Rekonsiliasi Bank 4 Kolom
Rekonsiliasi Bank 4 Kolom
Pos-pos mana saja yang akan mempengaruhi catatan bank dan catatan PT Apes?
Mempengaruhi catatan bank:
(1) Deposite in transit, bank belum mencatat deposito yang dikirim olehperusahaan sebesar Rp 200
bulan April dan Rp 250 bulan Mei sehingga bank harus menambahkan sakdo rekening PT Apes
pada catatannya
(2) Cek yang beredar: bank belum mencatat penarikan sejumlah Rp 100 padabulan April dan Rp
125 pada bulan Mei oleh PT Apes, maka bank harus mengurangkan rekening PT Apes bulan
April dan Mei pada catatannya Mempengaruhi catatan PT Apes
(3) Beban administrasi: perusahaan belum mencatatan beban administrasi bank yang
mengurangkan saldo di rekeningnya sebesar Rp 30 bulan April dan Rp 40 bulan Mei sehingga
perusahaan harus mengurangkan saldo pada catatannya
(4) Jasa giro (pendapatan bunga): PT Apes belum mencatat jasa giro/pendapatanbunga bank
sebesar Rp 45 pada bulan April dan Rp 50 pada bulan Mei sehingga kas pada pencatatan PT
Apes harus ditambahkan
(5) Cek kosong: cek yang dikembalikan oleh bank karena cek kosong sebesar Rp 60 bulan April dan
Rp 120 pada bulan Mei mengurangkan saldo pada catatan PT Apes
(6) Kesalahan pencatatan: selisih kesalahan pencatatan pada bulan april yangmembuat saldo buku
terlalu tinggi harus mengurangi saldo kas pembukuan PT Apes sebesar selisihnya sehingga
pencatannya menjadi tepat
Lho bagaimana bisa begitu? Deposite in transit/deposit dalam perjalanan, bank belum
mencatat penerimaan sebesar Rp 200 (bulan April) dan 250
(bulan Mei) sehingga bank harus mencatat dengan menambahkan saldo bulan April dan Mei.
Bagaimana dengan kolom penerimaan pada bulan Mei? Bulan April : (Rp 200) maksudnya -supaya
mudah membacanya- pos tersebut merupakan jumlah penerimaan bulan April, “Bukan”
penerimaan bulan Mei sehingga di beri tanda “tutup kurung” atau mengurangi penerimaan bulan
Mei karena memang bukan penerimaan bulan Mei. Dan pada bulan Mei: Rp 250 menandakan
bahwa jumlah pos tersebut memang merupakan penerimaan bulan Mei. Perlakuan yang sama juga
pada kolom pengeluaran bulan Mei. Lanjutkan pos-pos yang lainnya, dan rekonsiliasi bank 4 kolom
akan nampak seperti berikut:
PT Apes
April 45 (45)
Mei 50 50
(5 Cek Kosong
)
April (60) (60)
Mei 120 (120)
(6 Kesalahan
) Pencatatan
April (50) (50)
50 (50)
Saldo PT Apes Rp Rp 370 Rp 295 Rp
Rekonsiliasi 750 825
Ehm....bagaimana dengan kesalahan pencatatan bulan April? Mengapa saldo bulan Mei juga di
kurangi sejumlah yang sama? Padahal bulan Mei tidak ada kesalahan pencatatan...
Ya, karena kesalahan pencatatan terjadi pada bulan April, maka saldo akhir bulan akhir yang
“salah” itu akan menjadi saldo awal bulan Mei sehingga saldo bulan Mei juga mengalami
kesalahan dan perlu dikoreksi.
Rekonsiliasi Bank: Prosedur dan Bentuk Rekonsiliasi Bank Prosedur Rekonsiliasi Bank
Apabila penerimaan kas setiap hari langsung disetorkan ke bank dan pembayaran dilakukan
dengan cek, maka setiap akhir bulan perusahaan perlu mencocokkan saldo menurut catatan
perusahaan dengan saldo menurut catatan bank yang tersaji di laporan bank. Prosedur
mencocokkan saldo kas menurut catatan perusahaan dan catatan bank dan catatan perusahaan
disebut rekonsiliasi bank.
Rekonsiliasi bank dilakukan untuk mengungkapkan setiap kesalahan dan ketidak wajaran yang
ada pada catatan perusahaan di bank. Prosedur rekonsiliasi dilakukan untuk mencari sebab-
sebab ketidakcocokan yang terjadi antara saldo menurut catatan bank dan catatan perusahaan.
Selain itu, rekonsiliasi bank berguna untuk mengecek ketelitian pencatatan dalam rekening kas
dan catatan bank. Rekonsiliasi juga berguna untuk mengetahui penerimaan atau pengeluaran
yang sudah terjadi di bank tetapi belum dicatat oleh perusahaan.
Logisnya, catatan perusahaan dan catatan bank harus menunjukkan saldo yang sama. Dalam
kenyataan, dua saldo tersebut mungkin berbeda. Ketidakcocokan yang terjadi biasanya
disebabkan oleh adanya beda waktu yang terjadi dalam prosedur pencatatan, penerimaan dan
pengeluaran kas. Berikut ini adalah penyebab perbedaan antara saldo perusahaan dan saldo
bank karena beda waktu mencatat dan salah catat.
Setoran dalam perjalanan adalah setoran perusahaan ke bank yang belum dicatat oleh bank
karena kemungkinan-kemungkinan berikut.
