di seluruh dunia 7
juta ton. Itu bukanlah pandangan yang disepakati oleh Departemen Energi AS, sembari
menyebut bahwa “saat ini dan masa mendatang, lithium Bolivia hanyalah sumber daya
yang tidak ekonomis.”
Pandangan AS sejalan dengan pandangan perusahaan Kanada Lithium Americas. Di
sana, Lithium America, yang bermitra strategis dengan pembuat mobil listrik Mitsubishi
Motors dan pemasok suku cadang kendaraan Magna International, mengatakan bahwa
situsnya yang meliputi ladang garam Cauchari-Olaroz adalah tambang lithium air garam
terbesar ketiga yang diketahui dunia setelah Salar del Hombre Muerto di peringkat kedua
dan Chile Salar de Atacama di peringkat pertama. Secara keseluruhan, mereka
menyumbang lebih dari 80 persen dari seluruh produksi lithium.
Produsen lithium air garam memiliki keunggulan biaya dan mutu, tapi tidak secara
waktu karena proses penguapan dapat memakan waktu hingga 18 bulan. Produsen batu
keras menambang bijih dengan panas dan asam untuk mengekstrak lithium, bisa
mengirimkan produk mereka ke pasar lebih cepat, tetapi dengan biaya yang lebih tinggi.
Dalam laporan 2010 mengenai baterai mobil listrik, Boston Consulting Group
memperkirakan 14 juta dari mobil baru yang dijual di Cina, Jepang, Amerika Serikat, dan
Eropa pada tahun 2020 adalah mobil listrik atau hibrida. Dari jumlah tersebut, 11 juta akan
memiliki baterai lithium-ion.

Beragam Faktor
Lithium dan unsur tanah langka hanya merupakan bagian kecil dari gambaran yang
muncul pada awal abad kedua puluh satu dari persaingan global untuk sumber daya di
antara negara-negara maju yang besar (Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang) dan negara
berkembang Cina, India, Brazil, dan Rusia. Persaingannya sangat luas dalam lingkup dan
sebaran geografis ketika masing-masing pemain utama berusaha meraih kontrol dan
jaminan pasokan atas sejumlah komoditas berharga. Hal ini tercermin pada berbagai faktor
yang hadir bersamaan dalam beberapa tahun terakhir yang menciptakan kecemasan
bahwa akan ada orang yang tertinggal. Faktor-faktor itu meliputi:
• Tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi dari 7 sampai 10 persen per tahun di
dua negara terpadat penduduknya di dunia yaitu Cina dan India yang mendorong
kenaikan permintaan atas komoditas yang dibutuhkan untuk mendukung ekonomi
industri dan pertanian mereka: energi dan baja.
• Pertumbuhan kelas menengah menciptakan permintaan yang besar untuk kendaraan
bermotor di kedua ekonomi dan di negara-negara berkembang “gelombang kedua”
seperti Meksiko, Brazil, Rusia, Indonesia, Turki, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan
Thailand.

Tata Kelola Lingkungan | 4


• Perdebatan global mengenai perubahan iklim, kontrol emisi, dan pajak karbon
mempercepat upaya penemuan teknologi energi berseih seperti tenaga gelombang,
angin, dan surya.
• Ratusan orang sedang diangkat dari jurang kemiskinan di Afrika, Asia, dan Amerika
Latin yang memungkinkan mereka untuk membeli makanan harian kedua. Standar
hidup yang lebih tinggi di seluruh dunia ini berarti konsumsi makanan dan air yang
semakin besar (dan sebagai akibatnya, lebih banyak penggunaan input pertanian
seperti pupuk), yang menimbulkan kekhawatiran bahwa makanan dan air bersih akan
menjadi langka.
• Ambisi territorial dan sengketa perbatasan menjadi semakin intensif ketika kekuatan-
kekuatan besar memperebutkan cadangan migas potensial di zona lepas pantai.
• Pergolakan politik di Timur Tengah dan Afrika Utara mengubah hubungan dalam
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).
• Pengguna energi besar seperti Cina, Amerika Serikat, India, Rusia, dan Jepang
mencemaskan keamanan jalur pasokan laut mereka.
• Masalah keamanan ini memicu perebutan diversifikasi sumber daya. Afrika, Indonesia,
Amerika Selatan, dan negara-negara Asia Tengah adalah sasaran minat investasi dari
perusahaan-perusahaan minyak dan tambang global. Cina membantu membangun
Pelabuhan dan jalur kereta api di Afrika, berinvestasi di sektor gas dan listrik di Brazil,
dan berharap untuk mendapat lebih banyak bijih besi dan batu bara Australia. India juga
memendam ambisi yang sama.

