Kel 2 ASKEP SLE ANAK FIX
Kel 2 ASKEP SLE ANAK FIX
Disusun oleh:
Dosen pengampu:
Ulfia Fitriani N, S.Kep., Ns., M.Kep
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................................3
a. Tujuan Umum .............................................................................................3
b. Tujuan Khusus ............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................4
2.1 Definisi ...............................................................................................................4
2.2 Etiologi...............................................................................................................4
2.3 Patofisiologi .......................................................................................................7
2.4 Tanda dan Gejala ................................................................................................8
2.5 Pemeriksaan Penunjang ....................................................................................11
2.6 Penatalaksanaan Medis.....................................................................................12
BAB III PATHWAY .......................................................................................................15
BAB IV KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ..........................................................16
4.1 Pengkajian ........................................................................................................16
4.2 Analisis Data ....................................................................................................18
4.3 Diagnosa Keperawatan .....................................................................................20
4.4 Intervensi ..........................................................................................................21
4.5 Evaluasi ............................................................................................................33
BAB V KESIMPULAN..................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................40
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
yang diinisiasi pada tahun 1982 dan telah diperbarui pada tahun 1997.
Walaupun tidak pernah divalidasi, kriteria ACR-1997 sudah banyak digunakan.
Terdapat kekhawatiran bahwa ACR-1997 dapat membatasi diagnosis LES
terutama pada pasien anak yang perjalanan penyakitnya masih dini atau pun
pada pasien nefritis lupus karena kriteria ACR-1997 tidak mengklasifikasi
nefritis lupus terisolir sebagai LES, sedangkan nefritis lupus sering kali
merupakan manifestasi utama pada pasien anak dengan LES badan menurun.
Pada penyakit yang sudah lanjut (berbulan-bulan sampai tahunan) akan
menunjukkan manifestasi klinis yang lebih spesifik dan lengkap serta
cenderung melibatkan multiorgan. Manifestasi dapat bersifat ringan sampai
berat yang dapat mengancam jiwa.
Kronologis SLE pada anak seringkali dimulai dengan gejala umum yang
tidak spesifik, seperti kelelahan dan demam. Diagnosa seringkali memerlukan
waktu yang cukup lama karena gejalanya dapat mirip dengan penyakit lain.
Setelah diagnosis, perjalanan penyakit dapat sangat bervariasi antarindividu.
Flare-up penyakit yang terjadi secara periodik dapat mengakibatkan
peningkatan aktivitas penyakit dan memerlukan penyesuaian rencana
perawatan. Penderita LES umumnya mengeluh lemah, demam, malaise,
anoreksia dan berat
Solusi untuk menangani masalah pada anak dengan SLE melibatkan
pendekatan holistik yang mencakup manajemen gejala, pencegahan flare-up,
dan dukungan psikososial. Asuhan keperawatan yang efektif melibatkan
kolaborasi tim kesehatan yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan terapis
fisik. Pendidikan pasien dan keluarga juga merupakan elemen penting untuk
meningkatkan pemahaman tentang penyakit dan manajemen mandiri. Dalam
konteks ini, penelitian dan pengembangan terus dilakukan untuk meningkatkan
terapi dan manajemen SLE pada anak-anak. Dukungan sosial, edukasi, dan
perawatan berbasis bukti menjadi kunci dalam meningkatkan kualitas hidup
anak dengan SLE serta mengoptimalkan hasil klinis mereka.
2
1.2 Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
untuk menyajikan pemahaman menyeluruh tentang pemahaman
asuhan keperawatan pada anak dengan SLE.
b. Tujuan Khusus
Menggambarkan Karakteristik SLE pada Anak dan Menganalisis
Tantangan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan SLE
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah radang kronis yang disebabkan
oleh penyakit autoimun (kekebalan tubuh) di mana sistem pertahanan tubuh
yang tidak normal melawan jaringan tubuh sendiri. Antara jaringan tubuh
dan organ yang dapat terkena adalah seperti kulit, jantung, paru-paru, ginjal,
sendi, dan sistem saraf. Lupus eritematosus sistemik adalah penyakit
autoimun sistemik dengan distribusi di seluruh dunia (Kesehatan et al.,
2021). Sistemic Lupus Eritematosus (SLE) merupakan suatu penyakit
autoimun yang menahun dapat menimbulkan peradangan dan bisa
menyerang berbagai organ tubuh tubuh manusia, termasuk kulit, dan
persendian (Nursiwi et al., 2022).