1. Aturan intern bank bahwa setoran yang dilakukan pada akhir bulan akan dicatat selang
satu hari kerja berikutnya
2. Aturan intern bank bahwa setoran di atas pukul 12:00 baru dicatat selang satu hari kerja
berikutnya
3. Setoran melalui Automatic Teller Machine (ATM) dicatat selang satu hari kerja berikutnya
4. Setoran dengan prosedur clearing dicatat setelah selesai prosedur tersebut. Jika clearing
selesai pada pukul 10:00, sehingga setoran dengan prosedur clearing yang diterima bank
setelah pukul 10:00 akan diselesaikan pada hari clearing berikutnya.
Prosedur pemeriksaan untuk menemukan setoran dalam perjalanan adalah membandingkan
semua setoran menurut slip setoran dengan setoran yang tampak dalam laporan bank. Setoran
perusahaan yang tidak tampak di laporan bank adalah setoran dalam perjalanan.
Cek yang masih beredar adalah cek yang sudah dikeluarkan oleh perusahaan tetapi bank belum
membayarnya karena pemegang cek (pihak yang dibayar perusahaan, misalnya supplier) belum
menguangkannya ke bank. Prosedur pemeriksaan untuk menemukan cek yang masih beredar
adalah membandingkan seluruh cek yang telah dikeluarkan (periksa nomor cek di bonggol cek)
dengan cek-cek yang telah diuangkan oleh bank yang tampak di laporan bank. Cek yang tidak
nampak di laporan bank adalah cek yang masih beredar.
Biaya bank adalah biaya yang dibebankan oleh bank kepada perusahaan atas jasa bank melayani
giro perusahaan. Bank langsung mengurangi giro perusahaan, sedangkan perusahaan,
sedangkan perusahaan belum mencatatnya karena belum mengetahuinya sebelum menerima
laporan bank atau memo debit dari bank. Prosedur pemeriksaan untuk menemukan biaya bank
adalah dengan mengidentifikasi memo debit untuk biaya bank di laporan bank (kode memo
debit untuk biaya bank pada umumnya DM dengan nomor tertentu).
• Cek kosong (non-sufficient fund check)
Cek kosong adalah cek yang tidak cukup dananya. Pada waktu perusahaan menerima cek dari
pelanggan, perusahaan sudah mengakuinya sebagai penerimaan kas dan disetornya ke bank
sebagai penambah saldo rekening giro perusahaan. Di hari berikutnya, ternyata ada
pemberitahuan dari bank bahwa cek yang disetorkan tidak cukup dananya. Jika bank belum
terlanjur menganggap cek kosong ini sebagai setoran, maka dilaporan bank tidak terdapat
setoran tersebut dan juga tidak terjadi pengurangan setoran. Namun jika bank telah telanjur
menganggapnya sebagai setoran, maka di laporan bank akan tercantum setoran dan juga
pengurangan. Keterangan untuk pengurangan adalah cek kosong (non-sufficient fund check).
Prosedur untuk menemukan cek kosong adalah mengidentifikasi memo debit untuk cek kosong
di laporan bank (kode DM dengan nomor tertentu).
Di Amerika Serikat, bank menerima setoran berupa cek meskipun cek tersebut berasal dari bank
lain. Apabila cek tersebut tidak cukup dananya pada waktu clearing, barulah bank tersebut
membatalkan setoran tersebut. Dengan demikian, setiap menyetor cek pelanggan di bank,
perusahaan langsung menerima bukti setor (deposit slip) dan oleh karena itu menjadi bukti
untuk pencatatan bertambahnya rekening kas di bank. Di Indonesia, bank tidak menerima
setoran berupa cek yang berasal dari bank lain, kecuali kalau sudah selesai clearing. Dengan
praktik seperti ini, maka perusahaan di Indonesia tidak menganggap cek dari pelanggannya
sebagai pelunasan sebelum cek itu dinyatakn tertagih oleh bank setelah selesai clearing.
Berdasar uraian sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak satu pun cek kosong
telanjur dicatat oleh perusahaan sebagai kas.
Dalam praktik bisnis modern, para debitor atau pelanggan perusahaan membayar utangnya
melalui rekening giro perusahaan di bank. Perusahaan baru mengetahui bertambahnya saldo
kas dari transfer ini setelah menerima laporan bank atau memo kredit dari bank. Prosedur
untuk menemukan transfer dari pihak lain adalah mengidentifikasi memo kredit untuk transfer
tersebut di laporan bank (kode CM dengan nomor tertentu).
Jasa giro bank
Jasa giro bank adalah balas jasa bank yang diberikan kepada perusahaan karena bank dapat
memanfaatkan simpanan giro perusahaan. Dalam hal ini, bank langsung menambah giro
perusahaan, sedangkan perusahaan belum mencatatnya karena belum mengetahuinya sebelum
menerima laporan bank atau memo kreditdari bank. Prosedur pemeriksaan untuk menemukan
jasa giro bank adalah mengidentifikasi memo kredit untuk jasa giro di laporan bank (kode CM
dengan nomor tertentu). Salah catat
Penyusunan laporan rekonsiliasi saldo akhir disusun berdasarkan data yang diperoleh dari
catatan PT XYZ pada tanggal 31 Desember 2005 sebagai berikut:
Data di atas jika disusun dalam laporan rekonsiliasi saldo bank dan saldo kas untuk
menunjukkan saldo yang benar adalah sebagai berikut:
Dalam laporan rekonsiliasi ini dapat diperoleh hasil yang menunjukkan berapa saldo yang benar
menurut kas maupun saldo yang benar menurut bank. Bentuk ini sering digunakan karena lebih
berguna untuk tujuan intern perusahaan.