Untuk memahami pemikiran Cina dan India, perlu disadari bahwa tingkat ekonomi yang
tumbuh rata-rata 10 persen per tahun melipatgandakan tingkatannya tersebut dalam tujuh
tahun, dan ekonomi yang tumbuh 7 persen per tahun membutuhkan 10 tahun.
Sebagai konsekuensi dari pertumbuhan yang cepat selama dua dekade terakhir, Cina
sekarang mengonsumsi lebih banyak energi, menjual lebih banyak mobil, dan
menghasilkan lebih banyak baja daripada Amerika Serikat. Cina menggunakan lebih
banyak bijih besi, tembaga, timah, seng, alumunium, kromium, tungsten, titanium, dan
unsur tanah langka daripada bangsa lain manapun. Pada tahun 2020, jaringan rel kereta
api berkecepatan tinggi mungkin akan mencapai 16.000 km di antara setiap kota besar
Cina. Pembangunan jaringan raksasa itu dan kereta yang berjalan di atasnya
membutuhkan sejumlah besar bahan baku, termasuk baja.
Kisah pertumbuhan yang sama terjadi di India, meskipun pada tingkat yang kurang
ingar-bingar. Sekali lagi, baja dan pembangkit lidtrik adalah dua sektor tersibuk. Meskipun
ada dorongan menuju energi yang lebih bersih, batu bara akan tetap menjadi tulang
punggung pembangkit listrik India sampai setidaknya 2025, yang berarti bahwa permintaan
untuk batu bara akan terus meningkat. Rusia suka membantu India dalam teknologi
konstruksi, bahkan Rusia suka memasok energi ke India dalam berbagai bentuk.
Menurut Badan Informasi Energi AS (EIA), Rusia memiliki cadangan gas alam terbesar
dunia, cadangan batu bara terbesar kedua dan minyak mentah terbesar kedelapan. Pada
2010-2011, Rusia adalah produsen minyak mentah terbesar dunia, melebihi Arab Saudi.
Di setengah belahan dunia lainnya di Amerika Selatan, ledakan hidrokarbon semakin
melaju. Pada tahun 2006, Petrobras Brazil dan mitra-mitranya menemukan ladang minyak
dan gas di selatan Rio de Janeiro. Ini berpotensi untuk mengubah Brazil menjadi salah
satu produsen minyak terbesar di dunia. Venezuela, anggota pendiri OPEC memiliki
cadangan lebih besar dan merupakan produsen minyak terbesar ketujuh dunia, tetapi
karena nasionalisasi Presiden Hugo Chavez atas industri minyak di tahun 2007,
produksinya telah menurun. Kolombia, Peru, Bolivia, Argentina, Chili, dan Ekuador semua
menghasilkan minyak dan menarik minat perusahaan-perusahaan minyak nasional dan
global. Kolombia juga telah berkembang perannya sebagai pengekspor batu bara, dengan
lebih banyak pasokan yang diperuntukkan bagi Cina dan India.