2.2 Etiologi
Etiologi SLE masih belum jelas, namun telah terbukti bahwa SLE
merupakan interaksi antara faktor genetik (disregulasi imun, hormon) dan
lingkungan (sinar UVB, obat), yang berakibat pada terbentuk limfosit T dan
B autoreaktif yang persisten
Penyakit lupus terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan auto antibody yang berlebihan. Sampai saat ini
penyebab Lupus belum diketahui. Diduga faktor genetik, infeksi, dan
lingkungan ikut berperan pada patofisiologi Lupus. Sistem imun tubuh
kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan
tubuh sendiri. SLE dianggap sebagai penyakit autoimun, yang berarti sistem
kekebalan tubuh menyerang jaringan tubuh sendiri. Beberapa faktor yang
terkait dengan perkembangan SLE meliputi:
a. Faktor Genetik:
Ada kecenderungan genetik dalam SLE, di mana individu yang
memiliki riwayat keluarga dengan penyakit ini memiliki risiko yang
lebih tinggi untuk mengembangkan SLE. Beberapa gen tertentu,
4
seperti gen HLA (Human Leukocyte Antigen), telah dikaitkan
dengan peningkatan risiko SLE.
b. Faktor Hormonal:
Hormon, terutama estrogen, dapat memainkan peran dalam
perkembangan SLE. Karena SLE lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pria, estrogen dianggap sebagai salah satu faktor yang
mungkin berkontribusi.
c. Faktor Lingkungan:
Paparan terhadap beberapa faktor lingkungan, seperti sinar matahari
(ultraviolet), infeksi virus, dan paparan zat kimia tertentu, telah
diidentifikasi sebagai potensial pemicu atau pendorong penyakit ini
pada individu yang rentan.
d. Gangguan Imunologis:
Kelainan dalam sistem kekebalan tubuh, termasuk gangguan dalam
produksi dan fungsi sel-sel kekebalan, seperti limfosit dan antibodi,
dapat berkontribusi pada terjadinya SLE.
f. Stres:
Faktor stres fisik atau emosional dapat memicu flare-up
(pemburukan tiba-tiba) pada beberapa individu yang sudah
menderita SLE. Meskipun stres tidak dianggap sebagai penyebab
langsung, namun dapat memengaruhi aktivitas penyakit.
5
Perlu dicatat bahwa SLE adalah penyakit kompleks dengan banyak
faktor yang terlibat, dan interaksi antara faktor-faktor ini mungkin
berperan dalam perkembangan penyakit. Penelitian terus dilakukan
untuk memahami lebih lanjut mekanisme yang mendasari SLE agar
dapat meningkatkan diagnosa dini, manajemen, dan pengobatan
penyakit ini.
6
2.3 Patofisiologi
Patofisiologi Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) melibatkan gangguan
pada sistem kekebalan tubuh, di mana sistem kekebalan yang seharusnya
melindungi tubuh dari patogen malah menyerang jaringan tubuh sendiri. Ini
menciptakan respons inflamasi dan kerusakan pada berbagai organ dan
jaringan. Meskipun belum sepenuhnya dipahami, beberapa mekanisme
utama yang terlibat dalam patofisiologi SLE termasuk:
a. Produksi Autoantibodi:
Pada SLE, terjadi produksi autoantibodi, yaitu antibodi yang
menargetkan dan menyerang komponen-komponen normal tubuh.