• Rekonsiliasi saldo awal, penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir. Rekonsiliasi ini
biasanya dilakukan oleh akuntan pemeriksa (auditor) sebagai alat pengujian yang
menyeluruh terhadap transaksi-transaksi kas. Dalam bentuk ini, selain saldo awal dan
saldo akhir akan dapat diketahui perbedaan jumlah penerimaan dan pengeluaran antara
bank dengan catatan kas. Susunan kolom-kolomnya adalah saldo awal, penerimaan,
pengeluaran dan saldo akhir. Dalam mengerjakan rekonsiliasi bentuk ini diperlukan
pengetahuan mengenai prosedur pencatatan penerimaan dan pengeluaran kas dan
bank, karena prosedur yang digunakan akan mempengaruhi jumlah-jumlah yang akan
direkonsiliasikan. Rekonsiliasi ini mempunyai dua bentuk:
• Laporan rekonsiliasi saldo bank kepada saldo kas (4 kolom) Sebagai contoh adalah data
Laporan rekonsiliasi yang disusun dari data di atas adalah sebagai berikut:
Setelah menyusun rekonsiliasi laporan bank, perlu dibuat jurnal untuk membetulkan catatan
kas. Dari rekonsiliasi di atas yang dibuat koreksinya hanya elemen-elemen yang mempengaruhi
saldo kas tanggal 31 Januari 2006. Jurnal koreksi yang dibuat pada tanggal 31 Januari 2006
adalah sebagai berikut:
• Rekonsiliasi saldo awal, penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir (8 kolom)
Prinsipnya sama dengan rekonsiliasi saldo akhir untuk menunjukkan saldo yang benar, hanya
saja disusun rekonsiliasi untuk saldo bank tersendiri dan saldo kas tersendiri. Karena yang
direkonsiliasikan ada 4 jumlah yaitu saldo awal, penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir maka
rekonsiliasinya menjadi 8 kolom, masing-masing untuk bank dan kas. Berikut adalah contoh dari
rekonsiliasi 8 kolom dengan menggunakan PT. ABC:
Rekonsiliasi 8 kolom di atas dapat juga dibuat laporannya dengan bentuk yang berbeda seperti yang
nampak berikut.
Akuntansi manajemen sektor publik
1. Perumusan strategi
3. Pengambilan keputusan
7. Perlindungan aset
Pada dasarnya prinsip akuntansi manajemen sektor publik tidak banyak berbeda dengan prinsip
akuntansi manajemen yang diterapkan pada sektor swasta. Akan tetapi, harus diingat bahwa
sektor publik memiliki perbedaan sifat dan karakterisitik dengan sektor swasta, sehingga
penerapan teknik akuntansi manajemen sektor swasta tidak dapat diadopsi secara langsung
tanpa modifikasi.
Peran utama akuntansi manajemen dalam organisasi sektor publik adalah memberikan
informasi akuntansi yang relevan dan handal kepada manajer untuk melaksanakan fungsi
perencanaan dan pengendalian organisasi. Dalam organisasi sektor publik, perencanaan dimulai
sejak dilakukannya perencanaan stratejik, sedangkan pengendalian dilakukan terhadap
pengendalian tugas (task control). Peran akuntansi manajemen dalam organisasi sektor publik
meliputi:
1. Perencanaan stratejik
3. Penilaian investasi
4. Penganggaran
5. Penentuan biaya pelayanan (cost of services) dan penentuan tarif pelayanan (charging
for services)
6. Penilaian kinerja
1. Perencanaan Stratejik
Akuntansi manajemen pada sektor publik dihadapkan pada tiga permasalahan utama yaitu
efisiensi biaya, kualitas produk, dan pelayanan (cost, quality and services). Untuk dapat
menghasilkan kualitas pelayanan publik yang tinggi dengan biaya yang murah, pemerintah harus
mengadopsi sistem informasi akuntansi manajemen yang modern. Namun tetap, terdapat
sedikit perbedaan antara sektor swasta dengan sektor publik dalam hal penentuan biaya
produk/pelayanan (product costing). Hal tersebut disebabkan sebagian besar biaya pada sektor
swasta cenderung merupakan engineered cost yang memiliki hubungan secara langsung
dengan output yang dihasilkan, sementara biaya pada sektor publik sebagian besar merupakan
discretionary cost yang ditetapkan di awal periode anggaran dan sering tidak memiliki hubungan
langsung antara aktivitas yang dilakukan dengan output yang dihasilkan. Kebanyakan output
yang dihasilkan di sektor publik merupakan intangible output yang sulit diukur.
2. Pemberian informasi biaya
Biaya (cost) dalam akuntansi sektor publik dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu:
• Biaya Input: Biaya input adalah sumber daya yang dikorbankan untuk memberikan
pelayanan. Biaya input bisa berupa biaya tenaga kerja dan biaya bahan baku.
• Biaya output: Biaya output adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengantarkan produk
hingga sampai ke tangan pelanggan. Pada organisasi sektor publik output diukur dengan
berbagai cara tergantung pada pelayanan yang dihasilkan.
• Biaya proses: Biaya proses dapat dipisahkan berdasarkan fungsi organisasi. Biaya diukur
dengan mempertimbangkan fungsi organisasi.
3. Penilaian investasi
Penilaian investasi di sektor publik pada dasarnya lebih rumit dibandingkan dengan di sektor
swasta. Teknik-teknik penilaian investasi yang digunakan di sektor swasta didesain untuk
organisasi yang berorientasi pada laba. Sementara organisasi publik merupakan organisasi yang
tidak berorientasi pada laba, sehingga terkadang teknik-teknik tersebut tidak dapat diterapkan
untuk sektor publik. Di samping itu sulit untuk mengukur output yang dihasilkan, sehingga
untuk menentukan keuntungan di masa depan dalam ukuran finansial (expected return) tidak
dapat (sulit) dilakukan.