Tata Kelola Lingkungan | 5


Produk Baru untuk Jalur Perdagangan Lama
Sebenarnya, perebutan sumber daya ini hanyalah kelanjutan sejarah, hanya pemain
dan produknya yang berubah. Bangsa Romawi telah melakukan perdagangan dengan
India sejak sebelum abad pertama, baik dengan rute kafilah darat melalui Persia, atau
dengan perahu melalui Laut Merah. Perdagangan India meluas ke timur hingga Cina dan
Asia Tenggara, serta ke barat hingga Afrika dan seterusnya. Cina jelas memiliki teknologi
untuk melaksanakan pelayaran besar dalam penjelajahan, tapi tidak ada keharusan agama
atau komersial untuk melakukannya. Pelayaran hanya untuk prestise: untuk mengesankan
peradaban lain bahwa Kerajaan Tengah benar-benar adalah pusat dunia dan
mengharapkan upeti.
Untuk Eropa yang haus sumber daya, itu adalah hal yang sama sekali berbeda.
Membuka rute laut di sekitar ujung selatan Afrika ke Asia pada akhir abad kelima belas
memberikan prospek perdagangan rempah-rempah, sutra, dan porselen yang
menguntungkan dan kesempatan untuk mengendalikan tanah baru. Di bawah dua
perjanjian pada tahun 1494 dan 1529, Portugis dan Spanyol telah bersepakat mengenai
bagaimana mereka akan mengatur “dunia baru” yang diyakini telah mereka temukan di
Amerika Selatan dan di kawasan Asia Pasifik. Portugis dan Spanyol hanyalah gelombang
awal dari penjajah Eropa. Pada awal 1600-an, Belanda telah berada di Jawa berusaha
untuk mengontrol perdagangan rempah-rempah melalui Perusahaan Hindia Belanda
Timur (VOC). Inggris dan Prancis, bersama Belanda dan Denmark bersaing untuk
mendirikan pos-pos perdagangan di sepanjang pantai India pada awal abad ketujuh belas.
Pada akhir abad kedelapan belas, Inggris adalah kekuatan penjajah dominan di India dan
juga telah mampu mendirikan sebuah pijakan yang kuat di Guangzhou, yang dengan cepat
menjadi salah satu sentra perdagangan tersibuk di dunia.

Dunia pada tahun 2050


Pada bulan Januari 2011, bank global HSBC mengeluarkan laporan berjudul “The
World in 2050” yang isinya menyimpulkan bahwa pada tahun 2050, negara-negara
berkembang, termasuk Cina dan India, akan melipatgandakan outputnya lima kali dan
akan lebih besar daripada output negara-negara maju. Sembilan belas dari 30 negara
dengan PDB terbesar adalah negara yang saat ini disebut sebagai negara berkembang.
Cina dan India akan menjadi ekonomi terbesar dan ketiga terbesar, dengan Amerika
Serikat sebagai nomor 2. Jepang akan menjadi keempat, diikuti oleh Jerman, Inggris,
Brazil, Meksiko, Prancis, dan Kanada pada 10 besar. Rusia akan berada di peringkat lima
belas. HSBC memperkirakan bahwa “kemajuan substansial” akan dibuat oleh sejumlah
ekonomi berkembang lainnya, termasuk Turki, Indonesia, Mesir, Malaysia, Thailand,
Kolombia, dan Venezuela, yang semuanya akan berada di peringkat 30 besar. Cina
dengan tumpukan cadangan devisa yang sangat besar ($3,2 triliun pada Oktober 2011),
memiliki uang untuk membeli apapun yang diinginkannya, asalkan ia dapat tetap
menyatukan rakyatnya. Dengan $320 miliar, India hanya memiliki sepersepuluh cadangan
devisa Cina, tetapi sama-sama bertekad dalam perebutan jaminan sumber daya. Amerika
Serikat, Eropa, dan Jepang tidak mungkin dengan mudah untuk menyerah dalam
memenuhi standar hidup mereka sendiri yang semakin tinggi melalui investasi teknologi
dan pertumbuhan produktif
Bagaimana dengan keterbatasan pangan, energi, air, dan sumber daya alam lainnya
yang mungkin terjadi pada tahun 2050? HSBC mengatakan bahwa dunia sudah dalam
periode “deficit ekologi” di mana pengurasan sumber daya alam lebih cepat daripada
pemulihannya. Tanpa ada perubahan dalam cara kerja dunia, laju pelemahan pasti akan
tumbuh. Ini adalah tantangan mendasar bagi para konsumen terbesar, mengingat dampak
dari keputusan mereka mengalir jauh melampaui batas-batas mereka sendiri. Perang
sumber daya global masih panjang.