Autoantibodi yang umum ditemukan melibatkan nukleoprotein dan
sitoplasma sel, seperti antibodi anti-dsDNA (double-stranded DNA)
dan antibodi antinuklear (ANA).
b. Komplemen dan Inflamasi:
Sistem komplemen, yang berperan dalam mengaktifkan dan
memperkuat respons imun, seringkali terlibat dalam SLE. Aktivasi
berlebihan dari sistem komplemen dapat menghasilkan reaksi
inflamasi yang kuat, menyebabkan kerusakan pada sel dan jaringan.
c. Gangguan pada Sel Limfosit:
Limfosit B dan limfosit T, dua jenis sel kekebalan utama, terlibat
dalam patofisiologi SLE. Limfosit B memproduksi autoantibodi,
sedangkan limfosit T dapat memicu peradangan dan merusak
jaringan.
d. Deregulasi Sel Presentasi Antigen (APC):
Sel presentasi antigen (APC), seperti makrofag dan sel dendritik,
dapat menjadi hiperaktif dan merangsang respon imun yang
berlebihan. Ini dapat memperkuat aktivasi limfosit T dan
menyebabkan lebih banyak peradangan.
e. Apoptosis Sel yang Tidak Normal:
7
Pada SLE, terjadi peningkatan apoptosis (kematian sel yang
terprogram) sel-sel tubuh. Sel yang mengalami apoptosis dapat
melepaskan materi seluler, termasuk nukleoprotein, yang dapat
merangsang produksi autoantibodi.
f. Faktor Genetik:
Faktor genetik memainkan peran dalam kerentanan seseorang
terhadap SLE. Polimorfisme genetik pada beberapa gen, terutama
gen HLA dan gen yang terlibat dalam regulasi sistem kekebalan,
dapat meningkatkan risiko terjadinya SLE.
g. Hormonal:
Peran hormon, khususnya estrogen, dalam patofisiologi SLE juga
diperhatikan. Hormon ini dapat memengaruhi respons imun, dan
perubahan kadar estrogen, seperti pada masa pubertas atau
kehamilan, dapat memicu flare-up SLE.
Penting untuk dicatat bahwa mekanisme ini saling berhubungan dan
dapat bervariasi antarindividu. Adanya fluktuasi gejala dan adanya
serangan penyakit yang berulang juga menjadi karakteristik utama
dari patofisiologi SLE. Pengelolaan SLE melibatkan pengendalian
peradangan, pengobatan simtomatik, dan pengaturan sistem
kekebalan tubuh. Penelitian terus dilakukan untuk mendalami
pemahaman terhadap patofisiologi SLE dan mengembangkan terapi
yang lebih efektif.
8
Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) dapat menunjukkan berbagai tanda dan
gejala yang bervariasi antarindividu. Gejalanya dapat berkembang secara
bertahap, dan flare-up (pemburukan tiba-tiba) penyakit dapat terjadi.
Beberapa tanda dan gejala umum SLE meliputi:
a. Rash Kulit:
Munculnya ruam merah yang dapat berkembang pada area wajah,
seperti bentuk "sayap kupu-kupu" di atas pipi, atau bisa muncul pada
bagian tubuh lainnya yang terpapar sinar matahari.
b. Nyeri Sendi (Artritis):
Artritis dapat terjadi, menyebabkan nyeri, bengkak, dan kemerahan
pada sendi. Gejala artritis pada SLE sering bersifat fluktuatif.
c. Kelelahan:
Kelelahan yang berlebihan dan menetap sering menjadi gejala SLE.
Kelelahan ini dapat memengaruhi aktivitas sehari-hari dan tidak
selalu terkait dengan tingkat aktivitas fisik.
d. Demam:
Demam ringan hingga sedang seringkali terjadi, terutama selama
flare-up penyakit.
e. Gangguan Ginjal:
SLE dapat memengaruhi ginjal, menyebabkan gejala seperti
pembengkakan pada kaki dan mata, tekanan darah tinggi, atau
perubahan dalam hasil tes urine.
f. Gangguan Hematologis:
SLE dapat menyebabkan gangguan pada sistem pembekuan darah,
seperti anemia, peningkatan risiko pembekuan darah, atau
penurunan jumlah trombosit.
g. Gangguan Respirasi:
Gangguan pada paru-paru atau pleura (lapisan luar paru-paru) dapat
menyebabkan kesulitan bernapas, nyeri dada, atau peradangan
pleuritis.