Penilaian investasi dalam organisasi publik dilakukan dengan menggunakan analisis biaya-
manfaat (cost-benefit analysis). Dalam praktiknya, terdapat kesulitan dalam menentukan biaya
dan manfaat dari suatu investasi yang dilakukan. Hal tersebut karena biaya dan manfaat yang
harus dianalisis tidak hanya dilihat dari sisi finansialnya saja akan tetapi harus mencakup biaya
sosial (social cost) dan manfaat sosial (social benefits) yang akan diperoleh dari investasi yang
diajukan. Menentukan biaya sosial dan manfaat sosial dalam satuan moneter sangat sulit
dilakukan. Oleh karena itu, penilaian investasi dengan menggunakan analisis biaya-manfaat di
sektor publik sulit dilaksanakan. Untuk memudahkan, dapat digunakan analisis efektifitas biaya
(cost-effectiveness analysis).
4. Penganggaran
Akuntansi manajemen berperan untuk memfasilitasi terciptanya anggaran publik yang efektif.
Terkait dengan tiga fungsi anggaran, yaitu sebagai alat alokasi sumber daya publik, alat
distribusi, dan stabilisasi, maka akuntansi manajemen merupakan alat yang vital untuk proses
mengalokasikan dan mendistribusikan sumber dana publik secara ekonomis, efisien, efektif, adil
dan merata.
5. Penentuan biaya pelayanan (cost of services) dan penentuan tarif pelayanan (charging for
services)
Akuntansi manajemen digunakan untuk menentukan berapa biaya yang dikeluarkan untuk
memberikan pelayanan tertentu dan berapa tarif yang akan dibebankan kepada pemakai jasa
pelayanan publik, termasuk menghitung subsidi yang diberikan. Tuntutan agar pemerintah
meningkatkan mutu pelayanan dan keluhan masyarakat akan besarnya biaya pelayanan
merupakan suatu indikasi perlunya perbaikan sistem akuntansi manajemen di sektor publik.
Masyarakat menghendaki pemerintah memberikan pelayanan yang cepat, berkualitas, dan
murah. Pemerintah yang berorientasi pada pelayanan publik harus merespon keluhan, tuntutan
dan keinginan masyarakat tersebut agar kualitas hidup masyarakat menjadi semakin baik dan
kesejahteraan masyarakat meningkat.
6. Penilaian kinerja
Penilaian kinerja merupakan bagian dari sitem pengendalian. Penilaian kinerja dilakukan untuk
mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas organisasi dalam mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan. Dalam tahap penilaian kinerja, akuntansi manajemen berperan dalam pembuatan
indikator kinerja kunci (key performance indicator) dan satuan ukur untuk masing-masing
aktivitas yang dilakukan.
Bentuk ini adalah untuk mencari saldo yang benar, sehingga merupakan rekonsiliasi 8 kolom.
Perbedaannya adalah dalam cara penyajian, yaitu 4 kolom
kolom merupakan perluasan dari rekonsiliasi saldo bank dan saldo kas untuk menunjukkan
saldo yang benar. Oleh karena itu prosedur dalam membuat rekonsiliasi daldo akhir juga berlaku
dalam rekonsiliasi saldo awal, penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir, hanya saja lebih
komplek.
Informasi terbaru KESALAHAN UMUM PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH DAERAH
kami sediakan khusus untuk pembaca setia punyanbiu.blogspot.com, semoga informasi
KESALAHAN UMUM PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH DAERAH memberikan
pengetahuan lebih untuk kita semua. Oleh: Aan Husdianto (pekerja di BPK RI Perwakilan Prov.
Gorontalo)
Tak terasa kita sudah memasuki awal tahun 2010, yang artinya pemeriksaan laporan keuangan
pemerintah wajib hukumnya untuk dilaksanakan. Laporan keuangan Pemerintah minimal terdiri
dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Seringkali dalam pemeriksaan, kita fokus pada LRA dan Neraca saja sementara Laporan Arus Kas
dan Catatan atas Laporan Keuangan seperti dianaktirikan. Hal ini mungkin disebabkan karena
nilai-nilai yang tercantum dalam Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan hampir
semua tinggal comot dari LRA ataupun neraca. Sekarang kita coba renungkan kembali khusus
dalam penyajian Laporan Arus Kas.
Laporan Arus Kas
Laporan arus kas memberikan informasi historis mengenai perubahan kas dan setara kas suatu
entitas pelaporan dengan mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi
aset nonkeuangan, pembiayaan, dan non anggaran selama satu periode akuntansi. Tujuan
penyusunan Laporan Arus Kas adalah memberikan informasi mengenai sumber, penggunaan,
perubahan kas dan setara kas selama suatu periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada
tanggal pelaporan.
Laporan Arus Kas terdiri dari 4 bagian pokok, yaitu:
1. Arus Kas dari aktivitas operasi
2. Arus Kas dari aktivitas investasi
3. Arus Kas dari aktivitas pembiayaan
4. Arus Kas dari aktivitas Non Anggaran
Kesalahan Penyajian Arus Kas dari Aktivitas Non Anggaran
Di sini akan dibahas hanya pada Arus Kas dari aktivitas non anggaran, mengapa? Karena banyak
Laporan Arus Kas Pemerintah Daerah audited yang menyajikan aktivitas non anggaran hanya
berupa arus masuk/keluar kas dari penerimaan/pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)
saja. Sementara aktivitas non anggaran juga berupa arus masuk/keluar kas dari
penerimaan/pengeluaran kiriman uang dan sisa Uang Persediaan (UP)/ganti Uang (GU)/Tambah
Uang (TU).
Arus kas non anggaran dari penerimaan/pengeluaran kiriman uang jarang ditemukan dalam
suatu laporan arus kas pemerintah daerah (memang agak jarang terjadi).
