Anda di halaman 1dari 1

Bangunan, biar benda mati namun tidak berarti tidak berjiwa, Rumah selalu adalah citra sang

manusia pembangunnya. Rumah membahasakan diri kita. Maka dalam membangun rumah atau
bangunan lain ada 2 lingkunagan masalah yang perlu diperhatikan, yakni lingkungan masalah Guna
dan Lingkungan masalah Citra. (Guna dan Citra 3.1, hal 47)

Guna menunjuk pada keuntungan, pemanfaatan (use, dalam Bahasa inggris) yang diperoleh.
Guna dalam arti kata aslinya tidak hanya berarti bermanfaat, untumg materiil belaka, tetapi lebih dari
itu, punya daya yang menyebabkan kita bisa hidup lebih meningkat. (Guna dan Citra 3.2, hal 52)

Citra sebetulnya hanya menunjuk suatu “gambaran” image, suatu kesan penghayatan yang
menangkap arti bagi seseorang. Citra tidak jauh sekali dari guna, tetapi lebih bertingkat spiritual, lebih
menyangkut derajat dan martabat manusia yang berumah. Citra menunjuk pada tingkat kebudayaan
sedangkan guna lebih menuding pada segi keterampilan / kemampuan. Tetapi semua itu belum
mengungkapkan dan menyinarkan sesuatu yang paling menjadi ciri kemanusiawian manusia yang
diam dalam rumah. Yakni, segi kebudayaannya, segi spiritualnya. (Guna dan Citra 3.3, hal 54)

Definisi keindahan, syaratnya, dan mengapa demikian, kebanyakan dari kita tidak akan
menjawabnya dnegan memuaskan. Sebenarnya semua itu tergantung juga dari siapa yang kita tanyai.
Sebab setiap bangsa atau zaman punya cita – cita kecantikan atau keindahan yang tidak selalu sama.
Pengertian mana yang indah, mana yang buruk rupa tidak selalu sama. Banyak karya seni atau
khususnya arsitektur dari zaman ke zaman dahulu tidak selayaknyalah kita nilai dan kita ukur menurut
norma – norma estetika, apalagi estetika kita di masa kini. (Bentuk – Bentuk Arsitektural Selaku
Simbol Kosmologis 4.1, hal 77)

Pada tahap primer orang berpikir da bercita rasa dalam alam penghayatan kosmis dan mistis,
atau agama. Itdak estetis. Estetis artinya penilaian sidat yang dianggap indah dari segi kenikmatan.
Segi mitos atau keagamaan menyangkut keadaan manusia atau semesta dari dasar dasarnya yang
paling akar. (Bentuk – Bentuk Arsitektural Selaku Simbol Kosmologis 4.2, hal 77)

Dalam alam pikiran mitologis atau mitia, manusia masih menghayati diri tenggeelam di dan
Bersama seluruh alam dan dunia gaib. Demikian juga bentuk meru dan bentuk arsitektural lain tidak
lepas dari bentuk Gunung Mahameru, susunan dasar semesta raya. Yang terdahulu adalah tanda sarana
mistis penghadiran suatu tarian kosmologis gaib yang menentukan mati – hidup alam dan manusia,
sedangkan yang akhir cukup mengungkapkan kegembiraan lugas belaka dari suatu bangsa yang suka
hiburan belaka. (Bentuk – Bentuk Arsitektural Selaku Simbol Kosmologis 4.2, hal 80)

Kebudayaan dating dari manusia, ungkapan dirinya, baik dalam hal arah berpikir, cita rasa,
serta seleranya, yang tentulah fana dan related sifatnya. Setiap kebudayaan akan mentuntaskan
arsitektural sacral yang khas cocok dengan cita rasa kebudayaan yang bersangkutan. (Bentuk –
Bentuk Arsitektural Selaku Simbol Kosmologis 4.3, hal 80)

Anda mungkin juga menyukai