h. Gangguan Kardiovaskular:
9
SLE dapat memengaruhi jantung, menyebabkan perikarditis
(peradangan perikardium) atau endokarditis (peradangan lapisan
dalam jantung).
i. Gangguan Neurologis:
Gangguan pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan gejala seperti
kebingungan, kelemahan otot, atau sakit kepala.
j. Gangguan pada Mata:
SLE dapat memengaruhi mata, menyebabkan gejala seperti mata
kering, peradangan konjungtiva, atau gangguan pada retina.
k. Gangguan pada Saluran Cerna:
SLE dapat memengaruhi saluran cerna, menyebabkan gejala seperti
gangguan pencernaan, mual, muntah, atau kehilangan nafsu makan.
l. Gangguan pada Sistem Kehamilan:
SLE dapat memengaruhi kehamilan, meningkatkan risiko
komplikasi seperti keguguran, kelahiran prematur, atau
preeklampsia.
10
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang atau uji diagnostik untuk Lupus Eritematosus
Sistemik (SLE) melibatkan sejumlah tes laboratorium dan pencitraan guna
mendukung diagnosis dan evaluasi keparahan penyakit. Diagnosa SLE
umumnya didasarkan pada kombinasi gejala klinis dan temuan pemeriksaan
laboratorium. Berikut adalah beberapa pemeriksaan penunjang yang
umumnya dilakukan:
a. Antibodi Antinuklear (ANA):
Pemeriksaan ANA adalah uji darah yang mencari keberadaan
antibodi yang menyerang inti sel. Kehadiran ANA seringkali tinggi
pada individu dengan SLE.
b. Anti-dsDNA Antibody:
Antibodi anti-dsDNA (anti-double stranded DNA) adalah antibodi
yang menargetkan asam deoksiribonukleat ganda. Tingkat yang
tinggi dapat mendukung diagnosis SLE.
c. Anti-Sm Antibody:
Antibodi anti-Smith (anti-Sm) adalah antibodi spesifik untuk SLE.
Keberadaan anti-Sm dapat membantu memperkuat diagnosis.
d. Uji Komplemen:
Komplemen adalah serangkaian protein dalam darah yang berperan
dalam sistem kekebalan. Uji komplement, seperti C3 dan C4, dapat
membantu mengidentifikasi aktivitas penyakit dan komplikasi
ginjal.
e. Tes Darah Rutin:
Pemeriksaan darah lengkap, termasuk hitung sel darah putih dan
hitung trombosit, dapat memberikan informasi tentang adanya
anemia, leukopenia, atau trombositopenia, yang dapat terkait dengan
SLE.
f. Tes Fungsi Ginjal:
Pemeriksaan darah untuk mengevaluasi fungsi ginjal, seperti
kreatinin dan ureum, serta pemeriksaan urine untuk menilai protein
dan sel darah merah.
11
g. Pemeriksaan Fungsi Hati:
Pemeriksaan enzim hati, seperti SGOT (aspartat aminotransferase)
dan SGPT (alanine aminotransferase), dapat membantu memeriksa
kesehatan hati yang mungkin terpengaruh oleh SLE atau obat-
obatan yang digunakan dalam pengobatan.
h. Uji Imunoglobulin:
Pemeriksaan imunoglobulin, khususnya IgG dan IgM, dapat
memberikan informasi tambahan tentang respons kekebalan tubuh.
i. Pemeriksaan Radiologi:
Pencitraan seperti sinar-X, ultrasound, atau CT scan mungkin
diperlukan untuk mengevaluasi kerusakan organ dan jaringan
tertentu, terutama pada sendi dan paru-paru.
j. Elektrokardiogram (EKG):
Untuk mengevaluasi kesehatan jantung dan mendeteksi peradangan
pada lapisan dalam jantung (endokarditis).
k. Pemeriksaan Mata:
Pemeriksaan oleh dokter mata dapat membantu mengidentifikasi
komplikasi mata yang mungkin terkait dengan SLE.
12
organ tubuh dari kerusakan jangka panjang. Berikut adalah komponen-
komponen penting dari penatalaksanaan medis SLE:
a. Obat-Obatan
Obat Anti-inflamasi Nonsteroid (NSAID): Digunakan untuk
meredakan nyeri dan peradangan. Contoh termasuk ibuprofen atau
naproxen.