Penerimaan/pengeluaran kiriman uang yang merupakan aktivitas non anggaran bisa berupa:
- Penerimaan kiriman uang (non anggaran)
Penerimaan uang dari pihak ketiga kepada personal/pihak lain namun dikirim melalui kas
daerah. Cth: penerimaan klaim uang taperum oleh kas daerah dari institusi yang mengelola
taperum (ndak tau namanya..bapertarum kali) untuk dibayarkan kepada pegawai.
- Pengeluaran kiriman uang (non anggaran)
Pembayaran kepada pegawai atas klaim taperumnya.
Arus kas non anggaran dari sisa UP/GU/TU seharusnya pasti terjadi di setiap pemerintah daerah.
Hal ini timbul karena kewajiban untuk mempertanggungjawabkan UP/GU/TU adalah tanggal 10
bulan berikutnya, sehingga sangat berpeluang apabila sisa GU/TU baru disetor setelah tanggal
31 Desember.
- Penerimaan sisa UP/GU/TU
Sisa UP/GU/TU yang telah disetor ke Kas Daerah oleh bendahara SKPD sebelum tanggal 31
Desember tahun berjalan.
- Pengeluaran sisa UP/GU/TU
Total sisa UP/GU/TU yang tidak dapat dibelanjakan dan dipertanggungjawabkan oleh SKPD
sampai dengan tanggal 31 Desember tahun berjalan.
Ilustrasi penggalan Laporan Arus Kas yang biasa disajikan adalah sebagai berikut:
Gambar di atas menunjukkan bahwa arus kas yang disajikan adalah arus kas pemerintah daerah
untuk entitas pelaporan (Bendahara Umum Daerah/BUD) maupun entitas akuntansi (Satuan
Kerja Perangkat Daerah/SKPD). Hal ini ditunjukkan pada kalimat “terdiri dari†yang
mengandung arti arus kenaikan/penurunan kas tersebut merupakan kenaikan/penurunan kas di
kas daerah,di bendahara penerimaan serta di bendahara pengeluaran. Berdasarkan PSAP No. 03
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah:
Paragraf 8 “Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada Bendahara
Umum Negara/Daerahâ€.
Paragraf 12 “Entitas pelaporan yang wajib menyusun dan menyajikan laporan arus kas
adalah unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaanâ€.
Paragraf 13 “Unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan adalah unit yang
ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah dan/atau kuasa bendaharawan umum
negara/daerahâ€.
Standar tersebut menunjukkan bahwa seharusnya informasi yang disajikan dalam Laporan Arus
Kas hanya mutasi kas masuk/keluar pada fungsi perbendaharaan, yaitu BUD/DPPKAD sebagai
entitas pelaporan (tidak termasuk SKPD). Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) UP/GU/TU
merupakan pengeluaran non anggaran yang belum bisa dibebankan pada satu jenis belanja
tertentu. Untuk itu, untuk setiap sisa SP2D UP/GU/TU merupakan bagian dari aktivitas non
anggaran dan harus disajikan dalam laporan arus kas.
Sisa SP2D UP/GU/TU per 31 Desember 20xx merupakan arus kas keluar dari kas daerah dan sisa
SP2D UP/GU/TU yang per 31 Desember 20xx telah disetor ke Kas Daerah merupakan arus kas
masuk non anggaran. Ilustrasi penggalan laporan arus kas yang seharusnya disajikan adalah
sebagai berikut:
Kenaikan dan penurunan kas yang disajikan dalam Laporan Arus Kas merupakan
kenaikan/penurunan jumlah kas di BUD saja (tidak ada “kalimat terdiri dariâ€), dan nilai
saldo akhir kas di BUD harus sama dengan saldo kas di BUD pada neraca per 31 Desember 20xx.
Pada dasarnya aktivitas non anggaran bukan hanya monopoli milik Perhitungan Fihak Ketiga
(PFK) namun seharusnya juga berisi arus masuk/keluar uang yang tidak dapat diakomodir dalam
APBD (sesuai dengan kata ‘non anggaran’ bahwa arus masuk/keluar uang tersebut tidak
dapat dibebankan dalam APBD) namun melalui kas daerah. Oleh karena itu, arus masuk/keluar
uang dari aktivitas non anggaran dalam Laporan Arus Kas apabila transaksinya ada, harus
disajikan sebagai berikut:
Mohon koreksi apabila ada yang kliru…maklum ndak punya senjata Ak!!!
Tinggalkan komentar anda tentang KESALAHAN UMUM PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS
PEMERINTAH DAERAH jika anda suka dengan artikel yang kami suguhkan
Cara Koreksi Kelebihan Pembayaran Karena Kekurangan Kadar Aspal , Luas dan Volume
Pekerjaan
Informasi terbaru Cara Koreksi Kelebihan Pembayaran Karena Kekurangan Kadar Aspal , Luas
dan Volume Pekerjaan kami sediakan khusus untuk pembaca setia punyanbiu.blogspot.com,
semoga informasi Cara Koreksi Kelebihan Pembayaran Karena Kekurangan Kadar Aspal , Luas
dan Volume Pekerjaan memberikan pengetahuan lebih untuk kita semua. Seringkali kita jumpai
dalam pekerjaan jalan terjadinya kekurangan kadar aspal, luas dan volume, sehingga terjadi
kelebihan pembayaran. Berikut ini cara melakukan koreksi pembayaran atas kedua hal tersebut
berdasarkan :
Spesifikasi Teknis dalam kontrak Bidang Bina Marga TA 2009, Divisi 6, Seksi 6.3 (yang selalu
menjadi bagian dalam kontrak) :
1) Pasal 6.3.2.5).(e),
a) angka i, yang menyatakan bahwa seluruh campuran yang dihampar dalam pekerjaan harus
sesuai dengan formula campuran kerja, dalam batas rentang toleransi yang disyaratkan dalam
Tabel 6.3.2.-15 di bawah ini;
b) angka ii, yang menyatakan bahwa setiap hari Direksi Tehnik akan mengambil benda uji, baik
bahan maupun campurannya seperti yang digariskan dalam Pasal 6.3.4.3) dan 6.3.4.4) dari
Spesifikasi ini, atau benda uji tambahan yang dianggap perlu untuk pemeriksaan keseragaman
campuran. Setiap bahan yang gagal memenuhi batas-batas yang diperoleh dari Formula
Campuran Kerja (JMF) dan toleransi yang diijinkan harus ditolak.