Tata Kelola Lingkungan | 6


2. Tanggapan/Review

Pangan, air, dan energi merupakan kebutuhan pokok bagi keberlangsungan hidup
manusia. Secara sederhana manusia membutuhkan makanan dan air untuk hidup serta
membutuhkan energi guna menunjang kedua hal tersebut. Kebutuhan pokok tersebut juga
merupakan penggerak utama pertumbuhan di sektor industri, ekonomi, dan sosial yang
saling berkaitan satu sama lain. Air sebagai unsur yang paling penting, dengan adanya air
maka ketahanan pangan dapat dilakukan. Dari air juga, energi dapat dihasilkan melalui
turbin skala besar, atau melalui Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) jika di Indonesia.
Selain itu, proses produksi logam juga selama ini dibuat menggunakan air dan energi
dalam proses pengolahannya. Keempat kebutuhan pokok ini menjadi indikator tercapainya
ketahanan sumber daya alam di suatu negara. Namun, meningkatnya populasi dunia dan
semakin tingginya tuntutan standar hidup yang tinggi, semakin ketat juga persaingan dalam
mengakses sumber daya. Di samping itu, krisis sumber daya karena lonjakan permintaan
komoditas inti yang semakin meningkat membuat konflik dan pertempuran dalam
menguasai sumber daya benar-benar terjadi.
Selama berabad-abad, negara Barat telah mengontrol sebagian besar aliran sumber
daya, namun kini negara-negara berkembang seperti Cina, india, Rusia, Brazil, Indonesia,
Turki, Iran, dan sejumlah besar negara lainnya menginginkan hal yang sama. Cina dan
India dengan kepadatan penduduk yang tinggi tertarik untuk menjamin pasokan sumber
daya mereka. Kedua negara tersebut termasuk pengembang dan pengguna utama dunia
dalam energi surya, angin, dan air. Namun, tantangan-tantangan yang dihadapi Cina dan
India tidak bisa dianggap enteng. Cina selalu berusaha menjaga negaranya tetap utuh dan
itu merupakan kerja keras dengan konflik yang banyak terjadi di dalamnya. Di India pun
demikian, demokrasi di negara tersebut selalu berbenturan dengan aspek sosial yang
menyangkut warna kulit, kasta, agama, suku, dan jenis kelamin. Namun, optimisme dua
negara tersebut atas pencapaian sumber daya tidak pernah memudar.
Walaupun Cina dan India memiliki kapasitas pengelolaan pasokan energi, pangan,
dan air yang besar, terdapat permasalahan bahwa populasi, kontaminasi, dan penggunaan
berlebihan terhadap sumber daya telah menimbulkan kerusakan lahan pertanian, kualitas
sungai, dan kualitas udara. Seharusnya pengelolaan pasokan sumber daya tersebut
memerhatikan regulasi yang diberikan oleh pemerintah di negara tersebut dan
menjalankannya dengan baik. Sebagai contoh, di Indonesia ada Undang-undang yang
mengatur tentang pengelolaan sumber daya air (UU RI No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber
Daya Air). Dalam pasal 2 disebutkan bahwa pengelolaan sumber daya air dilakukan
berdasarkan asas:
a. kemanfaatan umum;
b. keterjangkauan;
c. keadilan;
d. keseimbangan;
e. kemandirian;
f. kearifan lokal;
g. wawasan lingkungan;
h. kelestarian;
i. keberlanjutan;
j. keterpaduan dan keserasian; dan
k. transparansidan akuntabilitas.
Ada juga Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
Pasal 2 yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan pangan dilakukan dengan
berdasarkan asas:
a. kedaulatan;
b. kemandirian;
c. ketahanan;