Antimalarial: Seperti hidroksiklorokuin, dapat digunakan untuk
mengendalikan gejala kulit dan sendi serta melindungi organ
internal.
Kortikosteroid: Seperti prednison, dapat diberikan untuk
mengurangi peradangan pada flare-up akut. Dosisnya akan
disesuaikan dengan tingkat keparahan gejala.
Imunosupresan: Digunakan untuk mengendalikan respons
kekebalan tubuh. Contoh termasuk azathioprine, methotrexate, atau
mycophenolate mofetil.
b. Pengaturan Sistem Kekebalan Tubuh
Belimumab: Merupakan obat biologis yang digunakan khusus untuk
SLE. Dapat diberikan pada kasus yang tidak merespons terhadap
terapi konvensional.
Rituximab: Obat ini menargetkan sel-sel B dan dapat digunakan
dalam kasus yang tidak responsif terhadap terapi konvensional.
c. Manajemen Gejala dan Pencegahan Flare-up
Pengaturan Stress: Manajemen stres fisik dan emosional dapat
membantu mengurangi risiko flare-up.
Istirahat yang Cukup: Memastikan pasien mendapatkan istirahat
yang cukup dapat membantu mengelola kelelahan dan mendukung
penyembuhan.
d. Manajemen Gejala dan Komplikasi Organ Khusus
Terapi Ginjal: Bila terdapat kerusakan ginjal, pengelolaan tekanan
darah dan obat-obatan khusus mungkin diperlukan.
13
Terapi Kardiovaskular: Pengelolaan risiko kardiovaskular termasuk
kontrol tekanan darah dan kolesterol.
Perawatan Mata: Pemeriksaan rutin oleh dokter mata dan
penggunaan kacamata hitam untuk melindungi mata dari sinar
matahari.
e. Pendidikan Pasien dan Dukungan Psikososial
Pendidikan Pasien: Memberikan informasi kepada pasien dan
keluarga tentang SLE, termasuk cara mengenali gejala flare-up dan
manajemen mandiri.
Dukungan Psikososial: Penting untuk memberikan dukungan
emosional dan psikologis kepada pasien mengingat dampak SLE
pada kualitas hidup.
f. Pemantauan dan Tindak Lanjut
Pemantauan Rutin: Pasien dengan SLE perlu pemantauan rutin
untuk mengidentifikasi perkembangan penyakit atau efek samping
obat.
Konsultasi Spesialis: Berbagai spesialis, seperti reumatolog,
nefrolog, atau dokter mata, mungkin diperlukan tergantung pada
organ yang terlibat.
g. Penghindaran Faktor Pemicu:
Perlindungan dari Sinar Matahari: Pasien disarankan untuk
menggunakan tabir surya, mengenakan pakaian pelindung, dan
menghindari paparan sinar matahari berlebihan.
Manajemen Infeksi: Pencegahan infeksi dan penanganan infeksi
dengan cepat sangat penting.
14
BAB III
PATHWAY
15
BAB IV
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus
Seorang perempuan bernama Ny. Y usia 35 tahun datang ke UGD dengan keluhan
merasa tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya
kecil namun setelah satu minggu ukuran tersebut bertambah lebar, demam, nyeri,
dan terasa kaku seluruh persendian terutama pagi hari dan kurang nafsu makan.
Pada pemeriksaan fisik diperoleh ruam pada pipi dengan batas tegas, peradangan
pada siku, lesi pada daerah leher, malaise. Klien mengatakan terdapat beberapa
sariawan pada mukosa mulut. Klien ketika bertemu dengan orang lain selalu
menunduk dan menutupi wajahnya dengan masker. Tekanan darah 110/80 mmHg,
RR 20x/menit, nadi 90x/menit, suhu 38, Hb 11gr/dl, WBC 15.000/mm3.Identitas
Klien
4.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Nama :Ny. Y
Usia : 35 tahun
Alamat : Surabaya
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Status : menikah
2. Keluhan Utama
Klien mengeluhkan nyeri pada sendi serta kekakuan kaki dan
tangan, saat beraktivitas klien merasa mudah lelah, klien merasa
demam. Pipi dan leher memerah serta nyeri pada bagian yang
memerah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
16
Klien datang ke UGD dengan keluhan merasa tidak nyaman dengan
kulit memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya lebarnya kecil
namun setelah satu minggu lebarnya bertambah besar, demam, nyeri
dan terasa kaku seluruh persendian utamanya pada pagi hari dan
berkurang nafsu makan karena ada sariawan.