2) Pasal 6.3.5.1),
a) Huruf g, yang menyatakan bahwa bilamana Direksi Pekerjaan menerima pekerjaan setiap
campuran aspal dengan kadar aspal rata-rata yang lebih rendah dari kadar aspal yang
ditetapkan dalam rumus perbandingan campuran. Pembayaran campuran aspal akan dihitung
berdasarkan luas atau volume hamparan yang dikoreksi menurut dalam butir (h) di bawah
dengan menggunakan faktor koreksi berikut. Tidak ada penyesuaian yang akan dibuat untuk
kadar aspal yang dilampaui nilai yang disyaratkan dalam Rumus Perbandingan Campuran.
b) Huruf h, yang menyatakan bahwa Luas atau Volume yang digunakan untukpembayaran
adalah Luas atau Volume seperti yang disebutkan pada Butir (a) diatas x Ct x Cb. Bilamana tidak
terdapat penyesuaian maka faktor koreksi Ct dan Cb diambil satu.
c. Spesifikasi Teknis dalam kontrak Bidang Bina Marga TA 2010, Divisi 6, Seksi 6.3:
1) Pasal 6.3.3.(6),
a) Huruf a, yang menyatakan bahwa seluruh campuran yang dihampar dalam pekerjaan harus
sesuai dengan Rumus Perbandingan Campuran, dalam batas rentang toleransi yang disyaratkan
dalam Tabel 6.3.3.(2) di bawah ini:
b) Huruf b, yang menyakan bahwa setiap hari Direksi Pekerjaan akan mengambil benda uji baik
bahan maupun campurannya seperti yang digariskan dalam Pasal 6.3.7.(3) dan 6.3.7.(4) dari
Spesifikasi ini, atau benda uji tambahan yang dianggap perlu untuk pemeriksaan keseragaman
campuran. Setiap bahan yang gagal memenuhi batas-batas yang diperoleh dari Rumus
Perbandingan Campuran (JMF) dan toleransi yang diijinkan harus ditolak.
2) Pasal 6.3.8.(1),
a) Huruf g, yang menyatakan bahwa bilamana Direksi Pekerjaan menerima pekerjaan setiap
campuran aspal dengan kadar aspal rata-rata yang lebih rendah dari kadar aspal yang
ditetapkan dalam rumus perbandingan campuran. Pembayaran campuran aspal akan dihitung
berdasarkan luas atau volume hamparan yang dikoreksi menurut dalam butir (h) di bawah
dengan menggunakan faktor koreksi berikut. Tidak ada penyesuaian yang akan dibuat untuk
kadar aspal yang dilampaui nilai yang disyaratkan dalam rumus Perbandingan Campuran.
b) Huruf h, yang menyatakan bahwa Luas atau Volume yang digunakan untukpembayaran
adalah Luas atau Volume seperti yang disebutkan pada Butir (a) diatas x Ct x Cb. Bilamana tidak
terdapat penyesuaian maka faktor koreksi Ct dan Cb diambil satu.
• Obat Herbal
• Baju Muslim
Informasi terbaru Analisis Artikulasi Laporan Keuangan Pemda kami sediakan khusus untuk pembaca
setia punyanbiu.blogspot.com, semoga informasi Analisis Artikulasi Laporan Keuangan Pemda
memberikan pengetahuan lebih untuk kita semua. Manfaat Analisis Artikulasi :
1. Sebagai Alat Pendeteksi Dini Dari Kemungkinan Salah Saji Keakuratan Nilai
Pelaporan Keuangan;
2. Sebagai Salah Satu Penyebab Kemungkinan Pemberian Opini Disclaimer;
3. Meminimalisasi Resiko Audit Deteksi.
Penjelasan:
- Kenaikan SILPA Pada Neraca.
Didapat dari : Saldo Akhir EDL-SILPA 20x2 DIKURANGI (-) Saldo Akhir EDL-SILPA 20x1
1. Analisis Artikulasi Arus Kas, Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran; 2. Analisis Terhadap
Belanja Modal;
3. Analisis Artikulasi Lainnya.
PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH DAN BELANJA DAERAH DALAM RANGKA MENGATASI CELAH
FISKAL DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH.
---------------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------
Salah satu masalah dalam upaya percepatan pembangunan daerah adalah masih
besarnya celah fiskal daerah yang akan mempengaruhi kapasitas dan kualitas belanja daerah.
Selama ini celah fiskal daerah tersebut, kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah Pusat adalah
dengan dana transfer pusat, baik berupa Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus
(DAK), dan dana transfer lainnya, seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan lain-lain.
Upaya mengatasi celah fiskal tersebut tentu saja tidak akan berhasila apabila hanya dilakukan
oleh Pemerintah Pusat, tanpa didukung oleh masing-masing Pemerintah Daerah dalam bentuk
kebijakan fiskal daerah dan pengelolaan keuangan yang semakin baik dan berkualitas.
Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-
undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan daerah, telah
memberikan paradigma baru dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, yaitu adanya
otonomi dan desentralisasi yang semakin luas, termasuk desentralisasi fiskal.
Khusus untuk Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, pelaksanaan desentralisasi fiskal
telah mampu meningkatkan FisKal Daerah, hal ini terlihat dari kinerja keuangan daerah, baik
dilihat dari aspek pendapatan maupun belanja daerah yang semakin meningkat, baik pada
tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Berdasarkan data 3 (tiga) tahun terakhir, yaitu tahun anggaran 2011, tahun anggaran
2012 dan tahun anggaran 2013, dilihat dari kemampuan pendanaan dan belanja daerah yang
mencerminkan kemampuan fiskal daerah, menunjukan hal sebagai berikut :
1. Pendapatan Daerah.
APBD
Provinsi
1.705.516.480.0 2.251.744.203.5 2.501.734.823.0
00,00 00,00 05,00
Kabupaten/ 10.336.026.514.
Kota 8.310.631.029.7 9.170.721.095.1 000,00
09,00 28,00
TOTAL 10.016.147.509. 11.422.465.298. 12.837.761.337.
709,00 628,00 005,00
Dari data tersebut diatas menunjukan adanya peningkatan kafistas pendapatan daerah
dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan, dimana kafasitas pendapatan daerah
meningkat dari sebesar Rp.
10.016.147.509.709,00 tahun anggaran 2011 meningkat menjadi Rp.
12.837.761.337.000,00 pada tahun 2013 atau meningkat sebesar Rp.
2.821.613.827.296,00 atau 28,17 % dari tahun anggaran 2011.
2. Belanja Daerah.
Dari data tersebut diatas menunjukan adanya peningkatan kafistas fiskal belanja
daerah selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dimana kafasitas fiskal belanja
daerah meningkat dari sebesar Rp. 10.723.598.290.948,40 tahun anggaran 2011
meningkat menjadi Rp.
13.814.929.327.908,00 pada tahun 2013 atau meningkat sebesar Rp. 3.091.331.036.960,00
atau meningkat 28,82 % dari tahun anggaran 2011.
Khusus terkait dengan Kinerja pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Provinsi Kalimantan Tengah Tahun Anggara 2013 menunjukan peningkatan yang
cukup baik apabila dibandingkan realisasi pelaksannaan anggaran pada periode yang sama
tahun anggaran sebelumnya. Hal ini terlihat dari realisasi anggaran pendapatan dan
belanja daerah Provinsi Kalimantan Tengah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 14 Tahun 2012, tanggal 13 Desember 2012 tentang
Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Tahun Anggaran 2013
dan Peraturan
Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 29 Tahun 2012, tanggal 13
Desember 2012 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun
Anggaran 2013, sampai dengan akhir twiwulan I tahun anggaran 2013, per 30 Maret
menunjukan hal sebagai berikut :
7) Belanja Tidak Terduga, terealisasi sebesar Rp. 69.000.000,00 atau 0,31 % dari
target sebesar Rp. 21.819.797.954,30.
1. Realisasi Penerimaan.
Rencana Penerimaan yang bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Angaran Tahun
Sebelumnya sebesar Rp.73.466.694.823,00. Realisasi SILPA baru akan diketahui
setelah dilakukan perhitungan anggaran tahun anggaran 2013, namun berdasarkan
pencapaian realisasi tahun anggaran 2012 dan adanya pelampauan target
pendapatan daerah serta adanya efisiensi anggaran melalui pelaksanaan lelang yang
dilaksanakan melalui LPSE, target SILPA tahun anggaran 2013 akan melampauai dari
yang ditargetkan.
2. Realisasi Pengeluaran.
Realisasi Pengeluaran sampai dengan 30 Maret telah mencapai 100 % dari target
sebesar Rp. 28.000.000.000,00, yang mreliputi :
A. Pendahuluan
Pengelolaan kas non anggaran mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas yang tidak
mempengaruhi anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan pemerintah daerah. Kas Non
Anggaran/PFK dipungut berdasarkan undang-undang perpajakan dan peraturan kerjasama
tertentu dengan pihak diluar entitas Pemda yang mengharuskan Pemda atau Bendahara
memungut dari pegawai atau rekanan dan menyetorkan kepada Kantor Pajak atau Pihak ketiga
tertentu yang terikat perjanjian kerjasama tertentu, terdiri dari :
1. Perhitungan Pajak :
dhi bendahara memungut pajak dan menyetorkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.
Contohnya : PPh 21/22 (dari rekanan dan pegawai) dan PPN (dari rekanan)
2. Perhitungan Non Pajak :
dhi bendahara memungut sesuai dengan aturan kepegawaian dan menyetorkannya kepada pihak
yang ditentukan. Contohnya :
• Iuran Wajib Pegawai (IWP) 10%, berupa tabungan pensiun 8% dari PT.
Taspen, dan asuransi kesehatan dari PT Askes (ini berbeda dengan potongan
2% subsidi askes APBD yang dianggarkan di masing-masing SKPD)
3. Perhitungan Lainnya :
Pada pemda-pemda tertentu, perhitungan ini biasanya merupakan jaminan dari pihak ketiga atas
kegiatan yang dilakukan di wilayah pemda bersangkutan, seperti Jaminan PDAM, PT.PLN,
Jaminan bongkar reklame, dll. Sebagai contoh: jaminan PDAM, merupakan jaminan yang
dibayar PDAM saat akan melakukan pemasangan pipa di bawah jalan pemda, sehingga akan
merusak jalan tersebut. Pihak pemda dapat langsung melakukan perbaikan jalan dari dana
tersebut saat proyek PDAM selesai. Potongan ini memang harus berdasarkan peraturan daerah.
Pembahasan pada PFK pada perhitungan lainnya ini akan dilakukan terpisah.