Tata Kelola Lingkungan | 7


d. keamanan;
e. manfaat;
f. pemerataan;
g. berkelanjutan; dan
h. keadilan.
Selain itu, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi juga
menyebutkan bahwa pengelolaan energi yang meliputi penyediaan, pemanfaatan, dan
pengusahaannya harus dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan, rasional, optimal,
dan terpadu guna memberikan nilai tambah bagi perekonomian bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Penyediaan, pemanfaatan, dan pengusahaan energi yang
dilakukan secara terus menerus guna meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam
pelaksanaannya harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup.
Untuk itu, dalam pengelolaan dan penggunaan sumber daya yang tersedia, harus
memperhatikan banyak aspek, terutama yang terkait dengan wawasan lingkungan,
kelestarian, dan keberlanjutan karena sangat erat kaitannya dengan lahan yang tetap
lestari/tidak rusak. Jika regulasi yang dibuat oleh pemerintah dijalankan dengan baik,
sumber daya yang didapat tidak akan mengganggu lahan dan ekosistem lingkungan di
sekitarnya, sehingga keberlanjutan lingkungan untuk mendukung kehidupan masyarakat
dapat terkelola dengan baik.
Selain permasalahan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya yang tidak
memerhatikan aspek lingkungan sekitarnya, persaingan untuk mendapatkan pasokan
sumber daya kebutuhan inti pun terjadi hampir di setiap belahan dunia. Salah satu
alasannya karena kebutuhan masa depan akan teknologi energi bersih terus meningkat.
Selain itu, peningkatan standar hidup bagi negara-negara berkembang terus terjadi, seperti
penggunaan mobil, TV, komputer, ponsel, iPod, laptop, dan sebagainya yang memaksa
lonjakan permintaan komoditas inti terus terjadi. Akhirnya, tekanan terhadap sumber daya
bumi yang terbatas meningkat dengan pesat. Sumber daya yang paling berkaitan dengan
peningkatan kualitas hidup dalam bidang teknologi yaitu unsur tanah langka. Unsur tanah
langka memegang peranan penting dalam kebutuhan material dalam bidang energi bersih.
Aplikasi penggunaannya banyak terdapat pada alat-alat teknologi. Unsur tanah langka ini
sebenarnya belum terlalu dianggap penting di benak masyarakat. Namun, negara-negara
global bertarung untuk menguasai sumber daya ini karena diperkirakan unsur tanah langka
ini akan menjadi komoditas penggerak ekonomi yang tinggi karena teknologi juga semakin
canggih dan dibutuhkan oleh setiap masyarakat. Diperkirakan, unsur tanah langka ini akan
banyak diperlukan pada produksi mobil hibrida dan listrik, televisi LED, laser, lampu hemat
energi, lensa kamera, mesin sinar-X, memori komputer, perangkat militer yang canggih
seperti kacamata penglihatan malam dan sistem rudal terpadu, dan lain-lain. Lalu
bagaimana cara mengatasi persaingan sumber daya ini agar tidak terjadi konflik antar
negara? Jawabannya ialah diperlukan tata kelola yang baik dalam pengelolaannya.
Sebenarnya, sumber daya yang sangat melimpah di suatu negara belum tentu
mencerminkan kemakmuran di negara tersebut. Ini yang dinamakan paradox of plenty,
yang menunjukkan sebuah kondisi ketika negara atau wilayah yang memiliki kekayaan
SDA yang berlimpah justru tidak mampu menunjukkan kinerja pembangunan yang tinggi
secara relatif dibandingkan negara atau wilayah lain yang memiliki SDA terbatas. Jika,
sumber daya tersebut tidak terkelola dengan baik, malah akan menimbulkan banyak
kerugian, termasuk konflik-konflik perebutan yang terjadi.
Kembali pada pembahasan unsur tanah langka, di Indonesia, penelitian pemanfaatan
unsur tanah langka sudah banyak dilakukan oleh beberapa lembaga penelitian bekerja
sama dengan perguruan tinggi dan industri. Penelitian yang sudah dilakukan terkait
pemanfaatan unsur tanah langka yaitu untuk magnet permanen, cat anti radar, sensor gas
dan contrast agent (MRI). Magnet permanen berbasis logam unsur tanah langka, tepatnya
neodymium banyak digunakan di alat-alat elektronik dan energi (turbin angin dan
kendaraan listrik), serta alat-alat kesehatan. Potensi unsur tanah langka akan sangat
menguntungkan jika Indonesia turut serta dalam mengembangkannya, apalagi Indonesia
memiliki potensi pasir monazite sebagai sumber unsur tanah langka yang belum

Tata Kelola Lingkungan | 8


termanfaatkan. Pemanfaatan unsur tanah langka ini mampu membuka Indonesia dalam
penguasaan dan pengembangan teknologi di masa depan. Selain itu, pengembangan
unsur tanah langka di Indonesia akan berdampak pada meningkatnya pertumbuhan
ekonomi, khususnya di bidang industri. Sebaiknya, pemerintah Indonesia harus membuat
rencana peta jalan industri pertambangan sehingga peta eksplorasi, eksploitasi, dan target
investasi dapat dipetakan dan dianalisis kaitannya antara apa yang dihasilkan dari
pertambangan dengan kebutuhan industri di Indonesia. Tentunya, rencana pengelolaan
unsur tanah langka tersebut tetap memerhatikan lingkungan sekitar agar tidak rusak dan
tetap lestari, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pasal 8 yang menyebutkan bahwa:

Pasal 8A
(1) Menteri menetapkan rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional secara
sistematis, terpadu, terarah, menyeluruh, transparan, dan akuntabel.
(2) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disusun dengan mempertimbangkan:
a. daya dukung sumber daya alam dan lingkungan menurut data dan informasi
geospasial dasar dan tematik;
b. pelestarian lingkungan hidup;
c. rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana zonasi;
d. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
e. tingkat pertumbuhan ekonomi;
f. prioritas pemberian komoditas tambang;
g. jumlah dan luas WP;
h. ketersediaan lahan Pertambangan;
i. jumlah sumber daya dan/atau cadangan Mineral atau Batubara; dan
j. ketersediaan sarana dan prasarana.
(3) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus disesuaikan dengan:
a. rencana pembangunan nasional; dan
b. rencana pembangunan daerah.
(4) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pengelolaan Mineral
dan Batubara.

Pasal 8B
(1) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8A paling sedikit memuat strategi dan kebijakan di bidang Pertambangan Mineral
dan Batubara.
(2) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8A wajib diintegrasikan dengan rencana pembangunan jangka panjang dan
rencana pembangunan jangka menengah nasional.
(3) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8A ditetapkan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat ditinjau kembali 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

Salah satu logam dari unsur tanah langka yang banyak digunakan di seluruh dunia
adalah lithium. Lithium yang lunak dan berwarna putih keperakan adalah logam yang paling
ringan. Logam ini digunakan dalam keramik, gelas, pelumas, farmasi, dan yang terpenting
pada baterai lithium-ion yang memasok daya mulai dari jam tangan, smartphone, iPod,
laptop, sampai mobil hibrida dan listrik penuh (EVS). Diperkirakan, pada tahun 2020 hingga
25 persen dari mobil di pasar otomotif global adalah hibrida atau EVS, yang berarti
permintaan lithium akan semakin meningkat. Ini juga menjadi penyebab persaingan untuk