4. Riwayat Penyakit dahulu
Tidak ada
5. Riwayat Penyakit keluarga
Tidak ada
6. Pemeriksaan Fisik
a. TTV
TD : 110/80 mmHg
RR : 20x/menit
S : 38,5
N : 90x/menit
b. Pemeriksaan fisik per system
B1 (Breath)
RR 20x/menit, napas dalam terlihat seperti menahan nyeri
B2 (Blood)
TD 110/80 mmHg
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi
papuler,eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku
serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan
dan berlanjut nekrosis.
B3 (Brain)
Gangguan psikologis
B4 (Bladder)
Tidak ada
B5 (Bowel)
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
B6 (Bone)
17
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika
bergerak, rasa kaku pada pagi hari. Lesi akut pada kulit yang
terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal
hidung serta pipi.
S 38,5 ↓
N 90x/menit Autoimun
menyerang organ
tubuh
↓
SLE
↓
Kerusakan
jaringan
↓
Nyeri kronis
18
DO: TD 110/80 mmHg hormone, obat
RR 20x/menit tertentu
S 38,5 ↓
mukosa mulut ↓
Autoimun
menyerang organ
tubuh
↓
SLE
↓
menyerang hati
↓
kesalahan sintesa
zat yang
dibutuhkan tubuh
↓
perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
N 90x/menit berlebih
19
Autoimun
menyerang organ
tubuh
↓
SLE
↓
menyerang kulit
↓
kerusakan
integritas kulit
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Nyeri kronis berhubungan dengan peradangan dan peningkatan aktivitas
penyakit SLE.
2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia dan penurunan berat badan.
3 Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ruam kulit dan
peningkatan sensitivitas terhadap sinar matahari.
4 Kecemasan berhubungan dengan ketidakpastian tentang penyakit dan
dampaknya pada kehidupan sehari-hari.
20
4.4 Intervensi
N TANGGA DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
O L
1 10 Oktober Nyeri Kronis b/d Tingkat Nyeri L.08066 MANAJEMEN NYERI
2023 peradangan dan Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang 1.08238
Pukul 14.00 peningkatan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau Observasi
aktivitas penyakit fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan • Identifikasi lokasi,
SLE. berinteritas ringan hingga berat dan konstan. karakteristik, durasi,
D.0078 frekuensi, kualitas,
Diharapkan setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan intensitas nyeri
keasadaran selama 3x24 jam, diharapkan pasien: • Identifikasi skala nyeri
composmentis, • Identifikasi respons
dengan TTV, nyeri non verbal
tekanan darah • Identifikasi faktor yang
140/90mmHg, suhu memperberat dan
38,5℃, nadi 96x/ KRITERIA HASIL SA ST C memperingan nyeri
menit dan RR Keluhan nyeri 1 4
22x/menit.
21
meringis 1 4 • Identifikasi pengetahuan
Gelisah 1 4 dan keyaninan tentang
22
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat dingin,
terapi bermain)
• Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis. suhu
ruangan,
pencahayaan,kebisingan
)
• Fasilitasi istirahat dan
tidur
• Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
23
• Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
• Jelaskan strategi
meredakan nyeri
• Anjurkan momonitor
nyeri secara mandiri
• Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 10 Oktober Ketidakseimbanga Status Nutrisi - L.03030 MANAJEMEN NUTRISI
2023 n nutrisi kurang Definisi : Keadekuatan asupan nutrisi untuk memenuhi 1.03119
Pukul 14.00 dari kebutuhan kebutuhan metabolism. Observasi
tubuh berhubungan • Identifikasi status nutrisi
dengan anoreksia
24
dan penurunan Diharapkan setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan • Identifikasi kebutuhan
berat badan. selama 3x24 jam, diharapkan pasien: kalori dan jenis nutrient
D.0019 KRITERIA HASIL SA ST C • Identifikasi perlunya
Porsi makan yang 1 4 penggunaan selang
dihabiskan nasogastrik
Nyeri abdomen 1 4 • Monitor asupan
diare 1 4 makanan
25
• Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
• Berikan suplemen
makanan, jika perlu
• Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasigastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi.
Edukasi
• Anjurkan posisi duduk,
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika
perlu
• - Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
26
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
3 10 Oktober Risiko kerusakan Integritas Kulit dan Jaringan.- L.14125 PERAWATAN
2023 integritas kulit Definisi : Keutuhan kulit (dermis dan/ atau epidermis) INTEGRITAS KULIT
Pukul 14.00 berhubungan atau jaringan (membran 1.11353
dengan ruam kulit mukosa,kornea,fasia,otot,tendon,tulang,kartilago,kapsu
dan peningkatan l sendi dan/atau ligamen). Observasi
sensitivitas • Identifikasi penyebab
terhadap sinar Diharapkan setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan gangguan integritas kulit
matahari. selama 3x24 jam, diharapkan pasien: (mis. perubahan sirkulasi,
D.0139 KRITERIA HASIL SA ST C perubahan status nutrisi,
Kerusakan jaringan 1 4 penurunan kelembaban,
nyeri 1 4 Terapeutik
• Lakukan pemijatan pada
Hematoma 1 4
area penonjolan tulang,
Pikmentasi abnormal 1 4
27
Suhu kulit 1 4 • Bersihkan perineal
Perfusi jaringan 1 4 dengan air hangat,
28
▪ Anjurkan minum air
yang cukup
▪ Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
▪ Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
▪ Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
▪ Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal
30 saat berada di luar
rumah.
• Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
4 10 Oktober Kecemasan Tingkat Ansietas – L.09093 TERAPI RELAKSASI
2023 berhubungan Definisi : Kondisi emosi dan pengalaman subyektif 1.09326
Pukul 14.00 dengan terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat Observasi
ketidakpastian
29
tentang penyakit antisipasi bahaya yang memungkinkan individu • Identifikasi penurunan
dan dampaknya melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman. tingkat energi,
pada ketidakmampuan
kehidupan sehari- Diharapkan setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan berkonsentrasi, atau
hari. selama 3x24 jam, diharapkan pasien: gejala lain yang
D. 0080 KRITERIA HASIL SA ST C mengganggu
Verbalisasi 1 4 kemampuan kognitif
30
1: Memburuk • Monitor respons
2: Cukup memburuk terhadap terapi relaksasi
3: Sedang Terapeutik
4: Cukup membaik • Ciptakan lingkungan
5: Membaik tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan
• Berikan informasi
tertulis tentang
persiapan dan prosedur
teknik relaksasi
• Gunakan pakaian
longgar
• Gunakan nada suara
lembut dengan irama
lambat dan berirama
31
• Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau Tindakan
medis lain, jika sesuai
Edukasi
• Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan, dan
jenis relaksasi yang
tersedia (mis. musik,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
• Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
• Anjurkan mengambil
posisi nyaman
32
• Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
• Anjurkan sering
mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
• - Demonstrasikan dan
latih teknik relaksasi
(mis, napas dalam,
peregangan, atau
imajinasi terbimbing)
4.5 Evaluasi
No Diagnosa Implementasi Evaluasi
33
1 Nyeri Kronis b/d peradangan MANAJEMEN NYERI 1.08238 S: Pasien mengatakan nyeri sendi
dan peningkatan aktivitas Observasi berkurang
penyakit SLE. -Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, O: Pasien tampak tidak menahan rasa
D.0078 kualitas, intensitas nyeri nyeri
-Identifikasi skala nyeri A:
keasadaran composmentis, -Identifikasi respons nyeri non verbal * KRITERIA HASIL SA ST C
dengan TTV, tekanan darah -Identifikasi faktor yang memperberat dan Keluhan nyeri 1 4
140/90mmHg, suhu 38,5℃, memperingan nyeri
meringis 1 4
nadi 96x/ menit dan RR -Identifikasi pengetahuan dan keyaninan tentang nyeri
Gelisah 1 4
22x/menit. -Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Kesulitan tidur 1 4
-Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
Perasaan depresi 1 4
diberikan
-Monitor efek samping penggunaan analgetik Perasaan takut 1 4
34