B. Mekanisme Pemotongan
BUD memotong pembayaran SP2D sehingga nilai kas daerah yang dikeluarkan adalah net
(Belanja dikurang Potongan) yang artinya adalah Kas Daerah dikeluarkan tidak sebesar belanja,
tetapi dikurangi penerimaan potongan. Pemotongan ini tentunya sudah tampak (baca :
diperhitungkan) dalam proses pembuatan Surat Perintah Pembayaran.
Proses alur dana yang dipotong dapat terjadi (contoh pada penghitungan non pajak):
Biasanya bernomor rekening R/P XXXXXXX. Berdasarkan konfirmasi bank, rekening ini tidak
memiliki specimen tanda tangan, karena hanya merupakan rekening “pantulan” dari proses
pencatatan pada G/L bank. Selanjutnya, penyetoran dilakukan otomatis dari rekening tersebut.
Umumnya terdapat mou antara bank-pemda yang mengatur hal ini.
• Secara periodik pihak Bank akan memindahbukukan jumlah penerimaan IWP, PPh 21, dan
Taperum tersebut ke rekening tujuan setelah pihak Bank menerima dokumen Surat Setoran
Penerimaan negara Bukan Pajak/SSBP
(untuk setoran non pajak) dari Bagian keuangan
• Penyetoran pada rekening tujuan/pihak ketiga dilakukan dengan perintah transfer dari BUD
(ada juga pemda yang menggunakan SP2D dalam mencairkan kas non anggaran)
Salah satu pengalaman, tim penulis pernah melakukan uji walkthrough buku pembantu dan
rekening koran penampungan yang ternyata bersaldo ratusan juta rupiah, sehingga diperoleh
hasil bahwa “terdapat saldo awal tak bertuan” yang tentu merupakan penampungan dana PFK
tahun-tahun sebelumnya yang belum disetorkan pada pihak ketiga. Prinsip dalam pengujian
yaitu total penerimaan PFK adalah total pengeluaran PFK (saldo debet rek koran) ditambah saldo
akhir PFK (rekening Koran)
Pembayaran SP2D merupakan nilai kas daerah yang dikeluarkan bruto (belum dikurangi
potongan) yang artinya adalah Kas Daerah dikeluarkan adalah sebesar belanja.
Untuk PFK perhitungan pajak/non pajak setiap bulan, sebelum SP2D gaji dicairkan BUD
membawa dokumen yang menjadi dasar pemotongan (SSBP/SSP, rekapitulasi gaji per dinas, dll).
Sehingga nilai yang diterima pegawai sudah di potong dibank. Bank tidak langsung
menyetorkan potongan itu kepada rekening tujuan pihak ketiga. Untuk itu, harus ditelusuri
rekening yang menjadi penampungan sementara, apakah rekening perantara milik bank, atau
milik pemda. Pengecekan juga harus dilakukan pada SSBP/SSP yang di arsip oleh BUD, serta
nomor transaksi bank (NTB)/nomor transaksi pos (NTP)/nomor transaksi penerimaan
Negara(NTPN, biasanya dari KPPN/modul penerimaan negara) dari BUD maupun bank, untuk
melihat bukti nilai penyetoran dan tanggal penyetoran
C. Pencatatan / Akuntansi
1) BUD / PPKD
• Jika PFK dipotong langsung pada SP2D, Pencatatan dalam BKU harus dilakukan, saat
penerimaan dan pengeluaran.
• Dapat menggunakan bukti memorial/jurnal umum
• PFK harus dilaporkan dalam Laporan Arus Kas yaitu pada baris Aktivitas Kas
nonanggaran dan dijelaskan (disclose) dalam Catatan atas Laporan Keuangan
2) Bendahara Pengeluaran
• PFK dari SP2D LS, BKU Bendahara Pengeluaran mencatat seolah ada penerimaan dan langsung
disetor, sehingga pada baris pertama penerimaan PFK dicatat di kolom penerimaan dan
baris kedua di kolom pengeluaran. Demikian pula pada Buku Pajak Penjurnalan di SKPD untuk
SP2D LS yang tidak dipotong langsung di SP2D, tidak diperlukan jurnal, karena sudah digantikan
oleh BUD. Sedangkan jika lewat kolom potongan harus terjurnal dalam jurnal kas, baik saat
memotong maupun menyetor
• PFK dari Belanja UPGU/TU, pada penerimaan PFK, PFK dicatat di BKU kolom Penerimaan. Pada
penyetoran PFK, PFK dicatat di BKU kolom Pengeluaran.
Juga mencatatnya di Buku Pajak. Untuk menjurnal PFK dari Belanja UP/GU/TU
harus dibuat Jurnal Umum/Bukti Memorial per SKPD seperti penjurnalan di BUD. Sedangkan di
BUD tidak perlu dijurnal.
• BUD menyetorkan Iuran Wajib PNS Daerah, Tabungan Perumahan, dan Iuran Pemda ke Kas
Negara melalui Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan SSBP selambat lambatnya tanggal 5
(lima) setiap bulan atau hari kerja berikutnya apabila tanggal 5 (lima) adalah hari libur
• BUD menerima lembar ke-1 dan ke-3 Bukti Penerimaan Negara/SSBP yang telah mendapat
NTB/NTP/NTPN dari Bank/Pos Persepsi
• BUD mengirimkan copy lembar ke-3 SSBP dan Daftar Rekapitulasi Hasil Pemungutan Tabungan
Perumahan kepada Sekretariat Tetap Bapertarum-PNS paling lambat setiap akhir bulan.
• Pemda, Pihak Ketiga, dan KPPN melakukan rekonsiliasi data penerimaan Iuran Wajib PNS Daerah,
Tabungan Perumahan, dan Iuran Pemda sekurangkurangnya 1 (satu) kali dalam setahun. Hasil
rekonsiliasi dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi yang ditandatangani oleh masing-masing
pihak.