Tata Kelola Lingkungan | 9


mendapatkan sumber daya lithium di Amerika Selatan. Pemainnya banyak dan mencakup
kepentingan Eropa, Jepang, Korea, Cina, Amerika Utara, Brazil, dan Australia. Tidak
menutup kemungkinan, ke depannya Indonesia juga akan bersaing dalam mendapatkan
sumber daya ini.
Indonesia dengan kekayaan alam nikelnya yang besar dharapkan dapat turut serta
menjadi negara penghasil baterai yang sumber bahan baku utamanya adalah lithium.
Melihat teknologi mobil listrik saat ini yang mulai beredar di Indonesia, potensi besar
Indonesia untuk berkontribusi dalam memproduksi baterai sangat tinggi. Motor Group dan
LG Energy Solution Ltd. telah memulai pembangunan pabrik sel baterai kendaraan listrik di
Indonesia. Pabrik baterai mobil listrik ini dibangun di wilayah Karawang, Jawa Barat.
Sumber daya alam lithium ditemukan di air laut, brine, mineral, dan tanah liat. Endapan
yang mengandung mineral lithium terdapat di beberapa tempat di Indonesia dalam jumlah
dan konsentrasi yang kecil. Sebagai negara yang dilalui cincin api, Indonesia memiliki
banyak mata air panas dan brine yang mengandung lithium. Tanah liat yang mengandung
lithium ditemukan dalam bentuk slurry (brine dan lumpur tanah liat), seperti pada lumpur
Bleduk Kuwu dan lumpur Sidoarjo (Salafudin, 2020). Bittern sebagai limbah industri garam
memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai sumber lithium di Indonesia.
Selain itu, jika ditarik ke hulu, industri otomotif Indonesia punya keuntungan tersendiri
terkait pembangunan baterai dan mobil listrik. Di Asia Tenggara, industri mobil Thailand
sebenarnya lebih maju dari Indonesia. Namun Indonesia memiliki nikel. Menurut COO
Hyundai Motor Asia Pasific, HQ Lee Kang Hyun, seharusnya Indonesia bisa jadi pionir atau
penghubung di ASEAN soal mobil listrik. Selain lithium, Lee juga menekankan pentingnya
nikel yang merupakan bahan baku untuk baterai kendaraan listrik ini, terdapat empat jenis
baterai untuk kendaraan listrik. Dua di antaranya memanfaatkan nikel dan kobalt.
Keduanya merupakan sumber daya alam yang cukup besar dimiliki Indonesia. Mengutip
Kementerian ESDM, saat ini Indonesia mencatat potensi bijih laterit nikel dengan total
sumber daya (terekam, tertunjuk dan terukur) 6,5 miliar ton dan total cadangan (terkira,
terbukti) 3,1 miliar ton. Oleh sebab itu, dengan modal pengembangan industri baterai, yang
menjadi komponen dominan kendaraan listrik, seharusnya percepatan pertumbuhan
kendaraan listrik Indonesia juga bisa melaju dengan cepat. Pemerintah membangun
industri baterai untuk mendukung pasar kendaraan listrik. Kalau industri kendaraan listrik
berkembang, industri baterai juga akan berkembang (Wirakusumah, 2022). Adapun
regulasi terkait Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery
Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan tertuang dalam Undang-undang RI Nomor 55
Tahun 2019. Dengan adanya regulasi yang sudah ditetapkan, diharapkan pengembangan
industri baterai di Indonesia akan maju sehingga memberikan dampak terhadap
pertumbuhan ekonomi dan kemajuan pengetahuan teknologi.
Sebenarnya, lithium dan unsur tanah langka hanya merupakan bagian kecil dari
persaingan global untuk sumber daya di antara negara-negara maju. Beragam faktor yang
muncul bersamaan dalam beberapa tahun terakhir menciptakan kecemasan akan ada
negara yang tertinggal. Kecemasan tersebut di antaranya ialah ketakutan akan “habisnya”
sumber daya pokok yang dibutuhkan karena permintaan yang semakin melonjak, ambisi
teritorial dan sengketa perbatasan wilayah, permasalahan politik yang menimbulkan jarak
hubungan organisasi antarnegara, dan perebutan diversifikasi sumber daya. Keseluruhan
faktor tersebut dapat diatasi dengan regulasi yang diciptakan di setiap negara untuk
mengatur sumber daya di negara nya secara rasional. Misalnya, regulasi terkait
penggunaan sumber daya energi yang tepat guna dan efisien akan membuat pasokan
sumber daya energi dapat terkendali, regulasi terkait batasan-batasan yang boleh dan
tidak boleh dilalui oleh negara lain akan meminimalisir sengketa antarnegara, dan regulasi
lainnya yang terkait agar pengelolaan sumber daya menghasilkan tata kelola yang baik.
Semua regulasi tersebut sebaiknya didesentralisasi agar dapat secara bersama-sama
diawasi dari level pemerintahan terbawah. Selain itu, perlu juga kesadaran antar-
masyarakat di suatu negara untuk dapat memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dengan
bijak. Sebagaimana kita ketahui bahwa krisis di dunia adalah air, pangan dan energi. Air
menjadi hal utama dari ketiga krisis tersebut. Maka, dengan pengelolaan air yang baik