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan,kebisingan) P: Melanjutkan intervensi
-Fasilitasi istirahat dan tidur
-Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
-Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
-Jelaskan strategi meredakan nyeri
-Anjurkan momonitor nyeri secara mandiri
-Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
35
anoreksia dan penurunan - Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik A:
berat badan. - Monitor asupan makanan KRITERIA HASIL SA ST C
D.0019 - Monitor berat badan Porsi makan yang 1 4
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium dihabiskan
Terapeutik Nyeri abdomen 1 4
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang diare 1 4
sesuai
Indeks masa tubuh 1 4
- Berikan makan tinggi serat untuk mencegah
Frekuensi makan 1 4
konstipasi
Nafsu makan 1 4
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang
nasigastrik jika asupan oral dapat ditoleransi. P: Lanjutkan intervensi
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk,
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
36
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
3 Risiko kerusakan integritas PERAWATAN INTEGRITAS KULIT 1.11353 S: Pasien mengatakan Nyeri pada
kulit berhubungan dengan sendi
ruam kulit dan peningkatan Observasi O: Kulit tampak kemerahan
sensitivitas terhadap sinar - Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. A:
matahari. perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, KRITERIA HASIL SA ST C
D.0139 penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, Kerusakan jaringan 1 4
penurunan mobilitas)
Kerusakan lapisan 1 4
Terapeutik
kulit
- Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang,
nyeri 1 4
- Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama
Hematoma 1 4
selama periode diare
Pikmentasi abnormal 1 4
- Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak
Suhu kulit 1 4
pada kulit kering
- Gunakan produk berbahan ringan/alami dan Perfusi jaringan 1 4
37
Edukasi P: melanjutkan intervensi
- Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion,
serum)
- Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
- Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
- Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30
saat berada di luar rumah.
- Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
38
BAB V
KESIMPULAN
Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) adalah penyakit autoimun
kompleks yang dapat mempengaruhi berbagai organ tubuh, terutama pada
anak-anak dan remaja. Gejalanya bervariasi dan melibatkan kulit, sendi,
ginjal, dan organ lainnya. Prevalensinya rendah pada anak-anak, namun
dampaknya terhadap kualitas hidup dan perkembangan anak sangat
signifikan. Diagnosis SLE pada anak seringkali memerlukan waktu karena
gejalanya mirip dengan penyakit lain.
Penanganan anak dengan SLE melibatkan pendekatan holistik yang
mencakup manajemen gejala, pencegahan flare-up, dan dukungan
psikososial. Asuhan keperawatan efektif melibatkan kolaborasi tim
kesehatan multidisiplin. Faktor genetik, hormonal, lingkungan, dan stres
berperan dalam perkembangan SLE. Patofisiologi SLE melibatkan produksi
autoantibodi, komplemen, gangguan pada sel kekebalan, dan faktor genetik.
Tanda dan gejala SLE melibatkan berbagai organ, termasuk kulit,
sendi, ginjal, dan sistem saraf. Pemeriksaan penunjang seperti ANA, anti-
dsDNA antibody, dan uji komplemen digunakan untuk mendukung
diagnosis. Pengelolaan medis melibatkan penggunaan NSAID, antimalarial,
kortikosteroid, dan imunosupresan. Belimumab dan rituximab dapat
digunakan dalam kasus yang tidak responsif.
Pentingnya pendidikan pasien dan dukungan psikososial dalam
meningkatkan pemahaman tentang penyakit dan kualitas hidup pasien.
Pencegahan flare-up melalui manajemen stres, istirahat yang cukup, dan
pemantauan rutin menjadi kunci dalam pengelolaan jangka panjang.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang etiologi dan patofisiologi SLE,
diharapkan pengembangan terapi yang lebih efektif.
39
DAFTAR PUSTAKA
40