Tata Kelola Lingkungan | 10


maka akan tercapai ketahanan pangan dan energi. Selain regulasi yang harus jelas,
terdapat beberapa rekomendasi yang dapat digunakan dalam menyikapi kondisi krisis
pangan, air, dan energi ini, di antaranya harus adanya penguatan kelembagaan dan
koordinasi antarlembaga terkait, seperti akademisi, LSM, maupun pihak swasta guna
meningkatkan inovasi dan sumber daya terkait. Kemudian, pengembangan teknologi
diharapkan mampu mendukung daya produksi pada ketiga sumber daya ini. Yang terakhir,
menata kembali keterjangkauan melalui tata kelola sistem logistic, sistem distribusi,
infrastruktur, dan lain-lain, serta membangun sistem pengawasan terkait seluruh proses
distribusi sumber daya tersebut.
Dalam buku literatur ini juga disebutkan bahwa sebenarnya perebutan sumber day aitu
sudah terjadi sejak lama, bahkan sejak Bangsa Romawi melakukan perdagangan ke India.
Maka, bukan suatu hal yang baru jika pada zaman modern ini terjadi banyak perebutan
sumber daya di berbagai negara. Ini disebabkan karena banyaknya manfaat sumber daya,
khususnya energi, air, pangan, dan logam tidak teralokasi secara merata karena sumber
daya tersebut tidak terkelola dalam suatu regulasi yang menyeluruh. Akibatnya, perebutan
sumber day aini dapat terus terjadi. Selain itu, di dalam buku literatur karya Geoff Hiscock
ini disebutkan bahwa pada tahun 2050, negara-negara berkembang, termasuk Cina dan
India akan menjadi mesin pertumbuhan global yang dapat menggerakkan roda ekonomi
secara signifikan, hasrat mereka untuk terus meningkatkan standar hidup sangat tinggi,
sehingga akan terjadi pengurasan sumber daya yang terjadi secara terus menerus. Ini bisa
berdampak buruk apabila tidak diimbangi dengan pengelolaan lingkungan yang baik,
sehingga berakibat pengurasan sumber daya alam ini akan lebih cepat dari proses
pemulihan lahan/lingkungannya. Inilah yang dinamakan defisit ekologi. Di Indonesia,
berdasarkan data Global Footprint Network tahun 2020, Indonesia mengalami defisit
ekologi sebanyak 42%. Angka ini menunjukkan, konsumsi terhadap sumber daya lebih
tinggi daripada yang saat ini tersedia dan akan menyebabkan daya dukung alam terus
berkurang. Untuk itu, perlu adanya sebuah sistem pengelolaan yang memerhatikan aspek
kelestarian dengan menempatkan aspek lingkungan sebagai inti dari pembangunan,
kemudian yang kedua aspek sosial, dan yang ketiga aspek ekonomi. Atau, jika hierarki
tersebut sulit untuk dicapai, setidaknya aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi yang
ditempatkan secara sejajar dengan porsi yang seimbang.

Tata Kelola Lingkungan | 11


DAFTAR PUSTAKA

Kustiawan, Iwan. 2022. “Materi Kuliah Tata Kelola Lingkungan Modul 1: Pengertian Dasar
Tata Kelola Lingkungan”. Bandung: ITB

Kustiawan, Iwan. 2022. “Materi Kuliah Tata Kelola Lingkungan Modul 3: Konflik
Penguasaan/Pengelolaan SDA dan Lingkungan”. Bandung: ITB

Rodliyah, Isyatun, dkk. 2017. “Potensi dan Pemanfaatan Logam Tanah Jarang untuk Energi
Terbarukan dan Material Maju”. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Mineral dan Batubara: M&E, Vol.15, No. 3, September 2017

Salafudin. 2021. “Sumberdaya Alam Lithium Indonesia.” Bandung: Rekayasa Hijau: Jurnal
Teknologi Ramah Lingkungan Volume 5 | Nomor 2 ISSN [e]: 2579-4264 | DOI:
https://doi.org/10.26760/jrh.v5i2.178-187 Institut Teknologi Nasional

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Daftar Pustaka dari Situs Internet

Al Hikam, Herdi Alif. 2020. “Luhut Yakin RI Bisa Produksi Baterai Lithium Sendiri di 2023”.
https://finance.detik.com/industri/d-5272128/luhut-yakin-ri-bisa-produksi-baterai-
lithium-sendiri-di-2023, diakses pada 15 Oktober 2022 pukul 19.00 WIB

Dananjaya, Dio. 2022. “Pabrik Baterai Mobil Listrik Hyundai dan LG di Karawang Beroperasi
2024.” https://otomotif.kompas.com/read/2022/08/25/180100215/pabrik-baterai-
mobil-listrik-hyundai-dan-lg-di-karawang-beroperasi-2024, diakses pada 15 Oktober
2022 pukul 20.00 WIB

Zaenuddin, Muhammad. 2022. “Masa Depan Mobil Listrik Indonesia.”


https://katadata.co.id/jeany/analisisdata/619b5c2f1f4ec/masa-depan-mobil-listrik-
indonesia#:~:text=Berdasarkan%20proyeksi%20PLN%2C%20pada%202021,65%20
ribu%20unit%20pada%202030, diakses pada 15 Oktober 2022 pukul 21.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai